Title : SHINING STAR
Main Cast : Park Ji Yeon – Kim Jongin – Byun Baekhyun
Support Cast : Par Chanyeol – Lee Jieun – Jung Soojung – Kim Joonmyeon
Genre : Life, Friendship, Romance, A Little bit Angst
Length : 1 OF ?
Author : Qisthi_amalia
Backsound : whatever you want ^_^
***
Jiyeon merapihkan bajunya dengan seksama. Sesekali berputar beberapa kali dan kembali tersenyum. Gadis itu tampak bahagia memakai seragam putih abu yang baru kali ini Ia kenakan. Yah, setelah seminggu mengikuti acara MOS yang melelahkan. Akhirnya ia bisa bernafas lega karena tak ada satu pun hal aneh yang ia alami.
“Jiyeon..Honey…ayo berangkat !!”
Gadis –dengan rambut pendek hitam sebahu- itu merengut kesal. Kearah seorang namja yang tengah berdiri di pintu kamarnya yang bernuansa jingga itu.
“Ikh norak !!”
Sementara lelaki yang masih berdiri di ambang pintu itu hanya tertawa lebar melihat kelakuan adik satu-satunya itu. Jiyeon memang tak pernah suka jika sang kakak sudah menyebutnya dengan kata ‘Honey’ katanya itu terdengar norak dan kampungan. Tapi memang dasar chanyeol yang jail. Ia malah semakin menjadi-jadi mengatai adiknya seperti itu.
Park chanyeol. Kakak kandung dari Park Jiyeon. chanyeol 3 tahun diatas Jiyeon. kini ia tengah meneruskan sekolahnya di konkuk jurusan per-film-an. katanya sih itu jurusan yang selama ini jadi idamannya. Chanyeol pernah berkata jika ia sangat ingin menjadi seorang sutradara atau paling tidak jadi actor terkenal seperti Lee Minho. Jiyeon yang mendengarnya saat itu hanya menatap kakaknya penuh rasa kasihan. Karena dia tak begitu yakin chanyeol bisa seperti Lee Minho. Yang Oh Ayolah. Kalian tahu lee minho itucool sementara chanyeol, dia itu kocak dan tak ada tampang cool sama sekali. Tanpa sadar Jiyeon tersenyum kecil membayangkan itu.
“Heh ! Kau sudah gila yah. Pagi-pagi sudah tersenyum seperti itu.” Ujar chanyeol lalu berjalan menghampiri jiyeon yang masih berdiri di depan cermin. Di acaknya rambut jiyeon membuat gadis itu lagi-lagi merengut kesal.
“OPPA !! Sudah ku bilang jangan merusak rambutku. Aissh ! Kau itu ! Ku do’akan kau jauh dari jodohmu, baru tau rasa !!”
Chanyeol hanya tertawa lalu menghentikannya. “Andwe ! Kau jahat sekali berdoa seperti itu. baiklah aku minta ma’af honey. Oke “
“Aku bilang jangan panggil aku seperti itu !!” Jiyeon kembali kesal. Menghentakan kakinya dengan sebal. Sementara chanyeol hanya tersenyum.
“Baiklah Honey..” Godanya lalu bergegas pergi menuju mobil sebelum jiyeon mengamuk lebih hebat.
“OPPA !!”
***
“Sebaiknya kau memakai sepatu hitam itu saja, nak. Lebih terlihat cocok untukmu “ Ujar seorang yeoja paruh baya pada anaknya – yang tengah memilih sepatu.
“Tidak usah ikut campur “ Ucapnya dingin lalu mengambil sepatu merah dan memakainya.
Yeoja paruh baya itu hanya tersenyum kecut dan menlanjutkan acara makan paginya yang tadi sempat tertunda.
“Ya ! Jongin~aa bisakah kau lebih sopan.” Komentar Joonmyeon menatap jongin –adiknya- tajam. Sementara yang ditatap seperti itu hanya menatap balik dengan tatapan dingin seperti biasa.
“Aku tak perduli.” Tegasnya tajam. Menarik tas dari meja dan berlalu tanpa rasa bersalah.
“DIA IBUMU…” Teriak joonmyeon kesal. Sikap jongin yang keterlaluan membuatnya terkadang tak mengerti dengan adiknya sendiri.
“DIA BUKAN IBUKU.” Balas jongin keras dari luar. Suara deruan motor ninja hitam di garasi membuat joonmyeon memilih diam. Setelah suara bisik itu hilang ia tahu sang adik telah berlalu.
