Main Cast : Park Ji Yeon – Kim Jongin – Byun Baekhyun
Support Cast : Park Chanyeol – Lee Jieun – Jung Soojung – Kim Joonmyeon
Genre : Life, Friendship, Romance, A Little bit Angst
Length : 7 OF ?
Author : Qisthi_amalia
Backsound : whatever what you want ^_^
-CHAPTER 8-
***
Didepan sebuah toko yang sudah tutup sejak beberapa jam lalu itu. seorang namja asik menunduk. sebenarnya jika kau lihat dari dekat ia tengah mengobrak-abrik sesuatu. Di antara semak belukar itu. Jongin terlihat sibuk. Dengan tangannya yang sudah kotor dengan tanah ia masih terlihat bersemangat.
“Kemana ukiran kayu itu..” Gumamnya masih dengan sebelah tangan yang menggali tanah dan tangan lain yang menyingkarkan rerumputan tinggi yang tumbuh liar disana.
“Aisshh ! Dimana aku melemparnya. “ Desahnya frustasi.
Dan sebelum ia berhasil menemukannya. Sebuah motor berhenti tepat di belakangnya. Seseorang turun dari motor itu . kemudian berjalan menghampiri Jongin yang masih asik mencari sesuatu. Dengan satu tepukan pelan di bahunya. Jongin menoleh.
“Hai, kawan apa yang kau lakukan disana ?” Tanya Baekhyun sambil tersenyum tipis.
Jongin mendelik. Ia beringsut bangkit. Menepuk-nepuk celananya yang kotor dan membersihkan tangannya juga.
“Ada apa kau kemari ? “ Tanya Jongin datar.
Baekhyun tersenyum kecil. “ Kali ini aku ingin berterima kasih padamu. “
Jongin mengernyit. “ Berterima kasih ? Maksudmu ?”
Senyuman dibibir Baekhyun semakin mengembang. Dengan langkah pasti ia semakin melangkah mendekati Jongin dan merangkul bahu namja itu.
“Karenamu. Sekarang Jiyeon menganggapku sebagai penyelamatnya. “ Pelannya tepat di telinga Jongin.
Mendengar itu Jongin terkekeh sinis. Melepaskan rangkulan Baekhyun cepat.
“Kau selalu hidup dengan penuh kebohongan Byun Baekhyun. Dan sekarang kau bangga di sebut sebagai penyelamat sementara orang itu bukan kau ?”
Baekhyun mendecakan lidahnya. “ Aku tak perduli. Toh jika aku menjadi orang jujur, tak akan ada yang memperdulikanku. “ Ujarnya.
“Dulu. Aku juga merasakan hal yang sama sepertimu.” Katanya.
Baekhyun menoleh cepat kearah Jongin. “ Aku tak butuh nasehatmu Kim Jongin.”
Jongin terkekeh. “ Siapa juga yang mau mensehatimu. Aku hanya ingin memperingatkan. “ Sambungnya.
“Apa maksudmu dengan memperingatkan ?”
“ Sebelum kau benar-benar kehilangan segalanya karena kebohonganmu ini. Aku peringatkan kau untuk segera berubah. Sebelum semua orang benar-benar membencimu. Dan mengatakan..Kau bukan siapa-siapa !”
“BRENGSEK !!”
Jongin tersungkur jatuh. Saat baekhyun meninju pipinya cukup keras. Ia menyeka ujung bibirnya yang berdarah. Namun Jongin tak membalas. Ia bahkan tersenyum.
“Semua kepuasan ini hanya sementara kawan. Aku juga pernah merasakannya.” Tegas Jongin.
Baekhyun semakin geram. Ia lalu menarik baju Jongin dan memaksa namja itu untuk berdiri.
“Tutup mulut busukmu itu, atau aku akan benar-benar menghancurkan Jiyeon ditanganku.” Ancamnya dengan matanya yang menatap Jongin nyalang.
Jongin tersenyum kecil. “ Aku tak akan marah jika kau menghinaku dan menyiksaku seperti apa pun. Tapi jika kau berani menyentuh dia. Sedikit saja. aku tak akan pernah mema’afkanmu. “ Kata Jongin tajam.
Baekhyun melepaskan Jongin keras. Lalu tersenyum kecil.
“Look. Aku memang pintar. Tak salah memilih umpan. “ Ujarnya bangga.
“Kim Jongin, bersiaplah untuk menjadi nomor 2. “ Sambungnya lagi lalu berjalan menghampiri motornya dan menaikinya. Namun sebelum Baekhyun melesat dari sana. Jongin berseru.
“Tak masalah dianggap nomor 2 oleh orang lain. Asal selalu menjadi nomor satu untuk orang yang ku sayangi itu sudah cukup. “ Ujarnya dengan senyuman.
Baekhyun terdiam. Ia tak bisa menyela. Ucapan Jongin barusan bagaikan anak panah yang mengenai sasaran. Dan sasaran itu adalah titik merah kecil. Hatinya. Yang selama ini berusaha ia tutupi dengan kebencian dan rasa egois.
Dan dengan segala hal yang berkecamuk disana. Baekhyun lebih memilih menghindar. Ia masih belum ingin menyerah sekarang. Dan ia masih belum ingin mema’afkan semua orang yang menyia-nyiakannya dulu. Jadi yang ia lakukan hanya tersenyum sinis. Menyalakan mesin motornya. Dan melesat dari sana. Menyisakan Jongin yang masih berdiri di depan toko.
