Quantcast
Channel: EXOMKFANFICTION
Viewing all articles
Browse latest Browse all 317

[FREELANCE] Salt & Wound (Chapter 3)

$
0
0

Salt%20And%20Wound%203-Poster%201-Home%20EditionTitle : Salt And Wound

Author : NadyKJI

Genre : Romance, Rearrange Married, Hurt/Comfort, School Life

Length : Chaptered

Rating : PG

Main cast:

  • Kim Jong In – Kai
  • Eun Syu Rie (OC)
  • Soon

Other : Jung Eun Chae (OC), Chen, Sehun, D.O, Chanyeol, Luhan (will be added)

Disclaimer : FF ini murni ide-ide khayalan author yang kelewat tinggi, dilarang meniru dengan segala cara apapun, jika tidak ff ini tidak akan dilanjutkan lagi. Terima Kasih.

Author’s Note :

Hai-hai! Ehehe sudah Chapter 3 jugaaaaa…

Yak setelah lama…

JENG JENG!!! Hahahahah!

Author mempersembahkan chapter 3 dari Salt and Wound ini. Mihihi, ini sok resmi sekali ya? Ya sudahlah…

Author pamit dulu ya, kehabisan kata-kata >_< #deep bow (?)

Sampai bertemu di chapter berikutnya!

HAPPY READING~

Comment, kritik, dan saran diterima sebagai tempat koreksi untuk author ^^

___

-:Syu Rie:-

Aku terbaring lemas di ranjang – sepertinya demam. Hari ini hari Kamis. Aku memutuskan untuk tidak bersekolah secara keadaanku yang tidak mendukung. Kulirik jam, menunjukkan pukul tiga sore hari. Sekitar sejam yang lalu kudengar suara pintu di buka dan menutup – kupastikan itu Kai yang baru pulang.

Ting… Tong…

Aku tetap terbaring.

Ting… Tong…

Ish, aku bangun dengan malasnya. Sedikit pening, aku terdiam sejenak. Kenapa tidak namja menyebalkan itu saja yang membukakan pintu?! Aku turun dengan hanya mengenakan kaos krem dan celana pendek.

Cklek,

Aku membuka pintu rumah, di baliknya ada 5 orang namja – sepertinya teman Kai.

“Hah?!” Seorang yang tertinggi dan terdepan, sedikit kaget.

“Ini rumah Kai?” ia bertanya.

“Ne.”

“Kau siapa?” Seorang yang bermata bulat besar bertanya.

“Bukan siapa-siapa. Tunggu kupanggilkan Kai, kalian masuk saja.”

Aku buru-buru berjalan ke atas, bagaimana ini?! Masa aku harus berkata kalau aku ini istrinya! Harusnya aku tidak membukakan pintu, tunggu saja namja menyebalkan itu yang turun. Seperti yang sudah sudah, penyesalan hanyalah penyesalan.

Aku berhenti di depan pintu itu. Menghela nafasku, kenangan terakhir ke kamar ini tidaklah baik.

Tok.. Tok..

Kuketuk pintu tersebut, tidak ada jawaban.

Tok.. Tok..

“Kai, ada temanmu yang datang!” aku sedikit berteriak.

Cklek.

Namja itu muncul di hadapanku, memakai kaos biru tua.

“Siapa?”

“Molla. Mereka berlima. Mereka menanyakan kalau ini rumahmu atau bukan, kukira temanmu.”

“Eoh…”

Ia langsung keluar,

“Tapi siapa yang memberitahu alamat ini?”

Namja itu berguman meninggalkanku.

-:Kai:-

Aku bergegas turun, pikiranku masih berpikir. Bukankah aku menyuruh mereka tidak ke rumahku untuk sementara. Tapi mengapa sekarang mereka tahu alamatku yang ini?!

“Kai!”

Chanyeol yang pertama melihat kedatanganku memanggil, membuat yang lainnya ikut mendongak dengan wajah meminta penjelasan. Aku hanya tersenyum hambar menghampiri mereka.

