Main Cast : Park Jiyeon – Kim Jongin – Byun Baekhyun
Support Cast : Park Chanyeol – Lee Jieun – Jung Soojung – Kim Joonmyeon
Genre : Life, Friendship, Romance, A Little bit Angst
Length : Chaptered
Author : Qisthi_amalia
Backsound : Sunny & Luna – It’s Me
-CHAPTER 10-
***
Suasan di kelas pagi itu begitu riuh. Wajar saja memang, karena bel masuk sudah di mulai sejak tadi namun belum ada guru yang masuk. Di sebuah kursi di sudut ruangan kelas XII B itu, Baekhyun terduduk. Matanya memperhatikan beberapa anak kelas X yang tengah berolahraga di lapangan bawah. Tepatnnya memperhatikan seorang gadis manis yang super lincah yang tengah men-drible bola basket dengan asal di lapangan sana. Rambutnya yang di ikat satu bergerak ke kanan ke kiri. Sementara peluh membasahi keningnnya. Namun senyum ceria dan tawa bahagia senantiasa menghiasi wajahnya saat berhasil memasukan bola ke dalam ring – walau harus jatuh beberapa kali.
‘Entah sejak kapan, aku mulai merindukan senyuman itu’
Baekhyun tersenyum kecil, saat gadis itu mengacak rambut kesal karena bola yang ia ambil berhasil di rebut lawan. Cara gadis itu merengut. Mengacak rambut. Tersenyum. Mendengus dan tertawa. Semuannya Baekhyun hapal dengan jelas.
‘Dan entah sejak kapan aku mulai tahu jika aku merasa amat kehilanganmu’
***
Jiyeon tertawa sambil menyodorkan sebotol air mineral kearah Jieun yang basah kuyup oleh keringatnya sendiri. Dengan nafasnnya yang satu-satu, Jieun meneguk air mineral itu dengan rakus.
“Sial ! Padahal tadi sedikit lagi kita bisa menang.” Gerutu Jieun sambil meninju udara.
“sudahlah. Lagi pula ini hanya permainan saja.” Sahut Soojung.
“Soojung benar. kau tahu, tadi kau bermain benar-benar seperti orang kesurupan.” Timpal Jiyeon sambil tertawa kecil.
Jieun merengut. “ Akukan hanya bersemangat. Dari dulu aku selalu payah dalam bermain basket. Makannya tadi aku ingin membuktikan walau aku payah tapi aku bisa menang. Tapi hasilnnya….” Bibirnnya menekuk ke bawah.
Jiyeon dan Soojung tertawa. Semenatar Jieun semakin merengut kesal.
Dari arah berlawan seseorang berlari dengan tergesa kearah mereka bertiga. Ia berdiri tepat di hadapan Jieun. Dengan nafasnnya yang satu-satu Baekhyun mencoba berbicara sesuatu namun tak satu pun kata yang keluar dari mulutnya. Jieun dibuat terdiam. Begitu pun Jiyeon dan Soojung yang bingung.
Dan tanpa menunggu lama lagi. baekhyun memilih cara lain. ia menarik tangan Jieun dan membawa gadis itu berlari menjauh dari Jiyeon dan Soojung.
“Kau tahu ada apa dengan mereka berdua ?” Tanya Jiyeon bingung.
Soojung menggeleng. Namun matannya masih menatap arah Jieun dan Baekhyun berlari.
“Aku pikir Jieun berhasil.”
Soojung mengangguk. “Semoga saja.” Timpalnnya.
Dan mereka berdua saling bertatapan, tersenyum dan tertawa. Seolah ini semua terasa lucu.
***
Jieun tak tahu apa yang ia rasakan saat ini. Saat salah satu lengannya ada di genggaman Baekhyun. Orang yang selama ini ia sayangi. Dan ia juga tak tahu kenapa Baekhyun membawannya berlari sampai ke taman belakang sekolah.
Ya. Sejak dua menit yang lalu mereka berdua sudah sampai di taman belakang sekolah. Namun Baekhyun seolah enggan melepaskan genggaman tangannya. membuat Jieun semakin bingung dengan sikapnya.
Hening.
Tak ada yang berbicara. Kecuali Jieun yang terlihat gelisah. Ia beberapa kali menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan.
Dengan gerakan pelan Jieun berusaha melepaskan genggaman tangannya dari tangan Baekhyun dan berhasil. Jieun tersenyum kecut, menatap tangannya yang tak lagi dalam genggaman Baekhyun. Ia merasa sedikit…dingin.
“Kau tahu..”
Baekhyun memulai. Jieun mendengar.
“Aku merasa….aneh.” Pelan Baekhyun tanpa menatap Jieun. Matannya menatap lekat danau di hadapan mereka.
Jieun menoleh kearah Baekhyun sekilas. “ Maksudmu ?”
Baekhyun tersenyum kecil. “Apa kau masih memiliki perasaan itu untukku ?” Tanya Baekhyun.
Jieun membulatkan matanya. Ia tak menyangka akan mendengar pertanyaan itu dari Baekhyun. Dan entah mengapa Jieun tak bisa menjawab. Ia hanya diam. Sampai Baekhyun menarik kedua lengannya dan menautkannya dengan jari jemari Baekhyun.
