Main Cast : Park Ji Yeon – Kim Jongin – Byun Baekhyun
Support Cast : Par Chanyeol – Lee Jieun – Jung Soojung – Kim Joonmyeon
Genre : Life, Friendship, Romance, A Little bit Angst
Length : 6 OF ?
Author : Qisthi_amalia
Backsound : whatever what you want ^_^
CHAPTER 6-
***
Jongin membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Seulas senyuman terukir di bibirnya. Dadanya tiba-tiba terasa ringan, tak sesesak dulu lagi. kini ia merasa mampu menghadapi masa depan. Tak ada ketakutan seperti dulu lagi. tak ada keraguan seperti dulu lagi. kini semuanya akan baik-baik saja. baik-baik saja.
Ia meraih sebuah ukiran kayu disamping lampu diatas meja nakas. Di genggamnya ukiran itu dengan erat. Ia tersenyum.
“Gomawo. Aku berhutang padamu.” Gumamnya seraya memejamkan matanya.
***
Seperti sebelumnya. Baekhyun sudah setia berdiri di depan kelas Jiyeon . namun bedanya, kali ini ada Jieun yang menemaninya. Gadis itu duduk di hadapan Baekhyun yang duduk dibangkunya sementara Jieun duduk di bangku Soojung .
“Jadi, apa yang Jiyeon sukai ?” Tanya Baekhyun antusias.
Jieun tersenyum kecil. Sejak tadi Baekhyun terus bertanya tentang apapun yang Jiyeon sukai dan tak ia sukai. Dalam hati ia meringis namun ia sudah berjanji bukan untuk membantu Baekhyun mendapatkan Jiyeon . jadi inilah resiko yang harus ia ambil. Membiarkan hatinya sakit.
“Yah, well..Banyak hal yang Jiyeon sukai.” Ujar Jieun . Matanya menerawang mencoba mengingat apa saja yang sahabat kecilnya itu sukai.
Baekhyun memperhatikan Jieun seksama. Bagaimana cara gadis itu mempoutkan bibirnya dengan satu tangan memegang pensil yang diketuk – ketukan pada pelipisnya. Kemudian bagaimana cara Jieun berbicara dengan tempo cepat dan bagaimana cara gadis itu menarik bibirnya untuk tersenyum.
“Dia menyukai puzzle. Ia akan tahan bermain berjam-jam dengan tumpukan puzzle di hadapannya. Ia suka bermain air, makanya setiap liburan biasanya Jiyeon akan berlibur ke pantai. Jiyeon penyuka sunset juga, dan ia menyukai warna orange karena warna orange sama dengan warna sunset. “ Jieun lalu tertawa kecil. “Jiyeon sangat takut akan gelap dan juga petir. Ia benci sendirian dan keheningan. Ia lebih menyukai suara bising dan keramaian. Jiyeon bilang suara bising lebih baik daripada hembusan angin kala kita sendirian. “ Jieun lagi-lagi tersenyum. “Dia pribadi yang unik yang pernah kutemui dan dia sahabat terbaik yang ku punya.” Tegasnya.
Baekhyun masih menatap Jieun . Dan entah sejak kapan, pria itu sama sekali tak mendengarkan apa yang Jieun katakan. Baekhyun lebih fokus memperhatikan setiap perubahan raut wajah Jieun . Ia akan tersenyum jika Jieun tersenyum. Dan ia akan mengerutkan alis saat Jieun terlihat merenung.
Jieun yang menyadari sejak tadi Baekhyun sama sekali tak menanggapi ucapannya. Langsung menghentikan ucapannya dan memperhatikan Baekhyun. Jieun melambaikan tangannya di hadapan Baekhyun beberapa kali.
“Hei…kau baik-baik saja…” Ujarnya.
Baekhyun mengerjap. Satu kali…dua kali.. dan..
“Oh..ya aku baik-baik saja.” Ia berdehem kecil, matanya berputar mencoba mencari objek lain.
“Jadi, sekarang kau sudah tahukan apa yang Jiyeon suka dan tak ia sukai…?” Tanya Jieun .
Baekhyun mengangguk kecil. “Ya. Kurasa..ya begitulah.” Ucapnya sedikit ragu.
Jieun mengernyit. “Kau baik-baik sajakan ? “
Baekhyun mengangguk cepat. “Tentu saja. “ ujarnya sambil tertawa.
Bersamaan dengan tawa Baekhyun, Jiyeon pun datang.
Baekhyun berdiri cepat dan berjalan menghampiri Jiyeon .
“Selamat pagi, Jiyeon ~aa..” Sapanya ramah dengan senyum seperti biasanya.
Jiyeon mengangguk kecil. “Pagi Sunbae..” Sahutnya. Lalu berjalan melewati Baekhyun dan duduk di bangkunya.
“Pagi Jieun . “
“Pagi juga..” Ujar Jieun dengan senyum riangnya.
“Kenapa kau duduk disitu ?”
“Tak ada.”
Jiyeon mempoutkan bibirnya. “Jangan bilang kau akan pindah tempat.”
