Quantcast
Channel: EXOMKFANFICTION
Viewing all 317 articles
Browse latest View live

TRUE LOVE (Chapter 10)

$
0
0

TL2

TRUE LOVE

                           

Tittle                : True Love (Chapter 10)

Author             : Jellokey

Main Cast        :

Kim Jong In (Kai EXO-K)

Oh Sehoon (Sehun EXO-K)

Luhan (Lu Han EXO-M)

Kim Joon Myun (Suho EXO-K)

Kang Jeo Rin (OC)

Shin Min Young (OC)

Support Cast   :

Wu Fan (Kris EXO-M)

Park Chanyeol (Chanyeol EXO-K)

Kim Min Ra (OC)

Jang Mi Sun (OC)

and others

Length             : Chaptered

Genre              : Romance, Family, School Life

Rating             : PG-17

Annyeonghaseyo^^ akhirnya chapter 10 jadi. Kai punya kejutan besar. Sehun makin pintar menggombal, wkwkwk.. walaupun partnya dikit. Sehun, tobat ya.

“Apa ahjumma ada?” tanya Kai pada sekretaris Nyonya Kang dengan senyum mautnya. Percakapannya dengan Jeo Rin beberapa waktu yang lalu tidak berarti sama sekali. Jeo Rin benar. Kai bisa menahan hasratnya akan yeoja karena ada Jeo Rin, ia menjadikan Jeo Rin sebagai pertahanannya dari godaan yeoja.

“Ne.” Kai langsung masuk ke ruangan Nyonya Kang tanpa mempedulikan yeoja itu yang mau mencegahnya. Tak sampai lima belas menit, Kai sudah keluar. Ia duduk di meja kerja sekretaris Nyonya Kang dan mengulurkan tangannya.

“Kim Jong In. Kau bisa memanggilku Kai.” yeoja itu membalas uluran tangan Kai.

“Yoon Nahyun imnida.” katanya setelah melihat keadaan sekitar. Tidak ada yang memperhatikan mereka, jadi dia tidak perlu formal pada Kai.

“Apa kau punya waktu sore ini? Aku ingin mengajakmu ke cafe. Hanya ingin saling mengenal.” Yeoja itu terlihat menulis sesuatu di sebuah kertas.

“Mian. Aku sibuk sampai Kamis nanti. Datanglah hari Jumat jam sembilan malam kalau kau mau. Ini alamat apartemen dan nomor handphoneku.”

“Baiklah. Aku akan datang ke apartemenmu hari Jumat nanti. Sampai jumpa.” Kai mengedipkan sebelah matanya.

—————————-

“Oppa, aku mau kabur dari rumah.” Sehun menatap Min Young terkejut. Mereka berada di atap sekolah sekarang.

“Aku tidak tahan melihat eomma yang terus melarangku berhubungan dengan oppa.”

“Kau tidak boleh melakukan itu, Youngie. Kau akan membuat ahjumma khawatir.” kata Sehun lembut. “Tapi, oppa..”

“Kau yakin dengan cinta kita kan?” Min Young mengangguk.

“Kau yakin aku akan menjadi pendamping hidupmu nanti?”

“Ne, oppa. Aku hanya ingin oppa yang menjadi pendamping hidupku.”

“Bersabarlah sampai saat itu tiba. Aku akan membuktikan pada ahjumma kalau aku pantas untukmu.” Sehun menarik Min Young ke dalam pelukannya. Sehun merogoh saku celananya, memasangkan benda yang ia ambil dari sakunya di jari manis kanan Min Young.

“Oppa..” Min Young terharu melihat cincin yang melingkar di jari manisnya, bukan cincin emas berhiaskan berlian, hanya cincin biasa.

“Suatu saat nanti aku akan menggantinya dengan emas berlian. Aku juga memakai cincin yang sama sepertimu. Di bagian dalam cincin milikmu ada ukiran namaku dan punyaku ada ukiran namamu.”

“Oppa, gomawo.” Min Young memeluk Sehun erat.

—————-

Kai menekan bel apartemen yang tertera pada kertas yang sedang ia pegang. Seorang yeoja masih dengan pakaian kerjanya membuka pintu.

“Kau datang?”

“Aku sudah bilang akan datang walaupun tak tepat waktu.”

“Masuklah. Aku juga baru pulang kerja.”

“ Apartemenmu simple sekali.” Kata Kai begitu sampai di ruang tamu. Tidak ada sekat di apartemen Nahyun. Saat menoleh ke arah kanan Kai langsung melihat tempat tidur queen size milik Nahyun. Dan tak jauh dari situ terdapat sebuah ruangan dengan kaca sebagai dindingnya yang kai yakin itu bathroom. “Aku hanya tinggal sendirian. Kau mau minum apa? Soju, wine, orange juice, atau apa?” tanya Nahyun. “Wine saja.” Nahyun berjalan menuju mini bar setelah membuka blazernya. Kai mengikutinya dari belakang, memandangi tubuh sexy Nahyun yang berbalut kemeja putih tipis, memperlihatkan bra hitam milik Nahyun. Nahyun menuang wine ke dalam dua gelas.

“ Jadi, kau siapanya Kang sajangnim?” Nahyun memberikan satu gelas wine pada Kai. Kai memainkan gelasnya lalu meneguk winenya.

“Aku keponakannya.” Kai menatap Nahyun, lebih tepatnya belahan dada Nahyun yang sedikit terekspos karena dua kancing kemejanya terbuka. ‘Dia benar-benar penggoda yang baik. Atau dia benar-benar wanita penggoda.’ pikir Kai.

“Benarkah? Aku pikir kau namjachingu putri Kang sajangnim.” ‘Lebih dari itu. Aku jodohnya.’ batin Kai bangga. Nahyun berjalan mengitari meja bar lalu berdiri di samping Kai.

“Apa aku tidak boleh mengantar sepupuku?” Kai meneguk winenya lagi. Nahyun menghabiskan winenya lalu tersenyum seduktif pada Kai. Semua yeoja yang Kai jumpai agresif selain Jeo Rin. Nahyun merapatkan tubuhnya ke tubuh Kai, mengelus dada Kai lembut. Kai menunggu apa yang dilakukan Nahyun selanjutnya. Ini pertama kalinya ia bersenang-senang dengan yeoja yang lebih tua darinya. Perlahan Nahyun mendekatkan wajahnya ke wajah Kai. Menempelkan bibirnya di bibir Kai. Melumat bibir Kai lembut yang semakin lama semakin ganas. Kai hanya menerima perlakuan Nahyun. Sambil berciuman, Nahyun bergerak maju, membuat Kai mundur sampai akhirnya Kai terjatuh di tempat tidur Nahyun. Nahyun melepas ciumannya dan duduk di paha Kai.

“Apa kau sudah biasa melakukan ini?” Kai melihat Nahyun.

“Kau akan tahu setelah bermain denganku.” ‘Baru kali ini ada namja yang tidak membalas permainanku.’ batin Nahyun.

“Kau tidak mau membuka kemejaku?”

“Aku akan membukanya kalau kau berhasil membuatku hanyut dalam permainanmu.” Nahyun langsung mencium bibir Kai ganas. Merapatkan tubuhnya ke tubuh Kai. Belum lama Nahyun mencium Kai, handphone Kai berdering.

“Sebentar.” Nahyun berhenti. Kai duduk dan mengambil handphone di saku celananya. Nahyun tidak habis akal untuk menggoda Kai, ia mulai menciumi leher Kai sambil membuka kancing kemeja Kai.

My Girl calling..

Kai meletakkan handphonenya di kasur. Mengabaikan telepon Jeo Rin. Saat ini ia hanya ingin bersenang-senang. Nahyun berhasil membuka kemeja Kai.

“Kau memiliki tubuh yang bagus.” Nahyun meraba abs Kai. Handphone Kai terus berdering tapi Kai tetap tidak peduli sampai handphone itu tidak berdering lagi. Nahyun mendorong Kai tertidur di kasur. Ia hendak menciumi leher Kai tapi terhenti karena dering handphone Kai.

“Kenapa tidak diangkat?” Nahyun mengambil handphone Kai.

“My Girl? Yeojachingumu?” Kai terdiam.

“Apa perlu aku yang mengangkat?” Kai mengambil handphonenya, kembali meletakkan di kasur.

“Tidak usah. Jangan pedulikan.”

“Baiklah.” Nahyun melanjutkan aktivitasnya. Ia menciumi leher Kai, sesekali menghisap leher Kai. Tangannya bergerak membuka gesper Kai. Lagi-lagi kegiatan Nahyun terhenti oleh dering handphone Kai. Bukan telepon tapi pesan.

“Bereskan benda itu. Aku tidak mau permainanku terganggu.” Kai menggeser tubuh Nahyun dari atasnya. Duduk dan mengambil handphonenya. Membuka pesan dari Jeo Rin.

 

From: My Girl


Kenapa teleponku tidak diangkat? Aku tahu kau belum tidur jam segini. Dan aku tahu kau bukan orang sibuk seperti Joon Myun oppa, Sehun atau Lu Han oppa. Kecuali kau sedang sibuk dengan yeoja-yeojamu. Selamat bersenang-senang, Kai. Have a great night! Dan semoga kau tidak menyesal.

Rahang Kai langsung mengeras begitu membaca pesan Jeo Rin. Di sana ada nama namja yang ia benci. ‘Apa maksud kalimat terakhir Jeo Rin?’ Kai langsung menekan tombol satu speed dial ke nomor Jeo Rin. Kai berjalan menuju sofa meninggalkan Nahyun di ranjang. Nahyun tidak tinggal diam. Dia membuka kemeja dan roknya menyisakan bra dan cd-nya. Menunggu Kai dengan posisi yang menantang di atas kasur. Satu kali, dua kali, tiga kali, telepon Kai tidak diangkat.

“Angkat, baby.” Kai berjalan mondar-mandir. Telepon tersambung tapi tidak ada sahutan dari Jeo Rin. “Baby, apa maksud kalimatmu yang terakhir?” tanya Kai langsung begitu Jeo Rin mengangkat teleponnya.

“Kau bukan orang bodoh, Kai.”

“Baby, berapa kali harus kubilang padamu jangan…”

“Terserah.” potong Jeo Rin.

“Bersenang-senanglah. Aku bisa mendengar kecupan-kecupan menjijikkan dari sini. Apa kau sedang berhubungan intim?” Kai terdiam. Ia tidak sadar kalau Nahyun sudah memeluknya dari belakang sambil mencium bahu Kai.