“Ini baru benar.” Ujar Baekhyun.
Jieun semakin bingung. Di tatapnya Baekhyun yang tengah tersenyum sambil menatapnya juga. Mata itu…Ia kini bisa melihat sesuatu. Sesuatu yang lain yang tak ia temukan dulu.
“Sunbae…”Jieun berucap pelan.
Baekhyun mempererat genggamannya. “Kau tahu. Saat aku menggenggam lengan ini aku merasa semuannya benar dan saat kau melepaskannya tadi aku merasa ada sesuatu yang hilang. Dan mendadak aku tak mau kehilangannya lagi.” Ujarnya.
Jieun terdiam. Ia tak tahu jika semua ini nyata. Ia hanya merasa perasaannya benar-benar campur aduk. Antara bingung, tak percaya dan bahagia.
“Sunbae…” Jieun mengulang.
“Jika kau bersedia. Tunggu aku sebentar lagi. mungkin saat ini perasaan itu belum tumbuh seutuhnnya. Tapi aku yakin suatu saat nanti ia akan tumbuh dengan utuh….Untukmu.” Ujar Baekhyun sambil tersenyum.
Jieun masih bergeming.
“Jadi, maukah kau menunggu sedikit lebih lama…?” Tanya Baekhyun penuh harap.
Jieun perlahan tersenyum kecil. Ia menatap Baekhyun tak percaya. Namun tak ayal ia mengangguk.
“Eum. Aku akan berusaha menunggumu sunbae. Gomawo…Gomawo karena memberikanku kesempatan.” Kata Jieun.
Baekhyun mengangguk kecil. “Eum…Bolehkan aku…eum..memelukmu, sekali saja. ?” Tanya Baekhyun sedikit ragu.
Jieun terkekeh dan mengangguk.
Dan saat kedua lengan Baekhyun menarik tubuhnya dan memeluknnya. Ia merasa seluruh dunia menjadi miliknnya. Apa ini terdengar berlebihan ? ^^
***
“Jiyeon~aa aku duluan yah…”
Jiyeon hanya merengut namun ia mengangguk juga. Soojung telah pulang beberapa menit yang lalu dan sekarang Jieun melakukan hal yang sama. Namun bedannya hari ini gadis menyebalkan itu di antar pulang oleh Baekhyun. Sebenarnnya ia bahagia bisa melihat Jieun yang mulai lebih dekat dengan Baekhyun. Namun jika hasilnya akan berakibat jelek padannya, dalam arti kata ‘Ia harus pulang sendiri tiap hari’ ia mendadak tak suka kedekatan Jieun-Baekhyun dan Soojung-Joonmyeon. Kenapa kini ia menjadi satu-satunya gadis yang lanjang. Dan mendadak Jiyeon merasa ia tak laku.
Sepeninggal Jieun beberapa menit yang lalu. jiyeon menghembuskan nafas berat. Ia mendudukan diri di sebuah tempat duduk dari besi yang ada di samping gerbang sekolah. Tepatnya di bawah pohon yang rindang. Sambil menunggu Chanyeol yang berjanji akan menjemputnya sepulang kerja. Walau kemungkinan kakaknya yang menyebalkan itu juga mengingkari janjinnya karena Shinyeong yang kini mulai dekat dengannya dan katannya kini telah resmi menjadi sekertaris pribadi Chanyeol.
“Huft ! Sepertinnya aku harus naik bus jika 5 menit lagi Chanyeol oppa tidak datang.” Keluhnnya sambil menatap jam tangan orange di pergelangn tangannya.
Jiyeon menyandarkan kepalannya pada sandaran kursi. Menatap langit biru di atas sana yang kini berubah menjadi gelap. Dan O.o sepertinya sebentar lagi hujan datang. Dengan gerakan refleks saat mengingat hujan dan petir. Jiyeon beringsut bangkit dari kursi itu. dan tanpa menunggu lebih lama lagi ia berlari tergesa kearah Halte.
Dan tanpa Jiyeon sadari sebuah motor yang sejak tadi terparkir beberapa meter darinnya kini melaju dan mengikuti Jiyeon perlahan. Senyuman kecil terukir dari pengendara motor itu saat Jiyeon beberapa kali hendak terjatuh karena tali sepatunnya yang lepas.
Setelah sampai di halte. Jiyeon tak berniat untuk duduk dan bersantai menunggu bus. Yang ia lakukan justru memanjangkan lehernnya berulang kali untuk melihat tanda-tanda kedatangan bus. Ia beberapa kali melihat langit yang semakin mendung. Nafasnnya memburu. Demi Tuhan ia tak suka hujan dan ia tak ingin terjebak hujan lagi. tak untuk yang kedua kalinnya. Dan saat titik demi titik air membasahi aspal jalan dan kepalannya. Jiyeon menghela nafas. Dengan perasaan berkecamuk ia menunduk. memilih duduk di kursi halte dan duduk tertunduk di sana.
Hujan semakin deras dan belum ada tanda-tanda bus yang datang. Jiyeon pasrah. Ia tak tahu harus bagaimana lagi. dengan gerakan cepat ia merah ponsel di saku bajunnya namun ia lagi-lagi harus mengelus dada saat layar ponselnnya berubah gelap karena batreinnya habis.