Jieun tersenyum. “Kalau ia bagaimana ?”
Jiyeon membulatkan matanya. “Ya. Andwe..!! Terus nanti aku dengan siapa ?”
“Kan masih ada Soojung dan luna yang bisa duduk disampingmu.” Katan Jieun lagi.
Jiyeon menaruh tasnya cepat lalu menyilangkan kedua tangan didepan dada. “Shireo. Kaukan tahu aku sudah terbiasa duduk denganmu. Jadi sebelum aku mengamuk kau lebih baik cepat kembali kesini. “ Ancam Jiyeon
Jieun tersenyum kecil. “Baiklah adik manisku yang cantik. Kau ini memang tak bisa jauh dariku yah.”
Jiyeon tak menggubris. Ia hanya melihat Jieun yang kemudian kembali duduk disampingnya. Senyuman lebar menghiasi wajahnya.
“Jangan lakukan hal itu lagi Jieun . Arraseo !”
Jieun mengangguk. “Ya. Janji.”
Baekhyun yang memperhatikan adegan itu dibuat terdiam. Ia menatap Jiyeon dan Jieun bergantian. Setelah merasa cukup dengan kekagetannya Baekhyun pun berjalan cepat kearah Jiyeon .
“Kau tahu, apa yang kau lakukan barusan benar-benar kekanakan. “Guraunya sambil terkekeh.
Jiyeon mengangkat bahu acuh.” Whatever. Aku hanya terbiasa seperti itu dan aku tak suka jika hal yang sudah terbiasa di ubah menjadi sesuatu yang lain.”
Baekhyun tersenyum kecil. “ Ayolah Jiyeon kau sudah SMA. Maksudku kau bisa duduk berdampingan dengan siapa saja. yah, it’s oke jika kalian bestfriend, tapi tak berarti kau harus selalu melakukan segala hal dengan Jieun kan ?”
Jiyeon terdiam. Menghela nafas sejenak. “Aku punya alasan mengapa melakukan hal itu dan aku pikir sunbae tak perlu tahu alasannya.” Ketusnya.
Baekhyun terdiam. Bagaimana cara Jiyeon barusan menjawab dan bagaimana cara gadis itu menatapnya membuat Baekhyun tak mampu berkata apa – apa lagi.
Jieun yang menyadari perubahan ekspresi Baekhyun langsung mengalihkan topic pembicaraan.
“Oke, Lupakan hal itu. “ Ucapnya lalu melanjutkan. “Jiyeon ~aa bagaimana rasa kue hasil ekperimen kita kemarin ?”
Mendengar kata kue dan eksperimen membuat Jiyeon melupakan hal itu dan menatap Jieun cepat.
“Kau tahu aku hampir muntah beberapa kali setelah memakan itu.”
Jieun membulatkan mata dan menutup mulutnya ingin tertawa.
“Ya Tuhan aku menyesal pulang lebih awal. Seharusnya ku lihat dulu bagaimana ekspresimu ketika memakan kue dengan sejuta rasa itu, hha…” Dan mereka berdua tertawa menyisakan Baekhyun yang masih terdiam.
Dengan langkah sepelan mungkin Baekhyun berlalu dari sana.
***
Baekhyun menyandarkan tubuhnya pada batang pohon di pelataran parkir tepat di depan motornya. Ia menghela nafas dan menghembuskannya berat. Ia menunduk, membiarkan beberapa helai rambut menutupi pelipisnya.
Drrrt..Drrt…
Dengan malas Baekhyun mengelurakan ponsel dari saku celananya. Satu nama tertera dilayar ponselnya. Baekhyun menatap layar ponselnya nanar, tanpa ada niat untuk mengangkatnya. Membiarakan ponselnya terus berdering digenggamannya. Dan setelah deringan itu berakhir Baekhyun memasukan ponsel kedalam saku kembali.
Aku punya alasan mengapa melakukan hal itu dan aku pikir Sunbae tak perlu tahu alasannya
Kata-kata Jiyeon tadi terus berputar diotaknya. Sebaris kalimat itu, tatapan mata itu dan bagaimana cara gadis itu mengucapkannya. Itu sama persis dengan seseorang yang juga pernah mengatakannya pada Baekhyun. Namun bedanya orang itu mengatakan kalimat yang berbeda. Seperti.
Aku punya alasan mengapa melakukan ini. Kau bukan siapa-siapa dan kau tak berhak mengetahui alasannya.
Baekhyun tertunduk. Selama ini sebaris kalimat itu yang membuatnya seperti ini. Sebaris kalimat itu yang selalu menghantui setiap malamnya. Sebaris kalimat itu yang membuatnya selalu terobsesi menjadi no. 1. Kenapa ? Karena jika kita menjadi no. 1 bukankah setiap orang akan selalu menatapmu dan menginginkanmu menjadi bagian dari hidup mereka. Bukannya diasingkan dan disebut sebagai ‘Bukan siapa-siapa’.
