Author :: Sangheera
Title :: Devil Beside Me (Chapter 1)
Cast :: Luhan, Sera
Support Cast :: Baekhyun, Suho, Kris
Genre :: Romance, Fantasy
Length :: Multi Chapter
Rating :: PG-17
Disclaimer :: Fanfict ini adalah hasil dari kerja keras neuron di otak kanan author sendiri, jadi mohon jangan diplagiat yaaa.
Note :: Mohon diingat bahwa ini hanya fanFICTION, sekali lagi ini hanya FICTION. FIKSI. Hasil dari khayalan author. Jadi mohon untuk tidak menyangkutpautkannya dengan kepercayaan yang kalian anut ya. It’s just for fun… DISLIKE? DON’T READ!
-o0o0o0o-
You’re the devil, and i’m an angel… We’re the ENEMY, right?
:: LUHAN POV ::
“Bagaimana, Luhan? Kau terima tawaranku?”
Mataku menyipit menatap gadis yang sekarang sedang berdiri memunggungiku disamping jendela. Sudah berkali-kali dia menanyakan hal itu. Bukankah seharusnya ia sudah tahu jawaban apa yang akan keluar dari mulutku? Tangan gadis bergaun hitam itu membelai kaktus hias yang aku taruh dibingkai jendela, duri-durinya melengkung seolah terbuat dari bulu halus, sama sekali tidak melukai jari-jari lentiknya.
“Luhan? Kau mendengarku?”tanyanya lagi karena tak kunjung mendengar jawaban dariku. Ia menarik tangannya dan serta –merta membuat kaktus yang baru saja disentuhnya kehilangan sari kehidupannya. Mati meranggas tanpa daya.
Aku menghela napas dan meletakkan buku yang belum selesai kubaca. “Aku dengar…”kataku dan menghampirinya. Kusentuh kaktus mati itu dengan ujung jariku. Perlahan kaktus itu menghijau kembali. Sehat, gemuk dan sebuah bunga berwarna merah kecil mekar disalah satu ujungnya. Ia hidup, seolah tak pernah mati. “…dan aku menolak, Sera.”
Sera memberengut kesal mendengar jawabanku.
Ia merapatkan tubuhnya padaku. Mengalungkan tangannya keleherku. Memberiku sensasi panas yang tak nyaman. Aku bisa mencium aroma mawar yang menguar dari tubuhnya. Memabukkan.
“Kenapa? Kau tak menginginkanku?”
Mata Sera menatapku lekat. Aku merasakan napasnya yang dingin menyapu wajahku, kontras sekali dengan tubuhnya yang panas. Kemudian bibirnya menyentuh bibirku lembut. Panas menyengat.
Aku diam, sama sekali tak membalas.
“Kau benar-benar tidak menginginkanku ya? Ck, menyebalkan!”gerutunya setelah melepas ciuman singkatnya.
Aku tersenyum tipis.
“Lebih baik kau mencari lelaki lain untuk melayanimu, Sera. Pasti diluar sana banyak lelaki yang bersedia menyerahkan jiwanya untukmu.”
Gadis itu mendengus sebal,”Ya seperti yang kau bilang, banyak lelaki yang memujaku, Lu. Tapi aku hanya menginginkanmu…”
“Aku malaikat, Sera. Dan kau…”
“Iblis, aku tau!”potongnya. Kaca-kaca jendela bergetar merasakan emosi gadis iblis ini. Sera marah. Ia selalu marah jika aku mengingatkannya akan perbedaan kami.
“Kita adalah musuh…”
“YA! TIDAK PERLU KAU PERTEGAS SEPERTI ITU, LUHAN!!”
Kaca-kaca hancur berhamburan. Aku menahannya melayang diudara, kemudian mengembalikan kembali kaca-kaca itu kebentuknya semula. Seperti itulah kami berdua. Sera sang iblis yang menghancurkan. Dan aku, Luhan sang malaikat yang mengutuhkan. Hitam dan putih. Sangat berbeda.