Kim joonmyeon. Kakak kandung dari kim Jongin. Mereka 2 bersaudara yang memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Joonmyeon yang ramah dan jongin yang dingin. Joonmyeon yang dewasa dan jongin yang urakan. Tapi jauh dari yang kalian tahu joonmyeon amat tahu bagaimana sifat adiknya. Dia tahu jongin anaknya yang baik dan amat mudah tersenyum, dulu. Sebelum semua kejadian itu membuat jongin menjadi seperti sekarang.
***
Sekolah menengah atas ‘Chungdam’ begitu ramai pagi itu. wajah baru anak-anak kelas 10 tampak memenuhi koridor utama sekolah. Wajah mereka tampak berseri dan penuh semangat. Ada beberapa yang mengobrol, tertawa, bahkan ada yang berani-beraninya mendekati kakak kelas. Dengan begitu percaya dirinya seorang gadis tampak asik duduk di samping seorang pria yang jelas-jelas kakak kelasnya. Menyodorkan sebatang cokelat yang hanya di tatap sinis oleh pria itu.
“Dia siapa sih ?” Tanya Jiyeon begitu ingin tahu.
Jung soojung, salah satu teman jiyeon hanya mengangkat bahu tak tahu. Jiyeon dan soojung kenalan saat mereka sama-sama mengikuti acara MOS. Sebenarnya bukan hanya soojung yang Jiyeon kenal tapi yang begitu dekat dengannya selama ini yah hanya soojung dan jieun –teman dekatnya sejak smp- yang juga bersekolah Di chungdam.
“Baru kelas satu sudah bertingkah. Apa jadinya dia nanti.” Komentar soojung yang diikuti anggukan Jiyeon.
“Jieun belum datang ?” Tanya Jiyeon
“Belum. Aku belum melihatnya dari tadi. Kesiangan mungkin.”
Jiyeon hanya mengangguk. Ya, Jieun memang hobby sekali kesiangan sejak SMP dulu. Tapi mana mungkin dia kesiangan di hari pertama.
Bel masuk berbunyi.
Jiyeon dan soojung bergegas menuju kelas mereka yang ada di lantai dua. Menghiraukan teriakan-teriakan histeris gadis-gadis berisik disekitar mereka yang entah histeris melihat apa.
***
Jalanan lengang itu dimanfa’atkan jongin dengan sungguh-sungguh. Ia menaikan kecepatan motornya dengan kecepatan maksimum. Beberapa orang yang berjalan di trotoar meneriakinya dengan kesal. Motor itu melaju, menembus jalanan seoul. Namja di balik helm hitam itu tampak tak perduli dengan umpatan-umpatan kasar orang-orang padanya. Telinganya sudah kebal dengan segala caci maki. Semua itu sudah seperti sarapan pagi untuknya.
Jongin menghentikan motornya di depan gerbang yang sudah di tutup.
“Kau terlambat lagi rupanya.” Seringai lebar menghiasi namja paruh baya yang bekerja sebagai satpan di Chungdam High School.
Jongin hanya menatap dingin. “Buka gerbangnya.”
“Kau pikir kau siapa bisa memerintahku. Kurang ajar !” Maki satpan itu menatap jongin geram.
“Buka atau ku dobrak sekarang juga !” Kata jongin dengan penekanan seolah dia bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Dengan emosi yang membuncah didadanya. Satpam itu akhirnya mengalah. Memilih membuka gerbang daripada harus melihat gerbang itu di dobrak paksa oleh motor hitam jongin yang tampak menyeramkan.
Jongin menyeringai. Menyalakan kembali motor dan melajut menuju parkiran sekolah.
***
Bel istirahat membuat semua murid di Chungdam bahagia. Apa lagi untuk kelas Jiyeon, soojung dan jieun. Pasalnya mereka sudah setengah sadar mendengar penjelasan dari Madam jung yang menjelaskan pelajaran fisika yang amat di benci oleh ketiga gadis itu.
Jieun menghela nafas bahagia begitu pun dengan soo jung dan jiyeon.
“Tumben kamu tadi telat ?” Tanya jiyeon pada jieun yang duduk disampingnya. Sementara soojung duduk di depan mereka dengan Luna.
“Appaku mobilnya mogok. Jadi aku harus naik bus kesini. Mana saat itu udah jam 6 lewat 30 menit lagi. Yah…jadinya aku kesiangan deh..” Jelas Jieun lalu menopang dagu dengan lengannya.
“Ekh, tadi ada anak kelas satu yang deketin kakak kelas loh.” Celetuk soojung tiba-tiba membuat jieun membulatkan matanya penasaran. Anak itu memang senang sekali bila mendengar gossip.
“Nekat tuh anak. Baru masuk udah bikin ulah.” Lanjut Jiyeon yang semakin membuat jieun penasaran.
“Siapa ?” Tanya jieun akhirnya.
“Gak tahu. Abisnya dia bukan anak kelas kita sih.” Kata soojung lagi.