Ia tersenyum kecut. meraih ponselnya yang kembali berdering. Dengan satu gerakan cepat Baekhyun melempar ponsel itu ketengah jalan didepan tempat parkir. Membiarkan sebuah mobil meremukan benda mungil itu.
Baekhyun tertunduk. Menatap nanar sepasang sepatunya.
“Padahal aku anakmu. Apa kau masih bisa mengatakan jika aku ‘Bukan siapa-siapa’ ?”
***
Hembusan angin membuat beberapa kertas yang tergeletak di lantai itu berterbangan. Sementara seorang pria membiarkan tubuhnya berbaring diatas lantai beton yang lebih tinggi dari yang lainnya. Matanya memperhatikan ukiran kayu berbentuk bintang yang sejak tadi ia putar-putar diudara.
“Apa sebaiknya aku mengembalikanmu ?” Gumamnya pada diri sendiri.
Pria itu – Jongin tersenyum kecil. Membayangkan kejadian pertama kali ia dan Jiyeon bertemu. Bagaimana ia membentak dan menyeret gadis itu hingga jatuh terduduk diatas lantai. Tanpa sadar Jongin tersenyum lebar.
“Apa saat itu aku terlalu kasar. “ Gumamnya lagi.
Lalu ia kembali mengingat kejadian saat di taman belakang gedung tua. Bagaimana Jiyeon menceritakan segalanya dan bagaimana gadis itu mengomentari sikapnya. Jongin mengangguk kecil.
“Dia..Punya berbagai kejutan. “Sambungnya lagi.
Dan sebelum Jongin mengingat kejadian yang lainnya. Suara derit pintu membuatnya menoleh kearah pintu masuk dan melihat gadis itu – Jiyeon sudah berdiri disana dengan dua gelas minuman dingin ditangannya.
“Sudah ku kira kau disini. “Ujarnya sambil tersenyum dan berjalan menghampiri Jongin yang masih terdiam.
“Mau apa kau kemari ?” Masih dengan sikap acuhnya Jongin bertanya.
Jiyeon tersenyum kecil, duduk disamping Jongin dan menyerahkan satu botol minumannya pada Jongin.
“Aku hanya ingin mendengar kelajutannya ceritanya ?” Tanya Jiyeon sambil membuka botol minumannya lalu meneguknya.
Jongin memperhatikan gadis itu seksama. “ Kelanjutan cerita ? Maksudmu ?”
Jiyeon menyimpan minumannya pada beton pembatas lalu duduk menghadap Jongin. Membuat pria itu duduk tegap dan mundur beberapa centi.
“Bodoh. Maksudku ceritamu dengan ummamu.” Ujarnya tegas.
Jongin menatap Jiyeon tak percaya. “Kau itu benar-benar tak punya sopan santun yah. Aku ini dua tahun lebih tua darimu. Bagaimana kau bisa memanggilku dengan sebutan aku kamu tanpa kata Sunbae.” Cerca Jongin sambil mendorong dahi Jiyeon membuat gadis itu mempoutkan bibir dan mengelus dahinya.
“Kau pikir kau orang yang pantas di hormati, eoh ?”
Jongin menggertakan giginya lalu menatap Jiyeon tajam. “Apa katamu ? Jadi kau pikir aku ini anak tak tau diri yang tak pantas dihormati begitu ?”
Jiyeon balas menatap tajam Jongin. “Tentu saja. kau bahkan tak menghormati ibumu jadi untuk apa aku menghormatimu.”
Jongin kembali mendorong dahi Jiyeon . “ Aku sudah berbaikan dengannya. “Ucapnya pelan.
Jiyeon tadinya hendak memprotes namun saat mendengar apa yang Jongin katakan barusan membuatnya langsung diam.
“Apa ? Kau seriuskan ?”
“Apa wajahku terlihat bercanda eoh ?”
Jiyeon tersenyum lebar lalu memukul bahu Jongin berberapa kali.
“Woah ! Woah woah !! “ Histerisnya lalu bangkit cepat dan berdiri dihadapan Jongin yang meringis memegangi bahunya.
“Kau hebat….Sunbae…” Ucapnya lagi lalu mengacungkan kedua jempolnya.
Jongin tersenyum kecil. “ Tentu saja. kau baru tahu jika aku ini hebat eoh ?”
Jiyeon menggidikkan bahu. “Kau terlalu percaya diri. Sebaiknya kutarik kembali ucapanku barusan.”
“YA ! Tidak bisa begitu !”Protes Jongin.
“Kenapa ?” Tanya Jiyeon heran.
“Karena…” Jongin terdiam, tak mampu mengucapkan kata selanjutanya.
“Karena apa ?” Tanya Jiyeon semakin penasaran.
Jongin menggaruk alisnya gugup. “ Ya…eum..Ka-karena kau memang harus memujiku. “ Tegasnya cepat.
Jiyeon tersenyum kecil. “Apa kau melakukan itu karena aku ?” Tanya Jiyeon sambil tersenyum jahil .
Jongin membulatkan matanya dan menatap Jiyeon tak percaya.
