Quantcast
Channel: EXOMKFANFICTION
Viewing all 317 articles
Browse latest View live

JJ (JongJae(?)) : Don’t Lie! (Chapter 2)

$
0
0

Author            : catursajja (Shin Jae Jae)

Judul              : JJ (JongJae(?))

Genre              : Romance, friendship

Rate                : PG-13

Length            : Multi Chapter (bisa sequel)

Cast                : Main cast : Shin Jae Jae (you), Kim Jongin (Kai)

Other cast : EXO K, Kim Jonghyun (SHINee) , Park JunHae

Annenyong readers!! :D Come back with Jong Jae chapter 2..happy reading deh :D

Kai POV

Kami semua sudah berkumpul di ruang makan untuk makan malam. Malam ini kami akan diambil gambar untuk variety show ini. Ajusshi bilang kalau ini adalah acara perkenalan dan beramah-tamah, jadi kami harus relaks. Sekitar 10 menit kami diberi pengarahan terlebih dahulu, kemudian staff make up sedikit memperbaiki penampilan kami. Kami berpakaian casual untuk pengambilan gambar ini. Yeoja pun juga begitu. Dan akhirnya acara dimulai.

MC pun membuka acara. Singkatnya, acara berjalan begitu saja tanpa ada hambatan berarti. Kami memperkenalkan diri masing-masing. Aku mulai mengenal nama-nama yeoja di hadapanku. Kami melanjutkan perkenalan sambil makan malam. Setelah selesai makan, kami membuat permainan untuk memutuskan siapa yang mencuci piring. Permainan itu biasa saja, hanya dengan Kawee Bawee Boo.

Sudah diputuskan yang mencuci piring adalah satu dari namja dan satu dari yeoja. Aku pun mulai bermain dengan para hyung serta Sehun. Dan seperti biasa, Suho hyung lah yang kalah. Di pihak Yeoja, tak kusangka noona lah yang kalah.

“Aaah..aku tidak mahir dalam permainan seperti ini.”, keluh Noona. Aku hanya tersenyum mengejek.

 

Suho POV

Seperti biasanya, aku selalu kalah dalam permainan ini. Entah kenapa, para dongsaengku kurasa punya trik untuk menang dalam permainan batu gunting kertas. Aku hanya pasrah dan menerima hukuman ini. Dari yeoja ternyata yang kalah adalah Jae Jae. Aku pun segera membantunya untuk mencuci piring bekas makan kami.

“Aahh..kau kalah ya Jae Jae.”, kataku menyapa.

“Hmm,,nde oppa. Aku benar-benar tidak berbakat kalau harus bermain batu-gunting-kertas. Permainan konyol.”, kata Jae Jae dengan wajah datar.

“ Hehehe..kalau begitu kita bernasib sama. Baiklah, sini aku bantu.”, jawabku sambil memindahkan piring-piring. Kami berdua mulai sibuk membersihkan piring-piring itu.

“Mungkin hanya perasaanku saja atau bagaimana ya oppa. Tapi kurasa sekarang dongsaeng mempunyai trik untuk bisa memenangkan permainan itu.”, Jae Jae membuka pembicaraan.

“ Ah, aku setuju sekali. Aku juga selalu kalah dalam permainan itu. Kita bernasib sama.”, jawabku.

“Emm,,ngomong-ngomong. Kau ini lahir tahun 92 bukan?” lanjutku.

“Nde, benar oppa. Eh, benar kan aku menyebutmu oppa?Hehe, karena kukira kau 91 line.”, jawabnya tersenyum.

“Iya, benar. Kau sebut aku oppa. Karena kau 92, maka Chaenyol dan Baekhyun itu chingumu. Kyungsoo, Sehun dan Kai adalah dongsaengmu. Kau di Korea sudah berapa lama Jae-ssi?”, jawabku lagi.

“Oh, jadi aku 92 line dengan Baekhyun dan Chaenyol?”, Jae Jae terkekeh. “Panggil saja aku dengan Jae-a oppa. Aku baru satu tahun di sini, jadi maaf kalau aku terkadang salah bicara.”

“Ngg, anni. Bahasa Koreamu bagus sekali, walaupun baru satu tahun kau di sini. Kau di sini melanjutkan studi bahasa? Menarik sekali.”

“Hahaha. Kamsahamnida oppa. Aku memang suka bahasa, bahasa apapun oppa.”

“Lalu kau tinggal di sini dengan siapa? Orang tuamu juga ikut ke sini?”

“Emm,,anni. Aku ke sini sendiri. Orang tuaku masih di Indonesia, dan aku tinggal di sini dengan Jonghyun oppa. Dia kukenal sewaktu kami bertemu di bandara, ternyata dia baik sekali. Mulai dari itu aku terus tinggal bersama Jonghyun oppa.”

“Hmm,,Jonghyun? Apa yang kau maksud itu Jonghyun member SHINee?”, tanyaku menyelidik. Tapi dia membalasku dengan senyuman saja. Aku bertambah penasaran, namun kualihkan ke topik lain.

“Ngg,,Jae Jae-ah, aku benar-benar penasaran. Selama ini aku hanya makan makanan Korea. Lain waktu kau mau memasakkan untukku sebuah makanan dari Indonesia? Aku ingin mencicipinya.”

“Oh? Jinjja? Kau ingin merasakan masakan Indonesia? Ah, aku senang sekali. Pasti, pasti aku akan memasakkan untukmu oppa. Setiap hari pun aku juga mau.”, jawab Jae Jae dengan wajah berseri-seri. Wajahnya dengan mata bulat, dan double eyes lid itu pun semakin cantik saja di mataku.

“Janji? Kau mau berjanji kan? Bagaimana kalau Sabtu depan?”, jawabku bersemangat.

“Hmm,,boleh. Tapi aku harus membeli bahan-bahannya dulu oppa.”, jawabnya tak kalah semangat.

“Baiklah, akan kutemani kau berbelanja bahan makanan. Sabtu depan setelah sarapan bagaimana? Pasti menyenangkan.”, kataku bersungguh-sungguh.

“Oke oppa. Sabtu depan aku akan membuatkan makanan terlezat untukmu.”

Kami terus berbincang-bincang selama kami menyelesaikan pekerjaan kami. Jae Jae, yeoja yang unik dan sangat lucu. Diam-diam terselip rasa ingin tahu yang luar biasa di hatiku untuk semakin mengenali yeoja ini.

 

5 hari kemudian…

Shin Jae Jae POV

Sudah lima hari aku tingal di dorm EXO K. Sedikit banyak aku sudah mengenal mereka. Tetapi hanya Kai yang menurutku orang yang paling aneh. Dia namja yang sangat aneh menurutku. Setiap hari selalu ada saja ulahnya untuk membuat kami bertengkar. Entah mengambil buku kuliahku, menyembunyikan sepatuku di atas almari, atau yang lain. Siang nanti EXO K akan rehearsal untuk penampilan mereka di Korean Open Concert. Tiba-tiba ponselku bergetar, ada sebuah pesan masuk.

Dari    : Park Jun Hae

Jae-ah. Bagaimana kabarmu? Aku hanya ingin memberitahumu kalau kita dapat tugas membuat makalah dan dikumpulkan lusa. Kau tidak ingin terlambat mengumpulkannya kan? Ayo segera membuat, dan hari ini ada kuliah dadakan Profesor Lee Sang. Cepatlah jangan sampai melampaui pukul setengah sembilan pagi!

Kubaca pesan itu lalu menengok ke arah jam dinding. Hwaa!! Ini sudah jam 7 pagi! Dan aku belum mandi! Segera saja aku mengambil tas dan membereskan bukuku. Kemudian aku segera berlari ke kamar mandi. Sial, kamar mandi masih digunakan Kai.

“Kai!! Segera percepat mandimu! Aku ada kuliah dadakan hari ini! Aku harus segera berangkat! Ppali ppali!”, kataku sambil menggedor pintu kamar mandi.

“Yaa!! Jangan menggedor pintu noona! Aku baru mandi!”, jawab Kai.

“Yaa!! Ppali ppali Kai! Aku tidak ingin terlambat kuliah!”, jawabku kesal.

“Terserah aku dong! Kau ini mengganggu orang mandi saja! Sebentar lagi.” Jawab Kai setengah berteriak.

Aku mendengus kesal. Hah, kenapa juga aku tadi tidak mandi lebih dulu. Daripada aku duduk tidak ada kerjaan, aku pun segera berlari ke dapur untuk membuat sarapan untukku. Lumayan lah makan sandwich di pagi hari. Setiba di dapur aku langsung menyambar 2 pasang roti tawar, lalu dengan cepat kuisi dengan selada dan mentega. Aku pun mengocok telur lalu kugoreng. Saat sedang membuat sandwich kudengar langkah orang datang.

“Hmm..wangi sekali. Waah, noona. Sedang apa kau di sini? Kau membuat sandwich untuk kami?”, tanya orang itu yang ternyata Kyungsoo.

“O, ummm..mianhae Kyungsoo..aku membuat ini untukku sendiri. Aku baru saja mendapat pesan dari temanku kalau aku ada kuliah dadakan pagi ini. Kamar mandi sedang dipakai Kai. Jadi daripada aku diam tak melakukan apapun lebih baik aku membuat sarapan.”, jawabku

“Emm..tak apa-apa noona. Akan kubantu. Lebih baik kau mandi dulu saja. Akan kuselesaikan sandwichnya untukmu.”, tawar Kyungsoo ramah.

“Oh? Joengmalyo?”, jawabku dengan mulut terbuka. “Kamsahamnida Kyungsoo-ssi.”,

“Nde, chanmanaeyo. Sudah cepat sana. Nanti kau terlambat noona.”, jawabnya langsung meraih sandwich dari tanganku dan mulai menyelesaikannya.

Aku pun berlari menuju kamarku. Aku tiba di sana bersamaan dengan Kai yang keluar dari kamar mandi.

“Hyaaaaaa!!!”, aku berteriak terkejut dengan kehadiran Kai. Kai yang panik langsung menghampiriku dan menutup mulutku.

“Noona!! Kenapa kau berteriak seperti itu? Teriakanmu itu bisa mengagetkan seluruh orang di rumah ini!”, kata Kai panik lalu melepas tangannya. Aku yang menyadari teriakanku sangat kencang, kemudian berbicara dengan merendahkan volumeku.

“Yaa!! Bagaimana aku tidak terkejut? Kau keluar dengan seperti itu!”, jawabku sambil menunjuk ke arahnya. “Cepat pakai bajumu!!”, perintahku sambil menutup mata. Jujur saja, aku memang sangat terkejut tadi. Tiba-tiba Kai keluar dengan tubuh topless, memamerkan absnya.

“Oh,,haha. Kukira ada apa. Bukannya kau suka dengan pemandangan seperti ini?”, jawabnya terkekeh.

“Yaa!! Kau ini bicara apa! Cepat pakai bajumu sekarang juga!”, aku berkata tetap masih menutup kedua mataku dengan tangan.

“Iya,iya. Aku pakai baju sekarang. Sudah, buka matamu dan cepat mandi sana!”, jawab Kai sambil tertawa.

Aku membuka tanganku, dan benar saja, kai sudah memakai baju. Aku bisa bernafas lega. Langsung saja aku mengambil baju dan handukku lalu segera masuk ke kamar mandi. Setelah 15 menit aku pun keluar. Kulihat Kai duduk di atas tempat tidurnya sambil menyeringai.

“Kenapa kau melihatku begitu?”, tanyaku merasa aneh dengan pandangannya.

“Tak apa-apa noona. Kau ada kuliah hari ini?”, tanyanya.

“Nde, kuliah dadakan. Dan aku sudah hampir terlambat gara-gara kau.”, jawabku kesal.

“Haha. Kuliahmu kan nanti jam setengah sembilan. Ini baru pukul setengah delapan noona.”

“Kim Jong In-ah. Kau tahu kan? Jarak tempat ini ke kampusku berapa jauh? Aku harus menaiki subway selama setengah jam.”, jawabku melotot.

“Haha, kau semakin cantik kalau sedang melotot.”, Kai terkekeh.

Aku tidak mempedulikannya. Langsung kusambar tas dan sepatuku, kemudian berlari ke lantai bawah untuk mengambil bekal sandwichku tadi.

“Noona. Ini bekalmu. Sudah kusiapkan. Hati-hati di jalan.”, kata Kyungsoo sambil menyerahkan kotak makanan berisi sandwich kepadaku.

“Kamsahamnida Kyungsoo. Aku pergi dulu.”, jawabku sambil melambaikan tangan. Kotak makanan itu langsung kumasukkan ke dalam backpackku.

Aku melangkah tergesa-gesa karena takut terlambat. Tapi baru 100 meter aku melangkahkan kaki keluar dari dorm, aku merasa ada yang membuntutiku. Benar saja, setelah kutengk ke belakang ada yang membuntutiku. Orang itu sangat tidak asing, Kai. Aku mendengus kesal.

“Ya!!Kai-ah! Kenapa kau membuntutiku?”, tanyaku kesal.

“Aku tidak membuntutimu noona. Aku hanya ingin berjalan-jalan mencari makanan.”, jawabnya sambil menyeringai. Dia pun mempercepat langkahnya dan mulai menyusulku. Kini aku dan Kai berjalan beriringan.

“Kalau begitu kenapa kau mengikutiku? Lebih baik kau makan di dorm saja. Kyungsoo tadi sudah menyiapkan sandwich untuk kalian semua.”, jawabku.

“Ah, aku tidak mau makan sandwich. Aku ingin makan makanan yang lain.”, sergahnya enteng.

“Dan kau yakin akan pergi dengan penampilan seperti itu?”, aku bertanya dan menghentikan langkahku. Namja itu memakai jaket tebal dengan kaos putih di dalamnya, memakai jeans biru dan sepatu warna putih. Sederhana, namun terlihat cocok dengan posturnya yang tinggi. Kai yang melihatku berhenti ikut menghentikan langkahnya.

“Memangnya ada yang salah dengan penampilanku noona?”, tanyanya sambil melihat ke arahnya sendiri. Dari wajahnya dapat terbaca “Sepertinya baik-baik saja”

“Anni. Tidak ada yang salah. Tapi apa kau yakin pergi tanpa menutupi wajahmu? Kau ingin di jalan nanti semua fansmu datang dan mengeroyokmu? Hmm?”, jawabku sambil melipat kedua tanganku di depan dada.

“Ah, benar juga katamu Noona. Baiklah, kupakai ini saja.”, jawabnya sambil merebut topi di kepalaku, kemudian meneliti topi itu dan memakainya.

“Ya! Kenapa kau ambil tanpa permisi? Aiish..kau ini. Topi saja tidak cukup. Apa kau tidak membawa masker?”

“Tidak noona. Atau aku ambil dulu ke dorm?”

“Ah, terlalu lama. Pakai punyaku saja!”, jawabku sambil mencari masker di tasku. Setelah kutemukan segera kuserahkan pada Kai. Sebuah masker warna hitam dengan corak tengkorak warna putih. Dia menerimanya sambil meneliti masker itu lagi.

“Semua barang-barangmu memang harus bermerk JJ ya? Bahkan masker sekalipun?”, tanyanya sambil memakai masker.

“Ye. Bukan hanya masker, gelang pun juga. Sudah, kajja! Aku sudah hampir terlambat. Aku pun mempercepat langkah menuju subway.

 

Kuliah yang diberikan profesor Lee Sang sudah selesai. Aku pun berjalan ingin menuju ke taman untuk memakann sandwich yang kubawa tadi. Tiba-tiba kurasakan ponselku bergetar. Panggilan masuk dari nomor yang belum kukenal. Lalu segera kuangkat.

“Yoboseyo. Nuguya?”, jawabku.

“Ya! Noona. Segeralah ke kantin kampusmu. Aku tadi makan di sini, dan lupa membawa uang. Kau bisa kemari kan?”, jawab orang di seberang telepon. Aku segera bisa mengetahui warna suara orang itu.

“Kai-ah. Bisa tidak sih kau sehari tidak menyusahkanku? Kenapa juga kau makan tidak membawa uang?”, jawabku kesal.

“Hahaha. Kutunggu kau di sini noona. Kajja.”, jawab Kai sambil menutup telpon.

“Tap..tapi..”. Kalimatku terputus karena Kai menutup telepon. Kuambil nafas panjang lalu segera menyusul Kai ke kantin kampusku. Beberapa menit kemudian aku tiba di kantin itu. Kulihat Kai duduk masih menggunakan topi, namun maskernya diturunkan. Melihatku datang, dia melambaikan tangan. Segera kudekati tempat duduknya, kemudian duduk di hadapannya.

“Kau ini kenapa selalu menyusahkan aku? Kenapa juga kau malah ke sini?”, tanyaku penuh selidik.

“Hehehe..aku tadi tergesa-gesa noona, sampai aku lupa membawa dompet. Aku pinjam uangmu dulu noona.”, jawabnya sambil tersenyum, menatapku.

“Haish, kau ini. Tapi dari mana kau tahu nomor telponku? Aku kan tidak membagikannya pada siapapun di dorm.”, aku bertanya penasaran, sambil mengeluarkan kotak bekal yang diberikan Kyungsoo tadi pagi.

“Umm..kau lupa noona. Dulu kan kau mengirim form dan ada nomor teleponmu. Hehe. Wah, kau bawa apa noona? Sepertinya enak.”, jawab Kai langsung menyambar sebuah sandwich dari kotak makanan yang kubuka.

“Ya!! Kau ini kebiasaan ya! Suka menyerobot milik orang lain tanpa permisi! Engg,eh. Katamu kau sudah makan? kenapa makan lagi? Dan katanya kau tak suka sandwich?”, tanyaku curiga.

“Ah, biar saja noona. Sandwichnya enak sekali. Kau yang membuatnya noona?”, Kai balik bertanya sambil mengunyah sandwichnya.

“Hah. Bisa-bisa aku jadi darah tinggi karena kau Kai. Semua pertanyaanku bahkan tak kau jawab. Ini yang membuatkan Kyungsoo tadi pagi. Baik juga dia mau menyiapkan bekal untukku.”, jawabku tersenyum, lalu mulai mengunyah sandwich di depanku ini.

“Ha? Kyungsoo hyung yang membuatkanmu? Haish.”, kata Kai berhenti mengunyah dan meletakkan sandwich di meja. Kemudian dia mulai meminum soft drink di depannya dengan cepat.

“Katamu tadi enak? Kenapa malah berhenti makan?”, tanyaku dengan mulut penuh.

“Kau ini noona. Jangan bicara kalau mulutmu penuh. Telan dulu. Ini minum untukmu.”, kata Kai menyeringai, lalu menyerahkan sekaleng apple juice untukku. Setelah berusaha keras mengunyah sandwich dan menelannya, aku pun minum jus yang diberikan Kai.

“Apple juice? Dari mana kau tahu aku suka apple juice?”, tanyaku serius.

“Engg..Umm..hanya asal tebak saja. Sudah, habiskan dulu makananmu. Uangmu mana noona? Biar aku yang bayarkan minuman ini.”, jawabnya agak gelagapan, kemudian meminta uang kepadaku. Akhirnya aku berikan uang 15ribu won padanya untuk membayar minuman itu.

“Emm, Kai. Kau ada rehearsal jam berapa?”, tanyaku pada Kai setelah dia kembali ke meja tadi.

“ Jam 1 siang noona. Tempatnya di sekitar Busan. Memang kenapa?”, jawabnya sambil duduk.

“Ah? Jinjja? Jam 1 siang? Ayo segera bergegas! Kita bisa terlambat nanti!”, kataku panik sambil melirik arlojiku. Jam 12.15. dan perjalanan ke sana kira-kira 45 menit. Belum lagi perjalanan untuk jalan kaki. Haduh! Sial!

 

Di tempat rehearsal

3 menit sebelum rehearsal…

Suho POV

Manager hyung terus mondar-mandir. Dia sedang bingung, gelisah karena sampai sekarang Kai belum muncul. Padahal rehearsal 3 menit lagi akan dimulai. Dia terus menelepon Kai, namun sepertinya tidak berhasil. Member yang lain pun ikut gelisah karena Kai belum datang, padahal dia adalah main dancer EXO K. Aku berusaha menenangkan member lain, walaupun sebenarnya hatiku lebih gelisah dari yang bisa mereka bayangkan.

“Sudahlah, tenanglah teman-teman. Aku yakin sebentar lagi Kai akan datang.”, kataku dengan nada sebiasa mungkin, agar mereka bisa tenang.

“Tapi sebentar lagi kita tampil hyung. Sebenarnya kemana perginya Kai tadi?”, tanya Baekhyun yang terlihat agak kesal.

“Sudahlah, kalian langsung menuju panggung saja dulu! Nanti Kai akan kusuruh untuk segera menyusul kalian. Oke!”, kata manajer hyung pada kami.

Kami pun menurut saja, dan dengan langkah berat kami beranjak ke panggung. Tiba-tiba ada orang yang memanggilku dari belakang. “Suho hyung! Suho hyung!”. Aku segera menoleh, dan kulihat Kai telah datang sambil berlari-lari. Nafasnya terengah-engah. Tak lama setelahnya, kulihat Jae Jae juga berlari-lari.

“Minum ini dulu. Atur nafasmu! Ayo kita segera ke panggung!”, kataku sambil menyodorkan sebotol air minum pada Kai. Aku merasa kasihan padanya.

“Kamsahamnida hyung. Baiklah.”, jawab Kai dengan nafas terengah-engah, kemudian meminum air yang kuberikan tadi. Kamii pun segera beringsut ke panggung untuk melakukan rehearsal. Aku sempat melirik ke arah Jae Jae dan mendapati dia sedang bersama manajer hyung. Mereka berhadap-hadapan dan membicarakan sesuatu, namun aku tidak tahu apa.

 

Shin Jae Jae POV

Setelah kami turun di stasiun pemberhentian, kami segera berlari menuju tempat rehearsal. Di perjalanan aku terus memarahi Kai.

“Kenapa kau tak pernah mendengarkanku? Aku sudah bilang tadi untuk tidak mengikutiku, tapi kau nekat! Dan kau tahu apa akibatnya sekarang? Kau terlambat untuk melakukan rehearsal!”, aku berkata pada Kai sambil berlari-lari.

“Hehehe. Mianhe noona. Lain kali aku akan mendengarkanmu. Kajja! Kita sudah hampir sampai!”, jawabnya enteng.

Aku hanya bisa diam, karena nafasku seperti hampir habis. Tapi aku berusaha untuk terus berlari menembus kerumunan orang. Dan akhirnya kami sampai di backstage, Kai pun memanggil Suho oppa yang terlihat akan segera ke panggung. Aku pun berhenti berlari. Sambil berusaha menarik nafas, ku atur detak jantungku. Baru saja aku istirahat, manajer oppa datang kepadaku dan menatapku dengan pandangan kesal.

“Kau ini bagaimana? Apa yang kau pikirkan? Kau tahu kan kalau hari ini Kai akan melakukan rehearsal? Kemana saja kau ajak Kai?”, tanyanya dengan wajah kesal. Aku berusaha mengatur nafas untuk menjawab pertanyaannya.

“Chongsoehamnida ajusshi. Memang aku yang salah karena mengajak Kai sampai dia telat begini.”, jawabku merasa bersalah. Aku pun menunduk.

“Jangan kira karena kau sekarang menjadi pasangan Kai, kau dengan seenaknya mengajak Kai kemana saja! Ingat, Kai itu punya jadwal yang padat! Dan hari ini kau hampir mengacaukannya!”, teriak manajer kepadaku.

Aku hanya bisa terdiam menunduk, dan hanya berulang-ulang menjawab dengan meminta maaf. Entah berapa menit manajer oppa memarahiku. Dia terus-terusan memarahiku, aku pun hanya diam saja.

“Baiklah. Lain kali kejadian seperti ini jangan sampai terulang lagi. Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau berulah seperti ini lagi.”, kata ajusshi pada akhirnya setelah memarahiku habis-habisan. Dan kembali, aku hanya bisa meminta maaf dan menunduk. Setelah ajusshi berlalu, aku pun terduduk. Tak terasa air mataku berlinang.

“Ini memang salahku. Harusnya sejak tadi pagi aku menyeret Kai untuk tidak mengikutiku tadi.”, gumamku sambil menangis.

 

D.O POV

Setelah Kai datang, kami langsung bergegas menuju panggung untuk persiapan rehearsal. Aku masih dapat melihat Jae Jae noona berlari-lari di belakang Kai, nafasnya tersengal-sengal. Lalu kulihat manajer hyung menghampirinya, sepertinya dengan wajah kesal. Itu hal terakhir yang bisa kulihat, karena aku ditarik oleh Suho hyung untuk segera pergi. Pikiranku masih berkecamuk dengan keadaan noona. Namun sebisa mungkin aku berkonsentrasi dengan rehearsal ini.

Setelah berada di atas panggung, ternyata rehearsal kami belum dapat dimulai karena terjadi kerusakan kecil pada mic Kai. Aku pun meminta waktu pada produser untuk permisi sekitar 5 menit, dan aku diizinkan. Sesegera mungkin aku berlari ke belakang panggung.

“Noona, kau tidak apa-apa?”, tanyaku sedikit khawatir dengan keadaan yeoja di hadapanku ini. Sebelumnya kulihat manajer hyung berlalu dari hadapan noona dengan wajah kesal.

“Umm..umm..aku tidak apa-apa.”, jawabnya tergagap, mengusap wajahnya tetapi tak berani mendongak untuk melihatku.

“Kau menangis noona?”, tanyaku hati-hati. Aku tahu saat ini dia sedang menyembunyikan air matanya di hadapanku. “Katakan padaku apa yang telah terjadi padamu noona.”

“Tidak ada apa-apa, hanya..aku hanya ..emm..mataku kemasukan debu kyungsoo-a.”, jawabnya dengan suara bergetar. Kali ini dia berani menatapku.

“Kau tak perlu menyembunyikan ini noona. Aku tahu kau pasti dimarahi oleh manajer hyung karena dia kira kau yang membuat Kai terlambat bukan?”, tanyaku lebih serius. Dan pertanyaanku itu sukses membuat dia terkaget.

“Wae..wae..darimana kau tahu?”, tanyanya heran.

“Hanya menebak. Dan ternyata benar kan.”

“Engg..kenapa kau di sini? Kau tak seharusnya di sini. Cepat kembali ke panggung.”, usirnya dengan wajah khawatir.

“Sudahlah, kau tak perlu cemas denganku. Pasti kau mengakui bahwa kaulah yang telah menculik Kai dan membawanya ke sini terlambat kan? Padahal Kai lah yang mengikutimu noona.”

“Ha? Darimana kau  tahu Kai mengikutiku?”

“Tadi pagi saat aku menyiapkan sarapan aku bertemu Kai dan dia bilang ingin pergi denganmu.”

“O..ooo..”

“Kau tidak apa-apa kan noona? Manajer hyung memang selalu berkata dengan gaya seperti itu. Jangan kau masukkan ke dalam hati. Dia begitu karena kepeduliannya yang besar pada kami.”

“Gwenchanaeyo. Aku tidak apa-apa. Arasso. Aku paham dengan manajer oppa.”

“Engg..baiklah aku akan kembali ke panggung noona. Uljima noona.”, kataku sambil segera berlalu. Kalimat terakhir yang kuucapkan terdengar agak menggantung, namun sepertinya noona mendengar.

            “Mmm..Nde Kyung..Kyungsoo-a.”, itu jawabannya terakhir yang dapat kudengar. Aku segera bergegas menuju panggung.

Kai POV

Lelah sekali rasanya badanku setelah rehearsal tadi. Bagaimana tidak? Setelah aku berlari-lari di jalan tiba-tiba langsung ke panggung dan melakukan rehearsal. Tapi tak apa, karena salahku juga yang terlambat datang. Mengingat kejadian itu pikiranku langsung tertuju ke noona. Dan aku pun langsung bergegas ke belakang panggung untuk mengetahui keadaan noona. Ternyata noona masih di sana.

“Ya, noona. Kau masih di sini.”, sapaku saat bertemu dengannya. Namun ada yang agak aneh, matanya terlihat agak sembab, seperti habis menangis. “Kau..kau tidak apa-apa kan noona? Apa yang terjadi?”, kataku dengan nada khawatir.

Dia hanya menjawab dengan mengangguk, lalu tersenyum. Kemudian dia membagikan jus kaleng pada semua member. “Kalian pasti lelah. Aku traktir kalian jus.”

Kata-katanya itu langsung kami sambut dengan semangat. Kami membuka jus yang kami pegang masing-masing. Lalu Baekhyun hyung berceletuk,”Wah, asik sekali kalau tiap hari kita ditraktir begini. Gamsahamnida Jae Jae. Oh iya, kau akan melihat penampilan kami di panggung nanti kan?”. Semuanya langsung menyahut dengan senang dan mengajak noona.

“Ngg..sepertinya aku tidak bisa Baekhyun. Aku ada tugas kuliah yang harus segera kukumpulkan. Menyebalkan sekali di saat hampir liburan seperti ini aku harus mengerjakan tugas.”, jawabnya sambil menggeleng, lalu membuang nafas panjang. “Siapa diantara kalian yang pandai berbahasa Inggris? Aku perlu bantuan untuk mengerjakan tugas ini.”

Mendengar pernyataan itu kami tersenyum. “Baekhyun hyung sepertinya adalah yang terbaik untuk bahasa Inggris, noona. Kau minta dia ajari saja noona.”, jawab Sehun sambil tersenyum.

“Nde, benar! Baekhyun jjang! Bahasa Inggrisnya luar biasa!”, komentar Chaenyol hyung dengan suara keras. Baekhyun hyung sebagai orang yang ditunjuk malah tertawa garing dan terlihat malu-malu. “Ah, kalian ini. Aku tidak sepandai itu.”

“Jinjja? Baiklah Baekhyun-a. Kau nanti malam tidak ada acara kan? Jadi kau bisa membantuku untuk menyelesaikan tugas ini.”, jawab noona dengan wajah berseri-seri.

“Ehm, arasso. Tapi aku punya satu syarat. Kau harus datang dan melihat penampilan kami setelah ini. Ara?”, jawab Baekhyun hyung sambil mengacungkan jari kelingkingnya. “Arasso, aku janji.”, jawab noona menyambut dengan kelingkingnya juga. Kini kelingking keduanya saling bertautan.

“Baiklah Jae Jae, kami pergi dulu. Ada sesuatu yang harus kami kerjakan dulu. Nanti kami ke sini lagi.”, jawab Suho hyung dan menarik satu-persatu member untuk mengikutinya. Aku masih tak beranjak dari tempatku.

“Noona, katakan padaku. Apa kau tadi menangis?”, tanyaku serius padanya dan menatapnya dengan penuh arti. Pertanyaaku membuatnya kaget dan dan balas menatapku, namun tak bersuara apapun. Entah berapa lama kami bertatapan seperti itu.

Jae Jae POV

“Aah..kenapa begitu sulit Jae Jae? Bahasa Inggrisku tidak sebagus yang kau kira.”, kata Baekhyun sambil membolak-balik kamusku. Bibirnya mengerucut, seperti bingung, dia pun mulai menggaruk-garuk kepalanya. Aku hanya terkekeh melihatnya begitu.

“Hehe..sebenarnya aku ingin meminta bantuanmu untuk membenarkan bahasa Koreaku ini. Aku kan baru belajar juga, jadi banyak yang salah. Kalau ada yang mengerti bahasa Inggris kan setidaknya ada yang mengetahui maksudku, jadi dapat membenarkan kalimat yang kubuat.”, jawabku sambil tersenyum.

“Aaahh..arasso. tapi sepertinya kalimat yang kau buat sudah benar. Hmm,, memangnya kau selalu bertanya begini jika mengerjakan tugas?”, tanyanya manggut-manggut.

“kalau dulu sebelum aku ke sini aku selalu dibantu oleh Jonghyun oppa. Tapi kalau di sini aku tidak tahu harus minta bantuan siapa lagi. Terimakasih mau membantuku.”, jawabku

“Chanmanaeyo. Apa Kai sudah benar-benar tertidur? Sepertinya dia kelelahan. Kasihan sekali maknae itu.”, kata Baekhyun sambil memandangi Kai yang sudah tertidur. Kami memang belajar di kamarku dan Kai. Kai juga ikut membantuku mengerjakan tugas tadi. Tapi mungkin karena bosan, dia memilih untuk tidur.

“Nde, sepertinya dia sudah tidur. Sepertinya sudah malam, lebih baik kau segera istirahat.”, kataku pada Baekhyun yang menguap.

“Ngg,, chakkaman. Aku hanya ingin bertanya. Benarkah tadi siang kau menculik Kai? Dan karena itu manajer hyung memarahimu?”, tanya Baekhyun penasaran.

“Ah, wae? Kenapa kau masih membahas itu lagi? Nae gwenchanaeyo Baekhyun-ah.”, jawabku sebisa mungkin menyembunyikan masalahku.

“Ya! Kau tak perlu membohongiku Jae Jae. Aku tahu semuanya. Kai mengikutimu ke kampusmu tadi sampai akhirnya Kai terlambat rehearsal. Dan manajer hyung menyangkamu kau yang mengajak Kai bukan?”, lanjut Baekhyun.

“Hhhh, nde, kau benar. Tapi kau berjanji jangan sampai Kai tahu masalah ini, aku tak mau dia merasa bersalah pada manajer.”, jawabku kalah.

Baekhyun hanya menjawab dengan berakting mengunci rapat-rapat bibirnya dengan kunci, kemudian kuncinya dibuang. Aku melihat itu tersenyum “Gomawo, Baekhyun-ah.”

“Haha. Arasso. Aku mau istirahat dulu. Selamat tidur Jae Jae.”, kata Baekhyun bangkit dari duduknya, kemudian mengacak rambutku.

“Nde, cepat tidur sana. Dan semoga mimpi indah.”, aku pun tersenyum sambil mengantar Baekhyun ke pintu kamar.

“Tenang saja, aku nanti akan memimpikanmu Jae Jae.”, jawabnya sambil menyeringai. “Annyong”

Aku tertawa. Kurasakan rasa kantuk mulai menyerangku. Segera kututup pintu agar aku segera bergegas tidur. Saat aku membalikkan badan, sontak aku kaget karena Kai sudah berdiri di hadapanku dengan tatapan aneh. Heran. Kaget. Atau marah. Atau ekspresi apa aku tak mampu membacanya.

-TBC-

How?How?Jelek?Lucu?Atau gimana?Pokoknya semua ditunggu komennya ya!!

Gomawo *bow with Kai&Lay*



Don’t Judge Me (Chapter 1)

$
0
0

Title: DON’T JUDGE ME

 

Author: Voldamin-chan

 

Length: Multichapter

 

Rating: PG-15

 

Genre: Romance

 

Main Cast: Lay (Zhang Yixing), Kim Taeyeon

 

Other Cast: EXO and SNSD member

 

Fiuh.. akhirnya ane debut juga jadi author dengan mempersembahkan FF ini. Sebetulnya mau ane jadikan songfic gara-gara terinspirasi lagunya Chris Brown yang judulnya Don’t Judge Me makanya judulnya sama, tapi mungkin dan menurut ramalan masa depan kayaknya ga bakal jadi songfic. Pastinya kisah FF ini bakal terinspirasi dari berbagai macam lagu, drama, film dan novel yang pernah ane lihat dan baca. Yah, sekedar pengen buat dan melihat apa ane punya bakat jadi author dan yang pasti murni imaginasi pribadi hohoho (^o<)v. Memang sengaja ga pake semacam teaser atau prolog, soalnya ga bisa buatnya, poster FF ini juga bikin semampu ane hehe.. Okelah kalau begitu selamat menikmati hidangan FF yang masih labil begini dan jangan lupa tinggalkanlah komen yang nanti bisa ane jadiin ide ngelanjutin kisah FF labil macam begini hehe..

HAPPY READING

 

…We should never go there

Please don’t judge me…

…Just let it be beautiful…

***

Udara hari ini terasa begitu berbeda. Mungkin karena berada di belahan bumi yang berbeda sehingga perubahan cuaca kecil seperti ini membuat tubuh lebih sensitif. Begitulah yang dirasakan seorang laki-laki berambut hitam legam. Mengenakan jas hitam yang tebal serta sepatu boots hitam dan syal hitam. Berkabung. Mungkin itu pendapat orang-orang ketika melihatnya sekilas. Namun, baginya hitam adalah warna favorit dan cocok dengan wajahnya yang misterius.

 

Kau tahu, hitam yang misterius itu hanya menutupi kelembutan hatinya. Ketika hitam mau membuka hatinya maka putih akan muncul dan memperlihatkan betapa lembutnya hitam itu.” Kenangnya.

“Ya, benar. Hanya putih yang bisa memahami hitam. Kau paham betul fakta itu.” Ucapnya pada dirinya sendiri.

 

Berjalan menyusuri jalan raya yang baru dikenalnya beberapa jam lalu setelah ia tiba di kota menara eiffel ini dan hanya bermodalkan dompet hitam yang masih betah di dalam jas hitamnya. Tubuhnya separuh basah kuyup karena ternyata payung bening yang bermaksud melindungi dari serangan air hujan yang begitu dingin menurutnya, ternyata tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik.

 

“LES DEUX MAGOTS”

 

Disinilah ia menghentikan langkah kakinya setelah berjam-jam mengelilingi kota Paris tanpa arah dan tujuan. Langit pun sudah memudarkan warnanya. Lampu-lampu kota Paris mulai membuka matanya, menemani kesibukan kota Paris yang sepertinya masih bertahan pada malam hujan seperti ini. Laki-laki itu pun segera masuk ke dalam LES DEUX MAGOTS, begitu pula jas hitam kesayangannya yang setia menemaninya. Meskipun hari sudah semakin malam ternyata cafe ini masih ditemani oleh banyak pengunjung setianya.

 

Diletakkannya payung bening itu di sebuah keranjang coklat berdekatan dengan pintu masuk cafe ini, kemudian laki-laki berlesung pipit itu merebahkan tubuhnya di salah satu kursi kayu dekat jendela yang sepertinya sudut strategis baginya. Dia menatap jalanan Saint-Germain-des-Prés yang masih ramai oleh lalu lalang orang-orang Paris. Ada anak kecil yang diapit kedua orang tuanya, ada beberapa pasang rekan kerja yang kelihatannya masih sibuk membicarakan kegiatan kantor mereka, ada sesorang yang berjalan sendirian dengan tergesa-gesa, ada pula beberapa pasang kekasih yang saling berbagi payung.  Ternyata orang Paris tidak sependapat dengan laki-laki itu yang menurutnya cuaca hujan sekarang benar-benar menusuk kulit karena masih jalanan Paris masih dipenuhi orang yang berlalu-lalang.

 

Maaf… aku sudah tidak tahan dengan kita yang selalu seperti ini..

Selalu, kenangan dan kenyataan pahit itu menjadi langganan mimpi buruk baginya.

Kita selalu bertengkar dengan topik yang sama… aku sudah tidak sanggup lagi harus seperti ini…”.

 

Terbersit dipikiran laki-laki itu ‘apa yang aku lakukan disini?’ ‘bagaimana kondisinya saat ini?’. Kerinduan, sesal, dan ragu. Kosakata yang akhir-akhir ini terus berputar di pikirannya. Itulah yang membuat dia mengitari kota Paris yang besar ini selama berjam-jam dan tak tahu harus kemana yang pada akhirnya sampailah di LES DEUX MAGOTS, salah satu cafe ternama di kota Paris.

 

“Kau benar, Les Deux Magots memang tempat yang tepat bagiku..”guman laki-laki itu dalam hatinya. “lebih tepat jika kau yang menunjukkannya padaku sendiri..” lanjutnya sambil tersenyum masam.

 

Sumpah.. kau harus benar-benar melihatnya sendiri! Cafe itu benar-benar cocok dengan image dan hobimu, kau pasti akan menemukan banyak inspirasi disana! Les Deux Magots, kau benar-benar harus melihatnya” masih jelas di dalam ingatannya bagaimana gadis itu dengan wajah yang berbinar-binar menceritakan sebuah cafe yang saat ini ada dihadapannya.

 

Matanya menjelajahi satu persatu pernak-pernik yang meramaikan isi cafe ini. Cafe ini memang bernuansa seni, penuh dengan hiasan yang menawan didukung dengan suasana yang nyaman seperti ini. Pandangannya terhenti pada sesosok 2 patung yang menjadi ciri khas cafe ini. “The Deux Magots disana mengingatkanku padamu… kau tau, ternyata mereka dari China lho!”

 

Laki-laki itu membenamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya. Otaknya terasa penuh. Hatinya sesak. Tubuhnya seakan tidak kuat lagi menahan semua pikirannya yang sedang kacau saat ini.

 

Kenapa selama ini kau tidak pernah jujur padaku! Aku lelah!”

“Taeyeon-noona kumohon kau jangan seperti ini…”Laki-laki itu berusaha mendekatinya. Ingin memeluknya tapi tidak bisa atau mungkin tidak sanggup.

 

“Cukup,Lay! ! ! Kenapa kau membuatku seperti ini…”terlihat mata yang berkaca-kaca itu mulai tidak bisa mencegah butiran air mata yang mulai jatuh satu per satu.

 

“Taenggo-ya, kenapa kau tidak mau mendengar penjelasanku dulu…”

 

“CUKUP!!!  AKU LELAH,LAY! Tolong…  tolong tinggalkan aku sekarang… Aku mohon,Lay.”

 

Gadis itu duduk bersimpuh dilantai, tertunduk dan bisa terdengar isakan kecil tangisnya. Gadis itu terus memukuli kepalanya seakan-akan ia menyuruh isi kepalanya untuk tidak keluar tanpa ijin. Seorang pria lain yang berada disamping gadis itu mulai memeluknya. Berusaha menenangkan gadis itu meskipun gadis itu berusaha memberontak.

 

“Keluarlah…” Pria berperawakan tegap dengan pipi yang agak tambun itu menyuruhnya untuk tidak bersikeras memperkeruh suasana hati gadis itu sekarang. Laki-laki itu hanya bisa terdiam tanpa kata-kata, mungkin lebih tepat takut akan terjadi hal yang lebih buruk jika ia meneruskannya. Terpuruk. Itulah yang bisa ia lihat apa yang terjadi pada gadis itu.

 

Excuse me, Sir. What would you like to order?” suara seorang pelayan membuyarkan lamunannya.

Oh, Sorry. Just give me a cup of coffee and some croissant, please” balas laki-laki itu.

Alright Sir. Just a moment please” pelayan itu segara melesat pergi meninggalkan laki-laki itu sendirian lagi.

 

Lay melepaskan jas hitamnya yang baru disadarinya bahwa separuh jasnya memang  basah kuyup. Satu per satu dikeluarkannya isi kantong jas itu. Hanya ada dua benda yang bisa ia temukan di balik kantong jas itu.

 

Diletakkannya handphone dengan model keluaran terbaru miliknya dan sebuah dompet kulit hitam di atas meja kayu yang hanya berhiaskan vas bunga kecil dan standing card bertuliskan menu spesial hari ini. Kemudian disampirkannya jas separuh basah itu di punggung kursi yang sedang ia duduki sekarang. Lay mulai membuka dompet kulit berwarna hitam itu, hanya untuk melihat apakah uangnya cash yang ia bawa sekarang cukup untuk membayar pesanannya. Masih bisa dia sadari ada sebuah foto yang terpampang di dalamnya.

 

Disana terlihat seorang pasangan yang memakai kostum halloween yang tidak menyeramkan sama sekali melainkan lebih terlihat lucu. Seorang gadis dengan memakai hiasan telinga kucing berwarna putih dikepalanya, sedangkan laki-laki di sebelahnya memakai hiasan yang sama, hanya saja berwarna hitam. Terlihat senyuman lebar keduanya dengan memamerkan boneka ginger bread dengan ukuran lumayan besar yang ada diletakkan diantara kedua pasangan itu. Tujuan utamanya kini beralih memandangi foto itu.

 

‘♥Lay feat. Taenggo♥’

 

itulah yang tertulis disana dan ia tahu pasti itu adalah panggilan kesayangan diantara mereka menghiasi bagian bawah foto itu. Lay melihat gadis itu menunjuk lesung pipitnya sembari memegang boneka kesayangannya. Kini ia benar-benar merindukan senyuman gadis itu.

 

Excuse me, this is your coffee and croissant. Have a nice meal, sir.” Pelayan berwajah oriental itu membawakan menu yang ia pesan tadi. Lagi-lagi pelayan ini membuat Lay bangun dari lamunannya. “Merci becoup..” balas Lay. Pelayan itu hanya membalas dengan senyuman hangat sebagai tanda keramahan cafe ini.

 

Drrrtt… Drrrtt… Drrrtt..

 

Segera setelah pelayan itu meninggalkan Lay sendiri, handphone yang ia letakkan di atas meja bersebelahan dengan vas bunga disampingnya bergetar. Sekarang handphone it berpindah ke tangannya. Ia segera menjawab telepon setelah ia tahu siapa yang sekarang memanggilnya.

 

“Yeoboseyo. Ne, Minseok hyung. Ada apa?”

 

Ah, tidak. Hanya ingin tahu kau sudah sampai di Paris atau belum..

 

“Ne, aku sudah sampai di Paris beberapa jam yang lalu.”

“Apa hyung sekarang sedang bersama Taeyeon noona? Bagaimana kondisinya sekarang?”

 

Kebetulan dia sekarang sedang tidur.  Kondisinya mulai membaik dan Taeyeon sudah bisa melakukan rutinitasnya seperti biasa.

 

“Syukurlah ia baik-baik saja. Terima kasih, hyung.”

 

Baiklah kalau begitu, beristirahatlah. Semoga harimu menyenangkan dan jangan lupa hubungi aku,Ok?

 

“Ne, hyung. Aku akan sering-sering menghubungimu. Kalau ada perkembangan soal Taeyeon noona jangan lupa kabari aku hyung.”

 

….

 

“Ne.”

 

….

 

“Bye…”

 

Sambil menyesapi kopi dan menikamati roti croissant yang ia pesan tadi, Lay menyadari bahwa hari sudah semakin larut. Jam cafe ini sudah menunjukkan pukul 9 malam dan kelihatannya pengunjung sudah mulai sepi. Segera ia meminta bill dan membayarnya.

“Ah, Kris hyung pasti sudah sampai di apartemen…” guman Lay sambil memasukkan semua benda berharganya kedalam saku jas hitamnya itu. Dalam hitungan detik segera Lay melesat pergi meninggalkan Les Deux Magots menuju apartemennya.

***

 

Just let the past…

…Just be the past…

…And focus on things…

…That are gonna make us laugh…

 

-2 Years Ago-

 

‘KOREAN NATIONAL UNIVERSITY OF ARTS’

 

Tulisan besar itu menempel pada papan pengumuman  yang bertengger di dinding luar ruang auditorium milik salah satu universitas ternama di kota Seoul ini. Berbagai macam lembaran-lembaran memenuhi papan yang cukup besar itu dan berisikan informasi yang setidaknya bermanfaat bagi para siswa di sini. Sudut kanan papan itu sepertinya sangat menarik untuk dibaca, karena hanya sudut itu yang kini sedang menjadi pusat perhatian seorang gadis berambut ikal didepannya. Sepi. Seperti itulah keadaan kampus hari ini dan hanya gadis itu yang terlihat betah berlama-lama disana tanpa seorang pun menemaninya.

 

“Hmm… ‘The Julliard School’… ‘Conservatoire de Paris’… Hmm.. dua-duanya kelihatan menarik…”gumannya dalam kesunyian kampus sore itu.

 

Tiba-tiba perhatiannya teralihkan dari sudut papan itu ke ruang auditorium sebelahnya. “Sepertinya masih ada yang betah tinggal di kampus sesore ini selain aku…”

 

Pelan-pelan ia mengikuti sumber suara itu dan ia yakin ada seseorang yang sedang memainkan piano auditoirum disana. “Hmm… kalau tidak salah… ‘I Giorni’!” ucap gadis itu dengan lantang dan langsung membekap mulutnya sendiri takut kalau ia akan mengganggu permainan orang itu.

 

Di ujung auditorium itu hanya ada seorang laki-laki dan sebuah piano. I Giorni, seperti itulah ia menebak judul lagu yang keluar bersama dentingan piano sore itu. Cahaya matahari sore membuat sosok laki-laki itu tidak terlihat jelas. Gadis itu membuka pintu auditorium pelan-pelan bermaksud ingin mendengar lebih jelas sekaligus ingin menuntaskan rasa penasarannya pada sosok laki-laki misterius itu.

 

*TO BE CONTINUED*

 

Huwaaaaa…. Kyaaa…. My first piece akhirnya jadi meskipun cuman chapter awal siyy… hehehe… bagaimana pemirsah?? Sangat panjang kah? Maapkan ane yang bikin FF melankolis begini, entah ane juga ga yakin apa FF ini bener-bener melankolis, yang pasti genrenya romance^^. Hmm.. karena ane masih newbie sebagai pembuat FF dan belum se-profesional para admin dan author-author yang lain, jadi ane berharap sangat bagaimana seharusnya dan tidak seharusnya (ah jadi belibet ngomongnya.. hauuu -_-) jalan cerita yang baik bagi keberlangsungan FF perdana ane ini. Jadi, ane buka lebar-lebar saran dan kritik buat ide cerita FF ini karena sumpeh ane bikin FF ini disela-sela kerja jadi ide munculnya kayak kreditan gitu deh, ga lunas-lunas keluarnya. Aigooo… baiklah ane tunggu saran-saran dan ide-ide brilliant dari para readers yang budiman dan yang mau baca FF yang aneh begini d(^_^)v. Oh iya lupa mau ngucapin arigatou gozaimasu …m( _ _ )m… buat admin yang usah berbaik hati mempublish FF perdana ini dan para readers yang rela membuang-buang waktu cuman buat baca FF kayak begini,.. Matur nuwun dah …kekekekekek…


She’s My Apple

$
0
0

Title : She’s My Apple

Author : Hangukffindo

Main Casts: Lay EXO M and Apple (OC)

Other Casts : Luhan, Xiumin, Tao, Chen

Length : 3900+w

Rating : PG-13

Genre : Fluff, Romance

Summary :

Lay mempunyai kekasih yang namanya mirip buah.

Dia Apple.

***

Lay tidak peduli apa yang ada di dalam kepala setiap orang. Mereka boleh berpikir apapun, semua hal yang bersangkutan tentangnya atau tentang hal lain, misalnya kucing, batu, kodok, atau bagaimana bisa Kris memasukkan bola ke dalam ring yang berjarak 2 meter dari tempat dimana dia berdiri, atau bagaimana bisa Xiumin menghabiskan dua mangkuk mie pedas dalam hitungan detik.

Tidak akan ada yang bisa melarang Chanyeol berbisik-bisik di balik majalahnya bersama Jongin, memperhatikan Krystal bermain bulutangkis di lapangan. Tidak akan ada yang bisa melarang Baekhyun terus mencoba mengintip dari celah pintu, memperhatikan Taeyeon bernyanyi di ruang musik. Lagipula juga tidak ada yang mau berurusan dengan Tao, jangan pernah mencoba melarangnya melayangkan kaki di udara atau kau akan kena pukul.

Mereka bisa saja melarang Kyungsoo yang polos pergi ke kamar mandi, atau mencuri kentang dari piring Junmyeon, namun tidak ada yang pernah benar-benar mengurusi atau sekedar berhenti untuk berpikir saat melihat Lay menghampiri seorang gadis gemuk yang sedang makan.

Lay tidak melarang mereka.

Apple juga tampak tidak peduli.

Mereka pasangan yang…eumm…tidak seimbang?

Lay kurus, Apple gadis gemuk sampai semua kancing di kemejanya mencuat, seakan nama buah itu memang tepat untuknya. ‘Apple’…buah apel…bulat. Hmm…memang cocok.

Namun tanpa perlu repot-repot memikirkan mengapa orang tua Apple memberinya nama seperti itu, Lay memintanya untuk pergi ke pesta dansa satu tahun yang lalu. Apple memakai dress sewarna buah plum di musim semi. Dia cantik, pikir Lay saat menggenggam tangannya.

Dia hangat, pikir Lay saat mereka berdansa dan tangannya merengkuh tubuh Apple. Lalu Apple menginjak kakinya, rasa sakit menjalar sampai lutut, lagi-lagi Lay harus tersenyum dan berpikir, Dia kuat.

Dia suka sushi. Lay membelikan sekotak sushi dan sashimi pada kencan kedua mereka di sebuah restoran jepang dekat sekolahnya. Lay hanya pergi beberapa menit ke kamar mandi, bercermin melihat betapa merona wajahnya hari ini, dan dia senang. Kemudian saat kembali sushi itu sudah menghilang, menyisakan sumpit dan segelas ocha kosong.

Tak mengapa. Lay bisa membeli seratus kotak lagi jika Apple menginginkannya.

Dia suka bunga matahari. Mereka pergi ke taman wisata untuk meneliti tanaman yang ada disana dan Apple tertegun sejenak memandang bunga matahari yang tumbuh subur di taman itu.

“Apple, apa yang kau lakukan?” tanya Lay menggenggam tangannya, namun Apple tidak menjawab, terus menatap bunga warna kuning itu, terpesona.

“Apple?”

“Hah?”

Apple tampak kaget dan Lay tersenyum menariknya kembali ke rombongan. Mereka tidak membicarakan tentang bunga matahari selama perjalanan pulang atau di hari-hari selanjutnya, karena di satu pagi hari yang cerah Apple menemukan satu pot bunga matahari di depan pintu rumahnya.

Dia pintar. Mungkin Apple bukan seorang yang memakai kacamata, namanya tidak terdaftar di antara sederet juara olimpiade nasional, wajahnya tidak terpampang di deretan figura murid-murid berprestasi tahun 2012. Namun dia bisa memasak, menjahit kancing baju Lay yang lepas, memperbaiki resleting tas kekasihnya yang rusak…

Lay tahu tidak ada yang lebih indah daripada melihat pipi gembul itu memerah setiap kali Lay berbisik, “Aku sayang padamu, Apple.”. Apple akan melihat kearahnya, tertawa memperlihatkan giginya dan memukul lengan Lay cukup keras dan menimbulkan rasa sakit.

Dia gadis yang menyenangkan.

Dia suka tersenyum, merona.

Dia pemalu.

Dia…

 

Akan ada banyak kata ‘dia’, sejuta fakta yang tidak bisa Lay hindari karena mereka bertemu setiap hari, setiap jam, setiap detik dihabiskan bersama. Apple tidak beraroma manis seperti gadis-gadis pemandu sorak di sekolah mereka. Dia tidak mempunyai aroma.

Tidak ada yang spesial, yang bisa membedakan Apple dari gadis lain jika Lay menutup matanya.

Satu hal yang pasti, Lay tahu itu Apple meskipun dia menutup matanya sekali pun. Ada perasaan…ada sebuah koneksi yang tidak terbatas oleh sekedar parfum yang bisa menjadi ciri khas.

Lay hanya tahu jantungnya berdegup kencang mendengar langkah Apple yang berat.

Dia Apple. Dia kekasihku.

 

***

Apple merasa beruntung.

Dia tidak pernah berpikir di umurnya yang ke 17, mendapatkan kekasih setampan Lay. Dia jatuh hati pada lesung di pipi Lay yang timbul setiap kali laki-laki itu tersenyum. Dia jatuh hati pada jaket Lay yang beraroma permen karet rasa anggur, melindunginya dari hujan, juga topi Lay yang sedikit kekecilan di kepalanya saat matahari berusaha membakar rambutnya.

Kesimpulannya, Lay luar biasa. Dia memang bukan seorang yang populer di sekolah. Lay berteman dengan Xiumin, Jongdae, Luhan, dan Junmyeon, sekumpulan orang-orang yang tersiksa, tapi siapa sangka ada orang yang lebih teraniaya dari mereka.

