Quantcast
Channel: EXOMKFANFICTION
Viewing all articles
Browse latest Browse all 317

Dimenticato

$
0
0

Dimenticato

{Baekhyun menoleh, kali ini Chanyeol seperti kehilangan oksigen. Baekhyun sedang menangis, Chanyeol melihatnya dengan jelas. Air-air bening yang terus mengalir dari kelopak mata milik Baekhyun}

|| G || Oneshot || Baekhyun & Chanyeol || Brothership ||

A/N: uda pernah published di blog pribadi

“Lagi?” tanya Baekhyun dingin. Seorang pria dengan postur tubuh tinggi menjulang mengangguk sebagai jawaban, kepalanya tertunduk,menatap ubin tempat kakinya berpijak, menghindari tatapan Baekhyun yang tak kalah dingin dengan suaranya.

Pria mungil itu menghela nafas, ia sudah mengira akan seperti ini, yang tidak ia mengerti adalah kenapa rasa kecewa masih menggerogoti bahkan ketika ia sudah tahu akan mendapat jawaban yang sama setiap harinya?

“temani aku makan, Chanyeol-ah” Baekhyun menyeret langkah malas menuju meja makan, yang di panggil Chanyeol mengekor di belakang.

“duduk di sini” lagi, Chanyeol menuruti perintah Baekhyun untuk duduk di hadapannya.

Suasana ruang makan sangat hening, Baekhyun mengedarkan pandangan ke penjuru ruang makan. Sekali lihat orang akan sadar, butuh biaya yang tidak sedikit untuk menciptakan ruang makan seperti ini, mewah dan elegan. Dua kata itu akan langsung ada di pikiran orang-orang ketika melihat ruang makan keluarga Byun.

“kau tahu Chanyeol-ah..” Chanyeol mendongak, mendapati pria imut di hadapannya sedang melilit spagetthinya pada garpu, sebelah tangan menopang dagu di meja.

“aku tak mengerti orang tuaku..” Chanyeol masih bungkam.

“ruang makan ini sungguh konyol bagiku, meja panjang dengan jajaran kursi tegap yang mampu menampung satu tim sepak bola seperti ini di letakkan di rumah yang tak kalah megah dengan satu pemilik tetap. Mereka bahkan tak pernah duduk di sini bersamaku lagi, yang ada hanya kau dan aku. Apa mereka sangat kaya sehingga membuang uang mereka seperti ini? Kalo begitu, kenapa mereka tak pulang saja menemani satu-satunya anak yang katanya mereka sayangi?” Baekhyun kini menatap balik manik mata Chayeol, datar.

BUK!

Sebuah palu seperti tepat menghantam jantung Chanyeol, sedikit kelabakan ia menghindari tatapan Baekhyun. Genggamannya pada sendok garpu mengerat. Chanyeol ingin menyahut, tetapi ia tak menemukan kata-kata yang tepat. Penekanan Baekhyun pada “katanya” berhasil memporak-porandakan emosi pria bertubuh janngkung itu. Pada akhirnya, Chanyeol hanya bungkam.  Menatap nanar pada sosok namja mungil di hadapannya.

***

Selesai sarapan, Baekhyun segera menuju sekolah di antar Chanyeol seperti biasa. Chanyeol bukan hanya sekedar supir pribadi, ia lebih seperti pengawal yang akan mengikuti kemanapun langkah Baekhyun melangkah tanpa mengeluh.

Chanyeol membelokkan setir mobil ke kiri tidak lama kemudian mobil berhenti. Ia membalikkan badan ke belakang, menatap sosok namja imut yang tengah sibuk memencet layar ipadnya, berniat mengeluarkan kata-kata namun Baekhyun mendahului.

