Title
Don’t Judge Me
Author
Voldamin-chan
Length
Chaptered
Rating
PG-15
Genre
Romance
Cast
Kim Taeyeon
Lay (Zhang Yixing)
Kim Minseok
Cast
EXO and Girls’ Generation
Disclaimer
This story is mine, pure from my own imagination and all cast is belong to their own but all my biased ^^
Recomendded Backsound
Girls’ Generation – All My Love is For You
Author Note
Don’t forget to RCL and enjoy the story
-Don’t Judge Me-
Jalanan masih sepi. Tak terlihat satupun orang berlalu lalang. Wajar saja kalau jalanan masih sepi, karena jam masih menunjukkan pukul 03.00 pagi. Orang-orang masih enggan beraktivitas pada jam-jam seperti ini. Selain itu, mungkin karena ini adalah hari Minggu jadi beberapa orang masih ingin menikmati free time mereka setelah 6 hari penuh melakukan rutinitas masing-masing.
Namun, aturan itu tidak bagi penghuni Apartemen No 9 ini. Penerangan di kamar ini masih terus menemani seorang yeoja yang kini masih betah menatap layar notebook di depannya. Kertas-kertas berserakan di semua sudut kamar. Sesekali yeoja itu secara bergantian mengutak-atik notebook dan beberapa kertas yang ada di mejanya. Kadang ia juga menguap lebar di sela-sela kesibukannya.
“Aaaahhh…sudah tidak kuat lagi. Aku lanjutkan besok saja.” Ucap yeoja itu sambil merentangkan kedua tangannya untuk sekedar meregangkan otot-ototnya yang kaku akibat terlalu lama di depan layar notebook-nya itu. Tugas besar dari Lee songsaengnim benar-benar menguras tenaganya. Meskipun Taeyeon termasuk seorang genius dalam hal seperti ini, tapi Taeyeon tahu betul bagaimana watak songsaengnim-nya itu. Ia tidak mau mengecewakan ekspektasi Lee-saem apalagi ini adalah tahun terakhirnya dan tidak ada satu niatan pun untuk mengukir masalah dengan beliau. Jadi, tugas ini harus bisa mendekati kesempurnaan yang di idamkan beliau. Setidaknya Taeyeon ini bisa sedikit meringankan beban tugas akhirnya dengan memanfaatkan tugas besar ini.
Setelah menyeting notebook-nya pada mode hibernate, segera ia bereskan secara singkat beberapa kertas yang tercecer di mejanya tapi untuk membereskan seluruh kertas yang sudah beterbangan di semua sudut kamarnya. Ia merasa tidak sanggup karena matanya kini sudah tidak bisa diajak kompromi untuk menuruti kemauannya supaya tetap terbuka dan segera menyelesaikan tugasnya. Otaknya sudah mengirim sinyal-sinyal kelelahan pada tubuhnya. Bisa ia rasakan rasa pegal yang menjalar keseluruh tulang dan sendinya.
Segera ia bereskan mejanya yang lumayan berantakan. Langkah terakhir adalah menyusun beberapa pigura kecil yang menghiasi meja kecil itu, karena letaknya yang sepertinya kurang simetris sebagai hiasan mejanya akibat efek samping tugasnya radi. Namun, salah satu pigura yang bertegger disana terasa ganjil. Kenapa? Hanya pigura berwarna hitam itu yang tidak bertuan dengan kata lain tidak ada satu foto pun yang mengisinya. Memang aneh, tetapi Taeyeon tetap meletakkan di sudut yang sama. Entah, apa yang sebenarnya membuat Taeyeon tetap memajang pigura tak bertuan itu disana.
Dirasa sudah cukup rapi, Taeyeon langsung menghempaskan tubuhnya di single bed sederhana yang terletak di sebelah kanan meja belajarnya. Lengan kanannya ia letakkan di atas dahinya dan secara perlahan kelopak mata Taeyeon mempersempit jarak dengan kantung matanya. Tidak sampai 1 menit Taeyeon sudah memasuki dunia mimpinya.