Orang itu adalah Apple. Gadis bertubuh gempal, roknya yang pendek memperlihatkan paha besarnya, betis yang seperti lobak, dan terkadang…bukan perasaan senang yang dia rasakan.

Lay tidak keberatan Apple menghabiskan dua kotak sushi, dua gelas ocha, satu gelas bubble tea, tiga mochi, dan kue tiramisu di penghujung hari. Lay akan membiarkan Apple memasuki setiap toko kue dan permen selama kencan mereka, karena perut Apple selalu berulah setiap kali dia melihat kue berwarna-warni terpampang di etalase toko.

Tidak masalah.

         

Mungkin Lay tidak pernah mempunyai masalah dengan itu, namun Apple punya. Timbangannya selalu naik, menunjukkan angka yang tidak wajar di akhir minggu. Angka itu berputar-putar di kepalanya dan akan menghilang seraya dia bertemu Lay, satu-satunya orang yang melihat dirinya sebagai orang normal, karena…

“Turunkan berat badanmu! Kau terlalu gemuk seperti babi!” ujar ayahnya dari ruang tamu.

“Dasar gajah!” ejek adiknya sebelum berlari ke luar rumah.

“Eumm…kau baru sembuh dari sakit, tapi…kau bertambah gemuk dan tidak kelihatan sakit sama sekali, Apple.” Ujar sahabatnya.

“Lihat kakimu sudah seperti pepaya.” Nasehat ibunya saat Apple mengendap-endap ke dapur, mencungkil sepotong puding dari kulkas.

Tidak masalah. Selama Lay masih menjadi kekasihnya, menggenggam tangannya dan tidak mengatainya apapun, Apple tidak memikirkan apa-apa.

 

Ya, selama Lay masih melihatnya sebagai seorang manusia yang kelebihan lemak, daging, dan sebagainya.

 

Ya, selama Lay masih menganggapnya cantik dan sebagai kekasih yang menyenangkan untuk dilihat.

 

Bagaimana jika suatu hari Lay…

 

Hujan mengguyur kota itu, gedung sekolah basah, petir menyambar kemana-mana, para gadis pemandu sorak menjerit dan menyita perhatian sebagian laki-laki yang bersedia melindungi mereka layaknya pahlawan. Apple kedinginan dan dia tidak bertemu Lay hari itu, namun ketika dia pergi ke sudut perpustakaan, dia mendengar suara teman-teman Lay membicarakan seseorang…seseorang yang dia kenal betul.

“Apa sih yang dipikirkan Lay?” itu suara Luhan. Dia setengah berbisik, masih jelas terdengar.

“Apa maksudmu?” yang ini adalah suara Tao.

“Kau tahu yang kumaksud, si labu berseragam itu.” Balas Luhan membalik halaman buku matematikanya. Tao mengangkat alisnya, tertawa hingga menyemburkan ludah ke wajah Xiumin.

“Hei, pelan-pelan, kawan!” Xiumin juga terdengar disana, mengunyah makanan. “Kau sadis, Luhan.” Tambahnya.

“Ya, kau sadis.” Tao meniduri buku ekonominya dan tertawa kecil. “Dia bukan ‘labu berseragam’. Dia…’apel berseragam’.” Lalu semua orang kembali tertawa dan mengecilkan suara ketika penjaga perpustakaan menghampiri mereka.

Apple menggelengkan kepala. Dia sudah terbiasa akan hal ini, mendengarnya dan membiarkan kata-kata mereka lewat begitu saja. Dia merapatkan tubuhnya ke rak setelah mendengar suara Lay yang baru saja datang bergabung bersama teman-temannya.

“Hai, Lay! Darimana saja kau?”

“Aku mengerjakan tugas kimia. Kenapa? Oh iya, apa kalian melihat Apple?” tanya Lay menggeser kursi, Apple mengintip dari celah diantara buku-buku tua.

Luhan saling bertukar pandang dengan Tao yang menahan tawa. “Yang jelas dia tidak berada disini, karena makanan tidak diperbolehkan masuk ke perpustakaan haha…” dia kembali tertawa dan diikuti Xiumin, Tao, dan Jongdae.

Lay memutar kedua bola matanya, “Ayolah, kawan. Aku serius.”

“Kami juga serius, Lay.” Luhan merangkulkan lengannya ke bahu Lay, berpikir sejenak sebelum berbicara. “Ada seseorang yang menanyakanmu.”

“Apple?”

“Aigoo…apa kepalamu hanya ada Apple, Apple, dan Apple? Berpikirlah rasional, kawan.” Ujar Luhan terdengar bosan.

“Apa maksudmu?”

“Aiisshh…sudahlah. Begini, dengarkan aku baik-baik, Lay. Ada seseorang yang menanyakan tentangmu. Dia…Krystal.”

Lay menjauhkan diri, menatap temannya itu seperti dia baru saja mengeluarkan kata-kata paling parah sedunia. “Krystal? Anggota pemandu sorak sekolah ini?”

“Haruskah aku mengejanya? K-R-Y-S-T-A-L. C-A-N-T-I-K…”

“S-E-K-S-I!” timpal Tao terkekeh.

“Yap, betul.” Luhan memperat rangkulannya pada Lay sambil mengangkat alis, seakan bertanya.

“Lalu?” Lay bertanya tanpa dosa.

Luhan memukul lengannya, menjauhkan diri dan menatap Lay dengan tatapan sebal. “Lalu pergi berkencanlah kalian berdua!” pekiknya tidak sabar. Lay boleh saja lemah dalam pelajaran fisika dan matematika, tapi tidak dengan yang satu ini.

Apple menutup mulutnya. Napas tertahan dan dadanya seketika sesak. Dia masih berada disana, walaupun air mata tampak mencoba keluar. Apa ini?

          “Hei, tidak ingatkah kau aku punya Apple?”

Luhan hampir menangis, menjabak rambutnya sendiri frustasi. Dia menangkup wajah Lay, wajah yang ingin sekali dia pukul karena terlalu bodoh dalam hal percintaan.

“Apa kau idiot, Lay? J-jangan pikirkan Apple atau siapapun dia. Astaga, kenapa kau mau menghabiskan waktu dengan seseorang seperti Apple? Dia…dia bahkan tidak ada apa-apanya, Lay. Apa yang kau lihat darinya? Tubuh gemuknya? Apa menurutmu itu menarik? Kau bisa menggendongnya dan berputar-putar seperti di dalam drama? Apa menurutmu orang-orang akan cemburu melihatmu berjalan dengannya? Apakah ada seseorang yang akan cemburu padamu? Tidak! Tidak, Lay.”

Semua orang diam di ruangan itu, termasuk penjaga perpustakaan yang tampaknya ingin tahu apa yang mereka bahas.

Dia benar. Luhan benar. Batin Apple di balik rak buku.

“Dengarkan aku, Lay. Kau…kau pantas mendapatkan seseorang yang lebih daripada Apple. Disini ada Krystal, jatuh hati padamu…” Luhan menunjuk dada Lay. “Tidakkah hati kecilmu menginginkannya? Bertemu dengan seseorang yang cantik, yang membuat semua orang berpaling setiap kali melihatmu berjalan dengannya, yang membuat semua orang iri, yang membuat semua orang berkata ‘aku ingin mempunyai gadis sepertinya’. Tidakkah kau menginginkan sebuah perasaan takut sehingga kau harus menjaga kekasihmu baik-baik, tidak hanya di pagi hari, namun di juga setiap detik. Pernahkah kau merasakan hal itu saat bersama Apple?”

Tidak. Jawab Apple menggigit bibirnya. Satu butir air mata berhasil lolos meluncur di pipinya.

 

Tidak.

Apple tahu apa yang akan dikatakan Lay, tidak perlu menunggu untuk mendengarnya dari mulut Lay sendiri, maka dia pergi dari sana, setengah berlari. Berharap matahari tidak perlu tenggelam sore ini, agar setidaknya Apple bisa menghabiskan malamnya dengan menangis.

 

Lay mengerutkan dahinya. “Aku…”

 

***

 

Pagi hari datang kembali menjemput. Tidak ada sarapan pagi ini bagi Apple. Dia sengaja bangun sedikit terlambat, lalu berlari menuruni tangga, mengacuhkan ibunya yang menyuruhnya sarapan.

Tidak ada cemilan di sela-sela pelajaran. Tasnya kempes tanpa snack-snack yang senantiasa menemaninya. Hanya ada buku-buku pelajaran yang masih berbau permen, cokelat dan puding, hingga ingin rasanya Apple menggigit mereka. Perutnya meraung-raung, namun dia mengacuhkannya. Kakinya lemas dan keringat mengalir di punggungnya.

Ini proses. Bersabarlah, Apple! Katanya dalam hati menyemangati tubuhnya agar terus bertahan dalam situasi itu.

Tidak ada makan siang.

“Kau yakin tidak mau makan siang?” tanya Lay bingung.

Apple menggelengkan kepala dan berusaha tersenyum ceria. “Aku masih kenyang. Makanlah, Lay.” Dia memperhatikan nasi yang dikunyah Lay, sup yang menuruni tenggorokannya. Sup yang hangat, ayam goreng, dan sayur tomat, menu kesukaannya di hari Rabu. Ugghh…kenapa harus terjadi?

Lalu ketika Lay menyuapinya sesendok puding dan dia menerimanya, Apple menahan puding itu di mulut dan segera berlari ke kamar mandi. Dia memuntahkan puding itu dari mulut ke kloset. Rasa manis yang selalu terasa indah di lidah harus pergi seraya Apple menekan tombol flush.

Lay tidak berkomentar karena Apple beralasan tiba-tiba dia merasa sakit perut dan harus pergi ke toilet.

 

Makan siang terlewatkan. Apple selamat.

 

***

 

Diet.

Adalah sebuah proses menyakitkan, menyiksa, dan terparah yang pernah Apple rasakan. Lebih parah daripada penyakit demam, flu, batuk yang pernah dia alami. Makanan adalah separuh jiwanya, mungkin seluruh jiwanya! Makanan adalah sahabat yang paling setia, paling baik dan tidak akan pernah menyakiti hatinya seperti manusia. Dan kini…hanya satu kata ‘diet’ dan mereka harus berpisah untuk selamanya.

Alat timbang menjadi teman baru yang familiar.

Apple membersihkan semua cokelat-cokelat dari kamarnya, mengucapkan selamat tinggal pada snack kentang dari dalam tasnya, terkadang dia mencuri sebutir permen mint hanya untuk mengobati perasaan rindunya dan dia akan menangis menahan lapar di tempat tidur.

Namun dia tidak berani melahap satu permen lagi ketika mengingat wajah Lay, wajah Lay yang tersenyum dan mungkin dia berharap melihat raut wajah Lay yang ketakutan kekasihnya akan direbut orang lain.

 

“Aku pasti bisa.” Bisik Apple dalam tidurnya. “Aku pasti bisa, aku pasti bisa, aku pasti bisa…”

***

 

Lay menyadari perubahan yang terjadi pada diri kekasihnya. Bukan, bukan tentang tubuhnya yang sedikit berbeda di matanya. Tapi kebiasaan melewatkan makan siang di sekolah, tidak ada lagi sekotak sushi, bubble tea, dan mochi kacang setiap mereka pergi kencan. Tidak ada permen, cokelat, dan biscuit dalam tas Apple ketika Lay melongok melihatnya.

Hanya ada sebuah permen mint, botol air minum yang berisi teh hijau, dan sekotak obat yang Lay tidak tahu apa itu.

Lay menyadari perubahan yang terjadi pada Apple. Bukan hanya karena fisiknya, atau tingkahnya, namun perasaan tidak enak yang mengelilinginya, mengikuti mereka. Perasaan itu tidak terasa menyenangkan dirasakan, juga tidak spesial, entah mengapa tiba-tiba Lay merasa berjalan bersama orang lain, bukan Apple yang dia kenal.

Apple tidak berhenti di depan toko kue, dia tidak menarik lengan Lay untuk masuk ke dalam toko permen. Dia tidak mengerti apa yang terjadi, mengapa tiba-tiba disana bukanlah Apple kekasihnya, namun seperti seseorang yang asing.

Lay menahan Apple berjalan lebih jauh. Mereka berhenti di depan taman.

“Ayo, kita makan.” Ucap Lay. Lalu Apple menggelengkan kepala, “Aku masih kenyang.”

“Kau jarang makan belakangan ini, Apple? Apa kau sakit? Kau selalu berkata ‘aku masih kenyang’ padahal aku tidak melihatmu makan dari pagi tadi.” Lay menaruh tangannya di dahi Apple, merasakan kulit dingin yang pucat. “Apple, ada ap—“

“Aku tidak apa-apa. Sumpah, aku masih keny—“

“Bohong.”

Apple berhenti bicara. Mendengar Lay berkata seperti itu membuatnya terpojok dan ingin mengatakan yang sebenarnya. Namun dia memilih untuk menggigit bibir, menahan kata-kata jujur keluar.

“B-bohong? Tidak, aku tidak berbohong. Ada apa denganmu, Lay?” nadanya terlalu tinggi dari yang dia kira. Dia tidak bermaksud panik seperti itu, hingga Lay menatapnya bingung. “Aku…aku hanya tidak lapar, oke? Bisakah kita berjalan lagi?”

Tangan Lay tidak bergeming, dia tetap menahan Apple disana. “Lay…”

“Katakan yang sejujurnya. Apa kau…”

Apple ingin menutup telinganya. Dia tidak ingin mendengar kata itu, kata yang memisahkannya dengan semua hal yang dicintai.

“…diet?”

“Tidak!” jerit Apple. Seorang anak kecil berhenti mengayuh sepedanya, mungkin lalat disebelah sana berhenti terbang, dan lebah berhenti berdengung karena suara Apple yang besar membuat semuanya kaget.

Lay mengerjapkan matanya. Ya, hati kecilnya berkata itu tidak benar. Apple berdiet. “Ya, kau melakukannya. Kau tidak lagi makan seperti biasa. Kau selalu melewati makan siang di sekolah, dimana semua snack dan cemilan itu, Apple? Kau tidak makan. Kau diet!”

“Makanan itu tidak sehat dan sekali lagi kukatakan aku tidak diet!” balasnya.

“Jangan bohong, Apple!”

“Aku tidak bohong!”

Lay tidak mengingat kapan terakhir kali mereka bertengkar, berteriak satu sama lain, dan jelas kali ini sangatlah parah. Tidak akan terjadi jika setidaknya Apple mengatakan yang sesungguhnya.

“Apple!”

“Oke! Ya, AKU DIET! Aku diet! Puas?! Aku melewatkan jam makan dan membiarkan perutku kosong. Senang?!”

“Astaga, Apple. Apa yang kau pikirkan? Kau menyiksa dirimu. Lihat, kau pucat dan wajahmu tidak kelihatan sehat.”

“Apa pedulimu jika aku menyiksa diriku sendiri? Ini…ini demi kepentingan kita. Aku ingin terlihat cantik, langsing, agar kau tidak malu berjalan dengan gadis sepertiku. Agar kau merasa bangga memiliki diriku, agar kau senang, agar kau mempunyai rasa takut aku akan pergi darimu, agar kau selalu menjagaku dan tidak membiarkan orang lain merebutku darimu. Agar kita terlihat serasi, agar kau merasa memiliki kekasih paling cantik dan terkenal di dunia. Tidakkah kau ingin merasakannya, Lay?”

Tunggu, dia terdengar seperti seseorang yang Lay kenal.

 

“Apa Luhan mengatakan ini padamu?”

“Terserah siapa yang mengatakan ini. Tapi jujurlah padaku, Lay! Tidakkah kau ingin merasakan semua yang kukatakan tadi?” wajah Apple beruraian air mata dan Lay benci melihatnya. Dia tidak, tidak, akan pernah membiarkan air mata itu jatuh, mengalir di pipi gembulnya. Namun apa yang dia lakukan sekarang? Apple menangis karenanya?

Dan apa yang baru saja dia katakan?

 

“Apple, aku…”

Apple mengangkat tangannya, menghentikan Lay untuk berbicara lebih jauh, karena hatinya hancur berkeping-keping. Mengakui bahwa dia berusaha keras untuk menjadi seseorang yang dapat Lay banggakan adalah hal tersakit yang pernah dia rasakan.

“Cukup, Lay.”

 

Dia berlari. Berlari cukup kencang hingga dia berharap dapat berlari dari kenyataan dan mendarat di sebuah tempat dimana dia menemui bayangan tubuhnya yang langsing, berambut panjang, dan cantik. Dimana semua orang melihatnya cemburu dan dia bersedia kembali menjemput Lay, dan hidup bahagia selamanya.

Namun sayang, ini bukanlah dongeng di dalam buku cerita. Dia bukan seorang gadis bergaun pink dan Lay bukanlah pangeran diatas kuda putih.

Apple berlari memasuki rumahnya, pergi ke dalam kamar dan mengunci diri selamanya disana.

“Apple, astaga…apa yang terjadi? Kenapa dia menangis?” tanya ayahnya yang sedang membaca Koran, memandang ibunya yang hanya bisa mengangkat bahu.

 

Lay termenung di tempat tepat dimana Apple meninggalkannya beberapa menit yang lalu. Dia ingat semua pertanyaan itu dan tidak bermaksud untuk diam, karena terlalu banyak kata-kata yang ingin dia keluarkan.

 

Waktu itu…

 

“Tidakkah hati kecilmu menginginkannya? Bertemu dengan seseorang yang cantik, yang membuat semua orang berpaling setiap kali melihatmu berjalan dengannya, yang membuat semua orang iri, yang membuat semua orang berkata ‘aku ingin mempunyai gadis sepertinya’. Tidakkah kau menginginkan sebuah perasaan takut sehingga kau harus menjaga kekasihmu baik-baik, tidak hanya di pagi hari, namun di juga setiap detik. Pernahkah kau merasakan hal itu saat bersama Apple?”

“Aku…”

“Ayolah, Lay. Apple itu tidak berarti.”

Lay bangkit berdiri hingga kursi itu jatuh berdebum ke lantai, menimbulkan suara yang mengerikan. Dia mencengkram kerah Luhan dan berkata,

“Jangan. Pernah. Berkata. Seperti. Itu. Tentang. Apple.” Desisnya sebelum mendorong Luhan jatuh terduduk di kursinya. “Kau tidak tahu apa-apa tentang Apple. Kau juga tidak tahu apa yang kurasakan terhadap Apple. Asal kau tahu, aku menyukainya, aku menyayanginya lebih dari apapun. Aku tidak peduli apa yang orang pikirkan.”

Lalu dia pergi, pergi berlari meninggalkan Luhan yang tampak kaget sekaligus takut karena dia belum pernah melihat Lay semarah itu.

 

Hari ini. Detik ini, dia kembali berlari melewati taman, melewati toko permen, toko baju, toko sushi. Apple, Apple…nama itu terasa manis ketika dia menyebutkannya, berenang di dalam kepalanya, menghangatkan hatinya. Tidak ada nama lain yang bisa membuatnya merasa seperti itu. Hanya Apple, dan hanya ada satu Apple di hatinya.

Lay sampai di depan rumah kecil milik Apple. Dia terengah-engah sebelum mengetuk pintu rumah, dan seorang pria bertubuh gemuk yang dia kenal sebagai ayah Apple menemuinya.

“Selamat sore, paman. Aku…aku ingin bertemu dengan App—“

“Jadi kau yang membuat anakku berlari ke rumah sambil menangis?! Kau!” Lay menjadi sasaran Koran yang di pegang ayah Apple. Pria besar itu memukulnya cukup keras, mendorongnya hingga jatuh ke tanah mengenai pot bunga matahari milik Apple.

“Kau…kau juga menghancurkan bunga kesayangan anakku!” teriaknya semakin marah.

“Maaf, maaf…aku tidak sengaja.” Lay merasakan ada luka terbuka di tangannya, tapi dia berusaha memperbaiki pot yang pecah itu, sedangkan ayah Apple terus menyerangnya dari berbagai arah.

Apple keluar dari kamar mandi, mengelap ingus di hidungnya. Dia merasa buruk, buruk, dan buruk sekali. Dia menyalakan musik dan duduk dekat jendela, menempelkan dahinya agar dinginnya kaca dapat meredakan rasa pusing yang dirasakan. Lalu dia melompat kaget melihat ayahnya sedang menyerang seseorang yang familiar dengan koran, seseorang bernama Lay yang merupakan kekasihnya.

Apa yang sedang Lay lakukan disini?

 

Apple berlari keluar pintu, mencoba menghentikan ayahnya. “Ayah, hentikan!” jeritnya.

Sedangkan Lay menyadari kedatangan Apple, berusaha menggapai tangannya namun disana ada ayah Apple, pria bertubuh besar yang berhasil menghalanginya.

“Ayah! Berhenti memukul Lay!” Apple menghalangi ayahnya, melindungi Lay dibelakangnya, bernapas berat. “Berhenti! Berhenti!”

“Dia yang membuatmu menangis kan?? Dia—“

“Tidak. Tidak. Dia tidak membuatku menangis, ayah.”

“Bohong!” ayahnya adalah orang kedua pada hari itu yang mengatainya pembohong. Tapi tidak mengapa, itu tidak sesakit melihat Lay terluka.

Apple menggeleng, merentangkan tangan selebar mungkin agar Lay aman di balik tubuhnya. Lay melingkarkan tangan dari belakang, memeluknya seakan tidak akan pernah melepaskannya.

“Lay tidak pernah membuatku menangis. Aku…aku menyukainya dan ayah jangan menyakiti Lay, oke? Aku baik-baik saja, tadi aku hanya…” sekarang dia menangis, entah mengapa tapi pelukan Lay membuatnya ingin menangis terus menerus, membuatnya merasakan ada getaran kecil yang masuk ke dalam hatinya, dan apa yang dia lakukan selama ini bukanlah hal yang benar.

 

***

Dia idiot. Sangat idiot. Apa yang dia pikirkan ketika mencari-cari cara untuk diet di internet, membuang semua makanannya dan kini dia sangat kelaparan. Rasa lapar sangat menyakitkan, Apple yakin dia pernah mengalami black out beberapa kali saat sampai di rumah. Namun rasa sakitnya tidak lebih parah daripada melihat Lay di depannya, tangan terluka dan ada lecet di wajahnya.

“Maaf, menghancurkan pot bunga mataharimu. Aku akan membelinya lagi.” Ujar Lay dengan suara pelan, dia memandang wajah Apple, sementara gadis itu mengobati tangannya yang terluka. “Maafkan aku, Apple…”

Air mata gadis itu mengalir seraya kata-kata Lay menyentuh hatinya, menyentuh luka disana dan Apple memeluk Lay seakan hari esok adalah hari terakhir mereka akan bernapas, saling menyukai, dan ada segelintir perasaan bersalah yang memenuhi kepalanya.

“Maaf, Lay. Aku bodoh, aku tolol. Tidak seharusnya aku…”

“Hei, hei…” Lay melepaskan diri, menangkup wajah Apple, pipi itu terasa lembut dan menirus. Lay membenci wajah tirus itu, lebih menyukai bagaimana pipi itu bersemu mera, gembul dan lembut di sentuh. “Jangan pernah melakukannya lagi, oke? Ya Tuhan, Apple…apa yang kau pikirkan sehingga kau berbuat seperti ini, heh?”

“Aku kira kau suka dengan gadis yang cantik, langsing…”

“Persetan dengan semua itu, Apple!” pekiknya membuat Apple terkejut. “Aku menyukaimu apa adanya. Titik. Aku tidak peduli apa yang mereka pikirkan, orang-orang itu tidak tahu apa yang kita rasakan dan buat apa pusing mencari jalan agar orang-orang itu iri, cemburu melihat kita? Ini kau Apple, ini dirimu yang kusukai! Kau tidak perlu menjadi orang lain, demi Tuhan, aku tidak memacarimu untuk membuat seluruh dunia cemburu.”

Apple terdiam. Lay menghapus air matanya.

“Jika kau pikir aku tidak senang berjalan denganmu, lalu apa yang kita lakukan selama ini? Kau pikir aku tidak takut kehilanganmu? Hanya karena jika kau langsing maka aku akan ketakutan, punya rasa takut kehilangan dirimu karena sewaktu-waktu orang bisa saja merebutmu dariku?”

Apple mengangguk perlahan, tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

 

Lay memejamkan mata, menempelkan dahinya ke dahi gadis itu, tertawa kecil. “Astaga, Apple. Aku takut, aku takut kehilanganmu melebihi aku takut seseorang mencuri uangku, mencuri player kesayanganku di rumah. Aku takut kau meninggalkanku, aku takut kau pergi bersama orang lain…”

“Aku tidak akan melakukannya, pergi ke orang lain.” Potong Apple cepat, karena ya dia tidak akan pernah melakukannya. Siapa orang lain yang bisa menerima dirinya yang seperti ini selain Lay?

Lay kembali tertawa. “Oke, kau membuat rasa takutku sedikit berkurang.”

“Berkurang? Aku tidak mau rasa takut itu berkurang. Kau harus merasa ketakutan setiap saat, Lay.” Ujar Apple setengah bercanda.

“Baiklah, aku akan selalu merasa ketakutan kehilanganmu.”

Itu lebih baik.

          Mereka tidak akan pernah peduli. Lagipula semua yang dilakukan Lay dan Apple adalah mereka tidak bisa melepaskan satu sama lain. Mereka menempel bagaikan bunga membutuhkan matahari, paru-paru membutuhkan udara, roti membutuhkan selai, teh harus diberi gula, karena mereka tidak akan pernah sempurna tanpa pasangan mereka.

Apple adalah seseorang yang membuat Lay merasa sempurna, dan dibalik semua kekurangan itu, Apple memberikan tidak hanya 24 jam untuk Lay merasa senang dan bahagia, dia memberikan 25 jam, hingga Lay tidak bisa tidur.

Gadis macam apa yang bisa memberikan begitu banyak hal menyenangkan seperti itu? Krystal? Yoona si pemandu sorak? Luna si ketua organisasi?

Hanya Apple yang bisa.

 

Pukul 8 malam, Lay pulang dari rumahnya. Ayah Apple masih memandangnya tidak suka. Namun anaknya benar-benar jatuh cinta kepada laki-laki ini, apa yang bisa di perbuat. Dia mengamati bagaimana Lay dan Apple berpegangan tangan sampai di ambang pintu, tersenyum satu sama lain. Lay pamit pulang, mengucapkan selamat malam, namun setelah itu…ayah Apple hampir pingsan karena tiba-tiba Lay mencium Apple di depannya.

“Ya! A-apa…” dia kehilangan kata-kata, berteriak histeris.

Lay menemukan Apple semerah buah apel sungguhan dan dia menyukainya. “Aku menyayangimu, Apple.”

Lalu sebelum ayah Apple bisa menemukan benda untuk memukulnya, Lay berlari dari sana, melambai dari kejauhan pada mereka sambil tersenyum ceria.

 

“Ya! Dia…dia…mencium anakku!”

 

***

 

 

Lay mempunyai kekasih yang namanya mirip buah.

 

Dia Apple.

 

 

THE END

 

A/N: Thanks for my mom who brought me into the supermarket yesterday and I saw red apple there, then this ideas comes up through my head :D

Comments is allow J


Intuition (Chapter 1)

$
0
0

Judul : Intuition

Author : @ghinaga

Cast :

  • Luhan (Exo-M)
  • Lee So Hee (OC)
  • Ji Yeon (T-Ara)

Summary : ‘Apa mencintai harus ada alasan ? Kurasa tidak. Aku tak peduli bagaimana dan apa yang dia lakukan. Aku hanya melihatnya seorang. Hanya melihat Luhan’ –So Hee. ‘Apa aku terlalu dingin padanya ? Haruskah aku membuka hati untuknya ?’ -Luhan

Genre : Sad, Romance, Friendship

Length : Multi-Chapter

Rating : Teen

Note : #engingeng# author kembali ! hehe. Kali ini author nongol bawa ff kedua author, nih ! soal cast, engga tahu kenapa author pengen banget bikin ff tentang Luhan. Jadilah ff ini deh.. menurut author sih Luhan cocok cocok aja dapet peran kaya gini, tapi sekali lagi itu pendapat author. Ga tau deh pendapat readers sekalian gimana.. kayanya kepanjangan nih cuap cuap author jadi langsung aja keceritanya.. eh bentar, disini author ga nyantumin POV soalnya rada ganggu menurut author, mianhae.. *jadi biasakanlah.. hehe* sip deh, cekidot..

Hembusan angin perlahan menerpa tubuhku. Kulihat air di Sungai Han yang tersorot sinar matahari, bagaikan permata yang berkilauan. Kendaraan-kendaraan yang melaju dengan cepat di jembatan itu seolah tak memperdulikan apa yang bisa mereka lihat dan nikmati disini. Sangat disayangkan, bukan ??

Menunggu. Itulah yang sedang kulakukan. Siapa yang kutunggu ? tentunya namja itu. Sebuah perjodohan menjadi alasan mengapa kami bersama.

Menikah ? tidak. Kami belum menikah, hanya dalam tahap berpacaran. Diusiaku yang masih muda, aku belum ingin menikah. Aku masih ingin mengejar karirku.

Aku belum bekerja, masih kuliah. Begitupula dia. Kami memilih jurusan yang berbeda, lagipula dia juga tidak kuliah di Korea, dia kuliah di luar negri—tepatnya di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat.

Orang tua kami bersahabat, dan mereka ingin menjodohkan kami. Walau sebenarnya kami tak begitu akrab. Hem, sebenarnya sih tidak ada masalah bagiku. Tapi, entah bagaimana dengan dia. Apa dia menerimanya atau tidak, aku tak tahu.

Kenapa aku setuju ? entah sejak kapan aku mulai menyukainya.. Itu wajar, kan ??

Aku merasakan sentuhan yang hangat dipundakku. Aku menoleh sebagai respon gerak refleksku, seolah mencari asal rasa hangat itu. Ternyata Luhan. Ya, dialah namja itu.

“waiting me too long ?” tanyanya dengan datar. Ia memang seperti itu, walau aku tahu sebenarnya sikap aslinya tak seperti itu. Sepertinya dia begini karena tidak setuju dengan perjodohan kami, tapi apa boleh buat ? aku tidak bisa memaksakan keinginanku padanya, bukan ?

Aku hanya tersenyum, lalu kembali memandangi kumpulan air yang mengalir itu. Rasanya sudah lama aku tak melihat wajah baby faced-nya.

“how long do you want see the water ?” lanjutnya, lalu melipat kedua tangannya didada. “disini cukup dingin..”

Aku mengerutkan dahiku, “it’s not just water.”

“hah~ itu yang selalu kau katakan !” keluhnya lalu menyandarkan tubuhnya di railing sambil menatap kearah yang berlawanan denganku.

~oOo~

“sampai kapan mau seperti ini terus ?” tanyaku sambil memasukan tanganku kedalam saku celana. Daritadi kami berbicara dengan bahasa inggris, aku lupa kami sedang di Korea.

Dia hanya menundukan kepalanya, lalu kembali memandangi Sungai Han. Aku bingung dibuatnya, kenapa ia suka sekali berlama-lama di Hangang Park sambil memandangi Sungai Han, sih ?

Aku tahu dia menyukaiku. Tapi, aku berpura-pura tidak tahu. Bukankah itu lebih baik ? jujur saja, aku tidak menyukainya. Sebenarnya bukan tidak menyukai, tapi kurasa aku tidak memiliki cinta untuknya. Aku tidak mungkin menuruti keinginan orang tua kami untuk menikah, karena itu hanya akan membuatnya sakit hati. Jadi, yang bisa kulakukan hanyalah berpacaran dengannya. Lagipula dia juga tahu kebiasaanku bermain di club malam bersama para gadis. Tapi, aku tak seburuk itu. Aku hanya bermain dengan gadis-gadis dan tidak melakukan hal-hal yang seharusnya tidak kulakukan bersama mereka. Hanya sekedar bersenang-senang.

“can you enjoying all of this ?” ucapnya dengan pelan. Nada bicaranya begitu lembut, dan aku menyukai itu. So Hee adalah yeoja baik-baik, wajahnya cantik dan manis, kulitnya putih, dan dia adalah yeoja yang cerdas. Hem, ya bisa dibilang dia cukup sempurna, tapi itu yang kulihat dari luar—

“someday—maybe, I can’t see this again..”

“what do you mean ?” tanyaku dengan datar. Kini perhatianku tertuju padanya. “you always like that. Berkata tak bisa melihat, ingin melihat, sebenarnya—”

Aku langsung menghentikan ucapanku yang sepertinya terlalu tajam padanya, saat aku melihat raut wajahnya yang berubah cepat. Ia tampak sedih, tapi ia tetap berusaha untuk menutupi kesedihannya dihadapanku. Dia selalu menyimpannya sendiri, atau mungkin aku yang tak memberikan sedikit pun celah untuknya ?

“kau bosan, ya ?” tanyanya, ia berusaha tersenyum padaku dengan sekuat tenaga. “sudah makan ? kalau belum ayo kita makan !”

Dia segera berjalan meninggalkanku seolah menggiringku menuju restoran yang dia maksud, sedangkan aku masih terdiam diposisiku tanpa bergeming sedikit pun. Dia berjalan terus tanpa menoleh kearahku, aku mulai beranjak mengikutinya dari belakang. Sesekali kulihat ia menundukan kepalanya dan kembali mengangkat kepalanya. Aku ingin tahu apa yang ia pikirkan.

Kami selalu seperti ini. Melakukan hal yang dilakukan sepasang kekasih walau sebenarnya tak ada cinta diantara kami. Melakukan hubungan jarak jauh dan tak pernah ada momen romantis yang pernah kami lakukan. Kadang aku ingin mengakhiri semua ini. Tapi, apa yang bisa kulakukan ?

Apa aku terlalu dingin padanya ? Haruskah aku membuka hati untuknya ?

~oOo~

Tak seperti biasanya, setelah makan tadi So Hee memilih untuk pulang. Aku sih menurut saja, lagipula untuk apa aku berlama-lama bersamanya ?

Aku membuka pintu kamarku, lalu menghempaskan diriku di tempat tidur. Sudah lama aku tak merasakan tempat tidur senyaman ini. Mungkin karena semua terasa nyaman jika berada di rumah sendiri.

Beberapa menit berlalu, hingga suara ketukan pintu membangunkanku.

Tok..tok..

“masuk..” kataku. Aku bangkit dengan wajah yang masih kusut, kini aku duduk ditepi kasur sambil memandang kearah pintu.

“kau sudah pulang ?” tanya eomma padaku. Sepertinya ia agak terkejut karena aku pulang begitu cepat.

“ne..” singkatku sambil mengucek mataku. Eomma menutup pintu kamarku, lalu berjalan masuk menghampiriku.

“kalian tidak jalan-jalan ? kau kan baru pulang dari Cambridge.. apa tidak saling merindukan ?”

Aku menarik tangan eomma-ku itu, lalu menggenggamnya dengan erat. “So Hee begitu mengerti aku. Ia tahu aku sangat merindukan eomma, makanya kami hanya bertemu sebentar..” Sebuah kebohongan terucap dari mulutku. Aku tak tahu apa So Hee berpikir seperti itu atau tidak, tapi aku mengatakan ini agar tidak terlihat ganjil dimata eomma.

Eomma mengelus lembut kepalaku, “belajar darimana kata-kata seprti itu ? dasar perayu !” canda eomma. Aku senang saat melihat eomma tersenyum, selama ini selama aku belum menemukan sosok yeoja yang mengisi hatiku, eomma-lah satu-satunya yeoja dihatiku.

Aku tersenyum kecil sambil mengaruk kepalaku yang sebenarnya tidak terasa gatal. “kalau aku tidak seperti itu, mana ada yeoja yang mau denganku ??”

Eomma kembali tersenyum padaku, aku begitu menyanyanginya aku selalu berusaha untuk membahagiakannya, makanya aku mau mengikuti perjodohan itu. “sudah sana, segera mandi !” perintah eomma seraya meninggalkan kamarku.

~oOo~

Beberapa hari kemudian..

Hari ini aku bersiap pergi kuliah. Aku mengenakan kasual blouse berwarna pink soft yang kupadukan dengan jeans. Aku membiarkan rambutku tergerai bebas karena ingin memamerkan ujung-ujung rambutku yang curly. Aku memasukan segala keperluanku kedalam tas selempang berwarna hijau itu. Setelah kurasa semuanya siap, aku kembali berkaca di cermin, sedikit merapikan tatanan rambutku dan bergerak menuju pintu kamarku.

Aku mulai menuruni tangga, dari sini aku bisa melihat eomma yang aku sayangi itu sedang menonton tv di ruang tengah. Aku segera menghampirinya, lalu mencium pipi eomma-ku itu sambil berpamitan, “eomma, aku berangkat !”

Dengan cepat aku sudah berada di dalam mobil lagi. Aku menyalakan mesin Mercedes SL 55 berwarna hitam itu, lalu menginjak gas dan mulai menggerakan stir.

Tak sampai 45 menit, aku sudah sampai di kampus. Ya, aku bersekolah di Yonsei University. Setelah memarkir mobilku, aku menekan tombol lock di kunci mobil dan segera berjalan menuju ruang kelas.

Aku memastikan jam, dan tiba-tiba ada dua orang yeoja yang menyergapku. Awalanya aku terkejut tapi seketika semua itu berubah menjadi senyuman hangat, ya mereka sahabatku, Se Na dan Ji Yeon.

“hei, hari ini jadi, ‘kan ?” tanya Ji Yeon padaku.

Hari ini kami bertiga berencana menghabiskan waktu bersama dengan..ya kalian tahulah, yang dilakukan jika wanita-wanita sedang berkumpul ? belanja !

Aku mengangguk mantap, mataku langsung memandang Se Na yang sepertinya akan berkomentar.

“jangan lupa kita harus pergi ke café baru yang ada dipinggir jalan itu !”

“tentu..” jawabku.

~oOo~

Ketiga yeoja itu sedang asyik berkeliling Myeongdong. Beberapa shopping bag telah tergantung di lengan mereka. Mulai dari toko tas, toko pakaian, hingga toko sepatu telah mereka kunjungi. Dan hasilnya ? ya shopping bag yang telah menumpuk tadi.

Merasa lelah berkeliling, tiga sahabat itu memutuskan untuk beristirahat di café yang baru saja dibuka beberapa hari yang lalu ditepi jalan.

Café itu tampak nyaman dan hangat, kesan kekeluargaan nampak jelas disana. Kayu mendominasi setiap furniture yang menghiasi café itu, membuat kesan natural yang mendalam. Selain itu, walau baru buka beberapa hari banyak pelanggan yang keluar masuk café ini, ya.. tempatnya memang nyaman jadi wajar kalau banyak pelanggannya, terutama anak muda.

Mereka memilih tempat duduk yang bersebelahan dengan kaca tembus pandang, karena dengan posisi itu mereka bisa melihat pemandangan yang ada di luar café. Seorang pelayan datang dan mencatat pesanan mereka.

Sambil menunggu pesanan, sesekali mereka bertukar canda, mengobrolkan berbagai hal—ya.. mereka saling berbagi dan saling menasehati. Itulah gunanya sahabat, bukan ?

Pesanan pun datang, seorang pelayan laki-laki datang sambil membawa nampan berisi pesanan mereka. Tak sengaja pelayan itu membuat milk shake yang Ji Yeon pesan terciprat ketangan So Hee. Sontak saja mereka kaget, pelayan itu segera meminta maaf dan memberikan tisu kepada So Hee.

“maafkan, saya.. sungguh, saya tidak sengaja..” kata pelayan itu dengan nada bergetar sambil membungkukan badannya.

So Hee tersenyum, “tidak apa-apa. Aku hanya perlu mencuci tanganku..” kata So Hee dengan lembut pada pelayan itu. Ji Yeon dan Se Na sudah mengira bagaimana So Hee si gadis baik hati ah tidak, terlalu baik hati itu menyikapi kecerobohan pelayan tadi.

“hei, aku cuci tangan dulu, ya ?” lanjut So Hee pada dua sahabatnya yang sudah menduga apa yang akan dilakukannya.

“agassi, sekali lagi saya minta maaf..” kata pelayan itu sebelum akhirnya pergi meninggalkan meja mereka.

So Hee menggerakan kakinya menuju washtoffel yang ada di pojok café. Ia mencuci tangannya dengan telaten, sejak kecil So Hee memang diajarkan untuk menjaga kebersihan. Setelah mengeringkan tangannya, So Hee kembali berjalan menuju meja dimana teman-temannya menunggu.

Seketika senyuman itu luntur. Matanya mulai berkaca-kaca saat melihat seorang namja sedang mengelus lembut pipi mulus yeoja yang duduk dihadapannya, lalu menjalar ke rambut si yeoja yang panjang terurai bebas.

Mereka terlihat begitu menikmati keadaan. Seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Namja itu mengecup lembut punggung tangan yeoja yang ada dihadapannya, lalu mengakhirinya dengan senyuman. Wajah si namja yang baby faced terlihat sangat mendukung saat ia bersikap manja pada yeoja yang sedang bersamanya. Jelas sekali kalau yeoja itu juga sangat menyukai semua perlakuan namja itu padanya.

So Hee membeku. Matanya terus terpaku pada pemandangan yang membuat hatinya sakit itu.

Bruk..

So Hee tersadar dari lamunannya saat seorang pelayan menahan tubuhnya yang hampir terjatuh. Pelayan itu tak sengaja menabrak So Hee, selain itu So Hee juga sedang melamun, makanya dengan mudah ia kehilangan keseimbangan.

Pelayan itu segera meminta maaf pada So Hee. So Hee segera menegapkan tubuhnya, sang pelayan pun segera melepaskan pegangannya. Ternyata hal itu membuat Luhan dan yeoja yang sedang bersamanya mengalihkan perhatian pada So Hee.

“agassi, kau baik-baik saja ?” tanya pelayan itu seraya melepaskan tangganya dari lengan So Hee.

“jal jinaeyo..” kata So Hee agak gemetar. So Hee menoleh kearah Luhan, ia begitu terkejut saat mengetahui Luhan menyadari keberadaannya. Masih gemetar, So Hee segera pergi dari situ menuju mejanya.

Luhan yang melihat kepergian So Hee segera mengejarnya tanpa menghiraukan yeoja yang tadi bersamanya. Luhan tampak panik, ia khawatir dan juga takut. Sebuah perasaan yang campur aduk.

Ji Yeon dan Se Na masih tertawa bersama, tapi tawa itu segera redup saat mereka melihat So Hee yang datang dengan air mata yang mengalir di pipi mulusnya. Semua tampak asing dimata So Hee. Ia tak dapat berpikir dengan jernih lagi.

“So Hee, museun iriya ??” tanya Ji Yeon dengan hati-hati. Ia cukup terkejut melihat sahabatnya kembali dengan tetesan air mata yang membasahi pipinya.

“So Hee.. gwaenchanayo ?” tambah Se Na yang sama khawatirnya dengan Ji Yeon.

So Hee menghapus air matanya dengan punggung tangannya. Ia segera meraih tasnya yang tergeletak dikursi tanpa menjawab pertanyaan kedua sahabatnya. So Hee segera meninggalkan café itu tanpa memperdulikan pesanan yang bahkan belum ia sentuh.

Melihat sikap sahabatnya yang mengkhawatirkan, Ji Yeon dan Se Na segera mengikuti So Hee yang sudah terlebih dahulu pergi menuju parkiran.

Napas Luhan mulai tersenggal-senggal saat mengejar So Hee yang begitu cepat meninggalkan café. Luhan segera keluar dari café, ia menoleh kekanan dan kekiri mencari-cari kekasih yang tak ia cintai itu. Entah kenapa Luhan merasa bersalah pada So Hee.

Matanya terus beredar mencari So Hee, hingga akhirnya Mercedes SL 55 berwarna hitam yang tak asing lagi untuknya melaju cepat dihadapnnya.

Ia menghela napas kecewa. So Hee telah pergi sebelum mendengar penjelasannya.

~oOo~

Luhan House

Aku terus mondar-mandir di balkon lantai dua yang terhubung langsung dengan kamarku. Pikiranku terus melayang. Entah mengapa aku merasa bersalah pada So Hee, aku tak ingin ia salah paham padaku.

Aku terus memukul dahiku dengan kepalan tanganku. Aku kesal dan kecewa pada diriku sendiri. Kenapa So Hee harus melihatku disaat seperti itu, sih ??

Aku terus menggerutu, menyalahkan diriku sendiri. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Apa yang harus aku katakan pada So Hee ? bagaimana kalau orang tuanya tahu dan melaporkanku pada eomma-ku ? Aiihh, kenapa semua jadi rumit begini, sih ??

Keesokan harinya..

Ini baru jam sembilan pagi, dan aku sudah memacu mobilku menuju rumah So Hee. Hari ini hari libur, So Hee pasti ada dirumah.

Aku sampai.. aku menoleh memandang sesaat rumah yang terlihat ‘hangat’ itu. Aku menghela napas untuk mengumpulkan keberanianku menemui So Hee.

Aku melepas safety belt, lalu turun dari BMW warna hitam milikku. Aku membuka pagar rumah So Hee, lalu berjalan menuju pintu rumahnya. Aku harus melalui taman yang dipenuhi bunga-bunga untuk mencapai pintu rumah itu.

Jariku terhenti saat akan menekan bel. Aku menghempaskan tanganku dan kembali menghela napas sambil menundukan kepala. Bagaimana ini ??

Aku membalikan badanku, ya aku mengurungkan niatku untuk menemui So Hee. Sungguh, aku ini benar-benar pecundang !

Baru beberapa langkah aku menjauh, suara yang hangat menahan ku untuk pergi, malah membuatku menoleh dan bertukar sapa dengannya. Ya, suara itu milik Yoon Ahjumma, ibu So Hee.

Aku segera memberi salam padanya, “apa kabar, ahjumma ??”

“sepagi ini kau sudah datang ? wah, senangnya.. mau bertemu So Hee, ya ?”

Sepertinya pipi ku memerah, aku menggaruk kepala bagian belakangku yang bahkan tak gatal. “ah, ne..”

Aku mengangkat kepalaku, aku menyadari pakaian ahjumma yang seperti siap untuk pergi piknik. “apa ahjumma ada acara ??” tanyaku.

“ah, iya.. apa So Hee tidak bilang ? hari ini kami sekeluarga akan pergi piknik ke Namsan.”

“ah, benarkah ?” tanyaku agak terkejut. Sepertinya aku datang disaat yang tidak tepat.

Terdengar suara yeoja yang tak asing lagi bagiku, “eomma ! hentikan So Hyun !” teriak yeoja itu. Pandanganku beralih pada yeoja yang muncul dari balik pintu sambil mengadu pada ibunya, yeoja yang ingin kutemui, So Hee.

Ahjumma membalikan tubuhnya, memandang yeoja yang tak lain adalah putri kesayangannya. Mataku juga tertuju pada yeoja yang mengenakan kaus berlengan panjang yang ia masukan kedalam mini rok A-line yang jatuh pas diatas lututnya itu.

~oOo~

Aku tertegun saat melihat Luhan ada diluar rumah bersama eomma-ku. Aku menundukan kepalaku, masih jelas terbayang kejadian kemarin yang membuatku tak mampu memandang namja itu.

“ada apa lagi, So Hee ?” tanya eomma padaku. Aku segera tersadar dari lamunanku, dan menjawab pertanyaan eomma tanpa memperdulikan keberadaan Luhan.

“eomma, So Hyun—” belum selesai aku mengadu, mobil remote control milik So Hyun menabrak kakiku. Membuat pandanganku beralih pada anak nakal itu.

“So Hyun~ah ! aku tahu kau punya mainan baru, tapi tolong hentikan !” semprotku pada So Hyun yang berjalan mendekatiku dan mobil remote control miliknya.

Aku menyadari Luhan yang menahan tawa mendengar ucapanku pada adik nakal ku itu. Aku menundukan kepalaku karena malu, Luhan yang menyadari perubahan sikapku segera menurunkan kepalan tangan yang tadi ia gunakan untuk menutupi mulutnya.

“So Hee, mengertilah adik mu itu..” kata eomma padaku. Aku masih menunduk malu dan tak berani milirik Luhan.

“O, ya. Luhan tadi kau ingin bertemu So Hee, kan ?”

Aku segera mengangkat kepalaku saat mendengar perkataan eomma. Luhan ingin menemuiku ??

Luhan terlihat ragu, ia menundukan kepalanya sambil menggaruk bagian belakang kepalanya. “eh, i..i..iya.” jawabnya degan terbata-bata.

Pandanganku segera berpindah saat appa muncul dari garasi sambil membawa tas besar yang tampak berat. Aku segera menghampiri appa sambil berkata, “apa yang appa lakukan ? kenapa tidak menyuruh Jang Ahjussi saja, sih ? nanti kalau sakit pinggang appa kambuh bagaimana ?? aku yang repot, ‘kan ?” omelku pada appa.

Aku segera memindahkan tas yang appa bawa ketanganku, appa hanya tersenyum seperti anak kecil padaku. “sesekali appa harus berolah raga..”

“apanya yang olah raga ??” balasku dengan nada khawatir.

“kalau mau olah raga appa jogging saja, atau kalau mau appa bersepeda..” lanjutku seraya beranjak menuju mobil untuk meletakan tas besar itu dibagasi. Luhan menghampiriku dan berhenti dihadapanku. Ia segera mengambil tas itu dari tanganku. Oh, tidak. jantungku..kembali berdetak cepat.

“biar aku saja yang bawa..” kata Luhan dengan lembut dan senyuman diakhir kalimat.

“wah, ada Luhan ??” komentar appa memecah pandanganku dan Luhan. “bagaimana kalau kau ikut bersama kami ?”

“ah, benarkah ?”

“tentu saja.. kau, kan sudah ada disini, kalau pulang sayang sekali, kan ?” tambah eomma.

Aku hanya bisa terdiam mendengar percakapan mereka. Hingga So Hyun datang dan menarik tanganku. “nuna, kau tidak apa-apa, kan ?” tanya So Hyun adik laki-laki ku. Wajahnya terlihat tulus mengkhawatirkanku, aku pun segera berjongkok dihadapannya sambil bertanya, “memang ada apa dengan, ku ?”

“kemarin..aku lihat nuna pulang dengan wajah sembap, sepertinya karena ulah hyu—“ aku segera membungkam mulut So Hyun dengan tanganku saat aku menyadari So Hyun melihatku kemarin. Terdengar suara tak jelas seperti orang berkumur dari mulut So Hyun.

Aku menaruh jari telunjukku dibibir agar So Hyun tidak membicarakan hal itu. Bisa gawat kalau eomma dan appa tahu.

“So Hee, apa lagi yang kau lakukan pada adik mu ?” tegur eomma padaku.

“ah, ani..” jawabku seraya melepaskan tanganku dari mulut So Hyun. Aku segera bangkit.

“Luhan, parkirkan mobilmu di garasi. Kita pakai satu mobil saja..” kata appa pada Luhan yang sedang menaruh tas dibagasi mobil.

“ah, ne..”

~oOo~

Flashback ~

“So Hee~ah..” kata Se Na dengan lembut padaku. Air mataku terus mengalir, tangis ku tak terbendung lagi. Aku tak peduli, aku tak peduli apa yang akan orang katakan jika melihatku seperti ini. Sangat menyedihkan.

“hah~ namja itu ! awas saja..” gerutu Ji Yeon yang sedang memandang keluar dari jendela kamarku.

Se Na memelukku dengan erat sambil menepuk-nepuk pundakku. “sudah..sudah.. tidak apa-apa..”

“hiks..hiks..ma..maaf.. hari ini..jadi seperti ini..” kataku disela-sela isakanku sambil mengurai pelukan sahabatku itu.

“ini bukan salahmu ! tapi, ini salah namja itu !” sela Ji Yeon dengan mantap. Itu memang sifatnya, ia agak keras tapi sebenarnya ia adalah yeoja yang penuh perhatian.

“kau sudah baikan ?” tanya Se Na padaku. Aku pun mengangguk pelan.

“lagipula, kenapa kau masih mau bersama namja itu, sih ? bukankah kami sudah menunjukkan bukti kalau dia itu sering bermain dengan yeoja-yeoja di club malam ?”

Aku terdiam. Selama ini aku tak menghiraukan semua bukti yang menunjukkan kalau Luhan tak pernah menganggap hubungan kami serius. Aku akan berkata ‘ya, aku tahu’ atau ‘aku harus melihatnya sendiri’. Dan ternyata benar apa yang dikatakan dua sahabatku, melihatnya secara langsung dan tak memperdulikan apa yang ada—hanya akan membuatmu semakin sakit. Dan itulah yang kurasakan sekarang.

“sudahlah.. akhiri saja.” Kata Ji Yeon pada akhirnya. Kini ia sedang berjalan mendekati kasur dimana aku dan Se Na sedang duduk.

Aku memandangi Ji Yeon yang memang terlihat sangat tegar. Aku tahu Ji Yeon jadi seperti ini karena mantan pacarnya yang mengkhianatinya, dan hingga saat ini Ji Yeon masih trauma. Entah ini efek karena pengkhianatan yang ia rasakan atau karena ia menyayangiku sebagai sahabat, tapi sejak awal ia tahu hubunganku dengan Luhan—Ji Yeon sudah memperingatkanku.

Kini ia berdiri dihadapanku, “So Hee~ah, aku tak ingin kau seperti ini terus. Ini hanya akan menyakiti hatimu..”

Aku masih bungkam. Ji Yeon, selama ini dialah yang paling kuat diantara kami. Padahal dialah yang memiliki luka yang begitu besar. Tapi, dia selalu menyemangatiku walau dengan cara yang terbilang agak kasar, dengan sifatnya yang keras dan terkadang angkuh—aku mengerti.

Kini aku terdiam sambil memandang kosong. Aku tak tahu bagaimana harus menyikapinya. Aku tak memungkiri kalau aku berharap semua yang kulihat bukanlah kebenaran. Atau aku berharap aku tak pernah tahu semua keburukan Luhan.

Apa alasanku menyukainya ? Aku tak tahu. Apa mencintai harus ada alasan ? Aku tak peduli bagaimana dan apa yang dia lakukan. Aku hanya melihatnya seorang. Hanya melihat Luhan.

“setelah ini aku yakin pasti Luhan akan bersikap baik padamu.. jadi, berhati-hatilah.. jangan termakan ucapan manisnya !”

Flashback end ~

Note : dudududdududududuu, okeh chapter 1 beres. Sebenernya author pengen jadiin ini oneshoot aja, tapi batal gara-gara pas udah diketik jadinya banyak.. hehe. Bagaimana ? dapet ga sih feel-nya kalo castnya Luhan ? *semoga iya* O,ya mianhae atas semua kekurangan di ff ini mulai dari typo, penggunaan bahasa inggris yang acak-acakan, hingga bahasa korea yang yang author pake *semuanya aja thor -_-* maafkan author yang penuh dengan kekurangan ini.. *bow 45 derajat* oke deh.. selanjutnya ditunggu komentarnya.. supaya author makin majuuuu kedepannya ! ^^ see you next chapter !


The Flame –‘Misunderstand’ (Chapter 3)

$
0
0

Title : The Flame

Author : BlackPearlS

Genre : Fantasy, Friendship, Romance(?)

Main Cast :

-         Park Chanyeol

-         Oh Sehun

-         Krystal Jung

-         Choi Sulli

Sub Cast :

-         Wu Yi Fan

-         Byun Baekhyun

-         Kim Jongin

-         BoA Kwon

-         more

Disclaimer : all cast milik tuhan kecuali Sehun*plakk cerita murni milik saya

 

Notes :

Annyeong *tebarbias sebelumnya saya mau bilang terimakasih sebanyak-banyaknya untuk readers yang setia baca FF gagal ini ^^ dan juga admin yang ga bosen-bosen nge-post FF saya ini ^^

 

Well, mungkin notes kali ini ga akan panjang karena bingung mau ngomong apa :3 just enjoy~

 

 

 

 

—The Flame—

 

 

 

 

 

Chanyeol PoV

 

 

 

So, dia memiliki water power, dan juga frost power? Lalu untuk apa dia membunuh orang tua kami? Apa karena ia masih belum puas dengan kelebihannya dan menginginkan Flame Power?