“Pergilah, aku tak mungkin melarangmu untuk mengunjungi orang tuamu” sudut bibir Chanyeol terangkat ke atas mendengar suara cempreng itu, dengan dua buket bunga ia membuka pintu, melangkahkan kaki-kaki jenjangnya masuk ke tempat peristirahatan terakhir kedua orang tuanya melalui sebuah pintu gerbang tinggi.

Dari dalam mobil, Baekhyun memperhatikan Chanyeol. Pria berwajah tampan itu berdiri di tengah dua batu nisan dengan mata tertutup, seperti orang sedang berdo’a. Sesekali rambut ikal coklatnya bergerak akibat angin pagi.

Kelopak mata Chanyeol terbuka, tubuh itu bergerak, berjongkok sambil meletakkan satu-satu buket di atas kedua gundukan tanah makam orang tuanya. Sebelum pergi, Chanyeol mengusap kedua batu nisan, ia tersenyum lirih dengan sorot mata sayu.

***

Mobil yang di kendarai Chanyeol memasuki halaman parkir sekolah seketika dahi Baekhyun mengkerut, alisnya nyaris menyatu. Suasana sekolah hari ini tampak.. ramai-sangat ramai. Berbeda dengan hari-hari biasanya.

“ada apa ini? Gumam Baekhyun. Ia turun ketika pintu di buka Chanyeol, pandangannya memandang sekitar teliti.

“ada apa?” belum sempat menjawab pertanyaan Chanyeol, terdengar suara yang meneriaki nama Baekhyun, sontak kedua pria tampan itu menatap sumber suara.

Seorang gadis dan pria setengah berlari menghampiri Baekhyun dan Chanyeol.

“Baekhyun-ah! Eo? Chanyeol oppa, anneyong!” wajah sang gadis seketika memerah menatap Chanyeol.

“Kim Yuri! Demi tuhan! Sampai kapan kau mau menggoda pengawalku?!” Baekhyun mendelik kesal. Gadis yang di panggil Kim Yuri hanya tertawa ringan.

“abaikan dia Baeki” Baekhyun memutar kepala, mendapati seorang pria berkulit coklat dengan ekspresi wajah cuek menghiasi wajah tampannya.

“apakah ada sesuatu di sekolah? Kenapa kalian tidak memakai seragam, Kim Jongin?”  tanya Baekhyun pada pria berkulit coklat bernama Kim Jongin setelah menyadari baik Jongin dan Yuri tidak memakai seragam sepertinya.

“Kau tidak tahu?”

“haruskah aku tahu?”

“oh! Ayolah Byun Baekhyun! Ada pentas seni hari ini. Sejak kapan kau menjadi pelupa?” Yuri tampak sewot.

“Sejak kecelakaan yang menghilangkan setengah ingatanku, mungkin? Chanyeol tersentak, Jongin menyikut lengan adiknya, Yuri kasar dan Yuri tampak menyesali kata-katanya.

“Baekhyun oppa aku..” Yuri menggigit bibir, mengutuki diri sendiri.

“Jadi, pentas seni?” Baekhyun mengubah topik pembicaraan.

“ Kalian akan melakukan sesuatu?” ia meneliti penampilan kakak-beradik bermarga Kim di depannya. Kim Jongin dengan pakaian tuxedo lengkap dan Kim Yuri mengenakan gaun panjang berwarna hitam dengan belahan setinggi paha serta bagian punggung yang terbuka. Rambut hitam panjangnya di ikat satu ke belakang.

Couple dance, kau harus menonton kami” tuntut Jongin.

“Ayo! Sebentar lagi acara akan di mulai” ajak Yuri. Baekhyun baru berjalan beberapa langkah ketika tiba-tiba ia berhenti.

“ada apa Baeki?” alih-alih menjawab pertanyaan Jongin, Baekhyun malah membalikkan badan.

“Chanyeol-ah, kau ikut bersamaku”

“aku? Chanyeol menunjuk diri sendiri.

“menurutmu?” Baekhyun tiba-tiba mendekat, menarik sebelah tangan Chanyeol setengah menyeret Chanyeol untuk menyamai langkah-langkah kecilnya.

