Ravens The Chinese Danger
Author: Choi Seung Jin @cseungjinnie
Genre: Action, Crime, Multicultural
Leght: Chaptered (Still on going)
Main Cast:
Kris Wu / Wu Yi Fan || Xi Lu Han || Huang Zi Tao || Lay / Zhang Yi Xing || Xia Zi Liu (OC)
Author’s Note:
Storyline belongs to me. Please repect! Don’t be silent readers!
****
Duuh… Maaf readers T~T Gak tahu kenapa FF nya gak kecopy yang berujung ke gak kepost. Kali ini Jinnie udah pastiin FF nya kecopy dan kepost. Maaf ya readers T~T /guling2 di lantai/
Salam Yehet /?
*****
Pagi yang cerah menyambut hangat kota Tokyo. Burung-burung berkicau bagaikan lantunan lagu di pagi hari. Rumah yang berlokasi di sebuah blok perumahan dengan arsitektur khas Jepang terlihat sepi dan begitu tertutup seakan tidak memperdulikan indahnya hari pagi.
Luhan adalah orang pertama yang bangun hari ini. Dia memang selalu bangun paling pagi dari rekan-rekannya. Dia jarang memperdulikan anggota Ravens yang lain yang masih tidur lelap meski jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Kegiatannya di pagi hari biasa duduk di teras rumah menghadap taman Jepang indah karya eksterior disainer yang telah dibayar mahal oleh Kris sejak rumah ini dibangun. Sambil menikmati udara pagi yang segar, dia mengenang kembali tentang apa yang ada di ponselnya. Lebih tepatnya apa yang terpampang sebagai home screen ponselnya.
Foto perempuan berambut hitam itu masih Luhan gunakan sebagai home screen wallpaper ponselnya meski sudah berlalu hampir 3 tahun. Dia tidak pernah merasa bosan dengan foto perempuan iu. Dia sudah tidak pernah bertemu secara langsung dengan perempuan itu lagi. Wajar jika dia tidak pernah bosan memandangi wajah tersenyum perempuan itu. Terkadang, banyak pertanyaan yang muncul di kepala Luhan yang bersamaan dengan bayangan ingatannya tentang yeoja itu.
Apa dia masih ingat padaku?
Apa dia membenciku?
Bagaimana keadaannya?
Apa dia sudah punya pacar baru?
Mungkin pertanyaan seperti itu yang selalu Luhan tanyakan pada dirinya sendiri. Mengingat bagaimana dia meninggalkan perempuan itu 3 tahun lalu. Pikirannya tidak pernah bisa lepas dari perempuan itu. Setidaknya dia bisa melupakan sejenak masalahnya dengan perempuan itu untuk sementara saat dia sedang menjalankan tugasnya.
Perasaan Luhan bercampur-aduk saat dia melihat foto perempuan itu. Dengan lancang, otaknya selalu memutar kembali memori-memori masa lalu yang terkesan bittersweet. Dia sebenarnya menyesal tentang apa yang terjadi 3 tahun lalu, tapi mau bagaimanapun juga ini lah yang Luhan pilih.
Dia tidak bilang apapun pada perempuan itu saat dia pergi. Luhan ingat, saat hari dia pergi untuk pertama kalinya bersama Ravens ke Jepang, saat itu lah Luhan meninggalkan perempuan itu. Yang lebih membuatnya merasa seperti seorang pria brengsek adalah hari itu dia dan perempuan itu sudah membuat janji untuk bertemu di taman favorit mereka. Luhan membatalkan janji itu begitu saja dan menghilang tanpa kabar.
.
.
.
“Kenapa kau terus-terusan memandangi foto itu?”
“TAO!!” Luhan berteriak kaget dan buru-buru menyembunyikan ponselnya.
Entah sejak kapan, Tao berdiri tepat di belakang Luhan yang ikut-ikutan memandang home screen ponsel milik Luhan. Mau bagaimana pun ini masalah pribadinya. Tao seharusnya tidak pernah melihatnya memperhatikan foto perempuan itu, meski dia sudah berberapa kali tertangkap basah oleh Tao.