“Kalau kakak kelasnya kalian tahu gak ?” Tanya Jieun lagi.
Lagi-lagi jiyeon dan soojung menggeleng.
“Ke kanti yuk. Laper…”
Ajakakn Jiyeon rupanya mendapat anggukan cepat dari kedua sahabatanya.
***
Jongin tampak asik mendengarkan lagu lewat earphone-nya. Saking asiknya ia sampai tak sadar seseorang telah berdiri dihadapannya.
“Kim Jongin.” Kata namja itu tegas.
Jongin mendongak dan menyeringai seperti biasanya. “Ada perlu apa dengan saya, pak ?”
“Ikut saya keruang Kepsek. “
“Apa salah saya ?” Tanya jongin tanpa dosa. Pada jelas-jelas dia tahu. Semua orang juga tahu kalau seorang Kim jongin adalah namja paling –harus aka must- dijauhi, kecuali untuk anak kelas 10 yang belum tahu siapa dia. Dia terkenal dengan sebutan –Wild- sama dengan sikapnya yang selalu membuat ulah. Entah itu tauran, melawan guru, bolos, membuat kekacaun, dan yang lebih parah masuk dan keluar sekolah seenaknya.
“Bapak tahu kamu tadi mengancam Pak Han-kan supaya membuka gerbang ?”
Jongin hanya mengangguk tanpa rasa takut. Sikap dingin itu membuat wali kelas jongin yang kini berdiri didepannya emosi. Rahangnya mengatup. Urat-urat di lehernya nampak menonjol. Sementar yang lain ketakutan melihat itu, jongin masih saja santai dan seolah tak perduli.
“Ikut saya sekarang juga !”
“Males pak. Mau apa ?” Jawaban cuek jongin cukup membuat semua pasang mata yang melihat kejadian itu membulatkan mata mereka tak percaya. Sementara Mr. Yunho yang kini berdiri di depan jongin semakin emosi.
“KIM JONGIN !!” Teriaknya sudah tak kuat lagi menghadapi jongin yang memang luar biasa nakalnya. Jongin hanya tersenyum, menyambar tas dari meja dan berlalu meninggalkan Yunho songsaengnim yang membeku.
“Saya pulang pak.” Teriaknya dari ambang pintu kelas.
Semua yang berdiri di koridor menyingkir. Membiarkan Kim Jongin berjalan menuju area parkiran. Ia bersiul dengan asiknya tanpa perduli dengan Yunho yang berkoar memanggil namanya. Ia tak perduli dan tak akan pernah perduli.
***
Jiyeon bejalan menuju kelasnya dengan riang dengan cup bubble tea di tangannya. Setelah dari kantin bersama jieun dan soojung tadi. Jiyeon memang menyempatkan diri menuju toilet, perutnya berontak habis-habisan setelah makan kue beras ekstra pedas yang jieun tawarkan padanya.
Namun langkahnya terhenti saat melihat namja yang tadi pagi dilihatnya. Dengan seksama ia memperhatikan namja itu dan tatapan-nya jatuh pada sebuah name tag di blazer sekolah yang melekat pada tubuh namja itu.
‘Byun Baekhyun’ ucapnya pelan.
“Kau memanggilku ?”
Jiyeon tergagap. Sungguh demi tuhan ia tadi hanya membaca tag name itu bukannya memanggil. Dengan cepat ia menggeleng.
“Bukan.”
“Oh, ku kira kau memanggilku.” Katanya lembut.
Jiyeon terdiam beberapa saat sampai benturan keras pada bahu kiri, membuatnya meringis. Seorang namja dengan santai menubruknya. Dan tanpa rasa bersalah sama sekali berlalu begitu saja tanpa minta ma’af. Jiyeon geram, menatap namja itu tajam.
“YA ! KAU..!” teriaknya membuat namja itu berhenti berjalan, membalikan tubuhnya dan menatap sekeliling seolah mencari tahu siapa yang memanggilnya. Saat matanya menangkap sosok seorang gadis, ia menatapnya gusar.
“Apa ?” Tanyanya datar.
Jiyeon semakin kesal melihatnya. ‘sok’ banget kesannya.
“Kamu tahu sopan santu gak sih ? nabrak orang se’enaknya. Nngak minta ma’af lagi.” Tuturnya sambil merengut kesal.
Namja itu hanya menaikan satu alisnya. Dan tersenyum sinis seperti biasa.
“ma’af.” Katanya singkat lalu berlalu meninggalan jiyeon yang ternganga tak percaya. Bagaimana bisa ada namja sedingin itu.