“Aku tidak akan menyerah, Lu. Tidak akan. Kau akan menjadi milikku. Kau akan hidup bersamaku selamanya, aro?”desis Sera. Wajah cantiknya mengeras. Aku tau dia sangat marah, tapi entah mengapa aku tidak tahan untuk tidak menggodanya. Sebagai seorang iblis, dia begitu cantik dengan mata berbinar yang indah. Pasti semua manusia akan percaya jika gadis iblis ini mengaku sebagai malaikat.
“Kita lihat saja nanti, Sera. Feelingku malah mengatakan bahwa kaulah yang nanti akan jatuh kepelukanku bahkan tanpa kuminta,”bisikku lembut ditelinganya.
Wajah putih pucat Sera merona. Matanya membulat lucu. Lalu tawa renyahnya menggema dikamar apartemenku ini.
“Kau menggoda iblis, Luhan? Manis sekali…”ujarnya senang sambil mengulaskan bibirnya dibibirku. “Cih, lagi-lagi tidak membalas…”kesalnya.
Aku tertawa.
Sengatan-sengatan panas menjalar diwajahku saat jemari Sera menelusurinya.
“Kau tampan~,”kata Sera pelan.
“Aku tahu. Tidak usah kau tegaskan begitu,”kekehku.
“Narsis!”Sera memukul dadaku pelan dan tertawa bersamaku. Kemudian sayap hitamnya terkembang. Dia mengecup pipiku lembut sebelum tiba-tiba menghilang dari dekapanku. Beberapa lembar bulu hitam terlepas dari sayapnya, melayang dan berjatuhan. Dari udara yang kosong aku masih mendengar gema suara lembutnya.
“Aku akan menjadikanmu milikku, Luhan…”
Aku tersenyum dan mengambil selembar bulu hitam dilantai. Sayap megah dan bulu hitam mengkilat Sera adalah bukti kedudukannya dikerajaan iblis. Dia bukan iblis biasa. Dia adalah bangsawan.
“Seandainya saja…”
Aku terdiam. Napasku tercekat menyadari hal yang salah muncul dibenakku.
Ini tidak boleh terjadi, Luhan. Tidak.
-
-
-
Aku bertemu pertama kali dengan iblis cantik itu dirumah sakit. Ia baru saja mencabut nyawa seorang lelaki yang terluka parah karena kecelakaan. Lelaki jahat yang ringan tangan pada istri dan anaknya, karena itu urusan pencabutan nyawanya ditangani oleh iblis.
Aku sering melihat para iblis mencabut nyawa manusia yang berhati jahat, wajah mereka begitu kejam dengan seringai puas dibibir. Menyiksa manusia adalah hal yang menyenangkan bagi mereka. Tapi mungkin tidak bagi iblis yang kutemui hari itu. Dia begitu bosan dan jijik melihat laki-laki yang mengerang kesakitan dihadapannya. Dan saat tugasnya usai, ia menghampiriku. Sayap hitanmya melebar kokoh dipunggungnya.
“Apa kau selalu menangisi jiwa yang pergi seperti ini, malaikat?”ucapnya dengan suara semanis madu.
Ia mendekat dan mencium sisa airmata yang mengalir dipipiku. Aku mengeryit saat hawa panas menyerbu tubuhku. Aku baru tahu ternyata tubuh iblis terasa sepanas ini dikulitku.
“Ada apa dengan tatapanmu itu, malaikat? Kau terpesona padaku, eh?”tanya iblis didepanku ini penuh percaya diri.
Aku tersenyum kecut.
Iblis manapun tetaplah makhluk sombong. Mereka memperbudak manusia-manusia agar memuja dan melayani mereka. Mereka selalu senang dengan kenyataan kalau mereka berkuasa dan menindas manusia dengan menjerumuskan mereka kelubang kejahatan yang menyengsarakan. Itu kepuasan bagi mereka. Tujuan keberadaan mereka.