“Ya Tuhan. Apa salahkku…” Ujarnnya sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.
Hujan turun semakin deras. Namun yang Jiyeon syukuri adalah karena belum ada tanda-tanda petir akan datang. Ia sedikit merasa tenang namun tak menutupi kegugupannya yang mendominasi.
Keringat dingin mulai keluar dari pelipisnnya. Ia menggigit-gigit bibirnnya gugup. Kedua tangannya bertaut erat. Nafasnnya mulai berubah satu-satu.
Saat kilauan zig zag menghiasi langit Jiyeon menggeleng keras. Ia menutup telingannya sekuat mungkin.
Petir…petir…Demi Tuhan ia benci Petir…
Jiyeon mulai menghitung mundur di hatinnya…5…4…3…2…
Dan Jiyeon tiba-tiba merasa sesuatu yang hangat di atas punggung tangannnya yang menutupi telinga. Dan….1. Jiyeon memberanikan diri membuka matannya. Samar-samar…sedikit samar dan jelas. Ia bisa melihat Jongin di sana. Dengan kedua tangannya yang membatunya menutupi telinga. Jiyeon mendadak sulit berbicara. Ia bingung. Namun senyuman kecil Jongin menenangkannya.
“Aku baru tahu kau ini ternyata takut petir.” Ujarnnya.
Jiyeon masih bergeming. Ia tak menanggapi ucapan Jongin. Dan saat kilatan itu kembali Jiyeon menutup matannya kuat. Walaupun ia tak bisa mendengar suarannya kini tapi kilatan itu cukup membuatnnya takut.
Jongin yang menyadari perubahan mimik wajah Jiyeon mengerutkan alis bingung. Dan tiba-tiba pikirannya kembali pada kejadian beberapa bulan yang lalu. saat ia menemukan Jiyeon meringkuk di halte dengan tubuh menggigil dan tatapan mata yang kosong. Jongin mendadak menyesali perbuatannnya dulu. Ia tak tahu jika Jiyeon pobia petir.
“ Kau takut petir ?” Tanya Jongin pelan.
Masih dengan menutup mata Jiyeon mengangguk. Wajahnnya terlihat setengah menahan tangis. Jongin meringis.
“Kau benar-benar takut petir. ?” Ulang Jongin.
Jiyeon tak mengangguk. Hanya air matannya yang jatuh satu persatu. Ia kembali teringat kejadian masa lalu. tentang ayahnnya, ibunya dan kakaknya.
Jongin hendak melepaskan kedua tangannya dari telinga Jiyeon namun gadis itu menggeleng keras dan melarangnnya. Terlihat sekali gurat ketakutan di wajahnnya.
“Tak apa..Eum…kau akan baik-baik saja.” Jongin mencoba menenangkan. Ia benar-benar tak tahu jika Jiyeon akan setakut ini.
Dengan gerakan pelan ia melepakan tangannya dari telinga jiyeon dan beralih menarik tubuh gadis itu kepelukannya dan mendekapnnya erat. Agar Jiyeon tak bisa lagi mendengar suara lain selain sesuatu di dalam sana yang kini berdetak.
Perlahan otot-otot tubuh Jiyeon yang tadi menegang kini melemas. Ia menjadi lebih tenang dan seulas senyum tipis terukir di bibirnnya. Dengan gerakan pelan jiyeon bersuara.
“Gomawo.”
Jongin tersenyum dan mengangguk. Sesuatu terasa hangat dan mengisi rongga dadannya.
***
Jiyeon tersenyum tipis, matannya melirik kearah tubuhnnya yang kini tenggelam oleh sweater merah milik Jongin. Ia tak tahu hal apa yang membuatnya kini merasa bahagia. Sesuatu terasa menggelitik rongga dadannya dan ia tiba-tiba merasa semua ini benar dan terasa hangat.
Diliriknya lagi Kim Jongin yang tengah menyesap kopi dalam gelas kertas. Sesekali namja itu menjilat bibir bawahnnya yang basah. Jiyeon tersenyum kecil, dan ia pun ikut meminum kopi yang jongin sengaja berikan padannya.
Dan tiba-tiba. Ia kembali mengingat kejadian lalu, ini seperti déjà vu, hanya saja memiliki awalan yang berbeda. Jika dulu Jongin penyebabnya terjebak hujan maka kini justru Jonginlah yang menolongnnya dari hujan yang menakutkan.
“Gomawo..” Jiyeon tak henti mengucap kata itu berulang kali. Karena ia tak tahu harus berkata seperti apa lagi.
Jongin melirik sekilas. Menegak kopi-nya lagi dan melemparkan cup bekasnnya kedalam bak sampah. Dan matanya kembali menatap Jiyeon.
“Bisakah berhenti mengucapkan kata itu, aku bosan mendengarnya..” Katannya datar.
Jiyeon yang di tatap seperti itu justru tersenyum dan tersenyum semakin lebar. Dan itu cukup membuat Jongin bingung.
“Kenapa malah tersenyum ? Dasar gadis monster aneh.” Ujarnnya lagi.
Jiyeon enggan menjawab. Ia malah tersenyum dan kini terkekeh.
Jongin mengernyitkan alisnnya bingung.
“Ya Tuhan, apa kau benar-benar gila Park Jiyeon ?”
