Rain
by
ellenmchle
Main Cast : EXO-K’s Kai – Kim Jongin & f(x) Krystal – Jung Soojung || Genre : Fluff || Rating : T || Length : Vignette || Disclaimer : Plot is pure mine.
.
Aku terlahir di saat hujan deras mengguyur kota kelahiranku
Aku berulang tahun untuk yang pertama kalinya di saat hari sedang hujan
Aku menemukan seseorang yang kini ku panggil sahabat di tengah hujan
dan
Aku jatuh cinta untuk yang pertama kalinya di saat hujan
.
.
.
Seorang gadis dengan seragam sekolah yang masih lengkap di badannya tampak sedang berlari-lari kecil mencari tempat berteduh. Sepertinya ramalan cuaca hari ini sedikit meleset. Seoul yang diperkiran hanya akan mendung nyatanya diguyur hujan juga.
Gadis itu menghentikan langkahnya begitu sampai di sebuah halte bus. Ia membuka tas sekolahnya, mencari sesuatu di dalam sana. Tentu saja ia tidak menemukannya, sebuah payung – benda yang tidak sengaja ditinggalkannya begitu saja di dalam locker sekolahannya.
Bodoh! Kenapa harus di saat-saat seperti ini? – rutuknya dalam hati.
Sesekali digigitnya bibir bagian bawahnya – salah satu kebiasaannya sejak kecil jika sedang kesal.
Tidak punya pilihan lain, ia harus menunggu sampai hujan reda jika ingin pulang dengan kondisi selamat. Tidak ada acara pulang dengan naik bus! Tidak ada basah-basahan! Tidak ada cerita demam dan tidak masuk sekolah keeseokan harinya! – kalimat-kalimat itu sudah tersimpan di dalam memorinya dengan baik.
Soojung – begitulah nama gadis berusia 17 tahun itu. Soojung pernah tersesat karena naik bus sendirian dan hal itu menyebabkan ibunya hampir terkena serangan jantung karena mengetahui anak bungsunya yang belum genap berusia 14 tahun terdampar di kota terpencil yang jaraknya cukup jauh dari Seoul. Soojung sangat menyukai hujan dan saat kecil setiap kali hujan, ia akan keluar dari kamar dan membiarkan seluruh tubuhnya basah diguyur oleh air hujan dan kalian bisa tebak akibatnya? Demam – hal itulah yang selalu terjadi pada Soojung dan hal itu jugalah yang membuat keluarganya kini bersikap tegas dan sedikit keras padanya.
Soojung melirik jam tangannya sesekali. Jarum jam hampir menunjukkan pukul 4 sore. Apa ia harus menelpon untuk minta dijemput? Tidak. Bukankah akan sangat menyenangkan jika bisa melihat hujan secara langsung seperti ini lagi setelah sekian lama? Soojung menarik ujung bibirnya, sebuah senyuman tipis terukir di wajah manisnya. Ia mengulurkan kedua tangannya menikmati setiap air hujan yang jatuh tepat di telapak tangannya.
Aku merindukanmu, hujan.
Tanpa Soojung sadari, sebuah truk melintas begitu saja dihadapannya, membuat genangan air di jalan raya itu terpaksa harus membasahi seragam bahkan wajah Soojung.
“Aish, apa-apaan ini! Apa pengemudi itu-”, marahnya.
“Ini.”, suara berat seseorang mengentikan omelan Soojung.
Soojung menatap kaget sebuah sapu tangan yang kini berada di hadapannya. Soojung tidak langsung menerima sapu tangan itu. Ia memalingkan wajahnya ke sang pemilik.
Pemuda berkulit sedikit gelap dengan bola matanya yang hitam, lipatan matanya, alisnya, hidungnya yang tidak terlalu mancung dan bibir tebalnya. Soojung menyapu bersih setiap inchi wajah pemuda itu dengan penglihatannya.
“Nona?”, panggilnya berhasil menyadarkan Soojung.
“Oo, terima kasih.”, akhirnya Soojung meraih sapu tangan dari tangan pemuda itu.
Soojung sedikit menyesal dengan sikapnya beberapa detik yang lalu. Bagaimana bisa ia menatap pemuda itu seperti mereka sudah mengenal satu sama lain. Tatapan yang terlalu intim – sesal Soojung. Dengan canggung Soojung mengelap mukanya yang basah dan terlihat sedikit kotor.
“Kau menunggu bus juga?”, tanya pemuda itu memecah keheningan di antara mereka.
“Ya?”, Soojung bahkan tidak bisa mengendalikan detak jantungnya saat mendengar suara berat itu.
“Kau menunggu bus juga?”, ulangnya.
“Tidak. Aku. Aku menunggu hujan reda.”, jawab Soojung terbata-bata.