“Tidak. Hanya saja kau aneh sekali karena berani mengusikku,”jawabku ringan.
Kami—malaikat dan iblis—selalu menciptakan pertikaan kami sendiri. Saling menjegal, saling melawan. Tapi tidak pernah secara langsung, manusia adalah perantara kami. Tanpa manusia kami hidup dengan urusan kami sendiri-sendiri, tidak suka saling bersinggungan. Apalagi saling menyapa seperti ini. Baru pertama kali ini ada seorang iblis maju menghampiriku dan menyentuhku.
“Aku menginginkanmu, malaikat,”ujar iblis aneh bernama Sera ini yang langsung membuat dahiku mengeryit.
“Apa maksudmu?”tanyaku dengan sikap defensif. Aku beringsut menjauh dari jangkauan jemarinya. Sera yang melihat reaksiku tersenyum geli.
“Takut padaku, eh?”
“Tidak. Aku hanya tidak suka kau menyentuhku. Kita tercipta dengan bahan yang berbeda, karena itulah kulitmu terasa membakar kulitku.”
“Tapi aku menyukainya. Aku menyukai sensasi aneh saat berada didekatmu, karena itulah aku menginginkanmu…”
“Dan menjadikanku budak seperti yang kau lakukan pada manusia-manusia malang itu?”sergahku tidak suka.
Sera mengeyit bingung,”Budak? Tentu saja tidak. Aku hanya ingin kau selalu bersamaku, menjadi milikku. Hanya itu.”
Aku menyipit sangsi mendengar kata-katanya. Iblis selalu punya banyak tipu muslihat untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Aku harus hati-hati.
“Aku mengajukan tawaran padamu, malaikat. Jadilah milikku. Kau akan kuberi kekayaan, kekuasaan bahkan pengikut setia yang tak pernah dimiliki malaikat. Kau hanya perlu menanggalkan sayapmu, lalu hidup bersamaku diduniaku. Kudengar malaikat memiliki hak untuk memilih melepas sayapnya. Beruntung sekali. Bagaimana? Bukankah itu tawaran yang menarik, huh?”
-
-
-
Lampu-lampu menyala disetiap ruangan apartemen kecilku. Tidak bisa disebut ruangan-ruangan sih, karena sebenarnya hanya ada satu ruangan. Ruang tamu menyatu dengan ruang tv. Dapur, pantry dan meja makan kecil ada disebelah kanan ruang tamu dan hanya dibatasi dengan tiga undakan memanjang yang membelah ruangan. Begitupun dengan tempat tidur disebelah kiri, hanya dibatasi undakan dan sepuluh gantungan panjang dari lempengan compact disc. Ruangan kedua diapartemen ini hanya kamar mandi yang ada disamping ruang tempat tidur.
Aku hidup sendiri didunia manusia, melakukan semua kegiatan manusia termasuk bersekolah. Ini keinginanku sendiri dan tanpa maksud apapun selain ingin mendapat kegiatan lain disamping menjalankan tugasku sebagai malaikat. Lagipula berinteraksi dengan manusia ternyata sangat menyenangkan. Mereka begitu unik. Didalam diri mereka ada perpaduan antara iblis dan malaikat. Perpaduan antara diriku dan….
Oh, sial, lagi-lagi nama gadis pengganggu itu terlintas dibenakku. Gadis iblis itu tidak hanya ‘menerorku’ diapartemen tapi juga datang kesekolahku menyamar sebagai manusia dan sekarang ia juga tidak membiarkan otakku berhenti memikirkannya. Dia itu iblis, Luhan. Jangan sampai kau terjerumus pada permainannya.
Aku melemparkan tas sekolahku kesofa dan menghenyakkan tubuhku disisi lain sofa. Aku menyandarkan tubuhku dan memejamkan mataku. Entahlah, tiba-tiba aku merasa lelah.