“Maaf mengganggu. Dan aku senang akhirnya bisa lepas dari perjodohan konyol ini.”

Baby, baby, Rin-ah.. Aissh..” Kai melepas tangan Nahyun yang melingkar di pinggangnya lalu berjalan menuju tempat tidur, mengambil kemejanya dan memakainya asal. Ia menghampiri Nahyun dan melihat Nahyun yang hanya memakai cd dan bra.

“Anggap kita tidak pernah kenal. Dan kau lebih pantas bekerja di rumah bordil melayani ajjushi-ajjushi mesum.” Kai meninggalkan apartemen Nahyun.

“Apa-apaan namja itu?”

—————–

“Ahjumma, boleh aku minta alamat Jeo Rin di New York?” Kai menelepon Nyonya Kang sambil menyetir.

“Boleh. Ada apa”

“ Aku mau mengunjunginya, ahjumma.”

“Aigoo.. Kau merindukan Jeo Rin?”

“Ne, ahjumma.”

“Ahjumma akan kirimkan alamat Jeo Rin padamu.”

“Gamsahamnida, ahjumma.”

———————

“Apa yang kau dapatkan tentang Sehun?” tanya seorang pria sambil membuka file-file kerjanya.

“Oh Sehoon memiliki yeodongsaeng bernama Oh Hayoon yang bersekolah di Seoul Performing of Arts School, duduk di bangku kelas satu. Dan yeoja yang bersamanya saat itu yeojachingu bernama Shin Min Young. Hubungan mereka ditentang oleh ibu yeoja itu. Ini foto-foto keluarga dan yeojachingu Sehun.” “Kau boleh pergi. Aku sudah mentransfer bayarannya ke rekeningmu.”

“Gamsahamnida. Senang bekerja sama dengan anda, tuan.” Pria itu membuka amplop yang berisi foto Sehun, Hayoon, orang tua Sehun, dan Min Young. Ia mengambil foto Sehun dan Hayoon.

“Mereka benar-benar mirip denganmu, Se Joon.”

———————————-

Saat ini Jeo Rin sedang berada di balkon kamarnya, memandangi bintang sambil menelepon Min Young. Sungguh. Ia sangat merindukan temannya itu.

“Bagaimana keadaaan di sana?” tanya Jeo Rin.

“Kau menanyakan kami atau Suho oppa?” Goda Min Young. Di saat yang sama, Kai sampai di rumah Jeo Rin. Han ahjumma langsung menyambut Kai. Nyonya Kang menyuruh Han ahjumma untuk mengurus Jeo Rin di New York.

“Jeo Rin mana, ahjumma?”

“Ada di kamar, tuan. Mari saya tunjukkan.” Kai mengikuti Han ahjumma menaiki tangga lalu berhenti di sebuah kamar.

“Ini kamar nona Jeo Rin, tuan. Kamar tuan di sebelahnya.”

“Gamsahamnida, ahjumma.” Kai mengetuk pintu kamar Jeo Rin, karena tidak ada jawaban, Kai langsung membuka pintu kamar Jeo Rin. Ia mengedarkan pandangannya di kamar Jeo Rin. Kosong, tapi pintu balkon terbuka. Kai berjalan menuju pintu balkon. Bisa ia dengar Jeo Rin sedang berbicara dengan seseorang. Kai melihat Jeo Rin menghela nafas begitu ia sampai di ambang pintu.

“Young-ah, namja yang dijodohkan denganku itu…” Jeo Rin berhenti. ‘Jeo Rin sedang bertelepon dengan Min Young.’ batin Kai. Kai berjalan mendekati Jeo Rin, memeluk Jeo Rin dari belakang yang sukses membuat Jeo Rin terkejut.

“Namja yang dijodohkan dengan Jeo Rin adalah Kim Jong In, Young-ah. Kau boleh memberitahu kabar ini di sekolah besok, saeng. Kalau bisa kau beritahu Suho sekarang.” Kai menyambung perkataan Jeo Rin.

“Young-ah, sudah dulu ya.” Jeo Rin memutuskan sambungan telepon.

“Apa yang kau lakukan di sini?” suara Jeo Rin datar.

“Menemui calon tunanganku. Aku merindukanmu, baby.” Kai mencium pipi Jeo Rin. Jeo Rin berbalik dengan wajah datarnya.

“Jangan pernah menyebut calon tunangan atau apa pun yang berhubungan dengan perjodohan, karena itu takkan terjadi.” Jeo Rin mengutak-atik handphonenya.

“Apa yang kau lakukan?”

“Kau akan tahu.” Jeo Rin menempelkan handphone di telinga kanannya.

“Yeoboseyo.. Eomma,..” Kai membulatkan matanya mendengar Jeo Rin menelepon Nyonya Kang. Dan Kai tahu apa tujuan Jeo Rin.

“Aku hanya mau..” Kai langsung merebut handphone Jeo Rin.

“Jeo Rin hanya mau memberitahu kalau aku sudah sampai, ahjumma.” kata Kai setelah berhasil merebut handphone Jeo Rin.

“Kai? Bagaimana? Apa rindumu sudah terobati?”

“Ne, ahjumma. Walaupun hanya sebentar, tapi rinduku sudah hilang.”

“Baguslah. Istirahat, Kai. Perjalanan Seoul-New York pasti melelahkan.”

“Ne, ahjumma.” Jeo Rin menatap Kai kesal. Kenapa eommanya begitu mempercayai Kai?

“Kembalikan handphoneku.”

“Tidak. Dan jangan pernah berpikir untuk membatalkan perjodohan kita karena aku tidak akan membiarkan itu terjadi.” Jeo Rin langsung masuk ke kamarnya, Kai mengikuti Jeo Rin masuk ke kamar.

“Aku masih punya cara agar tidak dijodohkan dengan namja sepertimu. Aku tidak mau punya pendamping hidup yang suka main yeoja.” Kai menarik Jeo Rin menghadapnya.

“Apa maksudmu, baby?”

“Jangan pernah panggil aku dengan panggilan menjijikkan itu. Jangan pernah samakan aku dengan yeoja-yeoja yang bermain atau bahkan tidur denganmu!”

“Aku tidak pernah melakukan apa yang kau katakan, maksudku.. tidur dengan yeoja.” ‘Hampir saja kalau kau tidak menyadarkanku.’ batin Kai.

“Terserah. Aku tidak peduli. Mau kau bermain yeoja atau tidur dengan yeoja aku tidak peduli. Asal jangan sekretaris eommaku!”

“Mwo?” Kai terkejut.

“Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan? Kau bermain dengan sekretaris Yoon kan?”

“Aniyo. Aku tidak melakukan itu.” bohong Kai.

“Kau mau membohongiku? Sekretaris Kim memberitahuku kau mendekati sekretaris Yoon. Sekretaris Kim adalah sekretaris kepercayaan eomma dari keempat sekretarisnya. Dia juga tahu tentang perjodohan kita.” Kai terdiam. Dia tidak bisa menghindar lagi.

“Ah.. Kenapa aku tidak meminta sekretaris Kim saja untuk memberitahu eomma? Dengan begitu perjodohan ini batal.”

“Baby..”

“Pulanglah! Tidak ada gunanya kau di sini, Kai!”

“Jangan panggil aku Kai!”

“Apa peduliku? Toh semua orang memanggilmu Kai. Pulanglah!”

“Kau menyuruhku pulang malam-malam begini?”

“Kau pikir aku tidak tahu? Ajjushi membuka perusahaan baru di sini. Pasti ajjushi membeli rumah atau apartemen untuk ditinggali. Kalaupun tidak, kau bisa menginap di hotel.” Jeo Rin merebahkan diri di tempat tidur dan menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.

“Aku tidak mau pulang.” Kai masuk ke dalam selimut, tidur di samping Jeo Rin.

“Terserah! Aku tidak peduli!” Kai membuka selimut yang menutupi kepala Jeo Rin.

“Jangan menyentuhku dan keluar dari kamarku!”

“Shirreo..” Kai memeluk Jeo Rin yang membelakanginya.

“Singkirkan tanganmu!” Kai tidak mengindahkan kata-kata Jeo Rin. Ia malah semakin memperat pelukannya.

“Keluar dari kamarku!” Suara Jeo Rin bergetar. Entahlah. Dia ingin menangis sekarang. Jeo Rin melepas tangan Kai yang berada di pinggangnya dengan kasar.

“Kalau kau tidak mau keluar, biar aku yang keluar.” Saat itu juga cairan bening keluar dari mata Jeo Rin. Ia berjalan menuju pintu kamar. Kai langsung bangun, berjalan menuju Jeo Rin dan menarik Jeo Rin ke dalam pelukannya.

“Mianhae..” lirih Kai. Jeo Rin mendorong tubuh Kai.

“Kau tahu? Sulit bagiku untuk memberi kepercayaan padamu.” Kai menatap Jeo Rin. Dia tidak mengerti dengan kata-kata Jeo Rin.

“Aku sudah berusaha membuka hatiku untukmu sejak hari di mana kau mengucapkan ‘saranghae’ padaku. Tapi sekarang tidak. Aku akan meminta eomma untuk membatalkan perjodohan ini.” Jeo Rin membuka pintu kamar dan meninggalkan Kai yang terdiam di kamarnya.

“Nan jeongmal pabo.”

——————–

“Oh Sehoon!” Seorang pria yang keluar dari limosin memanggil Sehun yang baru saja keluar dari gerbang sekolahnya bersama Min Young.

“Ne?” Sehun melihat pria tua itu bingung. Ia tidak mengenalnya.

“Bisa bicara sebentar?”

“Anda siapa?”

“Kau akan tahu nanti. Saya pinjam Sehun sebentar, nak.” kata pria itu lalu berjalan menuju kafe yang berada tak jauh dari sekolah Sehun.

“Kau pulang sendiri tak apa kan, chagi?”

“Ne, oppa.” Sehun mencium pipi Min Young lalu berjalan mengikuti pria itu.

—————–

“Anda siapa?” tanya Sehun begitu duduk di hadapan pria tadi.

“Minumlah dulu. Tenang saja. Aku bukan orang jahat.” Pria itu meminum tehnya.

“Kau benar-benar mirip Se Joon.” Sehun semakin curiga dengan pria itu.

“Anda mengenal appaku?”

“Bagaimana kabar Se Joon dan Kim Hee Seul?” tanyanya lagi.

“Siapa anda sebenarnya? Kenapa anda mengenal orang tua saya?” Sehun sudah cukup penasaran dengan pria yang berumur sekitar enam puluhan itu.