“Kau tidak perlu teriak begitu, ge,” kata Tao yang menutup kupingnya yang menjadi korban teriakan Luhan. Terkadang teriakan Luhan terdengar seperti ledakan bom saking kencangnnya.
Tao duduk bergabung dengan Luhan tanpa menunggu persetujuan pria imut itu.
Tao adalah anggota termuda di Ravens yang membuatnya seakan bebas untuk melakukan apa saja. Dia sering ikut campur urusan pribadi ketiga gege dan jiejienya meskipun sudah dilarang.
“Ayo lah, ge! Mau sampai kapan kau memikirkan perempuan itu yang belum tentu memikirkan kau, ge?” Kata Tao berusaha unuk membuat Luhan melupakan hal yang menganggunya.
“Sampai kapan pun yang ku suka. Itu bukan urusanmu!” Ketus Luhan sedikit kasar.
“Terserah kau saja..”
Luhan mengacuhkan Tao. Kemudian dia kembali memandangi ponselnya. Dia usap layar sentuh ponselnya dengan ibu jarinya seakan sedang mengusap pipi milik perempuan itu. Hatinya terasa tertekan akan kerinduan yang mendalam. Dia sangat merindukan perempuan itu. Dia ingin sekali bertemu dengan perempuan itu meski hanya sekali.
“Dia cantik. Siapa namanya?” Ucap Tao yang semakin lama semakin penasaran.
“Dia memang cantik dan aku tidak akan memberitahu namanya,” kata Luhan tegas tanpa melirik sedikitpun ke arah Tao.
“Kau sensitif sekali jika sudah berurusan dengan masalah perempuan,” ujar Tao memanyunkan bibirnya.
“Ngomong-ngomong, Kris sudah bangun?” Tanya Luhan mencoba menganti topik pembicaraan sebelum Tao bertanya hal yang macam-macam.
“Sudah,” jawab Tao singkat.
“Oh, sedang apa dia?” Tanya Luhan lagi.
“Nonton TV, mungkin.”
“Liu?”
“Jiejie katanya mau beli makanan. Entah dia sudah berangkat atau belum,” ujar Tao.
Sebagai wanita satu-satunya, Liu memiliki kewajiban mengurus makanan unuk semua anggota Ravens. Jika Ravens diibaratkan sebuah keluarga, Liu adalah sosok ibu dengan tiga anak, yaitu Luhan, Lay dan Tao, sedangkan Kris akan berperan sebagai kepala keluarga.
“Lu ge,” kata Tao. “Menurutmu, sampai kapan kita akan seperti ini?”
Luhan diam sejenak, mencoba mengerti apa yang dimaksudkan Tao. Dia meletakkan ponselnya diatas lantai kayu. Dia menatap langit biru yang cerah sebelum akhirnya menjawab pertanyaan.
“Maksudmu terus menjadi sekelompok anak yang hobinya membunuh orang?” Ucap Luhan.
“Kalau menurutku, kita akan terus seperti ini sampai kita mati. Hanya ajal yang bisa menghentikan kita. Itu, kan yang Kris bilang?”
****
Kris duduk selayaknya tuan rumah di depan TV LCD besar yang menayangkan berita-berita lokal. Dihadapannya—selain TV—tersedia teh hangat buatan Liu yang tak ada tandingannya yang selalu menjadi favorit keempat anggota Ravens. Dia menegak perlahan teh nikmat favoritnya. Matanya terfokus ke layar LCD tanpa mau berpaling sedikitpun. Teh hangat selalu menjadi temannya bersantai di pagi hari. Sebenarnya dia bisa saja memilih untuk minum Sherry ataupun Bourbon dibandingkan dengan teh, tapi Lay—sebagai seorang dokter—melarang Kris dan anggota Ravens lainnya untuk minum alkohol terlalu sering. Hal itu bisa mengganggu kualitas kerja mereka.