“Mau aku pijit, Luhan?”suara Sera muncul disebelahku. Napasnya menyapu helaian rambut diatas telingaku dan lengannya memeluk leherku dari belakang.
“Kau datang lagi?”tanyaku retoris. Merasa kecut pada diriku sendiri karena sama sekali tidak keberatan dengan kedatangannya.
“Yap! Aku datang lagi!”nada suara Sera begitu ceria seolah ini adalah hal paling menyenangkan yang pernah dia lakukan. Mau tak mau aku tersenyum mendengarnya.
“Tidak bosan, eh?”tanyaku lagi.
“Tidak,”jawab Sera enteng. Aku merasakan ia menggeleng kuat disamping kepalaku.
“Sudah satu bulan kau mengikutiku, Sera. Serius tidak bosan?”
“Serius!”
“Aneh…”gumamku dan Sera tertawa.
“Tapi Luhan, aku tidak suka tempat bernama sekolah itu. Bisakah kau berhenti kesana?”
Tawaku meledak mendengar kata-kata polosnya. Jadi dia benar-benar terpaksa masuk kesekolah? Hanya demi mengikutiku? Yah,memang sih Sera terlihat begitu tidak pas diantara para manusia itu. Wajahnya yang terlalu cantik, otaknya yang terlalu jenius karena pengetahuan manusia tentu bukan levelnya, perangainya yang buruk dengan sikap sombong luar biasa dan ketidakpeduliannya, juga pemilihan tatabahasa yang merendahkan jika ada manusia yang mengajaknya bicara, tentu membuat Sera segera tersingkir dari kehidupan sosial manusia.
Aku bahkan kadang tertawa melihatnya cemberut dan menggumam kesal karena merasa tingkah laku manusia disekitarnya begitu konyol dan membuatnya merasa konyol juga karena berada ditengah mereka. Tapi, selama sebulan ini dia bertahan dan baru berani mengeluh padaku sekarang. Bagaimana bisa seorang iblis bersikap begitu manis seperti ini? Pesona Sera inilah yang membuatku tak bisa mengusirnya pergi dari sisiku. Saat bersamanya aku merasa istimewa karena Sera hanya menginginkanku. Bukan yang lain.
“Kalau begitu kau tidak usah mengikutiku kesana, Sera,”ujarku disela tawa.
“Kau tidak ingin aku didekatmu ya?”
“Aku tidak ingin kau merasa terpaksa karenaku.”
“Jadi aku boleh didekatmu?”
Aku pura-pura berpikir keras. Sera mengawasiku dengan mata bulatnya dengan tidak sabar. Raut wajahnya terlihat harap-harap cemas. Aku tersenyum,”Apa pendapatku penting? Kukira walaupun aku menolak kau akan tetap menempel padaku.”
Sera menggembungkan sebelah pipinya,”Aku tidak menempel, Luhan! Aku hanya memastikan kalau kau tidak akan kabur! Kau pikir siapa dirimu ini bicara seperti itu pada iblis, huh?”
Aku memutar bola mataku mendengar alasannya yang terdengar konyol ditelingaku. See! Sedari tadi dia bahkan tidak melepas pelukannya sedikitpun dari leherku, apa itu tak bisa disebut menempel, eh? ”Baiklah terserah apa katamu, Sera.”
“Jawab pertanyaanku tadi, Luhan!”tuntut Sera.
Aku menimbang-nimbang sekali lagi,”Mmm, yah, oke.”
Sera tersenyum puas. “Kalau memilikimu?”
“Tidak”
“Eh? wae?”
“Aku bukan barang, Sera. Diriku adalah milikku sendiri, arasseo?”
“Kenapa begitu?”Sera menyandarkan kepalanya dipundakku. Kecewa.
“Hei. Hei. Hei. Ada apa? Kenapa kau merajuk sekali hari ini? Biasanya kau akan menggodaku habis-habisan agar mulai menginginkanmu.”