“Aku berharap kau tidak terlambat. Seperti aku. “
***
Jiyeon membenarkan posisi selimut di tubuhnya. Ia tersenyum kecil saat Jieun menyuapinya bubur bersama Soojung yang bercerita tentang kekasihnya yang bernama Joonmyeon. Ia merasa terhibur kini. Ditemani sahabat-sahabatnya yang begitu baik dan menyayanginya.
“Ngomong-ngomong Chanyeol oppa kemana ?” Tanya Jieun
Jiyeon mengunyah bubur di mulutnya, menelannya kemudian menjawab.
“Tadi pagi dia sudah berangkat ke kantornya. Katanya ada hal penting.”
Jieun hanya mengangguk.
“Oh yah Jiyeon. apa yang kau lakukan saat di rumah Baekhyun sunbae ? Dia tidak macam-macamkan ?” Tanya Soojung dengan mata menyelidik.
Jiyeon terkekeh kecil. “ Aku tidak melakukan apapun Soojung~aa. Dia baik. Buktinya kemarin dia juga menyelamatkankukan.”
Soojung mengangguk paham. Sementara Jieun tak menanggapi.
“Tapi anehnya aku selalu merasa jika bukan dia yang menyelamatkanku.” Pelan Jiyeon dengan mata menerawang. Ia kembali teringat seseorang yang berdiri di depannya saat di taman bermain. Postur tubuh orang itu sangat berbeda dengan Baekhyun. Tapi ia juga tak bisa mengelak. Toh Chanyeol sendiri mengatakan jika Baekhyun yang memberitahunya. Jadi bagaimana bisa ia mengelak.
“Mungkin itu hanya perasaanmu saja Jiyeon. “ Kali ini Jieun berkomentar.
“Tidak Jieun. Aku yakin. Dari postur tubuh orang yang menyelamatkanku sangat berbeda dengan Baekhyun sunbae.” Elak Jiyeon penuh keyakinan.
Jieun menghela nafas. Menaruh mangkuk bubur ke atas meja kemudian melanjutkan.
“Saat itukan kau sedang dalam keadaan tidak sadar Jiyeon. jadi bagaimana bisa kau tahu jika itu bukan Baekhyun sunbae ?” Tanya Jieun.
Jiyeon menggeleng. “ Entahlah. Aku hanya merasa itu bukan Baekhyun.”
“Sudahlah. Lagian mana mungkin Baekhyun sunbae berbohong.” Tegas Jieun.
Jiyeon mengernyitkan alis bingung melihat ekpresi Jieun. Dan saat Jiyeon melirik Soojung meminta pendapat. Soojung hanya tersenyum kecil lalu mengangkat bahu.
“Aku tahu kau fans Baekhyun sunbae. Tapi kenapa yah aku merasa kau terlalu membelanya “ Goda Jiyeon sambil tersenyum kecil.
Mendengar itu pipi Jieun sontak memerah. Dengan gerak reflex ia menggeleng cepat dan berbicara tak jelas.
“Aniyo. Kata siapa aku menyukainya ? Aku sama sekali tak menyukainya, sungguh. Aigo ! Kau ini ada-ada saja.” Paparnya tak karuan.
Jiyeon semakin menaikan salah satu alisnya sambil menyeringai.
“Jieun~aa, aku tak bilang bahwa kau menyukainya loh. Justru barusan kau yang mengaku sendiri.”
Telak. dan Jieun hanya terdiam.
“Lebih baik kau jujur pada kami Jieun.” Komentar Soojung.
Jiyeon menimpali dengan anggukan setuju. Sementara Jieun hanya mencuatkan bibirnya dan menghembuskan nafas berat.
“Baiklah. Aku jujur. Tapi kalian jangan menggodaku.” Katanya.
Jiyeon mengangguk lalu langsung menegapkan posisi bahunya. Begitu pun dengan Soojung yang begitu semangat ingin mendengar.
“Sebenarnya aku sudah menyukai Baekhyun sunbae saat pertama kita masuk Chungdam. Dari situ aku mulai mencari tahu tentangnya. Dan aku semakin dekat dengannya saat dia mendekatimu Jiyeon. Aku semakin senang bisa dekat dengannya. Tapi sepertinya anganku untuk menjadi seseorang yang special untuknya tak akan terwujud.” Ujarnya sambil menunduk.
Jiyeon mengernyit. “ Kenapa begitu ?”
Soojung enggan berkomentar. Karena ia sudah tahu semuanya.
Jieun tersenyum kecil. “ Karena yang ia sukai bukan aku. Tapi kau Jiyeon~aa..”
Mata Jiyeon membulat. “ Apa ? Aku ?”
Jieun mengangguk. “ Ya. Dia menyukaimu. Dia menyukai segalanya tentangmu. Setidaknya itu yang ku tahu tentang alasannya menyukaimu.” Tegasnya.
Jiyeon menatap Jieun penuh rasa bersalah.
“Jieun~aa. Sungguh aku sama sekali tak tahu. Dan aku tak memiliki perasaan apapun pada Baekhyun sunbae.” Pelan Jiyeon sambil mengelus bahu Jieun.
Jieun mengangkat wajahnya dan dengan senyuman cerianya dia seolah berkata ‘ Tak apa’. Namun Jiyeon terlalu hapal ekpresi itu.