Jika ingat dengan teh… Kris jadi ingat dengan ayahnya. Dia sering meluangkan waktu bersama ayahnya dengan minum teh berdua saat dia masih kecil dan—tentunya—saat ayahnya masih hidup. Seandainya saja ayahnya tidak mati karena ulah sekelompok kriminal brengsek itu, mungkin dia dan ayahnya masih bisa menikmati teh hangat bersama.
Ada satu hal yang membuat pria berumur 27 tahun ini frustasi. Dia sama sekali belum menemukan petunjuk keberadaan kelompok Hurricane, meski dia sudah memburu mereka selama 3 tahun ini. Mungkin selama tiga tahun ini, dia dan Ravens sudah bertemu dengan lebih dari 100 kelompok mafia dan berhasil memusnakan lebih dari setengahnya, tapi tidak ada satupun dari puluhan kelompok itu yang adalah The Hurricane.
Sialan! Kemana lagi aku harus mencari mereka? Pikir Kris putus asa. Dia mengacak-acak rambutnya frustasi dengan perasaan kesal.
Untuk mengejar satu kelompok saja, waktu 3 tahun belum cukup. Bahkan sampai mengobrak-abrik 2 benua pun juga belum ketemu. Informan payah yang selalu memberikan informasi palsu bisa menjadi salah satu faktor kenapa Kris belum menemukan The Hurricane. The Hurricane pasti sudah mempersiapkan informan-informan palsu jika suatu hari ada yang mencari mereka. Mencari The Hurricane diibaratkan seperti mencari jarum ditumpukan jerami.
.
.
“Kris, aku berangkat dulu.” Liu berjalan melintas tepat di belakang Kris yang dengan suaranya berhasil membuyarkan lamunan Kris. Suara heels setinggi 5 senti menjadi faktor lain yang membuat perhatian Kris teralih.
Dengan setelan casual dan hanya membawa sebuah dompet dan ponsel, Liu berniat membeli bahan makanan untuk sarapan atau mungkin membeli makanan jadi jika dia sedang malas untuk memasak. Sebagai sosok mama di rumah ini, itu sudah menjadi kewajibannya.
“You don’t want to give me morning kiss?” Kata Kris bercanda diiringi gummy smilenya. Sempitnya ruang sosialisasi Kris terhadap dunia luar apalagi wanita, hingga satu-satu wanita yang bisa digoda nya hanya Liu.
“In your dream,” kata Liu seraya berlalu keluar dari pintu, meninggalkan Kris yang tertawa meledek candaannya sendiri. Liu pastilah sudah tahan dengan gombalan dan modusan yang Kris terus lakukan padanya selama 3 tahun mereka bekerja sebagai satu tim.
Melanjutkan apa yang ia lakukan sebelum, Kris sembari berpikir tentang rencana dan misinya selanjunya. Kembalinya Ravens ke Jepang bukanlah tanpa alasan. Dimana Ravens berpijak, disanalah ada misi baru dan Kris berpikir untuk melakukan suatu hal yang berbeda dari biasanya. Eksekusi langsung terdengar sudah terlalu sering dilakukan Ravens. Menarik perhatian warga sipil juga sering dilakukan.
How about something private but open? Pikirnya.
Mungkin eksekusi tertutup yang bersifat privasi, tanpa menarik perhatian publik akan lebih menarik baginya. Patut dicoba.
.
.
“Jadi apa rencanamu selanjutnya, ge?”
Lay datang, duduk tepat disebelah Kris dengan segelas orange juice. Dia bisa saja menebak apa yang ada di kepala Kris. Jika Kris sudah duduk sendirian dengan dagu yang di topang oleh tangannya sendiri, dia pasti sedang berpikir soal misi.