“Kau lebih suka diriku yang menggodamu seperti itu?”
Aku tersenyum dan meliriknya nakal,”Ne…”
Sayap Sera terkembang dan detik berikutnya ia sudah berpindah kepangkuanku. Aku tertawa melihat betapa spontannya iblis cantik ini.
“Wae? Kenapa tertawa, Luhan?”tanyanya bingung sambil merenggut kerah kemeja sekolahku. Wajahnya seolah tidak terima aku tertawa sendirian. Cemberut. Manis sekali.
“Ani…”
“Luhan!! Kau benar-benar malaikat jahat karena sudah berani mempermainkan iblis, aro?”gerutunya yang membuatku tergelak kembali. Disela tawaku, aku menyelipkan rambut-rambut Sera yang berjuntai menutupi wajah cantiknya kebelakang telinganya. Membuat wajah cemberutnya berangsur-angsur berubah menjadi senyuman.
Tawaku menghilang saat sebuah pikiran terlintas dibenakku. Sera mengeryit menyadari perubahan ekspresi wajahku yang tiba-tiba. Dia membelai wajahku dan membuka mulutnya hendak bertanya, tapi aku mendahuluinya.
“Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku, Sera? Apa kau tau sikapmu itu begitu aneh?”
“Aneh?”beonya tak mengerti.
“Ya, seolah aku begitu berharga hingga kau tak mau melepasku. Sebenarnya apa aku ini bagimu?”
Mata Sera bergerak-gerak, aku tau dia bingung dan aku tidak mengerti kenapa.
“Kau mencintaiku?”tanyaku lagi. Hanya hal itu yang terlintas diotakku untuk menjelaskan arti dari sikap Sera padaku.
Sera tertawa, tapi aku merasa tawanya begitu gugup hingga aku hampir yakin apa yang akan kudengar nanti pastilah kebohongan.
“Tidak, Luhan. Kau berharap aku mencintaimu? Itu tidak mungkin. Kau malaikat dan aku…”
“Kenapa kau baru menerima kenyataan bahwa kita berbeda?”
Sera bangkit,”Aku tidak…”
“Ne!”potongku dan menariknya kembali kepangkuanku.
“Selama ini kau tidak suka dengan kenyataan kita berbeda. Kau marah tiap aku mengungkit hal itu, tapi kenapa sekarang…”
“Luhan…”
“Kenapa baru sekarang kau menerimanya? Setelah aku menanyakan perasaanmu padaku?”
Sera menatapku lekat sebelum akhirnya menjawab,”Karena kau begitu tampan, Luhan. Aku ingin memilikimu. Malaikat tampan yang hanya dimiliki oleh bangsawan iblis cantik sepertiku. Ini bentuk keegoisanku. Dan aku tidak akan berhenti sebelum aku mendapatkanmu.” Senyum angkuh Sera tersungging.
Aku meneliti wajahnya. Merasakan tiap getar suaranya. Berusaha mencari kebenaran disana.
“Aku senang jika itulah kebenarannya, Sera. Malaikat dan iblis tidak mungkin saling jatuh cinta. Kita adalah musuh…”
“Ya. Itu takdir kita, Luhan,”sahut Sera.
Kami berdua tersenyum. Aku tahu, kami sedang membicarakan kebenaran, tapi rasanya ada yang salah. Hatiku bergetar aneh dan aku tidak menyukainya.
Sayap Sera terkembang. Dia akan pergi, aku tahu itu. Tapi kali ini aku tidak menginginkannya. Dia memang sudah menggangguku setiap hari, tapi hari ini ada yang berbeda. Aku tidak ingin dia pergi.
“Kkajima!”pintaku yang membuat Sera terkesiap. Ini adalah pertama kalinya aku menahannya pergi.
“Kkajima!”ulangku sambil melingkarkan tanganku dipinggangnya untuk menahannya.
Sayap Sera kembali lenyap terhisap masuk kepunggungnya. Aku merasakan kelegaan menyusupi dadaku.