“Aku baik-baik saja Jiyeon. jika Baekhyun sunbae bahagia, aku pun begitu. Tak apa jika aku tak bisa memilikinya. Asal melihatnya tersenyum saja aku sudah bahagia. Sungguh.” Paparnya.
Soojung menunduk. dan Jiyeon menggeleng.
“Aniyo. Aku tak ingin Jieunku seperti ini. “
“Maksudmu ?”
Jiyeon tersenyum. Menarik lengan Jieun dan menggenggamnya erat.
“Dengar Jieun~aa. Aku tak ingin kau menyerah sebelum kau bertindak. Jadi jangan pernah berkata kau baik-baik saja jika kau tak suka. Jangan berkata semuanya akan baik-baik saja jika kau tak yakin. Dan jangan berkata kau bahagia jika kau merasa sesak.” Ucapnya penuh semangat.
Soojung tersenyum kecil.
“Jadi aku ingin kau bertindak. Bertindak untuk mendapatkan hati Baekhyun sunbae. Aku yakin perlahan-lahan dia akan melihat kearahmu. Karena seseorang yang pantas untuknya hanya seorang Lee Jieun dan bukan Park Jiyeon. arraseo !” Tegasnya menggebu,
Soojung mengangguk setuju. “ Hwaiting !!” Ujarnya sambil meninju udara.
Jieun terkekeh. Menatap kedua sahabatnya haru.
“Kalian tahu. Aku adalah manusia beruntung karena bisa bertemu kalian.” Katanya.
Jiyeon mengangkat dagu. “ Tentu saja. Iyakan Soojung. ?”
Dan soojung pun mengangguk. “ That’s right Honey “
Dan ketiga sahabat itu pun berpelukan ^_^
***
“Sunbae, Boleh aku bertanya sesuatu ?”
Baekhyun mengangguk kecil. Jieun yang duduk disampingnya menghela nafas sejenak.
“Eum, Apa yang menyelamatkan Jiyeon itu benar-benar Sunbae ?” Pelannya.
Baekhyun menaikkan alisnya lalu beralih menatap Jieun yang kini juga tengah menanti jawabannya. Ia menghela nafas berat. Tersenyum kecil.
“Kenapa ?”
“Eoh ?”
“Maksudku kenapa kau bertanya seperti itu ?” Lanjutnya.
Jieun tersenyum kecil. “ Aniyo. Hanya saja aku ingin memastikan. Soalnya Jiyeon mengatakan jika dia merasa itu bukan sunbae.” Paparnya.
Baekhyun terdiam sejenak.
“Ternyata memang akan seperti itu. “ Pelannya nyaris seperti bisikan.
Jieun tak mengerti. Ia menatap Baekhyun penuh Tanya. Berlanjut membulatkan matanya saat Baekhyun tiba-tiba saja menoleh dan wajahnya hanya berjarak beberapa centi saja darinya. Jantungnya berdebar. Bahkan kini ia takut jika Baekhyun bisa mendengar detak jantungnya yang malang. Dan Ia benar-benar merasa jika bernafas ternyata sulit saat kau merasa tidak percaya diri atau gugup.
“Apa kau percaya padaku ?” Tanya Baekhyun masih dengan posisi yang sama. Dan hal itu membuat Jieun dapat merasakan hembusan nafas Baekhyun di kedua pipinya. Ia mengerjapkan matanya berulang kali lalu mengangguk kecil.
“Tentu saja…”
Mendengar itu Baekhyun tersenyum lebar. Kemudian menarik kepalanya dan kembali pada posisi semula.
“Setidaknya ada yang masih mau mempercayaiku.” Pelan Baekhyun.
Jieun terdiam. Ia tak mengerti arti ucapan itu.
“Sunbae…Boleh aku bertanya lagi ?” Tanyanya.
Tanpa menunggu apapun lagi Baekhyun mengangguk.
“Bolehkah…–
Jieun diam sejenak. Menghembuskan nafasnya yang sempat tertahan. Kedua lengannya saling bertaut erat. Namun tak sampai 30 detik Ia kembali melanjutkan.
“Bolehkah, jika aku mencoba untuk menjadi orang yang selalu kau lihat.”
Baekhyun menoleh cepat. dan saat ia menoleh. Ia bertemu dua bola mata hitam milik Jieun. Yang berpedar, berwarna bening dan entah mengapa Baekhyun merasa itu mata tercantik yang pernah ia lihat.
“Jieun~aa..” Bisik Baekhyun tak mengerti.
Jieun tersenyum kecil.
“Sebelum kau benar-benar memiliki seseorang atau dimiliki seseorang. Bisakah, Bolehkah aku mencoba untuk menjadi seseorang yang akan berada di hatimu ?” Lanjut Jieun.
Baekhyun semakin diam. Ia tak mengerti. Apa saat ini yang Jieun tengah katakan padanya. Satu sisi ia merasa ini salah namun di sisi lain ia merasa jika ini sangat benar.
“Jieun. Bukankah kau tahu jika aku menyukai Jiyeon ?”
Jieun mengangguk kecil. “ Aku tahu. Tapi aku mohon ijinkanlah aku untuk mencoba. Jika hal itu menganggumu nanti. Aku berjanji akan menghentikannya. Dan jika hal itu membebanimu hingga membuatmu lelah nanti. Aku berjanji akan pergi jauh darimu.” Ujar Jieun sambil menunduk.