Baekhyun yang sejak tadi melihat itu hanya tersenyum kecut. “Dia memang selalu begitu. Biarkan saja.” Pelannya. Membuat jiyeon yang tadi sempat emosi menatap baekhyun kakak kelasnya penasaran.
“Maksudmu ?”
“Namanya Kim jongin. Dia memang sudah terkenal anak kacau disekolah ini. Tauran, bolos, melawan guru, keluar masuk sekolah seenaknya, malah yang kudengar dia suka mabuk-mabuk’an.” Tutur Baekhyun sambil menatap jiyeon sekilas .
Jiyeon mendadak merinding mendengarnya. menelan ludahnya dengan susah payah.
“Kamu hebat. Baru kelas satu sudah berani membentak Jongin. Padahal disekolah ini tak ada yang berani padanya.”
Jiyeon semakin terdiam kaku. Sungguh demi tuhan dia juga tak akan berani membentak kalau mengetahui kenyataan jongin lebih awal. Yang bisa ia lakukan kini hanya menunduk dan menerima nasib jika nanti terjadi sesuatu padanya.
“Tenang saja. Dia tak akan berbuat terlalu jauh pada wanita.”
Tepukan lembut di bahu jiyeon membuatnya mendongak. Mendapat senyuman lembut baekhyun yang membuatnya semakin terdiam.
“Aku duluan. Oh ya, namamu siapa ? anak kelas 10 yah ?”
Jiyeon mengangguk. “Park jiyeon, iya aku kelas 10.”
***
Sekolah sudah sepi. Hanya segelintir anak-anak yang masih sibuk dengan acara sekolah tambahan yang masih berada di sekolah. Dan juga beberapa anak basket yang masih latihan di lapangan dekat koridor utama. Sementara Jiyeon yang mendapat jatah piket hari esok harus melakukan acara bersih-bersih hari ini. Jieun dan soojung juga membantunya menyapu walau mereka bukan anggota piket hari esok.
“Jiyeon, sebenarnya kau kenapa sih ?” Tanya jieun penasaran. Semenjak dari toilet anak itu hanya diam dan melamun.
Jiyeon hanya menggeleng dan tersenyum. Ia pikir hal ini bukan masalah yang serius. Jadi Jieun dan soojung tak perlu tahu. Namun bukan Jieun namanya jika ia tak suka memaksa.
“Aku mengenalmu bukan sehari 2 hari. Tapi 4 tahun ditambah sekarang. Aku tahu bagaimana tampang wajahmu jika sedang memikirkan sesuatu.” Papar Jieun membuat jiyeon diam. Sementara soojung hanya menatap dua sahabat itu bergantian.
“Sebenarnya, tadi aku bertemu kakak kelas kita kim jongin.” Pelannya sambil menunduk.
Soojung yang hapal betul dengan nama itu membulatkan matanya ngeri. “KIM JONGIN.” Pekiknya tak percaya.
Jieun yang tak tahu hanya menatap soojung heran. “Kau mengenalnya ?” Tanya jieun pensaran.
Soojung mengangguk pelan. “apa yang jongin lakukan padamu jiyeon ?” Tanya soojung lalu menatap jiyeon.
“dia sebenarnya tak melakukan apapun. Hanya saja aku membentaknya karena dia menabrakku tiba-tiba dan tidak minta ma’af sama sekali.” Katanya sambil menghela nafas berat.
Soojung membulatkan matanya lagi. Hanya jieun yang tenang-tenang saja karena tak tahu menau.
“Kau gila jiyeon. bagaimana bisa ?”
“Sebenarnya kim jongin itu siapa sih ? hantu ?” Tanya jieun tak sabar. Dia benar-benar tak mengerti melihat kedua sahabatnya yang tampak frustasi mendengar nama jongin.
“Dia itu anak paling ‘danger’ banget. Tauran dan hal-hal jelek lainnya sudah biasa untuknya. Jika ada yang berani membentak atau menasehatinya jangan harap bisa hidup tenang.” Papar soojung semakin membuat jiyeon menunduk dan ingin menangis. Sementara jieun hanya menatap jiyeon kasihan.
“jiyeon~aa. Tenang saja aku akan melindungi sebisa mungkin. Oke.” Jieun menyemangati dengan penuh semangat. Namun tak lama ia juga ikut lemas dan hanya menunduk.
“Tapi jika aku tak sanggup. Terpaksa aku menyerah.” Pelannya.
“Sudahlah. Jongin tak mungkin macam-macam dengan wanita kok. Setahuku dia tak pernah ambil pusing jika yang menceramahinya wanita. Jadi kau pasti baik-baik saja. Oke.” Soojung menjelaskan dengan senyuman. Membuat jiyeon akhirnya mendongak dan sedikit merasa lega begitu pun dengan jieun.
“Semoga saja..”