“Luhan, waegure? Kau juga aneh sekali hari ini!”sungutnya.
Aku tertawa dan menyandarkan kepalaku didada Sera. Entah sejak kapan aku terbiasa dengan rasa panas menyengat tubuhku saat menyentuhnya. Sera membelai rambutku dengan jemarinya.
“Luhan, kau pasti sudah mulai menginginkanku, ya kan?”
“Entahlah.”
“Ish, mengaku sajalah…”
Aku tertawa kecil dan membuat gadis dipelukanku ini ikut tertawa.
Benarkah aku mulai menginginkan gadis ini??
-
-
-
:: SERA POV ::
“Darimana kau?”
Aku menoleh kearah suara dingin yang menyapaku dan mendapati Baekhyun berdiri menatapku garang.
“Bukan urusanmu, Baekhyun…”jawabku datar.
Aku berbalik meninggalkannya. Sial sekali karena harus bertemu dengannya ditengah suasana hatiku yang sedang baik karena Luhan mulai menginginkanku. Mood baikku langsung hancur berkeping-keping hanya karena mendengar suara dingin si Baekhyun itu. Cih…
“Menemui malaikat busuk itu lagi, eh?”ujar Baekhyun sengit.
Dengan kecepatan kilat aku berpindah kehadapan Baekhyun dan mencengkeram kerah bajunya kuat.
“Jaga ucapanmu…”desisku marah.
Baekhyun tertawa,“Kau membelanya? Lucu sekali, Sera. Adikku tercinta ini sudah menjadi budak malaikat sekarang, hahaha. Benar-benar lucu.” Tawa Baekhyun menghilang digantikan kata-kata datar penuh amarah andalannya yang membuat bulu kudukku meremang. “Kau lupa siapa dirimu, Sera? Kau bangsawan. Kau High-evil. Dan iblis sepertimu malah mengejar-ngejar malaikat yang jelas-jelas adalah musuh kita. Sikapmu ini sungguh rendahan!!”
Tanganku gemetar karena amarah. Sejak dulu aku benci dengan kakakku satu-satunya ini. Dia iblis yang sempurna, kejam, tanpa belas kasih, jenius luar biasa dan tampan. Dia memiliki ratusan ribu budak manusia yang setia padanya. Dirinyalah kebanggaan keluargaku. Sedangkan aku hanya bayangannya. Gadis iblis yang labil, dianggap bodoh karena tak tertarik pada pelayanan manusia, dan pembangkang. Aku adalah produk gagal. Itulah pendapat semua orang tentangku.
Peduli apa mereka?
Kekejaman selalu aku rasakan disini. Tidak ada kedamaian, kesenangan, kepuasan. Aku bosan. Aku muak. Aku tidak suka menjadi seperti mereka.
“Sera, hentikan…”suara Baekhyun melembut, membuat keningku mengeryit.
Hal jahat apa lagi yang dia rencanakan?
“Nada suaramu membuatku takut, Baekhyun…”cibirku.
“Kau akan lebih takut jika mendengar ini, Sera. Tuan Kris mulai mengawasimu.”
Tubuhku menjengit.
Benar saja, seperti yang dikatakan Baekhyun, tubuhku terasa mengkerut dan bergetar hebat. Aku melepas cengkeraman tanganku dikerah kemeja Baekhyun dan menatapnya dengan tatapan nanar. Ketakutan melandaku hanya karena mendengar namanya. Kenapa Tuan Kris harus ikut campur urusanku?
Tuan Kris, dia adalah pemimpin kami, orang yang paling berkuasa dikerajaan kami dan secara alami kami takuti. Dialah raja para iblis.
Belum reda rasa takut yang menguasaiku, tubuhku tiba-tiba terasa ditekan kuat kebawah. Sesuatu yang besar terasa memberati pundakku dan membuat kakiku tak mampu menahan tubuhku. Aku terjatuh dengan kaki bersimpuh. Tubuhku menegang dengan posisi menunduk. Sakit luar biasa.