Jiyeon menghentikan kekehannya dan menatap Jongin.
“Kau tahu, aku hanya senang kau telah kembali.” Kata Jiyeon singkat.
Jongin semakin mengerutkan alis bingung. “Apa maksudmu dengan aku telah kembali, eoh ?”
Jiyeon menghela nafas pendek. Lalu membenarkan posisi dudukknya. Ia mencondongkan tubuhnnya kedepan –kearah Jongin yang hanya terhalang meja bulat kecil.
“Karena aku lebih suka melihat Kim Jongin yang dingin dan datar seperti ini.” Jelasnnya.
Jongin diam beberapa saat. Ia mendengus.
“Memang sejak kapan aku berbuat baik padamu, sampai kau bilang aku telah kembali. Memang aku tadi berlaku baik padamu ?” Tanya Jongin dengan wajah kikuk.
Jiyeon tersenyum geli. “Lalu siapa tadi yang menutup telingaku dan ——
Jiyeon mendadak menghentikan ucapannya, saat teringat kembali kejadian saat Jongin memeluknya tadi. Pipinya bersemu merah dan ia mendadak merutuki kebodohannya.
“Dan apa ?” Tanya Jongin bingung.
Jiyeon menggeleng keras. “ Aniyo. Lupakan !” Katannya tegas sambil membuang muka kearah lain. karena saat ini ia tak mau Jongin melihat pipinya yang memerah. Namun terlambat karena ternyata jongin mengetahui perubahan wajah Jiyeon.
“Pipimu merah, kau kenapa ?” Tanya Jongin sambil tersenyum jahil.
Jiyeon menunduk dalam. Mencoba menyembunyikan wajahnnya dalam sweater Jongin namun tentu saja itu tak akan berhasil. Dan alhasil ia hanya bisa mendengus kesal.
Dan hal itu membuat Jongin terkekeh geli dengan kedua mata yang tak lepas dari wajah Jiyeon.
Dan mendadak semuannya terasa kaku dan hening saat kedua pasang mata mereka bertemu. Jiyeon diam begitupun Jongin. Mata mereka beradu dan seolah berbicara. Suara rintik hujan membuat suasana itu lebih terasa romantis. Jiyeon meremas jemarinnya kuat. Ia mendadak lupa bagaimana cara bernafas, dengan irama jantung yang berdetak dua kali lebih cepat.
Begitu pun dengan Jongin. Ia tak tahu apa yang terjadi, hingga ia tak bisa menarik diri untuk berhenti menatap mata itu. sampai sesuatu menariknnya untuk mendekat. Dengan sebelah tangannya ia memberanikan diri, diraihnnya belakang kepala Jiyeon, hingga kini wajah gadis itu semakin dekat.
Jiyeon menahan nafasnnya yang satu-satu. Ia tak tahu atas dasar apa ia diam dan atas dasar apa ia kini tak melakukan apa pun. Saat Jongin menarik kepalannya pelan dengan kedua mata hitam itu yang terasa memenjarakannya namun penuh dengan kehangatan. Dan jiyeon hanya bisa memejamkan matanya saat sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh pipinya.
Sesuatu terasa membuncah di dalam sana. Ia bingung. Dan ia hanya bisa tersenyum samar dengan kedua tangannya yang bertaut erat. Dan tanpa ia sadari ia menemukan dirinya berharap jika waktu berhenti saat itu juga.
Ini gila.
***
Perasaan itu baru pertama kali ia rasakan. Rasanya aneh. Meledak-ledak tak menentu tapi justru membuatnnya selalu ingin tersenyum. Dengan kedua tangan yang bertautan erat. Jiyeon memeluk tubuhnnya sendiri. Ia tersenyum kecil, kembali melirik sweater merah yang masih melekat pada tubuhnnya yang mungil. Dan tiba-tiba Jiyeon merasa amat sangat bodoh saat menemukan pipinya yang memerah saat melihat pantulan diri pada cermin dikamarnya.
“Apa aku sudah gila ?” Gumamnya sambil menangkup kedua pipinya.
“Jiyeon~aa kau baik-baik saja ?” Suara teriakan chanyeol terdengar bagai alarm dalam lamunannya.
Jiyeon memukul kepalannya beberapa kali sebelum melepas sweater itu, menyahuti teriakan chanyeol dan berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
***
Jongin merebahkan tubuhnnya di atas kasur king size-nya. Matanya menerawang, mencoba mengingat kembali kejadian beberapa jam yang lalu. dan kembali. Ia mendapati jantungnnya berdegup lebih cepat dari biasannya.
Ia lalu terkekeh kecil. Membenarkan posisi kepalanya hingga kini menoleh kearah jendela kamarnnya. Tetes-tetes hujan menempel disana bersama uap putih yang membuat kaca jendelannya menjadi buram.
Dan alangkah bodohnnya ketika ia mendapati dirinnya tengah membayangkan seseorang tersenyum disana dengan patulan cahaya matahari tepat di atas kepalannya.
“Ya tuhan ada apa denganku ?” Dengusnnya sambil mengerjap-ngerjapkan matannya cepat.