-Don’t Judge Me-
Disisi lain di waktu yang sama, tak jauh dari taman kota Seoul berdiri gagah sebuah bangunan Apartemen yang cukup mewah, berlantai 20 yang memang diperuntukkan bagi para orang berkantong tebal. Lantai ke-10, kamar bernomor 10, seorang namja bermata sipit, berlesung pipi yang bisa memikat setiap wanita ketika melihatnya dan berperawakan tinggi kurus sedang berada di dalam kamarnya, tepatnya berbaring di atas tempat tidur berukurang king size. Yap, ia adalah penghuni tunggal di kamar nomor 10 itu. Namja itu berulang kali membolak-balik setiap halaman buku berukuran A4 dimana sampul depan buku itu bertuliskan “LAY”.
“Lay… ah, bukan seharusnya aku tulis saja Zhang Yixing. Itu baru nama asliku.” Namja bernama Lay sang pemilik buku sedang berguman sendiri mengomentari nama yang tertera di sampul depan buku itu.
Sekali lagi Lay membuka halaman demi halaman yang ada di dalamnya. Setiap kali ia membuka halaman ke-10, Lay mengerutkan keningnya sembari memegangi dada sebelah kiri. Lay menyentuh dada sebelah kirinya bukan berarti dia sedang sakit atau apa, meskipun dulu ia sempat mengalami sakit yang menurutnya sangat bersejarah itu, tetapi ia merasa ada yang aneh ketika membuka halaman ke-10 itu. Selalu, detak jantungnya selalu menimbulkan sensasi yang aneh dan itu selalu bereaksi pada halaman ke-10.
Ia terus mengamati not-not balok yang mengisi halaman itu berusaha mencerna dan memahami kaitan antara sensasi detak jantungnya yang sekarang tak beraturan dengan isi buku itu. “Kenapa aku merasa harus memainkan lagu ini ketika aku melihat piano di auditorium tadi? Sungguh aneh, padahal dulu aku tidak seperti ini dan biasa saja ketika melihat piano.”
Lay mulai memijat pelipisnya, ia merasa tidak punya jawaban yang pasti tentang masalah aneh ini. “Apa gara-gara operasi saat itu,ya? Sejak saat itu rasa aneh ini muncul dan selalu saja ‘I Giorni’. Kenapa tidak terjadi pada lagu-lagu yang lain, yang selama ini pernah kumainkan?” tiba-tiba saja opini itu terbersit dipikirannya.
“Aneh. Ah, sudahlah lebih baik aku tidur saja. Sore ini masih ada janji dengan Lee-songsaengnim di kampus.” Lay akhirnya menyerah dan memutuskan untuk menghentikan aktivitas begadangnya hari ini. Ia hanya punya beberapa jam saja untuk mengistirahatkan tubuhnya sebelum bertemu dengan Lee-songsaengnim.
Haahh.. kenapa dosen itu harus menemui muridnya di hari libur seperti ini sih. mengganggu waktu istirahatku saja. Lay menggerutu dalam hatinya karena ulah salah satu dosennya itu. Bagaimanapun ia tidak mau mencari masalah dengan dosen perfectionist seperti itu, bisa-bisa nilainya yang jadi korban. Tanpa lampu dimatikan, Lay tertidur di kasur king size-nya di temani dengan buku musiknya yang tergeletak di samping bantalnya.
-Don’t Judge Me-
Dak.. dak.. dak..
Klik.. klik..
Klang…
Cessshhh…
Suara-suara aneh ini tak sengaja membangungkan Taeyeon dari dunia mimpinya. Taeyeon mulai terbangun dan menggeliat lelah di tempat tidurnya. Segera ia buka selimut yang masih menutupi tubuhnya. Eh? Sepertinya ada yang aneh. Kapan ia memakai selimut? Seingatnya tadi pagi ia langsung terlelap dan sepertinya ia tidak pernah mengeluarkan selimut yang biasanya terlipat rapi di dalam lemari pakaiannya. Jangan-jangan dia lagi, guman Taeyeon.