“Ya Tuhan. Lihatlah wajahmu yang mengerikan itu. kau tahu kau itu terlalu percaya diri.” Kata Jongin dengan seringai tipisnya.
Jiyeon memberengut lalu menendang tungkai kaki Jongin membuat pria itu meringis.
“Aissh ! Kenapa menendangku. Dasar monster. !” Umpat Jongin.
Jiyeon menjulurkan lidahnya kesal. “ Dasar otak udang !”
“Apa katamu ?”
“Otak udang. Kau itu pria yang memiliki otak sekecil udang.”
“WHAT ?”
“Lihatlah bagaimana caramu memperlakukan seorang gadis. Pertama kali kita bertemu kau bahkan menyeret dan membentakku lalu sekarang kau mengataiku. Kau itu tak punya otak jadi tak bisa menghargai orang lain walau hanya sedikit.” Papar Jiyeon kesal.
Jongin terdiam beberapa saat namun tak lama ia pun tertawa. Tertawa sangat keras. Membuat Jiyeon semakin kesal.
“Ya tuhan. Kau mau aku memperlakukanmu sebagai gadis…hahahah..Kau pikir tingkahmu seperti seorang gadis…ahahah…”
Jiyeon kesal bukan main dan ia pun kembali menendang kaki Jongin.
“Lihat..lihatlah kau bahkan menendang kakiku dua kali. Kau pikir seorang gadis pantas melakukannya ?”
Jiyeon terdiam. “ Tapi kau menyebalkan. Jadi aku melakukan itu.” Katanya membela diri.
Jongin menghentikan aksi tawanya. “ Ku pikir aku tahu kenapa Tuhan mempertemukan kita.”
Jiyeon mengernyit. “ Maksudmu ?”
Jongin tersenyum kecil. “Waktu yang akan menjawabnya untukmu. “ Pelannya.
***
Baekhyun mengendarai motornya dengan kecepatan maksimal. Ini adalah kali pertama ia bolos dari sekolah. Kepalanya benar-benar terasa penat dan ia tak bisa lagi berpura-pura baik-baik saja di depan semua orang itu dan cara yang tepat sekarang ialah menjauh dan melarikan sejenak dari semua orang.
Motor merah itu menembus jalanan yang lengang. Tak perlu menunggu beberapa jam, hanya dalam hitungan menit motor Baekhyun sudah terparkir di depan sebuah gubuk di tengah hamparan padang ilalang. Baekhyun lalu turun dari motornya dan berjalan kearah gubuk tua itu. gubuk tua yang sudah bertahun-tahun menjadi tempatnya menyendiri. Sejak kecil jika ia merasa tak dibutuhkan, ia akan berlari kemari dan duduk digubuk ini seharian.
“Sudah berapa lama aku tidak kemari. “ Gumamnya pelan lalu duduk pada tempat duduk yang terbuat dari kayu yang ada di depan gubuk itu.
Menikmati hembusan angin dan tarian ilalang yang tertiup angin. Baekhyun tersenyum kecil.
“Ku pikir semua ini akan menjadi temanku kembali setelah ini.” Lanjutnya lalu membaringkan tubuhnya disana.
***
Irisan bawang dan paprika itu ia masukan kedalam wajan yang sebelumnya telah diisi irisan daging sapi yang sudah berwarna kecokelatan. Dengan telaten Yoona memasukan saus tiram kedalam wajan. Wajahnya begitu berseri. Ia begitu bahagia setelah kejadian kemarin dan hari ini ia berniat membuat makanan special untuknya, Jongin dan juga Joonmyeon. Entah sudah berapa lama Yoona menunggu waktu ini. Saat ia bisa berkumpul, makan bersama dengan canda dan tawa di dalamnya. Dan setelah melewati beberapa luka kini ia bisa menyambut datangnya saat itu.
“Umma, kau masak apa ?” Tanya Joonmyeon yang asik duduk di sofa yang letaknya memang berhadapan dengan dapur.
Yoona tersenyum. “ Makanan kesukaan adikmu.” Ucapnya.
Joonmyeon mengangguk paham lalu kembali tenggelam dalam buku tebal ditangannya. Tanpa Yoona sadari Joonmyeon tersenyum kecil. Ia bahagia perang dingin itu telah usai dan gunung es itu kini telah mencair.
“ Joonmyeon jangan hanya membaca disana. kemarilah bantu umma “ Teriak Yoona dari dapur.
“Shireo. Aku tidak mau umma.”
“Ya Joonmyeon akh…hei..hei..kau mau kemana, sebentar lagi adikmu pulang..” Yoona terus berteriak sementara Joonmyeon dengan cepat meraih jaketnya dan berjalan kearah pintu keluar.
“Aku mau berkencan umma. Jangan menungguku.”
Dan pintu itu tertutup menyisakan Yoona yang menggeleng.
“ Anak itu. Tunggu… Berkencan ? “
***
Shinyeong tertawa mendengar Chanyeol yang sejak tadi membuat lelucon. Setelah menyelesaikan beberapa berkas yang menumpuk Shinyeong dan Chanyeol memilih untuk makan siang di sebuah café yang tak begitu jauh dari kantor. Sejenak menghilangkan penat dan menghirup udara musim panas seoul akan cukup menenangkan begitu pikir Chanyeol.