 

Ya, orang bisa mendapatkan power yang diinginkannya dengan cara membunuh orang yang memiliki power tersebut. Namun kelebihan kami, Flame Power, adalah mereka yang ingin mendapatkannya dengan membunuh hanya bisa memiliki Flame Power tersebut dalam waktu yang terbatas. Tidak seperti power lainnya, mereka bisa memiliki power yang mereka dapatkan dengan membunuh tersebut untuk selamanya.

 

“Chanyeol-ah…” seseorang memanggilku dari belakang, aku kenal suara itu… “Boa noona.” Aku membalikan tubuhku

 

Boa noona tersenyum “aku rasa Baekhyun sudah menceritakannya padamu…”

 

“ne”

 

“jadi apa yang akan kamu lakukan sekarang?”

 

“mencari pelakunya…”

 

“ck, ada yang harus kau lakukan sebelum mencari orang tersebut Chanyeol.”

 

“eh?”

 

Boa noona menaikan sebelah alisnya dan berjinjit, untuk menjitak ku. “kau harus meminta maaf pada Krystal bodoh!” yak! Jitakannya sukses membuatku pusing. Aigoo..

 

“ah ne, arraseo” aku mengusap kepalaku yang sakit. Boa noona memutar bola matanya “jitakan ku tidak keras bodoh, tidak usah berlebihan.” Orang ini belum pernah dijitak dan merasakan sakitnya atau memang tidak bisa merasakan sakit? -_-

 

“aku pergi dulu.” Boa noona pergi setelah memberikan senyumnya yang dibalas olehku.Jadi sekarang aku harus mencari Krystal?Tanpa petunjuk apapun tentang keberadaannya? Aigooo…

 

 

 

Chanyeol PoV END

 

 

 

—The Flame—

 

 

 

Sehun PoV

 

 

 

Ok, ini pertama kalinya aku begitu frustasi! Ya mungkin Krystal sering membuatku frustasi dan ini yang paling parah, ya tuhan…

 

Tapi bagaimana aku bisa membantunya?Aku hanya memiliki wind power. Dan wind power ku ini malah akan sangat mudah membuat flame power milik Chanyeol lebih kuat. Dan hey, Sulli juga memiliki wind power. Jadi apa yang harus kita lakukan?

 

Kai? Mungkin dia bisa sangat membantu. Dia pintar, dan juga tampan-_- *plakk

 

Lebih baik aku pergi ke taman. Oh, dan membeli coffee ._.

 

 

 

—xxx—

 

 

 

taman hari ini sepi, coffee shop yang berada di sebelah taman tampak sangat sibuk melayani pelanggannya. Great, sekarang aku haru mengantri cukup lama -_-

 

aku memasuki coffee shop dan seseorang menarik perhatianku. Lelaki dengan tubuh tinggi dan rambut kecoklatannya.Sepertinya aku kenal, tapi kapan aku melihatnya? Right! Chanyeol! That’s Chanyeol oh my god what should I do? What should I do? Okay, don’t panic sehun, keep calm, you can do this. Just don’t look at him…

 

baru saja aku cukup tenang karena aku sudah melewatinya tanpa masalah, seseorang memanggilku “Sehun? You’re Sehun right?” suaranya berat.Apa itu Chanyeol? Okay, this is crazy oh my god!

 

Aku membalikan tubuhku berusaha terlihat tenang “ne?” tanyaku dengan wajah polosku yang imut -_- “errrrr…. Do I know you?” tanyaku ragu-ragu

 

“aku harap kau mengenalku, Oh Sehun” darimana dia tahu namaku? Orang ini menyeramkan.Tapi Chanyeol langsung memberikan senyuman seperti menunjukan ‘aku-bermaksud-baik’ dalam senyumnya.

 

Aku menghampirinya dengan ragu “kau? Park Chanyeol?” Chanyeol mengangguk. Melihat Chanyeol dari foto milik Krystal dengan aslinya berbeda, mungkin sekarang Chanyeol sudah terlihat lebih dewasa.

 

“errr… aku dengar kau kenal Krystal?”

 

“ne. bagaimana kau tau?”

 

“Boa noona memberi tahuku”

 

Boa noona? Yeoja yang memiliki 3 kelebihan sejak ia lahir. Banyak yang iri akan kelebihannya termasuk aku.

 

“ah, arraseo. Jadi ada apa?”

 

“bisakah aku bertemu Krystal?”

 

Ada perlu apa? Ingin membalas dendamnya? No no, tidak bisa sebegitu mudahnya!

 

“ada apa?”

 

“aku ingin bicara dengannya”

 

“kalau begitu bagaimana jika telepon dia saja?”

 

Chanyeol memutar bola matanya “hey, dia tidak akan percaya sepenuhnya padaku bila melalui telepon”

 

“well, Krystal sedang sibuk jadi aku pikir kau belum bisa menemuinya kali ini”

 

“hhh… arraseo. Aku ingin bicara dengan mu. Ada waktu luang?” Chanyeol ingin bicara denganku? Aigoo, mati aku

 

“err, ya. Aku sedang bebas”

 

“ini tentang Krystal. Bisa kau sampaikan ini padanya? Karena kau bilang aku tidak bisa menemuinya.” deg! Apa ini apa ini apa ini???!!

 

“ya, ummm… sebenarnya, aku sedang, mmmm… aku sedang bertengkar dengannya dan tidak bisa emmmm, menyampaikan pesan mu.” Chanyeol menaikan sebelah alisnya

 

“kau tidak pandai berbohong Sehun-ssi”. Lebih baik aku pingsan.sekarang juga!

 

Aku pura-pura melihat jam tangan yang bahkan tidak ada di pergelanganku saat ini dan untungnya Chanyeol tidak menyadari bahwa aku tidak memakai jam tangan -_- “ah, sepertinya aku harus pergi. Mianhae”

 

“hey! Kau bilang kau sedang bebas?!”

 

 

Sehun PoV END

 

 

—The Flame—

 

 

 

Author PoV

 

 

 

Sulli menatap layar ponselnya.Pesan dari Sehun baru saja masuk.

 

 

From : Sehun

Sulli!!!! I’m frustrated OMG! What should I do? AAAAA!!!

 

 

Sulli tampak bingung melihat pesan dari temannya tersebut “eh? Apa maksudnya?” gumam Sulli. Baru saja Sulli akan membalas pesan tersebut, pesan lain masuk.

 

 

From : Sehun

Waitttt… do I sounded like a girl? Because I think so -_-

 

 

“aih, namja ini…” gumam Sulli lagi.

 

 

To : Sehun

Okay, first, you do sounded like a girl -_- and second, what happen? Someone tried to kill you? -_-

 

 

Sulli melihat sekeliling. “hmm… rumah ini butuh make over!” Sulli bangkit dari sofa yang sedari tadi didudukinya dan mengambil lap dan alat pembersih lainnya

 

 

 

-xxx-

 

 

 

 

 

 

Sehun hendak menjawab pesan dari Sulli namun diurungkan niatnya.

 

“lebih baik aku simpan ini sebagai rahasia dulu” gumam Sehun sambil menyimpan ponselnya di saku celananya. “oh, aku belum sempat membeli kopi tadi. Oh sehun bodoh!”

 

 

 

-xxx-

 

 

 

“hmm… you’re Kim Jongin right?” Tanya seorang wanita tinggi dengan heelsnya membuatnya tampak anggun saat berdiri dan berjalan.

 

Kai menoleh “ehm, ne.” Kai tampak bingung dengan wanita yang berdiri di hadapannya.Siapa yeoja ini dan bagaimana dia mengenalku?Batin Kai. “jangan pikir macam-macam, aku bukan orang jahat.” Wanita itu seperti bisa membaca pikiran Kai.

 

“so, kau Jongin yang memiliki‘teleportation’?” Tanya wanita itu lagi. Kai mengangguk ragu-ragu

 

“ah, beruntung sekali bisa berteleportasi kemanapun kau mau” Kai semakin curiga. “ne” jawab Kai berharap wanita itu tidak bermaksud menginginkan ‘kelebihan’ nya.

 

“hmm, sepertinya kau terganggu. Lebih baik aku pergi” wanita itu kemudian pergi meninggalkan Kai yang hanya bisa terdiam, bingung. “mengapa wanita itu sangat mencurigakan?” gumamnya

 

 

 

Author PoV END

 

 

 

—The Flame—

 

 

 

Krystal PoV

 

 

 

Hmmm, no message.Biasanya hp ku selalu dibanjiri oleh message dari Sulli yang kadang tidak masuk akal. Sekarang tidak ada pesn sama sekali… wae?

 

 

To : Kai

 

Kaiiiiiiii…..need you. Now.

 

 

Aku meletakkan ponselku dan kembali pada laptop ku.

 

“hey”

 

“AAAAAAA!!!” aku memutar tubuh dan mendapati Kai dibelakangku

 

“hey, tidak usah berteriak”

 

“YAK! Sejak kapan kau ada di situ??!!”

 

“oh, mungkin 2 detik yang lalu… wae?”

 

“WAE??! WAE?!! KAU MENANYAKAN HAL SEBODOH ITU?! Aku kaget setengah mati dan kau menanyakan hal bodoh itu?!!!”

 

“aigoo,, mianhae…” ah, aku yakin wajahku sekarang ini sudah seperti tomat karena marah -_-

 

“just don’t you ever do that again!”

 

“arraseo… jadi ada apa?” tanyanya.

 

“oh, errrr… bisa buatkan aku cupcakes?” tangan Kai langsung mendarat di kepalaku. “aww”

 

“aku datang jauh-jauh dan kau ingin dibuatkan cupcakes?”

 

“hmmm, arraseo kalau tidak mau” aku mengerucutkan bibir ku, berharap Kai mau membuatkan cupcakes

 

“arra, aku pergi” seketika Kai menghilang, aih, namja itu… padahal aku berharap ia mau menurutiku saat aku menunjukan wajah memelasku -_-

 

aku kembali memeriksa ponselku, tetap kosong, hanya ada gambar aku dan Sulli saat ulang tahunku, aku tidak pernah merubah wallpaper lock screen ku, entah mengapa.

 

Sepintas bayangan Chanyeol muncul, tapi itu hanya malah membuatku takut, bukan mengingat tingkah laku Chanyeol yang kadang kekanakan yang membuatku tertawa, tapi malah teringat Chanyeol yang selalu murung, mudah marah yang membuatku bahkan tidak berani mengatakan sepatah kata pun.

 

“mmm… I better take some rest”

 

aku melihat ke arah jendela, hampir malam. Hhh… aku harap mulai besok aku bisa melupaka Chanyeol dan ‘balas dendam’ nya. Itu semua membuatku tersiksa!

 

 

 

-xxx-

 

 

 

“Soojung-ah…”

 

“Soojung-ah…”

 

splashcipratan air mendarat di wajah ku. Aish, siapa yang melakukannya akan kubunuh kau!

 

“Jung SooJung kau akan bangun atau tidak?!”

 

aku membuka mataku perlahan, terlalu banyak cahaya untuk mataku yang masih rapat! “hmmm… matikan lampunya”

 

“hhhh, ini sudah siang Soojung malas!” berarti ini sinar matahari? Aih, orang ini, mengganggu saja

 

aku kembali membuka mataku dan mengerjapkannya beberapa kali

 

“mengapa memanggilku Soojung? Biasanya langsung memanggilku Krystal” aku melihat sekeliling dan mendapati Baekhyun di samping tempat tidurku, membawa gelas. Hey, untuk apa Baekhyun ada di sini?

 

Aku baru teringat kalau Baekhyun adalah sahabat Chanyeol. Aishh, apa aku begitu ceroboh atau dia memang terlalu hebat?

 

“mwoya Baekhyun apa yang kau lakukan di rumahku?! Dan bagaimana kau bisa tahu passwordnya?!” aku merapikan rambutku yang pastinya terlihat seperti terkena bom atau apalah yang pasti rambutku sangat berantakan

 

“okay, first, I’m here to tell you something. And second, why need password when you can teleport?”

 

“mwo? Kau bisa berteleportasi? Bukannya, mmm… let me think, bukannya kau adalah light bender?”

 

“yeah, aku meminta Kai membantuku berteleportasi ke sini”

 

tanganku refleks melayang kearah kepala Baekhyun dan menjitak nya.

 

Ddrrrtttt… ddrrrtttt…

 

Aku langsung mengambil poneselku.

 

From : Sehun

Hey, I think I need to tell you something. Park. Now.

 

Sehun kau penyelamat. Untunglah aku tidak usah berdebat dengan Baekhyun yang mungkin akan membahayakanku, well karena dia sahabat Chanyeol.

 

“I gotta go, hush…”

 

“what? Kau mengusirku?”

 

“yeah, kinda. Now leave. I’m going to shower”

 

“aishhh, arraseo”

 

 

 

-xxx-

 

 

 

Aishh, dimana orang menyebalkan itu? Aku langsung mengambil ponsel ku dan mengetik pesan

 

To : Sehun

Where r u? I’m next to the ice cream stand

 

Tak lama pesan masuk. Pasti Sehun

 

From : Sulli

Hey, Sehun memintamu ke taman? Yeah, dia membatalkannya.Dia bilang lebih baik tidak mengatakannya padamu. Jangan marah, aku sudah di taman. Lebih baik membeli ice cream daripada mengamuk.

 

Oh Sehun kubunuh kau! Ya, sepertinya hari ini hari sial ku, pagi-pagi aku sudah bertemu Baekhyun, dan sekarang Sehun mengerjaiku.Kalau saja aku bisa menjambak sesorang, Sehun misalnya.

 

“Krys!” panggil seseorang, Sulli.

 

“ne?”

 

“ahh, untung kau tidak marah… atau taman akan hancur.”

 

“ya ya, sekarang belikan aku ice cream.”

 

“mwo? Tapi ini musim dingin.”

 

“kau yang menjanjikannya Sulli -_-“

 

“aih, kau tahu pikiranku sedang kacau. Jangan percaya seluruh perkataanku yang bodoh”

 

“whatever, hari ini hari sialku” gumamku.Sulli menaikan sebelah alisnya. “aku kira setiap hari adalah hari sialmu” aku menatap Sulli tajam.

 

“baiklah kalau begitu hari ini lebih sial dari hari biasanya”

 

“wae?”

 

“I don’t know, it’s just… it feels like there’s gonna be a bad thing happening to me”

 

PLAKKK

 

“mwoya? Untuk apa menamparku?!”

 

“jangan pikirkan hal buruk! Aku benci orang seperti itu”

 

“aish.. arraseo”

 

“hmmm… aku pergi dulu”

 

“hey, bagaimana dengan ice cream?!”

 

 

 

Krystal PoV END

 

 

 

—The Flame—

 

 

 

Author PoV

 

 

 

“Chanyeol, kau sering beraktivitas di luar, lebih baik kau istirahat, kau terlalu lelah” Chanyeol melirik yeoja di sebelahnya yang masih memfokuskan matanya pada laptop dihadapannya.

 

“ne, aku akan beristirahat di sini hari ini”

 

“kau mengundang Baekhyun ke sini? Itu bukan istirahat jika mempertemukanmu dengan Baekhyun” Boa melirik Chanyeol sepintas kemudian kembali tertuju pada laptopnya.

 

“wae?”

 

“kalian pasti menggila dan bila kalian bertengkar, seperti perang dunia III”

 

“hey! Kami tidak separah itu noona!”

 

“terserahlah, aku pergi dulu. Sampaikan pada Kris aku yang menghabiskan potato chips nya” Boa bangkit dan menuju pintu

 

“mwoya?! Potato chips habis?! Aigoooo berarti aku harus ke supermarket lagi?!” tiba-tiba Kris berteriak dari kamar mandinya. “aih, namja itu… apa susahnya mengambil chips kemudian membayarnya di kasir?”

 

TING TONG

 

“OH MY THAT’S BAEKHYUN!!” Chanyeol lari terbirit-birit (?) menuju pintu.

 

“annyeong hase… uaaa!! Chanyeol oppa!!” Chanyeol menatap yeoja itu aneh mwo? Baekhyun berubah? Batin Chanyeol. “oppa, I know you’ll come back!” yeoja dihadapannya tersenyum girang

 

“ne?” Tanya Chanyeol bingung. Yeoja itu cemberut “wae? Kau tidak ingat aku?” Tanya yeoja itu. Chanyeol tampak berpikir “mianhae, aku tidak ingat” yeoja itu langsung mengembungkan pipinya mendengar perkataan Chanyeol

 

PLAAKKK

 

Chanyeol mengusap pipinya yang memerah karena tamparan yeoja itu “mwoya?” Tanya Chanyeol dengan wajah terkejut, yeoja itu langsung pergi, yeoja ini aneh! Batin Chanyeol.

 

Tak lama Baekhyun menghampiri Chanyeol “nugu? Yeojachingumu?” Tanya Baekhyun sambil mengamati yeoja yang hanya menunjukan punggung nya yang menjauh.

 

“molla…” jawab Chanyeol masih kaget dengan apa yang terjadi.

 

“hhmmm, mungkin dia sedang stress atau apalah tak usah dipikirkan”

 

 

 

-xxx-

 

 

 

“Chanyeol-ah kau terlihat pucat”

 

“jinjja?”

 

“ne, kau sakit?”

 

“aniyo…”

 

“hmmmm, tubuhmu panas… waiittttt, panas itu karena flame power mu atau karena kau sakit?”

 

“ani, fire bending power ku tidak berpengaruh pada suhu tubuh ku”

 

“berarti kau sakit… ckck, kau butuh istirahat Chanyeol!”

 

Chanyeol mendesah berat “aku mengundangmu kesini karena Boa noona menyuruhku beristirahat dan tidak boleh keluar”

 

Baekhyun melihat sekeliling “hmm, dimana Kris?” Tanya Baekhyun mengabaikan perkataan Chanyeol dan membuat Chanyeol memandangnya aneh “Kris baru saja pergi membeli potato chipsnya yang dihabiskan Boa noona” Baekhyun tampak berpikir

 

“dasar kakek tua, dia baru saja keluar setelah berbincang denganmu bodoh!”

 

“jinjja? Aku tidak ingat berbicara dengan Kris”

 

“Baekhyun kau tidak perlu pura-pura lupa, bisa bisa penyakit pelupa mu bertambah”

 

“aniyo, aku serius”

 

“hhh… whatever”

 

 

 

-xxx-

 

 

 

“ah, aku pasti terlihat sangat bodoh tadi”

 

“ahaha, itu rencanamu sendiri kan, jangan salahkan aku”

 

“bodoh siapa yang menyalahkanmu! So, tidak ada dari mereka yang menyadarinya?” Tanya seorang yeoja sambil memainkan kukunya

 

“ne, mereka tidak sepintar yang aku pikir…” jawab seorang namja. “…tapi satu orang yang sepertinya ‘cukup pintar’.” Sambung namja itu

 

yeoja tadi menoleh “nugu?” namja di hadapannya tampak beripikir, mengingat-ingat orang yang dimaksudnya “dia seorang yeoja”

 

“BoA…” gumam yeoja itu

 

“boa? Who’s boa?”

 

“what the… kau tidak tau siapa Boa? Aishh… kau ini, keterlaluan”

 

clik

 

kedua orang tersebut langsung menoleh kearah laptop yang baru saja menunjukan tanda e-mail masuk.

 

 

 

From : xxxxxxx@hotmail.com

I don’t know what you’re up to, but you better be careful or I’ll choke you

 

p.s. I’m serious I’ll choke you okay. With love, BoA

 

 

 

“aihh, sekarang kita harus lebih hati-hati”

 

 

 

-xxx-

 

 

 

“okay, think bright krys! Nothing’s gonna go wrong” Krystal mulai menunjukan senyumnya yang jarang sekali ia tunjukan selama 2 tahun belakangan ini.

 

Krystal hanya terduduk di bangku taman. Entah mengapa ia merasa hangat walaupun sekarang ini musim dingin. Krystal melihat beberapa anak kecil sedang bermain kejar-kejaran.Ia tersenyum mengingat masa kecilnya.

 

Tanpa disadari Krystal terus mengingat masa lalunya yang bisa dibilang sangat menyenangkan.Bahkan teringat kenangannya bersama Chanyeol.

 

“aish, jung soojung! Jangan pikirkan dia lagi!” gumam Krystal.Ia merapatkan mantelnya, tiba-tiba udara disekitarnya sangat dingin. Bayangan Chanyeol terus terlintas dipikirannya membuat Krystal merasa dirinya sudah gila

 

“Chanyeol why did you do this to me?!” erang Krystal.

 

“uh, wae? What did I do wrong?” pertanyaan itu sontak membuat Krystal memutar tubuhnya, tidak ada siapa-siapa pikir Krystal. “mungkin berbicara dengan orang lain”

 

 

 

-xxx-

 

 

 

“ya! kau mau membunuhnya?!”

 

“mwo? aku hanya bertanya apa itu akan membunuhnya?”

 

“yeah, dia bisa terlalu kaget dan belum siap bertemu denganmu dan dia bisa saja jatuh atau sebagainya!”

 

“what the…”

 

“Park Chanyeol how could you did this to your own girlfriend?! She has gone mad because of you! She cried almost every night! She still cares about you!”

 

Chanyeol terdiam. Sebegitu tersiksanya kah dia? Batin Chanyeol.

 

“and now, you’re here for revenge? She didn’t even do anything wrong!”

 

pikiran Chanyeol melayang entah kemana, semua perkataan Sulli bagaikan angin lalu, sama sekali tak dihiraukannya. What have I done? I should fix this right now! Pikir Chanyeol

 

“Chanyeol are you even listening?!”

 

“I, I gotta go…”

 

“go where? Revenge?!” Sulli menahan Chanyeol untuk kembali ke tempat Krystal duduk.

 

“Sulli berhenti berfikir negative tentang aku! I’m going to apologize alright?!”

 

“meminta maaf setelah semua ini tidak mudah Chanyeol…”

 

“arghh… semua orang termasuk kau berpikir aku akan membunuhnya sebagai balas dendam ku? Itu kesalahan besar! Entah siapa yang pertama menyebarkan kalau aku ingin membunuhnya, yang pasti orang itu sudah membuatku dipandang buruk oleh orang lain!”

 

Sulli menatap Chanyeol tidak percaya “jadi semua ini hanya kesalah pahaman?”

 

“yes! Finally someone believe me!”

 

Sulli masih bingung dengan apa yang terjadi “lalu apa…”

 

“aku jelaskan nanti, Krystal akan pergi dan aku harus meminta maaf sekarang juga.”

 

Chanyeol hendak menghampiri Krystal namun yeoja itu menghilang entah pergi kemana “damn!”

 

 

 

-xxx-

 

 

 

Krystal menatap layar ponselnya, kosong. Tidak ada pesan atau panggilan dari Sulli atau Sehun “hmmm, sepertinya mereka sudah melupakanku” gumam Krystal sambil berjalan mengitari taman. “tempat ini indah, mengapa aku baru menyadarinya?”

 

Salju yang turun dengan lebat membuat lampu taman harus menjalankan tugasnya menerangi taman. Yang terlihat hanya salju putih yang menutupi segalanya dan cahaya kuning dari lampu taman.

 

“Baekhyun…” gumam Krystal.Ia langsung berkutat dengan ponselnya dan tersenyum. “I hope Baekhyun still on my side”

 

baru saja Krystal akan menelepon teman lamanya itu, seseorang memanggilnya, membuatnya membeku tak berani berbuat apa-apa

 

“Jung Soojung!”

 

“suara itu… suara berat yang… khas.” Krystal tidak berani memutar tubuhnya, belum siap menemui namja yang selama ini ‘mengincar’ nya

 

Krystal merasa seseorang menyentuh bahunya, hangat.Krystal memberanikan diri memutar tubuhnya dan menatap wajah seorang namja yang berdiri di hadapannya, kakinya bergetar, takut.

 

Wajah namja itu terlihat menyesal saat melihat ekspresi yeoja di hadapannya yang ketakutan “kau takut?” Tanya Chanyeol lembut.

 

“…” tak ada jawaban, Krystal terlalu takut untuk mengeluarkan sepatah kata pun.

 

“none of your business” jawab Krystal ketus sambil berusaha pergi

 

“ya, itu urusanku” Chanyeol menarik tangan Krystal yang hendak pergi membuat mereka barhadapan lagi.

 

Krystal membeku, tak tahu harus berbuat apa, ia terlalu takut, tapi juga sangat senang bisa melihat Chanyeol lagi. “apa pedulimu? Dan mengapa tidak langsung saja ‘membalas dendammu’ itu hah?”

 

Ck,sebegitu bencinya kah dia? Batin Chanyeol. “Jung Soojung bisakah kau sedikit lebih sopan? Kau lebih muda dariku!”

 

Bahkan dia sudah tidak menganggapku ‘teman dekatnya’ batin Krystal. “hhh…. Fine! What do you want?!”

 

“you don’t have to be like that alright! I’m here to apologize…” kali ini Chanyeol lebih lembut dan pastinya membuat Krystal semakin tak karuan.

 

“w… wh… what?”

 

“enough Krys, I’m not killing you ok? Maaf, semua ini salah paham!”

 

“s… salah paham?

 

“ne, why would I kill someone that doesn’t do anything wrong, ahaha”

 

no, Krys! Ini bisa saja jebakan! Jangan mudah terpengaruh! Batin Krystal. Sebenarnya ia ingin sekali langsung memaafkan Chanyeol namun ia takut jika ia terlalu ceroboh.

 

“jinjja? Lalu apa maksudmu dengan ‘balas dendam’ itu hah?!”

 

Chanyeol tampak berpikir, mengingat-ingat kejadian saat terakhir kali Krystal melihat senyum Chanyeol “ah ya, aku berniat mendorongmu ke jurang…” canda Chanyeol yang tak disangka mendapat balasan yang menyakitkan ahaha

 

PLAKK

 

“kau memang ingin membunuhku!” Krystal membalikan tubuhnya dan pergi menjauh, pikirannya kacau.

 

“aniya Jung Soojung! Aku bercanda!!! Aku hanya berniat menjitak mu!!”

 

Krystal menghentikan langkahnya, ia tersenyum tipis mendengar Chanyeol ingin menjitaknya. Namun Krystal memilih untuk tetap menjauh daripada harus beribaca dengan ‘teman’ lamanya itu.Ia yakin kalau ini hanya jebakan Chanyeol.

 

 

 

-xxx-

 

 

 

Baekhyun memandang layar ponselnya, ia berniat menanyakan Kris sesuatu yang membuatnya penasaran, namun ragu ragu untuk menghubungi namja itu.

 

Jari Baekhyun dengan lincah mengetik nomer yang baru ia dapat dari Chanyeol, nomer Kris.

 

“mmh…” aishh, namja ini, bahkan tidak memberi salam atau semacamnya, pikir Baekhyun

 

“hey, umm… Kris?”

 

“waeyo?”

 

“yeah, Chanyeol bilang tadi kau berbicara denganku?”

 

“uh? Ne, kau tidak ingat? Kakek tua…” Baekhyun seperti ingin menamparnya sekarang juga -_-

 

“hhhh… ne, mungkin aku amnesia atau semacamnya -_-“

 

“tapi kau terlihat berbeda tadi. Hmm, mungkin lebih pantas dibilang aneh daripada berbeda”

 

“jinjja?” sebuah senyum terukir di wajah Baekhyun

 

“ne, saat berbicara denganku, rambutmu biasa saja, tapi saat aku lihat kau sedang bersama Chanyeol, rambut mu sangat sylish omg…”

 

“interesting” gumam Baekhyun

 

“apa lagi?”

 

“hmmm, matamu berwarna cokelat kan? Yeah, matamu erwarna biru tua. Kau berusaha menyamar atau berubah penampilan atau semacamnya?”

 

“aniya, masih ada yang aneh?”

 

“ne, kau semakin pendek bwahaha…”

 

“ya, ya whatever. That’s all?”

 

“yeah, I guess… and, I gotta go. Someone’s on my door”

 

tuut

 

Baekhyun memasukan ponselnya ke sakunya dan mengambil mantel putih nya “siapa pun dia, ini bukan hal yang baik”

 

 

 

-xxx-

 

 

 

“hmmm, semoga dia sedang di perpustakaan” gumam Baekhyun memasuki bangunan yang menurutnya cukup menarik, perpustakaan umum.

 

Baekhyun melihat sekeliling dan bingo! Ia menemukan orang yang dicarinya sedang berkutat dengan laptop dan buku tebal di hadapannya.“Boa noona” panggil Baekhyun.

 

Yeoja itu mendongak. “oh, tumben kau mendatangi tempat ini”

 

“yeah, aku ingin menanyakan sesuatu”

 

“apa?”

 

“kau tahu seseorang yang bermata biru tua, berambut gelap dan umm… sedikit dibawahku?

 

“apa maksudnya dibawahmu?!”

 

“errr… lebih pendek dariku ._.”

 

Boa tampak berpikir, tidak sedikit orang yang memiliki fisik seperti itu. Namun seseorang terlintas dipikirannya, seseorang yang sudah dianggapnya sebagai ‘musuh’

 

“apa yang dilakukannya?” Tanya Boa setenang mungkin, walau sebenarnya ia sudah ingin mencekik orang itu

 

“aniya, aku hanya bertanya apa kau tahu seseorang dengan ciri-ciri tadi”

 

“… Joonmyun”

 

 

 

-xxx-

 

 

 

Kris membuka pintu apartemennya dan mendapati Baekhyun di depan pintunya.

 

“mwo? bukankah tadi kau baru meleponku?”

 

namja dihadapannya itu tampak kaget dengan apa yang dikatakan Kris. Sial, ini bukan waktu yang tepat!Batin namja itu. “uh, oh… jinjja?”

 

Kris menatap namja itu aneh, Kris mengambil ponselnya dari saku celananya dan langsung menghubungi Baekhyun dan ponsel milik namja dihadapannya itu sama sekali tidak berdering sementara Kris sudah bisa mendengar nada sambung dari ponselnya.

 

Kris membatalkan panggilannya dan kembali menghadap namja tadi. “hey, sepertinya kau salah…” baru saja Kris akan menyelesaikan perkataannya, ia sadar bahwa namja yang tadi ada di depan pintunya sudah menghilang.

 

“ini aneh…”

 

 

 

-xxx-

 

 

 

Krystal merebahkan dirinya di tempat tidur, lelah. “what should I do…?”

 

Drrttt… drrttt… drrttt… drrttt… drrttt…

 

Krystal hanya mengabaikan panggilan itu. “I’m sorry but I’m not in the mood to answer your call ahaha…” Krystal hanya tertawa pelan menyadari ia baru saja berbicara sendiri

 

Bayangan Chanyeol kembali terlintas dipikiran Krystal. “Uummm… what should I do??? I know Chanyeol doesn’t love me anymore but I just…”

 

“aarrrgghhhh… Park Chanyeol stop making me crazy!!”  Krystal melempar bantal besarnya ke didinding tanpa menyadari bahwa ponsel nya juga ikut terlempar “OMO!!” dengan cepat Krystal ‘membekukan’ ponselnya dan berhasil, ponselnya terlindungi oleh es saat menabrak didinding

 

“Sulli kenapa kau tiak pernah menghubngi ku huh?” Krystal dengan sebal mengambil ponselnya dan melihat panggilan tak terjawab. “oh, jadi aku yang mengabaikan Sulli… tidak aneh kalau mereka membenciku sekarang”

 

Krystal langsung mengetik pesan tanpa ia sadari. Sent

 

 

 

-xxx-

 

 

 

drrttt… drrttt…

 

“AAAAA” Sehun berteriak saat merasakan saku celananya bergetar tiba-tiba.Aku benar-benar harus mematikan vibrating alertnya -_-‘ batin Sehun yang tak bosan-bosan berteriak setiap ponselnya bergetar saat ada pesan atau panggilan masuk.

 

 

From : Krys

 

Besok temani aku ke mall.tidak ada alasan. Terimakasih.

 

 

“mwoya? Dia sedang bermasalah?Dia salah makan? Tumben mengajakku. Atau dia salah kirim?” gumam Sehun sambil mengetik balasan untuk Krystal.

 

 

To : Krys

 

Wae? Salah kirim?

 

 

Tak lama pesan masuk.Pasti Krystal batin Sehun.

 

 

From : xxxxxxxxxxxx

One of your friend are in danger. You need to make this right.

 

 

Sehun mencoba mencerna pesan yang baru saja ia baca. “mwoya? Maksudnya Krystal?”

 

 

To : xxxxxxxxxxxx

I’m sorry but who’s this?

 

 

Sehun melikat sekeliling, mungkin salah seorang di sekitarnya hanya mencoba menjahilinya.Namun hasilnya nihil.Tak seorang pun yang Sehun kenal disana. “apa ini serius? Ini bukan 1 April” gumam Sehun. “atau ia mengirim ke nomer yang salah?”

 

Sehun menunggu pesan balasan dari itu namun ponselnya sama sekali tidak menunjukan pesan masuk. Ia cukup yakin kalaupun pesan itu benar, yang dimaksud adalah Krystal. Siapa lagi? Krystal satu-satunya yang sedang dalam ‘masalah’ pikir Sehun.

 

Sehun merasakan angin dibelakangnya.Seperti ada orang yang berlari di belakangnya namun tidak ada siapa-siapa dan angin itu kembali dirasanya beberapa kali. Sehun mengitarkan pandangannya sekali lagi, ia merasa sedang ada yang menjahilinya. Namun tetap saja, Sehun hanya melihat orang-orang yang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

 

Saat itu juga Sehun menyadari kalau ia sedang berada di tengah pusaran angin. “mwoya? Apa air bending u tidak terkendali?” gumam Sehun masih belum mengerti apa yang sedang terjadi. “tapi aku sudah dilatih untuk mengontrol bending powerku bersama Sulli.” Pandangan Sehun tertuju pada seorang yeoja berambut cokelat di dekat pohon besar.

 

Sehun mencoba tenang dalam pusaran angin tersebut dan mengamati yeoja yang menurutnya ‘aneh’.Yeoja itu mengenakan dress putih selutut dengan sebuah kalung dilehernya. “apa dia tidak kedinginan di tengah salju seperti ini?” gumam Sehun. ia menyadari bahwa kalung yang dikenakan yeoja itu sama persis seperti kalung yang selalu Sehun gunakan termasuk saat ini. Kalung dengan cincin sebagai bandulnya.

 

“apa yang yeoja itu lakukan?” gumam Sehun. Tak lama pusaran angin itu menghilang dan yeoja tadi pun pergi entah kemana.“I gotta find her” Sehun mengitarkan pandangannya dan dilihatnya yeoja tadi sedang berlari ke arah rumah besar yang serba putih dengan halaman luas yang dipenuhi berbagai macam tanaman cool gumam Sehun.

 

Yeoja itu berlari ke halaman samping rumah tersebut yang cukup luas. Sehun merasa tidak sopan memasuki halaman rumah orang lain namun rasa ingin tahunya memaksanya untuk tetap mengejar yeoja itu.Sehun hampir terjatuh beberapa kali karena salju tebal yang menyulitkan untuk berjalan Yeoja itu pun menghentikan langkahnya di sebuah ‘green house’ yang sangat indah.Sehun mendadak berhenti dan ikut memasuki green house itu.

 

“aku tidak tahu kau akan mengikutiku sampai sini” ucap yeoja itu tiba-tiba membuat Sehun kaget. “ah, mianhae… aku tidak bermaksud…” belum selesai Sehun menyelesaikan perkataannya, yeoja itu langsung memotongnya. “gwenchana, ada perlu apa?” Tanya yeoja itu.

 

“aku ingin menanyakan sesuatu…”

 

“katakan.”

 

“maaf bila ini terdengar tidak sopan karena kita tidak saling mengenal, tapi mengapa kau membuat pusaran angin tadi? Dan mengapa aku harus berada didalamnya?” yeoja itu tampak ragu untuk menjawab pertanyaan Sehun.

 

“karena… aku harus melakukannya” yeoja itu menundukan kepalanya. Sehun yang menyadari perubahan sikap yeoja itu tidak berani memaksanya untuk menjawab pertanyaan tadi.

 

“sekali lagi maaf, tapi cincin itu…”

 

yeoja itu melirik cincin yang dimaksud Sehun, cincin yang dijadikan bandul kalung. “ne?”

 

“darimana kau mendapatkannya? Jangan pikir macam-macam, aku hanya penasaran”

 

yeoja itu tersenyum “seseorang memberikan ini padaku.”Terlihat kesedihan di wajah yeoja itu.Sehun memilih untuk membiarkannya menenangkan diri daripada membuatnya terganggu. “err, sepertinya kau terganggu. Mianhae… aku pergi dulu” Sehun membungkuk kemudian pergi meninggalkan yeoja yang hanya tersenyum.

 

“be careful sehun-ah…” gumam yeoja itu melihat punggung Sehun yang menjauh

 

 

 

-T O B E C O N T I N U E-

 

uuaaa!! Mianhe, chap ini keluarnya lama pake banget!! Berhubung author yang sering menggila dan ga punya banyak waktu karena sekolah (biar keliatan rajin) jadi beginilah… isinya pun gaje tingkat internasional.Tapi isinya dibuat lebih panjang karena banyak yang protes isinya kependekan LOL. Ok, that’s all. Jangan lupa comment ya ^^ gomawo *bow

 


Be My First ?

$
0
0

Title         : [Oneshot] Be My First?

Author      : BrilliantGivya (@KAILLIANT)

Cast           :

- Park Michan

- EXO Sehun as  Oh Sehun

 

Disclaimer :

Plot is mine. Please report me if there is plagiarism. Happy reading all! Gak komen barbell melayang!

 

Prang!!!

Tiga buah gelas yang tadi tertata anggun meluncur bebas dari nampan. Semua murid di kantin menoleh pada gadis tersangka. Gadis itu, Park Nana, tidak menunjukkan ekspresi kaget ataupun panik.

“Yak, Nana. Kau memecahkan semua gelas. Gwaenchana (kau baik-baik saja)? Nana?” Tanya Minri dengan hati-hati pada sahabatnya ini.

“Dia…” Jawab Nana singkat. Minri memicingkan matanya, mengikuti arah pandangan Nana.

Seorang lelaki yang sedang berjongkok di ujung koridor. Dengan cekatan lelaki tersebut merapikan bukunya yang berserakan di lantai sendirian, tak mengindahkan beberapa murid perempuan yang ingin ikut membantu di depannya. Dalam hitungan detik, lelaki itu berdiri dan berbalik, menampakkan wajah tampan berkulit putih susu dengan tatapan tajam. Ekspresinya yang datar tidak mengurangi daya tarik wajahnya sama sekali.

Nana berbisik, “kurasa aku jatuh cinta pada pandangan pertama”

 

SEHUN POV

 

“Yak! Kau! Sampai kapan terus membuntutiku seperti ini? Kita tidak saling mengenal, jangan menggangguku!” bentakku pada gadis yang sedang tersenyum cerah di belakang.

“Sampai aku bisa berkenalan denganmu!” jawab gadis itu asal.

Aku segera berbalik, menatap gadis itu tajam, “namaku Oh Sehun. Sudah puas? Jadi sekarang kau boleh pergi.”

“Nah, akhirnya! Sebenarnya aku sudah tahu namamu. Semua orang di sekolah mengenalmu, tadi aku hanya mengujimu, hehehe. Namaku Park Nana,” gadis itu mengulurkan tangannya.

Tanganku masih bersemayam di kedua saku celana, menatap tangan gadis bernama Nana itu dengan heran.

“Apa tujuanmu sebenarnya?” Tanyaku lagi. Jujur saja baru kali ini aku dibuntuti oleh seorang teman sekolah hingga di depan rumah. Oh bukan teman, orang asing lebih tepat karena yang kuketahui hanya namanya. Tidak lebih.

“Kupikir aku menyukaimu pada pandangan pertama.”

Hah? Ya Tuhan, nekat sekali dia!

Karena tidak pernah dalam situasi seperti ini, jantungku berpacu. Kucoba mencari sinar kebohongan di mata gadis aneh itu, namun nihil. Aku semakin memandangnya heran, bagaimana bisa ada gadis yang senekat ini?

“Kau lelaki pertama yang kusukai. Aku bersumpah. Kalau tidak percaya lihat handphoneku ini. Tidak ada pesan dari seorang lelakipun di inbox, tidak ada satupun foto lelaki. Lihat, benar, kan?” terang Nana panjang lebar.

Kupijit keningku, lalu memutuskan untuk berjalan cepat menuju rumah tanpa menghiraukan gadis aneh itu lagi.

 

“Annyeong, Oh Sehun!” aku terlonjak kaget saat seseorang berbisik di depan mejaku. Hampir saja PSP-ku jatuh kalau aku tidak memiliki respon yang tinggi. Hah, gadis itu lagi.

“Mau apa lagi?” tanyaku ketus. Tidak habis pikir pada keberaniannya. Nana menyodorkan sebuah kotak transparan berisi cheese cake padaku. Oh, bagaimana bisa dia mengetahui makanan kesukaanku?

Mungkin karena aku tidak menggerakkan tanganku sama sekali untuk menyambutnya, ia meletakkan kotak tersebut ke atas meja.

“Kudengar hari ini kau akan mengikuti test fisika? Oh Sehun fighting!” Nana berteriak sambil mengepalkan tangan. Tangannya kembali turun saat aku memandangnya dengan tatapan ‘apa yang kau lakukan?’.

“Ah…” Nana mengusap rambut pendek sebahunya dengan canggung, “sepertinya aku harus cepat keluar sebelum teman-teman sekelasmu muncul” lanjutnya.

“Kenapa tidak sekalian menunggu teman-teman sekelasku muncul lalu bilang kalau kau menyukaiku pada pandangan pertama saja?” sindirku. Nana buru-buru menyilangkan kedua tangannya.

“Tentu saja aku tidak senenkat itu! Perasaanku ini rahasia. Hanya sahabat dan orang tuaku yang mengetahuinya. Terutama kau.” Jawabnya polos. Ish. Aku memalingkan mukaku, acuh. Aku tidak suka diganggu.

 

Nana mengirim sebuah pesan singkat. Hanya terdapat tulisan “semangat” dan emoticon lucu pada pesannya. Sudah lebih dari seminggu semenjak kejadian Ia membuntutiku sampai depan rumah, namun Ia baru mengirimu pesan sekarang.

Dilihat dari ukuran orang yang sedang jatuh cinta seperti Nana, mendapatkan nomor handphone selama lebih dari seminggu adalah hal yang payah.

Aku menyeruput jus jerukku perlahan, mengedarkan pandangan ke penjuru kantin. Tiba-tiba mataku bertubrukan dengan sepasang mata obsidian yang selalu tidak pernah gagal membuatku terpaku. Milik Cho Eunri.

Mengingat nama itu membuatku teringat pada kejadian dua tahun lalu, saat aku menyatakan perasaan sukaku padanya. Yah, tentu saja aku ditolak karena memang aku tidak pernah melakukan hal apapun yang membuatnya menyukaiku. Aku adalah tipe orang yang pemalu. Itu adalah kali pertama aku menyatakan suka. Tentu saja meskipun sedikit, rasa suka padanya masih ada.

Mataku terbelalak ketika Eunri yang berusaha menghindari tatapanku tak sengaja menyenggol seorang gadis di sampingnya. Park Nana, dia lagi. Segelas jus tomat ditangan Nana tinggal setengah –sisanya berhamburan pada seragam Eunri.

“Yak, kau…” Eunri siap mengumpat, kalau saja Nana tidak mengelak.

“Eunri-ssi, tadi kau yang menyenggolku duluan. Harusnya yang marah adalah aku” ucap Nana dengan intonasi polosnya itu.

“Kau tidak lihat rok putihku ini, bodoh?”

“Tapi Eunri-ssi…” ish. Pertengkaran wanita, aku benci melihatnya.

“Hentikan” entah kenapa aku bisa senekat ini. Yang pasti aku sudah berdiri di antara kedua gadis yang sedang dipenuhi emosi tersebut. Kulhat senyuman Nana mengembang sekilas.

“Oh Sehun, tadi aku tidak tahu apa-apa, tapi tiba-tiba Eunri me-”

“Minta maaf,” potongku. Menatap Nana dengan datar.

Nana dan Eunri memandangku dengan tatapan bingung. Aku memperbesar volume suaraku.

“Minta maaflah. Kau yang menyebabkan roknya kotor, Nana-ssi.”

Nana tersentak, “n… nde (apa)?” tanyanya tak percaya. Beberapa detik kemudian raut wajahnya pasrah, menatapku sebentar lalu menatap Eunri.

“Baik. Eunri-ssi, aku minta maaf. Nanti rokmu kucuci, kau pakai celana olahragaku dulu, nanti kuberikan,” Ucap Nana lemah. Eunri mengangguk dan menatapku dengan mata indahnya yang berbinar saat Nana berjalan menjauh. Wajahnya terlihat kecewa.

Saat kerumunan anak yang menyaksikan pertengkaran bubar, Eunri memegang lenganku,

“Terima kasih, Oh Sehun.”

Entah kenapa, untuk kali ini tidak ada rasa senang sama sekali saat Eunri tersenyum kepadaku. Senyuman manis Eunri itu hanya singgah di otakku sebentar, digantikan oleh bayangan orang lain. Ya, kurasa aku sedikit jahat pada Nana. Hanya sedikit. Hah… tidak masalah.

 

“Ada titipan untukmu,” seru Suho setelah duduk di mejaku.

“Dari siapa?”

“Dari anak kelas sebelas, Park Nana” jawab Suho. Aku mengangguk pelan dan mengambil sekaleng susu cokelat hangat dari tangan Suho. Sudah beberapa hari semenjak kejadian di kantin, Nana tidak lagi mengunjungiku diam-diam di kelas atau membuntutiku sampai rumah. Mungkin dia marah. Konyolnya, meskipun begitu Ia tidak lupa menitipkan sesuatu untukku.

Kulemparkan pandangan keluar kelas, tepat saat Nana sedang berjalan melewati kelasku dengan beberapa temannya. Ia tidak tersenyum seperti biasanya. Baguslah Ia tidak menyapaku dengan berlebihan seperti biasa. Setidaknya aku tidak merasa terganggu lagi.

<><><>

 

Aku membalas senyum beberapa murid yang menyapaku, lalu melangkah pulang. Namun aku merasa ada yang ganjil kali ini. Aku menoleh ke segala arah, namun tidak ada penguntit seperti yang baru saja kubayangkan.

Baru beberapa langkah aku kembali berjalan, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Aku terlonjak dan siap untuk berteriak kalau saja bukan Nana yang ada di depanku. Ish, lagi lagi gadis aneh!

“Maaf, aku mengagetkanmu, ya?” Tanya Nana lemas. Aku menghela nafas.

“Oh Sehun, bolehkah aku memohon satu hal saja?”

“Silahkan, selama itu tidak merepotkanku,”

“Sehun, bolehkah aku mengikutmu sampai rumah seperti biasa?” Tanya Nana, masih dengan suara lemasnya. Aku mengerjap. Sedetik kemudian aku tertawa kencang. Benar-benar, gadis di depanku adalah gadis yang paling tidak logis di dunia.

“Dulu kau berani membuntutiku. Sekarang minta izin dulu?” aku melontarkan sebuah pertanyaan yang tidak kubutuhkan jawabannya. Nana mengangguk.

“Lalu kemana keberanianmu akhir-akhir ini? Beberapa hari Kau tidak berani membuntutiku lagi, hanya menitipkan barang lewat orang lain…“

“A… aku sebenarnya sedikit kesal karena insiden di kantin tempo hari… Tapi aku tidak bisa membencimu, Oh Sehun.” Jawabnya pelan. Jantungku berdetak cepat. Aku segera berjalan dengan langkah panjang dan tergesa. Dasar, gadis itu terlalu jujur menyatakan perasaannya!

 

<><><>

 

Aku mendengus. Hujan. Kenapa secepat ini? Padahal aku tidak membawa payung.

Kulipat tanganku di dada, berpikir keras mencari cara untuk pulang dengan selamat dan tepat waktu. Padahal sore ini Appa pulang dari kunjungan bisnisnya di Kanada. Aku tidak mau mengecewakannya dengan datang terlambat.

Sraak!

Aku terhenyak dan mundur beberapa langkah saat sebuah payung besar terbuka tepat di depan wajahku. Wajah seorang gadis mengintip di baliknya dengan tatapan geli. Nana lagi.

“Biasakah kau bertingkah normal?” bentakku. Kupasang ekspresi tergalakku. Nana langsung membungkuk berkali-kali, menyatakan penyesalannya.

“Mianhe. Ah, kau tidak membawa payung, kan? Bagaimana kalau menumpang payungku?” raut wajahnya kembali senang sambil mengacungkan payung berwarna hijau pastel besarnya.

“Sehun, belum pulang?” tiba-tiba Eunri sudah berdiri tepat disampingku. Sepertinya Ia juga tidak membawa payung. Aku pun menggeleng.

“Hai, Nana-ssi!” seru Eunri tiba-tiba. Mereka berdua saling melemparkan senyuman. Kudengar Nana dan Eunri sudah saling memaafkan beberapa hari yang lalu. Baguslah.

Terbesit dalam pikiranku kalau lebih baik aku menerobos hujan saja. Lagipula besok adalah hari libur, tidak masalah membuat seragamku jadi sedikit kotor.

“Mungkin sebaiknya aku…” aku belum selesai berbicara, tapi Nana sudah memotongnya.

“Aduh, aku lupa meninggalkan bukuku di kelas. Sehun, ini kukembalikan payungmu. Kalian berdua pulanglah dahulu, aku akan kembali ke kelas. Anyyeong!” potong Nana tiba-tiba. Nana menarik tanganku agar menerima payung hijau pastel miliknya. Ia mengedipkan matanya padaku sekilas lalu kembali berlari ke dalam sekolah.

“Sampai jumpa, Nana! Hah, syukurlah kau membawa payung. Bolehkan aku menumpang?” Tanya Eunri dengan senyum khasnya. Aku mengangguk dan mulai berjalan bersama Eunri.

Jantungku sudah tidak berdetak cepat saat berjalan bersama Eunri.

Beribu pertanyaan melayang di otakku. Kenapa Nana melakukannya? Apa tujuannya? Ia mengaku menyukaiku, tetapi membiarkanku pulang bersama dengan Eunri. Lagi-lagi gadis aneh itu membuatku berpikir keras.

 

<><><>

 

Aku melempar-lempar kaleng susu hangat ke udara sambil berjalan menyusuri koridor bersama beberapa temanku. Tiba-tiba langkahku terhenti tepat di depan gedung olahraga. Bukan karena tempat ini adalah salah satu tempat favoritku, melainkan karena aku menangkap sosok yang akhir-akhir ini tak jarang memancing emosiku.

Gadis itu menangkap bola basket dari temannya dengan gaya yang tidak enak dipandang. Belum sampai tiga detik, bola itu berhasil pindah dari tangannya. Ia berusaha merebut kembali bola tersebut dengan bahu yang semakin melorot lemas. Payah.

“Hei, Sehun, apa yang kau lakukan?” Shin menepuk pundakku, mengisyaratkan bahwa Ia mengajakku kembali ke kelas. Aku menggeleng pelan.

“Kau duluan saja. Aku di sini sebentar” jawabku. Shin mengangguk. Kembali kufokuskan pandanganku pada gadis payah di tengah lapangan basket. Siapa lagi kalau bukan Park Nana.

Ketika Nana men-dribble bolanya dan bersiap untuk melemparkan ke dalam ring, temannya melompat juga untuk menghalangi. Tubuh mereka berbenturan. Berbeda dari temannya yang langsung berdiri dari jatuh, Nana hanya mendengus pelan sambil menyentuh pingganya.

Ia menghapus peluh di dahinya. Memandang ring basket dengan pasrah.

 

Deg.

 

Tiba-tiba berbagai potongan gambar terbesit di pikiranku. Saat gadis aneh tersebut pertama kali membuntutiku. Saat gadis tersebut memberiku roti setiap hari. Saat terpeleset dengan konyol tepat di depanku, memanyunkan bibirnya ketika aku membentaknya, menghela napas saat aku mengusirnya, tertawa polos, menceritakan komedi dengan garing, tertawa lepas…

Dan juga saat Ia menyampaikan perasaannya padaku.

 

“Kupikir aku menyukaimu pada pandangan pertama.”

“Tapi aku tidak bisa membencimu, Oh Sehun”

“Ini aneh, tapi saat mendengar suaramu aku semakin senang,”

“Aku bingung sekali. kenapa aku menyukaimu? Padahal yang kau bisa hanyalah memarahiku”

“Eunri memang cantik. Kalian berdua cocok, tapi aku tidak mau berhenti menyukaimu!”

“Aku tidak ingin berhenti menyukaimu,”

“Oh Sehun. Saranghae. Hehehe.”

 

Kedua kakiku melangkah ringan memasuki gedung olahraga. Tidak memedulikan wajah bingung dari murid yang sedang bermain basket. Posisi Nana masih belum berubah, duduk lemas di tengah lapangan.

Nana kebingungan mendapat tatapan dari seluruh temannya. Ia mendongak dan langsung menepuk dadanya kaget saat melihatku sudah berdiri di depannya.

“O… ommo, Oh Sehun. Sejak kapan kau di sini?” Ia langsung berdiri. Kutarik napas pelan, menatap wajahnya dalam jarak sedekat ini membuat jantungku berpacu dua kali lipat. Ia tetap memberiku senyuman meskipun peluhnya terus berjatuhan. Ish, kira-kira apa yang harus kukatakan?

“Park Nana, maafkan aku.”

“Ndee? Maaf?”

“Aku selalu ketus padamu. Maafkan aku, ya.” Kusodorkan sekaleng susu cokelat hangat di tanganku pada Nana. Ia langsung menerimanya dengan senang.

“Wah, tumben hari ini kau baik sekali, Sehun? Padahal tadi pagi aku berpikir untuk menyerah terhadapmu yang selalu ketus! Seperti tidak ada harapan lagi untukku, hehe…”

Kurapikan rambut di puncak kepalanya, “jangan berhenti menyukaiku, Park Nana. Semangat!”

Aku tersenyum setulus mungkin, benar-benar berharap Ia tidak berhenti menyukaiku. Entah sejak kapan, aku merasa lengkap saat Nana muncul dengan sifat periangnya tersebut. Kali ini aku benar-benar tidak akan melepaskannya.

“Meskipun bukan pandangan pertama, saranghae, Park Nana.”

Nana terbelalak dengan rona merah di pipinya, tepat saat berbagai sorakan riuh menggema di dalam gedung. Aku tersenyum lembut pada Nana sambil mengusap tengkukku.


[SongFic] Blue Jeans

$
0
0

Title   : Blue Jeans

Author : Hangukffindo

Casts : Chanyeol EXO-K and You

Rating : Pg-15

Genre         : Angst, hurt

 

A/N: Totally in love with Lana Del Ray and her song…Blue Jeans. And then this idea shred in my mind. Oh God, thank you for this. Well, dunno is this okay, freak, or…nothing.

***

 

Blue jeans, White shirt
Walked into the room you know you made my eyes burn
It was like James Dean, for sure
You so fresh to death & sick as ca-cancer

 

Tidak ada yang lebih menarik memperhatikan Chanyeol dibalik bulu matamu, pandangi tubuhnya yang berbalut kaus putih juga kaki panjang yang tersembunyi di balik jeans biru. Aku ingat itu adalah hadiah natal dariku dan  tak kusangka semuanya terlihat sempurna ketika Chanyeol menempelkan mereka semua di tubuhnya.

Ada banyak deskripsi yang bisa kulontarkan pada Park Chanyeol setiap kali langkah itu membawanya semakin dekat dan dekat, melewati ambang pintu kamar ini. Parfum yang dikenakan tidak terdeteksi hidungku, namun kupastikan itu bukan parfum wanita lain melainkan aroma Chanyeol yang bercampur ekstasi…segar dan baru.

