Story of SPRING
♥
presented by shikshinstrange
♥
♥ Xi Luhan – Choi Hwangmi (OC) || Romance, Fluff || PG-15 || Vignette ♥
–
posted in here and my personal wp
♥
Kau dan aku hanya ingin saling mengucapkan kata-kata itu. Kenapa rasanya sulit sekali ? Just wanna say, I love you.
♥
BUGH ! BUGH !
Pintu kamarku dipukul dengan keras oleh Baekhyun. Dia menyuruhku segera turun untuk sarapan. Adik macam apa dia mengingatkan kakaknya dengan cara seperti itu!
Aku mengambil tas ranselku dan segera turun untuk sarapan bersama keluarga. Meja makan telah terisi dengan roti, pancake, waffle, jus, dan susu.
Baekhyun mengoleskan banyak selai di atas roti. Ibuku masih sibuk di dapur. Meja makan terasa sepi setiap pagi. Namun, terkadang juga menjadi sangat berisik apabila seseorang datang untuk meminta sarapan gratis di sini.
“Baekhyun-a !” seru seseorang di ambang pintu. Baru saja aku membayangkannya, eh, dia secepat itu juga langsung hadir di sini. Lain kali aku harus berhati-hati.
“Hwangmi-noona!” Baekhyun melenguhkan kata ‘noona’ dengan sangat panjang dan sedikit berlebihan.
Beginilah Baekhyun jika sudah bertemu dengan sahabat sekaligus tetanggaku, Hwangmi. Kebetulan Hwangmi dan aku juga masuk ke universitas yang sama jadi setiap ada kesempatan kami akan berangkat bersama. Baekhyun dan Hwangmi sudah seperti keluarga. Mereka sangat dekat. Baekhyun adalah tipikal adik yang selalu ingin diperhatikan, sedangkan Hwangmi adalah orang yang perhatian kepada semua orang. Jadi, mereka sangat cocok.
Setiap Baekhyun dan Hwangmi sudah bertemu, mereka akan mengobrol dan melakukan sesuatu yang konyol bersama. Aku hanya akan jadi patung di sekeliling mereka. Seolah-olah aku transparan di mata mereka. Aish, menyebalkan.
Aku memakan waffle kesukaanku dengan wajah datar. Entah berada dimana pikiranku sekarang. Hingga tiba-tiba Baekhyun berhasil membuatku kembali ke kenyataan dengan cara yang tidak terlalu menyenangkan.
“Jadi, hyung… Kapan kau akan melamar Hwangmi-noona ?” tanya Baekhyun dengan wajah polosnya. Aku yang saat itu sedang meminum jus tersedak dan hampir memuntahkan semua waffle yang sudah masuk ke perutku.
“HEI ! Apa yang kau tanyakan barusan ? Pertanyaan macam apa itu ? Kami ini bersahabat, bukan berpacaran.” elakku dengan sigap.
Hwangmi pura-pura tidak mendengar seperti biasa. Baekhyun sudah sering melempar pertanyaan seperti itu kepadaku. Kalau saat seperti ini terjadi, hal terbaik yang harus dilakukan adalah melarikan diri dari meja makan secepatnya.
Aku segera menyelesaikan potongan terakhir waffle-ku dan meneguk habis jus. Aku menghampiri ibuku di dapur dan mencium pipinya. Untuk Baekhyun, aku hanya memukul pelan lengannya. Aku segera menarik tangan Hwangmi yang masih saja mengacak-acak rambut Baekhyun dengan penuh kasih sayang.
“We’re going to married!” ucapku berniat untuk berpamitan.
“Hyung…” Sial! Baekhyun melenguh lagi.
“Ah, bukan. Maksudku, we’re going to campus.” wajahku bersemu menahan malu. Hwangmi sudah terbahak-bahak di sampingku. “Sudah cukup. Jangan tertawa lagi aku mohon. Aku merasa sangat… Ah, sudahlah. Lupakan.”
Kami sudah berada beberapa puluh meter dari rumah. Suasana hening ala drama sekarang terjadi di antara kami. Hwangmi bersikap aneh hari ini. Biasanya dia akan berjalan beberapa meter jaraknya di depanku dengan riang dan bersenandung lagu salah satu boygroup. Namun, hari ini langkahnya terlihat sedikit lesu setelah kejadian di rumah tadi.
“Apa kau sakit ?” tanyaku.
Dia hanya menggelengkan kepala. Kepalanya terus saja menunduk.
“Lalu, ada apa ? Apa kau memikirkan kejadian tadi ? Tidak perlu kau pikirkan apa yang diucapkan Baek tadi. Dia memang anak yang suka bercanda jika sudah akrab. Kau pikir dia serius dengan pertanyaannya tadi ?”
Dia mengangguk. Seketika itu tubuhku rasanya meriang. Namun, aku tetap menjaga wajahku agar terlihat tidak terlalu syok.
“Entahlah, Lu. Pernyataanmu tadi sedikit mengganggu pikiranku. ‘Kami ini bersahabat, bukan berpacaran’. Aku merasa hubungan kita selama ini lebih jauh dari sekedar sahabat. Apa kau tidak merasa begitu ?”
Dia benar-benar membuatku kalang kabut. Aku masih saja diam. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Kalau boleh jujur, aku juga merasa bahwa hubungan kami sudah melewati batas sahabat. Teman-teman kuliah kami juga awalnya mengira kami adalah sepasang kekasih. Namun, setelah aku tegaskan bahwa kami hanya bersahabat, mereka terlihat kecewa. Dengan kata lain, mereka sangat mengharapkan kami menjadi sepasang kekasih.
Perasaanku kepada Hwangmi sudah tidak bisa dikatakan sebagai rasa sayang untuk sahabat. Aku ingin memiliki Hwangmi. Aku tidak ingin Hwangmi memperhatikan laki-laki lain selain aku. Aku…ingin memilikinya.
Tanpa kusadari, Hwangmi sudah berada beberapa meter di depanku. Aku rasa dia kesal karena aku mengacuhkannya dan membuat dia bermonolog seperti penggerutu.
Aku berusaha menyamai langkah kakinya. Aku menengok ke arahnya dan melihat setetes air di sudut bibirnya. Aku menghentikan langkahku dan menarik tangan Hwangmi. Aku menariknya dalam pelukanku. Aku berikan kehangatan dan kenyamanan kepadanya.
Aku mulai berkata, “ ‘Aku mencintaimu.’ Itu ‘kah yang ingin kau ucapkan. Kau ingin mengucapkan itu, tapi kau takut nantinya kau akan terluka. Sama halnya seperti aku. Aku juga merasakan ketakutan seperti itu. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Aku menyayangimu.”
Akhirnya aku bisa mengatakannya. Hwangmi melepas pelukanku. Aku merogoh sapu tangan di kantong jaketku dan menyapukannya di wajahnya. Dia tersenyum lalu memelukku.
“Aku juga mencintaimu, menyayangimu.” katanya.
Di bawah pohon cherry yang bunga pertamanya telah mekar—menandai mulainya musim baru, cinta kami juga akan memulai sesuatu yang baru. Cinta kami akan mengukir cerita baru.
●fin●