Dengan segelas lemon jus, sepiring spageti dan suasana café yang tenang sepertinya cukup membuat Chanyeol merasa lebih baik.
“Semalam Jiyeon bertanya padaku “ Kata Chanyeol pelan.
Shinyeong yang menyadari arah pembicaraan Chanyeol seketika menghentikan aksi suapan es cream pada mulutnya.
“Lalu ? Apa yang dia katakan ?”
Chanyeol meletakan sendok dan garfu lalu menghela nafas. “ Aku pikir dia mulai mencurigaiku dan tahu jika ada sesuatu yang aku sembunyikan.”
Shinyeong mengangguk paham. “ Kau memiliki adik yang cerdas. “Ujarnya.
Chanyeol tersenyum kecil. “ Ya. Bisa dibilang begitu.”
Dan saat Shinyeong melihat senyuman itu. ia kini tahu apa yang akan membuat Chanyeol kembali tersenyum seperti tadi.
“Oke lupakan masalah itu sejenak. Sekarang ceritakan mengenai adikmu..!”
Chanyeol menoleh kearah Shinyeong lalu terkekeh pelan.
“Kau pintar mengalihkan pembicaraan dengan topik yang bagus.”
Shinyeong mengangguk bangga. “ Untuk itulah aku menjadi patner kerjamu Park Chanyeol.”
Chanyeol tertawa. “ Kau benar. “
“Baiklah, sekarang ceritakan tentang adikmu…”
Sebelum Chanyeol bercerita, ia lebih dulu menerawang dan membayangkan Jiyeon .
“Dia adikku yang sangat luar biasa….” Ucapnya lalu menceritakan segala hal tentang Jiyeon . shinyeong dibuat terkesima dengan kedekatan Chanyeol dan Jiyeon . Dan entah sejak kapan Shinyeong merasa jika ia pun akan menyayangi Jiyeon jika ia bertemu dengan adik Chanyeol itu.
***
Jiyeon membereskan buku dan beberapa alat tulis kedalam tasnya. Pelajaran telah usai dan hampir semua teman sekelasnya sudah pulang sejak beberapa menit yang lalu. Menyisakan dirinya, Jieun dan Soojung yang sejak tadi tersenyum. Wajahnya pun terlihat memerah beberapa kali. Membuat Jiyeon dan Jieun yang melihatnya khawatir.
“Soojung ~aa, kau baik-baik sajakan ?” Tanya Jieun penasaran.
Soojung yang ditanya seperti itu mengangguk cepat. “Tentu saja. memang aku kelihatan sakit yah ?” Tanyanya bingung.
Jiyeon mengerutkan alisnya. “Kau terlihat, eum..seperti sedang demam. Pipimu memerah beberapa kali Soojung .” Jelasnya.
Soojung yang mendengar itu sontak tertawa. Membuat Jiyeon dan Jieun mengerutkan alis tak mengerti. Dan mereka benar-benar yakin jika Soojung sedang sakit.
“Sebaiknya kau cepat pulang dan minum obat Soojung . Penyakitmu menyeramkan.” Papar Jieun .
Soojung menghentikan tawanya. Menghela nafas dan menatap kedua sahabatnya itu bergantian.
“Kawan-kawan aku bukan sedang sakit seperti yang kalian katakan. Tapi aku sedang fall in love alias jatuh cinta.”
Jiyeon dan Jieun berpandangan. Mereka membulatkan matanya dan berseru bersamaan.
“WHAT ?”
Soojung tersenyum kecil dan mengangguk semangat.
“Kau jatuh cinta ? Siapa ? Maksudku dengan siapa ?” Tanya Jieun kaget.
“Jadi sejak tadi kau senyum-senyum sendiri dan pipimu mendadak memerah karena jatuh cinta ?” Sambung Jiyeon .
Soojung lagi-lagi mengangguk. “Tepat sekali. Dan kalian mau tahu siapa pria yang membuatku seperti ini ?”
Dengan mimik wajah penasaran Jieun dan Jiyeon menganggu bersama.
Soojung tersenyum. Matanya menerawang terlebih dahulu. Membayangkan Joonmyeon yang sedang tersenyum.
“Dia pangeran tidurku yang pernah ku katakan beberapa hari yang lalu.” Ucapnya menggebu.
Jiyeon ternganga. “ Pria yang kau bilang takdirmu.”
Soojung mengangguk.
“Yang kau temui di toko buku .” Sambung Jieun
lagi-lagi Soojung mengangguk.
Jiyeon dan Jieun berpandangan. Menggeleng bersama, menatap Soojung bersama dan berseru bersama juga.
“Oh My God.”
“Sepertinya putri kutu buku kita telah menemukan pangeran kutu bukunya.” Ujar Jiyeon sambil tersenyum kecil.
Jieun mengangguk setuju.