 

You were sorta punk rock, I grew up on hip hop
But you fit me better than my favorite sweater, and I know
That love is mean, and love hurts
But I still remember that day we met in December, oh baby!

 

Kulit Chanyeol tidak pernah dingin sepanjang memoriku bisa mengingatnya. Urat-urat menonjol dari balik kulit tipis itu. Mungkin karena Chanyeol tumbuh sebagai pemain drum dan dia hidup untuk memukul alat musik itu. Katanya lagu rock underground mengantarkan sensasi tersendiri, tapi jujur saja aku lebih memilih jenis lagu yang buat saraf tubuhku bergerak sesuai dentuman dan ketukan lagu.

Beberapa alasan menjadi dasar kami bertengkar, terkadang suara kami melebihi voltase gitar listrik milik Chanyeol, dan jantungku berkejaran memompa emosi dari ujung kaki sampai ujung rambut kami. Tapi kami lagi-lagi kembali ke dalam suatu suasana di tempat tidur dan aku sadar Chanyeol tidak jauh berbeda dengan sweater favoritku. Satu yang berwarna merah pucat. Chanyeol bahkan lebih dari itu.

Terkadang aku mengerti apa arti cinta yang kami jalani dan inilah cinta—sebuah perasaan yang tak punya batas logika. Dan terkadang ku kunyah kenyataan pahit, bahwa cinta itu juga sakit. Tapi aku tidak lupa dimana kita bertemu, kapan dan bagaimana.

 

“I will love you till the end of time
I would wait a million years
Promise you’ll remember that you’re mine
Baby can you see through the tears?”

Chanyeol hanya tertawa ketika kubisikkan sederet kalimat murahan itu. Rambutnya yang kecokelatan basah akan keringat, terasa aneh di telapak tanganku. Kutelusuri setiap senti wajahnya, lengannya, tubuhnya…tinggalkan jejak jemariku agar Chanyeol ingat bahwa selamanya, dia milikku.

 

Love you more
Than those bitches before
Say you’ll remember, oh baby, say you’ll remember
I will love you till the end of time”

 

Kuyakinkan tidak ada gadis lain yang bisa mencintai lebih dariku. Tidak ada yang bisa membuat Chanyeol ingat dan lupa apa itu kenyataan, atau sadar kalau kami sedang berada di dalam kamar kecil berdinding putih, bukannya surga atau tempat indah lainnya.

 

Big dreams, gangster
Said you had to leave to start your life over
But he headed out on Sunday, said he’d come home Monday
I stayed up waitin’, anticipatin’ and pacin’ but he was
Chasing paper
“Caught up in the game” that was the last I heard

 

Gadis macamku ternyata bukan sosok yang diimpikan seorang Park Chanyeol. Dia punya seribu mimpi yang terdengar mirip bualan. Tapi di kala itu dia tidak main-main saat dia berkomat-kamit tentang pergi, luar kota, dan mulai hidup yang baru. Dia katakan semua itu tanpa melibatkanku sama sekali. Lalu ku tarik kaus putih itu dalam genggamanku.

 

I was like: “no please, stay here,”
We don’t need no money we can make it all work

Kita tidak butuh hal lain selain ini.

 

But he headed out on Sunday, said he’d come home Monday
I stayed up waitin’, anticipatin’ and pacin’ but he was
Chasing paper
“Caught up in the game” that was the last I heard

 

Kubiarkan Park Chanyeol pergi. Kali ini lebih lama, melebihi perkiraan jika sekedar hindari rasa bosan yang mungkin bersarang di kepalanya bertahun-tahun lamanya. Karena aku sanggup duduk di depan televisi, memakan satu kotak es krim sambil menonton semua video yang pernah kami rekam bersama. That’s okay…that’s okay.

 

You went out every night
And baby that’s alright
I told you that no matter what you did I’d be by your side
Cause Ima ride or die
Whether you fail or fly
Well shit, at least you tried.

 

Bahkan ketika Chanyeol membuka pintu garasi dan aku menemukan dirinya masih utuh tanpa potongan-potongan yang hilang. Napasku, hidupku, jiwaku kembali lagi. Park Chanyeol katakan itu biasa saja. Dia akan terus pulang dalam keadaan yang sama seperti saat kami bertemu, berciuman di bawah matahari kota Paris dan bergerilya.
But when you walked out that door, a piece of me died
I told you I wanted more-but that not what I had in mind

 

Dan terima kasih itu semua adalah kebohongan semata, karena ketika Chanyeol kembali berjalan lewati pintu yang sama untuk keseribu kalinya…aku tahu dia tidak akan pernah tunjukkan wajah itu padaku. Secepat itu Park Chanyeol menghapus apa yang dia bangun dan tinggalkan diriku sendiri dalam kegelapan.
I just want it like before
We were dancin’ all night
Then they took you away- stole you out of my life

Aku hanya butuh Chanyeol ingat dan tak akan pernah lupa.

 

You just need to remember…

Kubisikkan beberapa baris kalimat itu di udara, biar angin antarkan kepada Park Chanyeol.

 

I will love you till the end of time
I would wait a million years
Promise you’ll remember that you’re mine
Baby can you see through the tears?
Love you more
Than those bitches before
Say you’ll remember, oh baby, say you’ll remember
I will love you till the end of time

 

THE END


커튼 (Curtain)

$
0
0

Title          : 커튼 (Curtain)

Author    : Shin Jae Jae

Genre       : Romance

Length    : oneshot

Rate           : PG-15

Main cast    : Shinjae (You), Jongin (EXO K), Jonghyun (SHINee)

안영 하세요!!! J come back again with different story!! Kali ini tetep sama Kai, Shinjae, dan Jonghyun nih. Penasaran sama ceritanya? Check it out..!!FF ini murni ideku sendiri lho,kalo ada kesamaan cerita,itu hanya kebetulan belaka. Happy reading :D

Author POV

Yeoja itu tersenyum senang. Tangan kanannya sedari tadi digenggam oleh namjachingunya. Sudah hampir enam bulan dia menjalani hubungan dengan namja itu. Namja chingunya menjemputnya dari gedung tempat yeoja itu training. Baru bulan kemarin dia dinyatakan lolos audisi dan kini mengikuti training sebagai penari.

“Oppa, gomawo sudah mau menjemputku.”, kata Shinjae tersipu sambil memandang namjachingunya, Jonghyun.

“Ne, gwenchana. Kau pulang selarut ini setiap hari?”, jawab Jonghyun tersenyum sambil mengacak pelan puncak kepala Shinjae.

“Eo.” jawab Shinjae sambil berkonsentrasi dengan jalannya.

Baru sekitar 100 meter mereka berjalan dari gedung itu. Terdengar tiba-tiba ponsel Jonghyun berdering.

“Yoboseyo. Ne. Noona. Sekarang?…Ngg..ok..arasso. Tunggu beberapa menit lagi.”, jawab Jonghyun sambil menutup ponselnya.

“Ngg..Shinjae..mi….”

“Ne, gwenchana oppa. Aku pulang sendiri.”

Shinjae pun segera berlalu tanpa memperdulikan lagi Jonghyun. Dia berjalan secepat-cepatnya.

“Mian, Shinjae!”, teriak Jonghyun.

Shinjae sama sekali tidak menoleh. Air matanya perlahan mengalir dari kedua pipinya.

— 커튼—-

Shinjae POV

Ahh..badanku terasa remuk. Tapi tak seberapa dengan rasa sakit hatiku ditinggal Jonghyun oppa tadi. Tapi kenapa aku tadi tidak menahannya saja, ya. Tapi jika aku menahannya pergi untuk menjemput noonanya, itu berarti aku egois. Hah! Aku pusing dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di pikiranku itu.

Kurebahkan badanku di kasur empuk kamarku, mencoba mengistirahatkan badanku ini. Aku bahkan tak peduli kalau aku masih memakai pakaian training untuk tidur. Ini sudah jam 11 malam, dan besok aku harus bersekolah lagi. Baru beberapa detik aku memejamkan mata, tiba-tiba kudengar suara kerikil merutuki jendela kamarku.

“Ya!! Shinjae! Buka gordenmu!”, teriakan suara yang tak asing di telingaku, ditambah dengan hujaman kerikil di jendela kamarku.

Dengan kesal aku pun bangkit dan membuka korden kamarku yang berwarna ungu. Dan tak salah lagi, kulihat Jongin sudah cengar-cengir di balkonnya menatapku dengan pandangan aneh. Aku pun keluar kamar dan menuju ke balkon. Jongin adalah tetangga sebelahku dan sekaligus teman sekelasku yang selalu menggangguku. Apalagi dengan posisi kamarnya yang berhadapan dengan kamarku, membuat aku semakin kerap diganggunya, tak peduli siang maupun malam. Dia selalu melempari kamarku dengan kerikil dari dalam bekas akuariumnya yang mengering. Kini balkonku dipenuhi oleh kerikil berwarna-warni itu, yang jika aku kumpulkan mungkini akan mencapai satu kilo.

“Ya!! Kau ini! Ini sudah malam, kenapa kau menggangguku terus?”, teriakku protes.

Jongin hanya tersenyum mengejek, kemudian melemparkan kerikil dan tepat mengenai kepalaku.

“Ya!! Appo!!”, ucapku sambil mengusap-usap bekas lemparannya. Sebenarnya memang tidak sakit, namun karena malam itu aku sedang kesal maka apapun akan terasa sakit.

“Kau ditinggal lagi oleh namjachingumu itu?”, tanyanya kemudian serius.

“….”

“Sekarang dengan jarak berapa meter? 100 meter dari gedung?”

“….”

“Dulu 100 meter dari rumah, lalu meninggalkanmu di tengah perjalanan, dan sekarang seratus meter dari gedung. Dan itu semua dengan alasan noonanya lagi?”

“Ya! Kau ini! Oppa begitu karena dia tidak ingin noonanya pulang sendirian malam-malam begitu!”, jawabku setelah tadi terdiam begitu lama.

“Dan kau? Memangnya kau tidak pulang sendirian? Kau ini juga seorang yeoja! pabo!”, kata Jongin seketika, yang membuatku sukses tertohok oleh kata-katanya barusan.

“Ngg..itu..itu…mungkin…aku..aku..ah! sudahlah! Kenapa kau membahasnya lagi? Memang kenapa kalau aku pulang sendirian?”, jawabku berusaha menahan air mataku yang mungkin sebentar lagi keluar.

“Mulai besok dan seterusnya aku yang akan menjemputmu. Tak ada penolakan. Arasso?”, kata Jongin tiba-tiba yang sukses membuat aku kaget.

“Mwo?! Ya! Kau tidak bisa seenaknya memutuskan begitu! Aku masih bisa pulang sendiri! Kau tidak perlu… Ya! Ya! Aku belum selesai bicara!”, aku berkata dengan nada bergetar. Namun sial, Jongin tak mau mendengar dan langsung masuk ke kamarnya.

Aku terduduk lemas di lantai balkonku. Entah, rasanya badanku lelah sekali, ditambah dengan hatiku yang juga merasa sangat lelah. Tak terasa air mataku pun lolos dan mengalir dari kedua mataku.

“Sudah malam. Cepat tidur. Jangan lupa tutup gordenmu!”, terdengar suara Jongin dari kamarnya, namun kali ini dengan nada yang lebih lembut. Dan aku masih terdiam dengan posisiku itu.

— 커튼—-

Jongin POV

Sudah hampir jam 12 malam, namun belum ada tanda-tanda Shinjae selesai training. Aku masih saja setia menunggunya di depan gedung ini. Cuaca memang agak dingin, namun aku masih bertahan selama dua jam ini untuk menunggunya pulang. Aku tidak mau dia pulang sendirian lagi malam-malam. Lagu-lagu di Ipodku masih setia menemaniku menunggu Shinjae selesai. Saat lagunya beralih ke lagu Na Yoon Kwon – 천부 이니까 (Because You’re My Everything), entah kenapa aku terdiam dan memejamkan mata menikmati lagu itu.

“Kau sudah lama menungguku? Mian.”, kata Shinjae tiba-tiba berdiri di hadapanku dengan wajah lelah. Aku bahkan tidak menyadari kedatangannya karena terlalu menikmati lagu itu dengan mata terpejam.

“Gwenchana. Kaja!”, kataku sambil menarik tangannya pulang. Kami pun berjalan menuju halte bus. Kami berdua pun duduk di halte dan menunggu bus datang. Tidak ada percakapan di antara kami berdua. Bus yang akan kami tumpangi tidak kunjung datang. Shinjae pun terlihat terkantuk-kantuk. Setelah 10 menit, bus pun datang. Aku membangunkan Shinjae dan masuk ke dalam bus.

Kubiarkan Shinjae tertidur di sampingku. Kulihat badannya sangat lelah, dan besok kami harus bersekolah. Sesekali kepala Shinjae bersandar di bahuku. Aku hanya diam saja. Akhirnya kami turun di halte yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah kami. Ku coba membangunkan Shinjae, namun dia tak kunjung bangun. Akhirnya aku pun menggendongnya pulang ke rumahnya.

—커튼—

Shinjae POV

Perlahan kubuka mataku yang seperti sudah lengket. Betapa kaget aku, ternyata sudah hampir jam enam pagi. Segera aku bergegas bangun. Namun yang lebih membuatku kaget, kulihat Jongin tertidur di meja belajarku dengan buku-buku tugasku yang tertata rapi. Kudekati ia perlahan, agar dia tidak terbangun. Kubuka buku tugasku, ternyata tugasku yang belum selesai sudah dikerjakan oleh Jongin.

“Kenapa dengan anak ini?”, rutukku dalam hati.  Aku ingin membangunkannya, namun rasanya kasihan, setelah kuingat dia menungguiku sampai larut malam. Akhirnya aku pun berjingkat masuk ke kamar mandi untuk mandi. Setelah memakai seragam lengkap, aku pun membangunkan Jongin perlahan.

“Jongin. Bangun. Sudah siang. Kau tidak mau pergi ke sekolah?”, kataku sambil mengguncang-guncangkan bahunya.. Perlahan-lahan Jongin bangun dan membuka matanya.

“Ayo, cepat kau mandi dulu. Setelah itu baru kita sarapan.. Eommaku sudah membuatkan sarapan. Kau sarapan di rumahku hari ini. Nanti setelah sarapan kau ganti seragam di rumahmu.”, kataku sambil melempar handuk ke mukanya. Jongin pun menangkap dengan malas. Dia pun beringsut dengan malas menuju kamar mandi.

“Jongin.”, kataku tiba-tiba membuatnya berbalik ke arahku.

“Ne?”, jawabnya dengan sebelah matanya tertutup.

“Gomawo.”, kataku tersenyum. Jongin pun hanya membalas dengan senyuman.

—커튼—

Shinjae POV

Sudah hampir dua bulan Jongin selalu menjemputku pulang dari training. Dan selama itu pula Jonghyun oppa sibuk dengan urusannya. Hari itu aku sedang di kelas, dan seperti biasanya Jongin selalu dikerubungi yeoja-yeoja yang memujanya. Aku heran, banyak sekali yeoja yang mendekatinya, memberikan kado, mengajaknya kencan dan lain sebagainya. Namun tidak satu pun dari yeoja-yeoja itu yang menjadi pacarnya. Kuakui memang, Jongin memiliki paras yang tampan dengan postur tinggi tegap, sehingga banyak yeoja yang tergila-gila padanya. Namun hal itu tidak berpengaruh padaku.

Saat aku tengah melamun, tiba-tiba ponselku bergetar.  “Oenni”, celetukku tiba-tiba dan mengangkat telpon itu.

“Yoboseyo. Oenni. Apa kabar? Ulang tahun? Pesta? Kapan? Baiklah aku akan datang bersama temanku. Boleh? Ne, gamsahamnida.”, jawabku sambil menutup telepon.

—커튼—

Shinjae POV

Banyak sekali orang yang datang ke acara pesta oenni. Hari ini adalah ulang tahun noona dari Jonghyun oppa, dan aku datang bersama Jongin. Sengaja aku meliburkan diri sehari dari training untuk menghadiri pesta ini. Awalnya Jongin bersikeras memarahiku yang tidak ikut training, namun setelah aku menjelaskan padanya dia pun menurut dan malah memaksa menemaniku. Malam ini aku memakai gaun warna biru muda selutut, yang kupadukan dengan cardigan sesiku berwarna hitam. Tanpa disengaja Jongin pun memakai baju yang senada denganku. Dia memakai kemeja kota-kotak warna biru dan putih dan memakai jeans kebanggaannya.

Aku berputar-putar di tepi kolam renang sambil mencari oenni dan Jonghyun oppa. Sedangkan Jongin sibuk melayani pertanyaan yeoja-yeoja yang merubungnya seperti lalat. Pesta ini merupakan pesta barbeque, sehingga diselenggarakan di tepi kolam renang seperti ini. Akhirnya setelah agak lama, kulihat oenni datang bersama Jonghyun oppa. Hari ini oenni sangat terlihat cantik dengan dress panjangnya yang berwarna krem dan high heels hitamnya. Oenni yang melihatku kemudian melambaikan tangannya dan berjalan menghampiriku. Sepertinya sedikit kesulitan berjalan karena dress yang dikenakannya terlalu panjang. Sudah beberapa kali dia hampir terjatuh karena high heelsnya menyandung gaunnya sendiri.

“Shinjae! Bagaimana kabarmu? Senang aku bertemu dengan dongsaengku.”, katanya setengah berteriak dengan wajah berseri-seri. Aku pun tersenyum dan langsung memeluknya setelah dia sampai di hadapanku.

“Chukkae, oenni. Semoga kau bertambah rezeki dan bertambah sehat.”, kataku sambil memeluknya. Setelah agak lama, kami pun melepaskan pelukan dan kuserahkan kado kepadanya.

“Ne, gomawo. Bagaimana hubunganmu dengan Jonhyun? Apa Jonghyun sering membuatmu kesal?”, tanyanya sambil tersenyum ramah.

“Ani. Gwenchana. Jonghyun oppa sangat baik, oenni.”, jawabku.

“Ah,,kalau Jonghyun membuatmu kesal, jangan segan melaporkannya padaku. Aku ke sana dulu, banyak tamu yang datang. Kau nikmati saja pestanya. Oke?”, katanya sambil berlalu. Namun tiba-tiba dia tersandung oleh gaunnya. Aku pun memegang tangannya, berusaha menahannya, namun sial keseimbangan badanku agak buruk. Akhirnya kami berdua pun jatuh ke kolam renang.

Byurr!! Semua orang melihat pada kami. Kulihat oenni tak bisa berenang, dan sialnya kolam ini kedalamannya 3 meter. Aku ingin berenang menyelamatkan oenni yang seperti akan tenggelam, namun kurasakan kakiku tak bisa kugerakkan. Kakiku kram! Alhasil aku pun juga berteriak minta tolong. Berkali-kali aku meminum air kolam itu. Kulihat samar-samar Jonghyun oppa menceburkan diri ke kolam renang. Mungkin dia akan menyelamatkanku. Namun, yang diraih adalah badan oenni.

Kulihat Jonghyun oppa menarik badan oenni, sedangkan aku sudahmerasa  tidak kuat lagi dan kupejamkan mataku. Tiba-tiba sebuah tangan menarik lenganku, namun aku sudah tidak dapat mengingat apa-apa lagi.

—커튼—

Jongin POV

Byurr!! Terdengar suara orang tercebur ke dalam kolam renang. Kulihat, ternyata Shinjae yang tercebur. Aku tahu Shinjae dapat berenang. Namun aku sangat kaget saat melihat tangannya menggapai-gapai meminta pertolongan. Langsung saja aku menceburkan diriku dan berenang ke arahnya. Saat aku sampai di dekatnya, dia sudah tenggelam ke dalam. Langsung saja kutarik lengannya dan membawanya ke tepi kolam renang.

Begitu sampai di tepi kolam renang, badan Shinjae kubaringkan. Kudeteksi detak jantungnya melalui lengannya. Masih berdetak. Namun nafasnya sudah mulai melemah. Kucoba menekan dada atasnya untuk mengeluarkan air yang sudah ditelannya. Satu…dua kali tidak ada reaksi dari Shinjae. Aku semakin gemetar ketakutan. Hanya satu jalan yang bisa kulakukan. Nafas buatan, ya, nafas buatan. Tak peduli aku pada namjachingunya. Yang kupikirkan saat itu hanya menyelamatkan Shinjae.

Kubuka mulutnya dengan kedua tanganku, dan bibirku pun sudah menempel ke bibirnya. Kucoba memberikan nafas buatan padanya. Setelah dua kali memberikan nafas buatan, akhirnya kudengar Shinjae tersedak. Air yang diminumnya pun keluar dari mulutnya.

“Uhuk..uhuk!”

Kulihat Shinjae membuka matanya perlahan. Mukanya sangat pucat. Melihat Shinjae sudah siuman aku merasa sangat senang dan lega. Segera kupeluk tubuhnya.

“Ya! Aku tidak bisa bernafas!” ucap Shinjae dengan lemas. Aku pun melepaskan pelukanku dan  menatap wajahnya.

“Kau menangis?”, tanya Shinjae lemah.

Aku hanya menggeleng. Gemas, aku pun menjitak pelan kepalanya. “Kau membuatku cemas, pabo!”

Shinjae meringis. “Ya! Appo!”, dia berteriak, namun tetap dengan nada lemah. Itu tandanya dia sudah semakin baik.

“Sudahlah, ayo masuk. Nanti kau kedinginan.”, ucapku sambil membopong tubuhnya. Dia hanya mengangguk. Dan semua orang di sana hanya bengong melihatku dan Shinjae.

—커튼—

Shinjae POV

Sejak pagi tadi mata yeoja-yeoja di sekolahku selalu memandangiku dengan pandangan aneh. Tak jarang banyak yang berbisik-bisik, mungkin membicarakanku. Semakin lama semakin banyak saja yang memandangiku. Entah apa sebabnya, aku tak tahu. Aku pun masuk ke kamar mandi untuk mengecek apakah aku salah dandan hari ini.

“Mwo? Sepertinya aku seperti biasa saja. Tapi kenapa mereka memandangku dengan aneh?”, ucapku pada diriku sendiri di depan cermin besar di depanku. Aku memakai seragam seperti biasanya, dan rambutku juga kuikat ke belakang seperti biasanya pula. Make upku? Aku tak pernah memakai make up,jadi tak ada yang aneh. Aku pun segera pergi dari kamar mandi setelah memastikan penampilanku wajar dan biasa saja. Baru melangkah keluar dari kamar mandi, aku  menabrak seseorang.

“Mian..mian”, kubungkukkan badanku meminta maaf.

“Hehehe.”, orang itu hanya terkekeh. Dan suaranya tak asing bagiku.

“Ya! Jongin! Kenapa kau di sini?”, tanyaku setelah tahu bahwa yang kutabrak tadi adalah Jongin.

“Memangnya kenapa?”, Jongin balas bertanya. Dia pun mengeluarkan senjata andalannya, seringai yang tampak aneh di mataku. Namun melihat seringaiannya itu, darahku seperti berdesir.

“Ngg..ani..ani..sini aku mau bertanya.”, kataku akhirnya sambil menarik tangannya menjauh dari tempat itu. Kusadari semakin banyak yeoja yang melihatku setelah mereka melihat aku menggandeng tangan Jongin.

“Ya! Kau mau membawaku ke mana?”, tanya Jongin protes. Aku pun berhenti dan mencoba mengatur nafas untuk bertanya padanya.

“Jongin, apa kau tahu alasan kenapa yeoja-yeoja di sekolah ini dari tadi memandangku dengan pandangan aneh?”, tanyaku padanya serius. Sejurus kemudian Jongin mengrenyitkan dahi.

“Ngg..molla. kau..kau tanya saja pada mereka sendiri.”, jawabnya misterius, dan segera berlalu pergi. Dari gelagatnya aku tahu dia menyembunyikan sesuatu.

“Ya!Ya!Ya! kau mau ke mana? Aku belum selesai bicara denganmu!”, teriakku membahana. Entah, hari ini aku semakin kesal. Kuhentakkan kakiku ke lantai, dan tak sengaja menginjak sebuah kertas di lantai itu. Kertas itu sudah tak berbentuk karena diremas-remas. Aku berinisiatif membuangnya, namun segera kuurungkan niatku karena membaca ada namaku tertulis di kertas itu. Perlahan kubuka dan kubaca isinya. Wajahku menjadi merah padam menahan malu dan kesal, segera kubuang kertas itu sembarangan.

“JADI INI PENYEBAB SEMUA ORANG MEMANDANG ANEH PADAKU??”

—커튼—

Jongin POV

Sudah seminggu ini Shinjae seperti menghindariku. Bahkan saat kujemput pun dia hanya keluar dari gedung dan langsung berjalan pulang tanpa bicara apapun padaku. Aku tak tahu kenapa dia seperti itu. Aku tak tahan, kuputuskan menanyainya malam ini.

Seperti biasa, pukul 10 malam Shinjae selesai berlatih menari. Dia langsung keluar tanpa menyapaku. Aku segera membuntutinya dan menarik tangannya.

“Ya! Kenapa kau menghindariku belakangan ini?”, tanyaku sambil terus menarik tangannya. Namun dia tetap tak bergeming, tak menoleh dan tetap berjalan terus.

“Ya! Aku sedang berbicara padamu!”, aku pun semakin kesal. Kupegang bahunya untuk berhadapan denganku. Kini dia dan aku berhadap-hadapan.

“Kenapa seminggu ini kau selalu menghindariku? Apa aku punya salah padamu?”, tanyaku sambil mengguncang bahunya. Namun tak ada jawaban darinya, Shinjae hanya menunduk.

“Kenapa kau tak mau menjawab? Sebenarnya ada apa?”, tanyaku dengan nada meninggi. Semakin keras aku mengguncang bahunya. Namun aku menyadari sesuatu, dia menunduk sambil terisak. Kuhela nafas dan menaikkan dagunya perlahan. Betapa kaget aku, melihat wajahnya penuh dengan air mata.

“Kkkaau..ke..kenapa? Kenapa kau menangis?”, aku menjadi sangat khawatir. Dia masih tidak mengeluarkan sepatah katapun. Tangan kecilnya mengulurkan sebuah surat padaku. Kuambil surat itu dan segera kubaca isinya. Setelah kubaca, kuremas isinya dengan geram. Shinjae pun semakin terisak. Aku tak tahan, segera kupeluk tubuh mungilnya.

“Sudahlah Shinjae. Gwenchanae. Mungkin ini yang terbaik untukmu.”, kataku berusaha menenangkannya. Kuelus lembut rambutnya. Dan dia semakin terisak di dadaku.

“To: Shinjae

Maaf, aku selama ini selalu menyakitimu. Sebagai namjachingu, aku adalah orang yang payah. Bahkan aku tak bisa menemanimu, membahagiakanmu.

Aku akan pergi ke London untuk meneruskan studiku. Maaf, karena aku tak memberitahumu sebelumnya. Aku tak ingin melihat kau bersedih.

Aku rasa aku akan semakin menyakitimu jika hubungan ini kita teruskan, sementara aku berada sangat jauh darimu. Maaf, maaf, dan maaf, mungkin lebih baik jika hubungan ini kita akhiri saja.

Aku tahu aku sangat jahat. Tapi kumohon, maafkan aku. Maafkan aku. Kudoakan kau mendapatkan namja yang jauh lebih baik dariku.maaf Shinjae. Mianhe.

From: Kim Jonghyun

—커튼—

2 months later…

Shinjae POV

Sudah seminggu ini aku merasa semakin gila. Tugas di sekolah semakin banyak dan jadwal trainingku semakin padat. Tapi ada yang membuatku lebih gila lagi. Jongin. Entah kenapa setiapk kali melihat namja itu darahku berdesir dan jantungku semakin berdebar-debar. Untuk berbicara padanya pun aku sangat gugup. Aku pun menjadi sangat kesal saat melihat Jongin dikerubung oleh yeoja-yeoja di sekolahku. Maka dari itu, beberapa hari ini aku mendiamkannya.

Kuputuskan untuk mengakhirinya malam ini. Tepat pukul 11 malam aku berdiri di balkon. Tangan kiriku membawa sebuah kotak warna coklat. Sedangkan tangan kananku mengambil kerikil warna-warni di lantai. Segera kulemparkan kerikil itu ke jendela Jongin. Setelah beberapa menit kulihat siluet Jongin terbangun dan keluar dari kamarnya.

Jongin menatapku dengan pandangan anehnya, tapi aku tetap suka.

“Waeyo? Sudah bosan berlama-lama mendiamkanku?”, tanyanya.

“Ngg..ani..aku hanya ingin memberikan ini padamu.”, jawabku sambil melempar kotak kecil berwana coklat itu ke arahnya. Tentu saja kotak itu kuberi pemberat agar bisa sampai padanya. Jongin pun menangkapnya dengan gesit.

“Ige mwoya?”, tanyanya bingung.

“Mungkin aku adalah yeoja ke-100 yang mengatakan ini padamu. Tapi sungguh..aku hanya..hanya..”, kata-kataku terputus karena aku ragu untuk melanjutkan.

“Hanya apa? Apa yang kau bicarakan?”

“Saranghaeyo. Saranghaeyo Jongin.”, kuucapkan kalimat itu dengan mantap. Aku pun tersenyum, berharap dia menjawab seperti apa yang kuharapkan selama ini. Namun ternyata aku salah, mendengar itu Jongin terdiam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Bahkan tak ada senyum sama sekali. Malahan dia kini berbalik menuju kamarnya dan mematikan lampunya.

Melihat kepergiannya aku hanya tertegun. Perlahan air mataku mengalir deras. Kakiku serasa sangat lemas. Aku pun jatuh terduduk di lantai balkon.

“Pabo! Kau benar-benar pabo Shinjae! Kenapa kau mengharapkannya? Jelas-jelas dia tidak menyukaimu!”, rutukku pada diriku sendiri.

Tangisku semakin deras. Belum pernah aku merasakan sakit hati sesakit ini. Ditolak oleh seorang namja Lama aku masih menangis di lantai balkon itu, sambil memejamkan kedua mataku. Namun seketika mataku terbuka saat kudengar suara berdebuk di balkonku.

“Waeyo? Kenapa kau menangis?”, tanya Jongin yang kini sudah berdiri di hadapanku. Aku tidak menggubrisnya dan memalingkan mukaku ke samping.

—커튼—

Jongin POV

Kulihat dia menangis sesenggukan di lantai balkonnya. Lantai itu dipenuhi oleh kerikil-kerikil warna-warni yang selalu kulemparkan. Kutanya dia, namun dia hanya memalingkan wajahnya. Mungkin dia marah padaku. Perlahan kudekati dia dan duduk di sampingnya.

“Uljima. Kenapa kau menangis begitu?”

“….”

“Ayolah, jangan palingkan mukamu dari mukaku.”

“…”

Melihat dia tak menjawab, aku pun gemas, kutarik pelan wajahnya dengan kedua tanganku. Kudekati wajahnya, dan langsung kucium bibir mungilnya. Entah, dia seperti tersentak.

“App..apa yang kau lakukan?”, tanyanya kaget. Aku hanya tersenyum, kutangkupkan tanganku di kedua pipinya, bermaksud agar matanya tak berpaling dari pandanganku.

“Pabo! Kau mungkin memang yeoja ke-100 yang mengungkapkan cinta padaku. Namun aku mau kau menjadi yeoja pertama yang membuat aku menyatakan cintaku. Saranghaeyo.”, kataku serius. Kuusap lembut wajahnya dengan jemariku. Perlahan kudekati lagi wajahnya, kupagut bibirnya lembut. Dia hanya diam,.

“Nado, Jongin.”, ucapnya begitu kulepaskan ciumanku. “Kau sudah menciumku untuk ketiga kalinya.”, Shinjae berkata dengan ragu-ragu.

“Mwo? Tiga kali? Aku baru menciummu dua kali tadi.”, jawabku polos. Dia mendengus kesal.

“Bohong. Kau dulu pernah menciumku. Saat aku tenggelam dulu, bukankah kau menciumku?”

“Dari mana kau tahu itu?”

“Pabo! Aku tahu kenapa teman-teman sekolahku dulu memandangku aneh! Ternyata karena peristiwa kau menciumku sewaktu aku tenggelam itu, kan? Aku tahu dari sebuah kertas yang dibuang di lantai koridor sekolah.”

“I..itu..bukan ciuman, tapi nafas buatan.”

“Pabo! Itu sama saja!”

“Berarti aku telah menciummu empat kali.”

“Mwo? Empat?”

“Eo. Dua kali saat kau tenggelam. Dua kali ini.”, kataku sambil tersenyum. Dia pun ikut tersenyum.

“Kenapa kau bisa kemari? Bukankah tadi kau tidur?’

“Aku kemari karena kesal dengan yang kau ucapkan! Seenaknya saja menyatakan cinta padaku! Kalau aku berteriak lewat balkon malam-malam begini, nanti malah dikira aku gila. Akhirnya aku ke sini, memanjat dengan tangga di bawah balkonmu itu.”

“Geure.”

“Sebenarnya apa ini? Kau memberiku apa?”, kuamati dalam-dalam kotak kecil coklat itu.

“Buka saja.”

Segera kubuka kotak itu, ternyata berisi sebuah boneka pinguin kecil.

“Boneka? Pinguin?”, tanyaku bingung sambil menggaruk-garuk kepala.

“Eo. Aku memberikanmu itu, karena kau mirip Mumble.”

“Mumble?”, aku semakin bingung. Karena kesal, dia pun menjitak kepalaku keras. “Aww!! Appo!!”

“Pabo! Mumble itu pinguin yang pandai menari di film Happy Feet. Dan aku tahu kalau kau pandai menari.”

“Mwo? Menari? Ka..kapan aku menari?”

“Sudahlah jangan berbohong lagi.”, katanya lagi sambil tersenyum. Kemudian tangannya merogoh sesuatu di dalam kantong celana jeansnya. Diulurkannya secarik kertas padaku.

“Ini. Kau hubungi nomor ini. Kau lolos audisi menjadi trainee di SM.”, katanya dengan wajah berseri-seri. “Setiap malam aku tahu kau selalu berlatih menari, dan kulihat tarianmu sangat bagus. Jadi kurekam kau saat menari dan kuikutkan audisi. Dan ini hasilnya.”, lanjutnya.

“Oooo..jadi kau selama ini menguntitku, ya?”, kucubit gemas pipinya. Dia malah tertawa perlahan. “Tapi, kapan kau ke kamarku? Merekamku? Kau menaruh kamera tersembunyi?”

“Kalau itu…Cari tahu sendiri!”, jawabnya sambil tertawa. Aku pun gemas dan menggelitiknya. Akhirnya kupeluk dia erat, sangat erat. Gomawo, Shinjae!

-END-

Gimana chingu? Aaahh,,agak aneh ya ceritanya? Mian,,soalnya mendadak dapet idenya. Oiya,,commentnya ditunggu ya J gomawo…



Intuition (Chapter 2)

$
0
0

Intuition (Chapter 2)

Author : @ghinaga

Cast :             

  • Luhan (Exo-M)
  • Lee So Hee (OC)

Support Cast :

  • Ji Yeon (T-Ara)

Summary :

When I tried to make a beautiful memories with her.. Why she leaves me and make me alone ?

-Luhan-

Genre : Sad, Romance, Friendship

Length : Chapter

Rating : PG-13

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

Appa tetap ngotot untuk menyetir sendiri, padahal Luhan sudah menawarkan diri untuk menggantikan appa menyetir. Tapi, appa malah menolaknya.. Huh~ suasana jadi canggung begini. Aku merasa tidak nyaman, apalagi Luhan duduk disampingku selama perjalanan.

Dengan ragu aku melirik Luhan. Sial ! saat aku melirik kearahnya dia juga sedang melirik kearahku. Tentu saja aku langsung memalingkan wajahku—berpura-pura seolah tak terjadi apapun. Tapi, ada yang berbeda dengannya. Luhan tersenyum manis padaku.

Aku melihat So Hyun mencolek pundak Luhan dengan satu telunjuknya. Itu membuatku tertarik untuk melihat apa yang akan dilakukan adik laki-laki ku itu.

“ahjussi..” panggil So Hyun dengan polos, wajar bukan ? usianya baru 8 tahun. Luhan menoleh kebelakang, seolah mencari siapa yang memanggilnya.

“So Hyun, kenapa kau panggil dia ahjussi ?” potongku sambil tersenyum melihat tingkahnya.

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

Kenapa So Hee semanis itu ? dia begitu lembut dan ramah. Tunggu ! ada apa denganku ? kami sudah bersama selama 2 tahun, dan aku baru menyadari kalau So Hee itu manis ??

“habis, ahjussi itu..” jawab So Hyun sambil menunjuk kearahku. “lebih tua dari nuna, kan ?”

So Hee tertawa mendengar jawaban So Hyun. Aiishh Luhan ! kenapa kau baru sadar kalau kau melewatkan yeoja cantik dihadapanmu ??!

“kau ini.. ahjussi itu—tidak setua yang kau kira..” kata So Hee dengan nada bercanda. Saat ia mengucapkan kata ‘ahjussi’ dia melirik nakal kearah ku, lalu kembali menatap adiknya.

“ah.. tidak apa-apa..” potongku untuk mengusir sebuah rasa yang belum bisa kudefinisikan, “hei adik kecil. Kenapa kau memanggilku ?”

“mau taruhan main PSP tidak ?” tanya So Hyun dengan polos dan to the point.

“kalau main rubik, bagaimana ? kau bisa ?”

“memangnya ahjussi bisa ?”

Aku menganggukan kepalaku. Rubik ? itu keahlianku !

So Hyun mencari-cari sesuatu dari dalam ranselnya. So Hee tertarik melihat kami, ia pun melipat tangannya diatas sandaran bangku lalu meletakan dagunya disana.

“apa yang kau cari dalam kantong doraemon-mu itu ?” tanya So Hee pada So Hyun.

“kantong doraemon ?” tanyaku tak mengerti. Mendengar ucapanku So Hee segera mengalihkan pandangannya dari So Hyun padaku.

“ah, itu.. ransel So Hyun bagaikan kantong doraemon. Kau bisa temukan apa saja disana. Ah, tidak semua, sih. Kebanyakan mainan..” jelas So Hee padaku.

“ini dia !” seru So Hyun sambil mengacungkan dua buah rubik standar. Tatapan ku dan So Hee segera terputus, beralih pada So Hyun dan rubiknya.

“ayo.. siapa yang bisa menyelesaikan duluan, itu yang menang !” jelas So Hyun sambil menyerahkan rubik padaku. Dengan senang hati aku menerima rubik itu.

“nuna, hitung dengan timer, yah ?” pinta So Hyun pada kakaknya. Sepertinya So Hyun sangat antusias beradu main rubik denganku.

“kau yakin ??”

“tentu.. aku, kan pandai bermain rubik. Tidak seperti nuna yang menyerah begitu saja saat bermain rubik.”

So Hee menyipitkan matanya seolah tak setuju dengan pendapat adiknya. “eomma, lihat kelakuan So Hyun ! dia sudah bisa bertaruh dengan hyung-nya..” adu So Hee pada ibunya. Lalu mengambil ponsel dari dalam tas kecil yang ia bawa.

Kudengar tawa kecil dari ayah dan ibu So Hee. Keluarga ini sungguh hangat..

“baiklah..hana—dul—set..”

Kami mulai bermain rubik, menyelesaikan tantangan dan beradu dengan logika. Ini cukup mudah untukku.. baiklah, satu lagi.. dan..

“aku selesai !” seruku sambil mengangkat tanganku. So Hee segera mematikan timernya. Saat aku melirik kearah So Hyun, tak lama ia juga berhasil menyelesaikan permainan.

“whoooaa.. ahjussi hebat !” puji So Hyun. Sepertinya tingkat kepercayaan diriku meningkat.

Kini pandanganku tertuju pada So Hee, wajahnya menunjukkan rasa kagum yang mendalam.

Ada apa denganku ? aku menyukai yeoja yang tak lain adalah kekasihku ??

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

“aku tak tahu kalau kau pandai bermain rubik..” kata So Hee dengan polos pada Luhan. Ia tak sengaja mengucapkan kalimat itu, ia keceplosan mengucapkan isi pikirannya.

“ah.. tidak juga..” jawab Luhan malu-malu sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Pipinya memerah seperti tomat, mungkin ini efek kulitnya yang sangat putih.

“berapa waktunya, nuna ?” tanya So Hyun sangat penasaran.

“50 detik..” singkat So Hee lalu tersenyum diakhir kalimat.

“bagaimana mungkin kau tidak tahu Luhan pandai bermain rubik, So Hee ?” sela eomma, sambil melihat wajah So Hee dari spion.

So Hee terdiam, gawat ! bisa-bisa eomma tahu kalau Luhan dan So Hee—

“ah, aku tidak pernah menunjukkan kemampuanku didepan So Hee.” sela Luhan dengan lembut. Ia sangat sopan dalam bersikap dan berbicara pada orang tua.

Semoga saja eomma percaya pada perkataan Luhan.

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.ON

~oOo~

Dengan telaten Luhan membantu ayah So Hee untuk menggelar tikar dan mempersiapkan tempat. So Hee yang sedang bersandar di badan mobil tak menyadari kalau ia kembali terpesona pada Luhan. Pandangan matanya terus tertuju pada seorang namja yang sedang membantu kedua orang tuanya mempersiapkan acara piknik ini.

Seketika ia tersadar dari lamunannya, tangan yang hangat terasa menggengam telapak tangan So Hee. Ia pun menoleh kearah orang yang menggenggam tangannya, So Hyun.

“ada apa ?” tanya So Hee dengan lembut. Senyuman hangat terlukis jelas diwajah cantiknya, bahasa tubuhnya benar-benar menunjukkan perhatiannya sebagai seorang kakak.

“nuna, kalau ahjussi itu menyakiti nuna katakan saja padaku.”

So Hee tersenyum, lalu berlutut menyejajarkan dirinya dengan So Hyun. “memang apa yang bisa kau lakukan kalau ahjussi itu menyakitiku ?”

“aku bisa memberi dia pelajaran hingga jera.. yang jelas aku akan melindungi, nuna !”

So Hee mengacak-acak bagian atas rambut adiknya dengan gemas. “baiklah..”

“nuna jangan ragu begitu ! pokoknya kalau ahjussi itu menyakiti nuna, jangan takut untuk mengatakannya padaku. Pokoknya aku ada dipihak nuna !”

“hihi.. iya-iya, arasseo !”

“So Hee ! So Hyun ! kemari !” panggil eomma sambil melambaikan tangannya. So Hee pun bangkit, ia menggenggam tangan adiknya sambil berjalan menuju pohon yang dijadikan tempat istirahat.

“Luhan ?” panggil eomma dengan lembut. Luhan pun menoleh, seolah menunggu lanjutan perkataan eomma. “tadi, kau ingin bertemu So Hee, kan ? pasti ada yang ingin dibicarakan. Kalau begitu kalian jalan-jalan saja..”

“ah, itu..” kata Luhan dengan ragu. Ia pun memandang So Hee singkat, lalu kembali menatap eomma dan melanjutkan ucapannya. “apa boleh ?”

“tentu saja.. kalian sudah lama tidak bertemu, pasti saling merindukan, bukan ?”

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

So Hee berjalan disampingku. Ia terus menundukan kepalanya, membuatku hanya bisa melihat bagian atas kepalanya. Kenapa dia tidak mau memandangku, sih ?

Kami terus berjalan, rencananya aku ingin mengajaknya naik kereta gantung di Namsan Tower. Perjalanan terasa begitu lama dan jauh karena tak ada pembicaraan diantara kami.

Apa So Hee marah padaku ?

Aku kehabisan akal, hingga akhirnya aku menarik pergelangan So Hee, membuat dia berhadapan denganku. Rambutnya sedikit terhempas saat aku menarik paksa tubuhnya. Membuat aku sempat terlena dengan pesonanya. Ia masih menundukan kepalanya. Apa dia tidak bertanya kenapa aku melakukan hal ini padanya ? Aku menunggu responnya !

“So Hee.. kemarin,”

Ia mengangkat kepalanya dengan ragu, sesaat ia memandang lurus membuat tatapannya sejajar dengan dadaku. Kini bola matanya menatap kedua mataku, membuatku sedikit salah tingkah.

“..i wish only see what I want to see.”

Aku memfokuskan pikiranku. Kalimat So Hee begitu dalam. Membuatku terdiam mendengar ucapannya.

“Walaupun aku sadar, di dunia ini tak ada yang berjalan dengan lancar seperti apa yang aku inginkan,” ia kemudian menghela napas, seolah berusaha mengumpulkan seluruh tenaganya untuk kembali melanjutkan ucapannya padaku.

“aku akan berpura-pura hal itu tidak pernah terjadi. Aku akan berpura-pura tidak pernah melihat dan mengetahuinya. Aku akan melupakannya. Kuharap kau juga tidak memikirkan kejadian itu lagi. Aku tidak ingin kedua orang tuaku tahu, jadi— kumohon..jangan mengungkitnya lagi..”

Tatapannya melemah, aku sungguh merasa bersalah padanya. Apa yang harus kulakukan ?

Sekarang ia berjalan menjauhiku setelah kalimat dalam bahasa inggrisnya itu berakhir. Aku ingin memeluknya, aku ingin menghapus semua kesedihan dan meminta maaf atas kelakuanku. Tapi, kenapa ? bukankah aku tidak menyukainya ?  lalu, kenapa aku seperti ini ? kenapa aku begitu ingin menghiburnya ?

Yeoja itu terus berjalan didepanku, tak sedikit pun ia menoleh atau menghiraukan orang-orang yang lalu-lalang disekitarnya. Ia hanya berjalan lurus tanpa arah. Aku tak tahan lagi. Aku tak tahan melihatnya terus bersedih seperti ini !

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

Aku terlonjak kaget, saat Luhan merangkulku. Aku segera menjauhkan diri darinya dan melayangkan tatapan tanda tanya padanya. Kenapa ia bersikap seperti ini padaku ?

“wae ?” tanya Luhan padaku dengan wajah polosnya. Ia bersikap seolah tak bersalah. Tatapannya penuh kehangatan, berbeda dengan tatapan-tatapan sebelumnya yang selalu ia berikan untukku.

Aku berusaha melepas rangkulannya, dan dengan mudah Luhan melepas rangkulannya padaku. Kini ia yang menatap dengan tanda tanya padaku.

“apa yang kau lakukan ?” tanyaku agak gemetar. Bukankah baru saja aku membahas kejadian itu ? dan dia sudah bisa bersikap seperti ini padaku ? Luhan, kau benar-benar.

Luhan merundukkan badannya berusaha menyejajarkan wajahnya dan wajahku. “I’m your boyfriend..” bisik Luhan ditelingaku.

“ini bukan tindakan illegal. You is mine.” lanjutnya lalu tersenyum nakal dihadapanku.

Aku segera mendorong dada Luhan yang bidang, setelah ia menyelesaikan kalimatnya agar ia menjauhkan wajahnya dariku. Aku segera berjalan meninggalkannya, tapi baru dua langkah—dia sudah menarik lenganku hingga tubuhku berbalik dan berhadapan dengannya.

“kau bilang ingin melihat apa yang ingin kau lihat, kan ? mulai sekarang aku akan membuatmu melihat apa yang ingin kau lihat. Merasakan apa yang ingin kau rasakan. Dan membuatmu selalu bahagia bila berada disisiku..” Kata Luhan dengan mantap seraya membelai lembut kepalaku.

Aku terdiam, aku tak tahu bagaimana harus menyikapinya. Apa yang dia lakukan ?? kenapa seperti ini ? secepat itukah hatinya berubah ??

Ia menegapkan tubuhnya, lalu menggenggam tanganku dengan erat. Jantungku berdegup kencang, kenapa ia bersikap seperti ini, sih ?

“saranghaeyo..” Luhan mengecup keningku dengan lembut tanpa melepas genggaman tangannya. Lalu, ia menarik lenganku agar aku berjalan mengikutinya.

Apa ini mimpi ??

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

Semua mendadak berubah. Sepertinya Luhan mulai menyadari perasaannya pada So Hee. Kenapa baru sekarang ?

Mungkin, karena sejak acara piknik itu Luhan baru menyadari bahwa ia melewatkan sosok yeoja yang selama ini ia cari. Seorang yeoja yang lembut, ramah, hangat, baik hati, perhatian, mandiri, dan terkadang bisa bersikap manja.

Dua minggu telah berlalu sejak acara piknik itu. Dan selama itu juga Luhan sering bertemu dengan So Hee dan mengajaknya berkencan. So Hee sendiri masih bingung dengan perubahan sikap Luhan. Ini terlalu drastis.

Luhan yang dulu bersikap datar dan dingin padanya, kini sangat protective padanya. Hampir 6 kali dalam sehari Luhan akan mentelpon So Hee, dan tak bosan-bosannya ia akan menanyakan kabar So Hee.

Akhir-akhir ini Luhan juga tak pernah terlihat bermain dengan yeoja-yeoja di club malam. Apa ini karena ia merasa telah memiliki So Hee ?

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

Sebuah pesan singkat baru saja masuk. Luhan yang sedang mengeringkan rambutnya yang baru saja ia keramas dengan handuk segera meraih ponselnya dan membuka pesan tersebut. Ternyata dari So Hee.

Sudut bibirnya naik, membuat senyuman tampak jelas diwajahnya. Luhan tak bisa menutupi rasa senangnya karena So Hee mengajaknya bertemu ditempat biasa, Hangang Park.

Dengan semangat yang luar biasa, Luhan segera memilih pakaian terbaiknya. Ia memilih salah satu semi formal jasnya dan memadukannya dengan kaus dan jeans. Ia menyemprotkan parfum mahal yang ia beli saat bermain ke Paris bersama teman-temannya. Ia mulai merapikan tatanan rambutnya didepan cermin. Setelah dirasa cukup, Luhan segera keluar dari kamar dengan membawa kunci mobilnya.

Hangang Park

Dari kejauhan Luhan bisa melihat yeojanya yang sedang memandang sungai Han sambil melipat kedua tangannya diatas handrail. Dengan langkah mantap dan senyuman, Luhan segera menghampiri So Hee.

So Hee yang mendengar langkah kaki Luhan, segera membalikan tubuhnya menghadap Luhan. Tak seperti biasanya, wajah So Hee begitu datar.

“kau sudah datang ?” ucap So Hee pada Luhan yang kini menghentikan langkah tepat dihadapannya. Perlahan angin meniup lembut rambut panjang So Hee yang tergerai bebas. Membuat aliran listrik menjalari tubuh Luhan.

“hari ini mau kemana lagi ?” tanya Luhan dengan bersemangat. Senyuman tak henti-hentinya ia pamerkan.

So Hee menggeleng pelan. Kini bola matanya yang berwarna coklat itu menatap wajah Luhan dengan dalam.

“..kau pernah bertanya, sampai kapan kita akan begini terus,” kata So Hee dengan pelan tapi mantap. Luhan menatap So Hee penuh tanda tanya, bukankah Luhan sudah mengatakan pada So Hee kalau dia mencintainya ?

“dan sekarang, akan ku jawab..”

“apa maksudmu ?” potong Luhan agak gemetar. Ia benar-benar takut kehilangan So Hee.

“kita akhiri sampai disini.”

Deg !

Luhan mematung, ia tak dapat mencerna perkataan So Hee. Akhiri ?? apa maksudnya ?

“aku tahu, kau tidak mencintaiku. Dan kurasa akan sangat berat jika ini terus berlanjut. Orang tua kita harus tahu kebenarannya, kalau dibiarkan terus..hanya akan menimbulkan luka.”

“..bukankah kita—“

“Luhan.. aku tak ingin kau terpakasa mencintaiku. Aku tak butuh belas kasihmu. Aku tak ingin hal yang dipaksakan.. Yang kubutuhkan adalah cinta yang tulus, bukan cinta yang dipenuhi keterpaksaan dan kebohongan.”

Luhan terdiam, ia tak tahu harus bagaimana. Ia juga tak tahu apa maksud So Hee. Dulu Luhan memang tak menginginkan perjodohan ini, tapi sekarang semuanya telah berubah. Luhan menyadari perasaannya pada So Hee. Ia menemukan sosok yeoja yang selama ini ia cari dalam diri So Hee.

So Hee menundukan kepalanya, lalu menatap Luhan yang lebih tinggi darinya. “terima kasih atas segalanya.. terima kasih karena kau telah muncul dalam hidupku.”

“Kau tak perlu khawatir, aku yang akan menjelaskan semuanya pada orang tua kita.” Lanjutnya.

Luhan masih menatap So Hee, tak sedikit pun pandangannya berpindah. So Hee menghapus air mata yang mulai menyeruak di sudut matanya, ia pun segera mengulurkan tangan pada Luhan untuk mengalihkan rasa sedih yang mulai merasuki hatinya, “suatu saat mungkin kita akan bertemu lagi. Terima kasih, Luhan-ssi.”

Dengan ragu Luhan menjabat tangan So Hee, dengan segera So Hee pun melepaskan jabatan tangan Luhan dan buru-buru pergi sebelum air mata benar-benar mengalir dari mata indahnya.

So Hee berjalan menjauhi Luhan, terus menjauh dan menjauh hingga Luhan tak dapat melihat sosok yeoja itu lagi. Luhan masih disana, masih terdiam membeku. Ia benar-benar shock atas ucapan So Hee.

Berpisah ? Akhiri hubungan ini ?

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

Hujan mulai mengguyur daratan Seoul. Aku bisa merasakan dinginnya air hujan walaupun aku berada di dalam rumah. Rasanya hujan seolah mewakili perasaanku hari ini.

Aku masih memandang keluar dari jendela besar dikamarku. Hujan begitu deras, apa Luhan baik-baik saja ?

Ponselku bergetar, aku segera berjalan menuju meja kecil yang ada disamping tempat tidurku. Sekilas ku lihat ID penelpon, dari ibu Luhan.

Dengan ragu aku mengangkat telpon, “yeoboseyo ?”

“So Hee~ah, apa Luhan bersama, mu ?” terdengar suara hangat yang tak asing lagi bagiku, nada bicaranya penuh dengan kekhawatiran. Membuat otakku mulai membuat hipotesis-hipotesis yang tak seharusnya terjadi.

“tidak. Memang, Luhan belum pulang ?”

“iya.. Luhan belum pulang. Aku sudah mentelpon beberapa teman dekatnya dan katanya Luhan tak ada bersama mereka. Oh, bagaimana ini ??”

Aku terdiam, apa jangan-jangan—Luhan masih ada di Hangang Park ?

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

Ditengah derasanya hujan, tampak seorang yeoja yang memakai payung dan membawa payung lainnya dengan tangan kirinya. Ia berjalan dengan mantap kearah namja yang sedang terdiam membeku ditengah derasnya hujan.

Ji Yeon berhenti tepat dihadapan Luhan yang sedang duduk di kursi taman tak jauh dari tempat dimana So Hee meninggalkannya.

“cepat pulang ! ibumu mencarimu !” kata Ji Yeon sambil menyodorkan payung yang sudah ia buka.

Luhan menengadahkan kepalanya, siapa yeoja itu ?

“mungkin kau tidak mengenalku, tapi aku mengenalmu. Kau tahu ? kalau bukan karena permohonan sahabatku, aku tak akan sudi datang kesini dan membawakan payung untukmu !”

“kau.. sahabat So Hee ?” tanya Luhan dengan ragu.

“ya. Dengar, aku sangat senang So Hee akhirnya memutuskan hubungan dengan namja sepertimu yang kerjanya hanya bisa membuat wanita menangis ! hah~ So Hee memang terlalu baik hati.. pada namja menyebalkan sepertimu saja dia masih bisa menunjukkan rasa khawatirnya.”

“So Hee mengkhawatirkan, ku ?”