Baekhyun memperhatikan gadis di sampingnya dengan serius. Ia tak mengerti mengapa hatinya begitu senang ketika Jieun mengatakan hal itu. namun berbeda dengan pikirannya yang mengatakan jika semua ini salah dan ia harus mencegah Jieun melakukan hal itu. tapi ia tak mampu mengatakan apapun. jadi yang Baekhyun lakukan adalah. Beringsut bangkit. Menghela nafas. Menatap langit senja yang terasa berbeda sore itu. menatap Jieun yang masih menunduk dengan kedua tangan yang bertaut. Lalu pergi, berlalu tanpa kata dari tempat itu.
Bersamaan dengan itu. Jieun tersenyum getir.
“Apa ini sebuah penolakan. “ Gumamnya pilu.
Ia menghela nafas. Menengadahkan kepalanya menatap langit. Menahan sesuatu yang terasa panas di matanya dan akan segera keluar jika ia tak menengadah.
“Padahal aku belum memulainya. “ Sambungnya lagi.
Tangannya lalu terulur. Dan berhenti di dada kirinya. Menekannya beberapa kali. Rasanya sesak. Dan itu…Sakit.
***
Wanita berumur 27 tahun itu merapatkan jaket yang membukus tubuh mungilnya. Sepatu hak tinggi berwaran putih gading membalut kakinya yang indah. Rambut panjangnya ia urai. Dan dengan kacamata hitam yang menutupi luka yang terlukis di mata kirinya. Dengan salah satu ujung bibir yang ia angkat. Ia menyeringai. Kedua tangan ia lipat di atas dada. Dan dengan anggunnya ia berjalan di lantai bersih, di gedung tinggi berlantai 8, bernama Seoul Hospital.
“Aku akan membalas semuanya.” Gumamnya pelan.
***
Chanyeol mengusak kepala Jiyeon pelan. Lalu beralih mengecup kening adiknya itu.
“Oppa, meeting itu penting yah ? Kenapa malam-malam begini ?” Rengek Jiyeon sambil menarik jas cokelat yang membalut tubuh Chanyeol.
Chaneyol terkekeh. Mengelus kepala Jiyeon lalu beralih meraih tas di atas meja.
“Jiyeon~aa…Meeting kali ini sangat penting. Ini menyangkut kinerja oppa selama beberapa bulan ini. Jika meeting ini berjalan sukses, oppa akan di promosikan jadi wakil direktur utama.” Chanyeol menjelaskan. Sementara Jiyeon masih mengeruncutkan bibirnya kesal. Bayangkan, bagaimana rasanya tinggal di kamar rumah sakit sendirian. Itu menyebalkan bukan.
“Tapi—
“Ssssst, Tenang saja pulang nanti oppa akan belikan bunga tulip untukmu, otthe ?”
Kerutan itu berubah menjadi senyuman. jiyeon bertepuk tangan kecil.
“Yakso ?”
Chanyeol mengangguk. “ Yakso, adik kecilku yang cerewet..”
Dan Jiyeon hanya diam. Membiarkan Chanyeol kembali mengusak kepalanya. Melambaikan tangan dan berlalu dari kamarnya.
.
.
Sepeninggal Chanyeol. Jiyeon memilih berbaring. Merapatkan selimut agar menutupi tubuhnya.
“Sebaiknya aku tidur saja. “
***
Senyuman masih terlukis jelas di wajahnya. Dengan langkah pasti Chanyeol memasuki lift. Ia yakin meeting kali ini ia akan berhasil. Tangannya lalu terulur. Menekan angka 1 dan lift itu pun berjalan.
Chanyeol tak henti bersiul. Menghentakan sebelah kakinya. Ia begitu bersemangat. Karena tadi Shinyeong juga mengatakan jika ia optimis Chanyeol akan berhasil. Ditambah kondisi Jiyeon yang membaik, ia merasa ini akan menjadi hari yang paling mengesankan.
TING
Drrrt Drrrt…
Deting pelan lift berbunyi bersamaan dengan ponsel di sakunya yang bergetar. Chanyeol merogoh saku dan menempelkan ponsel ketelingannya.
“Yobboseyeo, Shinyeong~aa..” Sapanya pada seseorang di sebrang sana. Ia tersenyum kecil.
Namun senyumannya perlahan-lahan memudar. Karena bersamaan dengan keluarnya ia dari lift, seseorang dengan jaket hijau toska masuk kedalam lift. Chanyeol memperhatikan wanita itu dengan seksama, ia bahkan tak mendengarkan apa yang di katakan Shinyeong di sebrang sana.
Dan saat wanita itu masuk kedalam lift, Chanyeol diam berdiri di depan Lift yang masih terbuka. Wanita itu membalikan badan dan kini wajahnya tepat menghadap Chanyeol. Chanyeol masih berdiri disana. mengernyitkan alis karena wanita itu menunduk. namun matanya membulat saat kepala wanita itu terangkat. Matanya menatap Chanyeol tajam dengan bibir menyeringai. Pintu Lift itu perlahan tertutup dan Chanyeol masih mengernyitkan alisnya. Ia merasa mengenal wanita itu, tapi ia tak mengingat siapa dia. Dan saat Lift itu benar-benar tertutup, Chanyeol masih belum mengingatnya.