“Kalian mau bertemu dengannya ? Kebetulan besok dia akan menjemputku dan mengajak pulang bersama.”
Jieun berpikir. “Siapa namanya ? Dan bagaimana orangnya ?”
Soojung tersenyum lebar. Ia terlihat benar-benar bersemangat. “Namanya Kim Joonmyeon. Dia anak pertama dari dua bersaudara tapi aku belum tahu siapa adiknya. Ia bilang sih adiknya satu sekolah dengan kita dan adiknya adalah Sunbae kita.”
“Oh ya ?” Jiyeon menyela.
Soojung mengangguk. “Ya. Tapi sayang aku lupa menanyakan namanya.” Ia lalu tersenyum kecil.
“Lalu ?” Tanya Jieun pensaran.
“ Joonmyeon Oppa orangnya baik. Dia pintar dan setiap kata yang ia ucapkan pasti mengandung makna. Maksudku dia benar-benar tipe orang bijaksana dan berpikiran dewasa.”
“Apa dia juga suka membaca dan berbicara tentang apa yang pernah Ia baca sepertimu, kepada orang lain ?” Tanya Jieun.
Soojung mengangguk cepat. “ Ya, kami memiliki banyak kesamaan.” Katanya dengan rona merah di pipi.
Jiyeon tiba-tiba menepuk pelipisnya. “Ya Tuhan. Sepertinya kita akan membutuhkan penutup telinga jika bertemu dengannya.”
Soojung di buat bingung. Sementara Jieun terkekeh.
“Aku setuju. “
“Maksud kalian apa ?” Tanya Soojung heran.
Jieun dan Jiyeon saling bertatapan dan tertawa. “Tidak apa-apa.” Ucap mereka.
Soojung dibuat kesal. Lagi-lagi ia jadi bahan godaan dua anak kancil dihadapannya.
***
Pintu rumah megah itu terbuka. Menampilkan satu set sofa berwarna merah marun dengan meja kaca yang didalamnya terdapat Kristal berbagai warna. Sementara dibagian depan sofa tersimpan satu lemari dengan televise flat berukuran 39 inci. Lalu Sebuah lemari antik berbentuk persegi panjang dari kaca dengan berbagai gelas dan patung hiasan kecil yang mengisinya, dijadikan sebagai penghalang antara ruang tamu dan ruang keluarga.
Diambang pintu ruangan itu Baekhyun berdiri. Matanya mengawasi setiap inci dari rumahnya. Sepi dan Dingin. Itu yang ia rasakan pertama kali saat membuka pintu rumah itu. tak ada lagi kehangatan dan suara canda tawa seperti beberapa tahun sebelumnya. Baekhyun tersenyum kecil. Semua orang selalu memandangnya sebagai anak orang kaya yang bahagia. Dengan segala fasilitas yang akan selalu tersedia. Rumah megah. Berpuluh-puluh pelayan yang akan melayani permintaannya selama 24 jam dan uang yang banyak.
Tapi untuk apa semua itu, jika orang yang Baekhyun harapakan ada disampingnya ternyata tak pernah ada waktu untuknya. Untuk apa semua kemewahan ini jika semuanya terasa dingin dan tanpa nyawa. Yang ia Inginkan bukan semua kekayaan ini. Karena yang Ia inginkan adalah keluarga sederhana yang menyayanginya seperti dulu.
Dengan satu gerakan cepat Baekhyun membalikan tubuhnya. Niatnya untuk tidur dirumah ini menguap begitu saja. sepertinya tidur digubuk taman ilalang itu akan lebih menyenangkan, pikirnya.
***
Rencananya untuk berjalan-jalan terlebih dahulu dikawasan kota sepertinya tak membuat Jiyeon menyesal. Ia tampak menikmati sinar matahari senja yang menyinari Seoul. Beberapa pejalan Oppai dengan berbagai barang belajaan ditangannya dan anak-anak kecil yang bermain ditaman kota. Suasana sore itu benar-benar menenangkan. Jiyeon dibuat terpana dengan gugurnya beberapa helai daun kekuningan dari atas pohon yang ditanam berjajar disepanjang trotoar. Dedaunan berwana kuning itu berserakan di atas trotoar menyisakan hembusan angin pelan yang terasa hangat.
“Akh.. menyenangkan.” Gumamnya sambil merentangkan tangan.
Dengan langakah riang, Jiyeon menyusuri trotoar. Namun belum beberapa langkah berjalan Jiyeon menghentikan langkahnya. Ia menajamkan pengelihatannya. Mengerjapkannya beberapa kali dan menguceknya juga beberapa kali.
“Chanyeol oppa..” Pelannya.
Namun keningnya berkerut samar saat menyadari Oppanya itu memakai baju yang sama seperti beberapa malam yang lalu.
“Apa dia disuruh melakukan peran lagi.” Gumamnya sendiri.