“Aku Oh Sang Hun, appa dari appamu. Aku harabeojimu.”

——————

Kai sedang berdiri menyender di pintu mobilnya. Ia berada di sekolah Jeo Rin sekarang. Menunggu Jeo Rin pulang. Kai terus memperhatikan siswa-siswa yang keluar dari gerbang. Ia ingin memperbaiki semuanya. Kai tidak mau kehilangan yeoja yang ia cintai walaupun ia bisa bersama Jeo Rin karena perjodohan. ‘Sepertinya Jeo Rin belum memberitahu ahjumma. Kalau sudah, ahjumma atau appa pasti menghubungiku.’ pikir Kai. Ia hendak menelepon Jeo Rin tapi ia urungkan. Ia baru ingat kalau handphone Jeo Rin ada padanya. Kai melihat ke gerbang lagi. Senyum langsung terkembang di wajahnya begitu melihat Jeo Rin keluar dari gerbang.

“Rin-…” Kai berhenti memanggil Jeo Rin begitu melihat seorang namja merangkul Jeo Rin. Mereka terlihat dekat. Kai terkejut melihat namja yang merangkul Jeo Rin. Dia sangat mengenal namja itu.

 

TBC…



[Vignette] Rain

$
0
0

rain

Rain

by

ellenmchle

Main Cast : EXO-K’s Kai – Kim Jongin & f(x) Krystal – Jung Soojung || Genre : Fluff || Rating : T || Length : Vignette  || Disclaimer : Plot is pure mine.

.

Aku terlahir di saat hujan deras mengguyur kota kelahiranku

 

Aku berulang tahun untuk yang pertama kalinya di saat hari sedang hujan

 

Aku menemukan seseorang yang kini ku panggil sahabat di tengah hujan

 

dan

 

Aku jatuh cinta untuk yang pertama kalinya di saat hujan

.

.

.

Seorang gadis dengan seragam sekolah yang masih lengkap di badannya tampak sedang berlari-lari kecil mencari tempat berteduh. Sepertinya ramalan cuaca hari ini sedikit meleset. Seoul yang diperkiran hanya akan mendung nyatanya diguyur hujan juga.

Gadis itu menghentikan langkahnya begitu sampai di sebuah halte bus. Ia membuka tas sekolahnya, mencari sesuatu di dalam sana. Tentu saja ia tidak menemukannya, sebuah payung – benda yang tidak sengaja ditinggalkannya begitu saja di dalam locker sekolahannya.

Bodoh! Kenapa harus di saat-saat seperti ini? – rutuknya dalam hati.

Sesekali digigitnya bibir bagian bawahnya – salah satu kebiasaannya sejak kecil jika sedang kesal.

Tidak punya pilihan lain, ia harus menunggu sampai hujan reda jika ingin pulang dengan kondisi selamat. Tidak ada acara pulang dengan naik bus! Tidak ada basah-basahan! Tidak ada cerita demam dan tidak masuk sekolah keeseokan harinya! – kalimat-kalimat itu sudah tersimpan di dalam memorinya dengan baik.

Soojung – begitulah nama gadis berusia 17 tahun itu. Soojung pernah tersesat karena naik bus sendirian dan hal itu menyebabkan ibunya hampir terkena serangan jantung karena mengetahui anak bungsunya yang belum genap berusia 14 tahun terdampar di kota terpencil yang jaraknya cukup jauh dari Seoul. Soojung sangat menyukai hujan dan saat kecil setiap kali hujan, ia akan keluar dari kamar dan membiarkan seluruh tubuhnya basah diguyur oleh air hujan dan kalian bisa tebak akibatnya? Demam – hal itulah yang selalu terjadi pada Soojung dan hal itu jugalah yang membuat keluarganya kini bersikap tegas dan sedikit keras padanya.

Soojung melirik jam tangannya sesekali. Jarum jam hampir menunjukkan pukul 4 sore. Apa ia harus menelpon untuk minta dijemput? Tidak. Bukankah akan sangat menyenangkan jika bisa melihat hujan secara langsung seperti ini lagi setelah sekian lama? Soojung menarik ujung bibirnya, sebuah senyuman tipis terukir di wajah manisnya. Ia mengulurkan kedua tangannya menikmati setiap air hujan yang jatuh tepat di telapak tangannya.

Aku merindukanmu, hujan.

Tanpa Soojung sadari, sebuah truk melintas begitu saja dihadapannya, membuat genangan air di jalan raya itu terpaksa harus membasahi seragam bahkan wajah Soojung.

“Aish, apa-apaan ini! Apa pengemudi itu-”, marahnya.

“Ini.”, suara berat seseorang mengentikan omelan Soojung.

Soojung menatap kaget sebuah sapu tangan yang kini berada di hadapannya. Soojung tidak langsung menerima sapu tangan itu. Ia memalingkan wajahnya ke sang pemilik.

Pemuda berkulit sedikit gelap dengan bola matanya yang hitam, lipatan matanya, alisnya, hidungnya yang tidak terlalu mancung dan bibir tebalnya. Soojung menyapu bersih setiap inchi wajah pemuda itu dengan penglihatannya.

“Nona?”, panggilnya berhasil menyadarkan Soojung.

“Oo, terima kasih.”, akhirnya Soojung meraih sapu tangan dari tangan pemuda itu.

Soojung sedikit menyesal dengan sikapnya beberapa detik yang lalu. Bagaimana bisa ia menatap pemuda itu seperti mereka sudah mengenal satu sama lain. Tatapan yang terlalu intim – sesal Soojung. Dengan canggung Soojung mengelap mukanya yang basah dan terlihat sedikit kotor.

“Kau menunggu bus juga?”, tanya pemuda itu memecah keheningan di antara mereka.

“Ya?”, Soojung bahkan tidak bisa mengendalikan detak jantungnya saat mendengar suara berat itu.

“Kau menunggu bus juga?”, ulangnya.

“Tidak. Aku. Aku menunggu hujan reda.”, jawab Soojung terbata-bata.

Bodoh! Kenapa harus begini? Dia bahkan hanya orang asing yang baru ku temui tidak lebih dari 10 menit yang lalu. – batin Soojung

“Aku rasa hujan tidak akan reda dalam waktu yang cepat.”, ucap pemuda itu seraya menatap langit.

“Kau tidak membawa payung?”, lanjutnya kemudian melirik Soojung kembali.

“Payungku ketinggalan.”, jawab Soojung berusaha se-normal mungkin.

Pemuda itu menatap Soojung kemudian berganti menatap payung yang kini sedang dipegangnya.

“Ini. Pakai saja.”, ucapnya seraya menyodorkan payung kuning miliknya.

“Tidak perlu. Aku baik-baik saja.”, tolak Soojung.

“Karena aku akan naik bus jadi aku rasa saat aku sampai di rumah kemungkinan sudah tidak akan hujan lagi. Jadi payung ini mungkin tidak akan berguna lagi bagiku. Pakailah. Memangnya kau mau menunggu sampai kapan?”, jelasnya.

“Aku.”

“Sungguh. Aku akan baik-baik saja tanpa payung ini.”, ucapnya meyakinkan Soojung seraya menyodorkan kembali payungnya.

Soojung tampak ragu menerima payung itu. Tapi kemudian sebuah bus datang dan memaksa mereka harus berpisah begitu saja tanpa saling mengenal satu sama lain. Pemuda itu meninggalkan payungnya begitu saja pada Soojung tanpa memberitahu siapa namanya dan kapan Soojung dapat mengembalikan sapu tangan dan payung itu.

☂☂☂

Hari ini Soojung kembali ke halte bus itu lagi. Setiap hari setelah hari itu – di mana ia bertemu dengan seorang pemuda di sana, setiap pulang sekolah ia selalu membawa sapu tangan dan payung kuning milik pemuda itu dengannya. Tidak peduli hujan atau tidak ia akan tetap memegang sebuah payung berwarna kuning menyusuri jalanan kota Seoul.

“Nona. Nona yang di situ. Bisa tolong sebentar?”, suara itu akhirnya muncul.

Apa itu dia? – batin Soojung.

Terdengar suara tangisan seorang anak kecil dari arah belakang Soojung. Soojung menoleh dan…

“Bisa tolong jaga anak ini sebentar? Aku akan membeli plester di dekat sini.”, mohonnya.

Pemuda itu tampak tidak mengenali Soojung. Ia tampak panik dengan kondisi anak kecil yang kini sedang berada di gendongannya.

“Ya.”, Soojung mengiyakan permintaannya.

Pemuda itu kemudian mendudukkan anak kecil itu di sana.

“Terima kasih. Aku tidak akan lama.”, ucapnya menatap Soojung sekilas dan kemudian berlari pergi.

Anak kecil itu masih terisak, kakinya ternyata berdarah. Soojung menghampirinya dan segera mengeluarkan beberapa lembar tissue di dalam tas sekolahnya untuk mengelap kaki anak kecil itu yang terus mengeluarkan darah segar.

“Tahan ya.”, ucap Soojung.

“Kau siapa? Kemana Jongin-hyung?”, anak kecil itu masih menahan sakitnya.

Jongin? Jadi namanya Jongin? – batin Soojung.

“Dia sedang membelikan plester untukmu dan aku. Aku bukan siapa-siapa.”, jawab Soojung kemudian tersenyum pada anak kecil itu.

☂☂☂

Lagi. Untuk yang kesekian kalinya, Soojung bahkan belum bisa mendapatkan kesempatan untuk berkenalan langsung dengan Jongin.  Jongin hanya mengucapkan terima kasih dan kembali pergi dengan bus saat Soojung bertemu kembali dengannya seminggu yang lalu. Sapu tangan dan payung miliknya bahkan belum sempat Soojung kembalikan.

Apa ia benar-benar tidak ingat?,

Apa ia benar-benar tidak mengenaliku?,

Apa ia benar-benar lupa kejadian waktu itu? – Soojung menghujani dirinya sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya intinya tidak jauh berbeda.

Kini Soojung kembali terduduk di halte bus itu. Menunggu – hanya itu yang bisa dilakukannya. Sudah seminggu ini ia tidak melihat sosok pemuda itu muncul di sana.

Langit terlihat semakin gelap walau jarum jam baru menunjukkan pukul 2 siang.

Apa akan hujan lagi? – tanya Soojung memerhatikan langit.

Suara langkah kaki terdengar semakin jelas di telinga Soojung. Semakin dekat semakin dekat dan suara langkah itu berhenti.

Soojung menoleh. Jongin duduk tepat di sebelahnya. Soojung menarik ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman.