***
Setelah acara pergi dari sekolah begitu saja. Jongin memilih bukit di belakang gedung tua sebagai tempatnya menyendiri. Di bukit itu terdapat sebuh pohon tua besar yang melindungi tubuh jongin yang tambah lelah. Di depannya terhampar padang bunga dandelion juga bunga-bunga liar lainnya. Jongin menghela nafas berat. Membiarkan rambut yang menjutai di dahinya tertiup angin. Matanya menatap lembut serbuk-serbuk dandelion yang tertiup angin. Wajahnya nampak lelah, berbeda jauh ketika ia menampakan sosok dingin dan datar pada semua orang. Kali ini ia tampak berbeda. Terlebih lebih frustasi dan putus asa.
Bibir yang biasa terkatup rapat dan menyeringai sinis itu. kini terangkat membuat senyuman tulus yang jarang ia tunjukan pada siapa pun.
Drrrrt…Drrrtt….
Geratan ponsel di saku celananya membuatnya mengerang kesal. Mengambil dan membuka satu pesan yang masuk.
-Baekhyun-
Di tempat biasa. Kecuali jika kau sudah jadi pengecut sekarang.
Jongin menatap ponsel ditangannya tanpa ekspresi apa pun. Ia bergegas bangkit dan pergi dari tempat itu.
***
Jalanan sempit itu tampak sepi. Kubangan air menghiasi sepanjang jalannya. Sebuah tong besar tampak penuh dengan sampah yang jumlahnya sangat banyak, membuat sampah yang tak tertampung berhamburan disekitarnya. Aroma tak sedap langsung tercium jika kau melewati gang sempit itu.
Seorang namja dengan jaket kulit hitam dan celana biru tuanya tampak tenang bersandar pada motor merahnya. Matanya terfokus tajam kedepan, menunggu seseorang yang ia telah nanti sedari tadi.
Bibirnya menyunggikan senyuman sinis. Saat motor hitam yang ia kenal melaju dengan cepat dan berhenti dihadapannya. saat helm itu terbuka, tatapan tajam dan terkesan angkuh itu langsung membuat baekhyun –namja yang sejak tadi diam menunggu- tersenyum.
“Apa kabar kawan.” Sapanya basa basi sambil mengajak Jongin – yang baru tiba- untuk turun dari motornya.
“Apa maumu ?” Tanya Jongin tak sabar, ditepisnya lengan baekhyun yang melingkar bebas dibahunya.
“Seperti biasa kawan. Nanti malam akan ada balapan liar di tempat biasa. Dan aku ingin jatahku yang waktu itu terlewatkan, aku yakin nanti malam aku yang akan jadi pemenangnya.” Baekhyun tersenyum senang. Diliriknya jongin yang hanya tersenyum tipis dan meremehkan.
“Hanya untuk itu ?” Tanya jongin dingin.
Baekhyun menatap jongin semakin tajam. “Kau meremehkanku ?”
“Bukankah biasanya kau akan tetap menjadi no 2, Byun Baekhyun.” Ujar jongin tegas. Membuat rahang Baekhyun terkatup.
Baekhyun meredam emosinya yang meluap. Sejak dulu ia selalu menjadi no.1 dalam hal apapun. Tapi semenjak kedatang kim jongin dalam hidupnya, kini ia harus merelakan tempatnya untuk jongin. Tapi kini ia tak akan tinggal diam. Ia harus kembali merebut posisi itu, apa pun caranya.
“Ya, mungkin dalam hal lain aku no.2. tapi soal kepopuleran di sekolah dan wanita cantik, aku yang selalu no. 1 “ Bangga baekhyun lalu menepuk dada jongin yang tetap dengan tatapan dinginnya.
“Aku tak perduli dengan ketenaran dan wanita cantik. Semua ku serahkan dengan Cuma-Cuma untuk namja pengecut sepertimu.”
“YA ! KIM JONGIN !!!”
Sebuah pukulan keras baekhyun mendarat di pipi jongin. Namja itu terdorong mundur beberapa langkah. Jongin menyeka darah yang menghiasi ujung bibirnya. Tersenyum kecut dan menatap baekhyun yang tampak puas.
“Hanya ini ?” Tanyanya tanpa rasa takut.
Baekhyun geram bukan main. Ia kembali melayangkan tinjuan pada pipi jongin namun dengan sigap Jongin menangkap kepalan lengan itu dan mengenggamnya kuat.
“Jangan macam-macam denganku. Jika kau masih ingin hidup.” Tegas Jongin lalu menghempaskan lengan baekhyun begitu saja. Ia melangkah menuju motornya yang terparkir tak begitu jauh, meraih helm, dan menjalan motornya dengan cepat. meninggalkan baekhyun yang masih terdiam dengan luapan emosi yang tak terkendali.