Pria bertampang Angel ini seperti salah mengambil jalan hidup. Lay tidak cocok untuk hidup sebagai seorang penjahat kelas Internasional seperti ini jika dilihat dari sisi fisik luar. Bahkan pekerjaan sebelumnya pun tidak mendukung sama sekali tentang pilihannya. Masuknya Lay ke dalam Ravens bukanlah paksaan dari Kris. Justru Lay lah yang memaksa untuk bergabung dan alasan Lay memutuskan untuk bergabung dengan Ravens hanya Lay dan Kris yang tahu.
“Kau akan tahu nanti. Kita akan bicarakan sama-sama,” kata Kris berniat menyimpan rencananya untuk sementara. “Kita tunggu sampai Liu pulang. Aku punya rencana bagus.”
“Baiklah,” kata Lay. “Siapa target kita kali ini?”
“Seorang ketua Yakuza. Ini akan sedikit lebih mudah karena dia hanya orang tua dengan banyak uang. Aku juga ingin menghabisi anaknya yang juga punya banyak uang,” ujar Kris. “Kita memang selalu berurusan dengan orang yang punya banyak uang, kan?”
Lay terkekeh membenarkan perkataan Kris. “Apa ada hubungannya dengan Hurricane?”
Kris menggeleng cepat. “Tidak, tapi kali ini akan menjadi aksi kita yang paling berbeda dengan sebelumnya,” kata Kris bangga dengan rencana yang ada dipikirannya.
“Sepertinya seru, nih. Semoga Liu cepat pulang sehingga aku bisa mendengar rencanamu itu, ge.” Lay tampak semangat.
****
Liu melangkahkan kaki jenjangnya menelusuri sepanjang jalan troroar. Dia sudah menelusuri setidaknya lebih dari 5 kedai makanan, tapi tak ada satupun dari kedai-kedai itu yang ia masuki. Entah apa yang dicari wanita itu sehingga belum menemukannya sampai sekarang. Matanya tampak waspada seperti khawatir akan melewatkan sesuatu jika dia lengah untuk sedetik saja.
“Dimana tempat itu?” Gumam Liu sambil terus mencari tempat yang dimaksudnya. Sambil terus menelusuri sepanjang barisan pertokoan, Liu memainkan ponselnya. Ibu jarinya bergerak menekan icon call pada layar sentuh. Satu-satunya yang bisa ia hubungi lagi-lagi hanya Kris.
Baru saja Liu ingin menelepon Kris, tanpa ia sadari, dia sudah berdiri didepan sebuah kedai makanan yang menjual bento. Kedai makan ini yang ia cari dari tadi. Kedai bento yang ‘katanya’ enak. Well, begitulah yang tertulis di majalah.
Tanpa ragu, Liu melangkahkan kakinya memasuki kedai itu melawati pintu kaca. Liu disambut ramah oleh pegawai disana. Dia melanjutkan langkahnya menuju tempat untuk meng-order.
“Selamat pagi, nona. Hahaha…” Sambut seorang pria paruh baya dengan tawanya yang memang seperti kakek-kakek. “Bisa ku siapkan pesananmu?”
“Aku pesan 5 paket bento untuk dibawa pulang,” kata Liu cepat.
Dengan senang hati, pria tua yang merupakan pemilik kedai ini melayani Liu. Selagi menunggu pesanannya siap, rupanya ada pesan yang masuk ke ponselnya. Dari Tao.
Jiejie, kapan makanannya datang? Aku lapar.
Jika sudah melihat pesan dari Tao dengan nada manja seperti ini, bukannya luluh, Liu malah merasa geli. Dia tidak suka melihat seorang pria manja didepannya atau melakukan aegyo untuk istilah dalam Korea.
Anak ini! batin Liu kesal.
Sabarlah, anak manja! Aku baru saja memesan makanannya. Bersabarlah sedikit.
Dengan perasaan kesal, Liu menyimpan ponselnya disaku belakang jeansnya. Jika sudah melihat pria manja didepannya, Liu akan mudah emosi. Tempramen wanita ini memang susah dikendalikan. Terlebih pada sesuatu yang dia tidak suka. Jadi, berhati-hati lah pada wanita ini!