Bodoh! Kenapa harus begini? Dia bahkan hanya orang asing yang baru ku temui tidak lebih dari 10 menit yang lalu. – batin Soojung
“Aku rasa hujan tidak akan reda dalam waktu yang cepat.”, ucap pemuda itu seraya menatap langit.
“Kau tidak membawa payung?”, lanjutnya kemudian melirik Soojung kembali.
“Payungku ketinggalan.”, jawab Soojung berusaha se-normal mungkin.
Pemuda itu menatap Soojung kemudian berganti menatap payung yang kini sedang dipegangnya.
“Ini. Pakai saja.”, ucapnya seraya menyodorkan payung kuning miliknya.
“Tidak perlu. Aku baik-baik saja.”, tolak Soojung.
“Karena aku akan naik bus jadi aku rasa saat aku sampai di rumah kemungkinan sudah tidak akan hujan lagi. Jadi payung ini mungkin tidak akan berguna lagi bagiku. Pakailah. Memangnya kau mau menunggu sampai kapan?”, jelasnya.
“Aku.”
“Sungguh. Aku akan baik-baik saja tanpa payung ini.”, ucapnya meyakinkan Soojung seraya menyodorkan kembali payungnya.
Soojung tampak ragu menerima payung itu. Tapi kemudian sebuah bus datang dan memaksa mereka harus berpisah begitu saja tanpa saling mengenal satu sama lain. Pemuda itu meninggalkan payungnya begitu saja pada Soojung tanpa memberitahu siapa namanya dan kapan Soojung dapat mengembalikan sapu tangan dan payung itu.
☂☂☂
Hari ini Soojung kembali ke halte bus itu lagi. Setiap hari setelah hari itu – di mana ia bertemu dengan seorang pemuda di sana, setiap pulang sekolah ia selalu membawa sapu tangan dan payung kuning milik pemuda itu dengannya. Tidak peduli hujan atau tidak ia akan tetap memegang sebuah payung berwarna kuning menyusuri jalanan kota Seoul.
“Nona. Nona yang di situ. Bisa tolong sebentar?”, suara itu akhirnya muncul.
Apa itu dia? – batin Soojung.
Terdengar suara tangisan seorang anak kecil dari arah belakang Soojung. Soojung menoleh dan…
“Bisa tolong jaga anak ini sebentar? Aku akan membeli plester di dekat sini.”, mohonnya.
Pemuda itu tampak tidak mengenali Soojung. Ia tampak panik dengan kondisi anak kecil yang kini sedang berada di gendongannya.
“Ya.”, Soojung mengiyakan permintaannya.
Pemuda itu kemudian mendudukkan anak kecil itu di sana.
“Terima kasih. Aku tidak akan lama.”, ucapnya menatap Soojung sekilas dan kemudian berlari pergi.
Anak kecil itu masih terisak, kakinya ternyata berdarah. Soojung menghampirinya dan segera mengeluarkan beberapa lembar tissue di dalam tas sekolahnya untuk mengelap kaki anak kecil itu yang terus mengeluarkan darah segar.
“Tahan ya.”, ucap Soojung.
“Kau siapa? Kemana Jongin-hyung?”, anak kecil itu masih menahan sakitnya.
Jongin? Jadi namanya Jongin? – batin Soojung.
“Dia sedang membelikan plester untukmu dan aku. Aku bukan siapa-siapa.”, jawab Soojung kemudian tersenyum pada anak kecil itu.
☂☂☂
Lagi. Untuk yang kesekian kalinya, Soojung bahkan belum bisa mendapatkan kesempatan untuk berkenalan langsung dengan Jongin. Jongin hanya mengucapkan terima kasih dan kembali pergi dengan bus saat Soojung bertemu kembali dengannya seminggu yang lalu. Sapu tangan dan payung miliknya bahkan belum sempat Soojung kembalikan.
Apa ia benar-benar tidak ingat?,
Apa ia benar-benar tidak mengenaliku?,
Apa ia benar-benar lupa kejadian waktu itu? – Soojung menghujani dirinya sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya intinya tidak jauh berbeda.
Kini Soojung kembali terduduk di halte bus itu. Menunggu – hanya itu yang bisa dilakukannya. Sudah seminggu ini ia tidak melihat sosok pemuda itu muncul di sana.
Langit terlihat semakin gelap walau jarum jam baru menunjukkan pukul 2 siang.
Apa akan hujan lagi? – tanya Soojung memerhatikan langit.
Suara langkah kaki terdengar semakin jelas di telinga Soojung. Semakin dekat semakin dekat dan suara langkah itu berhenti.
Soojung menoleh. Jongin duduk tepat di sebelahnya. Soojung menarik ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman.
“Hai. Apa kau masih ingat denganku?”, tanya Soojung dengan penuh keyakinan, berbeda sekali dengan pertama kali mereka bertemu.