***
Jiyeon merapihkan buku-buku yang masih berantakan di atas meja belajarnya. Kemudian meletakan buku-buku itu disamping lampu belajar. Jiyeon menaikan kakinya keatas kursi belajar –yang berada di depan jendela kamar- dan menekuknya.
Matanya menatap lekat langit malam yang berhiasakan bintang-bintang. Senyumnya mengembang namun seketika itu juga memudar. Saat sekelebat bayangan itu kembali menyergapi pikirannya. Ia menggeleng kuat lalu membenamkan wajahnya di sana.
Tok..tok..
“Jiyeon..kau sudah tidur ?” Tanya chanyeol dari luar.
Jiyeon enggan menjawab. Ia bahkan sama sekali tak mendengar suara chanyeol. Pikirannya berkelana entah kemana. Bahkan saat chanyeol masuk pun, jiyeon tak sadar. Chanyeol berjalan menghampiri jiyeon, di tatapnya sosok jiyeon yang masih menunduk. ia hapal begitu apa yang terjadi jika jiyeon sudah seperti ini. Dan yang Ia lakukan selanjutnya hanya meraih tubuh mungil itu kedalam dekapannya dan mengelus punggung jiyeon lembut.
Ia tahu jiyeon tengah menangis, dan ia tahu jiyeon sedang berusaha meredam emosi itu dengan mecengkram baju chanyeol kuat.
“Uljima…uljima jiyeon~aa..” pelannya lalu mengelus rambut adiknya penuh sayang.
“Oppa…mianhe.” Ucapan jiyeon begitu memilukan untuk chanyeol dengar. Ia hanya bisa mengangguk dan membiarkan jiyeon menangis didadanya.
“Sudahlah. Semuanya telah usai jiyeon. lupakan, oke..” pelan chanyeol yang langsung dibalas geleng kencang Jiyeon yang masik berada di dekapannya.
“Ini semua salahku. Ma’af..Jika aku tidak melakukan itu mungkin saja…mungkin saja…–
Jiyeon tak mampu melanjutkan ucapannya lagi. Ia hanya menangis dan terisak dalam dekapan chanyeol. Namja itu melepaskan pelukannya dan meraih wajah jiyeon yang tengah menangis. Diusapnya kedua pipi adik tersayangnya dengan penuh kesabaran. Tatapan lembut chanyeol membuat jiyeon sadar jika kakak-nya memang amat menyayanginya. Dan jiyeon juga sebaliknya. Hanya chanyeol yang ia miliki saat ini. Tak ada yang lain.
“Jiyeon~aa..Saat ini hanya kau yang oppa miliki. Oppa memang tak bisa lupa dengan kejadian itu, tapi oppa tak mau menyalahkanmu. Semua ini sudah takdir tuhan, jiyeon. jadi lupakan saja. oppa tak ingin kau selalu tersiksa sendirian.
Tatapan jiyeon melunak. Ia berhenti menangis. Dadanya terasa hangat saat chanyeol tersenyum begitu tulus.
“Hanya kau yang oppa miliki saat ini. Jebbal…Jadilah ceria seperti biasa dan jangan mengingat semua itu lagi. Arrseo.!” Tegas chanyeol sambil membersihkan sisa air mata di pipi jiyeon.
Gadis manis itu mengangguk cepat, tersenyum dan kembali memeluk chanyeol erat.
“Ma’afkan aku oppa. Aku janji akan berusaha melupakannya. Aku berjanji.”
***
Chungdam lengang pagi itu. hanya beberapa siswa yang baru datang. Wajar memang karena saat itu jam masih menununjukan pukul 06.00. sedangkan sekolah mulai ramai sekitar pukul 06.20.
Seorang gadis manis dengan rambut hitam sebahu tampak riang memasuki gerbang sekolah. Hari ini ia bertekad untuk menjadi seorang Park Jiyeon yang ceria lagi. Mencoba melupakan masa lalu yang selalu membuatnya menjadi orang lain yang begitu lemah dan rapuh.
Disapanya Mr. Han, sang satpam sekolah yang tampak asik menyesap kopi hitam beserta roti-nya. Matanya jeli memperhatikan keadaan sekitar yang memang biasa-biasa saja. tapi jika di perhatikan lebih jauh, sekolah barunya memang begitu luas dan cukup indah.