“Apa aku benar-benar sudah gila…?” Lagi. Jongin menggerutu lalu bangkit dari posisi tidurnya. Di lihatnnya pantulan wajahnnya di depan cermin dan ia mendapati lagi wajah seseorang tengah tersenyum disana.
Jongin mengacak rambutnnya asal, bangkit berdiri dan menggerutu lagi..
“Park Jiyeon kau membuatku gila…” katannya sambil berjalan tergesa menuju kamar mandi.
***
Jieun dan soojung menatap Jiyeon yang duduk di depan mereka dengan tatapan heran. Pasalnnya sejak tiba di kelas, jiyeon sama sekali tak bersuara. Ia lebih banyak diam dan melamun. Bahkan jieun sempat melihat jiyeon memukul kepalannya beberapa kali dengan pensil.
Jieun menyikut perut soojung, membuat gadis cantik berambut panjang itu meringis.
“Ya, wae ?”
“Apa menurutmu jiyeon sedang dalam masalah ?”
Soojung memegangi perutnnya dan menggeleng. “ Molla..Memang kenapa ?”
Jieun mendengus kesal, lalu berbisik lagi.
“Dia terlihat frustasi dan memikirkan sesuatu. Menurutmu apa yang harus kita lakukan ?”
Soojung angkat bahu. “ Molla..”
Jieun memajukan bibirnnya kesal. “Ya, apa tak ada kata lain selain ‘Molla’, eoh ?”
Soojung terkekeh, menggaruk alisnnya. “ Molla, hhi..”
“Aigo..Kau ini…”
Jiyeon yang menyadari kasak-kusuk kedua sahabatnnya sejak tadi kini mengalihkan perhatiannya pada jieun dan soojung.
“Kalian kenapa ? “
Jieun yang mendengar pertanyaan itu menoleh cepat kearah Jiyeon, tersenyum dan menggeleng kecil.
“Aniyo, hhe”
“Kalian aneh..” Ujar Jiyeon lagi. tanpa menyadari tatapan jieun yang seolah berkata –justru-kau-yang-sangat-aneh-.
“Jiyeon~aa, boleh aku bertanya sesuatu padamu ?” Tanya Jieun akhirnnya.
Jiyeon mengangguk kecil. “ Tentu. Kenapa memang ?”
Jieun menelan salivannya terlebih dahulu sebelum mengangguk dan bertanya.
“Apa kau sedang ada masalah besar ?”
Jiyeon menaikkan alisnnya. Bingung.
Menyadari perubahan raut wajah sahabatnnya itu. soojung ikut menimpali.
“Mungkin maksud Jieun ada apa dengan sikapmu hari ini yang sangat aneh dari biasannya ?” Jelas soojung diikuti anggukan jieun.
“Kau seperti bingung tapi juga seperti memikirkan sebuah idea atau entahlah, pokoknnya kau sangat aneh hari ini.” Lanjut Jieun lagi.
Jiyeon membulatkan matannya. “ Chinja ? Apa benar aku seperti itu sejak tadi ?”
Jieun dan soojung saling berpandangan lalu mengangguk bersamaan.
“Aigo…” Jiyeon menepuk keningnnya cukup keras, lalu menutup wajah dengan kedua tangannya.
“Ya, Wae geure ?” Jieun semakin heran. Soojung pun demikian.
Jiyeon menarik kedua tangannya dan menatap kedua sahabatnnya dengan tatapan –help-me-.
“Kau kenapa ?” Tanya Jieun
“Apa kau benar-benar dalam masalah ?” Soojung ikut-ikutan bertannya.
Jiyeon mengangguk cepat dan tegas. “ ini bahaya…Ya Tuhan aku dalam bahaya…huks…bagaimana ini !!” Jiyeon bertingkah aneh, menggeleng-gelengkan kepalannya cepat.
Jieun dan soojung yang melihat itu semakin dibuat bingung dan cemas juga aneh.
“Kau kenapa ?”
“Jiyeon~aa….sebenarnnya ada apa. Kau membuat kami takut.” Lanjut soojung.
Jiyeon menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan malas.
“Aku dalam masalah besar…”
Jieun menaikkan alisnnya. “ Masalah besar apa ?”
‘Masalah hati Jieun~aa….Sepertinnya aku sudah terkena angin musim semi itu..’ Gumam Jiyeon dalam hati.
Jiyeon menggeleng kecil menanggapi pertanyaan Jieun.
“Aku belum siap bercerita sekarang. Mian..” Katannya pelan.
Jieun menghembuskan nafas berat begitupun soojung.
“Baiklah. Tapi kau harus berjanji menceritakannya pada kami jika kau siap.”
Jiyeon mengangguk.
“Jika itu terlalu berat untukmu, bagilah dengan kami Jiyeon~aa. Arraseo !” Kali ini soojung menimpali.
Jiyeon tersenyum masam dan mengangguk. Ia merasa berdosa pada kedua sahabatnnya itu.
‘Ma’afkan aku jieun, soojung.’
***
Denting bel tanda pulang sekolah sudah berhenti berdenting sejak lima menit yang lalu. dan seperti biasa, Jiyeon duduk termenung sendiri di depan gerbang sekolah. Beberapa menit yang lalu Chanyeol berjanji menjemputnnya dan mengajaknnya makan siang di luar. Dengan sabar Jiyeon menunggu, sesekali memainkan sepatunnya ke tanah. Dedaunan yang sudah kering dan berwarna kekuningan berserakan di sepanjang trotoar dan sisi-sisi jalanan. Musim semi sudah datang. Jiyeon tersenyum kecil. But…WAIT ! SPRING ?