Jiyeon menyipitkan matanya. Dan tatapannya berhenti pada seorang wanita yang berjalan disamping Chanyeol. Wanita itu juga memakai baju wanita kantoran pada umumnya. Dan dari cara mereka berbincang seperti tak mungkin jika mereka sedang melakukan sebuah drama teather di pinggir jalan. Dan saat kedua orang itu berhenti di sebuah bangunan tinggi yang Jiyeon yakini sebuah kantor, Ia dibuat terdiam.
Berbagai pertanyaan kini menghiasi benaknya. Dengan langkah pelan Jiyeon melangkah. Langkah demi langkahnya berisi setiap pertanyaan yang akan ia ajukan pada Chanyeol yang masih tertawa di depan bangunan itu. dan tepat ketika Jiyeon berhenti, Chanyeol menoleh. Matanya membulat lebar begitu pun dengan wanita disampingnya.
Jiyeon tersenyum kecil. Ia tahu arti eskpresi itu dan ia tahu arti sikap Chanyeol saat ini.
“Jiyeon ~aa, sedang apa kau disini ?” Tanya Chanyeol gugup.
Jiyeon tersenyum kecil. “Seharusnya aku yang bertanya seperti itu Oppa. Ditambah dengan baju yang kau kenakan saat ini.” Ujarnya.
Chanyeol terdiam beberapa saat dan saat ia hendak berkata, Jiyeon menyelanya.
“Jangan katakan kau sedang melakukan sebuah peran.” Sela Jiyeon cepat.
Telak. Chanyeol tak bisa berkata apa-apa lagi. ia tak mungkin mencari alasan lain lagi dan ia tak mungkin menutupi semuanya lagi. sementara Shinyeong yang berdiri disamping Chanyeol pun tak mampu melakukan apa-apa.
“Jiyeon , Oppa bisa menjelaskan semuanya.” Pelannya.
Jiyeon mundur beberapa langkah kebelakang, saat Chanyeol berjalan mendekatinya. Dan itu membuat Chanyeol sakit. Ini sebuah penolakan.
“Selama ini Oppa membohongiku. Oppa bilang uang peninggalan umma dan Appa masih cukup untuk kita. Tapi kenapa Oppa berpakaian seperti ini dan bukannya kuliah jika semua itu benar ?” Ujarnya setengah berteriak.
Chanyeol diam. Namun matanya masih menatap sosok Jiyeon yang berdiri dengan raut wajah kecewa dihadapannya.
“Aku benar-benar bodoh. Aku benar-benar bodoh karena membiarkan Oppa seperti ini sementara aku enak-enakan menghambur-hamburkan uang dirumah.” Dan air mata itu akhirnya jatuh. Membasahi kedua pipinya yang memerah.
Chanyeol menggeleng pelan. “Tidak. Bukan seperti itu Jiyeon .”
Jiyeon menghela nafas. “ Selama ini aku memang selalu membuat masalah. Entah itu dengan umma, Appa bahkan sekarang Oppa.” Ia terisak. Membayangkan kembali masa lalunya yang menyakitkan.
Chanyeol ingin mendekat. Ia merasa sakit namun Jiyeon justru melangkah mundur.
“Hentikan Jiyeon . jangan katakana hal itu lagi.” Pekik Chanyeol.
Jiyeon tersenyum kecil. “Aku memang pembuat masalah. Ternyata yang dikatakan Appa selama ini padaku memang benar adanya. Jika aku ini hanyalah anak pembawa sial. Anak yang selalu membuat susah orang-orang disampingku. “ Jiyeon tertunduk. Membiarkan air mata itu jatuh bergulir begitu saja.
Chanyeol hendak mengatakan sesuatu namun ia terlalu bingung ingin mengatakan apa.
“Ma’af. Ma’afkan aku Oppa. Ma’af jika selama ini aku selalu menyusahkanmu. Ma’af jika selama ini aku membebanimu dan ma’af karena selama ini aku selalu membuatmu merasa lelah. Mulai sekarang aku tak akan melakukannya lagi. “ Ujarnya
Chanyeol tak mengerti dengan arti ucapan itu. ia menatap Jiyeon yang kini tersenyum kearahnya.
“Karena mulai sekarang aku tak akan muncul dihadapan Oppa lagi. Jadi, Oppa tak perlu susah-susah mencari uang. Pakailah uang yang umma dan Appa tinggalkan. Karena sejak awal uang itu hanya untuk Oppa bukan untukku.” Pelannya.
Chanyeol menggeleng cepat. “ Apa yang kau katakan Jiyeon !”
“Aku menyayangimu Oppa…..” Jiyeon tersenyum kecil, lalu melanjutkan. “Annyeong..” Dan ia berlari sekencang mungkin meninggalkan Chanyeol yang dibuat mati rasa.
“JIYEON ..JIYEON ~aa…” Ia berteriak sekencang mungkin namun Jiyeon terus berlari. Dan Chanyeol hanya bisa jatuh terduduk, meluruh lunglai diatas trotoar. ia menunduk. ia menyesali segalanya. Jika saja ia jujur sejak awal, mungkin Jiyeon tak akan sekecewa ini. Ia benar-benar merasa menjadi Oppa yang tak berguna. Oppa yang tak bisa menjaga adiknya sebaik mungkin. Chanyeol tahu bagaimana perasaan Jiyeon saat ini. Ia tahu bagaimana rasa dibohongi oleh orang yang amat kau percayai. Dan rasanya akan amat sakit saat kau tahu jika ia berbohong untukmu. Tapi bukan itu maksud Chanyeol. Ia rela melakukan pekerjaan ini. Ia rela melakukannya bukan hanya untuk Jiyeon tapi juga untuk dirinya.