“Ada apa sebenarnya?” Luhan yang pertama bicara.

“Siapa gadis itu?” D.O yang bertanya.

Aku meremas tanganku, aku lupa Syu Rie yang membukakan pintu.

Semuanya masih menunggu penjelasanku.

“Dia.. istriku.” Aku menjawab masam.

“Bagaimana bisa?” Chanyeol meminta penjelasanku.

“Tunggu…,” Sehun menyela, “Apakah ini ada hubungannya dengan aku dan Chen yang kau suruh membawa mobilmu ke ‘pesta pernikahan rekan kerja ayahmu’?” ia membentuk tanda kutip di udara.

“Yeah..”

Kali ini aku tidak bisa berbohong lagi.

Aku buru-buru bicara sebelum ada mulut yang bertanya lagi.

“Lihat, ini bukan kemauanku, abeoji yang menentukannya. Sekarang aku yang bertanya… Dari mana kalian mendapat alamat ini?”

“Dari eommamu. Kami tadi ke rumahmu. Kami melihatmu uring-uringan belakangan ini. Lagipula kau tidak memberikan alasan yang pasti.”

Aku hanya menganggukan kepalaku medengar penjelasan Chen.

“Ehm, kau tidak mengenalkan kami pada istrimu hah?” Chanyeol memecah keheningan.

“Tidak penting.”

“Namanya Syu Rie. Ia berada di kelasku dan Kai. Murid baru.” Sehun tiba-tiba memberi penjelasan.

Aku memutar bola mataku.

“Jadi, tidak ada alasan lagi kan kalau kami ingin berkumpul di rumahmu?” D.O mengangkat alisnya.

“Eoh.”

Kalah telak aku dengan kelima temanku ini.

-:Author PoV:-

‘Apa yang kau beli?’

‘Aku tidak makan…’

‘Pelajaran tadi membosankan ya?’

‘Woah, sudah mengantri lagi.’

Suasana kantin sangat gaduh, telinga Syu Rie yang mendengarnya berdenging. Gadis itu berjalan sendiri mencari meja yang kosong. Di tangannya hanya ada sebotol soda, ia tidak nafsu makan. Demamnya belum sembuh – tapi ia sekolah karena tadi pagi ia sudah merasa baikan.

“SYU RIE!”

Ia menoleh ke arah suara tersebut – bukan suara Eun Chae. Suara beberapa namja bersamaan memanggilnya. Akhirnya ia mendapati mereka, duduk di meja ujung kantin. Kai dan teman-temannya yang kemarin. Syu Rie sudah yakin akan berjalan lagi, namun seorang namja menahannya. Menarik tangannya ke arah meja tersebut. Tangan namja itu masih memegang nampan makanan – sepertinya ia baru saja selesai membeli makanan. Karena masih lemas dan sedikit pusing Syu Rie hanya menurut mengikuti – ia tidak ada tenaga sama sekali untuk melawan.

“Good job, Luhan!”

Jadi namja ini bernama Luhan…batin Syu Rie.

“Duduklah.”

D.O menyuruh Syu Rie duduk – tepat di depan Kai.

Melihat dirinya tidak akan bisa pergi, Syu Rie memilih duduk.

“Sehun. Kita sekelas.”

Setelah semuanya duduk, Sehun memilih untuk memperkenalkan diri. Lalu di lanjut dengan yang lainnya. Syu Rie hanya mengangguk tersenyum.

Di depannya Kai menatap Syu Rie dingin, kembali mengernyit melihat senyum palsu Syu Rie.

“Syu Rie, jadi bagaimana rasanya tinggal bersama Kai?”

Syu Rie yang medengar pertanyaan Chanyeol langsung membeku.

“Mereka sudah mengetahuinya…” Kai tiba-tiba bersuara, seakan membaca pikiran Syu Rie.

“Ya, seperti tinggal sendiri.”