Jiyeon membulatkan matanya.
“Kau harus berpegangan lebih erat kali ini Gadis monster. Karena badai angin musim semi akan segera berhembus. Dan aku bersumpah tak akan membuatmu jatuh ke tangan yang lain. karena angin musim semi itu akan berasal dariku”
Ucapan Jongin beberapa hari yang lalu berputar-putar bagai kaset rusak di otaknnya. Jiyeon menggeleng cepat, mengenyahkan pikiran anehnnya.
TITT…TITT…
Jiyeon hampir melompat dari tempatnnya berdiri saat suara klakson mobil Chanyeol berbunyi nyari tepat di hadapannya. Jiyeon mengelus dadanya dan merengut kesal saat melihat chanyeol malah tertawa di balik kemudi.
“OPPA !!! Kau hampir membuatku mati !” Gerutunnya kesal.
Chanyeol tertawa puas. “ Wajahmu…Ya Tuhan lihatlah wajahmu, hahahah..”
Jiyeon semakin kesal. Ia berjalan cepat kearah Chanyeol. Dan dengan kekuatannya Jiyeon menjitak pelipis Chanyeol cukup keras. Membuat namja tampan itu menghentikan tawannya dan meringis kesakitan.
Jiyeon menyeringai bahagia. Berlari kearah berlawanan. Membuka pintu mobil dan dengan santai duduk disamping Chanyeol yang masih mengaduh kesakitan.
“Kau membuat pelipisku merah Jiyeon~aa….Lihatlah pelipisku jadi tak indah lagi.” Ujar Chanyeol sambil melihat kearah cermin dan mengelus pelipisnnya yang memerah.
Dan Jiyeon. gadis itu hampir muntah mendengar keluhan Chanyeol barusan. Apa ia tak salah dengar ? Seorang Chanyeol mulai peduli dengan penampilan fisik ? Oh God, what happen ?
Dengan tatapan menyelidik jiyeon mengamati kakaknnya itu. chanyeol yang ditatap seperti itu mendadak bingung.
“Ada apa ?”
Jiyeon semakin mencondongkan wajahnnya. Dan Chanyeol beringsut mundur hingga punggungnnya membentur pintu mobil.
“Ya….ada apa denganmu Jiyeon~aa…?”
Jiyeon menarik salah satu bibirnnya lalu menarik kembali wajahnnya ke posisi semula.
“Jelaskan sekarang !” Perintah Jiyeon singkat. Dan itu membuat chanyeol bingung setengah mati.
“Jelaskan apannya ?” Tanya Chanyeol sambil menyalakan mesin mobil dan mulai melaju dengan keepatan sedang.
Jiyeon menatap kakaknnya kesal.
“Jelaskan mengapa kau mulai perduli dengan penampilan fisikmu ?”
Chanyeol melirik Jiyeon sekilas lalu tersenyum lebar.
“Kau menyadarinnya ?” Tanyanya dengan mata terfokus pada jalanan yang lenggang.
“Tentu saja. jadi sekarang ayo jelaskan…Apa jangan-jangan kau mulai jatuh cinta, eoh ?”
Chanyeol tersenyum. “ Menurutmu ?” Ujarnnya sambil tersenyum lebar.
Jiyeon yang melihat senyuman chanyeol membulatkan matannya.
“Oppa, kau benar-benar jatuh cinta ? Nugu…dengan siapa, eoh ?” Tanyannya penasaran.
“Wait Honey…Kau akan tahu sebentar lagi.” Katannya singkat.
Jiyeon manikkan alisnnya bingung. “ Mwo ?”
Dan ketika mobil chanyeol berhenti jiyeon baru mengerti siapa yang chanyeol maksud. Seorang yeoja cantik dengan celana denim biru gelap, kaus putih polos dengan cardigan berwarna merah tua sedang berdiri di depan sana dengan satu tangan melambai kearah jiyeon dan chanyeol.
“Shinyeong onnie…” Ujar Jiyeon refleks.
Chanyeol mengangguk kecil. “Heum. Bagaimana menurutmu ?”
Tak perlu menunggu lama. Jiyeon tersenyum.
“Dia yeoja yang paling cocok denganmu oppa. Aku sangat setuju.” Ujarnnya antusias.
Chanyeol yang mendengar itu amat bahagia. Sebelah tangannya terangkat dan mengelus kepala jiyeon.
“Gomawo.”
Jiyeon mengangguk kecil.
“Kajja. Kita bersenang-senang hari ini.” Ujar Chanyeol lalu membuka pintu mobil dan diikuti jiyeon.
.
.
.
Jiyeon dan Shinyeong tampak serasi. Seperti seorang kakak dan adikknnya. Dan itu cukup membuat Chanyeol iri. Dia yang kekasihnnya Shinyeong disini tapi yang sejak tadi tertawa dan asik mengobrol dengan Shinyeong justru adalah Jiyeon. Tapi di balik itu chanyeol juga bahagia, karena sepertinnya ia tak salah memilih Shinyeong.