“Hai. Apa kau masih ingat denganku?”, tanya Soojung dengan penuh keyakinan, berbeda sekali dengan pertama kali mereka bertemu.

Jongin menoleh. Melemparkan pandangannya pada Soojung yang masih tersenyum seraya mengangkat payung berwarna kuning yang sedari tadi dipegangnya.

“Masih ingat dengan payungmu?”, tanya Soojung.

“Oo. Ya. Kau. Kau yang waktu itu?”, Jongin balik bertanya.

“Ya. Aku yang waktu itu kau pinjami sapu tangan dan payung ini. Dan aku juga yang minggu lalu kau minta tolongi untuk menjaga seorang anak kecil yang terluka.”, jelas Soojung.

“Ah. Iya. Aku mengingatnya.”, Jongin balas tersenyum.

Soojung membuka tas sekolahnya, mencari sapu tangan milik Jongin yang sudah dicucinya.

“Ini. Terima kasih banyak. Berkat kau aku selamat dari omelan keluargaku.”, ucap Soojung seraya mengembalikan sapu tangan dan payung milik Jongin.

“Oo. Ya. Baguslah jika begitu.”, jawab Jongin kaku.

“Aku Soojung. Jung Soojung.”, Soojung memperkenalkan dirinya dengan begitu percaya diri.

“Oo. Aku. Aku-“

“Jongin, kan? Ah. Aku tahu namamu dari anak kecil waku itu.”, Soojung tersenyum untuk kesekian kalinya.

“Aku juga sebenarnya juga sudah tahu namamu.”, balas Jongin.

Apa? Dia sudah tahu sebelumnya? Apa dia juga sudah mengenalku jauh sebelum kami bertemu? – Soojung kaget bukan main. Lebih tepatnya senang bukan main.

“Benarkah?”, tanya Soojung tidak percaya.

“Itu.”, Jongin menunjuk name-badge berwarna hitam yang terpasang dengan sempurna di seragam Soojung.

“Oo. Ah. Iya. Bodoh sekali aku. Tentu saja kau melihatnya waktu itu. Semua orang bisa melihatnya.”, Soojung tampak kecewa namun memaksakan tersenyum.

“Rain.”, tiba-tiba Jongin mengeluarkan kata itu dari mulutnya.

“Ya?”, Soojung terkejut. Tidak. Kali ini ia benar-benar sangat terkejut. Dua kali lipat dari sebelumnya. Tidak. Mungkin seribu kali lipat dari sebelumnya.

 

FLASHBACK

 Kedua anak kecil tampak sedang bermain-main di tengah derasnya hujan.

“Jung-jung, lihat! Aku sudah berhasil mengumpulkan delapan botol air hujan untuk hari ini.”

“Aku akan mengumpulkan lebih banyak dari itu! Kau pasti akan kalah hari ini! Dan jika aku bisa menang hari ini kau harus mau memberitahuku namamu ya. Seperti janji kita sebelumnya.”

“Kau selalu kalah, Jung-jung. Dan kau tidak akan tahu namaku sampai kapanpun.”

“Kau jahat!”

“Tidak!”

“Jahat!”

“Tidak!”

“Jahat! Aku benci kau! Jangan memanggil aku dengan sebutan Jung-jung lagi jika kau tidak mau memberi tahu namamu!”

“Siapa suruh kau tidak pernah menang dalam mengumpulkan air hujan!”

“Mulai hari ini jangan memanggilku Jung-jung lagi!”

“Baiklah. Aku tidak akan memanggilmu Jung-jung lagi. Kalau begitu aku akan memanggilmu dengan sebutan seperti pertama kali kita bertemu.”

“Terserah! Aku mau pergi!”

“Kau mengaku kalah hari ini?”

“Aku tidak sedang ingin bermain.”

“Kau benar-benar marah, Rain?”

FLASHBACK END

 

“Kau?”, Soojung berusaha menutupi perasaannya yang kini bercampur aduk menjadi satu.

“Akhirnya kau mengetahui namaku.”, Jongin menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal seraya memamerkan senyuman tololnya.

☂☂☂

Jangan tanya mengapa aku bisa memaafkan Jongin setelah hubungan masa kecil kami yang tidak begitu baik. Jangan tanya juga mengapa aku bisa jatuh cinta padanya. Dan satu lagi. Jangan pernah bertanya mengapa kami akhirnya bisa berpacaran setelah 6 bulan ini kembali bertemu sebagai seorang remaja yang sebentar lagi benar-benar akan dewasa dan kemudian menjadi orang tua. Entahlah.

 

 

satu lagi

 

Aku kehilangan ciuman pertamaku di bawah guyuran hujan beberapa hari yang lalu

 

 

Jangan tanya ku berikan pada siapa ciuman pertamaku yang sangat berharga itu. Ku rasa kalian juga sudah mengetahui jawabannya.

 

 

Aku akan sangat menantikan datangnya hujan untuk hari-hari berikutnya di dalam hidupku,

 

Terima kasih, hujan.

  

 

END

 


[FREELANCE] Clumsy me (Chapter 3)

$
0
0

CM-Chap 3

Title : Clumsy me

Subtitle : I Hate Him!

Author : NadyKJI

Web : http://cynicalace.wordpress.com/

Genre : Comedy (a little?), romance, friendship, School Life

Length : Chaptered

Rating : G

Maincast:

  • Kim Jong In – Kai
  • Cha Naraya (OC)

Other : Oh Sehun, Lee Ria (OC), Min Chan Rie (OC), Park Chanyeol, Byun Baekhyun, D.O, Tao, Chen, Choi Minho (Shinee), Sulli (fx), Kang  Chae Kyong, (will be added)

Disclaimer : FF ini murni ide-ide khayalan author yang kelewat tinggi, dilarang meniru dengan segala cara apapun, jika tidak ff ini tidak akan dilanjutkan lagi. Terima Kasih.

Author’s Note :

Sudah chapter 3 lagi… perjuangan Author tidak sia-sia, hehehe.

Jari author beneran keriting… makin panjang aja ff ini, atau makin handalkah author? #pengennya.

Author kasih Warning :

Di Chapter ini Author sekalian mau ngenalin temen-temen tokoh utama, jadi mian kalau cerita di chapter ini tidak terlalu fokus ke 2 tokoh utama kita ya…

Mianhae… ya kalau misalkan chapter ini agak gaje jadinya. Author tidak bermaksud seperti itu. *bow

Terima Kasih dengan segala comment, author akan membalasnya selama internet author mendukung… suka lemot nyebelin ><

Ya sepertinya Author sudah kehabisan kata kata, jadi langsung saja keceritanya, #para readers pasti senengkan author mingkem juga.

Happy Reading All ^^

___

-:Chen:-

“Narayaa!!!”

Aku berlari membuka pintu kamar adikku itu, mendapatkan gadis itu sedang berbaring di ranjang sembari membaca novel.

Sepulang sekolah, saat mau menjemput adikku, ia sudah tidak ada di kelas dan tasnya pun sudah tidak ada. Saat itu, sahabatnya Ria menghampiriku…

:FLASHBACK:

‘Uhmm, Chen-sunbaenim, kakakknya Naraya kan ?’ kata gadis itu ragu-ragu.

‘Ne, Naraya gwaenchana?’ aku bertanya was-was.

‘And… andwae. Dia tadi terjatuh dari tangga, kakinya terkilir…’

Aku sudah hampir menyela gadis itu.

‘Tunggu, biarkan aku menyelesaikannya. Ia sudah diantar oleh teman sebangkunya yang membawa mobil pulang pada jam pelajaran ke 3, kalau tidak salah.’

Setelahnya gadis itu diam, menunggu reaksiku.

‘Oh, gamsahabnida.’

Tanpa banyak bicara lagi aku langsung membalikkan badan. Memijat pelipisku, seketika kepalaku sakit mendadak. Naraya, tidak bisakah ia tidak mengalami kecelakaan satu kali saja. Setiap meninggalkannya aku selalu merasa ia akan tersandung  ataupun terjenggal kakinya sendiri saat aku berbalik memunggunginya.

Begitu sampai di mobil aku langsung memacu mobilku secepat mungkin.

:FLASHBACK END:

“Oppa?”

Kudengar nada enggan dari Naraya. Ia sudah duduk di pinggir ranjang, hendak bangkit menghampiriku.

“YA!  Tetap di sana. Jangan bergerak, oppa saja yang kesana ya…” seketika aku membentaknya.

Naraya hanya memandang bingung ke arahku.

Untung saja ia tidak tersinggung saat aku membentaknya, dasar polos.

Aku ingin sekali tertawa, betapa polosnya adikku ini. Ia tidak marah melainkan bingung, tidak seperti orang kabanyakan yang pasti akan marah jika di bentak mendadak.

Aku menghampirinya, ia sudah berbaring lagi, aku duduk di sisi ranjang. Melihat pergelangan kaki kanannya yang dibalut perban.

“Apakah baik-baik saja?”

Naraya memandang bingung. Aku langsung menganggukkan kepalaku ke arah pergelangan kakinya. Seketika mulutunya membentuk O.

“Aku terjatuh di tangga saat buru-buru ke ruang vokal…” ia menghela nafas sejenak, “Tapi, tidak apa-apa kok, aku diantar pulang oleh temanku.” Tambahnya cepat.

“Siapa dia?”

“Ria…”

“Bohong, tadi Ria memberitahuku kau di antar teman sebangkumu.”

“Ria teman sebangkuku…”

“Rasanya bukan, kalau iya dia tidak akan menggunakan ‘teman sebangkunya’, siapa?”

Naraya menghela nafas, memberengutkan mukanya. Sepertinya ia jengkel karena semua kebohongannya tidak mempan.

“Seorang namja.” Jawabnya singkat.

Itu membuatku semakin ingin tahu.

“Oppa, cukup interogasinya… kalau mau tahu kau mampir saja ke kelasku…” katanya merengek, menenggelamkan mukanya ke balik novel tebal yang sedang ia baca.

Aku terkekeh pelan. Adikku ini lucu kalau sedang merengek seperti ini.

“Baiklah, Oppa akan mencari tahu sendiri.”

Aku bangkit seraya mengusap puncak kepalanya.

-:Naraya:-

BLAM

Suara pintu yang tertutup perlahan itu menandakan bahwa aku sendiri lagi.

‘Seorang namja’

Aku mengacak-acak rambutku frustasi. Percakapan tadi mengingatkanku pada seseorang yang tadinya sudah berhasil aku lupakan. Ya, siapa lagi kalau buka Kai – namja yang menolongku saat terkilir pagi ini.