Syu Rie menjawab seadanya. Lagi pula ia tidak memiliki alasan apapun untuk berbaik hati membuat namja di depannya itu menjadi malaikat.

“Woah, kau pergi ke mana saja Kai?” Sehun yang duduk di sebelah Kai, menyikut namja itu.

“Dia juga hanya mengurung diri di kamarnya…” Kai menjawab datar.

Seketika kelima orang yang tidak mengerti bagaimana keadaan Kai dan Syu Rie menggelengkan kepala. Baru saja Chanyeol akan berbicara lagi, namun dihentikan Luhan dengan tatapan tajam. Luhan yang melihat aura tidak enak menguar dari Syu Rie dan Kai memutuskan untuk menghentikan percakapan tersebut.

“Jadi kau ikut ekstrakulikuler apa? Sudah memilih?” Chen bertanya ringan, memecah keheningan.

“Belum. Aku bahkan tidak tahu ada apa..”

“Jjinja? Kau harus tahu di sekolah kita ini banyak sekali ekstrakulikuler.” Chanyeol yang tidak percaya mencondongkan badannya ke arah Syu Rie, membuat Syu Rie sedikit mundur.

_

Istirahat baru saja berakhir, Syu Rie terpaksa berjalan ke kelas dengan serombongan namja. Ia berjalan agak di belakang, langkahnya sedikit oleng, ia merasakan badannya panas, matanya sudah ingin menutup. Perlahan ia berjalan sedikit mendekati dinding, menyandarkan tubuhnya agar tidak terjatuh.

Sementara itu di depan, kelima namja itu terus bercanda dan tertawa. Sedangkan Kai yang berjalan bersama mereka hanya mendengarkan.

“Siang ini ayo bermain basket di lapangan.” Suara riang Chanyeol mengusulkan.

“Ayo!” D.O, Chen,Sehun,dan Luhan mengiyakan.

Kai masih saja diam tidak memperhatikan apapun.

“Kai? Kau ikut tidak?” D.O yang berjalan paling dekat dengan Kai mencoba menyadarkan namja itu.

Seketika Kai mendongak, baru saja mulutnya membuka akan memberikan jawaban.

Trang!

Semua mata menoleh, keenam namja yang berjalan di depan langsung menghentikan langkahnya. Kai yang berjalan paling belakang bersama D.O langsung membalikkan badannya.

Syu Rie, gadis itu sudah terduduk lemas. Tangan kanan gadis itu mengeluarkan cairan merah pekat. Kai yang kaget otomatis menghampiri TKP tersebut. Ia berlutut di depan Syu Rie, tangan kanan gadis itu terluka parah oleh pecahan vas yang gadis itu senggol. Darah yang keluar sangat banyak, cukup untuk membuat genangan darah. Pikiran Kai tidak berjalan lancar, ia masih diam.

D.O yang melihat Kai masih terdiam di depan Syu Rie memutuskan menghampiri namja itu. Begitu sampai ia menepuk pundak Kai.

“Kai, bawa dia ke rumah sakit!”

-:Kai:-

Aku berjalan menuju parkiran, tanganku membopong Syu Rie. Perban yang di pakaikan suster UKS sebagai pertolongan pertama cukup untuk menghentikan pedarahan luka di tangan gadis itu.

Cih, menyusahkan.

D.O berjalan bersamaku. Aku dan dia sudah mendapat izin untuk keluar dari suster UKS. Aku sudah membaringkan Syu Rie di bangku belakang, beranjak ke kursi pengemudi.

Aku menatap aneh ke arah D.O yang berada di depan pintu kemudi. Aku maju meraih pintu mengabaikannya.

“Aku saja yang mengemudi.”

Tangannya menghalangiku, melihat tatapan seriusnya aku melemparkan kunci mobilku. Lagipula aku tidak berminat – kelewat malas mungkin. Kalau saja Syu Rie bukanlah yah.. istriku, bagaimanapun eomma dan appa pasti akan mengkhawatirkannya. Jadi di sinilah diriku, meminta izin keluar sekolah untuk mengurusinya.