Sebuah koridor utama yang diapit oleh taman di kanan dan kirinya. Sebuah mading besar di pinggir koridor menjadi satu-satunya objek yang dapat dilihat ketika memasuki koridor utama. Lapangan olahraga yang begitu besar berada di tengah-tengah sekolah yang dikelilingi oleh ruang kelas, ruang guru, laboratorium dan aula. Dibagian lantai pertama biasanya digunakan untuk ruang guru dan aula. Di lantai dua ada ruangan kelas 10 dan sebagian kelas 11, kantin, toilet dan laboratorium kelas 10 juga 11. Sedangkan dilantai 2 ada ruangan kelas 12, kantin kelas 12 dan laboratorium kelas 12.
Sekolah ini memang cukup favorit di Seoul. Gedungnya berbentuk persegi empat jika di lihat dari tengah-tengah lapangan. Seolah kau berada di dalam sebuah kubus yang besar. Sedangkan jika kau keluar dari koridor utama kau akan menemukan pelataran parkir yang cukup besar dengan pepohonan rindang di setiap sisi tembok pembatas. Dan untuk perpustakaan di samping kantin lantai bawah.
Jiyeon sengaja berjalan-jalan di sekitar sekolahnya. Hingga ia sampai di sebuah tangga menuju lantai 3. Dahinya mengernyit heran. Ia benar-benar yakin jika sekolah ini hanya memiliki 2 lantai. Tapi tangga dihadapannya seolah berkata lain. Akhirnya dengan rasa penasaran yang kuat. Jiyeon memberanikan diri meniti tangga itu dengan semangat. Sebelumnya di liriknya jam yang melingkar di tangannya. 06.10. ‘Masih ada 35 menit lagi sebelum bel masuk berbunyi’.
Setelah beberapa lama, akhirnya jiyeon sampai di undakan tangga terakhir. Ia berdiri di hadapan sebuah pintu yang berdebu dan terlihat usang. Di gapainnya knop pintu itu dan membukanya pelan.
Hembusan angin langsung menerpa wajahnya saat pintu itu berhasil dibuka. Jiyeon takjub bukan main. ‘Ini sangat indah’ pikirnya. Sebuah atap sekolah yang sudah di jadikan sebagai gudang juga. Jiyeon berjalan pelan-pelan dan memperhatikan keadaan di sana. Bangku-bangku yang sudah keropos dan patah berserakan di sudut dinding. Sebuah tempat duduk yang terbuat dari beton menarik perhatiannya. Jiyeon lalu berjalan kesana dan menemukan sesuatu yang luar biasa.
Sebuah taman belakang sekolah yang bisa ia lihat jelas dari disini. Disana ada danau kecil yang sudah di penuhi bunga teratai dan lumut-lumut hijau. Di pinggirannya dipenuhi pepohonan rimbun dan bunga-bunga berwarna kuning. Dermaga kecil yang tampak kotor dengan dedaunan membuat jiyeon tertarik, ditambah sekoci yang terlihat tua yang disandarkan pada kayu penyangga.
“Bagaimana bisa ada tempat sekeren ini.” Pekiknya takjub. Jiyeon memilih duduk disana. Memejamkan matanya dan merasakan sepoi angin yang begitu sejuk dan segar. Ia tak perduli dengan rambutnya yang berantakan. Dan waktu yang berlalu cepat tanpa berkata. Hanya berusaha menikmati tempat ini. Tempat yang mungkin akan menjadi tempat favorit setelah kamarnya.
“Apa yang kau lakukan disini ?” Tanya seseorang di ambang pintu.
Jiyeon terlonjak. Kembali berpijak, setelah sebelumnya di bawa melayang menuju taman impiannya. Matanya membulat saat melihat siapa pemilik suara yang melontarkan pertanyaan padanya barusan.
“Eum..eunghh..sunbae. aku hanya ..hanya sedang berjalan-jalan saja.” Jiyeon tergagap namun enggan bangkit dari tempat duduknya.
Jongin menatapnya dingin dan memilih untuk melangkah mendekati gadis berambut pendek didepannya.
“Minggir dari sana !” Perintahnya tajam namun tanpa ekspresi apapun. Benar-benar dingin.
Jiyeon merengut kesal. Sifat kekanakannya mulai muncul. “Kalau aku tidak mau !”
Jongin tersenyum kecut dan menatap jiyeon lagi. “Itu tempat favoritku. Jadi minggir sekarang juga !!” Lagi. Jongin membentak jiyeon tapi gadis itu bergeming. Memilih diam dan malah balas menatap jongin tajam.
“Aku tidak mau !” Ujarnya keras kepala.
Jongin berdecak kesal lalu meraih lengan jiyeon dan menyeretnya. Membuat gadis itu berdiri dengan terpaksa.
“Ya ! Ya ! Lepaskan !!” Jiyeon panik saat jongin menarik lengannya dan menghempaskannya kuat hingga tubuhnya terduduk di lantai berdebu.