“Oppa, nan dangsin-eul sirreo…” aku berbicara sendiri di kamarku yang hening ini.

*(Oppa, aku membencimu)

Gara-gara oppa aku jadi mengingat namja itu.

Mau di kemanakan mukaku, pagi-pagi sekali aku sudah menabrak namja itu. Beberapa jam berikutnya aku sudah di bopong olehnya ke ruang kesehatan, ia menawarkan untuk mengantarku pulang pula.

Babo…

Tanpa gadis itu sadari, semburat merah mendadak mucul saat ia memikirkan namja itu.

_

“Naraya, mianhae… kalau aku tidak tertidur kau pasti tidak akan celaka..”

Huft…

Naraya sudah mendengarkan permintaan maaf dari sahabatnya ini beribu-ribu kali, dari pertama ia masuk kelas sampai saat ini – saat mereka sedang berjalan ke kantin.

“Sudahlah Ria, aku sudah sehat lihat, aku sudah bisa jalan… lukaku ringan, aku bahkan tidak memerlukan kruk sama sekali. Lihat?”

Aku meloncat-loncat kecil untuk menyakinkan Ria.

“E..eh…”

Aku sedikit kehilangan keseimbanganku.

Seseorang menangkap sikuku.

“Hati-hati, babo. Luka ringan? Kau sampai tidak bisa berjalan kemarin, ne?”

Orang itu berbisik di samping telingaku. Nafasnya di telingaku membuatku geli.

“YA!”

Aku menghindarinya, telingaku adalah salah satu kelemahanku.

Terlalu cepat.

Aku sudah hampir jatuh lagi. Kali ini orang itu menahan pinggangku.

-:Kai:-

“Kau ini, bisakah berdiri dengan benar? Baru saja sedetik kau sudah mau jatuh lagi.”

Gadis ini membuatku was-was saja. Baru sedetik aku menahannya, sekarang ia sudah hilang keseimbangan lagi.

Bagaimana nasib orang yang ada di sekitarnya?

Kami – aku dan gadis itu membatu, dalam posisi yang kurang mengenakan pula.

“Kau berat…” aku berkata asal.

Gadis di depanku kontan melepaskan diri dariku. Berdiri canggung di depanku. Aku memasukkan kedua tanganku ke saku celana.

“Kai, sedang apa kau?”

Aku menoleh, ternyata  Sehun.

“Ah, tidak. Ayo, aku lapar.” Aku mengajaknya ke kantin.

“Cobalah untuk tidak terjatuh, babo.”

Aku berkata, mendekatkan wajahku ke wajah gadis itu.

Detik berikutnya aku sudah berjalan bersama Sehun di sampingku yang tertawa kecil.

“KAU, lihat saja nanti. MENYEBALKAN!!!”

Aku bisa mendengarkan teriakan kesal gadis itu di belakangku.

_

“Kai, apakah kau tertarik dengan gadis yang di kantin itu?” kata Sehun tiba-tiba.

“Ukh, Uhuk!”

Aku tersedak coca cola yang aku minum.

Sehun yang berada di sebelahku itu tertawa melihat reaksiku.

Aku dan Sehun sedang berjalan santai di daerah perumahanku dan Sehun – rumah kami berdekatan, hanya beda beberapa blok saja, menghabiskan waktu.

“Tentu saja tidak, kau gila apa?”

Setelah batukku reda aku menjawabnya.

“Tidak, hanya saja sikapmu padanya terlihat lebih kau apa adanya daripada saat kau bersama yeoja lain.”

Aku menjitak kepalanya.

“Sialan! Jadi maksudmu apa?”

“Ah, masa kau tidak sadar. Kau selalu berpura-pura baik di hadapan yeoja lainnya atau mungkin tebar pesona.”

Sial, dia malah semakin menggodaku, dasar anak ini. Belajar dari mana ia cara membully orang, setahuku Sehun itu termasuk anak alim. Ajaib saja ia bisa berakhir berteman denganku.

-:Sehun:-

Aku berbaring di ranjang. Kumainkan ponselku, kulempar dan kutangkap berulang kali.

Lee Ria…

Nama gadis itu sedikit mengusikku. Gadis itu baru saja membuatku heran kemarin. Berani-beraninya ia tidur sambil mendengarkan ipod. Tapi… gadis itu lumayan.

Ah, lupakan, lupakan. Apa yang baru saja kau pikirkan Oh Sehun? Masa kau sudah tertarik dengan seorang yeoja yang bahkan baru kau tahu namanya saja.

Aku merasa tidak nyaman dengan pikiranku sendiri. Memilih menghindarinya aku mejamkan mata memilih tidur.

_

Aku turun dari motorku. Berjalan menuju ke kelas.

Kulihat Kai yang sepertinya datang lebih cepat beberapa menit itu sedang berjalan santai di halaman sekolah ini.

‘Ya! Siapa dia, ganteng…’

‘Kau tidak tahu? Ia anak kelas 1-B, Jong In. Untung saja XXX ada d kelas itu jadi aku bisa tanya.’

‘Jong In, noona menyukaimu,’

‘Gaya rambutnya keren…’

‘aihh…’

‘kyaaaaaa!’

Aku tertawa kecil, dasar yeoja-yeoja kurang kerjaan. Kai, tentu saja temanku itu sudah sering jadi bahan bicaraan para gadis, bahkan dari SMP. Ia tampan, dan ia juga tidak menyia-nyiakan ketampanannya itu – tahu kan, ia sedikit playboy. Sekarang hari ketiga saja ia sudah bisa membuat semua yeoja yang melihatnya tertarik, kakak kelas bahkan. Aku membayangkan mungkin besok lebih banyak dan ada yang menyatakan cinta mungkin.

Sudah puas membiarkan Kai berjalan sendiri dan menjadi pusat perhatian itu aku memutuskan mengampirinya.

Enak saja dia mau terkenal sendiri, hahaha.

-:Lee Ria:-

Aku dan Naraya berjalan memasuki lingkungan sekolah, begitu kami semaki dekat. Terdengar para yeoja bahkan kakak kelas juga membicarakan sesuatu. Kupingku yang tajam ini langsung saja mulai menyimak. Siapa tahu kabar terbaru tentang boyband atau namja-namja ganteng. Hehehe.

‘Kau tidak tahu? Ia anak kelas 1-B, Jong In. Untung saja XXX ada d kelas itu jadi aku bisa tanya.’

‘Jong In, noona menyukaimu,’

‘Gaya rambutnya keren…’

‘aihh…’

‘kyaaaaaa!’

‘Oh Sehun, dia juga ganteng ya?’

‘eh siapa? Kau tahu dari mana?’

‘itu yang baru saja bergabung bersama Jong In, tentu saja aku tahu, dia itu imut kan?’

‘mereka berdua terlalu ganteng! Mereka berteman lagi, hueee.’

‘asdfghjk$%^&*..’

Dan seterusnya.

Aku langsung melihat ke arah dua namja itu. Mereka tampaknya sedang bercakap-cakap biasa. Dan jujur mereka memang menarik.

“Cih, dasar menyebalkan. Sekarang dia tebar pesona. Napeum namja.”

Perhatianku langsung teralihkan, melirik Naraya yang kelihatan sangat sewot dengan namja bernama Jong-In itu. Aku hanya dapat menggelengkan kepalaku. Sejak insiden hari pertama sekolah Naraya memang selalu sial. Tak tanggung-tanggung ia selalu berakhir sial dengan namja itu, ditambah perlakuannya di kantin kemarin, tentu membuat Naraya semakin kesal.

“Naraya, kau jangan begitu, diakan sudah menolongmu. Lagian wajahnya lumayan, tapi aku lebih tertarik dengan temannya itu. Hanya saja namja bernama Oh Sehun itu tidak banyak bicara, aku tidak bisa apa-apa bahkan duduk disebelahnya juga.”

“Ya! Lee Ria! Maumu apa sih, sekarang kau malah membela namja jelek itu dan mengincar temannya itu.” Gadis itu semakin sewot saja.

Aku tertawa cukup keras sampai membungkuk-bungkuk. Bisa aku rasakan tatapan Naraya melihatku seakan mau membunuhku, karena itu aku berusaha menghentikan tawaku. Lebih baik daripada kehilangan teman.

“Hehe, ayolah Naraya. Aku tetap memihakmu, tapi aku tetap tertarik dengan Sehun. Dan aku sarankan percayalah akan karma. Siapa tau kau malah bisa suka pada namja itu.”

Naraya hanya memutar bola matanya dan melanjutkan jalan ke kelas.

“Ya! Naraya! Aku kan tidak tahu bisa suka dengan siapa, jangan marahhh.”

Aku berteriak berlari menghampiri Naraya yang sudah berjalan cukup jauh.

-:Sehun:-

Aku sedang melamun bosan memandang ke pintu kelas. Aku dan Kai baru saja sampai ke kelas. Hari-hari pertama sekolah sangat membosankan – semua masih seperti orang asing, belum bisa berinteraksi dengan akrab.

‘Ya! Naraya! Aku kan tidak tahu bisa suka dengan siapa, jangan marahhh.’

Aku mengenali suara itu, suara gadis yang sempat menganggu pikiranku, Lee Ria. Dasar, apakah ia senekat itu, berteriak, dan ‘suka’?

Siapa yang gadis itu sukai?

Entah ada apa aku penasaran begitu saja.

Ria dengan temannya itu masuk ke kelas, membuka pintu dengan kasarnya. Apakah dia perempuan? Aku bertanya heran.

Ria menghampiri bangkunya yang tepat berada di sebelahku.

Aku tersenyum sedikit kepadanya. Dan ia terdiam sejenak. Lalu membalas dengan senyuman juga. Senyumnya manis.

“Hei, Sehun, ne? Aku pikir kau tidak bergaul.” Ia tiba-tiba berkata.

“Wae?”

“Kau tidak sadar, sejak aku pindah duduk disebelahmu kau tidak pernah menyapa dan kulihat kau hanya berteman dengan namja itu.” Katanya sembari menganggukan kepalanya ke arah Kai.

“Kai? Hehe, kami memang satu SMP dan aku bukannya tidak bergaul. Hanya belum terbiasa saja, kau juga kenapa bukannya menyapa dari kau pindah kalau aku tidak menyapa?”

Aku memposisikan tubuhku menghadap Ria. Gadis ini, menarik.

“Mwo?! Dasar kau ini. Namja atau namja. Dimana-mana umumnya namja dulu yang menyapa.”

Balasnya sengit.