-:Author PoV:-

Bau antiseptik menyengat hidung Syu Rie. Membuatnya sedikit tidak nyaman, bola matanya bergerak-gerak gelisah dari balik matanya yang menutup. Membuat seorang namja yang sendari tadi menunggui gadis itu bersiaga.

Kriet..

“Kai, ini kubawakan kopi.”

D.O muncul dari balik pintu, tangan kirinya menyodorkan  sekaleng kopi.

Kai mengelengkan kepalanya, “Aku tidak suka.”

D.O mengedikkan bahunya cuek, ia bersender di dinding ruangan.

Ia tidak suka kopi?, batin Syu Rie yang kesadarannya mulai kembali.

Tangannya bergerak sedikit, membuka matanya perlahan.

“Bwo neongeoya?” Syu Rie mencoba bangkit.

*(Apa yang kau lakukan?)

“Sudah pasti menemanimu, babo.” Kai menjawab sinis.

“Mworago?”

“Amootaanya.”

*(Bukan apa-apa)

Kai menoleh pada D.O, “D.O panggilakan dokter dan kita bisa pulang, mungkin…”

“Ne.”

D.O keluar, meninggalkan Kai dan Syu Rie yang diam canggung.

Pikiran Syu Rie berputar tidak mengerti. Sudah sejak perjalanan pulang ia hanya diam melamun. Di pikirannya hanya ada satu pertanyaan ‘Kenapa Kai mau membawanya ke rumah sakit?’ dan pertanyaan itu sudah bercabang menjadi berbagai pertanyaan lain dan spekulasi. Bukankah Kai jelas-jelas tidak menyukainya…

 ‘Bwo neongeoya?’

 ‘Sudah pasti menemanimu, babo.’

‘Mworago?’

‘Amootaanya.’

Bukannya tidak mendengar, hanya saja ia ragu. Sekarang percakapan itu terus berulang di kepalanya. Ada apa sebenarnya dengan Kai, menyebalkan, dingin, lalu sekarang namja itu malah mau repot-repot mengantarnya ke rumah sakit?!

_

SRAK.. SREK… BRAK…

Syu Rie membongkar seisi kamarnya sampai ke bagian-bagian pojok. Debu-debu berterbangan akibatnya. Membuatnya bersin-bersin, tapi ia tetap mencari benda itu. Ya, ponselnya. Ia sebenarnya tidak berminat dengan ponselnya. Dari awal ia bahkan sudah lupa dengan benda itu… Sampai eommanya yang kalut karena mendapat kabar tentang tangannya, memaksanya untuk mencari ponsel sialan tersebut.

“YA! Ke mana???” teriaknnya frustasi.

Tangan kanannya menggapai benda terdekat yang bisa diraih, setelah mendapatkannya tangannya tanpa ampun mengayun… membuat benda tersebut melayang.

BRAK!

Sebuah novel mendarat manis setelah menabrak dinding kamar.

Mata Syu Rie sudah sedikit panas, terasa di dadanya gelegak kemarahan, jengkelnya.

Ponsel sial?! Ke mana sih?

Di kamar sebelah…

BRAK!

Kai yang sedang memejamkan matanya menikmati musik terbangun kaget. Dilihatnya sekeliling kamarnya, tidak ada benda yang jatuh. Berpikir sebentar…

Ck, gadis itu… Apalagi?

Ia langsung bangkit, mencampakan MP3nya di ranjang.

“Bwo neongeoya?!”

Kepalanya melongok dari pintu kamar Syu Rie. Yang pertama menyergap indra penglihatannya adalah keadaan kamar yang berantakan – walaupun isinya sedikit dan Syu Rie yang sedang bersila. Gadis itu terlihat frustasi, rambutnya berantakan.

“MENCARI PONSEL SIALAN!”

Ia berjengit, terlihat sekali nada frustasi dan kasar dari teriakan gadis itu. Hanya sebuah ponsel dan dia semenyedihkan itu?