***
Dibawah naungan rimbun pohon itu Jiyeon terduduk. Ia menunduk dan terisak. Membiarkan semuanya mengalir. Mengobati sesak yang ia rasakan kini. Rasanya amat menghimpit, bahkan hanya untuk berkata saja ia merasa sulit. Seolah ada pisau kasat mata di dalam sana, yang akan menyayatnya jika ia bergerak sedikit saja. bukan hanya kecewa dan sakit karena Chanyeol berbohong. Tapi ia merasa menjadi adik yang tak berguna. Yang hanya bisa menyusahkan. Bahkan ia tak menyadari jika selama ini Chanyeol bekerja keras untuknya. Chanyeol bahkan merelakan impiannya sebagai sutradara hanya untuk bekerja di tempat itu dan lebih parahnya lagi Jiyeon bahkan tak melakukan apapun.
“Mian..Mianhe Oppa…” Sesalnya.
Hembusan angin yang mengugurkan dedaunan itu tiba-tiba terasa menusuk bagi Jiyeon . ia merasa dingin disekujur tubuhnya. Membuatnya kembali gemetar. Jari-jemarinya saling betaut, dan tubuhnya semakin gemetar.
“Dasar anak pembawa SIAL ! Pergi saja kau ke neraka !!”
Jiyeon menutup telinganya dan menggeleng. Rentetan kalimat itu kembali terngiang ditelinganya. Ia memejamkan matanya, namun dalam pejaman itu ia melihat wajah sang Appa yang penuh amarah dengan sebuah tongkat kayu ditangannya yang ia gunakan untuk menghantam tubuh mungil Jiyeon kecil yang gemetar disana. isakan tangis itu. teriakan kesakitan itu dan caci maki itu kini berputar bagai kaset rusak dalam otaknya. Jiyeon menggeleng semakin keras dan berteriak.
“Hentikan ! Hentikan Kumohon..” Ia terisak. Tubuhnya tak henti gemetar. Ia benci semua ini. Ia benci saat ia lemah dan dimonopoli oleh kejadian masa lalunya. Ia benci saat ia hanya bisa menangis dan gemetar seperti sekarang ini. Ia benci hidupnya dan ia benci dirinya sendiri.
Dan pada akhirnya, tubuhnya akan melemas dan Jiyeon hanya bisa menyandarkan tubuhnya pada batang pohon. Kedua tangannya masih saling betaut. Tenaganya terkuras habis. Dengan tubuh yang masih gemetar ketakutan, dan mata terpejam. Ia membiarkan hembusan angin menemaninya senja itu.
.
.
.
Baekhyun menghentikan laju motornya di depan taman kota. Dengan satu gerakan cepat ia meloncat dari motor itu dan berlari tergesa kearah sebuah pohon oak tua di depan danau. Ia berjongkok disana. matanya membulat. Tak salah lagi.
“Jiyeon ~aa..” Pelannya.
Baekhyun dibuat meringis. Saat melihat tubuh itu gemetar sementara matanya terpejam. ia menyentuh pundak Jiyeon pelan. Namun tak ada respon sama sekali. Dan tanpa menunggu lama lagi. di angkatnya tubuh Jiyeon di punggungnya dan berjalan secepat mungkin mencari rumah sakit terdekat.
.
.
.
Jongin terdiam. Berdiri mematung di depan kawasan toko di dekat taman kota. Rencananya untuk mencari Jiyeon yang Jieun bilang sedang berjalan-jalan dikawasan kota musnah sudah. Ia tertunduk dan merasa konyol. Saat melihat Jiyeon yang digendong Baekhyun disebrang sana. Dan ia salah mengartikannya. Dimata Jongin Jiyeon sedang tertidur dan Baekhyun yang menggendongnya. Dan dimata Jongin mungkin saja Jiyeon dan Baekhyun baru saja menghabiskan waktu bersama.
Niatnya untuk berterima kasih dan mengajak gadis itu jalan-jalan sepertinya sia-sia. Ukiran kayu yang sejak tadi ia genggam tiba-tiba saja membuat Jongin muak. Dengan satu gerakan cepat ia melempar Ukiran kayu itu kearah semak belukar. Ia tak mengerti mengapa perasaannya seperti ini. Ia bahkan merasa tak nyaman saat Jiyeon berada dipangkuan Baekhyun bukan dirinya. Dan ia mendadak merasa bernafas benar-benar terasa sulit.
Dan lagi-lagi Jongin salah mengartikan. Ia mengambil kesimpulan jika apa yang ia rasakan kini adalah karena…Ia membenci Jiyeon
[TBC]