“sudahlah.. kalau kau tak segera pulang, ibumu akan terus-menerus mentelpon So Hee. Ia jadi terganggu tahu !”

Setelah Luhan menerima payung itu, Ji Yeon segera pergi meninggalkan Luhan yang juga memutuskan beranjak pergi menuju mobilnya.

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

Aku begitu khawatir, aku terus memandang keluar jendela mobil menunggu Ji Yeon yang sedang membujuk Luhan untuk pulang. Kuharap Luhan terbujuk dan mau pulang ke rumah. Aku khawatir dia bisa sakit..

Pintu mobil terbuka, kulihat kesamping Ji Yeon telah duduk dikursi pengemudi dengan outwearnya yang sedikit basah.

“bagaimana ? kau berhasil membujuknya ?” tanyaku begitu khawatir.

“iya..” jawab Ji Yeon dengan pelan. Ia membenarkan posisi duduknya, lalu memandang kearahku dengan raut wajah khawatir.

“lupakan dia.. kalau begini terus, akan sulit bagimu untuk lepas darinya.”

Aku mengangguk pelan, lalu mengarahkan pandanganku kedepan. “o, ya terima kasih Ji Yeon..”

“untuk apa ? membujuk namja itu ? aku bahkan tak membujuknya, aku memakinya hingga akhirnya ia mau pulang.”

Aku membulatkan mataku, aku sedikit terkejut atas pernyataan Ji Yeon “kau memakinya ??”

“nanti saja kuceritakan, sekarang..lebih baik kita pulang.”

 

 

To be continued..

 

A/N : bagaimana ? ceritanya belum masuk ke konflik utama nih.. bikin author makin tegang.. haih~ ditunggu jejaknya ! ^^


TRUE LOVE (Chapter 1)

$
0
0

TL

Title                   : True Love (Chapter 1)

Author             : Jellokey

Main Cast        : Kim Jong In (Kai EXO-K)

Oh Sehun (Sehun EXO-K)

Lu Han (Luhan EXO-M)

Kim Joon Myun (Suho EXO-K)

Kang Jeo Rin (OC)

Shin Min Young (OC)

 

Support Cast   : Wu Yi Fan (Kris EXO-M)

Park Chanyeol (Chanyeol EXO-K)

Do Kyung Soo (D.O EXO-K)

Byun Baekhyun (Baekhyun EXO-K)

Kim Min Ra (OC)

Jang Mi Sun (OC)

and others

 

Length             : Chaptered

 

Genre              : Romance, Family, School Life

 

Rating             : PG-15

 

Ini ff debut aku. Ff ini murni dari imajinasiku. Mohon sarannya. Khamsahamnida ^^

 

True Love

 

Seoul… Kita sudah sangat tahu hal-hal apasaja yang ada di ibukota Korea Selatan ini. Kebudayaan, tempat wisata, dan pendidikan, dan hal lainnya yang membuat orang kagum. Dengan masyarakat yang disipliln dan giat bekerja. Tetapi kota ininjuga memiliki sisi lain. Sebuah sisi yang hanya bisa dinikmati orang berada. Dunia malam yang penuh dengan kesenangan. Seperti namja ini.Kim jongin atau biasa dipanggil Kai. Dia selalu menghabiskan malamnya di club bersama dengan teman-temannya. Anak dari pemilik perusahaan terkenal di seoul yang bahkan sudah memilki cabang di beberapa negara. Tahun ini adalah tahun terakhirnya di Senior High School. Terkadang ia juga mengikuti balapan mobil. Ia hanya berada di rumah pada hari tertentu, saat appanya berda di rumah mengadakan rutinitas keluarga sejak dua tahun yang lalu. Ia akan menjadi anak yang baik saat ada appanya. Status playboy melekat pada dirinya. Kai hanya salah satu contoh anak orang kaya yang menghabiskan waktunya dengan bersenag-senang. Dan ada sisi lain yang bertolak belakang dengan namja seperti Kai. Ia lebih memilih berada di rumah, belajar. Salah satunya Oh Sehun. Dia bukandari keluarga berada dan juga dari bukan dari keluarga yang tidak mampu. Ia mempunyai appa, eomma, dan seorang yeodongsaeng. Hidupnya sangat bahagia walaupunia tidak hidup berkelimpahan seperti murid-murid di sekolahnya.

 

……………….

Hari ini adalah hari dimana murid-murid tahun ajaran baru bersekolah. Hal ini juga dialami dua yeoja cantik yang berasal dari keluarga berada. Kang Jeo Rin dan Shin Min Young, mereka tidak mengalami yang namanya gugup seperti kebanyakan murid baru.

Kang Jeo Rin melihat letak kelasnya di papan pengumuman. Semua murid baru yang ada di situ melihat ke arah Jeo Rin. Mereka seperti melihat orang paling cantik sedunia dan Jeo Rin tidak peduli akan hal itu. Sejenak matanya terpaku pada nama Shin Min Young. ‘Apa Min Young sahabatku?’batinnya. Tepat setelah ia meneruskan mencari namanya, seseorang berdiri di sampingnya. “X-A.” Jeo Rin segera menoleh ke arah sumber suara.

“Min Young?”

“Jeo Rin?”

“Kau sekolah di sini juga?” Jeo Rin tidak menyangka ia bisa satu sekolah dengan Min Young.

“Ne. Kau kelas berapa?” Tanya Min Young. Jeo Rin melanjutkan mencari namanya.

“Aku X-B.”

Jeo Rin dan Min Young bersahabat. Bukan karena sekolah di Junior High School yang sama. Mereka bersahabat karena satu les privat.

“Kalau begitu, ayo kita mencari kelas bersama.” ajak Min Young.

Saat sedang mencari letak kelas, mereka berpapasan dengan Kai dan teman-temannya.

‘Apa aku tidak salah lihat? Kai sunbae juga sekolah di sini? Sudahlah Min Young, jangan ingat hal itu lagi.’ batin Min Young. Ia bahkan tidak mempedulikan Jeo Rin yang sedang bicara panjang lebar padanya. Setelah Jeo Rin dan Min Young menjauh, Kai menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang.

“Ada apa, Kai?” tanya namja paling tinggi diantara mereka, Kris.

“Ah… Kai, kau tahu saja mana barang yang cantik. Apa kau mau menjadikan mereka sebagai targetmu?” kata Chanyeol dengan senyum menggoda.

“Target? Aku tidak pernah mendekati yeoja, Chanyeol. Mereka yang mendekatiku. Sudahlah,. Kajja!”

‘Min Young sekolah di sini? Lu Han pasti senang mengetahui hal ini. Dan yeoja yang di samping Min Young… menarik.’ Kai tersenyum penuh arti.

Kai mengirim pesan kepada Lu han tentang Min Young yang sekolah di sekolah yang sama dengan mereka. Pertama kalinya Kai mengirim pesan pada Lu Han setelah kejadian itu.

 

…………….

 

“Lu Han, temani aku menemui yeojachinguku. Dia murid baru di sini.” Kata Suho yang baru duduk di bangkunya.

“Aku tidak mau.” Lu Han segera membuka handphonenya yang bergetar tanda persan masuk. Tapi begitu melihat siapa yang mengirim pesan, ia jadi menyesal telah membuka pesan itu.

 

From: Kai

Min Young sekolah di sini. Maafkan aku, Lu Han. Aku tidak pernah bermaksud untuk melakukan itu pada Min Young. Aku mau kita berteman seperti dulu.

 

Lu Han tidak membalas pesan Kai.

“Sehun dimana?” tanya Suho.

“Di perpustakaan.”

“Haa.. Anak itu, dia sudah pintar kenapa selalu ke perpustakaan? Ayolah, Lu Han. Temani aku. Jebal…”

“Baiklah. Kajja!” ‘Sekalian aku mau melihat Min young.’ Batin Lu Han.

 

……………..

“Jadi hari ini belum mulai belajar?” tanya Min Young.

“Ne. Hari ini kita tidak belajar agar kita bisa mengenali sekolah ini.”

“Haaa.. Membuang waktu saja.”

Sekolah Min Young-EXO Senior High School, tidak pernah mengadakan yang namanya masa orientasi siswa. Hari pertama digunakan para siswa untuk mengenali sekolah mereka. Dan sekolah ini adalah sekolah elit tempat anak-anak orang terkaya di Seoul bersekolah.

“Min Young-ah, Ayo kita ke cafetaria. Joonmyeon oppa sedang di sana.”

“Jadi, kau sekolah di sini karena Suho oppa?”

“Ne.” Jeo Rin tersenyum.

 

…………….

 

“Oppa..” Jeo Rin langsung menghampiri Suho begitu matanya menangkap sosok Suho. Suho melambaikan tangannya pada Jeo Rin. Min Young mengekor di belakang Jeo Rin.

“Min Young, kau sekolah di sini juga?” Kata Suho setelah mencium pipi Jeo Rin.

“Ne, oppa.” Lu Han langsung menghentikan permainan handphonenya begitu mendengar suara yang ia kenal walaupun kedekatannya dengan yeoja itu terbilang singkat.

“Lu Han oppa?”

“Min Young?”

“Kalian saling kenal?” tanya Suho.

“Dia hoobaeku saat di Junior High School.” Suho hanya mengangguk.

“Chagi, kenalkan dia temanku.”

“Lu Han imnida.”

“Kang Jeo Rin imnida.” Lu Han dan Jeo Rin saling berjabat tangan.

“Kau sudah mengelilingi sekolah ini, chagi?” tanya Suho pada Jeo Rin.

“Belum, oppa. Aku hanya baru menemukan kelasku.”

“Nanti oppa temani.”

Sementara Lu Han dan Min Young hanya diam,sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Oppa, maukah kau menemaniku keliling sekolah ini?” tanya Min Young pada Lu Han akhirnya.

“Ne. Kajja!”

Jeo Rin, aku duluan ya,” Min Young langsung menggamit lengan Lu Han dan hendak berjalan tapi terhenti karena Lu Han yang tidak bergerak. Seakan tersadar Min Young langsung melepas gamitannya.

“Mianhae, oppa.” Lu Han tersenyum lalu menggenggam tangan Min Young.

“Kajja.”

 

………………

 

“Kenapa oppa tidak mpernah menghubungiku setelah lulus dari Junior High School?” tanya Min Young.

“Mian, Young-ah. Menjadi Murid Senior High School menguras waktuku.”

“Aku sudah melupakan kejadian itu seperti perkataan oppa.” Lu Han mengeratkan genggamannya pada tangan Minyoung. ‘Kenapa kau mengingatkanku hal itu? Mengingatkanku pada teman yang mengkhianatiku.’ Batin Lu Han.

 

Flashback

Saat Min Young pertama kali masuk JHS ia sudah diperhatikan oleh seorang namja. Namja itu adalah Lu Han. Lu Han terus memperhatikan Min Young dan Min Young tidak pernah sadar kalau ada orang yang selalu memperhatikannya.

“Sampai kapan kau terus memperhatikan Min Young? Sebentar lagi kita akan segara meninggalkan sekolah ini, Lu Han. Kau harus segera menyatakan perasaanmu.” Kata Kai yang diikuti anggukan dari teman-temannya. Lu Han hanya diam.

“Sabtu ini adiknya Seo Eun Mi akan merayakan ulang tahunnya di sebuah café. Dan Min Young diundang. Kau harus menyatakan perasaanmu saat itu.” Kai menyarankan.

“Eun Mi yeojachingumu, Kai?” tanya Kyungsoo.

“Dia bukan yeojachinguku. Aku hanya bermain-main dengannya.”

“Berhentilah mempermainkan yeoja, Kai. Suatu saat kau pasti mendapat balasan dari perbuatanmu.” Ucap Baekhyun. Sedari tadi Lu Han tak mendengarkan apa yang dibicarakan oleh teman-temannya.

‘Aku harus mengungkapkan perasaanku saat itu.’ Batin Lu Han.

 

@party

Di sinilah Lu Han dan teman-temannya berada. Di pesta ulang tahun adik Eun Mi. Dan benar saja, Min Young datang ke pesta dengan dress tanpa lengan berwarna pink. Lu Han tidak bisa mengungkapkan betapa cantiknya Min Young. Lu Han terus memandangi Min Young yang memberikan ucapan selamat pada temannya yang berulang tahun setelash itu Min Young bergabung dengan teman-temannya yang lain.

“Semoga berhasil, Lu Han.” Kai mendorong Lu Han begitu melihat Min Young sendirian. Lu Han pun menghampiri Min Young.

“Hai..” sapa Lu Han

“Sunbae..”

“Kau mangenalku?” Min Young tersenyum mendengar pertanyaan Lu Han.

“Tentu saja. Kau sunbaeku di sekolah. Sunbae dan teman-teman sunbae sangat terkenal di kalangan yeoja.” Sesaat mereka tertawa bersama.

“Lu Han imnida.” Lu Han mengulurkan tangannya.

“Shin Min Young imnida.” Min Young menjabat tangan Lu Han dan tersenyum manis.

“Kau sendirian ke sini?”

“Ne, sunbae. Sunbae kenapa bisa ada di sini? Eun Bi bilang ia hanya mengundang teman sekelasnya.”

“Eun Bi adik yeojachingu temanku. Jadi, kami juga diundang.” Min Young mengangguk mengerti.

“Sunbae, aku ke toilet sebentar, ya.”

“Ne.” Begitu min Young pergi, Lu Han langsung menghampiri Baekhyun dan Kyungsoo.

“Bagaimana?” tanya Baekhyun.

“Kami baru berkenalan. Kai mana?”

“Dia tadi pergi bersenang-senang dengan Eun Mi. Eun Mi juga mengadakan pesta di salah satu ruangan di tempat ini.” Jawab Kyungsoo.

Lu Han hanya geleng-geleng kepala mendengar jawaban Kyungsoo. Dia tidak mengerti kenapa Kai bisa berubah menjadi nappeun namja. Dia tidak tahu masalah apa yang membuat Kai berubah. Setiap ia bertanya, Kai selalu menjawab “tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin mencari suasana baru”.

“Lu Han, apa Min young sudah pulang?” tanya Kyungsoo.

“Ani. Dia ke toilet.” Lama Lu Han menunggu Min Young. ‘Kenapa Min Young lama sekali?’ batin Lu Han.

“Aku ke Toilet sebentar, ya.”

Lu Han pergi ke toilet menyusul Min Young. Sampai di sana, betepa terkejutnya Lu Han Melihat pemandangan yang ditangkap matanya. Kai mengunci tubuh Min Young di dinding dan menciumi leher Min Young, bahkan Kai berusaha menurunkan dress Min Young.

“Lepas.. Sunbae… aahh… hentikan.” Min Young menangis ketakutan. Lu Han langsung menarik Kai dan melayangkan tinjunya ke wajah Kai yang membuat Kai terjatuh. Tubuh Min Young langsung merosot ke lantai begitu ia bebas dari Kai. Dengan susah payah Kai bangkit berdiri.

“Siapa kau? Jangan menggangguku. Atau kau ingin ikut bermain bersamaku?” ucap Kai yang ternyata saat itu sedang mabuk berat.

“Brengsek!!” Lu Han benar-benar marah melihat kelakuan Kai. Benarkah orang yang berada di hadapannya saat ini adalah Kai, temannya? Saat ini Lu Han sudah tidak menganggap Kai temannya lagi. Ia melayangkan tinjunya beberapa kali ke wajah Kai yang membuat hidung dan sudut bibirnya mengeluarkan darah. Kai kembali terjatuh ke lantai.

“Hikss…” Tangan Lu Han yang hendak meninju Kai terhenti di udara karena mendengar isakan Min Young. Ia menghampiri Min Young yang terduduk di lantai.

“Ssst.. Uljima..” Lu Han menarik Min Young ke dalam pelukannya.

“Aku… takut… Sunbae..”

“Tenanglah. Aku ada di sini.” Lu Han menenangkan Min Young.

“Aku akan mengantarmu pulang.” Lu Han menarik Min Young berdiri. Lu Han menarik Min Young berdiri. Ia melihat ke arah Kai sebentar. ‘Aku tidak percaya kau melakukan ini,Kai.’ Lalu mengeluarkan handphonenya dan mengirim pesan untuk Baekhyun.

 

To: Baekhyun

Temui Kai di toilet.

 

……………..

 

Sepanjang perjalanan Lu Han hanya terus memikirkan kejadian di toilet. Sesekali ia melihat Min Young, memastikan keadaan yeoja itu. Min Young sudah tidak menangis lagi. Ia terus memandangi jalanan dari kaca mobil Lu Han.

Lu Han menghentikan mobilnya di depan rumah Min Young. Jangan tanya kenapa Lu Han bisa tahu karena Lu Han sudah mengetahui semua hal tentang Min Young. Ia melihat ke arah Min Young yang tertidur. Tangannya terulur untuk mengelus pipi Min Young. Perlahan Lu Han mendekatkan wajahnya ke wajah Min Young, menempelkan bibirnya ke bibir Min Young. Cukup lama. Lu Han kembali ke posisinya semula begitu merasakan Min Young bergerak.

“Sudah sampai.”

“Khamssahamnida, sunbae.” Lu Han mendapati kissmark di leher Min Young ketika Min Young menoleh padanya.

“Tunggu.” Lu Han melepas ikat rambut Min Young, mengatur rambut Minyoung agar menutupi tanda itu. Lalu ia melepas blazernya dan memakaikannya pada Min Young.

“Jangan ingat kejadian itu. Kau harus melupakannya Min Young.”

 

Flashback Off

 

“Baguslah kalau kau sudah melupakannya.”

“Oppa aku ingin mellihat koleksi buku di perpustakaan sekolah ini.” Lu Han pun mengajak Min Young ke perpustakaan EXO High School.

“Oppa sudah menemukan buku yang ingin oppa baca?”

“Belum.” Sebenarnya Lu Han hanya ingin menemani Min Young.

“Kau membaca novel?”

“Ne. Karena belum mulai belajar jadi aku baca novel saja. Oppa aku baca novel dulu, ya.”

Setelah mengambil tempat duduk, Min Young memperhatikan sekitarnya. Hanya beberapa orang yang membaca buku. Matanya terpaku pada satu namja. Tanpa sadar Min Young terus memandangi namja itu. Merasa diperhatikan, namja itu mengangkat wajahnya dan mendapati Min Young sedang memperhatikannya. Buru-buru Min Young membuka novel dan membacanya. Min Young mengangkat wajahnya begitu merasa tidak diperhatikan lagi dan mendapati namja yang ia perhatikan telah pergi.

“Kau melihat apa, Young?” tanya Lu han lalu duduk di samping Min Young.

“Ani, oppa”

 

Sementara itu, Suho dan Jeo Rin yang sedang berkeliling sekolah berpapasan dengan Kai ketika sedang menuju taman belakang sekolah. Sesaat Suho tidak mendengarkan Jeo Rin, ia menatap Kai tajam dan Kai pun melakukan hal yang sama. Sekilas Kai mellihat yeoja yang berada di samping Suho. Ia menyeringai setelah melewati Suho.

…………..

 

Hari ini hari pertama belajar dimulai. Min Young yang berbeda kelas dengan Jeo Rin sudah memiliki teman. Namanya Jang Min Ra, teman sebangkunya. Sudah 15 menit tapi guru di kelas Min Young belum masuk juga. Bosan, Min Young mengalihkan pandangannya ke luar jendela dan mendapati murid-murid yang sepertinya sunbae Min Young sedang berolahraga. Ia mendapati namja yang ia lihat di perpustakaan sedang melakukan pemanasan, di sebelah kanan dan kiri namja itu ia melihat Lu Han dan Suho.

‘Jadi ia sekelas dengan Lu Han dan Suho oppa?’ batin Min Young.

“Kau melihat apa?” tanya Min Ra dan mengikuti arah pandang Min Young.

“Ti.. tidak ada.” Jawab Min young gugup.

…………..

 

Begitulah Min Young setiap hari. Ia selalu memperhatikan namja yang ia lihat di perpustakaan. Bahkan saat ia sedang di kantin bersama Min Ra. Min Ra yang melihat Min Young tidak menyentuh makanannya malah asyik memandangi seorang namja langsung bersuara.

“Kau memperhatikan sunbae itu?” tanya Min Ra.

“Aniya.”

“Jangan bohong , Young-ah. Aku sudah memperhatikanmu beberapa hari ini.”

Min Young segera memakan makanannya agar Min Ra tidak menanyainya.

“Nama sunbae itu Sehun. Oh Se Hoon.”

“Ne?”

“Aissh.. Jangan pura-pura, Min Young. Aku tahu kau menyukainya.”

Muka Min Young memerah.

“Jangan bilang siapa-siapa ya.”

“Ne. Aku akan memberitahumu tentang Sehun sunbae. Dia bisa sekolah di sini karena beasiswa. Dia orang biasa. Dia juga sama terkenalnya seperti sunbae-sunbae kita yang terkenal di sini.

“Terkenal?”

“Kau tidak tahu? Padahal sudah 2 minggu kita sekolah di sini.”

“Aku tidak tertarik dengan hal seperti itu.”

“Sunbae-sunbae itu adalah Suho, Lu Han , Sehun, Kai, Kris, dan Chanyeol. Semua yeoja di sini sangat mengagumi mereka. Banyak yeoja yang menyatakan perasaan mereka pada Suho dan Lu Han sunbae, tapi karena mereka melihat kedekatan Suho dengan Jeo Rin dan kau dengan Lu Han sunbae, mereka tidak lagi melakukan hal itu.”

“Aku hanya berteman dengan Lu Han oppa.”

“Tapi mereka beranggapan lain. Dan untuk tiga sunbae ini, aku harap kau tidak menyukai mereka. Kai, Kris, dan Chanyeol sunbaemereka terkenal sangat playboy. Suka mempermainkan perempuan. Hati-hati!” Min ra memperllihatkan wajah waspadanya.

‘Aku memang tidak akan menyukai mereka tampang mesum begitu.’ Batin Min Young.

“Keenam sunbae itu seperti dibagi menjadi dua kelompok. Good boy untuk Suho, Sehun dan Lu Han sunbae. Bad boy untuk Kai, Kris, dan Chanyeol sunbae.”

“Sehun sunbae,, orangnya seperti apa?” tanya Min Young dengan suara pelan.

“Yang aku dengar dia orang yang dingin. Berbeda dengan Suho dan Lu Han sunbae yang menolak yeoja secara halus, Sehun sunbae menolak yeoja dengan kata-kata yang membuat mereka menangis. Cold Heart Prince.”

‘Kalu dilihat-lihat sunbae itu memang dingin.’Min Young membatin sambil memandangi Sehun dan saat itu Sehun juga menatapnya. Entah mengapa Min Young tidak mau mengalihkan pandangannya dari Sehun begitu juga sebaliknya, sampai Sehun meninggalkan cafetaria.

“Oh iya, Jeo Rin mana?’” Min Ra menyadarkan Min Young.

“Dia bersama Suho oppa.”

…………….

 

Min Young sedang menunggu jemputannya di gerbang sekolah. Sudah 30 menit ia menuggu supirnya.

‘Kenapa ajjushi lama sekali?’ batin Min Young. Tiba-tiba ada mobil yang berhenti di sampingnya.

“Kau sedang apa?” tanya orang itu setelah menurunkan kaca mobilnya.

“Bukan urusanmu.” Jawab Min Young ketus. ‘Kenapa harus Kai yang ada di mobil itu?’ pikir Min Young.

“Kau menunggu jemputanmu?” Min Young hanya diam.

“Kenapa tidak meminta Lu Han untuk mengantarmu pulang?” Kai turun dari mobilnya. Min Young masih tidak menanggapi Kai.

“Ah.. aku lupa. Dia ada kelas tambahan kan?” Kai diam menghela nafas karena dari tadi Min Young tidak menanggapinya.

“Min Young, soal waktu itu aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk melakukannya. Saat itu aku sedang mabuk. Aku tidak sadar melakukannya.” sesal Kai. Min Young menatap Kai. Kai yang di hadapannya saat ini sungguh-sungguh minta maaf padanya.

“Aku sudah melupakan hal itu.” Miin Young menghela nafas.

“Aku akan memaafkanmu kalau kau tidak mempermainkan yeoja lagi.” Sungguh. Min Young ingin sekali Kai berubah.

“Kau bener-benar tidak sopan, Min Young. Aku sunbaemu. Kau memanggilku seakan-akan aku tidak punya nama.” Kai pura-pura marah.

“Jadi, apa sunbae mau berhenti mempermainkan yeoja?” tanya Minyoung dengan penekanan di kata sunbae.

“Kalau itu aku tidak bisa.”

“Wae?”

“Karena aku masih ingin bermain-main.” Min Young menggelengkan kepalanya.

“Berarti ada kemungkinan kau berubah kan?”

“Kenapa kau bertanya seperti itu?” Kai menggoda Min Young.

“Kau menyukaiku ya?”

“Ani. Aiissh.. sudahlah.”

Jadi kau memaafkanku?”

“Ne.” Kai langsung memeluk Min Young.

“Yakh.. Lepas, Kai!”

“Mian. Aku terlalu senang. Gomawo, Min Young.” Seakan tersadar Kai menarik hidung Min Young.

“Kau memanggilku apa tadi? Panggil aku oppa, Min Young. Mulai sekarang kau adalah yeodongsaengku.” Kai merangkul Min Young.

“Aku tidak mau menjadi yeodongsaengmu sebelum kau berubah.”

“Aku tetap menganggapmu sebagai yeodongsaengku. Kau mau pulang bersama oppa, saeng?”

“Ani, aku menunggu supirku saja.”

“Kau yakin? Langit mendung, sebentar lagi pasti hujan turun.”

Aku menunggu supirku saja, Kai sunbae.”

“Baiklah. Kalau begitu aku duluan. Sampai jumpa besok, saeng.” Kai mengacak rambut Min Young sebelum masuk ke dalam mobil. Min Young memegang kepala seetelah mobil Kai berlalu. Ia merasa tidak memiliki beban lagi.

Sementara tak jauh dari tempat Min Young berdiri, Lu Han menyaksikan apa yang dilakukan Kai kepada Min Young.

“Jadi itu yang kau sebut dengan minta maaf, Kai? Kau bahkan mendekati Min Young. Atau jangan-jangan kau menyukai Min young sejak awal?”

………….

 

Min Young masih menunggu supirnya sampai ada panggilan masuk ke handphonenya.

“Yeoboseyo..”

“Yeoboseyo.. Nona, maaf saya terlambat menjemput nona. Mobilnya mogok dan sekarang masih diperbaiki. Sebentar lagi selesai, nona. Saya akan menjemput nona begitu selesai.”

“Tidak usah, ajjushi. Aku naik taksi saja.”

“tapi, nona…

“Tenang saja, ajjushi. Aku pasti sampai rumah dengan selamat.” Min Young langsung memutus sambungan teleponnya.

Min Young pun berjalan meninggalkan sekolahnya. Ia bisa merasakan titik-titik air mengenai kepalanya.

‘Hujan. Kenapa belum ada taksi yang lewat?’ batin Min Young.

Hujan semakin deras. Min Young tidak menemukan tempat untuk berteduh. Ia bertahan di pinggir jalan menuggu taksi sampai menggigil. Tiba-tiba ia tidak merasakan hujan mengenainya lagi. Min Young mendongakkan kepalanya dan mendapati seseorang memayunginya.

“Apa yang kau lakukan?”

 

 

TBC………


[PO] K-Style EXO Accessories

VAMPIRE’S DEN (Chapter 6)

$
0
0

Ap77-eMCEAIN6eW.jpg large_s뻵£¼_s뻵£¼

Title                : VAMPIRE’S DEN (Chapter six)

Genre             : Romance, Fantasy, a lil’ bit action.

Author           : Beryl

Length            : Multi-chapter

Rate                : Teen

Main cast       : Exo M Kris, f(x) Luna, Exo K Chanyeol.

Another cast  : Exo K Baekhyun, Exo K Sehun, Exo K Kai, 2ne1 Sandara, Exo M Luhan, Exo M Lay, Exo K Suho, f(x) Victoria.

Anyeonghaseyo, readers!! Aigooo~ sorry for the LOOONNGG wait! Author minta maaf yang sebesar – besarnya karena chapter kali ini keluarnya lama sekali. Ada banyak banget Kendala yang author hadapi, termasuk laptop author sempet “sakit” sekian lama dan semua datanya ilaangg~~ TT_TT #malah curcol. Anyways, karena sekarang si Abu (nama laptop author) udah balik lagi, author harap mulai hari ini author bisa sering posting – posting lagi. Terimakasih banyak buat readers yang masih setia menunggu dan makasih juga buat para admin yang masukin postingan author ke Blog ini ^^. Well then yorobeun, happy reading~~ ^^.

VAMPIRE’S DEN (chapter six)

Kris merasa markas komisi yang berpenerangan mewah dan berhiaskan lukisan setan – setan yang tengah berperang dengan para malaikat saat ini tidak terlihat indah lagi di matanya. Kini dirinya hanya berdiri kaku di hadapan Suho dan para anggota komisi, berusaha menjaga nafasnya tetap teratur melihat riak kesombongan dan rasa senang yang ganjil di mata Suho yang kelam. Vampir tua itu tampak menikmati keberadaannya di samping Kai dan Luhan, senyum di bibir nya terus terkembang sambil matanya dengan seksama memperhatikan seluruh penampilan Kris yang pastinya sudah banyak berubah sejak terakhir kali mereka bertemu.

“Aku tidak menyangka bisa bertemu lagi dengan mu, Kris,”

Dan Kris pernah bersumpah tidak akan pernah menemui Suho lagi kecuali dia sudah cukup kuat untuk memenggal kepala iblis tua itu.

“Apa yang kau lakukan di sini, Suho?” tanya Kris dengan suara parau,

Suho berdecak pelan mendengar nada bicara Kris yang dingin, “tidak bisa kah kau menunjukan sedikit rasa hormat padaku, vampir muda? Kau harus ingat kita sedang berada di markas komisi,”

“Buang basa – basi mu itu,” sahut Kris ketus, “aku tanya apa yang sedang kau lakukan di sini,”

Rahang Suho mengeras, pelan – pelan vampir itu bergerak maju menghampiri Kris. Dia tahu para anggota komisi tidak akan menghentikannya.

“Harusnya aku yang mengajukan berbagai pertanyaan padamu,” ujar Suho sambil menatap tepat ke mata Kris, “kau mangkir dari kewajiban mu untuk menjadi anggota klan ku,”

Kris berusaha keras agar tidak meludah dan menodai lantai pualam yang indah atau pun sepatu Suho yang mengilat mendengar kata – kata dari mulut vampir tua tersebut.

“Aku tidak pernah berniat untuk masuk dalam klan mu!”

“Dan itulah kesalahan mu, vampir…” tiba – tiba suara Luhan menggema ke seluruh ruangan membuat Kris menyadari kembali posisinya, “kau harus nya menjadi anggota dari klan vampir yang menciptakan mu, seperti itu peraturan dasar nya.”

Kris mendengus mencemooh mendengar peraturan itu disebut – sebut, peraturan yang sebenarnya sudah dia ketahui dengan baik.

“Maafkan aku, Tuan – tuan. Tapi bukan kah sudah terlambat untuk menegurku sekarang? Aku sudah lupa kapan aku pertama kali diciptakan, dan lagi sekarang aku sudah memiliki klan ku sendiri,”

“Ya, benar. Mungkin kami agak terlambat,” Kai memandang Kris dengan tatapan serius kali ini, “tapi itu karena kami kira kekuatan klan mu sangat kecil dan tidak berbahaya. Sekarang kau sudah berani menantang sekawanan werewolf, terlebih lagi kawanan Chanyeol sudah terbentuk secara turun temurun,”

Kris langsung balik memandangi anggota komisi berkulit gelap itu dengan tatapan bengis terbaiknya. Tahu apa pemuda itu tentang klannya? Berani benar dia mengatai klan milik Kris kecil dan lemah. Jika selama ini klannya tidak pernah terlihat bertempur lagi dengan klan mana pun selama beberapa dekade, itu karena Kris menahan diri.

Dan sebagai ralat, Chanyeol yang lebih dulu menantang Kris.

Lay bergerak – gerak gelisah di samping Luhan, sepertinya pemuda yang satu itu tahu benar kemana arah percakapan ini akan berlanjut. Dia terlihat melirik ke arah Kris dengan tatapan simpati sekaligus menyesal, seolah Kris adalah anak kecil yang baru saja mengotori jas kesayangan ayahnya. Dan tatapannya itu membuat Kris sangat tidak nyaman.

Sejujurnya keberadaan Suho di dekat Kris membuatnya sangat gelisah, auranya terasa sangat kuat di udara, dan Kris tidak tahu apa rencana vampir itu dengan menemuinya seperti ini.

Seolah bisa membaca pikiran Kris, Suho tersenyum sinis sambil merapikan lipatan jasnya.

“Sebaiknya aku langsung saja mengatakan maksud ku datang menemui mu, Kris,”

Luhan terlihat menyipit kan mata nya dari kejauhan.

“Aku menantang mu untuk bertarung,” desis Suho dengan suara rendah, “aku ingin mengambil alih diri mu, beserta seluruh anggota klan mu, masuk dalam kekuasaan ku…”

Kris tersentak, dia berusaha kuat tidak segera meraih belati yang terselip di sepatunya mendengar perkataan suho. Sial. Dia selalu tahu suatu saat Suho pasti akan mengatakan kalimat itu padanya, tapi tetap saja mendengarnya secara langsung membuat seluruh otot di tubuh Kris berdenyut tegang.

Kai tampak agak geli melihat Kris terbelalak.

“Sialan kau Suho!” suara Kris agak goyah, “aku tidak sudi masuk ke klan seorang pembunuh seperti mu!”

Suho melebarkan matanya pura – pura terkejut,

“Ya, ampun, Kris, rasanya tidak pantas lagi kau mengatai ku seperti itu. Kau sendiri sudah membunuh banyak nyawa. Dan lagi, bukan kah kau sendiri yang sudah membunuh Victoria mu tersayang?”

***

Luna mendapati dirinya dipandangi dengan tatapan terkejut dari segala arah dalam diam. Aliran angin dingin yang mendadak berhembus kencang membuat suasana hening di padang rumput tempatnya berdiri terasa semakin berat. Luna agak terengah ketika menyadari hal itu, Beberapa werewolf bahkan tampak tidak bisa menyembunyikan tatapan curiga mereka. Luna tidak menyalahkan siapapun, apa yang baru dikatakannya memang sangat diluar dugaan, terutama bagi Baekhyun.

“Apa maksud mu kita harus melakukan sesuatu?” Baekhyun berusaha menjaga nada suaranya tidak meninggi ketika bertanya pada Luna.

Susah payah Luna berusaha mengatasi tenggorokan nya yang tiba – tiba terasa kering.

“Aku… Maksud ku…” jawab Luna agak terbata – bata, “kita harus menolong Kris,”

Bisik – bisik riuh langsung terdengar dari para were yang merasa tidak percaya ketika mendengar jawaban dari mulut Luna, Luna mengepalkan kedua tangan nya kuat – kuat.

Oh, jika Luna bisa membuat permohonan, dia ingin tuhan mencabut nyawanya sekarang juga! Dia sangat malu dengan kawanannya saat ini. Dia sudah kabur, masuk ke sarang vampir, menyebabkan pertempuran yang tidak perlu, dan sekarang dia ingin menyelamatkan vampir yang seharusnya jadi musuh seluruh were di muka bumi. Jika ini adalah ambang batas kewarasannya, Luna ingin cepat – cepat gila supaya bisa melupakan masalah ini.

Tapi keinginan Luna untuk menyelamatkan Kris dari para anggota komisi rasanya diluar dugaan. Keinginannya sangat kuat, begitu kuat hingga terasa sakit. Tidak ada yang bisa mengerti atau pun menjelaskan perasaan barunya ini.

“Tenangkan diri mu, Luna…” Sandara meraih pergelangan tangan Luna perlahan, “kita akan pulang ke sarang bersama – sama, dan mencarikan penyembuh untuk Chanyeol,”

“Tidak! Kita akan menolong Kris!” Luna menyentakan lengannya dari Sandara seperti baru saja menyentuh sebatang besi panas,

Baekhyun dan Sandara memandangi Luna seolah gadis itu sudah kehilangan seluruh akal sehatnya,

“Sudah kubilang, tidak akan ada guna nya berusaha menolong vampir itu sekarang,” Baekhyun mencoba tetap sabar menghadapi gadis di hadapannya tersebut, “apa bagimu lebih penting menolong vampir bernama Kris itu dari pada menolong master mu sediri?”

Ditohok seperti itu Luna tidak dapat menjawab apa – apa, matanya mengembara dengan bimbang ke arah kawanannya yang tersebar di seluruh padang rumput dan tampak agak berang. Dia tahu pertanyaan seperti itu cepat atau lambat pasti akan muncul, benak nya sendiri sudah mendebatkan hal itu dari tadi. Luna menggigit bibir bawah nya keras – keras.

Tiba – tiba dengan langkah ragu Sehun bergerak mendekati Luna, ekspresi wajahnya gelisah, pemuda itu juga sepertinya tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.

Sehun menyentuh kedua bahu Luna untuk menengahi pembicaraan.

“Aku…” Sehun melirik sekilas ke arah tubuh Chanyeol yang masih tergeletak tak berdaya di atas rumput, “aku dengar di markas komisi ada seorang penyembuh yang sangat hebat,”

Perkataan Sehun itu berhasil membuat Luna menoleh cepat menatap wajah vampir muda tersebut, ada sedikit kernyitan aneh di wajahnya yang tampan, campuran antara rasa pasrah dan keyakinan.

“Kita bisa berangkat ke markas komisi untuk menyembuhkan Chanyeol,” katanya lagi.

Baekhyun terdiam memandang ke arah Sehun dengan tatapan sanksi, nafas nya memburu. Para Werewolf lain melakukan hal yang sama.

“Benarkah?” Luna bertanya ragu,

“Tidak. Kita akan menemukan penyembuh lain!” Sambar Baekhyun sengit,

“Dan menurut kalian berapa lama waktu yang dibutuhkan agar seorang penyembuh bersedia menyembuhkan seorang iblis?” Sehun menyahut tak kalah sengit, “Chanyeol bisa mati duluan sebelum penyembuh itu mau mengucapkan mantra,”

Apa yang dikatakan Sehun tak terbantahkan. Kaum penyembuh adalah kaum penyihir yang telah membuang  jauh – jauh sihir hitam mereka dan memutuskan untuk berbaur dengan para manusia, sebagai kompensasi atas hal tersebut mereka cuci tangan dari dunia iblis dan berjanji tidak akan menggunakan sihir mereka untuk kepentingan para iblis lagi. Kaum manusia biasa menyebut mereka sebagai ahli pengobatan alternatif, dan mereka bisa menua seperti halnya manusia lain. Butuh negosiasi yang rumit dan panjang agar seorang penyembuh mau melanggar janji dan menggunakan sihirnya pada seorang iblis.

Luna sendiri tidak tahu jika ada seorang penyembuh di markas komisi. Tapi jika penyembuh itu memang bekerja di sana, berarti dia bisa diminta untuk menyembuhkan Chanyeol sesegera mungkin. Setahu Luna Chanyeol sering sekali bolak – balik ke markas para iblis kuno itu, tidak mungkin mereka tidak mengenal Chanyeol.

Sehun semakin mengeratkan pegangannya di pundak Luna dan mencoba berbicara dengan lebih meyakinkan, “Mungkin saja penyembuh itu juga mau menyembuhkan mu juga, Baek” ujar nya lirih sambil menatap Luka di dada Baekhyun yang mulai mengering.

“Namaku Baekhyun!” seru Baekhyun gusar, hanya Chanyeol yang boleh memanggilnya dengan sebutan ‘Baek’,

Tidak salah lagi, Sehun berusaha membujuk Baekhyun dan Sandara berangkat ke markas komisi agar dirinya bisa ikut dengan mereka dan menyelamatkan ketua klannya. Hal itu juga yang dipikirkan oleh Luna walaupun sebenarnya Luna ragu mereka akan mengizinkan Sehun untuk ikut.

Cara tercepat menuju markas komisi yang bisa menyaingi kecepatan teleportasi Kai hanya satu, portal Sandara.

“Sandara…”

Sandara menggeleng – geleng cepat sebelum Luna sempat menyelesaikan kalimatnya, jin itu mundur beberapa langkah.

“Tapi ini jalan tercepat untuk menyembuhkan Chanyeol, apakah kau tidak ingin master kita segera pulih?”

Baekhyun menggelengkan kepala dengan tegas pada Luna, “Kita bisa menemukan penyembuh sendiri,”

“Benar,” sambung Sandara,

“Sandara…” bujuk Luna lagi sambil berbisik tepat di telinga jin cantik itu agar tidak terdengar oleh Baekhyun, “pikirkan baik – baik. Apa kau tidak ingin Baekhyun dipulihkan juga?”

Sandara melayangkan lirikan gugup ke arah Baekhyun yang ada di sampingnya selama beberapa detik, wajah were muda itu penuh keringat.

Sandara sadar kalau saat ini Baekhyun pasti sebenarnya sedang menahan rasa sakit yang luar biasa karena luka tusukan di dadanya itu. Apa yang akan terjadi jika mereka sudah menemukan seorang penyembuh sendiri? Penyembuh itu mungkin bisa diyakinkan untuk menyembuhkan Chanyeol yang seorang Alpha male, tapi bagaimana dengan Baekhyun? Butuh negosiasi yang lebih rumit dan memakan lebih banyak waktu lagi untuk menyembuhkan seorang iblis biasa. Dan sudah dapat dipastikan Baekhyun akan menolak merepotkan kawanannya lebih jauh lagi.

Sandara megenggam ujung – ujung cadarnya dengan resah. Dia tidak ingin Baekhyun berkorban sejauh itu.

“Tapi Luna…” ujar Sandara, suara nya hampir terdengar seperti rengekan anak kecil, “aku hanya bisa mengeluarkan portal ke tempat – tempat yang aku ketahui, aku tidak tahu di mana markas komisi itu berada…”

Baekhyun cepat – cepat melemparkan tatapan terperangah ke arah Sandara, sementara Luna dan Sehun tampak sedikit lega. Setidak nya jin itu bersedia untuk menyiapkan portal.

“Kau penyihir yang hebat, Sandara.” Luna menjawab dengan sedikit terlalu gembira, “aku dengar penyihir bisa menggali memori seseorang,”

“Luna!” Baekhyun membentak Luna kasar, tapi seruan marahnya langsung terhenti ketika luka nya semakin membuatnya kesakitan.

“Kau bisa menggali ingatan Chanyeol untuk mengetahui lokasi markas komisi,” kata Luna lagi, tapi bahkan Sehun sekarang mundur dengan ngeri mendengar kata – kata Luna.

“Aku tidak minta kau melakukannya sampai sejauh itu, were” kata Sehun tercekat,

“Oh, sialan Luna. Aku lebih baik mati dari pada melakukan itu pada master ku, itu sama saja dengan mengkhianatinya,”

“Tapi bukan kah kau ingin Baekhyun juga sembuh, Sandara?”

Sandara memandang wajah Luna dengan tubuh gemetar.

***

Chanyeol masih ingat benar bagaimana rasanya ketika dirinya pertama kali bertransformasi menjadi serigala, di atas salah satu tebing tinggi menjulang di belakang sarang pribadi Ayahnya yang hanya menyerupai pondok sederhana di tengah hutan, Chanyeol dan Ayahnya duduk berdua di tepi air terjun menunggu bulan purnama datang. Kegugupan Chanyeol saat menghadapi transformasi pertamanya lebih buruk dari pada ketika menghadapi ujian akhir sekolah.

Saat itu usia Chanyeol baru mencapai lima belas tahun dan suaranya masih sehalus gula – gula kapas, teman – temannya yang lebih tua sering mencemoohnya karena hal itu.

“Setelah tranformasi ini, Chanyeol, kau dengan sah akan menjadi seorang Alpha male…” Ayah Chanyeol berkata lembut di samping anaknya sambil menyunggingkan sebuah senyum simpul,

“Apa aku akan langsung mempimpin kawanan ini, Ayah?” tanya Chanyeol gelisah.

“Tidak. Aku akan memberi mu kelompok kecil sebelum kau mampu memimpin seluruh kawanan,” jawab Ayahnya tenang, “saat kau memimpin nanti, Chanyeol, aku minta kau bawa kawanan kita keluar dari sini. Bawa mereka melihat dunia yang sudah berkembang begitu cepat. Manusia mungkin mahluk fana, tapi dalam masa hidup mereka yang singkat mereka membuat banyak perubahan.”

Chanyeol hanya bisa memandang wajah Ayahnya dengan tatapan bingung saat itu, selama ini dirinya bersekolah di sekolah manusia dan bergaul tanpa melihat perbedaan yang berarti antara diriya dan ras mahluk fana tersebut. Kecuali Chanyeol memiliki nafsu makan yang besar pada segala jenis daging – dagingan.

“Ayah…” panggil Chanyeol gugup, “apa bertransformasi itu menyakitkan?“

Ayahnya tidak menjawab pertanyaan tersebut dan malah tersenyum penuh arti.

“Bersiaplah, Chanyeol…”

Saat sorotan pertama sinar bulan purnama mengenai kulitnya, Chanyeol merasakan suhu tubuhnya menanjak drastis. Chanyeol memandang nanar pada bulan yang membulat sempurna bagaikan lampu sorot raksasa di langit kelam. Perlahan – lahan dia merasakan tulang – tulangnya bergemeletak, Chanyeol melukai bibirnya ketika taringnya mulai memanjang.

“Akh!”

“Tahan, Chanyeol,” perintah Ayahnya yang juga ikut bertransformasi perlahan – lahan untuk membimbing anak kesayangannya, “rasa sakitnya akan segera hilang setelah kau terbiasa,”

Chanyeol mengerang kesakitan ketika tulang – tulangnya semakin berubah bentuk dengan paksa, kepala nya berdentam – dentam, bulu – bulu yang mulai tumbuh di seluruh tubuh nya membuat kulitnya terasa gatal dan terbakar.

“A.. yagh.. aku…”

“Sabar, Chanyeol. Jangan terburu – buru,”

Chanyeol bisa merasakan kedua telinganya berubah bentuk, dan tiba – tiba pendengarannya jadi jauh lebih sensitif dari pada yang pernah dia rasakan sebelumnya. Chayeol bisa mendengar gemercik tiap tetes air terjun, desisan ular, langkah lembut kelinci, kumbang berdenging, dengkuran beruang, bahkan kukukan lemah burung hantu. Chanyeol menggelengkan kepalanya kuat – kuat untuk mengusir semua suara yang serta – merta menginvasi gendang telinganya tersebut.

Dum, dum, dum, dum dum dum dum.

“Suara apa itu Ayah?” tanya Chanyeol tidak tahan denga suara baru yang didengarnya,

“Apa, nak?”

“Aku mendengar suara genderang” dum, dum, dum, dum, dum, “berirama sangat, sangat cepat,”

Ayah Chanyeol terdiam sebentar kemudian terkekeh ringan, “aku rasa, Chanyeol, itu suara jantung mu sendiri,”

Chanyeol memejamkan matanya rapat – rapat.

Rasa terbakar di seluruh tubuh Chanyeol sudah menghilang, tapi dia mulai merasakan hal – hal aneh.

Perasaan lega karena berada di tempat terbuka yang luas digantikan dengan perasaan sesak dengan panas tubuh mahluk lain berdesak – desakan, bau rumput basah digantikan bau tembakau dan aroma kopi panas. Chanyeol mengernyit bingung.

“Chanyeol…” tiba – tiba suara halus ibunya terdengar di telinga Chanyeol.

Chanyeol membuka mata ragu dan mendadak saja dirinya tengah berada di rumah para tetua, dengan banyak werewolf lain sedang mengobrol dan menikmati makanan ringan. Chanyeol tersentak kaget.

“Chanyeol kau tidak apa – apa?” tanya Ibunya lagi yang tampak sangat khawatir di sampingnya,

Chanyeol tidak menjawab. Bagaimana dia akan menjelas kan kalau tadi dia masih berada di tengah – tengah pelajaran transformasi bersama Ayahnya? Kenapa dia bisa berada di sini sekarang?

Chanyeol mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dengan kewaspadaan penuh, tapi tidak ada yang terasa mencurigakan di tempat itu.

“Ssst! Chanyeol…”

Tiba – tiba Chanyeol melihat Baekhyun di ujung lain ruangan sedang tersenyum cerah sambil meminum secangkir kopi, temannya itu tampak masih sama mudanya dengan dirinya saat ini. Mungkin usia mereka saat ini baru menginjak delapan belas atau dua puluh tahun. Chanyeol tidak bisa menjelaskan bagaimana keadaan ini bisa terjadi pada dirinya.

“Dia sangat manis, ya?” tanya Baekhyun dari kejauhan, Chanyeol mengerutkan alisnya bingung,

Baekhyun terkekeh dan mengarahkan telunjuknya sembunyi – sembunyi ke arah lain, Chanyeol menoleh cepat ke arah yang dimaksud oleh Baekhyun.

“Kudengar namanya Luna…”

Chanyeol terengah. Ya, itu benar – benar Luna. Dan tiba – tiba saja Chanyeol teringat, ini adalah kali pertama dia bertemu dengan gadis itu, gadis bermata cokelat yang langsung menyedot seluruh perhatiannya itu. Beberapa tahun setelah ini Chanyeol akan melamarnya, kemudian gadis itu akan mengelak secara terang – terangan karena merasa tidak siap.

Chanyeol mengerutkan kedua alisnya dalam – dalam. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Kenapa dia mengalami kilas balik kehidupannya sendiri?

Perlahan – lahan aroma tembakau di sekitar Chanyeol semakin memudar, kemudian ruang pertemuan para tetua menciut, dan gambaran orang – orang di sekeliling Chanyeol, temasuk Baekhyun dan Ibunya, juga semakin samar. Chanyeol memperhatikan semua proses ganjil di sekitarnya itu dengan tenang, dia tahu ada yang tidak beres.

Mendadak saja Chanyeol sedang berdiri di ruang pertemuan markas komisi. Chanyeol terperanjat. Dia tengah berada di salah satu malam yang dia habiskan dengan berdiskusi bersama Lay dan Luhan. Chanyeol bahkan bisa melihat Lay dan Luhan tengah mengobrol satu sama lain tanpa menyadari keberadaannya. Chanyeol menggeram penuh amarah, ini keterlaluan. Ada yang sedang menggali memori nya!

Chanyeol memejamkan mata dan menghirup udara kuat – kuat. Susah payah dia berusaha mengumpulkan konsentrasinya, dia harus sadar. Siapapun yang melakukan ini pasti tidak tahu konsekuensi apa yang akan dia hadapi karena mengusik privasi seorang Alpha male.

“Sial…” erang Chanyeol ketika mulai merasakan nyeri di kepalanya, sihir yang dilontarkan padanya ternyata cukup kuat.

Kilatan – kilatan warna berkelebat di dalam kepala Chanyeol, wajah orang – orang yang pernah di temuinya hilir mudik silih berganti. Nafas Chanyeol memburu. Susah payah akhirnya dia menemukan satu titik, satu aroma yang bisa membuatnya kembali sadar, aroma padang rumput. Dengan kekuatan serigalanya Chanyeol menyerbu aroma itu bagaikan menyerbu mangsa. Rasa perih dengan segera menyerang paru – parunya, udara yang masuk terasa dingin dan menyiksa. Chanyeol kemudian merasakan sakit di seluruh tulang nya yang patah, terutama di bagian lehernya yang bagaikan terbakar. Dengan semua rasa sakit yang dia rasakan Chanyeol yakin dirinya berangsur – angsur kembali ke dunia nyata.

“Aaaakhh!!”

“Sandara, apa yang terjadi!?”

“Master sadarkan diri!”

“Benarkah?”

“Dia melemparku keluar dari pikirannya!”

Dengan amarah menggelegak Chanyeol membuka kelopak matanya yang terasa amat berat, samar – samar dia melihat Sandara, terduduk dengan menyedihkan di atas rumput. Jin itu akan segera merasakan akibat fatal dari perbuatan tidak tau dirinya barusan. Sosok kedua yang Chanyeol lihat adalah vampir yang Chanyeol ingat bernama Sehun, tengah memandanginya dengan campuran antara rasa kaget dan cemas di matanya.

“Dia… kuat…” bisik Sehun pelan,

Chanyeol tidak peduli tentang pendapat vampir yang lebih muda darinya tersebut.

“Sialan kau, Jin!” bentak Chanyeol geram.

Tanpa basa – basi Chanyeol seketika kembali bertranformasi menjadi serigala dan menyerang Sandara, tidak mempedulikan teriakan kaget Luna, Baekhyun dan seluruh iblis di padang rumput itu. Dia melempar jin tersebut jauh, mengejarnya, kemudian menghantamnya ke tanah keras – keras. Sandara menjerit nyaring, darah keluar dari kepalanya. Chanyeol mendesak Sandara dengan tubuhnya, dengan tatapan setajam taringnya yang bisa memecah berlian Chanyeol memandang Sandara ganas.

“Kau tahu apa yang sudah kau lakukan, Jin picik?” tanya nya berang.

Sandara tampak susah payah menggerak – gerakkan mulutnya berusaha mengambil nafas, jin bertubuh ramping itu terisak keras tanpa bisa berkata apa – apa.

“Kau pikir aku akan luluh dengan tangisan mu itu?” tanya Chanyeol lagi.

Pelan – pelan Chanyeol menyiapkan cakarnya. Penggalian memori adalah sihir menjijikan yang hanya di lakukan oleh orang – orang pengecut, orang – orang yang berusaha mencuri informasi – informasi penting darinya.  Dan jika sihir itu dilontarkan oleh anak buahnya sendiri, berarti orang itu telah mengkhianatinya. Chanyeol mengencangkan pegangannya di tubuh Sandara.

“Mati kau!”

“Master!!”

Sebelum Chanyeol sempat menyentuhkan cakarnya ke kulit Sandara, sebuah hantaman keras mengenainya dari samping. Tapi hantaman itu tidak cukup keras untuk membuatnya terpelanting, hanya membuatnya menyingkir beberapa langkah dari tubuh Sandara.

“Baekhyun…” kata Chanyeol mengenali gerakan sahabatnya itu.

Tubuh serigala kelabu Baekhyun berdiri menghalangi Chanyeol. Dengan tertatih – tartih Sandara menggapai ujung kaki Baekhyun di sampingnya, berusaha untuk bangkit.

“Menyingkir, Baek…”

“Kumohon jangan, Master…”

“Jin itu menggali isi kepalaku!”

“Salahkan calon pasangan mu!”

Nafas Chanyeol tercekat, perlahan dia menoleh untuk melihat Luna di ujung padang rumput bersama para iblis lain. Gadis itu sedang berpegangan pada Sehun, pipinya basah oleh air mata. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Luna menyuruh Sandara untuk menggali memorinya? Untuk apa?

“Jelaskan padaku, Baekhyun…” pinta Chanyeol tanpa mengalihkan matanya sama sekali dari Luna,

Baekhyun tampak ragu – ragu sejenak,

“Luna… meminta Sandara untuk menggali memori mu agar kita semua bisa pergi ke markas komisi dan meminta penyembuh di sana untuk memulihkan mu,”

“Apa kalian semua bodoh?” Chanyeol kembali menatap Baekhyun dengan kecewa, “kita tidak perlu menuju markas komisi untuk menemukan seorang penyembuh, kenapa kau tidak menghentikannya?”

“Sandara melakukannya begitu saja, Master… Aku bahkan tidak sempat melarangnya,” Baekhyun menjawab pelan,

Chanyeol terdiam. Para anak buahnya ini harus di buat mengerti tentang posisi mereka dalam kawanan.