Masih dalam keadaan berantakan karena baru bangun tidur, Taeyeon menuju sumber suara yang sempat menganggu tidurnya tadi. Sepertinya suara aneh tadi berasal dari dapur kecilnya. Ternyata dugaanya tepat 100%. Suara-suara aneh tadi ternyata berasal dari kegiatan dapur yang sekarang ia saksikan dengan mata yang masih sedikit bengkak. Taeyeon mengusap-usap matanya sebentar untuk lebih melihat dengan jelas seorang namja yang sekarang memakai apron sekaligus memakai daerah dapurnya. Mata Taeyeon terbelalak ketika ia menyadari siapa namja berpipi tambun yang sedang memakai apron dan beraktivitas di dapurnya.
“Minseok-a?! Kau sedang apa disini?” Taeyeon melangkah mendekati namja yang ternyata temannya sendiri, Kim Minseok.
Minseok membalikkan tubuhnya untuk melihat seorang Kim Taeyeon yang masih berantakan dan sedang berjalan ke arahnya. “Ya sedang memasak, memangnya apa lagi yang bisa dilakukan di dapur ha?”
Kini Taeyeon sudah ada di samping Minseok dan menyaksikan lebih jelas apa yang sedang ia masak sekarang. “Iya aku tahu kau sedang memasak. Maksudku kenapa pagi-pagi begini kau sudah ada disini, memasak pula. Memang kau belum sarapan?” tanya Taeyeon penasaran.
“Ya, Kim Taeyeon! Apanya yang pagi, ini sudah hampir jam makan siang. Memang kau begadang sampai jam berapa sih semalam. Tumben sekali kau bangun sampai sesiang ini.” balas Minseok tanpa menoleh pada Taeyeon, masih sibuk dengan kegiatan memasaknya.
Taeyeon memiringkan kepalanya sembari memperlihatkan kerutan keningnya. Ia sedang berusaha mencerna apa yang dikatakan Minseok barusan. Minseok yang melihat Taeyeon masih belum paham yang dikatakannya barusan, mengarahkan jari telunjuknya ke jam dinding yang bertengger di dinding ruang makan yang hanya berjarak beberapan meter dari dapur.
Kepala Taeyeon mengikuti arah telunjuk Minseok. “ASTAGA! Sekarang jam 12.15 siang! Ini memang sudah jam makan siang bukan hampir, Minseok-a!” Taeyeon terperanjat melihat jarum jam yang terus berjalan di jam dinding itu. Benar yang dikatakan Minseok ini adalah rekor bangun siangnya selama ini. “Kenapa kau tidak membangunkanku? Jadi kau yang mengeluarkan selimutku? Kau tidak melihat yang aneh-aneh kan di lemariku?” selidik Taeyeon dengan menjulurkan jari telunjuknya ke arah Minseok, sekaligus kesal pada temannya satu ini, karena tidak membangunkannya sedari tadi.
“Aigoo.. aku tadi melihatmu tidur pulas sekali jadi aku tidak mau membuatmu terganggu. Dan kau terlihat kedinginan jadi ya aku menyelimutimu, makanya lain kali sebelum tidur kau tutup jendelamu.” Jawab Minseok panjang lebar sembari menyelesaikan tahap akhir proses memasaknya. “Memang apa yang aneh di dalam lemarimu? Mungkin cuma baju dan pakaian dalammu.” lanjut Minseok dengan polosnya. Sekarang ia sudah memindahkan masakannya ke dalam piring saji yang sebelumnya sudah ia tata disana. Ia letakkan hasil karyanya itu di atas meja makan.
Taeyeon masih terdiam berdiri di tempatnya. Ia tidak tahu harus berkata apa, Taeyeon merasa malu karena Minseok sudah melihat isi lemarinya. Secara tidak langsung Minseok sudah melihat tumpukan ‘pakaian dalam’nya disana. Memang sudah lama Taeyeon mengenal Minseok, sejak kecil malah. Tapi bagaimana pun Taeyeon masih sadar kalau dia perempuan dan Minseok laki-laki. Astaga, kau ceroboh sekali Kim Taeyeon! Rutuknya.
“Kim Taeyeon, sampai kapan kau mau berdiri disana? Cepat makan sebelum nasi gorengnya jadi dingin. Kau mau membuat kerjaku sia-sia?” perintah Minseok pada Taeyeon yang tidak segera mengambil tempatnya di meja makan.