Kai melangkahkan kakinya cepat menghampiri Syu Rie. Ditariknya pergelangan tangan Syu Rie – memaksa gadis itu bangkit.

“Sirreo!”

Syu Rie mencoba menarik tangannya.

“Ish, IKUT!”

Kai menyeret Syu Rie menuju garasi.

“Mau kemana?” Syu Rie bertanya.

“Membeli ponsel. Apalagi? Kalau kamarmu yang setengah kosong sampai kau acak-acak seperti itu dan tidak ketemu pasti ponselmu sudah pasti hilang.”

“Piryeopchana!”

*(Tidak usah)

“Ppali! Sebelum aku berubah pikiran.”

Mata Kai menunjukkan pemaksaan. Masih memberengut Syu Rie berjalan mendekati mobil.

Detik berikutnya mobil sudah melaju di bawah cahaya keemasan langit sore.

“Kenapa kau melakukan ini?”

Setelah keheningan yang lumayan lama akhirnya Syu Rie bertanya juga. Sudah cukup dengan otaknnya yang pusing dengan sikap labil Kai dan kepalanya yang berdenyut pening.

Kai yang sedang menyetir bingung dengan pertanyaan Syu Rie, ia hanya memandang aneh Syu Rie.

“Begini… Pertama bertemu kau dingin, lalu terakhir kali kau jelas-jelas membenciku. Tapi hari itu kenapa kau mau repot-repot membawaku ke rumah sakit? Dan sekarang kenapa kau bahkan peduli dan mengantarku untuk membeli ponsel hah?”

Eh? Ada apa dengannya? Kai bingung sediri dengan pernyataan gadis di sebelahnya itu.

“Otakmu rusak ya?” ia hanya menjawab Syu Rie sinis.

“Andwae! Jawab!”

“Ck, sudah kubilang, aku tidak membencimu. Rumah sakit? Kau pikir kalau bukan aku siapa lagi? Abeojie jelas akan membunuhku jika bukan aku yang membawamu. Sekarang aku mengantarmu, tidak ada alasan, hanya ingin.”

“Gojimal..”

“Terserah padamu.”

Kai keluar dari mobil, ternyata mereka sudah sampai. Syu Rie hanya bisa mengikuti Kai dengan setengah berlari.

_

“Ne eomma…”

Syu Rie melempar ponsel barunya ke ranjang. Ia memilih untuk duduk di bawah bersandar pada ranjang.

“Huh, aneh sekali…”

Sampai sekarang ia tidak mengerti apapun. Kai – namja, suaminya itu tidak tertebak. Kehidupannya menjadi rumit setelah menikah. Lebih mudah saat ia masih dengan eomma dan appa, turuti semuanya dan selesai. Sedangkan sekarang saat sudah di pastikan namja itu membencinya dengan mudahnya ia menjawab tidak membencinya. Akan lebih mudah dengan namja itu bilang bahwa ia membencinya dan ia akan menjauh – selesai.

-:Kai:-

Ck…

Sejak teman-temanku tahu kalau Syu Rie adalah istriku, mereka selalu mengajak gadis itu untuk makan siang bersama selama 2 hari ini.

Dari posisiku aku berhasil melihat Syu Rie, gadis itu di hampiri seorang yeoja. Kalau tidak salah itu teman sebangkunya. Kulihat ia menepis tangan yeoja tersebut. Aku mengernyit.  Detik berikutnya Chanyeol dan Chen sudah menariknya ke meja kami seperti biasa. Ia tidak menolak lebih memilih ikut dan meninggalkan yeoja itu. Kenapa dia tidak pergi bersama yeoja itu saja?! Seketika aku merasa terganggu dengan hal itu. Bukankah lebih baik aku dan dia tidak sering bertemu saja. Ketiga orang itu berjalan mendekat.

BRAK

Aku berdiri memukul meja, membuat isi meja sedikit bergetar. Ketiga orang yang baru datang itu terlonjak kaget, sedangkan yang sudah duduk bersamaku sudah melotot kaget.