“Chanyeol~sshi….Chanyeol~sshi…Kau masih disana…”
Cahnyeol tersadar saat mendengar suara lengkingan Shinyeong disebrang sana. Ia lalu membalikan badannya dan tak begitu memikirkan wanita tadi lagi. dengan langkah pasti ia berjalan kearah pintu keluar.
“Ya, Shinyeong. Ma’af tadi ada sedikit gangguan. Kenapa ?”
Shinyeong menggerutu disana. “ Kau ini, kebiasaan. Aku hanya ingin mengatakan cepatlah datang dan ingin bertanya bagaimana keadaan Jiyeon..”
Chanyeol tersenyum kecil. Namun perlahan senyumannya memudar…
Jiyeon…Jiyeon…Jiyeon…
“HYERIM “ Pekiknya cukup keras. Membuat banyak orang yang ada di lobi rumah sakit menatapnya heran. Dan tanpa menunggu lama Chanyeol memasuk ponsel kedalam saku dan berlari kearah Lift.
“SIAL !!” Ia menggerutu kesal saat tak ada pintu Lift yang mau terbuka.
“Ayolah…ayolah…..kumohon…” Desahnya frustasi…
Dan saat melihat tak ada tanda-tanda Lift akan terbuka, Chanyeol memilih berlari kearah tangga darurat. Menuju lantai 5. Ia tak perduli dengan kakinya yang akan kram atau tubuhnya yang akan lelah. Karena yang memenuhi otaknya kini adalah…Jiyeon.
“Jiyeon~aa bertahanlah, berjuanglah, lawan dia,,,oppa mohon…”Gumamnya dalam hati..
***
Tok Tok Tok
Jiyeon mengerjapkan matanya yang belum terlelap sepenuhnya.
“Siapa ?” Teriaknya sambil mencoba untuk duduk.
Namun hening. Tak ada jawaban. Dan tak ada tanda-tanda jika seseorang akan masuk keruangannya.
Tok…Tok…Tok..
Suara ketukan itu kembali terdengar. jiyeon menaikan bahunya untuk melihat seseorang yang terlihat berdiri di depan pintu kamarnya.
“Siapa disana ?” Teriaknya lagi.
Namun sama sekali tak ada sahutan dari sana. Jiyeon berusaha menghilangkan pikiran buruknya dan mencoba berpikir positip. Ia lalu meraih ponselnya cepat dan menekan nomor dengan asal.
Saat knop pintu bergerak pelan. Jiyeon mulai merasa gemetar. Suara tunggu di ponselnya belum juga berhenti, menandakan seseorang yang Jiyeon panggil belum mengangkat telponnya.
Dan saat pintu itu berderit pelan, terbuka sedikit demi sedikit. Jiyeon semakin merapatkan selimut agar menutupi tigaperempat tubuhnya. Jiyeon terus menatap pintu masuk. Perlahan, ia bisa melihat sepasang sepatu hak tinggi berwarna putih gading disana. dan saat pintu itu terbuka lebar. Jiyeon terlonjak.
“Masih mengingatku ?” Ujar seorang wanita di ambang pintu dengan senyum tipisnya.
Jiyeon menggeleng pelan. Masih dengan ponsel yang menempel di telinganya ia berharap.
“Ayolah…angkat…angkat kumohon..” Bisiknya pelan..
“Hallo..”
Dan Jiyeon merasa ini seperti keajaiban. Saat seseorang disana mengangkat telponnya. Namun sebelum Jiyeon menjawab sapaan itu, wanita itu – Hyerim menarik tangan Jiyeon membuat ponselnya terlepas begitu saja. jiyeon memekik, menahan sakit yang mendera pergelangan tangannya yang masih di perban.
“Aww..Onnie…Appo..” Ringis perlahan.
Hyerim tersenyum kecil. Dan malah semakin mencengkram pergelangan tangan Jiyeon. membuat luka yang belum sembuh itu kembali terbuka dan mengeluarkan darah segar.
Jiyeon menggeleng semakin kuat. Itu benar-benar sakit. Tapi Hyerim tak berniat melepaskannya sedikit pun. Ia malah tertawa seperti orang gila dan menjambak rambut Jiyeon keras.
“Kau tahu, Ini semua tak sebanding dengan apa yang oppamu lakukan padaku.” Gumamnya sambil menyeringai tipis tepat di hadapan wajah Jiyeon.
“Onnie, jebbal. Sadarlah onnie…kumohon..” Kata Jiyeon disela isak tangisnya.
Namun hyerim malah tersenyum lebar dan kini mendudukan diri diatas kaki Jiyeon yang juga di perban akibat Luka tergores serpihan kayu.
Jiyeon meringis kembali.
“Kumohon onnie, ini sakit. Berhentilah…aku mohon…onnie kumohon..” Jiyeon terus memelas. Berharap wanita di hadapannya bisa membuka hati dan menghentikan aksi gilanya. Namun Hyerim sama sekali tak mendengar. Ia bahkan menganggap teriakan dan isakan jiyeon sebagai lagu terindah yang pernah ia dengar.
“Berhenti ? Kau bilang berhenti. Jangan bermimpi Park Jiyeon. Kau pikir karena siapa aku di masukan kepenjara dan disekap selama 3 tahun di Gangnam. Itu semua karena dirimu dan oppamu. Kau pikir aku akan melepaskan dirimu sekarang ? TAK AKAN…Aku justru akan membunuhmu..” Katanya sambil tertawa lebar dan bahkan terbahak-bahak.