***

Di dalam aula sudah sangat ramai. Bukan hanya ada guru dan murid-murid namun juga keluarga dari murid-murid tampak hadir memenuhi aula. Beberapa dari mereka ada yang membawa bunga dengan wajah berseri-seri, tak sabar melihat anak kesayangan mereka beraksi.

Baekhyun duduk di deretan tengah bersama Chanyeol. Kim Jongin dan Kim Yuri tentu saja di belakang layar menyiapkan diri. Sesekali terdengar helaan nafas keras dari Baekhyun ketika tanpa sengaja matanya mendapati sebuah keluarga tampak asik mengobrol bersama.

“Baekhyun-ssi, kau baik-baik saja?” suara berat terdengar dari sebelah telingan Baekhyun.

“Ne, gwenchana” balasnya nyaris berbisik tanpa menatap Chanyeol. Chanyeol sendiri menatap pria kecil di sampingnya khawatir. Ia paham, sangat paham perasaan Baekhyun saat ini.

Tiba-tiba saja suasana aula berubah menjadi gelap, hingga kemudian sebuah lampu menyoroti kakak-beradik Kim yang sudah berada di atas panggung. Tubuh mereka bergerak sempurna mengikuti alunan lagu. Baekhyun harus mengakui, mereka benar-benar pasangan menari yang sempurna!

Tepuk tangan seketika memenuhi ruangan aula saat musik berhenti dan Kim bersaudara menyudahi penampilan mereka. Keduanya bergandengan tangan, setengah membungkuk memberi hormat, senyum bahagia memenuhi wajah keduanya.

***

Acara pentas seni telah berakhir. Beberapa langsung meninggalkan aula sementara yang lain masih bertaham di dalam, termasuk Baekhyun dan Chanyeol. Mereka menghampiri kakak beradik Kim, ingin mengucapkan selamat.

“Oppa! Otte?” Yuri langsung bertanya bahkan sebelum Baekhyun dan Chanyeol benar-benar mencapai tempat mereka.

“hmm menurutku..” Baekhyun tampak berfikir.

“mwo?”

“kalian..”

“Byun Baekhyun! Jangan mempermainkanku!” erang Yuri langsung di sambut semburan tawa Baekhyun, Jongin dan Chanyeol.

“Kalian luar biasa, tak di ragukan” kalimat Baekhyun sukses membuat wajah kesal Yuri berubah total.

“jinjja?” kali ini matanya berbinar-binar. Baekhyun menganggukan kepala tanpa ragu.

“benarkan Chanyeol-ah?” ia menoleh pada Chanyeol. Chanyeol ikut mengangguk sambil tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi putihnya.

“Kim Jongin! Kim yuri!” ke empatnya reflek menoleh, mendapati seorang wanita paruh baya menghampiri mereka dengan langkah cepat, tangannya terbuka lebar.

“aku sangat-sangat bangga pada kalian! Sungguh! Tadi itu, ah aku kehilangan kata-kata” wanita paruh baya-Nyonya Kim memeluk erat Kim bersaudara, sangat erat malah. Mewakili rasa bangga dan bahagia yang meluap-luap.

Belum sempat salah satu kakak beradik itu menyahut, tuan Kim datang. Mengusap kepala keduanya dengan tatapan penuh kasih sayang.

Jantung Baekhyun seketika berdenyut, tubuh Chanyeol membeku.

Baekhyun menggigit bibir bawah keras, ia tidak suka dengan pemandangan di hadapannya sekarang. Benar-benar tidak suka.

Oh tidak, Baekhyun sebenarnya iri. Melihat cara nyonya Kim memeluk erat dan tatapan penuh kasih sayang tuan Kim pada anak-anaknya membuat hatinya seperti di tusuk beribu-ribu jarum.

Membuatnya semakin marah dan juga rindu pada orang tuanya..