Jongin menoleh. Melemparkan pandangannya pada Soojung yang masih tersenyum seraya mengangkat payung berwarna kuning yang sedari tadi dipegangnya.
“Masih ingat dengan payungmu?”, tanya Soojung.
“Oo. Ya. Kau. Kau yang waktu itu?”, Jongin balik bertanya.
“Ya. Aku yang waktu itu kau pinjami sapu tangan dan payung ini. Dan aku juga yang minggu lalu kau minta tolongi untuk menjaga seorang anak kecil yang terluka.”, jelas Soojung.
“Ah. Iya. Aku mengingatnya.”, Jongin balas tersenyum.
Soojung membuka tas sekolahnya, mencari sapu tangan milik Jongin yang sudah dicucinya.
“Ini. Terima kasih banyak. Berkat kau aku selamat dari omelan keluargaku.”, ucap Soojung seraya mengembalikan sapu tangan dan payung milik Jongin.
“Oo. Ya. Baguslah jika begitu.”, jawab Jongin kaku.
“Aku Soojung. Jung Soojung.”, Soojung memperkenalkan dirinya dengan begitu percaya diri.
“Oo. Aku. Aku-“
“Jongin, kan? Ah. Aku tahu namamu dari anak kecil waku itu.”, Soojung tersenyum untuk kesekian kalinya.
“Aku juga sebenarnya juga sudah tahu namamu.”, balas Jongin.
Apa? Dia sudah tahu sebelumnya? Apa dia juga sudah mengenalku jauh sebelum kami bertemu? – Soojung kaget bukan main. Lebih tepatnya senang bukan main.
“Benarkah?”, tanya Soojung tidak percaya.
“Itu.”, Jongin menunjuk name-badge berwarna hitam yang terpasang dengan sempurna di seragam Soojung.
“Oo. Ah. Iya. Bodoh sekali aku. Tentu saja kau melihatnya waktu itu. Semua orang bisa melihatnya.”, Soojung tampak kecewa namun memaksakan tersenyum.
“Rain.”, tiba-tiba Jongin mengeluarkan kata itu dari mulutnya.
“Ya?”, Soojung terkejut. Tidak. Kali ini ia benar-benar sangat terkejut. Dua kali lipat dari sebelumnya. Tidak. Mungkin seribu kali lipat dari sebelumnya.
FLASHBACK
Kedua anak kecil tampak sedang bermain-main di tengah derasnya hujan.
“Jung-jung, lihat! Aku sudah berhasil mengumpulkan delapan botol air hujan untuk hari ini.”
“Aku akan mengumpulkan lebih banyak dari itu! Kau pasti akan kalah hari ini! Dan jika aku bisa menang hari ini kau harus mau memberitahuku namamu ya. Seperti janji kita sebelumnya.”
“Kau selalu kalah, Jung-jung. Dan kau tidak akan tahu namaku sampai kapanpun.”
“Kau jahat!”
“Tidak!”
“Jahat!”
“Tidak!”
“Jahat! Aku benci kau! Jangan memanggil aku dengan sebutan Jung-jung lagi jika kau tidak mau memberi tahu namamu!”
“Siapa suruh kau tidak pernah menang dalam mengumpulkan air hujan!”
“Mulai hari ini jangan memanggilku Jung-jung lagi!”
“Baiklah. Aku tidak akan memanggilmu Jung-jung lagi. Kalau begitu aku akan memanggilmu dengan sebutan seperti pertama kali kita bertemu.”
“Terserah! Aku mau pergi!”
“Kau mengaku kalah hari ini?”
“Aku tidak sedang ingin bermain.”
“Kau benar-benar marah, Rain?”
FLASHBACK END
“Kau?”, Soojung berusaha menutupi perasaannya yang kini bercampur aduk menjadi satu.
“Akhirnya kau mengetahui namaku.”, Jongin menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal seraya memamerkan senyuman tololnya.
☂☂☂
Jangan tanya mengapa aku bisa memaafkan Jongin setelah hubungan masa kecil kami yang tidak begitu baik. Jangan tanya juga mengapa aku bisa jatuh cinta padanya. Dan satu lagi. Jangan pernah bertanya mengapa kami akhirnya bisa berpacaran setelah 6 bulan ini kembali bertemu sebagai seorang remaja yang sebentar lagi benar-benar akan dewasa dan kemudian menjadi orang tua. Entahlah.
satu lagi
Aku kehilangan ciuman pertamaku di bawah guyuran hujan beberapa hari yang lalu
Jangan tanya ku berikan pada siapa ciuman pertamaku yang sangat berharga itu. Ku rasa kalian juga sudah mengetahui jawabannya.
Aku akan sangat menantikan datangnya hujan untuk hari-hari berikutnya di dalam hidupku,
Terima kasih, hujan.
END