“Bukankah sekarang sudah jamannya laki-laki dan perempuan sederajat ya ?”

“Aishh, kau tahu tidak sih bagaimana memperlakukan perempuan?”

“Uhmm, tidak.” Aku menjawab singkat, kulihat Ria menghela nafas.

“Begini ya, sepertinya aku harus memberitahumu, bisa kacau dunia ini kalau semua namja seperti kau.”

Aku hanya tersenyum, dan gadis di sebelahku ini mulai berbicara macam-macam.

-:Author PoV:-

Kedua orang bernama Sehun-Ria ini masih terus mengobrol – atau lebih tepatnya Ria yang masih melanjutkan ceramahnya walaupun Chae Kyong-seongsaengnim guru geografi sudah memulai pelajarannya.

Sehun yang biasanya peduli dengan pelajaranpun kini rela untuk lebih memperhatikan Ria, walaupun namja itu masih menulis catatannya.

_

Jam istirahat.

“Naraya, kau ke kantin tidak?” Ria mengampiri Naraya yang duduk di depannya itu.

“Tidak. Sepertinya aku mau di kelas aja, malas berjalan. Hehehe.”

“Mwo?! Dasar anak aneh. Kakimu kan sudah mulai sembuh, ayo berjalanlah. Hitung-hitung agar kakimu tidak kaku.”

“Justru itu. Makanya aku tidak mau banyak bergerak dulu. Kau tahu kan kecerobohanku tidak akan berhenti di situ saja.”

Di sudut lain kelas, ada seorang yeoja penyendiri – ingatkah dengan yeoja menyeramkan yang mengambil tempat Naraya?, gadis itu tampak asyik dengan dunianya sendiri. Mendengarkan ipodnya.

Ria akhirnya tidak jadi ke kantin, ia memilih menemani Ria saja. Tapi apa daya, Ria bukanlah orang yang cukup pendiam seperti Naraya. Seakan-akan ada yang kurang jika dirinya diam. Matanya melihat-lihat kelas yang kosong. Lalu matanya melihat yeoja itu. Rambut yeoja itu pirang.

Pikirannya mendapat ide.

“Naraya, kita kenalan yu sama anak itu… aku bosan.” Celetuk Ria asal.

“Yeoja berambut pirang itu?” Naraya menunjuk punggung gadis itu.

Ria hanya menangguk mengiyakan.

“Tidak kau saja. Dia terlihat seram.”

“Ya! Dasar kau ini.”

Karena sebal dengan kepasifan Naraya, Ria menghampiri yeoja itu.

“Hei, namamu siapa?” Ria menghampiri gadis itu.

Gadis itu menoleh, melepas ipodnya. Memandang dingin ke arah Ria.

“Mi Chan Rie.” Katanya singkat-padat-jelas.

Ria yang tidak membaca suasana langsung kagum.

“Wah, kau orang asing ya? Bahasa koreamu sepertinya bagus.”

“Ne, terus maumu apa?”

“Maukah kau menjadi temanku? Ada juga Naraya, ia temanku dari TK.”

“Haruskah?” gadis itu mengangkatsebelah alisnya, meremehkan.

“Dangyeonhaji!” Ria benar-benar menarik gadis itu menuju meja Naraya.

Sementara Cha Rie berpikir, gadis di depannnya ini adalah gadis yang terlalu hiper.

Naraya yang melihat Ria berhasil menyeret yeoja sangar itu mendekat, kaget.

Naraya yang kaget tanpa pikir panjang menarik Ria menjauh sebentar, sedikit terlalu cepat, sehingga kaki Naraya yang sehat menendang kaki meja, membuat meja bergeser heboh.

“Bagaimana kau bisa menyeret yeoja itu?”

“Apa salahnya?”

“Tidah, tapikan aku kira yeoja itu tidak ramah.”

“Aish, kau ini.” Ria sedikit menjitak kepala Naraya.

Chan Rie yang melihat adegan itu tertawa kecil.

Ya, tidak ada salahnya berteman dengan mereka sepertinya.

Setelah itu ketiga yeoja yang baru berkenalan ini mencoba mengobrol, mengenal satu sama lain.

_

Pelajaran : Desain.

Durasi : 120 Menit.

Tugas : membuat perspektif ruangan.

Keadaan kelas : Ribut.

Naraya sedang sibuk menggambar, menggambar adalah salah satu kesukaan gadis itu. Sehingga di pelajaran desain ini ia begitu berkonsentrasi.

Kai yang berada di sampingnya hanya mencorat-coret kertas asal.

Sehun dan Ria mereka malah mengobrol, melanjutkan yan tadi pagi.

Berhubung keempat orang itu sedang sibuk dengan urusan masing-masing, mari berpindah ke sisi lain kelas. Tepatnya dua bangku terdepan yang dekat pintu. Yang dihuni oleh Chanyeol, Tao, Chan Rie, dan seorang yeoja yang tidak diketahui namanya.

Chanyeol sang wakil ketua kelas ini tidak terlalu berminat akan pelajaran gambar – bisa dibilang ia tidak suka semua pelajaran. Ditangannya ada kuas yang sudah diberi cat, tak tanggung-tanggung cat berwarna merah, merah menyala. Tangannya itu sudah perlahan maju mundur ingin mengenai baju Chan Rie, yeoja yang duduk tepat di depannya itu.

“Yeol, aku pinjam pengserut dong!”

Chanyeol mendongak menunda keinginannya dengan kesal. Tao, namja yang meminjam pengserutnya itu mengambil benda tersebut tampa rasa bersalah sedikitpun.

Chanyeol yang kesal dan tidak pernah kehilangan ide langsung menganti sasarannya. Sekarang tangannya bergerak ke depan serong kanannya. Kuas itu sudah dekat dengan punggung Tao. Mungkin tinggal satu mili lagi

“Heh, kau sedang apa hah?” Chan Rie menyentak Chanyeol yang sedang berkonsentrasi ini.

Dengan sentakan yang cukup keras dari Chan Rie, Tao langsung otomatis menoleh, mencari sebabnya. Sudah siap dengan kepalan tangannya itu apabila Chanyeol berani kurang ajar kepada Chan Rie teman sebangkunya itu.

“Mwo? Kenapa kau bisa berbalik?” bukannya mengelak Chanyeol dengan bengongnya bertanya.

“Memang kenapa? Mau berbalik mau tidak, itu hak orang tau! Katakan kau mau lakukan apa lagi? Dasar otak kriminal.” Chan Rie melotot tajam ke arah Chanyeol.

Sementara Tao masih mensurvei apa yang terjadi. Matanya menangkap kuas bercat merah di tangan Chanyeol yang diam, namun tangannya itu masih mengarah ke arah Tao. Seketika Tao mengerti apa yang terjadi, dan hatinya yang terlampu lembut itu tersentuh karena merasa dibela oleh Cha Rie yeoja sangar yang duduk di sebelahnya itu.

Setelah beberapa menit cacian kata-kata pedas dari Cha Rie, Chanyeol yang sudah tidak bisa menyangkal hanya bisa nyengir dengan tidak bersalahnya.

Chan Rie yang sudah memperkirakan betapa idiotnya Chanyeol tanpa basa-basi langsung berbalik dan melanjutkan apa yang dia kerjakan. Mengetuk-ngetukan pensilnya dengan kasar ke meja.

“Thanks, hehe.” Tao yang ingin berterima kasih akhirnya dapat mengatakannya setelah acara caci maki Chanyeol.

Cha Rie menoleh membuat wajah meremehkan.

“Untuk apa?”

“Eh… karena kau tadi mencegat Chanyeol. Kalau tidak bajuku pasti sudah berwarna merah.” Tao kehilangan kata-kata.

Yeoja ini galak sekali, batinnya.

“Gwaenchana, lagian aku hanya kebetulan lihat. Aku tidak suka saja dengan orang kurang kerjaan seperti dia.”

(*Bagian ini sangat gaje ya readers? Mian…#tiba-tiba muncul.)

-:Kai:-

“Kau pilih eskul apa?”

Pikiran itu terlintas begitu saja di kepalaku. Kami baru saja pulang dari acara peragaan eskul di hari Sabtu yang terik ini. Menandakan satu minggu sudah aku resmi bersekolah.

“Anggar sepertinya.” Sehun yang berjalan di sebelahku menjawab, sambil menghentikan aktifitas makan es krimnya itu.

“Wae?”

Aku mengerutkan kening. Aku bahkan baru dengar ada istilah Anggar saat peragaan tadi. Kupikir Sehun akan memilih yang lebih normal layaknya sepak bola, basket, dan mungkin dance?!

“Entahlah, kelihatan keren saja di mataku. Hehehe.”

Matanya menerawang seakan membayangkan, sambil mengemut es krimnya. Membuatnya terlihat lucu.

-:Naraya:-

“Naraya, ppali. Bangun ayolah. Temani aku untuk lari pagi di taman depan komplek.”

Suara rengekan Ria membangunkanku. Dengan sangat tidak rela aku membuka mataku yang terasa lengket masih ingin menutup. Perlahan aku duduk di pinggir ranjangku.

“CK! Kau ini. Pagi-pagi…,” aku melirik jam beker kecil di meja sebelahku, “JAM TUJUH PULA?!”

Kali ini aku benar-benar berteriak, padahal sudah susah payah aku menekan kebiasaanku yang suka marah kalau di ganggu tidurnya. Ria yang ada di depanku meringis menutup kupingnya.

“Siapa yang membiarkanmu masuk hah?! Sini aku hajar saja!”

Aku menggulungkan lengan kaus tidurku yang kebetulan bertangan panjang, memasang muka sangar terbaikku.

“Hehe, Chen, oppamu.”

“Mwo?!”

Oppa lihatlah pembalasanku nanti!

Kecamku dalam hati.

Aku akhirnya bangun dan mengambil handuk.

“Apa yang kau lakukan?” Ria yang sudah mengambil ahli kasurku bertanya.

“Mandilah.”

“Yey! Kau baik hati.”

“Ish, bukan begitu. Lagian aku sudah tidak bisa tidur lagi. Lebih baik ikut kau saja lari pagi, sekalian olah raga.” bantahku gengsi.

_

“Ya!”

Aku melakukan pemanasan, memasang earphoneku bersiap-siap lari.

“Naraya…”

“Apa?”

Ada apalagi anak ini?! Sudah merusuh di rumahku pagi-pagi, memaksaku, dan sekarang – seperti ada tapi saja.

“Jangan lari dulu. Berjalan ya, supaya terbiasa.”

Ria memasang muka memelas, aku memutar bola mataku.