Di sisi lain, detak jantung Chanyeol berlari tak karuan melihat kondisi Baekhyun di sebelahnya. Selama ini, ia selalu menghindari Baekhyun untuk terlibat dalam keadaan sepeti ini. Ia tau betul, pria mungil itu sedang tidak baik-baik saja.

Hatinya pasti sakit melihat keharmonisan keluarga Kim yang tidak mungkin di rasakannya.

“Baekhyun?” Chanyeol menarik lembut lengannya, mencoba mengalihkan pikiran pria itu. Jongin menoleh, ekspresi terkejut terpancar jelas di mata coklatnya. Ia dan Yuri berkomunikasi tanpa kata lewat isyarat mata. Ikut menatap khawatir pada sosok mungil Baekhyun yang sedang menunduk, entah menatap apa.

“Baekhyun” kali ini Chanyeol sedikit keras menggoyang lengan Baekhyun. Pria itu mendongak, Chanyeol mencoba bersikap sewajar mungkin mendapati tatapan sangat dingin dari sepasang bola mata hitam milik tuannya.

“kita keluar dari sini” tambahnya. Menyempatkan diri untuk membungkuk singkat pada tuan dan nyonya Kim dan tersenyum pada Jongin dan Yuri yang mengangguk ragu-ragu sebelum membawa Baekhyun keluar aula.

Baekhyun sendiri hanya bungkam, seolah jiwanya sedang tak menyatu bersama tubuh mungilnya.

***

“BYUN CHANYEOL!” kepalanya menoleh cepat, gurat khawatir  memenuhi wajah tampan Chanyeol.

“apa yang terjadi? Bagaimana Baekhyun bisa hilang?!!” suara Jongin jelas panik, melupakan nafasnya yang belum teratur karna langsung berlari menuju Chanyeol yang ada di lorong sekolah saat tahu Baekhyun menghilang.

“Oppa, bukankah kau terus bersamanya sejak keluar aula? Bagaimana bisa?” Yuri menambahi, gadis itu sama paniknya dengan sang kakak. Membiarkan bulir-bulir keringat mengalir begitu saja.

“ini salahku, seharusnya aku menggenggam tangannya tadi, bukan malah… AH!!” Chanyeol menjerit frustasi, menjatuhkan tinju pada tembok di sisi kirinya.

“oppa! Jangan begini” suara Yuri melembut, di dekatkan dirinya hati-hati ke sosok pria tampan yang sedang kacau itu.

“kau tak akan menemukannya bila kondisimu seperti ini” pelan-pelan, Yuri melepaskan tangan Chanyeol yang menempel dinding.

“Yuri benar. Kita harus tenang hyung.” Tambah Jongin ikut menenangkan Chanyeol.

“apa yang harus ku lakukan? Aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya. Dia benar-benar kacau saat melihat kalian di dalam sana..” suara berat itu terdengar lirih, menutupi wajah dengan kedua tangan. Mengabaikan nyeri dari sebelah tangan yang di gunakan menghantam dinding.

Nafas Yuri tercekat, ia tahu perasaan Chanyeol karna tak jauh berbeda, ia juga takut sesuatu yang buruk terjadi lagi pada sahabatnya.

“Kita berpencar sekarang, cari di tempat-tempat yang biasa ia datangi hyung. Jangan lupa untuk saling mengabari bila salah satu dari kita sudah menemukannya.” Jongin memberi saran yang langsung di respon Chanyeol.

“aku berangkat sekarang, hubungi aku bila kalian menemukannya” ia melangkah cepat menuju mobil tanpa menunggu jawaban Yuri dan Jongin. Pikirannya hanya tertuju pada Baekhyun sekarang.

“oppa, menurutmu di mana Baekhyun oppa sekarang?” Yuri bersuara, keduanya masih memandangi punggung Chanyeol yang semakin menjauh.