“Kalian tidak diperkenankan untuk menerima perintah dari orang lain selain aku,” Chanyeol melayangkan lirikan tajam sekilas ke arah Luna, “dan aku tidak butuh penyembuh dari komisi untuk memulihkan diri,”

“Tidak tunggu, Master. Kau tidak mengerti…” tiba – tiba saja Sandara menengahi perkataan Chanyeol dengan agak panik, “Kau mungkin tidak membutuhkan penyembuh itu, tapi Baekhyun tidak bisa pulih secepat kau memulihkan diri. Luna hanya memberi saran padaku, aku… aku yang memutuskan untuk menciptakan portal ke markas komisi,”

Baekhyun tampak sangat tidak berdaya mendengar perkataan Sandara, mungkin dia bingung kenapa dirinya yang disebut – sebut sebagai penyebab semua ini sekarang. Chanyeol pun sama bingungnya, apapun alasan yang diberikan Sandara, penggalian memori tetap salah untuk dilakukan.

“Apa kau pikir jika aku menemukan penyembuh aku tidak akan memaksanya untuk menyembuhkan Baekhyun juga, Dara. Dia adalah sahabatku…”

Sandara dibuat diam mendengar jawaban dari Chanyeol tersebut. Dengan langkah pasti Chanyeol bergerak menjauh menghampiri Luna. Para were dan vampir yang ada disekitar Luna menjauh sehingga hanya menyisakan gadis itu, Chanyeol dan Sehun.

“Menyingkir, vampir…” perintah Chanyeol sambil mengacungkan cakarnya ke arah Sehun,

“Kau bukan Alpha ku,” jawab Sehun dingin,

“Menyingkir sajalah kau, Sehunie… jangan buat masalah lagi,” tiba – tiba seorang vampir menyahut dari jauh,

Sehun mendengus pada vampir tersebut dan menatap Chanyeol sebal sebelum meninggalkannya berdua saja dengan Luna. Meskipun vampir tidak biasanya tunduk pada werewolf tapi mereka bisa menghormati iblis manapun yang lebih kuat dari mereka.

Bola mata keemasan Chanyeol menatap Luna lekat – lekat. Dia ingin menghapus air mata di pipi gadis yang kini tampak gemetar itu tapi dia tidak melakukannya, ini bukan saat yang tepat untuk terlihat sok romantis dan tidak berkuasa. Hanya ada satu kata yang selalu muncul di kepala Chanyeol tiap kali dia melihat mata hazel Luna, yaitu…

“Kenapa?” Chanyeol mengatakannya keras – keras,

Luna tampak tidak bisa menangkap pertanyaan Chanyeol di antara matanya yang basah, wajahnya terlihat kebingungan. Dan itu membuat Chanyeol merasa lebih buruk lagi, seolah semua yang dikatakan Chanyeol tidak pernah sampai ke kepala gadis itu. Ada banyak hal yang tidak di mengerti oleh Chanyeol jika berkaitan dengan Luna. Kenapa Luna tidak bisa melihat perasaannya? Kenapa Luna tidak mencoba untuk mengerti dirinya? Kenapa Luna kabur? Kenapa Luna berusaha melawannya? Kenapa Luna melakukan banyak hal nekat untuk menghindarinya? Kenapa Luna rela berbuat hal yang bisa membuatnya dibenci oleh kawanannya sendiri? Dan kenapa Chanyeol sendiri tidak bisa membenci gadis ini?

“Kenapa kau menyuruh Sandara menggali memoriku?” tanya Chanyeol akhirnya dengan suara parau,

Luna menggigit bibirnya keras – keras, dan Chanyeol bersumpah sangat ingin mencium bibir itu ketika melihatnya. Sebagai seorang lelaki Chanyeol telah melakukan pekerjaan luar biasa dengan menahan diri selama bertahun – tahun dan mencurahkan seluruh pikirannya demi keberlangsungan hidup kawanan. Dia tidak pernah mengharapkan Luna untuk mengangguminya karena hal itu. Yang dia inginkan adalah Luna memikirkannya sekali saja sebagai seorang lelaki, Luna memang setia, tapi itu karena dia menganggap Chanyeol sebagai pimpinan.

“Aku… aku ingin kau segera pulih…” jawab Luna tergagap,

Chanyeol mendesah, dari mana Luna belajar berbohong?

“Kau tahu aku tidak perlu penyembuh yang benar – benar hebat untuk segera pulih,”

“Ya, aku tahu… tapi Baekhyun…”

“Baekhyun hanya alasan yang kau gunakan untuk memprovokasi Sandara…”

“Tidak, Master… aku sungguh – sungguh…”

“Jangan bohong, Luna…”

Bibir Luna terkatup rapat, matanya kembali berair. Chanyeol belum pernah melihat Luna menangis sebelumnya, dan ini benar – benar menyebalkan, melihat Luna menangis karena alasan yang tidak  diketahuinya.

“Kau tidak tahu, aku benar – benar peduli dengan kawanan kita,”

“Aku tahu, Luna…”

“Tidak, kau tidak tahu!”

“Ya, aku Tahu! Katakan saja kenapa kau menangis di depan ku sekarang seperti ini?!”

“Aku ketakutan melihat mu menyerang Sandara…”

“Kau bahkan tidak menangis saat Bekhyun diserang vampir. Jangan bodohi aku, Luna…”

Dengan ragu Luna menundukan kepalanya menatap tanah, Chanyeol bisa melihat Luna berjuang kuat menghalau perasaannya. Apapun yang Luna rasakan saat ini, semuanya diluar kemauan gadis itu sendiri. Chanyeol dengan tidak sabar menunggu jawabannya.

“Kris…” tiba – tiba satu kata keluar dari mulut Luna,

Dan satu kata itu saja cukup untuk membuat Chanyeol bergerak mundur, semua pertanyaan ‘kenapa’ di kepalanya kembali berteriak. Selama bertahun – tahun dirinya terus bertanya, sekarang dia hanya harus melihat kenyataan untuk menjawab semua pertanyaannya itu. Jawaban yang sebenarnya mudah dan singkat. Luna tidak mencintainya, dan tidak akan pernah. Kenyataan yang sebenarnya terlalu berat bagi seorang Alpha male yang tidak bisa membenci gadis yang sudah melanggar ratusan peraturan kawanan.

Chanyeol berbalik meninggalkan Luna yang kini hanya bisa terus menunduk karena perasaan bersalahnya sendiri. Sebenarnya Chanyeol ingin mengangkat wajah Luna, ingin mengatakan pada gadis itu bahwa semua baik – baik saja, meskipun keadaan telah kacau balau diluar kendali Chanyeol tapi tidak apa – apa jika Luna tetap tidak bisa mencintainya, tidak ada yang bisa disalahkan. Namun hati Chanyeol terlalu berduka untuk melakukan semua itu. Dan sepertinya kedukaan Chanyeol tercermin jelas di kedua bola matanya yang sewarna emas, karena Baekhyun tampak sama sedihnya dan dia berlutut untuk menghibur masternya tersebut.

Sandara agak tersentak ketika Chanyeol tiba – tiba berbalik kearahnya cepat.

“Luna benar…” kata Chanyeol dengan suara berwibawanya yang tidak berubah, “aku dan Baekhyun harus segera bertemu dengan penyembuh. Kita berangkat ke markas komisi,”

Baekhyun langsung mendongkak menatap masternya kaget.

“Tanpa Sehun,” tambah Chanyeol sebal.

***

Para anggota komisi yang biasanya hanya menghabiskan waktu dengan wajah bosan sambil mempersiapkan rapat – rapat – dan rapat dengan para raja – raja iblis dari berbagai penjuru bumi, kini tampak berdiri berjejer dengan wajah tertarik memperhatikan dua sosok vampir yang sedang saling berkonfrontasi. Tidak ada keuntungan apapun bagi mereka melihat pertarungan keduanya, mereka hanya tertarik.

Dengan satu hentakan keras vampir yang lebih tua tiba – tiba sudah berada tepat di depan vampir yang lebih muda dan tengah mengancam vampir ciptaannya itu dengan sebilah pisau melengkung dari Arab. Vampir tersebut tersenyum. Ketiga anggota komisi hanya memperhatikan mereka tanpa bergerak sedikitpun.

“Kau tidak berubah, tetap suka jalan – jalan ke tempat – tempat eksotis,” komentar Kris melihat pisau melengkung yang dipegang oleh penciptanya,

“Tentu saja,” jawab Suho setengah berbisik, “Cina adalah salah satu Negara favoritku,”

Geraman berat keluar dari tenggorokan Kris mendengar jawaban Suho, namun vampir tua itu tidak terpengaruh sama sekali.

“Sialan kau Suho,”

“Oh, Victoria pasti tidak suka mendengar kau mengatakannya,”

“Jangan berani – berani kau menyebut namanya!”

Kris melayangkan sebuah tinju sekuat tenaga kewajah Suho, tapi vampir itu berhasil menghindar dengan mulus. Dengan tubuhnya yang ringan Suho melompat melewati Kris dan menarik rambutnya, Kris mengerang, Suho kemudian menghantamkan kepala Kris ke lantai pualam yang halus hingga pualam yang indah itu hancur berantakan.

“Bahkan setelah beberapa abad, kekuatan mu tidak juga bertambah, Kris,” ujar Suho puas, dan diapun melirik kearah para anggota komisi.

“Kau yakin membiarkan mereka untuk bertarung di sini, Luhan?” tanya Lay setengah khawatir sambil membolak – balik bandul pegasusnya.

“Sudah lama aku tidak melihat ruangan ini berantakan, Lay” jawab Luhan dingin.

TO BE CONTINUED


A Bunch of Baby [Kaistal]

$
0
0

sumersault-silly-sounds-baby-crib-bedding-lg

Title   : A Bunch Of Baby [Kaistal]

Casts : Kai EXO-K and Krystal F(x)

Length : 2000+w

Rating : PG-13

Genre: Fluff, romance, family

Summary : Kim Jongin has a little family, with Soo Jung as his wife and a little baby named Moonkyu.

***

Tidak ada yang pernah menyangka bahwa seorang remaja berumur 19 tahun sudah menggendong anak di pelukannya, memberi susu saat anak itu lapar, juga menggantikan popoknya ketika anak itu buang air besar dan jangan tanya bagaimana perasaannya karena itu…sangatlah tidak enak.

Tidak ada juga yang mengira bahwa hal itu terjadi pada Kim Jongin. Dia seorang penari terkenal di SMA-nya. Siapa yang tidak kenal dirinya? Semua gadis bertekuk lutut padanya, berharap Kim Jongin akan mengencani mereka, membawanya ke tepi sungai Han dan menyatakan cinta, lalu tada! Hidup bahagia selamanya.

O…o…o

Tidak ada yang pernah berkata seperti itu, bukan?

 

Jongin terbangun di pukul 3 dini hari. Langit masih gelap, burung-burung di luar juga belum membuka matanya, tapi Jongin harus…dia harus!!

Dia lagi-lagi tertidur di tumpukan kertas presentasi ekonomi dasar, sedikit basah akan…yah, kalian boleh menebak apapun itu. Soo Jung, tertidur pulas sampai tidak mendengar suara nyaring dari kamar sebelah. Dinding kamar mereka terlalu tipis untuk meredam suara itu dan Jongin benci hal itu karena Soo Jung-lah yang puny ide. Katanya: kita bisa mendengar alunan dengkur anak kita yang indah lewat dinding ini.

“Persetan.” Rutuk Jongin mengingat kenangan mereka membeli apartemen kecil ini.

Kepalanya pusing sembari tangannya meraba-raba dinding kearah kamar sebelah. Jongin membuka pintu dan aroma bedak bayi yang khas menyambutnya ramah, diiringi suara tangis bayi kecil-nya.

“Oh, kau berisik sekali.” Jongin mengangkat si kecil perlahan-lahan dari dalam box-nya. Matanya yang bulat serta kecil memandang sedih sosok Jongin dalam temaram sinar rembulan di luar.

“Kenapa? Kenapa kau memandangku seperti itu, heh? Kau tahu ini jam berapa?” Jongin menunjuk jam bebek di kamar itu seolah sang anak bisa membacanya.

“Jam tiga. Dan besok aku ada presentasi, sepulang itu kita akan pergi ke rumah nenekmu yang berada di planet EXO.” Ujarnya sedikit sarkastik karena benar, rumah ibu Soo Jung sangatlah jauh dari tempat mereka tinggal. Dia benci mengingat hal itu, tapi rasa bersalah tiba-tiba menderanya.

Si kecil cegukan…sekali, dua kali, tiga kali. Berhenti menangis saat itu juga. Jongin pun tak sampai hati lalu memeluk tubuh kecil itu yang hangat. Dia mungkin bisa menyalahkan kuliah yang tak sesuai jurusan atau Soo Jung yang terlampau cerewet, tapi tidak ada alasan untuk bisa marah pada si kecil Moonkyu.

“Oke, oke, jagoan. Tidurlah dan mimpi yang indah.” Gumam Jongin mengecup pipi lembut Moonkyu dan anak itu kembali dalam box-nya. Jongin tidak langsung pergi melainkan memandangnya.

Dia tergelak kecil. “Kau mirip Soo Jung versi laki-laki.”

 

Setelah minum kopi buatannya yang pahit, merutuk diri sendiri dan pergi ke kamarnya dalam keadaan limbung, tubuhnya yang lelah akhirnya bertemu kasur empuk. Benar-benar lupa total akan presentasi besok.

“Soo Jung versi laki-laki?” suara Soo Jung terdengar dari balik bantal. Jongin terkejut dan dia memeluk wanita itu.

Jongin selalu suka aroma rambut Soo Jung, shampoo pemberian Sehun saat temannya itu berlibur ke Amerika dan…apa-apaan ini? Kenapa Soo Jung memakainya?

“Bagaimana kau bisa tahu, hm?”

Soo Jung mendorongnya sambil setengah tertawa. “Ingat, dinding kamar kita sangatlah tebal.”

Jongin tertawa. “Oh, yeah, aku ingat. Sampai-sampai aku harus terbangun pukul tiga ini, menemukan anakmu menangis dan ibunya tergeletak seperti mayat di tempat tidur.”

Soo Jung memukul wajah Jongin dengan gulingnya, cemberut adalah salah satu ekspresi yang disukai Jongin. “Dia juga anakmu, oke? Siapa yang menamainya Moonkyu? Tentu saja seseorang dengan nama terjelek di dunia…”

“Oke, oke…” desah Jongin lelah. Walau itu hanya candaan, tapi dia sangat lelah menanggapi Soo Jung. Dia bergelung di dekat Soo Jung, menutup matanya hendak kembali tidur walau waktu yang dimilikinya hanya tinggal beberapa jam saja.

Soo Jung mengecup pipinya, sama seperti dia mencium Moonkyu tadi. Jongin merasakan lengkungan senyuman Soo Jung di pipinya, juga napasnya yang hangat. Dia yakin akan bermimpi indah mala mini.

“Selamat tidur, honey.

***

          “Tao!” teriak Kris dari sudut kelas. “Ada panda baru yang berusaha menyaingimu.”

Mereka tertawa terbahak-bahak ketika Jongin datang bergabung dengan mereka—sekelompok laki-laki terkenal di kampus, yang suka melontarkan lelucon tidak penting dan kini mereka punya topic bahasan yang menarik.

Kim Jongin.

          “Hai.” Sapa Jongin sehabis presentasi.

“Menyerahlah.” Tangan Luhan terasa berat di bahunya meskipun tubuhnya tampak lebih kecil dibanding Jongin. Tubuh kecil yang ingin Jongin banting jika dia tidak baru saja presentasi dan kurang tidur.

Luhan menyunggingkan senyum paling naif sedunia. “Terima saja kalau pekerjaan menjadi ayah sama sekali tidak cocok untukmu dan berikan Moonkyu pada panti asuhan. Aku yakin dia tumbuh besar dengan baik disana.”

Jongin menyingkirkan tangan Luhan dari bahunya cukup keras dan berkata, “Kau rusa imut yang sinting. Menjadi ayah bukan sebuah pekerjaan, idiot.”

Kris dan Tao tertawa sampai perut mereka sakit dan Tao rasanya ingin ber-wushu di atas tangga karena dia menyadari bahwa Jongin mempunyai bayangan hitam di bawah matanya, sama seperti milik Tao.

“Ya, Luhan benar. Jongin…kau kehilangan masa mudamu.” Sambar Kris memakan kacang di tangannya.

Semua diam, bahkan Junmyeon merangkul Minseok sambil memandang Jongin, matanya telusuri setiap senti wajah lelah milik Jongin dan menggelengkan kepala. Ada sesuatu yang tidak mereka mengerti.

Jongin masih terlalu muda, Jongin masih anak kecil, Jongin masih sering datang ke pelukan ibunya dan takut pada petir, Jongin masih suka menari daripada menggendong bayi.

          Dan masih banyak bagian hidup Jongin yang mereka sadari betul…Jongin masih belum siap untuk ini semua. Umurnya belum mencapai 20 tahun dan beban hidupnya berada di atas kepala, pundak, tangan, mungkin itu sebabnya lengan Luhan terasa lebih berat dari biasanya.

Guys, aku tidak apa-apa, hanya…”

“Hanya?” tanya Jongdae penasaran.

Jongin mengangkat bahu. “Entahlah, hanya lelah. Kau tahu kan tugas kuliah kita menumpuk belakangan ini dan—“

“Tidak, Jongin. Bukan itu.” Ujar Kyungsoo datang tiba-tiba entah darimana. Mungkin dari langit karena Jongin tidak melihatnya sedari tadi.

“Oh ya? Lalu apa? Kau bisa jelaskan semua ini walaupun kau tidak punya bayi yang merengek setiap malam, mempunyai bayi yang selalu menolak susunya di pagi hari padahal susu itu harganya selangit dan—“

See?” Kris mengulurkan telapak tangan menunjuk Jongin. Jongin berhenti bicara dan semua mata tertuju padanya. “Kau terus saja mengeluh. Jongin, seriously, semenjak punya anak kau selalu mengoceh ini itu. Kapan terakhir kali kami melihatmu tersenyum dan tertawa?”

Ya, kapan? Kapan dia selalu merasa seperti ini, terlalu sensitif dan sebagainya?

 

Jongin tidak tahu.

 

***

          Jongin tidak begitu ingat bagaimana dia bisa di dalam mobil, menyetir dengan Soo Jung di sebelahnya dan Moonkyu di kursi belakang, bermain ludah yang bergelembung.

Mereka mulai memasuki kawasan desa yang sepi, jalanan dengan hutan di samping kanan kiri menghiasi perjalanan mereka. Tubuh Jongin lelah, sangat lelah disertai kepala pusing sehabis kuliah.

Ditambah, lagu Barney yang mengalun lewat player mobil sungguh tidak menambah mood Kim Jongin. Liriknya aneh, banyak suara anak-anak bernyanyi kelewat nada tinggi dan lengkingan-lengkingan tawa mereka yang menyebalkan. Lalu kalimat-kalimat itu masuk ke dalam pikirannya, masih segar dan Jongin ingat tiap kata:

“Menyerahlah…”

          “Pekerjaan menjadi ayah sama sekali tidak cocok untukmu…”

          “Kau kehilangan masa mudamu…”

          “Kau terus saja mengeluh. Jongin,”

“Semenjak punya anak kau selalu mengoceh ini itu.”

“Kapan terakhir kali kami melihatmu tersenyum dan tertawa?”

Tanpa sengaja Jongin menekan klakson padahal tidak ada sesuatu yang menghalangi mereka.

Soo Jung di sebelahnya terlonjak dan menatap Jongin bingung. “Jongin?”

Jongin diam saja. Tatapan lurus ke depan dan wajah yang kaku. Soo Jung berpikir mungkin ada kesalahan yang telah dia lakukan sebelum berangkat, namun tidak…tidak ada. Jongin diam ketika pulang kuliah, menyiapkan barang-barangnya dan selama perjalanan pun begitu. Jadi…tidak ada masalah bukan? Atau…

Soo Jung menoleh kearah belakang, melihat Moonkyu berlompatan riang di kursinya saat lagu Twinkle Twinkle Little Star mulai mengalun. Lalu Soo Jung bernyanyi sambil bertepuk tangan, tentu lagu ini adalah favoritnya dan Moonkyu, namun tiba-tiba Jongin menekan salah satu tombol disana, kemudian lagu berganti menjadi lagu rock.

“Jongin!!” pekik Soo Jung. “Apa yang kau lakukan?”

“Aku mau mendengarkan lagu-ku.” Jawab Jongin enteng.

“Tapi kami sedang mendengar lagu Barney.” Soo Jung menggantinya lagi, tapi dengan cepat Jongin menekan tombol dan lagu rock kembali berdentum keras.

“Jongin!”

“Apa kau tidak bosan dengan lagu busuk itu? Itu sudah diputar seribu kali dalam mobil ini dan aku muak, oke?”

Mereka tidak bermaksud memulai peperangan kecil di perjalanan mereka yang damai dan tentram semulanya, tapi tiba-tiba Jongin berubah seperti bedebah yang kelewat menyebalkan dan sifat asli mereka keluar, tunjukkan bahwa mereka memang masih muda, emosi meluap-luap diatas ubun-ubun.

Soo Jung menekan tombol.

Lalu Jongin menekan tombol.

Lagu Barney.

Lalu lagu rock.

Soo Jung menekan tombol.

Lalu Jongin menekan tombol.

 

“CUKUP!!” jerit Soo Jung dan Jongin menghentikan mobil secara mendadak di tepi jalan.

Mata tajam Soo Jung menatap Jongin, amarah bakar akalnya. “Kau brengsek, Kim Jongin.”

Tidak! Tidak boleh berkata seperti itu di depan anak kecil, apalagi Moonkyu anak mereka. Mereka selalu menahan kata-kata kasar di dalam mulut, menyimpan amarah dan emosi saat mereka hendak keluar, hanya karena Moonkyu seorang. Dan tidak ada yang berharap pada akhirnya mereka akan bertengkar di dalam mobil yang terparkir di tepi jalan menuju rumah orang tua mereka.

Wajah Soo Jung memerah dan andaikan tisu di atas dashboard mobil dapat berubah jadi kepingan besi, mungkin Jongin akan tamat riwayatnya saat itu juga.

“Ya! Jangan bicara seperti itu padaku, Soo Jung!”

“Oh ya? Kenapa? Kenapa aku tidak boleh berkata seperti itu, heh? Katakan!”

Jongin mengangguk dan membuka pintu mobil. “Keluar! Kalau kau memang dewasa, sekarang kita selesaikan di luar.”

Mereka berdua keluar dari mobil. Langit sedikit mendung menandakan hujan akan segera datang. Seharusnya mereka sudah sampai jika tidak saling berteriak dan akhirnya pertengkaran di mulai.

“Oke, Kim Jongin.” Soo Jung menarik napas perlahan. “Apa masalahmu? Semuanya baik-baik saja, sebelum kau mengganti lagu dan…”

“Aku bosan! Aku sudah bilang hal itu kan?”

“Tidak masuk akal! Kau tidak pernah mempermasalahkan hal sekecil itu.”

“Itu tentu masalah besar. Aku mau mendengarkan lagu kesukaanku!”

Soo Jung tertawa sebal. “Astaga, kau egois, Jongin. Itu lagu kesukaan Moonkyu dan ini seharusnya tidak menjadi bahan pertengkaran kita karena ini hal paling sepele—“

Jongin mendengus. “Sepele?” ya, sepele? Dengan apa yang mereka katakan, kau masih bilang ini sepele?

 “Aku capek, oke? Aku…aku mau duniaku kembali.” Hening sejenak melingkupi mereka berdua. Kerjapan mata Soo Jung tidak member petunjuk apa-apa bagi Jongin.

“Tidakkah kau pusing mendengar lagu anak-anak mengalun seribu kali setiap kita pergi menggunakan mobil? Acara music kesukaan kita tiba-tiba berubah menjadi film bebek, kelinci, dan tikus? Dan—“

 

“Jadi kau menyesal?”

 

 

Bibir Jongin terkatup rapat dan tangannya tak sampai menggapai Soo Jung dari seberang mobil. Soo Jung terlanjur membuka pintu belakang, meraih Moonkyu dalam pelukan dan pergi menjauh.

“Jadi itu masalahmu, Kim Jongin? Menyesal? Kau…” Soo Jung tidak berani mengatakan itu, namun semuanya sudah berada di ujung lidah, siap keluar. “Menyesal memiliki Moonkyu?”

Tidak! Jongin ingin berteriak sekencang-kencangnya.

Soo Jung pergi. Kakinya melangkah kearah tempat perisitirahatan yang tidak jauh dari mereka berhenti. Jongin meratapinya, Jongin sedih, Jongin…

Menyesal.

Bukan perasaan sesal akan memiliki hidup seperti ini: menjadi seorang ayah, punya seorang istri, seorang bayi, dompet menipis, tidak bisa lakukan ini, tidak bisa lakukan itu, waktu bermain yang kurang, waktu tidur yang kurang, menari sudah lama terlupakan, dan banyak hal seru yang dia lewatkan…

 

***

Soo Jung tidak tahu kemana harus pergi. Moonkyu mulai menangis ketika mereka cukup jauh dari Jongin dan mobil kerennya yang berwarna hitam. Soo Jung tidak peduli jika ini dingin, ini menyebalkan, air mata turun tak henti-henti sama seperti Moonkyu.

“Menyesal? Dia yang menginginkan semua ini.” Gerutu Soo Jung melangkahi akar pohon yang tersembul di tanah. “Jika dia pikir dia satu-satunya orang yang merasa kesulitan…apa dia kira aku senang bermain di dapur, membuat bubur, membuat susu.”

“Aku bahkan tidak punya waktu untuk menari, pergi ke rumah Amber pun tidak. Make up-ku sudah hilang entah kemana dan…”

Dan dia sadar dia sedang mengomentari hidupnya. Eumm…mungkin sedikit mirip dengan yang dimiliki Jongin. Moonkyu ada disana, dipelukannya. Soo Jung segera menutup telinga Moonkyu berharap kata-kata yang dia ucapkan belum terlanjur masuk kesana.

“Maaf, Moonkyu…maaf…”

 

***

Jongin didera rasa bersalah. Dia terdiam di jok kemudi, ada sepuluh CD Barney di laci dashboard, mengalahkan jumlah CD lagu rock-nya. Tapi dia senang, dia tidak marah setiap kali mereka bertiga pergi ke mall dan membeli CD dinosaurus ungu itu.

Dia tidak kesal saat uang hasil bekerjanya di ambil Soo Jung untuk membeli susu dan popok.

Dia bahagia melihat Moonkyu menari di kursi belakang saat Barney melantunkan lagunya. Jongin memperhatikannya dari kaca spion, si kecil tertawa senang dan…hah…apa yang dia pikirkan saat ini?

Jongin benar-benar termakan perkataan teman-temannya. Dia seharusnya lebih dewasa menghadapi semua ini.

Dia bukan masih kecil. Dia hanya butuh banyak belajar.

Dia bukan tidak cocok menjadi ayah. Dia hanya butuh waktu.

Dia bukan membuang masa mudanya. Itu pilihan hidup.

Dia bukan mengeluh. Dia hanya terkadang lelah, butuh pengertian.

Dia bukannya tidak tersenyum.

 

Karena…

 

Kebahagian yang dia rasakan sekarang bukanlah hanya saat bersama teman-temannya saja, tapi juga bersama Moonkyu dan Soo Jung.

Jongin tersenyum. Dia baru mengerti detik itu.

 

Lalu tepat saat itu dia melihat Soo Jung. Jongin segera turun dan menghampirinya. Udara dingin bisa membunuh mereka berdua. “Soo Jung…” panggil Jongin.

Soo Jung cemberut melihatnya, tapi tidak banyak pilihan yang bisa dia ambil karena dia harus segera masuk ke dalam mobil. Moonkyu di tangannya tertidur pulas.

“Asal kau tahu saja aku ketinggalan bus maka aku kembali kesini.” Ujar Soo Jung.

“Kau mau pergi ke rumah ibu dengan bus?” tanya Jongin tidak percaya.

“Iya, kenapa?”

Jongin tidak berkata apa-apa lagi selain memeluk Soo Jung dan anaknya, Moonkyu. Perasaan familiar menjalar di permukaan kulit dan ada gelembung-gelembung kebahagiaan di dada.

“Maaf. Maafkan aku, Soo Jung.” Bisik Jongin bersalah. “Aku tidak menyesal memilikimu dan Moonkyu. Kau tahu itu kan?”

Tidak ada air mata, tidak…tidak…tidak. Mereka keluarga bahagia dan tidak akan ada air mata lagi. Soo Jung memaafkan Jongin, mereka masuk ke dalam mobil yang hangat dan memperhatikan si kecil kembali terlelap dalam tidur di tengah-tengah mereka. Tidur bagai malaikat kecil dan Jongin bersyukur akan hal itu.

Jongin merebahkan tubuh ke kursi di belakangnya. Dia tersenyum sambil memejamkan mata.

“Katakan pada Jessica kita masih jauh dan akan terlambat.” Gumam Jongin perlahan.

Terdengar suara ketikan tombol ponsel Soo Jung. “Sepertinya dia akan membunuh kita dan mengambil Moonkyu.”

 

Mereka tertawa. Bahagia adalah kata yang muncul ketika ada Moonkyu…

 

A bunch of baby.

 

THE END

A/N: again and again what an absurd idea. Ugly words, less diction, and I hope there’s more feeling indeed. So, how was it? Uggh…suddenly Kai and Krystal got a bunch of baby, named Moonkyu (taemin’s and Kai’s bestfriend) hahaha… I hope you like it :D

 

 

 

 


White Shirt (Sequel of “Blue Jeans”)

$
0
0

tumblr_m94fykm3mu1r95q1io1_500

Title : White Shirt (Sequel of “Blue Jeans”)

Author: Hangukffindo

Main Cast : Kris EXO-M and You

Support Cast : Victoria F(x), Sulli F(x), Kai EXO-K, Sehun EXO-K, D.O EXO-K

Genre : Romance, Fluff(?), Happy

Rating : Pg-15

Length : 2000+ w

Summary: Kris and his white shirt always be the favorite ones.

 

A/N: Holaaaaa, author menulis ini walaupun kuliah lagi hectic minta ampuuuuunnn T.T

Setelah kemaren nulis yang Chanyeol (Blue Jeans) , sok”an SongFic tapi jatohnya pada ga ngerti ya? Hmmm…kali ini, author nulis lanjutan dari fic itu tapi ganti cast.

Gak banyak yang bisa author janjiin soal fic ini, tapi trust me! I put the sweetest part in the end  :D

Happy reading :)

***

Yours is my favorite…

 

Aku tidak menghitung berapa orang yang datang dan pergi ke dalam hidupku. Mereka berwajah sama, tak berbeda sama sekali. Siapa mereka? Siapa nama mereka? Apa yang mereka lakukan di hidupku? Apa mereka hanya sebuah parasit yang menempel untuk sementara? Entahlah…aku tidak ingat.

Tapi aku mulai menghitung, mencoba mengingat apa saja yang kulakukan setelah seseorang pergi. Langkah kakinya tidak berjejak seolah tak ijinkan diriku untuk ikuti dirinya yang menghilang di kabut pagi hari Kamis. Aku benci memoar itu kembali setiap malam, kunjungi tubuhku yang berbaring di balik selimut. Kedinginan dan sendirian.

Aku ingat namanya Park Chanyeol. Seseorang yang kutemui di bawah temaram lampu café. Memukul drum, tanpa disangka dia menabuh hatiku juga. Kami memesan satu botol beer. Tidak! Dua botol, tiga botol, empat? Mungkin hanya sedikit yang ku-minum, namun banyak yang kuingat tentang Park Chanyeol. Malam tak pernah terlalu panjang bagiku.

Kini dia pergi. Bukan ke alam yang jauh dari genggaman tanganku atau tempat yang buat orang bertanya-tanya apakah ini nyata atau tidak. Karena Chanyeol ada di belahan muka bumi yang lain, jaraknya beribu-ribu mil dari tempatku berada—tempat aku bangun tidur, tempat aku menggosok gigi dan makan roti selai kacang dinginku.

Park Chanyeol sangatlah jauh—hampir menghilang.

Aku menangis. Aku terbangun di kasurku yang dingin dengan sisa aroma Park Chanyeol di permukaan bantal. Aku memeluknya, bayangkan seandainya itu memang Park Chanyeol yang kuingat, Park Chanyeol yang lebih menarik daripada sweater favoritku.

 

 I love you until the end.

 

Aku mengukir kalimat itu di dinding tempat tidurku dan kini ada tanda tanya di belakang sana.

 

I love you until the end?

 

Karena seseorang baru saja datang dari negeri yang jauh.

 

Dia punya rambut pirang yang terang, tersisir rapi dibawah rona matahari pagi. Aksennya sedikit aneh dan ada alasan dibalik itu semua: aku kebangsaan China, aku tinggal di Kanada beberapa tahun. Aku akan mengingatnya dengan baik, aku tidak akan mencatat apa-apa. Dia bukan Park Chanyeol yang harus selalu kuingat, namun setelah kupikirkan kembali…

Mungkin ini waktunya untuk hapus Chanyeol dari ingatanku.

 

Kris. Itu adalah nama yang singkat. Empat huruf. Tidak ada kesulitan.

Dia bekerja di toko depan rumahku. Otomotif adalah keahliannya, maka dia berteman dengan motor, mobil, dan segala macam baut yang terbuat dari besi. Keadaannya selalu kotor saat aku pulang bekerja. Matahari mulai menyembunyikan dirinya dari makhluk-makhluk malam, biarkan bulan berdiri disana sama seperti ketika Kris tersenyum padaku, menyapaku dengan aksen aneh…

Selamat malam.”

Selamat malam…Aku tersenyum, hampir merobek wajahku sendiri. Kapan terakhir kali aku tersenyum? Ada perasaan dibalik urat-urat di wajahku, entah senang, entah bingung, entah apa ini? Mengapa bintang dilangit tiba-tiba berkembang biak menjadi ribuan bahkan jutaan? Apa maksud kerlingan matanya?

Aku tidak mau akui satu hal yang belum pasti. Namun jadi kesalahan saat kubuka jurnal lamaku, satu yang berdebu dan berwarna merah dari tumpukan buku-buku kuliahku yang terbengkalai. Kutemukan satu puisi cheesy—merupakan favoritku sepanjang masa. Sedikit menyesal mengapa tak terpikir untuk membisikkannya pada Park—

 

Kris.

 

Nama itu mulai memenuhi kepalaku.

 

I Love You

 

I see more than you know

About all you are,

And through my observations

And from my analysis

I’ve conclude that

I love you.

 

Not a theory

Quite simply fact…

I love you,

And that’s that.

 

Benarkah? Semudah itu…

 

Jatuh cinta lagi?

 

***

            Aku muak tersakiti.

Kris bukan makhluk buas yang punya taring, tapi kemungkinan untuk berubah jadi lebih buruk dari itu  tentu saja ada…ada disetiap kerjapan mataku, atau dibelakang mataku yang memimpikan Kris setiap malam. Aroma oli, bensin, juga karet ban yang menyengat jadi kesukaanku belakangan ini.

Ke pantai?” itu reaksiku.

Pantai…lama tak injakkan kaki disana. Lupa bagaimana rasa pasir berlari di bawah telapak kakiku. Dan aku berterima kasih Kris mengendarai mobilnya kearah pantai. Hari hampir sore, kami hanya duduk di satu area yang kering dan air laut menyentuh jemari kami. Semilir angin terbangkan anganku ke udara, dan aneh aku lupa apa yang sedang kami lakukan. Aku baru mengenal Kris beberapa bulan yang lalu dan kini kami jalan menelusuri pantai sambil menautkan jemari kami.

Inikah…

Jatuh cinta untuk kesekian kalinya dalam hidupku?

Kris menciumku. Rasanya berbeda dari seseorang yang lama kukenal dulu dan tinggalkan sebongkah perasaan yang jatuh ke dasar hatiku. Tiba-tiba semuanya menjadi mustahil. Realita tidak pernah seindah ini. Jika ini memang diriku yang terkulai lemah ke dalam pelukan Kris, biarkan…

Hanya biarkan saja semuanya terjadi.

Karena aku memang menginginkannya.

Cinta bukan sebuah logika yang masuk akal, kau mencernanya, memprosesnya, menjadikannya alasan dibalik senyummu, dibalik degupan jantung yang kau dengarkan setiap hari, juga otakmu yang tak terkendali dua puluh empat jam.

Karena ini Kris. Inilah faktanya. “Aku mencintaimu.” kemeja putihnya melekat sempurna hingga aku bisa rasakan setiap serat bajunya yang sentuh kulitku.

Aku mencintaimu.” Bisikannya lebih lembut dari derik pasir diantara jemari kami.

Aku mencintaimu.” Kris mirip artis dari sisi ini.

Aku mencintaimu.” Kusentuh wajah Kris, rambut, dahi, alis, batang hidung, meluncur mulus ke bibirnya yang indah dan ini adalah mimpi diatas mimpi yang selama ini kubayangkan.

Aku mencintaimu.” Aroma Kris bukan sebuah candu, ekstasi, juga narkotika, melainkan sebuah caffeine yang diam-diam membunuh perlahan, mematikan setiap sel hatiku untuk jatuh cinta kepada orang lain.

Kris menatap di kedua mataku.

Aku mencintaimu.”

Aku tahu.”

Dan inilah sebuah kenyataan—fakta yang menghampiriku di tengah sore hari Sabtu.

 

***

Kris terasa nyata. Memang itulah yang sesungguhnya.

 

Sebut saja aku baru bermimpi indah.

Malam sangat jauh dari genggamanku, namun dinginnya yang menggigit masih terasa nyata. Lalu jejak jemari Kris menari-nari di kulitku, tinggalkan sejuta kenangan dan menguatkanku bahwa…benar, itu adalah mimpi indah sepanjang masa.

Aku terbangun di pagi yang mengantarkan aroma shampoo Lavender bercampur  wangi lainnya.

Butuh beberapa saat untuk menyesuaikan mataku dengan sinar matahari yang terselip diantara tirai putih. Gemersik dedaunan diluar, suara angin, percikan air berpadu padan bersamaan menyatukan warna. Ada suara lain yang membuatku yakin…ini adalah salah satu pemanis dalam mimpiku.

Aku mendengarkan suara itu kemarin sore—mengaku. Empuk dan mengingatkanku pada roti keju di dapur ibuku, atau awan pink di salah satu potongan film Peterpan. Aku suka bagaimana suaranya mengalir perlahan di gendang telingaku. Selembut sapuan kapas di kulitku dan…

Kris mendengkur pelan. Punggungnya naik turun, wajahnya menekan bantal di pipi sebelah kiri. Kulayangkan tanganku, kusisir rambutnya perlahan dan rasanya…aku bisa mendeteksi setiap serat, setiap helainya yang terikat tak beraturan, ciptakan sebuah sensasi lembut dan familiar.

Sentuhanku berhasil membangunkannya. Kris membuka kedua matanya yang sayu. Tatapan penuh teka-teki yang ingin kupecahkan detik itu juga.

Pagi…” singkat, tidak terlalu jelas karena suara Kris yang sedikit serak. Nafasnya menyapu wajahku.

Pagi.” Balasku tertular senyumannya. Dia tidak protes mengapa tanganku bisa ada disana—rambutnya, tersangkut dan mungkin menambah beban di kepalanya, tapi toh Kris tidak peduli. Dia…menyukainya bahkan kini dia meletakkan tangannya disana juga, melihat reaksiku yang sedikit terlonjak.

Tebak apa yang kumimpikan?” bibir Kris bergerak-gerak di bawah tembusan siluet lemari dekat jendela. Aku tertawa, tanganku menarik rambutnya perlahan seakan mereka menggelitik telapakku.

Segelas oli? Atau kau membakar dua buah ban?

Aku mendapatkan satu gelengan kepala sebagai jawaban dan satu tawa yang membuncah, getarannya sampai ke tanganku, merayapi pembuluh darahku dan akhirnya jantungku berdetak tak karuan.

Lalu?”

Tebak, tebak, tebak saja…” aku temukan sifat kekanak-kanakan dalam sosok Kris. Aku berpikir. Satu, dua, tiga kali otakku berputar dan kuhitung satu sampai sepuluh, menyiksa Kris dalam hal menunggu adalah suatu perasaan yang ingin sekali kuberi istilah aneh.

Kutelusuri mata tajam Kris, bergerak saat tidur, juga bulu mata lurus yang menghiasinya. Kudekatkan wajahku, tanganku menyentuh telinganya, mencoba dengarkan apa isi kepalanya. Mengapa di pagi seperti ini, aku harus berpikir keras menebak sesuatu yang mungkin…tidak penting untuk kuketahui.

Lupa mengambil baju di laundry? Oh! Tanaman di luar tumbuh besar? Atau—“

“Tentangmu.”

Berhenti disitu, seolah ada orang yang sengaja menjatuhkan setetes tinta hitam, bentuk sebuah titik di akhir kalimat yang Kris ucapkan.

Ini penting. Ini sangatlah penting. Aku akan berlari, membuka laci meja dan goreskan seribu nama Kris di atas kertas. Aku akan mengganti kertas jika lembar kertas ini tidak cukup. Akan seperti itu dan tertulis selamanya dengan cerita yang sama.

Tanganku tidak akan berhenti. Aku bersumpah tidak akan berhenti.

 

Kris…

            Kris…

            Kris…

 

Setiap silabel, kata, kalimat, biarkan mereka ingatkanku bahwa semua yang ada pada Kris, dan apa yang dia impikan tentangku. Bagaimana sosokku disana? Apakah aku memakai lipstick, make up? Apakah rambutku sangatlah bagus seperti yang kuimpikan selama ini? Apakah aku memakai baju yang cukup bagus?

Kris tidak berkata apa-apa, karena…memang tidak ada yang perlu dijelaskan lebih lanjut.

 

Terima kasih.” Kataku.

 

Terima kasih membawaku dalam mimpimu—tempat terindah dimana kau bisa menjalani hidup seperti yang kau inginkan, kau rencanakan.

 

Lalu Kris menelengkan kepalanya, pandangannya telisik tubuhku atau…kemeja putih-nya yang kukenakan. Dia genggam bagian kerahnya, tersenyum bagai matahari di akhir jaman…sebelum semuanya berakhir dan manusia sadar bahwa ini diriku, juga Kris.

Kau memakai kemejaku, nona…”

            “Aku tahu. Kau tidak keberatan, kan?” aku tertawa kecil.

Kris tidak pernah keberatan. Ini adalah pemandangan indah baginya—menurutnya. Kutetapkan bahwa ini adalah kemeja favoritku. Selamanya.

 

***

            Kris masih Kris yang dulu. Dia lembut dalam perkataan maupun perbuatan. Dia perhatian dalam mengurus ini dan mengurus itu. Dia pekerja keras dalam membahagiakan setiap orang yang ada di dekatnya. Dia penolong di kala susah atau pemanis di kala hidup terasa hambar serta pahit.

Kini rambutnya memutih, sama sepertiku. Aku tidak bisa menahan senyumku ketika melihat sebuah kemeja putih yang mulai menguning ditumpukan baju kami. Aku ingat itu adalah kemeja favorit yang selama ini kuelu-elukan. Tentu saja aku tidak bisa mengenakannya lagi sama seperti saat umurku 22 tahun. Tapi kenangan dibalik itu terjahit rapi disetiap keliman-nya, bagaimana aku selalu membantu Kris mengancingkan kemejanya itu.

Kris, kau masih ingat kemeja ini?” tanyaku menghampirinya di kursi goyang.

Kris menatapnya sejenak dan bertanya, “Ini kemejaku?

Aku tersenyum sambil anggukan kepala.

Kris mengerutkan dahi, dia menunjuk bagian depan kemeja itu. Oh, ternyata ada satu kancing yang lepas. Aku pun mengambil kotak alat-alat jahit dari lemari, menarik kursi goyangku sendiri ke samping Kris dan mulai menjahit kancing disana.

Mentari sore bawa kami pada kenangan di hari Sabtu berpuluh-puluh tahun yang lalu. Manis, terkecap dalam ingatan.

 

***

Kukisahkan ini pada teman-temanku, sahabatku, anak-anakku, lalu mereka menceritakannya pada anak-anak mereka seakan inilah kisah turun temurun yang menjadi bahan dongeng mereka.

 

***

“Selesai? Itu kisah nenek dan kakek? Manisnya…” ujar Sulli menarik selimut sampai dagu. Gadis kecil itu membayangkan betapa indahnya kisah pengantar tidur yang dibawakan ibunya malam itu. Sedangkan dua kakak laki-lakinya, Jongin dan Sehun menjulurkan lidah.

“Ugghh…menjijikan. Aku akan muntah setelah ini.” Geram Jongin menutupi kepalanya dengan bantal.

“Terlalu banyak kata aku mencintaimu!! Aku akan mimpi buruk, ibu!” keluh Sehun bergabung dengan Jongin di tempat tidurnya.

“Aku hanya ingat bagian kemeja putih milik kakek karena aku minta satu milik ayah yang seperti itu. Kalau sudah besar aku pasti tampan memakai kemeja seperti itu.” Komentar Jongin.

Victoria tertawa dan sebelum pergi dia mencium ketiga anaknya, walaupun Jongin segera mengelap pipinya dengan selimut dan Sehun tersenyum sambil memeluk boneka beruang. Victoria melangkah ke tempat tidur paling ujung milik keponakannya, Kyungsoo, tampak sedang menulis sesuatu selama dia bercerita tadi.

“Kyungsoo, bibi akan matikan lampunya.” Ujar Victoria menutup tirai jendela kamar dan Kyungsoo tahu dia harus berhenti menulis, buru-buru menyelipkan kertas serta pensilnya dibawah bantal.

Victoria mengecup keningnya dan bertanya, “Apa yang sedang kau tulis, Kyungie?”

Kyungsoo tersenyum kecil dan menggeleng. Victoria membiarkannya menyimpan rahasia, apapun itu, karena keponakannya ini memang terkenal pendiam.

“Tidur yang nyenyak, Kyungie. Selamat malam.” Victoria mematikan lampu.

 

Setelah memastikan langkah Victoria sudah cukup jauh dan tak terdengar lagi, Kyungsoo menyibakkan tirai, biarkan sinar bulan terangi penglihatannya. Kertas ditangannya sedikit kusut karena tertimpa bantal. Namun tak mengapa. Kyungsoo membaca dalam hati puisi yang dia catat:

 

I Love You

 

I see more than you know

About all you are,

And through my observations

And from my analysis

I’ve conclude that

I love you.

 

Not a theory

Quite simply fact…

I love you,

And that’s that.

 

Dan Kyungsoo bersumpah suatu hari nanti, mungkin jika dia tidak lagi berumur 12 tahun dan tumbuh dewasa. Dia akan menemukan seorang gadis dan akan mencintainya sepenuh hati seperti yang dilakukan kakeknya, Kris, juga neneknya. Mungkin akan membuat gadis itu menjadikan sosok Kyungsoo adalah…

 

Favoritnya.

- THE END -

 

A/N (again?):

Have no plots. Hate it!

Tapi author suka sama sebutan ‘Kyungie’ hahaha \(^.^)/ dan apa iniii?? Tiba-tiba Victoria punya tiga anak…si sulii, kai, sama sehun, trus ada keponakannya D.O …. O.o

Yah biarlah…yang penting suwwiitt kan hehehe :)

Maaf Kris membuatmu jadi kakek-kakek, mungkin harusnya cerita ini buat Suho secara dialah the real Granny O.O #plaakk

 

 


Games and Paper of Wishes

$
0
0

BIlWwf_

Title : Games and Paper of Wishes

Author : Hangukffindo

Cast : Tao EXO-M and Mayleen (OC)

Genre : Romance, Fluff (as always *sigh*)

Rated : Pg-13

Length : 2700+w

Summary : Dimana Tao adalah teman yang seru untuk diajak bermain dan Mayleen punya segunung ‘Kertas Permohonan’ yang tersembunyi di balik bantal tidurnya.

***

 

Tao tinggi.

Dia sangat tinggi dan tidak satu pun yang bisa menyangkal hal itu. Waktu umurnya delapan tahun, semua orang termasuk Mayleen tetangganya mengira dia tidak akan mendapatkan tinggi yang dia inginkan.

 

Aku bisa lebih tinggi dari menara Tokyo dan Eiffel tower.

 

Lalu gadis kecil yang sebaya dengannya menggeleng tidak percaya seraya mereka main masak-masakan. Mayleen tidak punya teman perempuan, bahkan semua saudaranya adalah laki-laki dan disana ada Tao, tetangga baru apartemen mereka yang kecil.

 

Namaku Tao, kau harus memanggilku ‘gege’.

 

Tao menyodorkan tangannya terlebih dahulu pada musim dingin itu. Salju diluar sangatlah tebal dan Tao punya hidung semerah tomat. Mayleen menatap tangan itu sejenak tanpa menyambutnya hangat, dia memiringkan kepala, bingung mengapa dia harus memanggilnya ‘gege’ karena tinggi mereka sama dan…tampaknya Tao seumuran dengannya.

 

Memang umurmu berapa?

 

Tao mengatakan dia berumur delapan dan Mayleen berkata, aku juga umur delapan.

          Tao menggelengkan kepala, masih dengan tangan menggantung di udara meminta reaksi dari Mayleen.

 

Kau harus tetap memanggilku ‘gege’.

 

Gadis kecil itu akhirnya mengangguk. Tidak mengerti mengapa dia mau saja menuruti perkataan anak asing itu, tapi dia tetap menerima tangan Tao yang sedikit berkeringat di tengah-tengah musim dingin jelang hari natal.

Tak yakin apa ini jawaban dari segala doanya ketika dia masuk ke dalam kamar dan mengintip ‘Kertas Permohonan’ di balik bantalnya:

 

Mayleen tak bisa sembunyikan senyumannya yang mengembang di malam itu.

 

My Wish: Punya teman. Aku harap dia perempuan.

 

Tak jadi masalah walau Tao bukan perempuan. Dia menerima ajakan Mayleen di bulan Januari yang dingin, bermain masak-masakan di ruang tamu, dimana Mayleen jadi seorang Chef restoran Jepang dan Tao sebagai asistennya.

 

***

 

Mayleen memasuki kelas yang sama dengan Tao.

Kebetulan tahun ajaran baru punya satu bangku yang kosong persis di samping Mayleen. Kemudian Tao mengisi kekosongan disana. Tubuhnya mengantarkan kehangatan di cuaca yang tidak begitu baik. Mereka tidak pernah bicara—saling berdiam diri, namun lengan mereka bolak-balik bersentuhan dan itu membuat Mayleen menengok tiga kali pada Tao. Alhasil, Tao tersenyum jahil.

Mereka adalah teman.

 

Mengapa kau memanggil Tao dengan sebutan ‘gege’? Kau kan sekelas dengannya?

 

Teman-teman di sekolah selalu penasaran, penasaran, dan ingin tahu apa alasan Mayleen. Seperti yang dipikirkan selama ini, gadis itu juga bingung hingga dia hanya bisa mengedikkan bahunya atau dia sekali-kali mencoba gaya lain, yaitu gelengkan kepala dan biarkan mereka tenggelam dalam lautan kebingungan.

 

Tao gege…

 

Panggil Mayleen dan mereka pulang bersama ke apartemen yang tak jauh dari sekolah. Mungkin sekitar 452 langkah, memakan waktu 13 menit, dan kata-kata yang tak terhitung keluar dari mulut mereka. Membahas tentang apa saja, apa saja yang curangi dingin dan tarik kehangatan.

 

Aku punya menu baru untuk restoran kita.

 

Apa itu?

 

Sashimi jamur kuah kimchi.

 

Kedengarannya enak.

 

Kau siap membantuku, asisten Chef?

 

Tao menggenggam erat botol minum Elmo yang bergelayut di lehernya.

 

Siap, Chef!!

 

***

 

Mereka mulai bosan dengan permainan masak-masakan dan natal kali ini ada sesuatu yang dia minta—tulis di atas ‘Kertas Permohonan’-nya. Jadi, Mayleen berpura-pura menutup restoran mereka karena satu alasan, Tao duduk di karpet sama bingungnya dengan Mayleen, namun dunia fantasi mereka tidak penah berhenti begitu saja.

Tentu saja, itu karena mereka masih anak kecil—umur sembilan. Desember jadi salah satu favorit Mayleen. Salju yang putih, seputih langit dalam mimpi indahnya.

Sebaliknya, Tao lebih menyukai panasnya matahari di bulan Agustus. Dia tidak peduli berapa liter keringat yang mengucur keluar dari kulitnya, namun itu lebih baik daripada hidung merah, sesak napas, dan ingus yang meleleh tiap detik.

Tisu untukmu, ge. Kekeh Mayleen mengelap hidung Tao sebelum dia melakukannya.

 

Sekarang kita main apa?

 

Harus Mayleen akui dia benci berpikir di musim dingin. Jadi, dia menyerahkan semuanya pada Tao, meminta sarannya jika mereka memang ingin bermain sesuatu. Dan lagi-lagi Mayleen lebih cepat darinya…

 

Aha! Bagaimana kalau bermain sekolah-sekolahan? Aku jadi guru, kau jadi muridnya.

 

Aku mau jadi guru.

 

Tapi aku yang punya ide ini dan aku jadi gurunya.

 

Tidak, aku harus jadi gurunya karena aku Tao gege. Kau jadi muridnya.

 

Tidak mau! Aku yang jadi gurunya!

 

Aku!

 

Aku!

 

Itu pertengkaran pertama mereka. Tao berlari pulang ke rumahnya sedangkan Mayleen menangis di ruang tamu. Air matanya berjatuhan ke karpet. Dia juga memerlukan tisu sama seperti Tao beberapa waktu yang lalu.

 

Tapi mereka sahabat baik.

 

Tao mengetuk pintu kamar Mayleen sambil membawa sesuatu yang besar di belakang tubuhnya yang kurus. Dia membungkus benda itu dengan kertas Koran alih-alih menutupinya agar tidak kelihatan oleh Mayleen.

 

Maafkan aku, Mayleen.

 

Ibu Mayleen tersenyum di dapur, mendengar kata ‘maaf’ yang begitu polos terucap dari bibi Tao—anak berambut hitam pekat itu.

 

Aku juga minta maaf, Tao gege. Kau boleh jadi guru dan aku muridmu.

 

Tao menggelengkan kepala. Dia memberikan benda segi empat yang pipih itu pada Mayleen.

 

Tidak. Kau yang jadi gurunya. Ini kado natalmu…

 

          Apa ini?

 

Tao tidak memberikan jawaban. Mayleen merobek bungkusnya, terkejut melihat white board pemberian Tao yang cukup besar. Dia tidak yakin apa yang harus dia katakan, apa kata ‘terima kasih’ cukup untuk balas kebaikan Tao, atau…senyuman saja, atau kado lain yang mahal.

Tidak. Tidak. Tidak.

Tao gelengkan kepala seperti saat dia dipaksa makan sayur oleh ibunya.

 

Terima kasih, Tao-ge. K-kita bisa bergantian jadi guru dan murid.

 

Oh! Itu solusinya.

 

Walau itu hanya sebuah papan tulis warna putih, buatan tangan ayah Tao, bukan barang di toko, namun dia penuhi hati Mayleen dan gadis itu tak bisa tutup mata sembari terus menatap ‘Kertas Permohonan’ dengan bantuan lampu senter tengah malam.

 

My Wish: Whiteboard.

 

          Terima kasih, Tao gege.

 

***

Musim panas. Satu hal yang pasti.

 

Es krim rasa jeruk!!

 

Tao tidak begitu suka buah jeruk, tapi melihat lidah Mayleen melilit es krim warna jingga itu, Tao menelan ludah dan memesan satu yang sama dengannya. Keringat mengucur di dahi keduanya. Tak satu pun tertawa atau mengobrol—terlalu larut akan es krim buatan Pak Li Bing sang penjaga swalayan di lantai satu apartemen.