“Kajja, dasar, yang mengajak yang malas.”

Aku mulai berjalan meninggalakan Ria.

_

Aku masih berjalan cepat, akibat Ria yang terus mengelak. Memperhatikan keadaan sekeliling, ada seorang anak berbaju hijau sedang bermain sepeda. Kurang lebih sepuluh tahun aku taksir.

“Ah, tidak seru. Aku tidak bisa naik sepeda.”

Aku berkata mencoba memecah keheningan.

“Gwaenchana. Aku juga tidak bisa kok.”

“Aniyo, kau bisa. Aku saja yang sial, setiap mau berlatih ban sepedaku selalu kempes. Jadilah aku yang tidak bisa naik sepeda ini.”

Aku malah mengomel merengangkan tanganku ke atas.

Seketika dua namja yang bermain sepeda menyalip kami dari belakang.

“Ya! Enaknya bisa naek sepeda!” aku berteriak refleks, sehingga salah satu dari namja itu menolehkan wajahnya.

“Naraya, namja itu keren ya? Yang tadi menoleh itu lho.”

Ria langsung menarikku mendekatkan mulutnya ke telingaku.

Karena aku yang kurang memperhatikan wajah namja itu aku hanya bisa mengangguk asal.

“Ria, ayolah lari sebentar saja.”

Aku akhirnya merengek, kesal juga. Anak ini yang mengajak, kok dia yang terkesan tidak niat.

“Uwohh! Hati-hati, rambutmu menampar pipiku.”

Ria protes, rupanya aku yang menoleh membuat kucir kudaku menampar pipinya.

Rasakan, hihihi.

“Ne, ayo lari.” Ia menyetujui.

Tanpa pikir panjang, mumupung lagu yang sedang diputar mp3-ku lagu ngebeat aku berlari semangat. Meninggalkan Ria yang berlari dibelakangku.

_

Setelah beberapa keliling nafasku terengah, aku memelankan lariku yang berangsur menjadi jalan.

Tanpa sepengetahuanku dua namja yang tadi di bicarakan Ria melewatiku lagi. Pikiranku langsung saja tertuju kepada Ria ingin memberitahunya. Siapa tahu ia iri. Aku memacu lariku lagi, mencoba mencari Ria.

“NARAYAA!”

Aku berhenti menoleh, ternyata Ria. Sudah duduk di pinggir taman itu tidak jauh dariku yang ternyata melewatinya.

Aku menyusul duduk disampingnya.

“Hei, kau lihat tidak namja yang tadi kau bilang keren itu!”

“HAH? Di mana? Kau yakin?”

Aku mengangguk , menunjuk dua namja bersepeda itu yang sudah lumayan jauh.

“Kenapa bisa tidak lihat hah?”

“Molla. Sepertinya pikiranku melayang.”

“Hmmm, tapi sepertinya namja yang menoleh padaku tadi memang lumayan ganteng. Aku sempat melihatnya dengan jelas hehehe. Ayo kita lari lagi. Lumayan kalau papasan lagi.”

“Aniyo. Aku lelah, mau mencari minum saja. Hehe.”

“Anak ini!”

Aku menjitak kepalanya, meneruskan lariku.

_

Aku bertemu dua namja bersepeda itu lagi. Hehe.

Kenapa aku yang jadi memikirkannya ya?!

Aku menggelengkan kepalaku.

Sudahlah kalau lumayan ya biarkan, tidak ada salahnya.

Karena Ria sudah tidak bersamaku lagi otomatis aku sendirian dan bosan. Lagu tidak cukup untuk menemaniku. Jadi aku melihat-lihat sebisanya jarak pandangku.

Aku melihat siluet orang bersepeda lagi disampingku, mataku melotot seketika.

Kim Jong In?!

Namja itu juga menoleh, namun detik berikutnya ia sudah pergi, mengabaikanku.

Nyebelin, sialan kau! Aku meruntuki namja itu.

_

Aku masih berlari, sembari mencari keberadaan Ria. Kemana anak itu? Bukankah ia harusnya sedang jajan di sekitar taman ini.

Kembali dua namja bersepeda itu lewat, sudah cukup banyak kali kedua namja ini berhasil menyusulku, membuatku semakin kelewat tertarik.

Tak lama kemudian Kim Jong In yang lewat. Begitu melihatnya aku langsung memacu lariku mengabaikan namja itu.

Rasakan, bagaimana rasanya diabaikan hah?

Ish, kenapa kau jadi yang sewot?!

Tanpa dikomando aku langsung berhenti, pikiran macam apa hah itu?!

Sepertinya aku memang sudah lelah berlari di dalam lingkaran ini terus, pikirku.

Menoleh kesana-kemari, mataku menangkap gambaran kursi taman. Langsung saja aku mengampiri kursi itu, duduk mengistirahatkan kakiku. Mengambil Iphoneku dan mengirimkan pesan kepada Ria.

Sinar matahari semakin terik saja, menyilaukan mataku. Mana lokasi kursi taman ini sangat strategis di sinari matahari langsung. Dengan asal aku mengusap keringat di dahiku, berharap menghilangkan sedikit lelah.

Tring~~

Ringtone Iphoneku sedikit mengagetkan.

LEE RIA:

Aku berada di tempat jus yang sedikit tertutup oleh stand wafel hehe.

Coba tebak aku bertemu siapa?^0^

Hah, dasar. Siapa lagi yang dia temui coba?

_

“Ish, kau ini. Yang akhirnya lari pagi malah aku.”

Aku berjalan mendekati Ria memelototi yeoja itu. Namun perhatianku teralihkan begitu melihat siapa yang duduk disebelahnya – Sehun. Pantas saja dia senang, harusnya aku bisa menebaknya. Tunggu?! Kalau ada Sehun – ck, tentulah tadi aku bertemu Kim Jong In!

“Ria, ayo pulang… aku lelah.”

“A-ni-yo!” katanya perlahan mendekatiku.

“Duduklah sebentar, aku masih ingin disini.” Ia melirik ke arah Sehun yang sedang memengang ponselnya.

“Tidak, aku tidak mau. Kalau ada Sehun pasti ada – ck! ”

Belum aku menyebutkan, namja itu sudah muncul. Membuat Sehun gembira – pastinya, dia temannya.

Seakan tidak peduli dengan keinginanku Ria menyeretku duduk.

_

Jadilah aku, diam menunggu Ria dan Sehun hingga menyelesaikan obrolannya. Kulihat Jong In yang juga berada disebelah Sehun menatap bosan layar Iphonenya – ponselnya sama denganku : Iphone. Hanya saja dia hitam… dan aku putih?!

“Ne, kenapa kau bisa ada di taman ini?”

“Rumahku dan Jong In di komplek xxxx.”

“Ouh, hehe, rumahku dan Naraya berarti berada di sebrang komplekmu dong. Dekat.”

“Kompleks xxxxxxx ya?”

“Ne.”

Dan seterusnya…

Aku menatap masam ke arah jalan taman.

“Naraya, itu lihat! Namja yang tadi! Hehe, keren sekali kan?!”

Ria yang berada di hadapanku menarik-narik lengan kausku dengan sadis. Kukira ia tidak akan melihat saking sibuknya dengan Sehun.

“Ne.”

Suaraku datar sekali saat menjawabnya.

“Kau yakin? Yeoja babo sepertinya bisa naksir orang?”

Seseorang menyela perkataan Ria – kulihat siapa pelakunya – Jong In. Sial namja jelek, napeum namja!

Seakan memperburuk Sehun hanya tertawa.

“Andwae, anak ini sangat dingin. Ia tidak pernah menyukai seorang namja sampai sekarang.”

 Ria dengan polosnya membuka aibku yang memang belum pernah menyukai seseorang itu. Aku menepuk jidatku.

Aku mau pergi saja.

TO BE CONTINUE…


[FREELANCE] Intuition (Chapter 7-END)

$
0
0

Chapter 7

Intuition

Main Cast: Luhan (Exo-M) and OC || Support Cast: Sehun (Exo-K) and OC || Genre: Romance, Family, Life || Length: Multi Chapter || Rating: PG-15

= Summary =

Sebenarnya apa yang dia inginkan? Seenaknya saja datang dan pergi.

Ghivorhythm’s present

 

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

Tiin. Tiiiinnn. Tiiiiinnnn.

Suara klakson yang tak sabaran itu terdengar menyebalkan. Bukan rahasia lagi kalau jalanan Seoul di jam pulang kantor seperti ini sangat macet. Lalu, mengapa orang-orang itu masih membunyikan klakson mobil mereka terus-menerus? Bukankah tak ada gunanya? Lagipula, bunyi klakson itu tak akan menyelesaikan masalah. Justru hanya akan menambah masalah dengan membuat mood orang lain berantakan karena mendengar suara klakson yang nyaring.

Sekali lagi So Hee hanya bisa menghela napas, ketika seorang pengemudi yang ada di samping mobilnya membunyikan klakson. Mengapa orang-orang ini tidak sabaran sekali, sih?

Jalanan yang padat merayap seperti ini. Tak ada yang bisa dilakukan selain bersabar. Hanya itu satu-satunya jalan yang akan menyelesaikan permasalahan ini. Sambil menahan emosi, So Hee melayangkan pandangannya ke luar jendela. Fokusnya menangkap seorang gadis yang sedang menjajakan bunga. Sepersekian detik kemudian, kupu-kupu kenangan berterbangan di kepala So Hee. Membuat otaknya kembali memutar kejadian yang direkamnya beberapa hari yang lalu.

Saat itu, Kim Joon-myeon, atau yang akrab disapa Suho, bersama dengan So Hee pergi mengunjungi Joon Hee di tempat peristirahatan terakhirnya. Suho yang membawa bunga kesukaan Joon Hee tampak sangat tenang. Ia kemudian meletakan boquet itu di samping nisan Joon Hee.

Dengan ragu-ragu So Hee mengintip Suho, yang kala itu mulai menitikan air mata. Perlahan, Suho mulai menceritakan berbagai hal yang ia lalui pada Joon Hee dengan ceria. Suho terus bercerita, seolah tahu bahwa Joon Hee merasa senang ketika mendengar semua celotehannya.

Senyuman yang melukiskan kesedihan terukir tipis di wajah So Hee. Hati gadis itu tersentuh melihat perlakuan Suho pada adiknya. Jauh di dalam lubuk hatinya, So Hee berharap Suho adalah kakaknya. Walau ia tahu bahwa Suho memiliki perasaan lain untuknya. Tapi, So Hee tidak ingin menjadi serakah. Dengan menjadi teman Suho saja, sudah membuatnya merasa senang.