“aku tidak tahu..” jawab Jongin tanpa menatap adiknya.

“aku.. takut sesuatu yang buruk terjadi lagi padanya… Baekhyun oppa.. dia sudah cukup menderita” Jongin menoleh, mendapati air mata mulai membasahi wajah adiknya.

Ia mendekat, menarik Yuri ke dalam pelukannya.

“tenang saja, kita akan menemukannya dan dia akan baik-baik saja” Jongin nyaris berbisik, sementara Yuri semakin terisak keras di pelukannya.

Jongin memejamkan mata.

Tuhan, tolong jaga Baekhyun…

***

Di sebuah halte tak jauh dari kediaman keluarga Byun, duduk seorang pria imut lengkap dengan seragam sekolahnya. Jenis tuan muda yang  tak mungkin pergi tanpa pengawalanya tapi kali ini ia benar-benar sendiri, Byun Baekhyun.

Entah sudah berapa lama sejak ia melarikan diri dari jangkauan Chanyeol di sekolahnya tadi hingga sekarang. Ia hanya menghabiskan waktu duduk, tanpa benar-benar memperdulikan lingkungan sekitar.

Sebenarnya, ia tak tahu harus melarikan diri kemana. Baekhyun berani bertaruh, pengawalnya itu pasti sedang mendatangi tempat-tempat yang biasa mereka datangi dan untuk pertama kali ia mengutuk diri sendiri, harusnya ia punya satu tempat yang tidak satu orang pun tahu kecuali dirinya sendiri.

Chanyeol..

Ah, Baekhyun merasa bersalah pada pria jangkung itu, pria yang selalu setia mengantarnya kemana-mana itu pasti kini sedang kelabakan mencarinya.

“Maafkan aku Chanyeol..”

Baekhyun tidak benar-benar bermaksud jahat membuat Chanyeol dan lainnya khawatir, hanya saja, ia sedang ingin sendiri saat ini, hanya untuk saat ini.

Mengingat-ingat kapan terakhir kali ia bertemu orang tuanya, alasan-alasan mereka untuk menunda kepulangan yang di anggapnya tak masuk akal. Serta kecelakaan yang merenggut hampir setengah dari ingatannya.

Baekhyun memejamkan mata, mencoba mengumpulkan keping-keping kejadian kecelakaan yang tak sempurna di ingatnya. Namun otakknya seperti menolak, memberi peringatan melalui hantaman-hantaman kecil di kepalanya.

Ia meringis, menutupi kepala dengan kedua tangan. Bukan, Baekhyun bukan meringis karna rasa sakit yang di rasakannya sekarang tapi ia merasa payah-sangat payah.

Sudah berkali-kali ia mencoba untuk mengingat kronologi kecelakaan itu tapi selalu berakhir seperti ini, rasa nyeri menusuk kepalanya.

Apa yang salah dengan kejadian itu? Baekhyun merasa sebagain dirinya sendiri menolak untuk mengingat. Seburuk itukah? Hingga bahkan dirinya sendiri menolak untuk mengingatnya lagi?

Baekhyun menarik nafas panjang, membuka kedua kelopak mata lalu bangkit berdiri. Sepertinya ia sudah terlalu lama menghilang, sebaiknya ia pulang sekarang.

Sebuah suara dari sebrang jalan tiba-tiba terdengar memanggil namanya ketika Baekhyun hendak melangkah. Ia mendapati seorang pria berparas manis dengan rambut blonde sedang tersenyum serta melambaikan tangan padanya.

“Tunggu aku di situ!” pria itu bersuara lagi, sebelum kakinya melangkah cepat-cepat menyebrang tepat sebelum lampu penyebrangan berubah merah.

“Byun Baekhyun! Aku merindukanmu!!” kali ini ia setengah menjerit dan memeluk Baekhyun erat-erat belum menyadari bahwa pria yang di peluknya sama sekali tak memberi respon.