Mataku yang terasa panas melirik kearah Baekhyun dan ternyata dia juga mengalami hal yang sama denganku. Ia duduk bersimpuh disampingku dengan erangan tertahan dan wajah tersiksa.
“Terimakasih sudah menyambutku, sayang…”ujar seseorang yang langsung membuatku bergidik takut.
Sebuah tangan yang begitu pucat menyentuh daguku. Kepalaku terasa dipaksa untuk mendongak walaupun jelas-jelas jari-jari panjang itu hanya menyentuh daguku lembut. Aku menatap wajah tersempurna sekaligus terkejam yang pernah aku lihat.
Dia datang.
“S-selamat datang, tuan…”jawabku terbata.
Aku menunduk, tak mampu lagi menatapnya. Jantungku terasa diremas-remas. Udara seolah ditarik paksa dari ruangan tempatku berada hingga membuatku sulit bernapas dan berkunang-kunang. Rasanya aku ingin menangis, tapi tidak pernah ada airmata keluar dari mata iblis.
Tuan Kris berjalan dengan anggun kearah para pengawal-pengawalnya dan berdiri dihadapan mereka. Menatapku dan Baekhyun dengan mata teduh munafiknya seolah kami berdua adalah pesakitan yang menunggu vonis hukuman mati dan sedang berlutut meminta pengampunan darinya. Tapi, seketika itu pula sesuatu yang memberati pundakku hilang. Aku dan Baekhyun dibebaskan.
Baekhyun dengan kebaikan hati yang sulit kupercaya memegangi lenganku dan membantuku berdiri. Wajahnya terlihat begitu tenang sekarang. Dari raut muka Baekhyun itu aku paham, memang seperti inilah tata cara penyambutan raja kami. Memaksa siapapun bertekuk lutut dihadapannya dengan cara yang menyakitkan. Kekejaman khas iblis. Baekhyun yang sudah beberapa kali bertemu raja pasti terbiasa dengan ini, tapi aku tidak.
“Selamat datang, tuan…”sapanya pada Tuan Kris. Anehnya raja kami, dia tidak suka dipanggil Yang Mulia selayaknya raja. Hanya `Tuan`. Alasannya? Tidak ada. Apa ini bentuk kerendahan hati? Entahlah. Tapi kurasa ini kedengaran konyol sekali jika seorang iblis apalagi seorang raja iblis memiliki kerendahan hati.
Tuan Kris tersenyum dan mengangguk kecil pada Baekhyun sebagai balasan salamnya. Lalu mata tajamnya beralih kembali padaku. Aku menjengit lagi.
“Kenapa aku mencium bau busuk malaikat dirumah ini, Albert?”tanya Tuan Kris pada ayahku yang tergopoh-gopoh datang dengan wajah panik. Ia sekilas mendelik kearahku sebelum menunduk penuh hormat pada Tuan Kris.
“Maaf, tuan. Gadis ini…”
“…berkunjung kerumah malaikat itu lagi?”potong Tuan Kris dengan nada manis dibuat-buat.
Ayahku menghela napas dengan wajah penuh penyesalan dan mengangguk lemah. Aku tahu ayah sama sekali tidak sedih karena perilakuku, dia malu. Amarahku yang semula padam karena takut, berkobar lagi.
“Kau harus mandi yang bersih, sayang…”ujar Tuan Kris padaku dengan nada prihatin.
Napasku terasa memburu. Aku marah. Entah mengapa aku benci Tuan Kris berkata seolah aku baru saja pulang dari tempat penampungan sampah. Luhan adalah makhluk terharum yang pernah aku cium. Bahkan lebih harum daripada raja yang ada dihadapanku sekarang.
“Argh!”
Aku tidak mengerti apa yang baru saja terjadi padaku. Tiba-tiba tubuhku melayang dan menabrak tembok dengan keras. Aku bisa merasakan serpihannya jatuh disekitarku.