Setelah mendapat apa yang ia butuhkan, Liu beranjak keluar kedai dan memutuskan untuk langsung kembali. Namun ada sesuatu yang terasa janggal. Sesuatu yang mengganggu instingnya yang tajam. Pria—dengan setelah baju hitam bermantel coklat dan mengenakan kacamata hitam—berdiri dengan jarak sekitar 10 – 15 meter dari Liu, mengarahkan pandangannya ke arah Liu seakan sedang menatap Liu meski matanya tertutup. Pria itu memiliki tinggi sekitar 180 cm dan terlihat sangat asing.
Untuk sesaat, Liu dan pria itu terlihat seperti saling menatap satu sama lain dari kejauhan. Liu merasakan sesuatu yang salah dari pria itu yang terus menatapnya, menimbulkan kecemasan tersendiri untuk Liu. Hampir lebih dari 5 menit posisi mereka tidak berubah sama sekali, diam berdiri saat jalan trotoar mulai dipadati oleh orang-orang yang lalu-lalang.
Liu melangkahkan kakinya yang terasa berat meninggalkan tempatnya berpijak sekarang. Dengan langkah yang cepat, Liu tampak gelisah dan cemas. Jangan-jangan pria itu polisi. Liu tetap waspada sembari menengok sesekali kebelakang.
Semakin lama-lama, langkah Liu semakin cepat. Puncaknya saat Liu melihat pria-tak-dikenal tadi berada diantara kerumunan orang dibelakangannya. Pria itu mengejar Liu!
Damn it! Why is he chasing me?
Liu terus melangkah cepat hingga memutuskan untuk berlari. Namun banyaknya orang di jalanan memperlambat langkahnya. Sembari berlari, dia terus berpikir untuk mencari celah untuk kabur. Sampai ia melihat sebuah taksi melintas.
“TAXI!”
****
Keempat anggota Ravens sudah berkumpul di ruang tengah. Mereka menunggu kedatangan Liu yang membawa sarapan pagi untuk mereka. Tao sudah lemas karena saking lamanya menunggu makanan yang akan membuat perutnya yang sudah meronta-ronta sedari tadi diam.
Kris terlihat gelisah dan mencemaskan anggota wanita satu-satunya yang belum juga kembali. Liu sudah pergi selama hampir 2 jam dan hal itu membuat Kris cemas. Ia khawatir sesuatu terjadi pada Liu. Dia terus melirik ke arah jam di dinding dan sesekali melihat ponselnya.
“Kenapa dia belum pulang juga sih?” Gumam Luhan kesal.
Kris semakin gelisah. Semua member sudah merasa kalau Liu pergi terlalu lama untuk sekedar pergi membeli makanan. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada wanita itu.
.
.
.
BRAKK..
Suara pintu yang terbuka dengan lebar menarik perhatian keempat pria yang sudah menunggu dengan perasaan khawatir dan… lapar. Liu melangkah masuk terburu-buru dan panik. Ekspresi wajahnya menunjukan dia sehabis mendapat masalah.
Kris bisa menangkap ekspresi itu dan berniat untuk mencari tahu apa yang telah terjadi.
“Liu, kenapa kau pergi lama sekali?” Tanya Kris.
“Someone spying me,” jawab Liu masih dengan perasaan gelisah.
“Spying? Memata-mati mu? Siapa?” Tanya Kris lagi.
“I don’t know! Pria itu ada di depan kedai bento. Dia terus menatapku bahkan mengejarku. Makanya aku harus ambil jalan memutar yang jauh supaya bisa lolos,” ujar Liu.
Ravens is in trouble. Seseorang sudah berani memata-matai salah satu anggota Ravens. Itu artinya orang ini bukan orang sembarangan. Mungkin polisi atau kelompok mafia. Musuh Ravens bukan hanya polisi, bahkan kelompok-kelompok mafia juga musuh mereka. Jadinya hanya ada dua kemungkinan siapa sebenarnya yang telah memata-matai Liu.