Detik berikutnya pria itu sadar, ia melepaskan pelukannya, menatap Baekhyun heran.

“maaf apa aku mengenalmu? Tanya Baekhyun lirih. Sungguh, Baekhyun tak mengenali pria ini, ia sudah mencoba mengingatnya tapi gagal…

***

Byun Baekhyun tiba di depan pintu rumahnya dengan keadaan kacau. Jantungnya berdetak semakin cepat, rambutnya yang tertata rapi sekarang berantakan, nafasnya terdengar tak beraturan sedangkan kaki-kakinya seperti kehilangan tenaga. Pria kecil itu terus berlari dari halte hingga ke rumah.

Dengan satu hentakan keras pintu terbuka, sekali lagi Baekhyun memaksakan kaki-kakinya melangkah menuju lantai dua kamarnya, pandangan pria itu sedikit kabur akibat genangan air mata yang mulai turun membasahi pipinya.

“Tuan muda dari mana? Kenapa tuan pulang sendiri? Tuan?!!!” Baekhyun mengabaikan pertanyaan-pertanyaan penjaga rumahnya, kalimat-kalimat pria blonde yang di temuinya di halte tadi memenuhi pikirannya dengan tiba-tiba.

“Ah ya aku lupa, kau mengalami amnesia akibat kecelakaan itu kan? Baiklah, Aku Xiu Luhan, kita sahabat sejak kecil tapi karna orang tuaku pindah tugas jadi sekarang aku pindah ke Cina. Maaf kan aku Baeki, baru sempat menemuimu sekarang, bagaimana keadaanmu? Kau baik-baik saja? Aku juga turut berduka atas meninggalnya kedua orang tuamu..”

Baekhyun jatuh tepat di depan pintu kamarnya. Tangisnya pecah, hatinya seperti di iris-iris. Rasanya sakit, sakit sekali…

“tidak, ini tidak mungkin… eoma dan appa.. mereka tidak mungkin meninggal.. mereka sedang bekerja.. ia mereka sedang bekerja di luar sana..” ia menggeleng keras, meyakini diri dengan kata-kata sendiri.

Baekhyun mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, dengan gagang pintu sebagai tumpuan ia bangkit. Ia harus memastikannya sendiri, harus!

***

Chanyeol masih terus mencari sosok Baekhyun di tempat-tempat yang biasa mereka kunjungi namun nihil, Baekhyun tidak ada di mana-mana. Di tengah kepanikan ponsel Chanyeol bergetar. Ia menjawab tanpa menatap nama sang penelpon terlebih dahulu.

“Halo! Baekhyun? Kau dimana?”

“Tuan muda, ini aku Jongdae..”

“eo? Ahjussi, maaf ada apa?” nada suara Chanyeol melemah, sebalah tangan memijat kepalanya yang sekarang berdenyut-denyut.

“Tuan muda Baekhyun sudah pulang, tuan”

“jinjja? Ah baguslah aku pulang sekarang” perasaan lega langsung menyelimuti hati Chanyeol. Sayangnya, itu tak bertahan lama.

“Ne, anda sebaiknya pulang sekarang, tuan muda Baekhyun, dia pulang dalam keadaan kacau dan menangis..”

Chanyeol langsung berlari ke mobil, menginjak pedal gas dalam-dalam tanpa memperdulikan makian pengguna jalan di sekitarnya. Pria itu tak perduli apapaun selain Byun Baekhyun sekarang. Chanyeol tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada pria kecil itu lagi.

Tidak boleh..

***

Jongdae segera membuka pintu rumah ketika mendengar mesin mobil Chanyeol memasuki halam rumah. Chanyeol sendiri langsung berlari menaiki tangga menuju lantai dua. Pintu kamar Baekhyun terbuka kasar dari luar.

Berikutnya, jantung Chanyeol seperti meloncat keluar dari rusuknya..