“Wae?” D.O yang berada di sebelahku mengangkat alisnya, membiarkan garpu spagetinya berhenti di udara, menunggu jawabanku.

“Kau!” aku menatap Syu Rie.

-:Syu Rie:-

“Apa yang kau lakukan hah? Kenapa tidak bersama yeoja teman sebangkumu saja daripada di sini? Kau menganggu.”

Apa yang dia katakan?

Aku merasakan mataku melebar, membelalak kaget menatap Kai yang menunjukku dengan telunjuknya. Tatapan matanya yang biasa terlihat mengantuk dan tidak peduli kini manatapku tajam. Sehingga diriku dengan manisnya berdiri kaku, seakan kakiku baru saja dipaku ke lantai. Mulutku sudah membuka ingin memberikan balasan, tapi tidak ada satu kata pun yang terpikirkan.

“Hah… ada apa sih? Duduklah.”

Aku merasakan tanganku ditarik ke bawah. Menandakan kalau aku harus diminta untuk duduk. Aku melirik sekilas.

“Tidak… tidak usah. Gomawo Chen.”

Perlahan aku merasakan genggaman Chen melemah, dan terlepas begitu saja. Aku menatapnya sekilas, kulihat kepasrahannya. Sepertinya ia akan memberikan aku pilihan. Terdiam sejenak aku menatap satu per satu wajah yang berada di meja. Kebanyakan hanya menatap bingung, pasrah, tapi… aku kembali merasakan diriku lumpuh begitu menatap wajah Kai.

Aku yang tadinya sudah memilih ingin angkat kaki…

“Hmft, sudah mengerti? Pergi.”

HEGH.

Dan mendengar kata-kata itu dari mulutnya, ceh. Harga diriku dan egoku yang tidak beralasan menyuruhku untuk tetap bertahan dan duduk. Maka aku duduk. Perlahan menatap Kai sengit aku duduk di samping Chen, dan bisa aku lihat senyum tipis merekah di wajahnya. Wajah teman-temannya juga tidak jauh berbeda, sepertinya puas dengan apa yang aku lakukan. Aku tidak mengerti. Yang aku mengerti adalah tatapan memusuhi dari Kai – ya aku tahu aku mencari masalah dengan memilih duduk. Tapi sudah terjadi dan rupanya aku juga tidak terlalu menyesali keputusanku. Daripada tidak ingin mencari masalah, aku lebih penasaran. Cukup aku menjadi orang yang suram belakangan ini sehingga tidak memperhatikan sekelilingku dan Kai. Sedikitnya aku harus kembali pada diriku.

_

“Kau menarik.”

“Ne?”

Aku menoleh ke arah D.O yang berjalan di sebelahku dalam perjalanan ke kelas.

“Kau tahu, biasanya Kai bisa saja menyeret yeoja yang ngotot sepertimu.”

Aku menatap namja bermata bulat itu dengan mataku yang melebar.

“Ia akan menarik tangan yeoja itu agar pergi. Dengan kasar.”

D.O melanjutkan kalimatnya dengan penekanan pada kata kasar.

“Benarkah?” aku berkata lirih.

Mendengar penuturan D.O cukup membuatku membayangkan bagaimana jika tadi Kai menyeretku berdiri, aku bahkan bisa membayangkan dia akan mempermalukanku. Mengingat ia pernah menamparku, aku pikir ia tidak akan segan-segan.

“Pastinya. Aku mengenalnya terlalu baik. Hehe, tapi jangan takut. Ia tidak akan sekeras itu padamu, bagaimanapun kau itu istrinya dan tanggung jawabnya. Ehem, maaf jika kau tidak suka dengan, ya… tapi itu kenyataanya.”

Aku melihat D.O berdehem.

“Ahaha, gwaenchana. Kenyataanya seperti itu.”

TO BE CONTINUE…



Viewing all articles
Browse latest Browse all 317

Trending Articles