Mataku mendelik takut saat melihat wajah Tuan Kris yang dingin tanpa ekspresi tepat didepan wajahku. Tangannya yang panas membara mencekik leherku. Aku tidak pernah merasa sesakit ini seumur hidupku. Napasku putus-putus. Sayup-sayup aku mendengar suara Baekhyun yang meminta ampunan Tuan Kris untukku.
“Tuan, kumohon. Dia masih muda. Belum terlalu mengerti dengan konsekuensi perbuatannya. Dia pasti hanya bermain-main dengan malaikat itu dan terlalu menikmatinya. Aku akan menasehatinya nanti, tuan. Kumohon, ampunilah adikku.” Baekhyun berlutut. Aku benar-benar tidak mengerti mengapa Baekhyun melakukan itu untukku. Bukankah dia membenciku, eh?
“Aku harap ucapanmu benar, Baekhyun. Aku tidak suka penghinaan padaku yang dia pancarkan dari matanya itu. Kau masih beruntung aku tidak langsung mencongkel kedua bola matamu yang indah ini, sayang…”
Tuan Kris menekan tubuhku kedinding sebelum melepasku. Tubuhku melorot kelantai. Kakiku lemas. Aku meringis kesakitan dan terbatuk-batuk. Rasa sakit yang sangat menjalari sekujur tubuhku, aku tau ini tidak akan hilang dalam hitungan hari.
Baekhyun menghampiriku, sedangkan ayah hanya berdiri mematung tanpa berbuat apa-apa. Wajahnya sama sekali tak menunjukkan simpati padaku.
“Kuperingatkan padamu, gadis kecil…”Tuan Kris berbalik menatapku, membuat tubuhku menjengit ketakutan. “…kau adalah high-evil yang tercipta untuk melayaniku. Pengkhianatan berarti kemusnahan. Tidak ada belas kasih apalagi cinta…” Tuan Kris tersenyum geli seolah baru saja mengatakan hal yang paling konyol yang pernah dia ucapkan.
“Cinta? Tidak ada cinta dalam hidup kita, Sera. Yang ada hanyalah pengabdian. Iblis seperti kita memiliki kodrat untuk menghancurkan. Jika kau melanggar, akan aku pastikan jam pasir keabadianmu terbalik dan kau akan musnah dalam hitungan menit,”ancamnya.
Tubuhku masih bergetar hebat. Bahkan sampai Tuan Kris dan pengawal-pengawalnya pergi dari rumah kami, suasana mencekam masih terasa. Aku berusaha berdiri dibantu Baekhyun. Saat itu ayah menghampiriku dengan langkah panjang dan sebuah tamparan keras mendarat dipipiku.
“Dasar anak tak tahu malu! Produk gagal!! Seharusnya kau melayani Tuan Kris bukannya mendatangi malaikat busuk itu!!” Ayah menjambak rambutku kasar. “Dengar ini, Sera. Jika kau berani keluar dari rumah ini untuk bertemu malaikat itu, kupastikan kau tak akan bisa kembali lagi kesini. Jangan kira ayah akan membelamu jika Tuan Kris memusnahkanmu!!”ancamnya.
Ayah melepaskan tangannya dengan sentakan menyakitkan. Matanya kemudian tertuju pada Baekhyun.
“Jaga makhluk ini baik-baik, Baekhyun!”
Baekhyun membungkuk hormat pada ayah dengan wajah sedingin es. Aku menatap punggung ayah yang pergi menjauh dan bersumpah dalam hati akan membunuhnya suatu saat nanti.
-
-
-
To Be Continued…
Yehettt~!!!
Gamsahamnida sudah bertahan membaca sampai habis ^_^. Jika, ada yang suka FF ini, author akan segera kirim Chapter 2-nya…
RCL juseyoo yeoreobuuunn… Jebal, No SiDer, ne???