“Jiejie, kau bawa makanannya?” Tanya Tao polos dengan tampang kelaparan yang jelas-jelas melenceng dari topik pembicaraan kali ini.
PLAKK…
“Aww!!”
Spontan Luhan memukul keras kepala Tao yang tidak bisa melihat keadaan. “Shut up, idiot! We’re in trouble dan kau masih memikirkan perutmu?”
“I’m hungry, ge,” ucap Tao sambil mengusap-usap kepalanya yang sakit.
Kris harus bertindak cepat tentang masalah yang baru muncul ini. Lama-lama di Jepang bisa-bisa membahayakan posisi mereka. Satu-satunya cara mungkin hanya meningglkan Jepang, tapi sebelumnya ada satu misi yang harus mereka kerjaakan.
“Baiklah kita selesaikan misi kita disini. Setelah itu kita tinggalkan Jepang. We leave Japan as soon as possible. Semakin cepat kita selesaikan misi kita, semakin cepat kita meninggalkan Jepang.”
“Lalu apa misi kita selanjutnya?” Tanya Luhan.
“Formula One Japanese Grand Prix.”
****
“Target kita adalah Yama Kozaku. Ketua Yakuza yang terkenal kejam. Kekayaan yang dimilikinya hasil penjualan narkoba dan perdangan wanita.”
Kris dengan penampilan rapih layaknya seorang jutawan, duduk ditempat V.I.P sambil mengawasi pria tua yang duduk diseberang sirkuit balap itu. Dengan sebuah teropong, jarak jauhpun tidak menjadi masalah bagi Kris untuk memantau langsung targetnya.
Pria bernama Yama Kozaku itu duduk dikelilingi orang-orang berbadan besar yang mungkin saja adalah body guard atau mungkin anak buahnya. Sulit untuk menyerang pria itu begitu saja. Maka dari itu Kris telah membuat rencana.
“Target kita yang kedua adalah Toshiro Kozaku, anak laki-laki Kozaku. Dia adalah seorang pembalap F1 sekaligus pengedar narkoba yang selalu menyuplai kokain ke seluruh Tokyo. Dengan bantuan ayahnya, dia bisa dengan mudah melakukan pekerjaan haramnya itu.”
Kris menggerakkan teropongnya mengarah ke deretan mobil balap yang sudah bersiap di garis start. Seorang pembalap asal Jepang dengan rambut yang panjang dan wajah yang menyebalkan sudah berada ditempatnya seseuai rencana.
Tak jauh dari Toshiro, Luhan juga sudah bersiap. Dengan pakaian lengkap seorang pembalap dan sebuah helm yang menjadi benda pelindung kepala, Luhan akan kembali ke pekerjaan tiga tahun lalu untuk hari ini, sebagai seorang pembalap profesional F1.
“Luhan, tugasmu adalah membunuh Toshiro. Kau akan menjadi salah satu pembalap. Aku akan memberimu kesempatan untuk menjadi pembalap lagi. Resikonya lumayan untukmu. Para penonton akan kaget saat mengetahui Xi Lu Han yang sudah menghilang 3 tahun kembali beradu cepat di sirkuit balap. Hal itu bisa menarik banyak perhatian, jadi jangan sampai aksimu nanti terlihat mencolok. Lagi pula kau pasti sudah tidak asing dengan Toshiro. Jadi kau tahu bagaimana cara bermainnya.”
Luhan bersiap menaiki mobilnya. Sudah sekian lama Luhan tidak duduk didepan stir balap yang dia sendiri hampir lupa bagaimana rasanya. Berterima kasihlah dia pada Kris karena telah memberinya tugas yang menyenangkan.
Tugas Luhan sangat sederhana. Membunuh Toshiro. Di arena sirkrut menjadi tempat yang mudah untuk pembalap mengahabisi pembalap lain. Sayangnya tak ada pembalap yang sampai berpikir seperti itu, kecuali Toshiro dan Luhan.