Umur mereka dua belas tahun. Tao tak disangka tumbuh tinggi melebihi gadis itu dan terkadang Mayleen tak bisa menyentuh rambut Tao yang tertiup angin segar di bulan Agustus. Rambut yang basah, mengkilap di bawah sinar matahari.

Dua kali Tao menyadari pandangan Mayleen menusuk padanya bagai pisau buah yang tajam.

Apa?

 

          Aku bosan bermain permainan penjaga kasir dan pelanggan swalayan. Bagaimana kalau kita menggantinya dengan yang lain?

         

          Kau memang punya ide apa?

 

          Entahlah, Tao-ge. Bagaimana kalau…

 

Mayleen berhenti disana. Dia sering menonton drama korea yang diputar setiap pagi, bercerita tentang sebuah keluarga bahagia dimana sang suami bangun di pagi hari dan sang istri menyambutnya dengan satu kecupan di pipi, satu gelas kopi, satu piring roti selai stroberi, juga satu ikatan dasi di kemeja sang suami.

Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Tak yakin apakah Tao menginginkan permainan itu juga. Maka dia menggelengkan kepala, tertunduk malu karena tiba-tiba udara menjadi lebih panas dari sebelumnya. Apakah Pak Li Bing mematikan kipasnya? Apakah kembaran matahari baru datang dan ikut bergelayut di langit?

Entahlah. Mayleen menghabiskan es krim jeruknya dengan satu gigitan besar dan tidak lagi memikirkan permainan apa yang sebenarnya dia inginkan. Tao sebingung Pak Li Bing, atau burung-burung yang menatap Mayleen berjalan cepat kembali ke apartemen.

 

Kita bermain tukang gulali dan pembeli setia saja, Tao-ge.

 

          Baiklah.

 

Itu tidak terlalu buruk, pikir Mayleen.

 

***

Waktu berjalan. Dunia berputar. Malam berganti pagi. Bulan jadi matahari. Muda berubah tua. Kecil ke besar. Pendek ke tinggi.

Tao berumur 16 tahun, Mayleen juga. Tiba-tiba suara Tao berubah layaknya ada kodok yang masuk kesana, bergelantungan bagai Tarzan di amandelnya, entahlah, Mayleen tak mengerti. Pubertas; masa remaja selalu jadi kejutan tersendiri bagi mereka yang percaya bahwa dunia di masa itu terlihat lebih ‘Wow’ daripada sebelumnya.

Ya, itu benar.

Mayleen tak ingat kapan terakhir kali mereka bermain di ruang tamu apartemennya. Bulu-bulu karpet gelitik kulit kaki mereka yang bebas-kain. Permainan itu hilang, tak peduli musim dingin, musim panas, musim gugur, serta musim-musim yang lainnya karena Tao punya jaket kulit yang keren agar terhindar dingin dan Mayleen punya kipas angin kecil untuk musim panas.

Tapi hubungan persahabatan mereka masih tetap kokoh layaknya gedung. Tao penuhi janjinya untuk memiliki tubuh tinggi nan sempurna itu. Mayleen menengadah setiap mereka berjalan pulang, sedikit kecewa ternyata dirinya tertinggal jauh.

 

Singkirkan tanganmu. Aku bukan tempat peristirahatan lenganmu!

 

Tao terkekeh geli melihat Mayleen kesal. Tangan itu selalu saja beristirahat disana—pundaknya, melingkar seolah ular piton yang berat. Mayleen membencinya ada disana, namun rasa ringan se-enteng udara itu juga tak nyaman. Jadi…bolehkan dia menuliskan suatu tradisi old school; ‘Kertas Permohonan’.

 

My Wish: Biarkan lengan Tao ada disana selamanya, karena…

 

Mayleen berhenti menulis dan melanjutkannya lagi setelah beberapa saat.

 

…rasanya nyaman.

 

***

Mayleen belum pernah melihat gerhana bulan seumur hidupnya. Beruntunglah fase itu sedang menghampiri bumi dan di umurnya yang ke-17 belas, bersama sang sahabat menatap langit malam sampai pegal di rooftop apartemen.

Kau percaya mitos yang mengatakan bahwa saat gerhana bulan, sebenarnya kepala monster sedang menutupi bulan?

 

Tao memandang Mayleen dengan setengah wajah tersirami cahaya bulan.

 

Kau percaya?

 

          Eumm…tidak.

 

          Kalau monster aku tidak percaya, tapi kalau telapak tangan…aku percaya.

 

          Apa katamu? Telapak tangan?

 

Tao anggukan kepala tanda setuju. Lalu dia mengajarkan Mayleen bagaimana cara menutup bulan dengan satu telapak tangan pun cukup. Mayleen tidak bodoh. Dia tahu itu hanya sekedar trik penglihatan mata yang luas. Namun tidak cukup luas karena tiba-tiba matanya gelap…

Tangan Tao yang hangat menutup kedua matanya dengan dua telapak tangan dan dia berbisik,

 

Dan kau bisa menghilangkan dunia dalam sekejap hanya dengan dua telapak tangan.

 

Kemudian dunia kembali ‘terlihat’ jelas di depan mata Mayleen dan menyaksikan gerhana bulan yang utuh…

 

Tak terasa hatinya juga utuh—penuh.

 

My Wish: aku bisa menghilangkan dunia dalam sekejap hanya dengan dua telapak tangan…

 

Tao.

 

***

Mereka semakin dewasa. Kelulusan sekolah menengah ada di depan mata dan Tao terpaksa mentraktir Mayleen sang sahabat karena dia berhasil mengalahkan nilai matematika Tao.

Es krim adalah sasaran utama. Mayleen memakan dua potong es krim jeruk kesukaannya selagi udara di musim semi ternyata lebih segar dari apapun yang ada di dunia. Tao senang melihat sahabatnya senang, tapi Mayleen lebih tahu tentang Tao dan wajah setengah senang itu, seperti mengetahui garis-garis di telapak tangannya sendiri.

 

Ada apa, Tao-ge?

 

          Tidak. Aku…

 

          Jangan bohong.

 

Tao menyerah. Mayleen salah menodongnya seperti itu karena bukan kalimat itu yang ingin dia dengar.

 

Aku akan kuliah di Korea.

 

          Apa? Kuliah…di Korea? Maksudmu…pergi dari sini??

 

Mayleen tak bisa sembunyikan rasa getir bercampur kaget dan jika perasaannya adalah cat, mereka pasti sudah melebur jadi satu, ciptakan sebuah warna tak jelas di wadah.

 

Ya.

 

Juga bukan pernyataan ‘ya’ yang dia bayangkan. Maka Mayleen berlari kembali ke apartemennya. Tao tidak mengejarnya karena dia tahu Mayleen butuh waktu untuk mengerti—pahami alasan demi alasan, setiap langkah penuh derai air mata hingga rasanya tak mungkin malam itu Mayleen tidur nyenyak.

 

Dia tidak bisa menulis. Dia tidak bisa ungkapkan makhluk apa yang sedang menggeliat tak nyaman di dasar hatinya. Secuil rasa sedih, sejumput rasa rindu, sepotong kenangan lama mereka, segalam macam permainan, berbagai perasaan yang tak mudah untuk di cerna bahkan jika ada alat yang dapat menguraikannya.

 

Malam itu dia membaca ulang semua ‘Kertas Permohonan’-nya yang lama terbengkalai.

 

My Wish: Aku lebih tinggi dari Tao.

          My Wish: Aku dapat bersahabat dengan Tao selamanya.

          My Wish: Aku punya rambut panjang agar Tao melihatku.

          My Wish: Baju pink merek Gucci. Tao menyukai yang satu itu.

          My Wish: Aku punya sepeda hingga aku dan Tao dapat pergi ke sekolah menaiki itu.

          My Wish: Aku dapat memasak ayam kungpao. Tao sangat menyukainya.

         

Mayleen menyadari…selama ini, yang dia harapkan selalu berhubungan dengan Tao dan ini tak lebih daripada dia ingin Tao ada bersamanya, hingga mereka tua dan keriput, dan tak akan biarkan hal lain mengalihkan perhatiannya, karena Mayleen menginginkan semuanya…

 

Semua tentang Tao.

 

Dan kini jika memang dia masih punya sedikit kekuatan untuk goreskan pensilnya ke atas ‘Kertas Permohonan’ terakhir. Dia tak akan meminta apa-apa selain ini.

 

My Wish: Aku berharap Tao ingat selamanya padaku, walaupun dia pergi jauh ke Korea. Aku berharap Tao suka makanan disana dan tidak terkena flu selama perkuliahan. Aku berharap Tao bahagia disana, jangan biarkan kesedihan menghampirinya dan buat dia bersedih. Aku harap aku bisa melihat gerhana bulan lagi bersamanya. Aku harap aku bisa mengantarnya ke bandara, dan mungkin memberikan kenang-kenangan sebelum dia pergi…

 

          Itu semua hanyalah kepingan-kepingan kecil dari perasaannya yang membengkak sebesar rumah. Tidak! Sebesar bulan di langit, namun tidak lebih besar dari telapak tangan Tao yang tutupi matanya.

 

Membuat dunia hilang dalam hitungan detik.

 

…aku harap Tao menyukaiku dan…

 

Mayleen susah payah menahan tangisnya yang tak terbendung.

 

…aku harap dia tidak pergi.

 

***

Mimpi adalah mimpi. Kenyataan adalah kenyataan.

 

Mimpi Mayleen semalam tentu bukanlah sebuah realita. Tao tetap pergi dengan koper-koper besarnya yang ada di depan lobi. Satu persatu harapan Mayleen terkabul. Dia dapat mengantarnya hari ini dan Tao mengatakan dia menyukai beberapa makanan Korea, jadi tak akan ada masalah soal ini. Tao juga bercerita dia membawa obat sinusnya kemana saja dia pergi, jadi walau udara se-ekstrim apapun dapat dia lewati.

Yang satu ini bukanlah mimpi. Terdengar seperti kenyataan atau apakah Mayleen hanya berhalusinasi.

Tao memeluknya, pelukan sahabat yang akan sangat merindukannya. Namun yang ini lebih, lebih dari sekedar kata ‘sahabat’, ‘teman’, ‘keluarga’, ‘separuh jiwa’…

 

Aku menyukaimu, Mayleen. Dan aku akan kembali kesini untukmu. Kuharap kau menungguku, entah itu malam atau siang, musim panas atau musim dingin. Kuharap kau menungguku.

 

Mendengar bisikan Tao, juga tubuh hangatnya yang menempel bagaikan cumi-cumi laut, melumerkan setiap sel tubuh Mayleen dan satu hal yang tak dapat dia percaya hingga kini, hingga dia berbaring di tempat tidurnya…tatap langit diluar lewat jendela kamar.

 

Tao juga punya permohonan.

 

Dan permohonan itu akan selalu terlintas di dalam kepala seandainya mereka memang terpatri disana selamanya.

 

Aku akan menunggumu. Itu pasti.

 

***

 

Pagi

 

Malam

 

Gelap

 

Terang

 

Dingin

 

Panas

 

Januari

 

Februari

 

Musim semi

 

Agustus

 

Desember

 

Tao mendarat di dataran China pukul 6 pagi. Berumur 25 tahun dan menaiki taksi seharga 30 Yuan ke apartemen dimana dia bertemu gadis kecil berambut kecokelatan, belasan tahun yang lalu.

Dia berkenalan, bermain, berteman, bersahabat, dan…mungkin ada kata ber- lain yang belum sempat mereka capai.

Tao ingat mereka sering bermain bersama di ruang tamu dengan karpet bulu yang sedikit gatal mencubit kulit mereka.

Mereka bermain permainan ‘Chef Restauran Sushi dan Asisten Chef’, ‘Guru Sekolah dan Murid yang Pintar’, ‘Penjual Gulali yang Manis dan Pelanggan Setia’, dan masih banyak permainan yang mungkin belum mereka mainkan, tapi kali ini Tao tidak mau ada permainan lainnya.

 

Mayleen mendengar pintu di ketuk dan dia beranjak untuk melihat siapa yang datang di pukul 7 pagi ini.

 

Hai.

 

          Tao-ge! Kau…

 

Mayleen memeluknya. Kehangatan tubuh Tao selalu jadi alasan mengapa dia mau duduk berdekatan dengan Tao di kelas, atau membiarkannya melingkarkan lengan di sekitar bahunya karena ini, ini, ini…

 

Kau menungguku. Gumam Tao senang.

 

Tentu saja kau menunggumu. Kau berharap seperti itu dan aku memenuhinya. Mayleen tak bisa menahan tangis bahagianya.

 

Dapatkah sekali lagi kau memenuhi permohonanku?

 

Mayleen mengangguk tanpa ragu dan Tao berlutut di depannya, mengeluarkan satu buah cincin dari dalam kantung jaketnya. Tao tertawa.

 

Maaf, aku tidak sempat membeli kotaknya, tapi kuharap—

 

          Apa kau melamarku? Pekik Mayleen histeris, karena ini masih jam tujuh pagi. Dia hanya baru menggosok gigi dan cuci muka. Piyama doraemon tampak mengoloknya dan Tao tidak peduli.

 

Maukah kau—

 

          Tentu saja ya.

 

Tao memeluk Mayleen untuk kesekian kali dalam hidupnya. Namun satu ciuman di bibirnya adalah untuk yang pertama kali dan selamanya tetap terasa manis, sedikit mint dan teh rasa anggur.

 

Aku mencintaimu, Mayleen.

 

***

Kehidupan di mulai dari huruf A. Kehidupan di mulai dari angka 0. Kehidupan di mulai dari garis start. Kehidupan di mulai dari janji yang mengikat untuk selalu bersama dalam keadaan susah maupun senang.  Kehidupan adalah hal terlucu yang merupakan perpaduan antara harapan dan sedikit permainan di dalamnya.

 

Mengapa begitu?

 

Karena saat Mayleen sedang membereskan kamarnya, menyimpan dokumen-dokumen penting, ijazah, foto, dan sebagainya ke satu kardus, tiba-tiba dia melihat setumpuk ‘Kertas Permohonan’ yang lama terabaikan.

Dia membaca satu-persatu, tertawa merasakan kepolosannya dan tawa itu sekejap berubah jadi tangis haru. Teteskan satu butir air mata. Itu harapan terindah yang pernah terkabul di dalam hidupnya, lupa kapan menulisnya.

 

My Wish: Aku harap aku bisa bermain permainan ‘Rumah-rumahan’ dimana Tao menjadi suamiku dan aku jadi istrinya yang baik, yang sediakan segelas kopi di pagi hari, satu kecupan di pipi, satu ikatan dasi, dan lambaian tangan sebelum pergi bekerja.

 

 

Betapa ajaibnya ‘Kertas Permohonan’ ini.

 

 

THE END

A/N:

I hope (cieehh, ceritanya ngikutin si Mayleen) para readers menyukainya hahahaha…

Thanks for 12.12.12 is not the end of the world so I could write it in my way to go home :) at transjakarta, with my cellphone and GOD BLESS YOU ALL YEAAAAHHH!!!

And thanks, Tao, for your face LOL!!!



Don’t Judge Me (Chapter 2)

$
0
0

Poster 2 - Don't Judge Me

Title
Don’t Judge Me

Author
Voldamin-chan

Length
Chaptered

Rating
PG-15

Genre
Romance

Cast
Kim Taeyeon

Lay (Zhang Yixing)

Kim Minseok

Cast
EXO and Girls’ Generation
Disclaimer
This story is mine, pure from my own imagination and all cast is belonge to their own but all my biased ^^

Backsound
1st     : Juniel – Bad Man

2nd   : Ludovico Einaudi – I Giorni

 

Author Note

Don’t forget to RCL and enjoy the story

 

-Don’t Judge Me-

 

Musim gugur. Pepohonan di taman kampus ini terlihat sudah mulai mencukur diri mereka sendiri. Daun-daun kecoklatan banyak berserakan di halaman kampus. Di sudut gedung kampus itu, terlihat wajah seorang yeoja di balik salah satu dinding kaca yang tidak begitu besar sedang menopang dagunya. Yeoja itu sibuk dengan pikirannya sendiri sambil menatap daun-daun yang mulai melepaskan diri dari induk mereka.

 

“Kelas ini adalah kelas vokal yang sangat saya banggakan” suara salah seorang dosen kampus ini menggelegar di dalam ruang kelas dengan ukuran kecil ini. “Oleh karena itu saya harap, tugas besar ini bisa kalian kerjakan dengan sempurna.” Sesekali yeoja itu mengalihkan pandangannya dari paparan sang dosen ke pemandangan diluar jendela kelasnya.

 

“Seandainya saja aku bisa seperti daun itu” guman yeoja itu.

 

“Kim Tae Yeon! Aku harap kau bisa menyumbang karyamu dalam tugas besar ini.” Yeoja bernama Kim Tae Yeon itu seketika sadar dari  lamunannya. “Ah, baik Lee songsaengnim.” jawabnya.

 

“Bagus, kita bertemu 2 minggu lagi untuk membicarakan konsep yang akan kalian pakai nantinya. Sekian kelas kita untuk hari ini.” lanjut dosen yang bermarga Lee itu yang sekaligus mengakhiri kelas musik hari itu.

 

Setelah memberi salam pada Lee songsaengnim, para siswa segera berhamburan keluar kelas untuk melanjutkan aktivitas mereka masing-masing. Taeyeon juga ingin cepat-cepat meninggalkan kelas ini seperti teman-teman kelasnya yang lain. Tiba-tiba suara seorang yeoja dari luar kelas menghentikan langkah Taeyeon yang akan segera bangkit dari tempat duduknya.

 

“YA! Kim Tae Yeon!” teriak yeoja berambut blonde dengan pakaian sporty tapi terlihat feminim itu. Segera ia memperpendek jaraknya dengan Taeyeon dan langsung duduk di bangku kosong yang ada dihadapannya. Taeyeon tidak langsung menjawab sapaan gadis blonde itu dan kini malah sibuk melanjutkan kegiatan merapikan tumpukan buku yang sempat tertunda tadi.

 

“Ya! Kim Taeyeon. Kau ini selalu bersikap sok cuek. Cobalah senyum sedikit, sayang kalau wajahmu yang cantik itu tidak dihiasi senyuman sama sekali. Nanti pasti banyak namja yang akan tertarik padamu.” Jelas panjang lebar yeoja blonde yang masih belum beranjak dari depan Taeyeon.

 

“Sudahlah, Jung Soo Yeon. Ada perlu apa kau kemari?” jawab Taeyeon tanpa menoleh pada gadis blonde bernama Jung SooYeon itu.

 

“Ya! Sudah kubilang kan panggil aku Jessica. Ingat Jessica bukan Soo Yeon, Taeyeon-a”

 

“Memang kenapa, kan itu memang namamu. Apa gara-gara dua namja itu?”

 

“Aish! Kau ini memang tidak bisa diajak keren sedikit. Bukan gara-gara dua namja ingusan itu dan tidak ada hubungan sama sekali dengan mereka berdua. Jessica itu nama Amerikaku” Sambung Soo Yeon.

 

“Ya ya ya ya, terserah kaulah. Aku sibuk sekarang. Maaf kali ini aku tidak bisa menemanimu ke kantin ataupun tempat lain.”

 

 

“Memang kau mau kemana sih? Kau ada perlu sama si Tembam itu?” sahut Jessica sambil melihat teman didepannya dengan banyak tumpukan buku yang kini berpindah dari meja ke dalam tasnya dan beberapa ada di pelukan Taeyeon.

 

“Aku tidak ada janji dengan Minseok, Soo Yeon-a. Aku mau ke perpustakaan pusat, ada tugas dari Lee songsaengnim. Jadi aku harus cepat-cepat. Kau ajak saja dua namja pengikut setiamu itu.” Taeyeon segera bangkit dari mejanya dan berjalan keluar dari kelasnya sambil sekilas melambaikan tangannya pada Jessica yang kini hanya bisa melihat kepergian temannya itu.

 

“YA! Kim Tae Yeon, sudah kubilang mereka bukan pengikutku!” sayang sekali teriakan Jessica tak terdengar lagi  oleh Taeyeon karena gadis itu sudah melesat pergi dari kelas. Hanya Jessica yang ada di kelas itu sekarang.

 

“Hahh.. Dasar yeoja aneh, terlalu rajin. Kenapa sih dia suka sibuk sendiri, beda denganku. Kuliah itu santai, tidak usah jadi beban pribadi, bisa jadi tambah pusing. Untung saja ada Minseok dan aku jadi temannya. Bisa-bisa dia jadi antisosial.” gerutu Jessica.

 

“Jess, sedang apa kau sendirian di dalam kelas? Ini kan bukan kelasmu?” terdengar suara pria jangkung yang sekarang berdiri di luar kelas. “Kenapa mencariku di kelas musik? Bukannya kita satu jurusan ya? Kita kan sama-sama ambil jurusan drama?”

 

“Hah, kenapa dia yang datang sih? Siapa juga yang mencarinya? Percaya diri sekali!” guman Jessica dalam hatinya. “Dasar! Hahh.. Mungkin Taeyeon benar. Salah satu pengikutku” desahnya.

 

“Jess? Kau baik-baik saja kan?” karena merasa tidak ada balasan dari Jessica, namja jangkung itu berjalan kearahnya.

 

Sebelum namja jangkung itu mendekat, Jessica segera beranjak dari kursinya. Segera ia tarik lengan namja itu. “Sudahlah. Ayo kau saja yang menemaniku ke kantin. Taeyeon sudah pergi. Dan ingat Kris, aku tidak mencarimu jadi jangan terlalu percaya diri! Kau pikir aku lupa ingatan kalau kita satu jurusan.”

 

Sepanjang koridor Jessica terus menggerutu tak jelas. Mungkin karena Taeyeon sudah menelantarkannya di kelas yang bukan kelasnnya sendiri dan sekarang bertemu namja jangkung ingusan yang Taeyeon sebut sebagai pengikutnya itu. Entahlah kenapa Taeyeon berkesimpulan kalau mereka adalah pengikutnya, Jessica tidak ambil pusing memikirkan alasan yang kurang penting menurutnya itu. Sedangkan namja jangkung yang masih dalam posisi lengannya diseret oleh Jessica, hanya diam dan mengulaskan senyum penuh arti.

 

 

-Don’t Judge Me-

 

 

Taeyeon sampai didepan pintu megah berwarna kecoklatan dengan kaca bening sebagai pembatasnya. Tertulis disana dengan ukuran huruf yang lumayan besar.

 

‘Korean National University of Arts’

‘CENTER LIBRARY’

 

“Kim Tae Yeon! Taeyeon-a!” seorang namja meneriakkan namanya dan otomatis menggagalkan niat Taeyeon untuk segera membuka pintu perpustakaan itu. Namja itu melambaikan tangannya supaya Taeyeon dapat mengenalinya dan segera berlari mendekati Taeyeon.

 

Taeyeon hanya diam tanpa sepatah katapun membalas sapaan namja itu. Dia melihat namja tembam yang sedang mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Ya, Taeyeon berpikir kalau namja ini memang agak sedikit tembam seperti yang Jessica katakan tadi dan tidak sejangkung seperti salah satu namja pengikut setianya Jessica tetapi juga tidak terlalu pendek buktinya namja itu lebih tinggi darinya.

 

“Hahh.. Taeyeon-a. Kau masih sibuk? Aku sudah selesai latihan kelas dance. Kalau kau mau pulang, kau bisa pulang bersamaku hari ini.” namja tembam itu membuka suaranya setelah ia mengatur napasnya karena tadi ia terburu-buru berlari kearah Taeyeon dan memang karena baru saja ia menyelesaikan kelas dancenya. Jadi jelas kalau namja tembam itu terlihat penuh dengan keringat. “Taeyeon-a?” sahut namja itu sambil menyentuh bahu Taeyeon, ingin meyakinkan kalau yeoja itu mendengarnya.

 

Tidak langsung menjawab namja itu, Taeyeon malah membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebotol air mineral. “Tidak usah. Kau pulang saja dulu. Aku masih ada tugas dari Lee songsaengnim, jadi aku harus segera mencari bahannya mulai hari ini. Aku baik-baik saja, tidak perlu khawatir. Aku bisa pulang sendiri.” Akhirnya Taeyeon menjawab namja tembam itu dengan panjang lebar sambil menyodorkan air mineral tadi.

 

“Kau yakin? Kau baik-baik saja pulang sendiri?” sahut namja itu dengan nada khawatir. Tidak hanya itu, bisa dilihat raut muka namja itu menyiratkan kekhawatiran pada yeoja yang sekarang ada dihadapannya.

 

“Minseok-a. Aku harus segera mencari bahan itu. Pulanglah” sergah Taeyeon dan langsung membuka pintu perpustakaan yang tadi sempat tertunda. Sekilas ia melihat namja tembam yang bernama Minseok. Ia tahu kalau namja itu khawatir, karena selama ini hampir setiap hari dia pulang bersamanya karena suatu alasan yang hanya dia dan Minseok yang tahu.

 

“Pastikan jangan pulang terlalu malam, Taeyeon-a! Hubungi aku kalau ada sesuatu!” seru Minseok dari balik pintu kaca itu. Berharap yeoja itu bisa mendengarnya kali ini.

 

Setelah yakin gadis itu masuk dengan aman, dengan terpaksa Minseok melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Taeyeon sendiri dengan perpustakaan itu. Berharap gadis itu baik-baik saja.

 

 

-Don’t Judge Me-

 

 

Jika tidak pernah ke perpustakaan ini, maka mereka tidak akan pernah tahu seberapa besar dan seberapa luas isi perpustakaan ini. Rak-rak buku yang berukuran besar dan menjulang tinggi kurang lebih hampir 2 meter lebih ini terisi dengan berbagai macam buku yang tersusun rapi, mustahil jika harus membaca atau mencarinya satu persatu jika tidak tahu apa yang harus dicari. Dan memang Taeyeon bukan orang gila yang akan melakukan hal yang mustahil semacam itu.

 

Taeyeon segera melesat menuju rak yang terletak di sudut belakang lantai 1 perpustakaan. Disanalah tempat tersimpannya harta karun bagi siswa kelas musik. Namun, tidak semua siswa kelas musik bisa menemukan harta karun mereka disana, karena mereka lebih memilih mencari dengan lebih mudah lewat internet. Itu semua karena pengaruh perkembangan teknologi yang begitu pesat termasuk di Korea Selatan yang juga menyumbang hal tersebut. Tapi tidak dengan Taeyeon.  Bisa dibilang hanya Taeyeonlah yang bisa menemukan hartanya disana karena dia sudah menjadi pengunjung tetap perpustakaan ini. Tidak hanya harta karun yang bisa ia temukan disana, tempat persembunyian, begitulah julukan yang Taeyeon berikan.

 

Matahari sudah mulai meninggalkan singgasananya. Diliriknya jam tangan kulit bernuansa silver diamond yang menghiasi lengan kiri Taeyeon. Pukul 4.30 sore. Tidak terasa sudah hampir dua jam Taeyeon sibuk dengan buku-bukunya disana. Dengan terpaksa Taeyeon harus segara angkat kaki dari perpustakaan ini, kalau ia tidak ingin mendapat hadiah celotehan tidak penting – menurutnya – dari si Minseok. Taeyeon bergegas merapikan buku-buku yang masih berantakan di lantai dan beberapa diantaranya harus ia pinjam karena tidak mungkin ia harus menginap disini hanya untuk menyelesaikan semua buku yang menurutnya penting itu.

 

 

-Don’t Judge Me-

 

 

Taeyeon berjalan menjauhi perpustakaan menuju gerbang utama kampus. Namun, seperti biasa dia selalu menyempatkan diri untuk menengok sebentar ke papan pengumuman utama yang letaknya tidak jauh dari auditorium kampus ini.

 

“5 menit saja, sepertinya cukup. Minseok tidak akan berceloteh kalau hanya terlambat 5 menit saja,kan?” guman Taeyeon meyakinkan dirinya sendiri.

 

KOREAN NATIONAL UNIVERSITY OF ARTS

Tulisan besar itu menempel pada papan pengumuman  yang bertengger di dinding luar ruang auditorium milik salah satu universitas ternama di kota Seoul ini. Berbagai macam lembaran-lembaran memenuhi papan yang cukup besar itu dan berisikan informasi yang setidaknya bermanfaat bagi para siswa di sini. Sudut kanan papan itu sepertinya sangat menarik untuk dibaca, karena hanya sudut itu yang kini sedang menjadi pusat perhatian seorang gadis berambut ikal didepannya. Sepi. Seperti itulah keadaan kampus hari ini dan hanya gadis itu yang terlihat betah berlama-lama disana tanpa seorang pun menemaninya.

 

“Hmm… The Julliard SchoolConservatoire de Paris… dua-duanya kelihatan menarik…” gumannya dalam kesunyian kampus sore itu.

 

“Sepertinya masih ada yang betah tinggal di kampus sesore ini selain aku.” Tiba-tiba perhatiannya teralihkan dari sudut papan itu ke ruang auditorium sebelahnya.

 

Pelan-pelan ia mengikuti sumber suara itu dan ia yakin ada seseorang yang sedang memainkan piano auditoirum disana. “Hmm… kalau tidak salah… ‘I Giorni’!” ucap gadis itu dengan lantang dan langsung membekap mulutnya sendiri takut kalau ia akan mengganggu permainan orang itu.

 

Di ujung auditorium itu hanya ada seorang namja dan sebuah piano. I Giorni, seperti itulah ia menebak judul lagu yang keluar bersama dentingan piano sore itu. Cahaya matahari sore membuat sosok namja itu tidak terlihat jelas. Taeyeon membuka pintu auditorium pelan-pelan bermaksud ingin mendengar lebih jelas sekaligus ingin menuntaskan rasa penasarannya pada sosok namja misterius itu.

 

Hari sore yang sepi. Keramaian tahun ajaran baru ini seakan berakhir begitu cepat. Hanya ada suara lembut sebuah piano yang menggema di gedung kampus ini.

 

Krieettt.. Untung saja suara kecil pintu ini tidak disadari oleh sang pianis. Seakan terhipnotis oleh permainannya sendiri, sang pianis tidak menyadari ada sesorang yang sedang memperhatikan dan menikmati permainannya. Tidak jauh dari sang pianis, Taeyeon menemukan tempat yang nyaman dan kini ia bersandar di dinding auditorium itu.

 

“Ludovico. Dia punya selera yang cukup bagus.” komentar Taeyeon, tapi tidak terdengar oleh sang pianis.

 

Namja itu sepertinya berbakat. Begitulah yang Taeyeon pikirkan. Sinar matahari sore yang masuk diantara sela-sela ventilasi ruangan itu seakan menjadi lampu sorot, namja berambut hitam agak berantakan dengan potongan ala model dan mempunyai lesung pipit yang menawan, membuatnya seperti seorang pianis sungguhan yang sedang menampilkan karyanya di panggung besar. Lagu yang ia mainkan juga sangat cocok dengan musim gugur seperti ini, pikir Taeyeon.

 

Sesekali Taeyeon menutup matanya sebagai tanda ia menikmati permainan pianonya. Alunan suara yang keluar dari piano itu begitu lembut. “Ludovico memang seorang pianis hebat.” Begitulah Taeyeon mengagumi pencipta lagu ini. Tidak diragukan lagi jika Taeyeon tahu banyak soal musik, buktinya seorang Lee songsaengnim yang notabene dosen papan atas di jurusan musik sangat berharap banyak padanya.

 

Prok.. Prok.. Prok.. Taeyeon memberikan applause pada permainan namja itu dan juga sebagai tanda permainan pianonya sudah berakhir. “Permainanmu sangat bagus!” puji Taeyeon dengan suara agak lantang karena jaraknya yang agak jauh dengan namja itu dan takut kalau dia tidak bisa mendengarnya.

 

Namja itu mengerutkan keningnya sambil menyipitkan matanya, ingin melihat jelas siapa yang ada di ujung sana. Namja itu tidak berkata apa pun ataupun membalas pujian dari yeoja itu. Yeoja itu berjalan ke arahnya sehingga ia bisa melihat dengan jelas sekarang seperti apa rupa yeoja yang sudah memuji permainanya tadi. Yeoja berambut coklat ikal sebahu, berpenampilan sporty dengan kemeja dan celana jins-nya. Selain itu, yeoja itu juga memakai ransel yang tidak begitu besar di punggungnya dan beberapa buku yang ada di tangannya.

 

“Maaf kalau mengganggumu, hanya menikmati permainanmu saja. Kim Tae Yeon. Salam kenal.” Sambil mengulurkan tangan kanannya, Taeyeon berusaha menjelaskan kenapa ia ada disana karena sepertinya namja itu terlihat terganggu dengan kedatangnnya. Sekilas ia mengulumkan senyumnya, seperti yang Jessica sarankan siapa tahu dengan cara itu ia bisa menambah beberapa teman, meskipun terlihat kaku.

 

Namja itu ikut berdiri dan menjabat uluran tangan Taeyeon. “Namaku Lay dan terima kasih atas pujiannya.” Balasan yang cukup singkat dari namja yang memperkenalkan dirinya dengan nama Lay itu.

 

“Permainan ‘I Giorni’mu tadi bagus sekali. Pilihan yang tepat. Kau penggemar Ludovico? Apa kau dari jurusan musik? Aku tidak pernah melihatmu.” tanya Taeyeon panjang lebar.

 

Baru kali ini dia sendiri yang berinisiatif memperkenalkan dirinya dihadapan orang asing yang sama sekali tidak ia kenal. Biasanya selain Minseok dan Jessica, ia tak pernah mau berurusan dengan orang lain. Maklum, Taeyeon selalu memberikan respon hanya pada hal-hal yang menarik baginya yaitu musik. Mungkin kerena namja bernama Lay ini memainkan salah satu karya favoritnya.

 

“Maaf. Aku sedang ada urusan. Jadi, Permisi.” Lay tidak menggubris pertanyaan beruntun dari Taeyeon. Disambarnya tas miliknya yang masih tergeletak disamping grand piano auditorium itu. Merasa tidak ada urusan dengan yeoja yang kini ada dihadapannya, Lay melesat pergi meninggalkan Taeyeon sendirian di dalam ruang itu.

 

“Baiklah, sepertinya memang aku harus pulang sekarang. Terbukti memang ide gila Soo Yeon tidak mempan buatku.” Taeyeon merasa apa yang disarankan temannya tidak mampu merubah karakternya. Yah, dia merasa cukup Minseok dan Jessica yang menjadi temannya. Ia tidak mau ambil pusing memikirkan soal teman yang lain. Yang sekarang ia harus pikirkan adalah tugas dari Lee songsaengnim masih menunggunya.

 

Saat ia akan mulai beranjak dari tempatnya berdiri sekarang, Taeyeon melihat sebuah buku tergeletak di samping grand piano. Langsung saja ia ambil buku itu. Ternyata buku itu adalah milik namja yang bernama Lay tadi, karena tertulis jelas namanya di sampul depan buku berukuran A4 itu. Tanpa basa-basi, langsung dibukanya buku itu.

 

“Wah, benar dugaanku. Dia memang berbakat.” Dibukanya satu persatu halaman buku berwarna hijau itu. Setelah melihat beberapa isi halaman buku itu, Taeyeon berpikir bahwa namja ini berbakat menjadi seorang komposer. Isi buku itu tidak lain adalah lagu-lagu yang Taeyeon simpulkan adalah karangan pribadi namja itu.

 

“Oh, ternyata dia junior 2 tahun dibawahku. Pantas saja aku tidak pernah melihatnya.” guman Taeyeon setelah ia membuka kembali sampul depan yang berisi biodata singkat sang pemilik.

 

“Maaf ini milikku.” Ketika sedang mengagumi isi buku yang menurut Taeyeon menarik itu, tiba-tiba seseorang menyambar buku yang ia pegang beberapa detik yang lalu. Buku itu kini telah berpindah dari tangan Taeyeon ke tangan sang pemilik. Ya, namja itu kembali untuk mengambil bukunya yang tertinggal. Tanpa ucapan terima kasih, namja itu telah menghilang dari hadapan Taeyeon. Ia tidak bisa menemukan sosok namja itu lagi.

 

Drrtt.. Drrrtt.. Drrttt..

 

Handphone miliknya bergetar yang menandakan ada pesan masuk. Taeyeon merogoh sakunya dan langsung membuka flip handphone-nya. Ternyata pesan dari Jung Soo Yeon, pikir Taeyeon.

 

From: Jung Soo Yeon

 

Taeyeon-a, kau ada dimana sekarang?

Aku dan Minseok sudah menunggumu di apartemenmu.

Cepatlah datang sebelum Minseok menguliahku gara-gara kau datang terlambat!

 

“Kapan aku pernah mengajak mereka ke apartemenku? Pasti ulah Soo Yeon lagi. Ck.. Mengganggu saja.” Seketika itu Taeyeon benar-benar meninggalkan kampusnya menuju apartemennya yang tidak begitu jauh dari kampusnya. Ia hanya harus berjalan kaki sekitar 15 menit untuk sampai di apartemennya. Taeyeon malas jika harus berdesak-desakan di dalam bus meskipun bisa lebih cepat.

 

*TO BE CONTINUED*

 

 

Huho! Fiuh, lap keringat dulu. Begitulah chapter 2 ini tercipta. Yah, sempet bingung mau nerusin kayak gimana dan alhasil inilah chapter 2 yang masih jauh dari kesempurnaan #wow author lagi alay. Bagi yang menunggu chapter ini silahkan menikmati. Jangan lupa RCL ya, biar tau maunya readers gimana hehe.. Maap juga kalau FF yang terbilang perdana ini agak aneh ceritanya. Yang pasti masih tetep terinspirasi dari lagunya Chris Brown hehe^^. Bagaiman? Terlalu panjang kah? Terlalu aneh kah jalan ceritanya? #bow to readers m(_ _)m


TRUE LOVE (Chapter 2)

$
0
0

TL 

Title                   : True Love (Chapter 2)

Author             : Jellokey

Main Cast        : Kim Jong In (Kai EXO-K)

Oh Sehun (Sehun EXO-K)

Luhan (Lu Han EXO-M)

Kim Joon Myun (Suho EXO-K)

Kang Jeo Rin (OC)

Shin Min Young (OC)

 

Support Cast   : Wu Fan (Kris EXO-M)

Park Chanyeol (Chanyeol EXO-K)

Do Kyungsoo (D.O EXO-K)

Byun Baekhyun (Baekhyun EXO-K)

Kim Min Ra (OC)

Jang Mi Sun (OC)

and others

 

Length             : Chaptered

 

Genre              : Romance, Family, School Life

 

Rating             : PG-15

 

“Apa yang kau lakukan?”

Min Young terkejut melihat orang yang memayunginya.

“Sunbae..”

“Apa yang kau lakukan?” ulang orang itu yang ternyata adalah Sehun.

“Aku sedang menuggu taksi, Sunbae.”

“Pegang ini.” Sehun mengisyarakatkan Min Young untuk memegang payung.

“Ne?”

“Pegang sebentar.” Sehun mengambil jaketnya setelah Min Young Memegang payung.

“Pakai.”

‘Apa ini benar-benar terjadi?’ batinnya.

“Kau kedinginan.” Min Young mengambil jaket itu dan memakainya.

“Khamsahamnida, Sunbae.”

“Kau takkan mem\nemukan taksi kalau menuggu di sini. Ikuti aku.” Sepanjang jalan mereka hanya diam. Sampai Sehun menghentikan langkahnya.

“Lain kali kalau mau mencari taksi kau harus menunggu di sini.”

“Ne,. Khamsahamnida, Sunbae.” Tak lama kemudian ada taksi yang melintas dan Sehun langsung menyetopnya. Lalu Min Young masuk ke dalam taksi.

“Sunbae tidak naik?”

“Ani. Aku naik bus. Jalan, ajjushi.” Kata Sehun pada supir taksi.

Min Young memandangi Sehun dari kaca belakang taksi.

“Ajjushi, tolong  mundur ke tempat tadi.” Min Young membuka kaca jendela begitu taksi berhernti tepat di tempat Sehun.

“Khamsahamnida, Sunbae.” Kata Min Young lalu tersenyum.

“Jalan, Ajjushi.”

‘Ada apa denganku?’ Sehun memegang dada kirinya.

……………

 

Setiap hari Jeo Rin selalu berangkat dan puang sekolah bersama Suho. Terkaang ia pulang sendiri kalau Suho ada kelas tambahan. Jeo Rin dan Suho juga sering menghabiskan waktu istirahat bersama di taman belakang sekolah yang mereka pikir hanya mereka yang mengetahui tempat itu. Seperti sekarang, Jeo Rin yang hendak menemui Suho menghentikan langkahnya karena ada yang menghalangi jalannya.

“Minggir.” Kata Jeo Rin datar.

“Hoobae yang tidak sopan.” Kata namja itu yang ternyata adalah Kai. Jeo Rin menghela nafas.

“Minggir, Sunbae.”

“Jadi, kau yeojachingunya Kim Suho?” Kai mengamati Jeo Rin lalu melihat nametag Jeo Rin.

“Kang Jeo Rin. Nama yang cantik sama seperti pemiliknya.”

“Bisakah sunbae menyingkir sekarang? Aku buru-buru.”

“Ah.. Kau harus menemui Suho, ya?” tangan Kai bergerak mengelus pipi Jeo Rin yang langsung ditampik Jeo Rin.

“Jangan sentuh aku.” Entah kenapa Jeo Rin merasakan aura tidak enak dari Kai.

“Kau cantik kalau seang marah, tapi akan lebih cantik kalau kau tersenyum.”

“Aku membuang-buang waktuku meladeni orang gia sepertimu. Minggir…”

“Baiklah. Selamat bersenang-senang dengan Suho.” Kata Kai dengan senyum yang tak bias diartikan. ‘Nikmati waktumu yang tersisa dengan Suho, Jeo Rin. Kupastikan tak lama lagi kau akan menjadi milikku.’ Batin Kai.

……………

 

Sejak hari itu, Kai selalu mengganggu Jeo Rin. Hanya saja ia tidak melakukannya apabila ada Suho. Sekarang, Kai yang sedang bersama Kris dan Chanyeol di cafeteria hanya memandangi Jeo Rin yang sedang menikmati orange juicenya.

“Belakangan ini kau aneh, Kai.” kata Chanyeol.

“Maksudmu?’

“Frekuensi permainanmu berkurang.” Kris menimpali. Kai hanya tersenyum melihat temen-temannya.

“Kalian akan tah setelah melihat ini.” Kai berdiri dan be4rjalan menuju meja Jeo Rin. Chanyeol dan Kris hanya memandangi Kai dari meja mereka seakan sudah tahu apa maksud Kai.

………….

 

“Kau tidak bersama Suho?” Jeo Rin mendengus kesal ketika mendengar sura yang belakangan ini mengganggunya.

“Bukan urusanmu.”

“Kau cuek sekali.”

“Kau tidak punya kerjaan lain selain menggangguku?” kesabaran Jeo Rin habis.

Misun-ah, ayo kita ke kelas.” Langkah Jeo Rin terhenti karena Kai menahan tangannya.

“Kenapa pergi? Padahal minumanmu belum habis.”

“Karena kau menggangguku. Lepaskan tanganku.”

“Tidak, sebelum duduk di sini menemaniku.”

“Lepas!”

“Lepaskan tangan Jeo Rin!” terdengar suara lain yang membuat Kai melepaskan tangannya.

“Oppa?”

“Dan kuperingatkan jangan pernah kau mendekati Jeo Rin.”

“Aku hanya ingin berkenalan dengan hoobae kita yang canti ini.” Kai tersenyum pada Jeo Rin.

“Kalau begitu aku permisi.” kata Kai lalu menepuk pundak Suho. Suho terdiam di tempat. Ia berpikir kenapa Kai mendekati Jeo Rin.

“Oppa, sudah bel. Ayo, kita ke kelas. Kajja, Misun-ah.”

…….

 

Sekolah sudah mulai sepi. Begitu bel pilang sekolah berbunyi semua murid langsung bergegas pulang. Tapi tidak dengan Min Young. Ia sedang menunggu seseorang di gerbang sekolah. Bahkan ia menyuruh supirnya untuk tidak menjemputnya.

‘Aku harus mengembalikan jaket Sehun sunbae.’ batinnya. Dan saat itu motor sport Lu Han berhenti di depan Min Young.

“Kau tidak dijemput, Young?” tanya Lu Han begitu membuka helmnya. Sia-sia usahanya menjauhi Min Young karena ia tidak bisa.

“Oppa? Ani, aku tidak dijemput. Kenapa sepertinya oppa menghindariku belakangan ini?”

“Aniyo. Oppa tidak menghindarimu. Ini tahun terakhir oppa, jadi oppa harus fokus untuk ujian akhir.” Jawab Lu Han bohong.

“Oppa, kau tahu beberapa hari yang lalu Kai minta maaf padaku.” ‘Jadi, waktu itu Kai minta maaf? Cara minta maafmu berlebihan, Kai.’ batin Lu Han.

“Lalu?”

“Aku memaafkannya. Rasanya setelah memaafkan Kai kejadian itu seperti tidak pernah ada.”

“Baguslah kalau begitu.”

“Kajja, oppa antar kau pulang.” Min Young melihat ke dalam sekolah, berharap Sehun muncul.

“Kau menunggu seseorang?” Min Young menggelengkan kepalanya.

“Kajja, oppa.”

……………..

 

Saat ini Min Young sedang berada di perpustakaan. Hanya sesekali ia ke cafetaria bersama Jeo Rin, Min Ra, dan Misun. Alasannya, dia memang suka membaca buku baik novel ataupun yang berkaitan dengan pelajaran dan hanya di perpustakaan dia bisa lebih sering melihat Sehun. Min Young sedang berusaha untuk mengambil buku yang menarik untuk dibacanya. Walaupun dia sudah berjinjit, Min Young tetep tidak bisa untuk mengambil buku itu. Tiba-tiba saja ada tangan lain yang mengambil buku itu. Min Young mandongakkan kepalanya melihat siapa yang mengambil buku itu. Dan saat itu jantung Min Young langsung berdegup kencang. Sehun memberikan buku itu pada Min Young.

“Khamsahamnida, Sunbae.” Sehun mengangguk lalu pergi. Min Young langsung mencari tempat duduk untuk membaca buku. Dan kali ini ia mengambil tempat duduk yang jaraknya dekat dengan Sehun. Min Young membuka bukunya, tapi ia tidak bisa konsentrasi sama sekali. Ia terus mencuri pandang ke arah Sehun.

‘Apa aku mengungkapkan perasaanku sekarang? Tapi ini bukan styleku, mengungkapkan perasaan pada namja. Tapi aku menyukainya. Eoteokhae?’

‘Lupakan gengsimu, Min Young.’ Min Young bergelut bengan batinnya.

‘Tapi bagaimana kalau aku ditolak?’ Min Young manghela napas.

‘Aku harus mencoba. Ditolak atau  tidak, masalah belakang.’ batin Min young. Min Young mengambil kertas dan pena yang ada di atas meja. Ia menulis sesuatu di sana lalu melipat kertas itu.

“Ssst… Sunbae.’ panggil Min Young pelan. Ia langsung menyerahkan kertas itu begitu Sehun menoleh padanya dengan wajah dinginnya. Sehun mengambil kertas itu dan membaca tulisan Min Young.

“Aku menyukaimu, Sunbae.” Sehun mengambil pena, menulis balasan dan menyerahkan kertas itu pada Min Young.

“Lalu?” Itu balasan Sehun. ‘Perasaanku tidak enak.’ batin Min Young. Min Young menghela napas panjang, menulis balasan untuk Sehun.

“Bolehkah aku menjadi yeojachingumu?” Kalau Min Young memperhatikan Sehun saat ini pasti pasti ia bisa melihat senyum Sehun. Ya… saat ini Sehun sedang tersenyum. Sayangnya, Min Young lebih memilih melihat bukunya. Sebenarnya Sehun ingin tertawa. ‘Biasanya orang yang menyatakan perasaannya padaku mengatakan “maukah oppa menjadi namjachinguku?”, tapi yeoja in tidak.’ batin Sehun. ‘Kenapa Sunbae lama sekali? Apa ia sedang mencari kata-kata yang sadis untuk  menolakku?’ batin Min Young gusar. Sehun menyerahkan balasan untuk Min Young.

“Temui aku di atap sekolah setelah bel pulang nanti.” ‘Apa Sunbae mau menolakku?’ Min Young menyerahkan kertas pada Sehun setelah menulis sesuatu di sana.

“Aku akan mengembalikan jaket sunbae nanti.” Sehun tersenyum tapi tidak dilihat Min Young lagi. Ia melipat dan memasukkan kertas itu ke saku blazernya.

………….

 

Author POV end

 

Sepulang sekolah

 

Sehun POV

Aku tidak menyangka kalau yeoja itu, Shin Min Young menyukai. Aku mengetahui namanya karena ia menarik perhatian namja yang ada di sekolah ini dan ia yeoja yang digosipkan dekat dengan Lu Han. Dia juga menarik perhatianku sejak pertama kali aku melihatnya di perpustakaan. Dibandingkan dengan Lu Han aku tidak ada apa-apanya. Semoga saja gosip itu tidak benar. Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini pada yeoja manapun. Jantungku selalu berdegup kencang setiap melihatnya. Entah apalagi yang kurasakan kalau berada di dekatnya.

“Sunbae..” Aku membalikkan badanku begitu mendengar suaranya. Aku memasang wajah dinginnku yang sebelumnya tersenyum.

“Apa jawaban Sunbae?” tanyanya khawatir.

“Apa kau mengenalku?”

“Ne. Nama sunbae Oh Sehoon, kelas XII-A. Sunbae orang yang berprestasi di sekolah ini. Sunbae sangat populer di kalangan yeoja. ‘Baiklah. Itu sudah cukup.’ batinku.

“Lalu kenapa kau menyukaiku?”

“Apa harus ada alasan untuk menyukai seseorang?” tanyanya.

“Aku hanya ingin tahu kenapa kau menyukaiku.”

“Aku tidak tahu. Pertama kali melihat sunbaeada sesuatu yang berbeda yang tidak pernah kurasakan dengan namja lain. Aku tidak bisa menggambarkan perasaanku begitu melhat sunbae.”

“Hanya itu?” Dia merasakan hal yang sama sepertiku.

“Karena sunbae tampan.” katanya disertai tawa.

“Aku memang tampan.”

“Jadi, apa jawaban sunbae?” Aku berjalan mendekatinya, menyisakan jarak hanya beberapa senti. Aku berdeham dan melihat nametagnya.

“Shin Min Young, jangan berbicara sebelum aku selesai bicara.”

“Aku….” Kulihat Min Young menundukkan kepalanya. Aku mengangkat dagunya agar bisa melihat wajah yang selalu memenuhi kepalaku. Tapi Min Young malah memejamkan matanya. Tanganku beralih mengelus pipinya. Aku pasti sudah gila karena yang kulakukan malah mendekatkan wajahku ke wajahnya dan mencium bibirnya.

“Sun..bae..” katanya terbata dengan pipi merona setelah aku mencium bibirnya.

“Aku menyukaimu. Maukah kau menjadi yeojachinguku?” wajahnya terkejut begitu aku selesai bicara. Detik berikutnya dia memelukku dan aku membalas pelukannya.

“Jadi apa jawabanmu?” Se Hun melepas pelukannya dan menatap mata Min Young.

“Sunbae sudah tahu kalau aku menyukai sunbae. Aku mau jadi yeojachingu sunbae.”

“Aah.. Ini jakrtmu sunbae. Khamsahamnida.” Min Young menyerahkan kantong kertas pada Sehun.

“Untukmu saja.” Sehun memakaikan jaketnya pada Min Young.

“Sebagai tanda kau telah menjadi milikku mulai hari ini.” Lagi-lagi Sehun membuat pipi Min Young merona.

“Sunbae… ucapan Min Young terputus.

“Sekarang kita resmi pacaran, jangan memanggilku sunbae atau panggilan formal lainnya.” Min Young tampak berpikir.

“Sehunnie, oppa?”

“Terserah, asal jangan panggilan formal. Kajja, kita pulang.” Aku berjalan lebih dulu dan Min Young mengikutiku dari belakang.

 

Sehun POV end

 

Author POV

Saat hampir mencapai gerbang sekolah Sehun menghentikan langkahnya.

“Ada apa, oppa?” tanya Min Young begitu berada di samping Sehun. Sehun lalu menggenggam tangan Min Young.

“Begini lebih baik. Kau dijemput?”

“aku tidak dijemput, oppa. Aku mau naik bus dengan oppa.”

“kau yakin?”

“Ne. Apa tidak boleh?” Sehun tampak berpikir. Ia yakin Min Young pasti tidak pernah naik bus.

“Oppa?” Min Young menatap penuh harap pada Sehun.

“Baiklah.”

……………….

 

Sehun menunggu Min Young di gerbang sekolah mereka. Ia tersenyum begitu Min Young sampai sekolah dan berjalan ke arahnya. Mungkin sebentar lagi Min Young akan mengetahui seperti apa namjachingunya.

“Bagaimana tidurmu semalam?”

“Nyenyak, oppa,” Sehun menggenggam tangan Min Young dan berjalan memasuki sekolah.

“Ada apa?” Sehun membalikkan tubuhnya karena Min Young hanya diam di tempat. Min Young melihat tangannya yang digenggam Sehun.

“Biarkan seperti ini. Aku tidak ingin melihat ada namja yang menatapmu dengan tatapan memuja karena sekarang kau milikku, Youngie.” Perkataan Sehun tadi sukses membuat pipi Min Young merona.

“Kajja!” Mereka melanjutkan perjalanan mereka tapi langkah mereka terhenti lagi karena ada yang memanggil Min Young.

“Min Young!”

“Kai!” Sehun menatap tajam pada Kai yang dibalas tatapan tajam juga dari Kai.

“Kenapa kau bisa bersama orang ini?”

“Dia punya nama, Kai. Oh Sehoon namanya.” Min Young menatap sebal pada Kai.

“Terserah. Wae?”

“Itu karena…..”

“Dia yeojachinguku. Kami pacaran>” Sehun memotong ucapan Min Young

“Mwo?”

“Wae? Apa kau berencana mendekati Min Young? Buang jauh-jauh pikiranmu itu. Karena aku tidak akan membuarkan namja manapun mendekati Min Young, apalagi namja sepertimu.” Sehu menarik Min Young meninggalkan Kai.

“Lu Han… Apa dia sudah tahu?” Kai memandangi Min Young yang berjalan dengan Sehun.

……………..

 

Kabar Sehun dan Min Young yang pacaran sudah menyebar layaknya virus di EXO high School. Sehun yang menolak banyak yeoja berpacaran dengan Min Young yang dikagumi muri namja di EXO High School menjadi hot issue.

“Min Young, apa gosip itu benar?” tanya Min Ra saat mereka baru kelluar dari ruang ganti. Kelas mereka baru sajaselesai pelajaran olahraga.

“Ne, Ra-ya.” jawab Min Young malu-malu.

“Chukkae, Young-ah. Bagaimana bisa kau meluluhkan sunbae dingin itu?” tanya Min Ra antusias.

“Sehun oppa juga menyukaiku. Kau tahu, aku sangat takut ditolak waktu itu.” Tanpa mereka sadari Lu Han mendengar percakapan mereka dari awal. Lu Han memutuskan bolos dari kellasnya begitumendengar gosip itu. Dan kenyataan yang ia dapat adalah gosip itu benar adanya. Lu Han melangkahkan kakinya menuju lapangan basket indoor. Lu Han melampiaskan kemarahannya di sana. Berkali-kali ia mencoba memasukkan basket ke dalam ring tapi selalu gagal.

“Kenapa kau tidak pernah melihatku, Min young? Apa kau tidak bisa mengartikan perhatianku padamu selama ini?”

“Aku menyukaimu..”

“Aku mencintaimu, Min Young….”

“Arrrgh……” Lagi. Bola yang dilempar Lu Han tidak masuk ke dalam ring. Selang beberapa detik kemudian ada bola lain yang masuk ke dalam ring.