***
Yoona merapihkan makanan di atas meja makan. Ia tersenyum senang melihat hasil masakannya malam itu. mengingatkannya akan seseorang. Perlahan senyuman itu memudar, menyisakan tatapan pilu di kedua bola matannya. Dan tanpa bisa Yoona tahan. Air mata itu menetes, perlahan dan mulai membasahi kedua pipinnya.
Dan ia terlonjak saat sebuah dekapan hangat menjalari tubuhnnya.
“Eomma…”
Yoona tersenyum kecil. Mengelus lengan Jongin yang melingkari perutnnya.
“Mianhe…” Ujar yoona sambil menunduk.
“Mian…mianhe..” Ulangnnya lagi.
Jongin meringis. Ia mendekap ummannya semakin erat lalu menumpu dagunnya di bahu yoona.
“uljima umma. Uljima. Dan berhentilah minta ma’af, itu bukan salah umma…”
Yoona menyeka air matannya dan mengangguk kecil.
“Omma rindu appamu.”
Jiyeon diam beberapa saat. Namun tak lama ia pun menyahut.
“Naddo..Nadoo umma.” Katannya pelan.
Yoona membalikan tubuhnnya lalu menghadap Jongin.
“Bagaimana jika besok kita berkunjung ke makam appamu ?”
Jongin mengangguk cepat. dan memeluk ummannya erat.
Dalam hati ia terus mengulang kata yang sama. Memejamkan matannya dan memeluk ummannya semakin erat.
‘Appa…Bogoshipeo. Nan jeongmal Bogoshipeo.’
***
Di depan makam itu jongin berlutut dan menunduk. Ia menumpu kedua tangannya di atas paha. Matannya fokus, menatap ukiran nama yang terpatri di atas nisan keramik berwarna hitam itu. Sebuket lili putih tersimpan di atas gundukan tanah yang tertutup rumput hijau yang di potong rapih.
Jongin tersenyum kecil. Sebelah tangannya terulur. Mengelus nisan itu dengan penuh perasaan. Seolah apa yang ia sentuh itu bukan batu tapi ayahnnya. Dengan senyuman tulus yang terpatri diwajahnnya. Membuatnnya sejuk dalam sekejap saja.
Dan saat tangannya berhenti di tengah ukiran nama itu. jongin meringis. Sesuatu terasa membuncah di dalam sana. Matannya memanas. Namun ia tahan. Kenangan-kenangan masa kecilnya bersama sang appa kini berputar kembali di otaknnya. Memori indah itu kini memenuhi relung hatinnya.
Jongin mengepalkan sebelah tangannya dan menunduk semakin dalam. Setetes air mata jatuh membasahi gundukan tanah itu. dan Yoona yang sejak tadi berdiri di belakang jongin hanya bisa mengelus bahu Jongin dan berusaha membuat anaknnya itu kuat.
“Kajja, Jongin~aa kita pulang.” Ajak Yoona sambil mengelus bahu Jongin yang kini bergetar.
Jongin bergeming. Ia masih menunduk dalam.
“Jongin~aa…”
Jongin masih diam. Sampai Yoona ikut jongkok, meraih kedua bahu Jongin dan membantunya berdiri. Dan saat itu pulalah Jongin memeluk Yoona dengan erat. Seerat yang ia bisa. Meringis disana, dibahu yoona. Meluapkan segalannya, segalanya yang selama ini ia pendam. Tentang perih, rasa sakit, penyesalan, dan kehilangan.
.
.
.
Setelah mengantar ummannya pulang, jongin memilih untuk berjalan-jalan sebentar. Ia ingin melepaskan sesaknnya terlebih dahulu. Dan taman bermain yang sudah tak terpakai menjadi tempatnnya menenangkan diri. Dia atas ayunan tua yang besinnya sudah berkarat itu Jongin terduduk. Matannya menatap fokus kedepan. kearah sebuah danau kecil yang sudah tak terawat. Dengan matahari senja yang memantulkan sinarnnya keatas permukaan air danau. Membuat danau itu berwarna jingga keemasan.
Suara cicit burung camar yang berarak mengisi keheningan sore itu. derit suara besi yang bergesekan dengan engselnya berbunyi tatkala Jongin menggerakan ayunan tua itu. tangannya terulur, memegang pegangan besi di kedua sisi tubuhnnya. Dielusnnya pegangan itu, ia kembali teringat. Masa-masa saat bermain pertama kali di taman ini. 12 tahun yang lalu bersama appanya. Ia juga ingat bagaimana ia dulu terjatuh di sini dan mengaduh kesakitan. Dan bagaikan pahlawan saat itu appannya datang, meniup lututnnya yang berdarah, menempelkan plester warna disana, memantarainnya dan mengelusnnya penuh sayang. Lalu berkata jika luka itu akan sembuh besok. Dan ajaib ucapan itu membuat tangisan Jongin kecil mereda dan berganti dengan senyuman.
Mengingat itu membuat Jongin tersenyum kecil. Ia terlarut hingga tak sadar seseorang telah memperhatikannya sejak tadi.