“Duduk disitu saja. jangan duduk ditempatku !” Tegas jongin tak mau perduli dengan ringisan gadis dihadapannya. namja itu malah berjalan pergi dan duduk ditempat jiyeon tadi duduk. Matanya menatap kosong pada taman dibawah sana. Ia hanya diam tanpa melakukan apapun. Dan diamnya itu, seolah menganggap jika disekitarnya tak ada siapa pun.
Jiyeon yang melihat ekspresi itu mengernyit heran. Baru kali ini ia melihat namja semenyedihkan Kim Jongin yang orang bilang sangat ‘Danger’ itu. gadis manis itu bangkit dan membersihkan roknya dari debu. Menarik tas ransel yang sempat terjatuh dan kembali memakainya.
“Hey ! Freak boy ! Apa yang kau lakukan disana ?” Tanya jiyeon setengah berteriak.
Tak ada sahutan. Hanya hening dan suara hembusan angin.
Jiyeon semakin memanjukan bibirnya kesal. Hendak melangkah maju dan ingin memaki namja itu habis-habisan. Tapi langkahnya terhenti, saat pemandangan menakjubkan terjadi didepan matanya. Seorang Kim Jongin tengah memejamkan matanya dengan begitu sungguh-sungguh. Jiyeon mematung. Memperhatikan ekspresi itu dengan seksama. Ia hapal betul dengan sikap seperti itu. chanyeol dulu juga pernah melakukan itu. Saat calon tunangannya meninggalkannya untuk selamanya.
Jiyeon membeku. Ekpresi wajah Jongin sama persis seperti chanyeol dulu. Seolah namja itu menyembunyikan pedih dan sakit yang begitu dalam. Seolah ada bongkahan batu besar yang tengah ia tangguh dibahunya.
Jiyeon memperhatikan setiap lekukan wajah Jongin. Ia tersenyum tipis dan mulai memberanikan melangkah maju mendekati kakak kelasnya itu. namun sebelum lebih jauh melangkah, jiyeon memilih membawa sesuatu dari tasnya dan tersenyum sejenak menatap sebuah barang ditangannya. Tangannya terulur dan berhenti di depan wajah Jongin yang masih terpejam.
“Sunbae..” Pelannya.
Jongin membuka matanya dan terperanjat saat melihat Jiyeon masih berdiri dihadapannya.
“Kau masih disini ?” Tanyanya dengan raut wajah ketakutan.
Jiyeon mengangguk pelan sambil tersenyum. Diraihnya satu lengan Jongin dan meletakan barang itu disana. Jongin terdiam dan melihat sebuah pahatan kayu berbentuk bintang di tangannya.
“Itu ukiran kayu yang umma berikan padaku dulu. Umma bilang jika kau merasa tertekan digenggamlah kuat-kuat ukiran kayu itu dan buat sebuah permintaan dan..Wushhh…semua perasaan tertekanmu akan terbang begitu saja bersama permintaanmu.” Ujar jiyeon penuh semangat.
Jongin masih terdiam. Memperhatikan gadis dihadapannya yang benar-benar baru ia kenal.
“Memang terdengar konyol. Tapi sunbae wajib mencobanya. Ummaku bilang bintang itu adalah hal indah yang akan membuat perasaan takutmu menjadi ketenangan. Karena bintang akan menerangi gelapmu dengan cahayanya.
Jiyeon semakin semangat menceritakan semuanya. Namun saat ia melirik jam yang melingkar ditangannya ia terperanjat. 06.35. God ! 5 menit lagi bel masuk berbunyi.
“Sunbae aku kekelas dulu yah. Sebentar lagi masuk. Annyeong !!” Jiyeon lalu berlari menuju pintu dan menghilang dibalik sana.
Sementara jongin. Namja itu terdiam. Ia memang tak berekpresi apapun sejak tadi. Namun telinganya tidak tuli dan cukup bisa menangkap setiap ocehan yang terlontar dari mulut gadis berambut hitam sebahu itu.
Ck ! Jongin berdecak. Ia lalu mengangkat ukiran kayu berbentuk bintang ditangannya. Sebuah guratan membuat huruf. PJY. Menghiasi ujung sudut bintangnya.
“PJY ?” jongin mengerutkan alisnya. Mencoba menerka-nerka siapa pemilik nama itu.
“Dia pasti anak baru.” Ujarnya pelan.
Tanpa sadar. Seulas senyum tulus menghiasi bibirnya. Baru kali ini ia bertemu seseorang yang sudah berani-beraninya berceloteh panjang lebar dihadapannya tanpa rasa takut. Dan baru kali ini juga ia merasa tertarik dengan celotehan itu.
“PJY.” Gumamnya lagi sambil tersenyum dan memperhatikan ukuran bintang itu dengan seksama.
[TBC]