Tak jauh dari tempat ia berdiri, ada sosok kecil Baekhyun. Duduk menatap layar komputer di atas meja dengan tubuh bergetar.

“Baekhyun..” panggil Chanyeol.

Baekhyun menoleh, kali ini Chanyeol seperti kehilangan oksigen. Baekhyun sedang menangis, Chanyeol melihatnya dengan jelas. Air-air bening yang terus mengalir dari kelopak mata milik Baekhyun.

“Hyung..” Baekhyun nyaris berbisik tapi Chanyeol bisa mendengarnya dengan jelas. Ia masih berdiri di depan pintu, kaki-kakinya seakan kehilangan energi. Adiknya, Byun Baekhyun pasti sudah mengingat semuanya sekarang.

“Baekhyun aku..”

“kenapa kau tidak bilang padaku hyung?! Kenapa kau berbohong padaku?! Eoma dan appa? Mereka.. mereka..” Chanyeol segera menghampiri Baekhyun, ia sudah tak tahan melihat kondisi adiknya yang semakin memburuk.

“kenapa aku bisa beranggapan jika mereka sedang bekerja di luar negri, mengabaikanku..”

“Baekhyun..” Chanyeol mensejajarkan posisi tubuh dengan adiknya, menarik pelan kedua tangan Baekhyun yang di gunakan untuk menutupi wajahnya. Ia mencoba tersenyum, menahan rasa perih yang menusuk-nusuk hati.

Dengan jarak seperti ini ia bisa melihat jelas hidung adiknya memerah, raut kesedihan tercetak jelas di wajah mungilnya.

“inu bukan salahmu, tapi aku. Aku yang terlalu menikmati hidupku di luar negri, melupakanmu. Kecelakaan itu terjadi saat kalian sedang di jalan menuju bandara untuk menjemputku. Dokter bilang, kau menciptakan ingatan seperti ini karna rasa kesal padaku yang mengabaikanmu.. kau seharunya membenciku Baekhyun-ah.. bukan eoma dan appa..” Chanyeol menarik Baekhyun ke dalam pelukan.

Menutupi air matanya sendiri yang sudah mulai mengalir.

“maafkan aku Baeki..”

Di dalam pelukan sang kakak, tangis Baekhyun semakin keras. Mewakili semua rasa sakit yang di rasakan serta rasa bersalah pada kedua orang tuanya.

***

Sore ini lebih gelap dari sore sebelumnya, seakan mengerti perasaan Baekhyun dan Chanyeol. Sebuah mobil terlihat terparkir di depan gerbang pemakaman umum.

Baekhyun menjatuhkan diri di antara kedua batu nisan orang tuanya. Air matanya sudah berhenti mengalir yang tersisa hanya mata sembab, teralu lama menangis.

“eoma.. appa.. maafkan aku baru menemui kalian sekarang” di usapnya kedua nisan itu penuh kasih sayang.

Dari belakang, Chanyeol meringis. Bahu kecil itu bergetar, adiknya menangis lagi.

“Baeki berhentilah menangis, mulai sekarang kita bisa mengunjungi mereka setiap hari, kau dan aku” bisik Chanyeol seraya memeluk adiknya dari belakang. Baekhyun mengangguk lemah.

Di antara rasa sakit yang mendominasi perasaannya menyaksikan keadaan Baekhyun, ada rasa lega yang menyelinap.

Lega karna tak ada rahasia di antara mereka, juga lega karna mulai sekarang Baekhyun sudah kembali mengingat sosoknya sebagai kakak.

Chanyeol berjanji, setelah ini Baekhyun tak akan menangis lagi. Ia akan selalu menjaga adik kecilnya, memberikan kasih sayang seperti layaknya kedua orang tua mereka yang dulu sempat hilang.

Ya, Chanyeol pasti bisa membahagiakan Baekhyun.

—–END—–



Viewing all articles
Browse latest Browse all 317

Trending Articles