Jiyeon berdiri tak jauh dari tempat jongin duduk. Mata gadis itu awas. Mengamati setiap gerakan dan perubahan wajah Jongin. Jiyeon tak mengerti. Apa yang menariknnya kemari dan apa yang membuatnnya kini tak ingin pergi malah ingin tetap tinggal. Sampai kakinnya bergerak. Maju. Semakin dekat dan berhenti mendadak. Saat melihat Jongin menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. ia menangis dan Jiyeon meringis.
Jiyeon bergerak maju dan kini tepat berdiri di belakang Jongin. Tangannya terulur, hendak menepuk bahu namja itu namun ia urung dan malah menarik kembali tangannya.
Bahu Jongin gemetar. Terlihat jelas jika namja itu kini tengah menangis. Jiyeon tak tahu harus berbuat apa sampai sebuah ide melintas begitu saja di pikirannya.
Ia melangkah mundur kebalakang. Lalu berpura-pura berlari kecil dan….
“AWW…” ia pura-pura terjatuh dan memegangi sikutnya yang benar-benar tanpa ia duga akan membentur batu, ck ! Payah.
Jongin yang menyadari teriakan itu mengusap wajahnnya cepat dan menoleh kearah belakang. Ia bangkit dari ayunan, lalu dengan santai berjalan kearah Jiyeon yang terjatuh. Ia lalu berjongkok tepat di hadapan gadis itu.
“Kau kenapa ?”
Jiyeon tersenyum kecil. “Jatuh.”
“Pabho. Aku tahu kau jatuh, yang ku tanyakan kau kenapa bisa jatuh ?” Tanya Jongin dingin.
Jiyeon merengut. Padahal niat awalnnya adalah agar membuat Jongin berhenti menangis.
“Terpeleset.” Jawabnnya singkat.
Jongin berdecak. “ Gadis bodoh.” Kata Jongin singkat lalu bangkit berdiri.
Jiyeon membulatkan matannya tak percaya. Ia benar-benar menyesal melakukan tindakan bodoh ini jika hasilnnya hanya akan di ejek Kim Jongin.
Jongin mengulurkan lengannya. “ Ayo bangun..” Ujarnnya.
Jiyeon menatap uluran tangannya itu acuh. Lalu bangkit sendiri tanpa bantuan Jongin dan menepis lengan itu kasar.
“Terima kasih. Tapi aku tak butuh bantuanmu Mr. kepala udang.” Ujarnnya kesal.
Jongin terkekeh kecil. “ Fine. Gadis monster. Toh, aku tak merasa di rugikan.” Balas Jongin.
Jiyeon semakin kesal. Ia merengut.
“Dasar menyebalkan. Padahal niatku baik..isssh ! Aku menyesal melakukannya. Otak udang bodoh !!!” Cerca Jiyeon dengan wajah memerah kesal.
Jongin yang melihat itu tersenyum kecil. Dan saat Jiyeon berbalik untuk meninggalkannya. Ia berucap pelan.
“Gomawo. Jeongmal gomawo.”
Jiyeon diam. Ia menghentikan langkahnnya. Dan perlahan tersenyum kecil. Dan tanpa membalikan badannya jiyeon berkata.
“kau tahu ?”
Jongin mengangguk. “ Bagaimana bisa aku tak menyadari kehadiranmu yang sejak tadi memperhatikanku.”
Masih dengan badan yang membelakangi Jongin, jiyeon merengut. “Siapa yang memperhatikanmu ? Aku tidak seperti itu !”
Jongin tersenyum kecil. “ Aku tak perduli. Aku hanya ingin berterima kasih. Aku menghargai kedatanganmu. Terima kasih.” Ujarnnya lagi.
Jiyeon berbalik dan ia bisa menemukan Jongin tersenyum tulus disana. dan bagai sihir Jiyeon juga tersenyum.
“Aku suka melihatmu tersenyum.” Ucap Jiyeon pelan.
Jongin menaikkan alisnnya. “Eoh ? Apa katamu barusan ?”
Jiyeon yang menyadari kebodohan mulutnnya barusan menggeleng cepat.
“Ani…Aniyo.”
Jongin tersenyum kecil. Kakinnya melangkah maju dan saat tubuhnnya hanya berjarak beberapa centimeter dari Jiyeon, Jongin berhenti.
Jiyeon menarik nafasnnya yang satu-satu.
Jongin tersenyum. “ Terima kasih.” Ucapnnya.
Dan dalam hitungan detik Jiyeon dapat merasakan hangat yang menjalar di seluruh tubuhnnya. Sata Jongin melingkari tubuh mungilnnya dengan lengan hangat itu. dan tanpa jiyeon sadari ia telah menemukan dirinnya menumpu dagu di bahu Jongin dan membalas pelukan itu. rasanya hangat dan Jiyeon merasa semua ini benar dan ia menyukainnya.
“Biarkan seperti ini beberapa saat.” Ucap Jongin tepat di telingannya.
Jiyeon tak bisa menjawab hanya bisa membiarkan lengan Jongin yang memeluknnya lebih erat sebagai jawaban jika ia mengijinkannya.
‘Aku tak mengerti apa yang telah terjadi padaku. Namun saat aku melihat senyumannya saat dimana ia memeluk tubuhku dengan kedua lengannya yang hangat….Aku hanya merasa semua ini benar dan aku menyukainnya.’
TO BE CONTINUED