“Jangan ragu untuk menghabisinya! Kau ingat, Toshiro yang telah membuatmu keluar dari arena balap. Kau beruntung saat itu karena tidak mati di tangan Toshiro.”
Kris terus memantau Toshiro dan Luhan yang sudah bersiap melaju saat lampu hijau dinyalakan. Seperti halnya penonton lain, Kris tidak sabar menanti dimulainya balapan. Kris senang bisa memberikan apa yang anggota inginkan sambil menjalankan misi. Luhan tampak bersemangat kembali ke arena balap dan membalaskan dendam.
3
2
1
Lampu hijau telah menyala. Sekumpulan mobil balap mulai beradu cepat. Toshiro berhasil memimpin dalam waktu singkat. Sedangkan Luhan masih jauh tertinggal.
“Formula 1 Japanese Grand Prix sudah dimulai. Lihatlah para pembalap yang sangat berambisi itu! Mereka saling beradu cepat.”
Dua komentator sudah mulai mengeluarkan suara kicauan mereka. Selayaknya sebuah pertandingan, suara komentator akan terus terdengar sepanjang pertandingan. Hal itu juga bisa memudahkan Kris untuk memantau Luhan maupun Toshiro.
Luhan terus melaju berusaha menyusul Toshiro yang sudah berada jauh di depan. Luhan yang sudah profesional, dengan mudah melewati pembalap-pembalap lain dengan cepat.
“Baiklah, penonton, diposisi pertama ada Toshiro Kozaku, pembalap yang berasal dari Jepang. Sepertinya dia akan terus memimpin pertandingan ini.”
Mobil merah Luhan melaju semakin cepat seperti tidak ada yang menghalangi. Jalannya lurus seakan mengabaikan pembalap-pembalap lain yang berusaha untuk menjadi yang pertama. Jiwa pembalap Luhan tak pernah hilang karena balapan sudah ada didalam darahnya.
“Tunggu… Liat pembalap itu! Melaju sangat cepat. Dia adalah… Xi Lu Han! Itu Xi Lu Han, saudara-saudara! Setelah tiga tahun menghilang, dia kembali! Dan sepertinya dia ingin membalaskan dendam kekalahannya pada Toshiro!”
Luhan semakin bersemangat sangat komentator dan para penonton terkejut melihatnya tiba-tiba muncul. Suara sorakan penonton yang seakan menyambut kemunculan Luhan, terus memacu ambisi Luhan. Bahkan dia ingin sekali melihat ekspresi penonton saat dia berhasil membunuh Toshiro.
“Tao, kau akan menyamar sebagai petugas di pos pemberhentian tim Toshiro. Pastikan kau berhasil memasang bom cadangan jika kecelakan yang Luhan timbulkan tidak berhasil menghabisi nyawa Toshiro.”
Tao berdiri diantara orang-orang dari tim Toshiro, dengan pakaian yang sama dan tidak dikenali apalagi dicurigai. Dia berhasil mendapatkan tugas mengisikan bahan bakar pada kendaraan Toshiro sesuai rencana.
Setelah putaran ke-20, mobil Toshiro masuk ke pos untuk menganti ban dan mengisi bahan bakar. Tao bergegas seperti yang lainnya dan cepat-cepat mengisi mobil balap berwarna biru itu dengan bahan bakar. Memanfaatkan waktu dengan cepat, sebuah bom kecil sudah tertempel tepat di tangki pengisian bensin.
Supaya tidak timbul kecurigaan atau bahkan sampai ketahuan, Luhan harus menghabisi Toshiro sebelum putaran ke-20 berikutnya.
“Lay, kali ini kau tidak akan bertugas terlalu banyak. Aku ingin kau mengawasi Luhan. Kau akan menjadi petugas medis dan bersiap di posisi. Jika sesuatu terjadi pada Luhan, kau harus membawanya pergi dari sana.”