“Seharusnya kau mengattakan perasaanmu pada Min Young sebelum ia menjadi  milik orang lain.” Lu Han mengenali suara ini.

“Apa kau mau menertawakanku, Kai?”

“Tidak, Lu Han. Aku hanya ingin kau tahu kalau kau masih punya tempat untuk berbagi. Kau masih punya aku. Aku tahu kalau kau tidak pernah memberitahu kalau kau menyukai Min Young pada Sehun dan Suho.”

Apa Min Young akan menjadi milikku kalau aku mengungkapkan perasaanku pada Min Young sejak awal aku melihatnya?”

“Aku tidak tahu. Tapi aku yakin saat itu dia pasti menerimamu.”

“Apa yang harus kulakukan sekarang? Orang yang menjadi namjachingu Min Young adalah temanku sendiri.”

“Kau mencintai MinYoung?”

“Kau mengenalku, Kai. Dan kau sudah mendengarnya tadi.”

“kalau begitu relakan Min Young dengan Sehun.”

“Mwo?”

“Kau mencintainya kan? Relakan dia, Lu Han.” Lu han berpikir sebentar, detik berikutnya dia tertawa.

“Hahaha…. Aku baru tahu kalu namja playboy sepertimu punya pemikiran seperti itu.” Kai juga ikut tertawa.

“Aku juga punya perasaan.”

“Jadi…. apa kita sudah berteman sperti dulu?” tanya Kai. Ia sangat berharap bisa berteman lagi dengan Lu Han.

“Ne, karena kau sudah memberi saran yang bagus. Aku akan mencobanya.”

“Kenapa kau membolos?” tanya Lu Han.

Seonsangnim yang mengajar sudah tua dan tidak cantik. Membuatku tidak semangat.”

“Dasar..”

…………

 

Min Young benar-benar keterlaluan. Dia tidak memberitahuku kalau dia sudah jadian dengan Sehun oppa. Aku malah tahu dari murid-murid yang bergosip di kelaskku. Dan saat ditanya ia hanya menampakkan wajah tidak berdosanya. Tapi bagaimana dengan Lu Han oppa? Aku tahu dia menyukai Min Young dari cara dia menatap dan memperlakukan Min Young. Dan sekarang dia meninggalkanku pulang. Padahal aku mau mengajaknya ke mall. Suho oppa masih ada kelas tambahan, satu jam lagi baru pulang. Jeo Rin terus berkata-kata dalam hati. “Aku malas cepat sampai rumah.” Jeo Rin mengambil handphonenya.

 

To: Suho Oppa

Oppa, aku menunggumu pulang..

 

“Satu jam. Apa yang bisa kulakukan di sekolah? Aku bukan yeoja seperti Min Young yang tahan membaca buku. Sepertinya berenang ide yang bagus.” Jeo Rin melangkahkan kakinyamenuju kolam renang indoor. Saat ini sekolah sudah sepi. Dan tidak ada murid EXO High School yang mau berenang kecuali di jam pelajaran olahraga.

…………….

@ indoor swimming pool

 

Jeo Rin langsung berenang begitu ia selesai mengganti baju. Yeoja ini sangat suka berenang. Ia sangat menikmati saat-saat ia berenang seperti ini. Ia merasakan keberadaan orang lain di kolam selain dirinya tapi buru-buru ia tepis. Jeo Rin berhenti di pinggiran kolam, tiba-tiba seseorang muncul di depannya. Mengibaskan rambutnya yang basah.

“Neo!”

“Hai..” Orang itu adalah Kai.

“Kau mengikutiku?”

“Ani, aku hanya ingin berenang.” Kalimat ini jelas sekali Kai berbohong. Ia memang mengikuti Jeo Rin.

“Aku pikir kau memakai bikini.”

“Michisseo. Kau membuat moodku untuk berenang hancur.” Jeo Rin hendak pergi dari tempat itu tapi Kai sudah lebih dulu mengunci tubuh Jeo Rin.

“Walaupun kau memakai pakaian renang tertutup aku tahu kau mempunyai tubuh yang ‘wow’.”

“Kau  mesum!” Kai menyeringai. Satu tangan Kai melingkar di pinggang Jeo Rin, menarik Jeo Rin merapat pada Kai. Jeo Rin membulatkan matanya.

“Ekspresimu benar-benar menggoda, baby.” Bisik Kai di telinga Jeo Rin. Sekuat tenaga Jeo Rin mendorong Kai dan dia berhasil melepaskan diri dari Kai.

“Lupakan hal tadi. Aku tidak ingin kau menganggapku namja yang mesum.”

“Kau memang mesum.”

“Aku ingin menantangmu. Sepertinya kau pandai berenang.” Jeo Rin nampak tertarik dengan tantangan Kai.

“Apa?”

“Berenang bolak-balik kolam ini. Siapa yang tercepat dia pemenangnya.”

“Hanya itu? Baiklah.”

“Tentu saja tidak semudah itu. Yang menang bisa meminta apapun dari yang kalah.”

“Kau mengajakku bertaruh?” Kai menganggukkan kepalanya.

“Kalau aku menang kau harus kencan denganku.”

 

TBC


Beautiful Target (Chapter 2)

$
0
0

Beautiful Target (Chapter 2)

Author : @ghinaga

Main Cast :

  • Park Chanyeol (Exo-K)
  • Lee Hae Yoon (OC)

Support Cast : All member Exo-K

Length : Multi-Chapter

Genre : Romance, Friendship

Rating : Teen

“..apa maksudmu ?” tanya Hae Yoon. Suaranya agak bergetar, ia tak menyangka Chan Yeol akan berkata seperti itu.

Chan Yeol terdiam, ia baru sadar. Tadi ia telah menyatakan perasaannya pada Hae Yoon. “bagaimana ini ??”

“kau..”

“aku hanya bercanda..” potong Chan Yeol. Ekspresi wajahnya berubah secepat kilat. Ia menyelipkan tawa dalam kalimatnya agar Hae Yoon tak mencurigainya.

Hae Yoon menghela napas lega. Ia tak tahu bagaimana harus menyikapi Chan Yeol jika ‘pelatihan’ itu benar-benar Chan Yeol minta.

“tapi, sepertinya bagus juga..” tambah Chan Yeol. Nalarnya bekerja, seandainya Hae Yoon mengiyakan pelatihan itu dan menjadi kekasih Chan Yeol walau hanya berakting, itu merupakan keajaiban untuk Chan Yeol.

“apa harus ?”

“kalau iya, apa kau mau ?”

“demi pekerjaan, akan ku lakukan segalanya.”

*

Chan Yeol sedang memilih baju apa yang akan ia kenakan saat kencan pertamanya denga Hae Yoon, ya.. walau ini hanya pura-pura.

Baek Hyun memperhatikan Chan Yeol yang sedang sibuk memilih pakaian, sementara ia sedang membaca majalah di kasurnya.

“mau kemana ??” tanya Baek Hyun yang berhenti membaca majalah karena terganggu dengan aktivitas Chan Yeol.

“kesuatu tempat.”

“jangan bilang kau berkencan ??”

“hei, bagaimana dengan baju ini ? apa aku terlihat keren ??” sela Chan Yeol mengalihkan pembicaraan.

“kau belum menjawab pertanyaanku..”

Chan Yeol segera merapikan pakaiannya tanpa menanggapi Baek Hyun. Sebelum Baek Hyun bisa bertanya lagi, Chan Yeol sudah mengatakan, “aku pergi, mungkin akan pulang terlambat.”

Baek Hyun hanya melihat pintu yang telah tertutup. Pertanyaan-pertanyaan mulai muncul dibenaknya. Tapi, yasudahlah.. biarkan Chan Yeol bahagia.

**

Chan Yeol memarkirkan mobilnya. Ia turun dari mobil dengan tergesa-gesa sambil memastikan jam. Ia terlambat selama 10 menit.

Ia sedikit berlari, kekhawatiran nampak jelas diwajahnya. Apa Hae Yoon masih menunggunya ?

Seorang yeoja telah menunggu tepat ditepi sungai. Ia sedang memandang jauh. Chan Yeol merasa lega. Yeoja yang mengenakan jaket kulit warna coklat, dengan mini dress pink rose dan stocking coklat gelap yang dipadukan dengan knit berwarna krem serta boots coklat itu masih menunggunya. Yeoja itu benar-benar menikmati musim gugur, dan itu sangat cocok untuknya.

Chan Yeol mengatur napasnya, ia berjalan dengan tenang menghampiri Hae Yoon. Dengan mantap ia memegang pundak Hae Yoon. Hae Yoon pun menoleh, lalu tersenyum manis pada Chan Yeol.

Jantungnya berdegup cepat. “kenapa ia bisa secantik ini ??”

“Baiklah, kita mulai darimana ??” tanya Hae Yoon dengan lembut. Pertanyaannya membuat Chan Yeol tersadar.

“ah ? bagaimana kalau kita ikuti naskah ?”

“kau yakin ??”

Chan Yeol mengangguk mantap. Hae Yoon hanya bisa menuruti Chan Yeol. Ia kira Chan Yeol tidak akan mengikuti nasakah, karena pada cerita itu Hae Yoon adalah yeoja yang dengan terpaksa berada disamping Yeol. Sedang Chan Yeol, berperan sebagai seorang namja yang berhati baik, romantis, dan tulus mencintai si tokoh wanita.

Adegan ini dimulai dari Ji Hye, yang diperankan sementara oleh Hae Yoon, dan Chan Yeol yang memerankan dirinya sendiri sedang melihat-lihat keindahan sungai han.

“sebelum berakting. Aku minta kau melakukan segalanya dengan natural. Anggaplah aku ini memang kekasihmu. O, ya kurasa akan lebih baik kalau kita tidak mengikuti dialog yang ada dinasakah, hanya mengikuti watak tokoh dan beberapa situasi yang ada.”

“tentu aku akan melakukan semuanya dengan tulus. Aku akan menganggapmu sebagai kekasihku, bahkan aku akan menjadikan mu kekasihku..”

“aku akan berusaha keras memainkan peranku dengan baik. Jadi, mari kita mulai..”

Chan Yeol berjalan menyusuri tepi sungai han sambil menggenggam tangan Ji Hye yang sedang diperankan oleh Hae Yoon. Sebenarnya mereka masih agak canggung dengan peran masing-masing, tapi yang ada dipikiran Hae Yoon hanya, ‘ini demi pekerjaan. Tidak lebih’ sementara Chan Yeol menikmati keadaan.

Mereka sudah berjalan cukup jauh, hingga pada akhirnya Chan Yeol menghentikan langkahnya lalu melepas genggamannya. Tentunya Hae Yoon bertanya-tanya. Ia menatap Chan Yeol seolah mencari jawaban atas tindakannya.

“aku bosan. Bagaimana kalau kita makan ?” kata Chan Yeol pada akhirnya. Nada bicaranya sangat lembut, sepertinya akting Chan Yeol membaik atau ini bukan akting ??

Hae Yoon hanya menganggukan kepalanya. Karena, jika tokoh Ji Hye ditanya seperti itu pasti responnya hanya menganggukan kepala seperti yang Hae Yoon praktekkan.

***

Suasana semakin membaik. Mereka mulai tak canggung memerankan tokoh masing-masing. Hae Yoon juga sudah larut dengan perannya sebagai Ji Hye, yeoja yang merasa kasihan pada Chan Yeol, makanya ia mau diajak jalan bersama Chan Yeol dan melakukan aktivitas seperti sepasang kekasih, walau selama ini tak ada ketulusan dari hatinya tak ada kasih sayang atau cinta untuk Chan Yeol dari lubuk hatinya. Padahal Chan Yeol sangat menyayangi Ji Hye dan tulus mencintainya. Begitulah kira-kira penggambaran tokoh Ji Hye dan Chan Yeol dalam mini drama itu.

Kini mereka sedang jalan-jalan didaerah Myungdong. Hae Yoon melihat penjual gulali, ia segera menghampiri penjual itu dan membeli satu gulali.

“kau mau ?” tanya Hae Yoon sambil menyodorkan gulali.

Chan Yeol hanya menggeleng sambil tersenyum lembut. “kau saja..”

Mereka pun meninggalkan stand penjual itu. Langkah kaki mereka sama, walau tak disengaja mereka berjalan sejajar seperti sepasang kekasih sungguhan.

Chan Yeol terus memandang lurus. Hae Yoon mulai bosan karena dirinya tak diperhatikan, ia pun mulai menggoda Chan Yeol dengan menyodorkan gulali tepat didepan mulutnya.

Saat Chan Yeol akan memakan gulali itu Hae Yoon segera menariknya kembali. Lalu, tersenyum. Chan Yeol hanya memandang Hae Yoon yang terlihat puas menggoda Chan Yeol. Hae Yoon kembali menyodorkan gulali, dan lagi-lagi saat Chan Yeol akan memakannya Hae Yoon menariknya. Chan Yeol mulai kesal, ia memasang wajah cemberut lalu berjalan mendahului Hae Yoon.

Hae Yoon yang merasa ditinggalkan segera menyusul Chan Yeol, lalu menyodorkan gulali sambil tetap berjalan seirama. “ayolah..” bujuk Hae Yoon.

Melihat raut wajah Hae Yoon, Chan Yeol pun memakan gulali itu. Tapi, dengan wajah isengnya, lagi-lagi Hae Yoon menarik gulali dan membuat Chan Yeol menghela napas. Hae Yoon tertawa puas. Tak tahan melihat sikap Hae Yoon, Chan Yeol berusaha merebut gulali yang ada digenggaman Hae Yoon. Hae Yoon berusaha menghindari Chan Yeol dan melindungi gulalinya. Hingga Chan Yeol menyerah dan Hae Yoon tertawa puas.

****

Hari yang indah. Itulah kesan yang ada dihati Chan Yeol untuk hari ini. Ia sedang senyum-senyum sendiri sambil merebahkan tubuhnya dikasur. Baek Hyun baru saja memasuki kamar mereka. Ia tercengang melihat Chan Yeol yang sedang senyum-senyum sendiri sambil menatap atap kamar mereka.

“Chan Yeol-ah. Apa yang kau lakukan ??” tanya Baek Hyun sambil menutup pintu kamar. Ia mulai menghampiri Chan Yeol lalu duduk disampingnya.

“kau tahu ? hari ini sangat luar biasa..” jawab Chan Yeol sambil memeluk bantal dengan erat.

“apa yang terjadi ? ayo ceritakan..”

Chan Yeol melirik Baek Hyun. “suatu saat kau akan tahu. Tapi, sekarang bukan waktu yang tepat..” jawab Chan Yeol.

“huh. Sejak kapan kau memiliki rahasia ?? aku merasa curiga..”

Seseorang membuka pintu kamar mereka. Ternyata Suho.

“cepat keluar. Ada manager, katanya ada yang ingin dibicarakan..” perintah Suho lalu meninggalkan kamar mereka.

Chan Yeol dan Baek Hyun segera keluar dari kamar dan ikut berkumpul bersama yang lain.

Manager : “ada yang ingin kubicarakan..”

Suho : “apa itu ? kami sudah berkumpul semua.”

Manager : “soal mini drama kalian..”

Chan Yeol : “ada apa dengan mini drama kami ??”

Manager : “syuting akan ditunda untuk sementara..”

Chan Yeol, Kai, Baek Hyun : “mwo ?!”

Manager : “mini drama kalian akan dihentikan untuk sementara proses pengambilan gambarnya. Karena, Sutradara Lee harus melakukan promo untuk film terbarunya yang akan dirilis hari Minggu ini.”

Kai : “Sutradara Lee harus melakukan promo ?? lalu, bagaimana kelanjutan mini drama kami ?”

Manager : “tidak akan lama, kok. Sutradara Lee hanya mengambil cuti 3 hari untuk melakukan promo. Kita harus memberikan dia waktu, karena tak hanya di Korea promo juga berlangsung di Negara-negara lain yang terlibat dalam film ini.”

Exo : “whoaaa..”

D.O : “jadi, selama 3 hari ini apa kami boleh beristirahat ??”

Manager : “ya.”

Semua anak-anak Exo bersorak bahagia, sudah lama mereka tidak merasakan liburan.

Manager : “tapi, ingat.. kalian tidak boleh lupa latihan.”

Exo : “algeseumnida !”

 

TBC..

 

A/N : okay, what do you think about this ff, hm ? I hope you like it.. hehe, so I’ll waiting for your comment. See you next chapter ! ^^

 


TRUE LOVE (Chapter 3)

$
0
0

TL 

Title                : True Love (Chapter 3)

Author             : Jellokey

Main Cast        : Kim Jong In (Kai EXO-K)

Oh Sehun (Sehun EXO-K)

Luhan (Lu Han EXO-M)

Kim Joon Myun (Suho EXO-K)

Kang Jeo Rin (OC)

Shin Min Young (OC)

Support Cast   : Wu Fan (Kris EXO-M)

Park Chanyeol (Chanyeol EXO-K)

Do Kyungsoo (D.O EXO-K)

Byun Baekhyun (Baekhyun EXO-K)

Kim Min Ra (OC)

Jang Mi Sun (OC)

and others

Length             : Chaptered

Genre              : Romance, Family, School Life

Rating             : PG-16

Ff ini murni dari imajinasiku. Apabila ada kesamaan apapun itu merupakan unsur ketidaksengajaan. Happy reading all. Don’t forget to RCL ^^

“Kalau aku menang kau harus kencan denganku. Selama 1 minggu. Eottae?”

“Mwo?? Aku tidak mau.” Tolak Jeo Rin. Jeo Rin tidak mau hanya karena ia menerima tantangan dari Kai bisa memberi dampak pada hubungannya dengan Suho. Melihat Kai mendekati Jeo Rin saja sudah membuat Suho cemburu, apalagi kalau Suho melihat Jeo Rin jalan dengan Kai, mungkin hubungan mereka akan berakhir.

“Wae? Kau takut kalah?”

“Ani. Aku yakin aku bisa mengalahkanmu.”

“Lalu apa masalahnya? Ayo kita mulai.”

“Shirreo. Aku tidak mau Joon Myun oppa salaah paham padaku.”

“Berarti kau sudah tahu kalau aku akan menang.”

“Aku bisa mengalahkanmu.”

“Aku mengubah keinginanku. Kau hanya perlu menemaniku ke suatu tempat selama satu hari. Dan aku jamin Suho tidak akan tahu.” Jeo Rin tampak berpikir.

“Baiklah. Tapi kalau aku menang kau harus menjauh dariku. Deal?” ‘Aku tidak akan kalah, Jeo Rin-ah. Kalaupun aku kalah aku takkan menuruti permintaanmu. Karena kau akan menjadi milikku.’ Batin Kai. Kai tersenyum.

“Deal.”

“Ayo kita mulai. Di hitungan ketiga berenang. Kau siap?” tanya Kai dan Jeo Rin mengangguk.

“Hana, dul, set!”

Mereka mulai berenang. Kai sengaja bergerak lambat agar Jeo Rin merasa bisa mengalahkan Kai. Saat putaran ketiga Kai mulai mempercepat renangnya. Di putaran keempat Kai sudah menyamai Jeo Rin. Kai mengerahkan seluruh tenaganya karena Jeo Rin benar-benar pandai berenang. Dan Kai berhasil menang. Ia lebih cepat sepuluh detik dari Jeo Rin.

“Aku menang.” Kai tersenyum penuh arti pada Jeo Rin. Jeo Rin menatapnya kesal.

“Kau tidak berniat untuk mengingkari perjanjian kan?”

“Tenang saja. Aku bukan orang yang ingkar janji. Eonje?”

“Hari Minggu ini. Aku akan menjemputmu.”

“Tidak usah. Kita bertemu di sekolah saja.”

“Baiklah. Di sekolah jam 10.00 am. Sampai jumpa hari Minggu, baby.” Kaimeninggalkan Jeo Rin di kolam renang.

“Kenapa aku bisa kalah darinya?” Jeo Rin melihat jam dinding besar yang ada di kolam itu.

“Joon Myun oppa! Sepuluh menit lagi kelasnya berakhir.”

…………….

Sudah satu minggu Min Young resmi menjadi pacar Sehun. Tapi ia sama sekali tidak merasakan apa yang orang bilang tentang Sehun. Sehun yang dingin. Ia malah merasa sebaliknya. Sekarang Min Young sedang menuju atap sekolah. Kebanyakan mereka menghabiskan waktu bersama di atap sekolah atau perpustakaan. Posisi Sehun yang membelakangi Min Young membuatnya ingin mengejutkan Sehun. Min Young menutup mata Sehun dari belakang dengan berjinjit.

“Guess who?” kata Min Young dengan suara yang dibuat-buat. Sehun tersenyum dan memegang tangan Min Young yang menutup matanya.

“My girlfriend, Shin Min Young.”

“Kenapa oppa bisa tahu?” Min Young melepas tangannya.

“Apa aku perlu menjawabnya?” Sehun membalikkan badannya menghadap Min Young yang terdiam.

“Sepertinya memang harus kujawab. Yang pertama, karena hanya kau dan aku yang tempat ini. Dan yang paling penting karena aku mengenalimu, Youngie.”

Oppamengenaliku? Cepat sekali.” Min Young berjalan ke pagar pembatas yang memperlihatkan taman belakang sekolah.

“Aku mempunyai kelebihan dalam mengenalimu, Youngie.” Sehun memeluk Min Young dari belakang. Meletakkan dagunya di bahu Min Young.

“Jeo Rin?? Jadi ini yang ia lakukan bersama Suho oppa? Bertemu di taman belakang, aku baru tahu.”

“Mereka sudah ke taman belakang sejak hari pertama sekolah.”

“Oppa tahu?”

“Aku juga tahu apa saja yang telah mereka lakukan dan aku yakin mereka juga akan melakukannya hari ini.” Atap sekolah adalah tempat Sehun menenangkan diri. Terkadang ia juga tidur di tempat itu sebentar. Min Young memfokuskan matanya pada apa yang akan dilakukan dua objek yang sedang ia lihat.

“Kisseu..” Min Young berbisik. Sehun membalikkan tubuh Min Young. Ia juga mau melakukan apa yang Suho lakukan pada Jeo Rin. Tangannya melingkar di pinggang Min Young, mendekatkan wajahnya ke wajah Min Young. Min Young memejamkan matanya begitu bibir Sehun menyentuh bibirnya. Sehun melumat lembut bibir Min Young. Kedua tangan Min Young berada di dada Sehun. Sedikit berjinjit, membalas ciuman Sehun. Sehun melepas pagutan bibir mereka dan mendapati pipi Min Young merona. Min Young mengalihkan wajahnya ke samping karena Sehun terus memandangnya.Ia malu.

“Aku suka melihat wajahmu yang merona.” Sehun menarik dagu Min Young agar menatapnya.

Jadi oppa sering mengintip mereka pacaran?”

“Aku bukan mengintip, tapi melihat. Hanya saja mereka tidak tahu aku melihat mereka, Youngie.”

“Oppa tidak boleh melihat mereka.”

“Itu hal yang menyenangkan, Youngie. Aku mendapat tontonan gratis.” Sehun tersenyum jahil.

Oppa benar-benar berbeda dari yang orang-orang katakan.”

“Mereka tidak mengenalku, Youngie. Hanya kau, keluargaku, Suho, dan Lu Han yang tahu aku seperti apa. Tapi ada perbedaan saat aku berada di dekatmu. Mungkin ini terlalu cepat.” Min Young menunggu lanjutan kata-kata Sehun.

“Saranghae, Youngie.” Sehun memeluk Min Young.

“Na do saranghae, oppa.” Min Young tersenyum dalampelukan Sehun.

…………..

Akhirnya hari yang ditunggu Kai tiba. Hari dimana Jeo Rin menemani Kai satu harian. Kai datang lebih awal dari waktu yang ditentukan. Ia duduk di bagian depan mobil Porschenya.

‘Kencan dengan Jeo Rin. Baru kali ini aku menggunakan kata kencan.’ batin Kai. Walaupun Jeo Rin tidak beranggapan seperti Kai.

“Dan ini awal dari segalanya.” Kai menyeringai. Tepat jam sepuluh pagi Jeo Rin sampai di sekolah. Ia langsung menghampiri Kai.

“Kenapa kau berpakaian seperti itu?” tanya Kai heran melihat Jeo Rin mengenakan celana pendek di atas lutut, kaos warna baby blue, hoodie warna hitam dan sepatu kets. Tetap cantik. Hanya saja Kai berpikir bahwa Jeo Rin akan memakai dress sama seperti saat Jeo Rin bersama Suho. Selama ini Kai selalu mengikuti Jeo Rin.

“Hanya menemanimu kan?” Aku rasa tidak masalah memakai pakaian seperti ini.” Kai menghela napas lalu membuka pintu untuk Jeo Rin.

“Masuk, kita akan melakukan perjalanan yang jauh.” Jeo Rin masuk lalu diikuti Kai yang membuka pintu pengemudi dan mulai  menjalankan mobil. Jeo Rin membuka hoodienya.

“Aku tidak mau besok beredar godip murahan kalau aku jalan engan namja sepertimu.”

“Memang aku namja seperti apa?” Kai melihat ke arah Jeo Rin sekilas.

“Kau namja mesum.”

“Hanya itu yang kau tahu? Kau tidak tahu image-ku seperti apa di sekolah?”

“Aku tidak peduli.”

“Aku lupa.. Kau hanya peduli pada Suho-mu kan?”

“Bagus kalau tahu. Jangan sampai ada gosip murahan besok, atau aku akan melakukan sesuatu padamu.”

“Kau mau melakukan apa?” tanya Kai tertarik.

“Rahasia.”

“Tenang saja. Aku mengajakmu ke tempat yang hanya aku mengetahuinya.”

“Di mana?”

“Kan sudah kubilang hanya aku yang tahu.”

“Ms. Kang, bisakah kau tidak memanggilku dengan ‘kau’? Aku punya nama dan aku sunbaemu di sekolah.” Kai terus saja bicara.

“Namaku Kim Jongin. Biasanya orang memanggilku Kai, tapi khusus untukmu kau harus memanggilku Jongin.” Tak ada tanggapan dari Jeo Rin.

“Rin-ah..” Kai menoleh pada Jeo Rin.

‘Dia tidur. Perjalanan memang jauh.’ batin Kai. Kai menepikan mobilnya. Jalanan sepi saat itu. Kai mencondongkan tubuhnya, memperbaiki posisi kepala Jeo Rin agar tidak menyandar pada kaca mobil. Jantung kai berdegup kencang begitu melihat wajah Jeo Rin.

“Yeppo.”

‘Kau memang berbeda dari yeoja yang kutemui selama ini.’ Kai mengelus pipi Jeo Rin. Mendekatkan wajahnya ke wajah Jeo Rin dan mencium pipi Jeo Rin. Kai melihat ke arah bibir Jeo Rin.

‘Jangan, Kai. Kau pasti tidak akan berhenti di bibir saja.’ Batin Kai. Kai menjauhkan tubuhnya dari Jeo Rin dan kembali menyetir.

…………..

Kai menghentikan mobilnya di sebuah restoran. Mereka sudah keluar dari kota Seoul. Kai membangunkan Jeo Rin.

“Apa kita sudah sampai?”

“Belum. Aku hanaya ingin kita makan siang dulu.” Kai turub dari mobil dan membukakan pintu untuk Jeo Rin.

“Ini di mana?”

“Yang pasti kita tidak di Seoul. Kajja.” Kai menggenggam tangan Jeo Rin memasuki restoran. Jeo Rin langsung melepaskan tangannya dari genggaman Kai.

“Jangan sentuh aku.” ‘Akku bahkan sudah mencium pipimu saat kau tidur tadi.’ batin Kai.

………………

Setelah selesai makan mereka melanjutkan perjalanan selama 20 menit. Kai menghentikan mobilnya di sebuah pantai. Entah pantai apa namanya. Jeo Rin langsung keluar dari mobil ketika melihat pemandangan di depannya. Ia berlari ke tepi pantai lalu melebarkan kedua tangannya. Menghirup udara pantai yang segar. Pantai itu sangat sepi, bersih, dan sepertinya pantai itu bukan tempat wisata.

“Kau suka?” tanya Kai begitu berada di samping Jeo Rin.

“Apa nama pantai ini?”

“Aku juga tidak tahu.”

“Kkamjong beach.”

“Mwo? Kenapa kau menamai pantai dengan nama itu?” Jeo Rin menoleh pada Kai.

“Karena pantai ini eksotis, natural, seperti belum tersentuh tangan manusia.”

“Aku selalu datang ke sini kalau ada masalah atau sekedar untuk menyejukkan pikiran. Kau orang pertama yang kuajak ke sini.”

“Kenapa kau mengajakku ke sini?”

“Aku tidak mau memberitahumu.”

“Terserah. Andai saja yang bersamaku Joonmyun oppa pasti menyenangkan sekali.”

“Jangan bawa-bawa Suho, Jeo Rin-ah.” Jeo Rin tidak mempedulikan Kai. Ia membuka sepatunya lalu memainkan air pantai. Semakin ke dalam pantai sampai sebatas lutut.

“Ikannya lucu sekali.” Kai hanya memandangi Jeo Rin yang seperti baru pertama kali ke pantai. Kai duduk di pasir terus memperhatikan Jeo Rin. Ia mengambil handphonenya dan mengambil foto Jeo Rin dengan ekspresi bahagianya. Ia langsung memasukkan handphonenya begitu Jeo Rin mendekat padanya.

“Kenapa hanya duduk di sini?”

“aku lebih suka memandangimu.”

“Rayuanmu tidak mempan.”

“Apa kau ingin melihat sunset? Mungkin satu jam lagi kita bisa melihatnya.”

“Akku tidak ingin melihatnya bersamamu.”

“Tapi aku ingin melihat sunset bersamamu.” Jeo Rin mendengus kesal mendengar kata-kata Kai.

“Aku juga punya cottage di sini.”

“Punya keluargamu?”

“Ani. Punyaku walaupun aku meminta uang dari Appa untuk membangunnya. Tapi Appa sama sekali tidak tahu aku membangun cottage di sini.” Jeo Rin mengangguk mengerti.

“Akan kutunjukkan padamu.”

……………….

“Bagaimana menurutmu?” tanya Kai begitu sampai di cottagenya.

“Eeem.. bagus.” Cottage dengan nuansa klasik, menggunakan kayu untuk dinding dan lantainya. Kai menekan bel. Seorang wanita paruh baya membukakan pintu untuk mereka.

“Kai? Sudah lama kau tidak ke sini, nak.” Kai hanya tersenyum mendengarnya. Lalu wanita itu melihat ke arah Jeo Rin.

“Apa dia yeojachingumu, Kai?”

“Aniyo, ahjumma. Aku.. aku… Jeo Rin tidak tahu harus menjawab apa karena ia hanya menepati perjanjiannya dengan Kai.

“Dia temanku, ahjumma.” kata Kai.

“Teman apa teman?” ahjumma itu menggoda Jeo Rin.

“Lebih baik kita masuk. Kalian pasti capek menempuh perjalanan dari Seoul kemari.”

……………

“Apa kalian menginap?” tanya wanita paruh baya itu begitu sampai di ruang tamu.

“Ani, ahjumma. Kami pulang malam ini. Besok kami harus sekolah.”

“Kalau begitu ahjumma buatkan kalian makan malam dulu.” Ahjumma meninggalkan mereka di ruang tamu.

“Ahjumma itu siapa?”

“Dia Lee ahjumma, yang menjaga cottage ini. Aku sudah menganggap ahjumma seperti keluargaku sendiri.”

“Ooh..” Jeo Rin berjalan mengelilingi ruang tamu itu sekedar melihat-lihat lukisan yang ada di sana. Jeo Rin berhenti di meja hias di mana banyak foto Kai mulai dari kecil sampai sekarang. Mata Jeo Rin berhenti pada satu foto bergammbarkan seorang wanita.

“Dia yeojachingumu?” Kai menghampiri Jeo Rin. ‘Aku tidak pernah punya yeojachingu.’ batin Kai.

“Dia eommaku.” kata Kai sambil tersenyum.

“Eommamu? Muda sekali.” Jeo Rin memperkirakan umur eomma Kai sekitar 20-25 tahun.

“Eomma meninggal saat aku berumur enam tahun. Eomma menikah muda karena kecelakaan yang menghasilkan aku.” Jeo Rin menoleh pada Kai. Bisa ia lihat kesedihan di wajah tampan Kai.

“Lebih baik kita melihat sunset sekarang sebelum matahari terbenam.” Jeo Rin menarik tangan Kai, ia tidak mau Kai larut dalam kesedihannya.

………………..

“Wah.. benar-benar indah.” kata Jeo Rin begitu sampai di pantai. Jeo Rin mengeluarkan iPhone putih dari saku celananya.

“Fotokan aku..” ia menyerahkan iPhone-nya pada Kai. Berpose dengan tangan membentuk lambang love. Lalu Jeo Rin menghampiri Kai untuk melihat hasil fotonya.

“Kau tidak berfoto?”

“Aku mau berfoto denganmu.” ‘Yang penting dia tidak sediih.’ batin Jeo Rin.

“Baiklah.” Kai langsung mengambil iPhone hitamnya. Jeo Rin tersenyum dengan V sign-nya. Sesaat sebelum menekan tombol, Kai mencium pipi Jeo Rin.

“Yaa.. Kenapa kau menciumku?”

“Suasana seperti ini sayang dilewatkan. Seharusnya aku mencium bibirmu tadi biar lebih romantis.”

“Neo…!”

“Kajja, kita kembali ke cottage. Kita harus pulang malam ini kan?” Kai menggenggam tangan Jeo Rin.

“Jangan sentuuh aku.”

“Kau boleh menyentuhku tadi, kenapa aku tidak?” Kai tidak mempedulikan Jeo Rin yang terus meronta minta dilepaskan tangannya.

………………….

Sehabis makan malam, Kai dan Jeo Rin berpamitan pada Lee Ahjumma.

“Sering-seringlah datang kemari. Kalu bisa kalian menginap.” kata Lee ahjumma.

“Lain kali kami akan menginap, ahjumma. Kami pulang dulu ahjumma.” pamit Kai diikuti Jeo Rin yang tersenyum pada Lee ahjumma.

………………

“Kau boleh datang ke cottage kalau kau mau. Tapi tidak boleh bersama orang lain. Hanya denganku atau kau seorang diri.” kata Kai tetap fokus menyetir. Jeo Rin tidak menannggapi Kai.

“Aku sudah tidak berhutang janji lagi padamu. Setelah ini aku harap kau tidak muncul di hadapanku lagi.”

“Wae?”

“Tentu saja agar hubunganku dengan Suho Joonmyun oppa tidak bermasalah. Aku bahkan berbohong padanya agar aku bisa menepati janjiku padamu.”

“Aku jamin Suho tidak akan tahu, baby.”

“Jangan panggil aku seperti itu. Untung dia percaya kalau aku bersama Min Young.”

“Aku tidak akan menjauhimu. Apa berteman denganmu pun tidak bisa? Posesif sekali namjachingumu.”

“Aku tidak tahu kenapa, cara dia melihatmu berbeda dengan namja-namja yang dekat denganku. Jadi, lebih baik kau menjauhiku sebelum Joonmyun oppa melakukan sesuatu kepadamu.”

“Kau mengkhawatirkanku?”

“Ani. Aku hanya memperingatkanmu. Aku tidak peduli jika sesuatu terjadi padamu.”

“Aku tidak akan menjauhimu. Kau pikir aku takut pada Suho? Ini semakin menarik.” Kai menyeringai.

“Apa maksudmu?”

“Tidak ada. Aku tidak akan menjauh darimu.”

“Terserah. Yanng pasti aku sudah memperingatkanmu.”

‘Tenang saja, baby. Kupastikan kau akan segera menjadi milikku. Dan Suho, aku sudah menyiapkan rencana untuknya.’ Kai tersenyum evil.

……………..

“Lu Han oppa!” panggil Min Young di koridor sekolah. Lu Han menghentikan langkahnya. Ia menunggu Min Young dan Sehun yang berjalan ke arahnya sambil bergandengan tangan.

“Oppa ke mana saja?” Sehun tersenyum pada temannya itu.

“Kenapa aku tidak pernah melihatmu beberapa hari ini?” ‘Itu karena kau selalu bersamaku, Youngie.’ batin Sehun.

“Eeem… itu.. aku…” Lu Han tidak tahu harus berkata apa. ‘Tidak mungkin aku mengatakan kalau aku tidak bisa melihat Min Young bersama dengan Sehun.’ batin Lu Han.

“Kau kenapa, oppa? Wajahmu pucat sekali.” Min Young hendak menyentuh kening Lu han tapi ditahan Lu Han sebelum tangan Min Young menyentuh keningnya.

“Aku hanya tidak enak badan. Aku duluan ke kelas, Sehun, Min Young.” Lu han pergi dari situ karena tidak ingin berlama-lama melihat Min Young dengan Sehun.

“Lu Han oppa aneh. Kau tahu kenapa, Hunnie?”

“Hunnie?”

“Aku boleh memanggilmu apa saja asal tidak panggilan formal. Kau lupa, oppa?”

“Aniyo. Aku tidak tahu kenapa Lu Han seperti itu. Belakangan ini ia menjadi pendiam.”

……………..

Seperti yang dikatakan Kai, Kai tidak akan menjauhi Jeo Rin. Ia malah semakin gencar mendekati Jeo Rin.

“Pssst… Jeo Rin…! Makin hari makin cantik aja nih.” Saat ini Jeo Rin, Min Young, Mi Sun, dan Min Ra berada di cafetaria. Kai langsung mengambil meja tepat di sebelah meja Jeo Rin, bersama Chanyeol dan Kris. Kris dan Chanyeol berusaha menahan tawa mereka mendengar ucapan Kai.

“Gombalanmu pasaran sekali, Kai.” kata Kris.

“Aissh.. diam kalian.” Kai tambah kesal dibuat kedua temannya itu. Semua yang ia lakukan tidak mendapat perhatian dari Jeo Rin. Jeo Rin terkesan tidak mengenalnya. Min Ra yang melihat tingkah aneh Kai langsung memperingati Jeo Rin.

“Jeo Rin-ah, kau harus hati-hati. Spertinya Kai menjadikanmu targetnnya.”

“Target?”

“Kai dan dua temannya itu aalah namja playboy. Tapi aneh sekali. Yang aku dengar Kai tidak pernah mengeluarka kata rayuan dan dengan agresif mendekati yeoja.” Mi Sun menimpali.

“Aku bisa mendengar pembicaraan kalian. Mereka tidak mengenalku. Jangan dengarkan mereka, baby.” Tiba-tiba Kai muncul, mengambil tempat duduk kosong di mejaJeo Rin.

“Kenapa kau kemari, Kai?” kata Min Young tidak suka.

“Hanya ingin duduk dengan hoobae-ku yang cantik.” Kai dengan santainya meminum milkshake Jeo Rin berharap mendapat respon dari Jeo Rin. Tapi tetap saja Jeo Rin tidak peduli dengan apa yang dilakukan Kai.

“Ayolah, baby. Jangan pasang wajah seperti itu. Nanti kecantikanmu hilang loh.”

“Gombalanmu takkan mempan pada yeoja seperti kami, Kai.”

“Ya ya ya… hanya gombalan dari namja seperti Suho dan Sehun yang ampuh untuk kalian. Aku tidak tahu kenapa temanku masih menyukai yeoja tidak peka sepertimu, Min Young.” Kalimat terakhir Kai berhasil membuat Jeo Rin menoleh pada Kai. Kai tersenyum melihat hal itu.

“Kita memang sehati, baby. Kau pasti tahu apa yang aku pikirkan.”

“Apa maksudmu?” tanya Miin Young masih tidak mengerti.

“Cari tahu sendiri, Min Young.”

“Apa kedua temanmu itu yang kau maksud?”

“Kalau mereka bisa menyukai semua yeoja yang menurut mereka menarik. Kau benar-benar payah.” Kai meremahkan Min Young.

“Baby….” Kai berusaha memanggil Jeo Rin,

“Rin-ah…”

“Apa yang kau lakukan di sini?” tiba-tiba Suho dan Sehun muncul di situ.

“Oppa…”

“Haaah… namjachingumu sudah datang. Aku akan menemuimu lagi nanti, baby.” Kai pergi tanpa mempedulikan Suho. Suho dan Sehun bergabung di meja Jeo Rin.

‘Sepertinya aku memang harus memberimu pelajaran, Kai. Sudah cukup aku melihatmu yang selalu mendekati Jeo Rin.’ batin Suho.

…………….

Suho mencari Kai di tempat yang menurutnya biasa ada Kai. Dan ia tidak menemukan Kai di tempat yang ia pikirkan. Tempat terakhir yang ia pikirkan adalah lapangan basket indoor. Suho menemukan Kai di sana sedang bermain basket dengan Lu Han. Suho menangkap basket yang memantul ke arahnya dan memasukkan basket tersebut ke ring dari tempat ia berdiri.

“Suho, kau mau bergabung?” tanya Lu Han berusaha membuat suasana senyaman mungkin. Karena yang bisa ia simpulkan selama ini Kai dan Suho tidak berhubungan dengan baik. Entah apa masalah di antara mereka.

“Aku tidak sudi bermain dengan orang seperti dia.” Suho berjalan ke arah Kai dan menatap Kai tajam. Kai tersenyum sinis.

“Kau pikir aku mau bermain denganmu?”

BUKK!!

“Suho!” Lu Han terkejut dengan apa yang dilakukan Suho.

“Jangan Pernah kau dekati Jeo Rin lagi. Aku sudah cukup bersabar melihat tingkahmu selama ini.” Suho menarik kerah baju Kai.

“Aku tidak akan menjauhi Jeo Rin. Kau pikir aku takut padamu?”

“Brengsek!!” Suho memukul Kai lagi.

Gumanhae, Suho!” Lu Han berusaha menenangkan Suho. Suho melepaskan tangannya dari kerah baju Kai. Suho menatap Lu Han.

“Aku tidak tahu kenapa kau bisa berteman dengan orang ini.”

“Masalah kami sudah selesai, Suho.” Suho beralih menatap Kai.

“Jangan pernah dekati Jeo Rin. Karena aku tidak segan-segan untuk menghabisimu.” Suho berbalik hendak pergi dari sana.

“Aku akan merebut Jeo Rin darimu.”

TBC


[KaiStal Moment] Belongs to You 1/2

$
0
0

cats

Title : Belongs to You

Author : @ellenmchle

Main Cast :

  • Kim Jong In aka Kai (EXO-K)
  • Jung Soo Jung aka Krystal (f(x))

Support Cast :

  • EXO K’s member

Genre : Romance

Rated : T

Length : Twoshoot

Disclaimer : Fanfic ini murni hasil karya author @ellenmchle sendiri. Untuk cast semua hanya milik Tuhan. Buat yang uda ngebaca sebaiknya menjadi readers yang baik ya dengan meninggalkan jejak berupa comment/like karena comment/like dari kalian sangat berarti bagi author.

Don’t be a PLAGIATOR !

 

Seoul – 06.27 PM KST

@ EXO K’s Dorm

*Author’s POV*

Turunnya hujan salju membuat suhu udara kota Seoul malam itu terasa semakin dingin, tentunya hal ini membuat semua orang lebih memilih untuk beristirahat dan menghabiskan waktu mereka di rumah daripada harus keluar dengan pakaian tebal apalagi untuk sesuatu yang tidak jelas tujuannya. Malam itu 6 namja yang baru saja memulai debut mereka tahun ini kebetulan juga tidak ada jadwal jadi mereka menghabiskan waktu luang mereka di dorm tanpa ada niatan untuk keluar sama sekali. Seperti biasa (eomma) D.O sudah bersiap-siap dengan celemek bergambarkan chibi-nya yang merupakan pemberian dari fans itu, ya, sudah menjadi tugasnya untuk membuatkan makan malam untuk kelima member lainnya jika manager mereka tidak membelikan makanan untuk mereka.

“YA! BYUN BAEKHYUN ! Kau menghabisi ice-cream mint chocolate ku lagi, eoh ?!!”, pekik Chanyeol setelah memeriksa kulkas dan tidak menemukan ice cream yang baru dibelinya tadi sore itu.

“YA! Bisakah kau tidak berteriak-teriak seperti itu ?!”, balas D.O seraya menuangkan saus bolognese ke piring-piring yang berisikan pasta itu.

“Hyung ! Dia sudah mencuri ice cream ku untuk yang ke 8 kali, hyung ! Ini tindakan kriminal !”, jelas Chanyeol.

“Tindakan kriminal mwoya ?!! Siapa suruh kau menyimpannya begitu saja tanpa menyembunyikannya ! Jadi jangan salahkan aku jika aku memakannya.”, balas Baekhyun yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping D.O seraya mencicipi pasta buatannya itu.

“Massita !! Hyung, pasta buatanmu memang selalu enak ! Aku bantu bawakan ke meja makan ya..”, tawar Baekhyun seraya mengangkat piring-piring itu ke meja makan.

“YA! Tanggung jawab dulu ! Kau ingin melarikan diri, eoh ??!”, cegah Chanyeol.

“Ani. Aku janji akan mengembalikannya …. jika aku masih ingat ya.. kkk”, balas Baekhyun kemudian berlari keluar dari dapur.

“YA! Jangan kabur kau !!”, pekik Chanyeol kemudian berlari mengejar Baekhyun.

Ya, suasana dorm memang selalu ribut seperti itu setiap hari. Peperangan selalu saja terjadi antara couple satu ini “BaekYeol”, perang dunia ketiga memang tidak pernah terjadi dalam sejarah tapi bagi member EXO lainnya itu sudah terjadi setiap hari di dorm mereka dan yang lebih parahnya dorm akan disulap layaknya kapal pecah jika perang dunia ketiga sudah dimulai.

Beda dengan suasana dorm yang sedang ricuh itu, Kim Jongin alias Kai si dance machine itu malah sedang serius dengan laptopnya, dari jam 5 sore tadi dia berdiam diri di kamar dan lebih memilih mengotak-ngatik laptopnya daripada menemani si maknae Sehun yang sedang sibuk main game atau D.O yang sibuk dengan makan malam mereka. Ya, sepertinya ada sesuatu yang sangat menarik baginya hingga si pemilik nama panggilan Kkamjong itu tidak beralih dari laptopnya.

*Kai’s POV*

“Mwoya ige ?! Kapan foto-foto ini diambil ?!”, aku benar-benar kesal melihat beberapa postingan fansite Soojung. Bagaimana tidak ?! Foto-foto ini ….

fx krystal lee jong suk (1)

fx krystal lee jong suk

“Aegyo ?? Argh..!! Jinjja !” seketika mataku membulat saat menemukan foto ini..mwo ? Soojung ber-aegyo ? Bukannya dia terkenal dengan poker face nya itu ? Cih ?! Bisa-bisanya dia ber-aegyo dengan namja lain !

264948_196113787105884_5480863_n

“Jinjja ! DAEBAK !!!”, kesal, hanya satu kata yang bias ku ucapkan saat ini. Kesal ! bukan cemburu ! yah, oke, aku mengakuinya aku memang cemburu ! tapi hanya sedikit ! sedikit saja.. mungkin hanya 10% dari 100%.

Berselca sedekat dan beraegyo seperti itu ? Yah ! Apa kelebihan namja itu dibandingkan denganku ? Dia hanya lebih putih dariku ! Tidak ada yang istimewa darinya. Aku benar-benar seperti orang gila saat ini. Bagaimana tidak ? sudah hampir 2 minggu aku tidak bertemu dengan yeoja itu bahkan dia juga tidak menghubungiku sama sekali dan sekarang aku mendapati dirinya berselca dengan namja lain ? Fine ! Kau ingin bermain-main denganku Jung Soojung-ssi ?

*Author’s POV*

“Kkamjong-ah ! Cepatlah keluar ! Makananmu sudah hampir dingin.”, teriak D.O kesal karena roommate-nya itu belum juga keluar dari kamar sejak tadi sore.

Dengan tampangnya yang kusut itu akhirnya si pemilik nama lengkap Kim Jongin itu akhirnya keluar dari kamarnya dan berjalan mendekati meja makan.

“Waeyo ? Kenapa tampangmu tak karuan seperti itu ?”, tanya sang leader seraya memainkan garpunya.

“….”, tidak ada respon dari Kai, namja itu malah meneguk segelas air dan tidak menghiraukan pertanyaan Suho.

“Ya! Aku berbicara denganmu, Kkamjong !”, bentak Suho

“Sudahlah, hyung. Mungkin JongIn sedang datang bulan…kkkk”, balas Baekhyun yang diikuti tertawaan dari Chanyeol dan Sehun.

“YA!”, bentak Kai seraya memasang tatapan tajamnya itu ke arah Baekhyun.

“Sepertinya ada hubungannya dengan Soojung.”, D.O berbisik pada Suho.

“MWO? Soojung ?”, pekik Chanyeol yang ternyata mendengarkan bisikan D.O itu.

“Jinjja ? Karena Soojung kah, Kkamjong ?”, tanya Baekhyun penasaran.

“Ani.”, jawab Kai singkat.

“Oya, hyung. Kemarin Soojung menitipkan ini padaku saat kami bertemu di gedung SM, aku lupa memberikannya padamu. Mianhe”, tiba-tiba sang maknae memberikan sebuah amplop berwarna biru langit pada Kai.

“Buka ! Buka ! Buka !”, pekik Chanyeol dan Baekhyun bersamaan.

Kai membuka amplop itu dan hasilnya…

“YA! Kau mempermainkanku Oh Sehun ?!”, teriak Kai kesal karena ternyata tidak ada isi di dalam amplop itu. Hanya sebuah amplop kosong tepatnya. Kkk

“Kkk, lihat ekspresimu, hyung ! Kau memang sedang memikirkannya kan ? Biasanya pemberian dari Soojung tidak pernah mau kau buka langsung di depan kami semua. Kau pasti terlalu merindukannya hingga lupa bahwa ada kami di sini.”, jelas Sehun sambil menahan tawanya.

“Arghh, lama-lama aku bisa gila jika aku tidak segera meninggalkan tempat ini !”, ucap Kai kesal kemudian berjalan ke arah kamar.

Beberapa detik kemudian namja itu keluar dari kamar dengan mengenakan baju musim dinginnya. Mau kemana namja itu ? Apa dia ingin menyiksa tubuhnya dengan suhu kota Seoul yang begitu dingin ?

- Belongs to You-

*Author’s POV*

Namja itu berjalan menyusuri jalanan kota Seoul yang penuh dengan tumpukan salju. Dinginnya malam itu benar-benar membuat tubuhnya mengigil, dan bodohnya lagi namja itu lupa membawa sarung tangan.

Langkah kakinya terhenti di sebuah coffee shop tepatnya coffee shop dimana dirinya dan Soojung suka berjanji untuk bertemu. Ya, salah satu coffee shop favorit mereka. Tidak . Dia tidak berniat untuk masuk ke sana karena dia sedang tidak ingin dibayang-bayangi oleh yeoja bernama lengkap Jung Soojung itu.

Namja itupun melanjutkan perjalanannya dan berhenti di sebuah taman yang jaraknya tidak terlalu jauh dari dorm EXO. Berhenti dan kemudian duduk di salah satu ayunan yang ada di sana, memandangi sekitarnya yang lumayan masih ramai. Ya, untuk kali ini dia tidak berharap akan tertangkap paparazzi ataupun fans-nya, karena dia sedang tidak mood sama sekali untuk itu.

1 jam, 2 jam telah berlalu, sudah hampir 2,5 jam namja itu duduk di ayunan itu tanpa ada niatan untuk mengayunkannya sama sekali. Pikirannya kosong. Tidak tahu apa yang membuatnya menjadi sebodoh itu sampai harus menyiksa tubuhnya sendiri dengan suhu di malam itu.

“Kim Jongin-ssi, apa kau sedang berniat untuk membuat tubuhmu membeku ?”, suara seorang yeoja tiba-tiba membuyarkan lamunan namja itu.

Ya, seseorang yang berhasil membuat seorang Kim Jongin menjadi seperti ini. Jung Soojung alias Krystal.

“Neo ?”, balas Kai tak percaya melihat yang ada dihadapannya itu.

“Babo !”, ucap Krystal.

“Kau tahu, aku harus menempuh perjalanan selama 2 jam 12 menit dan mengorbankan waktu istirahatku hanya untuk datang ke tempat seperti ini.”, jelas Krystal seakan-akan terpaksa untuk datang.

“Aku tidak menyuruhmu datang. Dan tahu darimana kau aku di sini ?”, tanya Kai.

“Pulanglah..”, pinta Krystal.

“….”, tidak ada respon dari Kai.

“Aku tidak mau ikut membeku hanya karena menemanimu di sini, Kim Jongin !”, lanjut Krystal dengan nada sedikit tinggi.

“Jika mau pulang, pulanglah. Tidak ada yang memintamu untuk tetap berada di sini.”, balas Kai datar.

“YA! Kau ini sebenarnya kenapa ?”, bentak Krystal yang sudah terlanjur kesal itu.

Sebenarnya Kai tidak bermaksud untuk bersikap dingin pada Krystal, tapi entah kenapa perilaku Krystal yang selalu dingin itu membuatnya merasa semakin lama semakin tidak betah dan membuatnya berpikiran sekali-kali dia juga harus membalasnya dengan bersikap dingin kepadanya juga. Hampir 2 minggu tidak bertemu dan menghubungi satu sama lain, seharusnya Krystal lebih mengerti situasi dan kondisi Kai bukan ?

“Baiklah ! Jika tidak mau menjawab, aku pulang sekarang.”, lanjut Krystal kemudian berbalik membelakangi Kai.

Tidak ada niatan dari Kai untuk mencegah kepergian Krystal itu. Dia merasa sekali-kali harusnya Krystal yang mengalah bukan ? Mereka sudah menginjak 19 tahun dan harusnya satu sama lain juga sudah harus saling mengerti. Selama ini yang terjadi adalah di mana Kai selalu mengalah dan… ia berharap suatu saat Krystal juga dapat memahaminya.

“Mianhe…”, ucap Krystal pelan yang entah sejak kapan sudah berada di hadapan Kai itu lagi.

“Aku tidak tahu kesalahanku tapi aku merasa sepertinya kau sedang marah padaku atau karenaku, atau apapun itu.. bisakah kau tidak bersikap dingin seperti itu ? ekspresimu sangat menyeramkan, Kkamjong-ah.”, jelas Krystal memasang muka seakan-akan ketakutan.

“…..”, tidak ada jawaban juga dari Kai.

“YA! Aku kan sudah minta maaf.. kenapa kau masih tidak mau membuka mulutmu ? Setidaknya… setidaknya beritahu kesalahanku apa !.”, ucap Krystal.

“Selca..”, ucap Kai.

“Selca ?”, Krystal benar-benar bingung apa yang dimaksud Kai.

“Lee Jong Suk..”, lanjut Kai.

“Mwo ?”, tanya Krystal terkejut mendengarkan nama itu keluar dari mulut Kai.

-TBC-

Otte ? Akhirnya author comeback lagi dengan [KaiStal Moment] ^o^ Berhubung banyak readers yang minta FF [KaiStal Moment] dibanyakin, author jadi semangat bikin FF baru [KaiStal Moment] \^.^/ *semangat ‘45*

Seperti biasa karena FF kali ini juga twoshoot jadi part 2/2-End nya author protect lagi demi menghindari yang namanya Silent Readers [!].

Bagi yang mau minta password part 2/2-End seperti biasa juga, harus leave comment/like dulu ya di FF ini ^^ habis itu silahkan follow & mention author @ellenmchle (twitter) , ntar passwordnya bakalan author dm’in via twitter langsung. Kalo via sms ntar takutnya banyak yang ga kebalas kayak kemarin, soalnya sering gangguan. Jadi via twitter aja ya ^^

GAMSAHAMNIDA ^^ bagi readers yang sudah sudah sempatin waktu buat baca FF ini + leave comment/like *bow*


Viewing all 317 articles
Browse latest View live