Jiyeon menggeleng semakin keras.
“Onnie, andwe…jebal onnie. Aku mohon !!”
Hyerim tertawa. Kemudian beralih menarik tubuh Jiyeon agar turun dari ranjang. Jiyeon hanya menurut. Ia tak mampu melakukan apapun. tubuhnya sudah terasa remuk. Darah di lengannya tak henti mengalir. Dan luka di kakinya serasa terbuka kembali. Ia hanya bisa terduduk dengan tubuhnya yang diseret paksa hyerim menuju jendela.
“Chanyeol oppa…huks…tolong aku..” Bisiknya pelan.
Jiyeon memejamkan matanya saat Hyerim mendorong tubuhnya kearah jendela. Ia memejamkan matanya erat. Ia tak mau mati dengan cara seperti ini.
“Buka matamu brengsek ! Lihatlah pemandangan indah di luar sana, indah bukan…dan akan lebih indah jika kau terjun bebas dari sini..” Gumam Hyerim sambil tertawa.
Jiyeon meronta. Dan dengan kekuatannya yang masih tersisa Jiyeon mendorong tubuh Hyerim yang ada di belakangnya. Dan itu berhasil membuat wanita itu terjatuh. Jiyeon menggunakan kesempatan itu untuk berlari dari sana. Namun belum juga beberapa langkah Hyerim sudah mencengkram kakinya dan menjambak rambutnya. Ia lalu merogoh sesuatu dari saku jaketnya dan itu sebuah pisau lipat.
“Onnie, apa yang akan kau lakukan…” Desah Jiyeon frustasi…Ia benar-benar bingung harus bagaimana.
“Aku akan menyayat lehermu sayang…” Katanya sambil membelai pipi Jiyeon dan meletakan pisau itu tepat di atas nadi leher Jiyeon.
“Jika kau berani bergerak sedikit saja, pisau ini akan mengakhiri hidupmu..” Sambungnya lagi.
Jiyeon tak bisa apa-apa. Ia hanya bisa membiarkan air matanya jatuh bergulir begitu saja. membiarkan Hyerim melakukan apapun yang ia inginkan. Ia bahkan tak mengerti mengapa Hyerim yang dulu ia sayangi kini begitu membencinya dan hampir membunuhnya.
“Onnie, mengapa kau begitu membenciku ?” Tanya Jiyeon akhirnya..
Hyerim mendecakan lidahnya. Menatap Jiyeon tajam.
“Kau mau tahu ?” Tanyanya dengan nada sinis. Dan Jiyeon mengangguk kecil.
“Karena dirimu hidupku menderita, karena dirimu pernikahanku hancur dan karena dirimu orang yang ku cintai membenciku.” Paparnya sambil menangis.
Jiyeon tersenyum kecil.
“Berarti aku ini pembawa sial untuk Onnie ?” Sambung Jiyeon.
Hyerim tak menjawab.
“Jika dengan aku mati itu bisa membuat onnie bahagia. Bunuh saja aku onnie. Toh aku hidup saja aku sudah menyusahkan banyak orang, appaku, ummaku, onnie juga kakakku…” Jiyeon tersenyum kecil. Membiarkan tetesan air mata kembali membasahi pipinya.
Hyerim terdiam. Cengkram kuat di pisau itu melonggar.
“Appa bilang aku orang yang pantas tinggal dineraka. Apa jika aku mati aku akan tinggal dineraka, onnie ?” Kata Jiyeon lagi.
Hyerim tak menjawab.
“Jawab aku onnie. Apa jika aku mati semua orang akan bahagia…? Padahal…huks…padahal aku sangat menyayangi mereka. Aku menyayangi appa walau dia membenciku. Aku mencintai umma walau ia meninggalkanku, aku menyayangi oppa dan aku menyayangi onnie walau onnie berbuat seperti ini padaku. Apa aku akan tetap di benci dan tak di inginkan walau aku membalas kebencian kalian dengan kasih sayangku ?” Buliran air mata itu semakin banyak, membasahi pipi Jiyeon yang menirus.
Hyerim semakin terdiam. Pegangan pisau itu semakin melonggar…melonggar dan akhirnya lepas begitu saja. ia kemudian terduduk jatuh. Dan meluruh lunglai di atas lantai itu. tepat membelakangi Jiyeon yang kini menunduk dan terisak.
Hyerim menatap nanar lantai di hadapannya. Ia menarik kedua lengan dan menutupi wajahnya. Ia menangis. Meraung dan tertunduk disana. bersama Jiyeon yang masih tak bisa berbuat apapun. semua ini terasa menghimpitnya. Menekan titik emosional dan psikisnya. Ia merasa jika semua ini semu namun terasa amat nyata.
.
.
.
BRAK !!
Pintu kamar itu kembali terbuka. Di depan sana Chanyeol mengatur nafasnya yang hampir habis. Dengan kedua kaki yang terasa mati rasa ia masih berusaha kuat dan berjalan kearah Jiyeon.
“Jiyeon~aa, Gwenchana ?”