“Ah.. iya.. iya.. aku segera makan.” sontak Taeyeon langsung mengambil tempat duduk di meja makan itu dan berhadapan dengan Minseok. Takut Minseok menceramahinya panjang lebar seperti dua hari yang lalu, Taeyeon segera melahap beberapa sendok nasi goreng yang ada di piringnya.
Hanya terdengar suara dentingan sendok dan piring di ruang makan yang berukuran kecil itu. Minseok yang sudah selesai dari tadi, kini menikmati pemandangan seorang Kim Taeyeon yang sedang menyantap hasil karyanya tadi. Bibir Minseok melengkungkan senyumannya ketika ia melihat seorang yeoja didepannya benar-benar hidup. Ia berharap yeoja ini bisa terus seperti ini, menikmati kebebasannya. Tidak ada yang mengekangnya atau pun membuatnya sedih. Minseok selalu berdoa agar yeoja yang sangat ia sayangi ini tidak kembali terpuruk lagi seperti 2 tahun yang lalu. Itulah alasan kenapa ia terlihat cerewet, karena Minseok peduli dengan seorang yeoja bernama Kim Taeyeon itu.
Meskipun ia tidak bisa sepenuhnya memiliki hati seorang Kim Taeyeon, Minseok sudah bersyukur bisa berada di samping yeoja ini. Memang terdengar munafik, tetapi itulah kenyataan yang bisa ia dapatkan sekarang. Seandainya Taeyeon bisa menyadari perasaannya yang sebenarnya, betapa namja ini sangat menyayanginya.
“Wah, Minseok. Tidak diragukan lagi kalau kau memang berbakat masak. Masakanmu tidak pernah tidak ada yang tidak enak.” puji Taeyeon setelah meneguk segelas air mineral yang disodorkan Minseok di depannya.
“Iya.. iya.. aku sudah mendengar ribuan kali komentar yang sama darimu. Kalau kau memang begitu menyukai masakanku, kenapa kau tidak menikah dan tinggal bersamaku saja. Kan kau bisa menikmati makananku setiap hari hahahaha…” Minseok tertawa seraya menanggapi komentar Taeyeon, tetapi di balik tawanya itu Minseok serius dengan ucapannya tadi. Entah kali ini Taeyeon menyadarinya atau bereaksi sama seperti sebelum-sebelumnya.
“Ck.. Ya, Minseok-a. Aku ini serius memuji masakanmu, kau malah menertawakanku. Kau ini selalu melakukan hobimu itu disini, memang Kim Ajumma melarangmu lagi?” Minseok tersenyum lirih mendengar tanggapan Taeyeon seperti yang ia duga sebelumnya. Ternyata Taeyeon hanya menganggapnya bercanda. Minseok memandang lirih punggung Taeyeon yang sibuk mencucui beberapa piring.
“Tidak, hanya ingin saja.” Taeyeon menoleh dan tersenyum begitu mendengar tanggapan singkat dari Minseok.
Kapan kau akan sadar kalau aku serius dengan pernyataanku tadi. Kapan kau tidak menganggapku bercanda. Kapan kau akan sedikit menoleh padaku. I love you. I can wait for you endlessly. When you come to find me, i can smile at you. Always. Minseok menghela napas lalu bangkit dari kursinya untuk membantu Taeyeon membersihkan piring-piring kotor yang menumpuk.
-Don’t Judge Me-
Yakkk.. akhirnya saya selesaikan Chapter 3A FF ini. Oh iya, sengaja Chapter 3 ini aku buat 2 part soalnya kalau di jadiin satu terlalu penuh halamannya, takut ga enak kalo dibaca terlalu panjang. Segera diselesaikan juga Chapter 3B. Maap juga di chapter 3 ini masih belum aku masukin inti kisahnya, maklum kan masih amatiran di bidang FF jadinya kudu mikir-mikir lagi hehe.. juga galau nunggu EXO ga segera comeback nih. Oke selamat membaca dan jangan lupa give me RCL^^ Annyeong~ thanks for reading….