Dari berberapa petugas medis yang bersiaga, Lay tampak berbaur disana. Dengan pakaian lengkap petugas medis, dia mengawasi Luhan dari layar besar, berharap Luhan tak akan berbuat hal bodoh yang bisa mencelakakan dirinya.
Dia bisa melihat, Luhan mengejar Toshiro begitu cepat dari ketertinggalannya di awal start dan sekarang pria imut itu sudah berada tepat di belakang Toshiro. Luhan harus cepat melakukan tugas. Keberhasilan misi ini ada ditangannya.
Lay mengalihkan pandangannya ke arah seberang sirkruit. Dia bisa melihat Liu yang masih duduk santai diantara penonton. Namun tak lama kemudian, wanita itu pergi meninggalkan tempatnya.
“Liu, kau lah orang yang akan mengeksekusi si Tua, Yama. Kali ini ku bebaskan kau. Terserah kau ingin membunuhnya dengan apa. Asalkan jangan sampai ketahuan orang banyak. Aku mengandalkanmu.”
Wanita itu berjalan meninggalkan tempat duduknya. Setiap suara langkah heels setinggi 7 sentimeter milik Liu, bagaikan hitungan mundur kematian bagi Yama Kozaku. Dengan dibalut bodycon dress sexy, sama sekali tidak ada yang mencurigainya.
Liu semakin melangkah ketempat sepi yang hampir tidak ada orang disana. Dengan sambaran cepat, Liu mengambil salah satu koleksi mainannya yang ia sembunyikan. Menuju ke sebuah menara tak terpakai, langkah Liu semakin mantap.
Liu mengunci pintu menara setelah ia masuk ke dalam ruangan tak terpakai yang gelap. Dia menarik dengan sekali tarikan sebuah meja yang ada disana ke arah jendela gelap dimana Liu bisa melihat ke arah luar, tapi yang ada di luar tidak bisa melihat Liu. Dia membuka celah kecil jendela itu.
Kemudian, Liu mengeluarkan isi tas panjangnnya yang dia ambil tadi. Dirakitnya bagian-bagian yang masih belum terpasang sehingga menjadi sebuah sniper rifle M24 SWS. Liu meletakan senapan itu di atas meja dengan posisi mulut senapan yang ke luar melalui celah jendela yang dibuka sekecil mungkin.
Posisi Liu sudah siap. Dengan mata kanannya yang sudah ia letakan pada teropong bidikan yang mengarah langsung ke arah kepala Tama Kozaku.
“Tunggu sampai Luhan melakukan tugasny, Liu! Aku ingin ayah dan anak itu mati secara bersamaan.”
To be continue: Chapter 2
****
Huahahaha^o^) Bertemu lagi dengan Jinnie di Chapter pertama RCD. Maaf ya kalau lama. Gara-gara UAS, kerjaan Jinnie jadi berantakan. Chapter 1 RCD jadi berantakan dan di post gak sesuai jadwal. BB Chapter 10 juga belum selesai. Kerjaan Jinnie sebagai artworker juga berantakan semua. Trus, rencana Jinnie mau pindah blog pribadi juga berantakan. Pokoknya semua rencana dan jadwal yang udah Jinnie siapkan berantakan semua deh *curcol*
Kok Jinnie jadi curhat? Hahaha
Gimana nih chapter 1 nya? Suka gak? Ini masih permulaan loooh.. Kalian pasti penasaran dengan semuanya/? Jinnie juga(?) Jinnie minta pendapat aja tentang FF action ke-3 Jinnie ini^^
Di RCD, cast yeoja akan banyak yang pakai OC, kecuali satu yeoja. Siapa tuh? Rahasiaaaaa… Masih banyak cast-cast yang belum keluar. Pokoknya tunggu aja deh kelanjutannya^^
Terima kasih untuk readers yang udah bersedia baca FF ini, terutama buat yang selalu COMMENT^^
See you on next chapter guys^^)/