Jiyeon mengangguk kecil. Ia terisak dan menyurukan diri kedalam pelukan Chanyeol. Disana dia menangis dan menumpahkan segalanya. Segalanya yang selama ini ia pendam sendiri. Tentang betapa perih semuanya. Tentang betapa sakit saat masa lalu itu kembali menghampirinya dan tentang betapa ia merindukan semuanya akan kembali seperti semula.
Chanyeol tak mampu menjawab. Ia hanya diam. Dan memeluk Jiyeon dengan erat. Kemudian tatapannya beralih pada kedua tangan Jiyeon yang berdarah dan kaki Jiyeon yang kembali membengkak. Dengan kekuatan yang masih tersisa ia lalu mengangkat tubuh Jiyeon dan membaringkannya keatas tempat tidur. Lalu Chanyeol pun berlari keluar dan memanggil dokter dengan keras. Ia lalu kembali berjalan tergopoh-gopoh kearah ranjang Jiyeon.
“Apa wanita itu datang lagi ? Apa dia yang melakukan semua ini padamu ?” Tanya Chanyeol.
Jiyeon mengangguk.
“Apa dia menyakitimu lagi ?”
Jiyeon mengangguk lalu menggeleng.
“Apa maksudmu ?”
Jiyeon diam. Ia tak menjawab atau memberikan respon. Karena matanya kembali berkunang dan semuanya gelap.
.
.
Chanyeol membaringkan tubuhnya di atas sofa. Setelah di periksa dokter dan lukanya di perban kembali. Jiyeon di beri beberapa suntikan lalu terlelap tidur. Chanyeol masih terpekur ditempat yang sama. Matanya memperhatikan keadaan sekitar dan saat ia melihat ada sesuatu yang berkilau di bawah kasur, Chanyeol bangkit dan meraih benda itu.
“Pisau..” Gumamnya.
Ia lalu menimang-nimang pisau itu. tak ada yang mencurigakan. Tak ada bekas darah atau apapun.
“Apa ini miliki Hyerim ?” Gumam Chanyeol.
“tapi kenapa ia tak melakukan apapun jika ia memang kemari “ Sambung Chanyeol lagi. ia bukannya berpikiran jiyeon akan di tusuk pisau itu. hanya saja, untuk apa wanita itu datang jika hanya untuk membuat luka kecil di tubuh Jiyeon. bukankan wanita itu amat membenci Jiyeon ? Tapi mengapa hanya melakukan ini ?
Chanyeol semakin bertanya-tanya. Ia di buat bingung. Dan detik itu juga ia berjanji tak akan meninggalkan Jiyeon lagi.
***
Wanita bermantel hijau toska itu berjalan pelan dengan nafas terengah. Ia menekan dadanya kuat dan semakin kuat. Nafasnya terengah dan ia menangis tanpa suara.
“Mian….mianhe…” Gumamnya berulang kali.
Dengan sekuat tenaga ia kembali menekan dadanya yang terasa sakit dan amat sesak. Ia menyesal. Demi tuhan ia menyesal.
Dan seseorang yang sejak tadi mengikuti wanita itu tak bisa tinggal diam lagi. dengan gerakan cepat orang itu berjalan kearah Hyerim dan menarik mantel wanita itu. membuat tubuh Hyerim dengan paksa menghadap seorang lelaki di depannya.
“Siapa kau ?” Tanya Hyerim dengan suara serak.
Lelaki itu memperhatikan Hyerim seksama.
“Kau yang menyakiti Jiyeon tempo harikan ?” Tanya lelaki itu.
Hyerim mengangguk. “Iya itu aku. Kenapa ? Mau membunuhku ? Mau menyiksaku ?”
Lelaki itu terkekeh. “Aku bukan orang setolol itu.” Katanya.
Hyerim tersenyum getir. Ia lalu kembali menangis.
Lelaki itu menatap Hyerim dengan tatapan bingung.
“Apa kau berniat menyakiti Jiyeon lagi ? HAH ?”
Hyerim menggeleng kecil.
“Lalu apa yang kau lakukan tadi di kamar Jiyeon ?”
Hyerim terisak. Kemudian beralih menatap lelaki dihadapannya.
“Awalnya aku memang berniat membunuhnya. Tapi…tapi…
Ia tak mampu melanjutkan ucapannya lagi. karena Hyerim lebih dulu jatuh dan terduduk di depan lelaki itu. lelaki itu menatap Hyerim kasihan.
“Kau tahu. Seharusnya kau berterima kasih. Setelah kejadian kemarin dia bahkan tak melaporkanmu kekantor polisi.”
Hyerim memperhatikan lelaki di hadapannya dengan seksama.
“Bukankah kau yang menyelamatkan Jiyeon kemarin ?”
Lelaki di depan hyerim diam. “Bukan urusanmu.” Katanya pendek.
“Mengapa kau begitu membencinya ?” Sambung lelaki itu bertanya.
Hyerim menghela nafas berat. “ Aku tak ingin menceritakannya padamu. Jika kau ingin dengar, dengarlah dari Jiyeon. dia akan menjawabnya dengan jujur dan benar. “
“Apa maksudmu ?”
Hyerim tersenyum kecil. Ia lalu bangkit berdiri.
“Jagalah dia untukku, Sampaikan ma’afku padanya dan katakan juga jika aku berterima kasih padanya.” Ujar Hyerim lalu berlalu dari hadapan lelaki itu.
Lelaki itu masih berdiri disana. ia terdiam dan tak mengerti.
“Gadis monster….Kau memang penuh kejutan. Kau bahkan membuat orang yang membencimu beralih menyayangimu.”
***
Di atas tempat tidur king size itu Baekhyun terduduk. Ia terdiam. Merenung. Semuanya kini berkecamuk dalam benaknya. Mulai dari konflik yang selama ini mengendap otaknya, Kim Jongin, Jiyeon dan sekarang Lee Jieun. Semua itu kini berbaur. Bersatu. Membuat Baekhyun merasa amat penat.
Dari awal. Sebenarnya Ia tak pernah mempermasalahkan posisi. Ia tak perduli ia menjadi nomor berapa. Sejujurnya. Ia hanya ingin di perhatikan. Ia hanya ingin memiliki seorang teman. Yang bisa membuat harinya yang terasa kosong menjadi lebih berwarna. Dan saat melihat Jongin. Ia mendapatkan itu. saat berurusan dengan Kim Jongin. Ia merasakan semua itu. walau ia melakukan dengan cara yang salah. Namun dimata Baekhyun semua ini terasa benar. ia hanya tak lagi mengerti. Seperti apa yang benar dan seperti apa yang tidak benar.
“Aku harus seperti apa..” Bisiknya pelan.
Ia bergerak pelan. Membaringkan tubuhnya dan mulai memejamkan matanya. Bersamaan dengan itu. suara derit pintu terdengar. Baekhyun terhenyak, namun mempertahankan posisinya. Seseorang dari arah pintu mendekat. Ia lalu duduk di sisi tempat tidur Baekhyun. Sebelah tangannya terulur. Mengelus rambut Baekhyun pelan. Dan dengan pelan juga setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Orang itu tersenyum kecil. Kemudian mengecup pelipis Baekhyun sekilas.
“Mian..” Gumamnya singkat. Dan setelah itu ia kembali bangkit dan berjalan keluar. Setelah sebelumnya menyelimuti tubuh baekhyun.
Sementara diatas tempat tidur itu baekhyun Menahan nafasnya yang terasa sakit. Ia mengepalkan kedua tangannya kuat. Dan tanpa ia sadari ia menangis.
***
Jongin berdiri di depan kamar rawat Jiyeon. Ia memperhatikan Jiyeon yang masih tertidur di dalam kamar itu. Perlahan tangannya terulur dan meraih gagang pintu. Pintu itu terbuka pelan dan tertutup dengan pelan juga. Jongin berdiri di depan pintu sambil terdiam. Ia kemudian berjalan kearah sisi tempat tidur Jiyeon dan berdiri disana.
Matanya jeli. Menatap perinci wajah damai Jiyeon yang tengah tertidur. Ia tersenyum kecil. Ia tak tahu. Sejak kapan ia merasa jika ia akan merindukan wajah ini. Ia tak tahu. Sejak kapan ia mulai menyukai saat-saat ia bisa bersama Jiyeon dan berdiri sedekat ini. Dan ia tak tahu. Entah sejak kapan ia bisa merasa tenang walau hanya melihat Jiyeon.
Sebelah tangannya terulur. Mengusak rambut Jiyeon perlahan.
“Cepatlah sembuh.” Katanya pelan.
Dan Jongin tak tahu. Hal apa yang menariknya hingga kini ia membungkuk dan mengecup kening Jiyeon perlahan. Dan saat ia kembali menegakan tubuhnya, Jongin terpekur sendiri. Terdiam dengan berbagai pertanyaan yang terus berputar-putar di otaknya, tentang.
‘Mengapa aku begitu perduli dengan gadis yang satu ini ?’
***
Matanya mengerjap dan membuka pelan. Lalu mulai menyapu setiap sudut ruangan putih itu.
‘Tak ada yang aneh’ Pikirnya.
Tapi Jiyeon merasa hal aneh dengan dirinya. Tangannya kemudian terulur dan berhenti di dada kirinya. Berdetak. Dan itu sangat cepat. ia belum pernah merasakan hal ini sebelumnya.
‘Ada apa denganku ‘ Gumamnya lagi.
Masih dengan posisi tangan di atas dada. Jiyeon menerawang. Jika ini gejala penyakit Jantung. Mengapa ia tak merasakan sakit. Ia justru merasakan kebalikannya. Rasanya damai dan ia mendadak bahagia. Serasa ada kupu-kupu yang berputar-putar di hatinya. Rasanya hangat dan hangat itu menjalar ke seluruh tubuhnya.
Pelan namun pasti tangannya bergerak lagi dan berhenti di atas pelipisnya.
“Apa Chanyeol oppa tadi mencium keningku ?” Tanya pada diri sendiri.
Jiyeon kemudian bergerak kecil untuk melihat kearah sofa. Dan Chanyeol masih tertidur disana. rasanya tak mungkin jika Chanyeol yang melakukannya. Karena ia merasa jika rasa hangat kecupan itu masih terasa.
Tanpa sadar ia tersenyum kecil. Ia berdoa jika semua ini mimpi. Ia tak akan pernah terbangun lagi. dan jika semua ini nyata. Entah mengapa ia berharap orang yang melakukannya adalah penyelamatnya. Orang yang samar-samar ia lihat saat kejadian itu.
“Gomawo…” Bisiknya sambil tersenyum dan kembali memejamkan matanya.
‘Terima kasih…Terima kasih karena telah hadir dalam hidupku.’
[TBC]