Setiap perlakuan lembut dari Suho untuk So Hee, membuat gadis itu memiliki persepsi lain tentang Suho. Baginya, Suho adalah malaikat tak bersayap yang selalu memberi rasa aman dan membagi-bagikan pelajaran berharga untuknya.

Aman? Ya, Suho selalu membuat So Hee merasa nyaman dan aman ketika bersamanya. Tak pernah sedikit pun Suho memperlakukan So Hee dengan kasar ataupun dingin. Dan semua itu membuat So Hee merasa senang tiap kali bersama dokter ramah itu.

Menurut So Hee, selalu ada hal yang bisa diambil dari tiap kalimat dan sikap Suho. Semua itu adalah pelajaran yang sangat berharga bagi So Hee. Bahkan sama berharganya seperti pelajaran matematika dan biologi di sekolah.

Tiiinnnnnnn

Lagi-lagi suara klakson. So Hee yang telah kembali dari lamunannya, segera menginjak pedal gas dengan perlahan. Sepertinya ia belum bisa keluar dari kemacetan itu. Masih harus bersabar dan mendengar bunyi klakson yang tak kunjung henti. Kepalanya sedikit pusing, sepertinya karena terlambat makan siang.

Pandangan So Hee yang masih tertuju keluar jendela, mendapati seorang anak laki-laki bersama Ibu dan adiknya yang berada dalam gendongan sang ibu. Mereka sedang menikmati jajanan kaki lima, odheng. Anak laki-laki itu merengek, sepertinya ingin disuapi oleh ibunya. Tapi, sang ibu menolak, mungkin karena kerepotan menggendong adik anak laki-laki itu.

Sekali lagi So Hee melintasi taman kenangannya. Kala itu, ia dan Luhan sedang pergi jalan-jalan di sore hari. Ya, bisa dikatakan seperti kencan. Luhan bilang ia lapar, lalu mengajak So Hee makan odheng bersama. Tanpa mendengar jawaban So Hee terlebih dahulu, Luhan langsung menarik lengan So Hee. Mereka pun makan odheng. Namun, tentunya tak akan istimewa kalau Luhan tak menggoda So Hee, bukan?

Saat itu, Luhan merengek ingin disuapi So Hee. Namun, So Hee yang merasa malu dan canggung karena berada di tempat umum, menolaknya. Luhan yang tak mau kalah, tetap ngotot. Hingga akhirnya, So Hee pun menyerah. Odheng ikan yang ada di tangan So Hee pun mendarat mulus di mulut Luhan.

Ya, seperti itulah. Mengenang ingatan yang telah berlalu memang mudah. Seperti novel A la recherché du temps perdu karya Marcel Proust: kenangan dapat kembali hanya dengan melihat kepingan yang tersisa dari masa lalu.

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

Perjalanan dari tempat parkir menuju apartemen So Hee yang berada di lantai 3 terasa sangat panjang. Ya, mungkin ini efek samping dari rasa lelahnya. Tapi, efek samping itu akan segera hilang, mengingat kini So Hee sedang memasukan password untuk membuka pintu apartemennya.

Tiit. Terdengar suara merdu seperti menyapa. So Hee segera memasuki apartemennya, berharap bisa mengistirahatkan tubuhnya dengan berbaring di tempat tidur. Namun, sepertinya So Hee masih harus menyimpan angan-angan itu.

Noona!!” seru So Hyun seraya menyerbu So Hee. Bocah laki-laki itu menghujani So Hee dengan pelukannya, sepertinya So Hyun sangat merindukan noona yang sudah lama tak dijumpainya itu. “Noona, banyak yang ingin aku ceritakan padamu..”

“Benarkah?” balas So Hee sambil berbisik di telinga So Hyun.

“Aku sudah punya pacar, lho.”

So Hee mengurai pelukannya, lalu menyipitkan matanya. “Lalu, bagaimana dengan noona-mu ini, huh?”

Noona ‘kan punya Luhan Ahjussi..” So Hee mendorong pelan pelipis So Hyun.

“Huh~ Berarti Noona punya saingan, dong?”

So Hyun menggeleng pelan, “Noona ‘kan selalu ada disini.” So Hyun menunjuk dadanya, membuat So Hee tersenyum malu melihat tingkahnya. “Jadi, Noona tak perlu khawatir!”

“Hm, baiklah.”

So Hee merasakan pergerakan lain, Eomma yang lama tak dijumpainya juga berada di apartemennya. So Hee segera bangkit, berdiri berhadapan dengan wanita paruh baya yang sangat disayanginya itu.

“So Hee..” Terdengar suara lembut yang sangat So Hee rindukan.

“Bagaimana keadaan Eomma? Baik-baik saja, kan?” tanya So Hee dengan riang, sebisa mungkin ia tersenyum walau hampir kehabisan tenaga dan kelelahan.

Wanita itu menghinggapkan tangannya di pipi So Hee, mengelusnya dengan lembut. “Maaf, aku terlalu egois hingga tak memikirkan mu.”

So Hee tersenyum tipis, lalu menggenggam tangan ibunya yang terasa dingin itu. “Tak perlu merasa bersalah. Aku mengerti. Eomma juga membutuhkan waktu, bukan?”

Ibu So Hee tak bisa membendung air matanya lagi. Ia segera memeluk putrinya, menghujaninya dengan kasih sayang. “Aku menyayangimu. Lebih dari yang kau tahu.”

“Aku juga menyayangi Eomma.”

Memang klise. Tapi, kata ‘Maaf’ itu memang sangat ampuh, bukan?

So Hee merasakan getaran ponselnya yang berada di saku outwearnya. Ia pun mengurai pelukannya dan merogoh sakunya. Sehun.

Yeoboseyo?”

Ya! Lee So Hee, kemana saja kau? Kenapa baru sekarang mengangkat telponku, huh? SMS pun tak kau balas—”

 

“Maaf-maaf, aku sibuk. Jadi, tak sempat mengecek ponsel.”

“Sudahlah, lupakan tentang hal itu.”

 

“Hehe, maaf. Memangnya ada apa, sih?”

“Kau.. Apa tidak pergi ke airport?”

Airport?”

“Sudah kuduga. Jadi, bocah itu tidak memberitahumu?”

 

“Bocah..? Siapa yang kau maksud?”

“Ohh, baiklah. Kita langsung saja ke inti permasalahan. Jadi, Luhan akan pergi ke Paris.”

 

“Pa..ris?”

“Ya. Dia bilang, dia ditugaskan disana untuk sementara. Awalnya, aku tak percaya.. Dia ‘kan bukan seorang diplomat. Tapi, Luhan ‘kan selalu mendapat perlakuan emas dari atasan kami.. Tak heran jika permintaannya akan dikabulkan dengan mudah.”

 

So Hee terdiam, membeku. Sampai detik ini pun otaknya tak dapat mencerna apa yang baru saja didengarnya.

“Hei, So Hee?”

“Kapan..kapan keberangkatannya?”

“..malam ini.”

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

Bentley itu merapat ke tepi jalan, membiarkan seorang yeoja turun dari bangku penumpang dan berlari masuk ke dalam bandara dengan tergesa-gesa. Berulang kali yeoja itu berusaha menelpon seseorang, namun tampaknya yang dituju tak kunjung mengangkat telponnya. Yeoja bermarga Lee itu tak menyerah, ia tetap mencoba menelpon orang itu—Xi Luhan—sembari mengedarkan pandangannya, mencari-cari obyek yang ia kenali sebagai Luhan.

“Luhan, kumohon.. Angkatlah!” gumam So Hee, lirih. Ia segera menuju pintu keberangkatan, berharap Luhan belum menaiki pesawat.

Tak ada yang lebih buruk dari hari ini. Bukan karena So Hee harus berlari-lari dengan heels dan dress, atau rambutnya yang akan berantakan karena tertiup angin saat berlari, tapi semua ini karena Luhan. Namja yang pergi begitu saja tanpa berpamitan padanya.

So Hee terus melangkahkan kakinya tanpa peduli dengan tatapan-tatapan aneh yang dilayangkan padanya, saat ini yang ada di otaknya hanya Xi Luhan. Namun, rasa ketidakpeduliannya itu malah menghambatnya. Rasa sakit di kaki yang ia abaikan membuat heels yang ia pakai marah.

“Ahh!” pekik So Hee kesakitan. Kini ia tak berlari lagi, melainkan duduk terjatuh dengan kaki terkilir. Ya, semua ini akibat ketidakpeduliannya.

“Kenapa disaat seperti ini?!” gerutu So Hee. Ia berusaha bangkit, namun itu sulit tanpa bantuan orang lain. Kakinya terus menolak karena pergelangannya terkilir. Namun, sekali lagi So Hee tak peduli.

“Kumohon.. Kali ini saja.” Air mata So Hee sudah menggenang. Ia tak tahu lagi harus bagaimana.

“Apa kau tidak apa-apa?” Suara yang sepertinya tak asing lagi menyapa gendang telinga So Hee, ditambah uluran tangan yang ditangkap penglihatannya.

So Hee mendongak, ingin memastikan siapa orang itu. Dan betapa terkejutnya So Hee saat kedua maniknya berhasil mengenali orang itu sebagai, Luhan!

“Kau..” So Hee kehilangan kata-kata, padahal banyak sekali yang ingin ia ucapkan pada Luhan.

“Kakimu, apa tidak apa-apa?” tanya Luhan, khawatir. Luhan ingin memeriksa pergelangan kaki So Hee, namun gadis itu menolaknya.

“Apa maksudmu? Pergi tanpa memberitahuku.”

Luhan tak menjawab, malah kembali berusaha memeriksa keadaan pergelangan kaki So Hee.

“Jawab aku!” Air mata itu tak terbendung lagi. Luhan yang menyadarinya merasa bersalah. Tapi, apa yang bisa dia lakukan??

“Apa aku tak berarti apapun untukmu??”

Luhan berusaha menenangkan So Hee, namun gagal. Air mata itu malah mengalir semakin deras. Hal itu membuat mereka menjadi pusat perhatian.

“Hei, tenangkanlah dirimu.. Kau tidak lihat? Orang-orang memperhatikan kita saat ini.” bujuk Luhan. Tapi, So Hee tak mengindahkannya.

“Memangnya kenapa? Apa peduli mereka?!”

Luhan menghela napas, mencoba bersabar dan menenangkan diri. “Dengarkan aku..”

“Untuk apa aku mendengarkanmu? Dasar! Menyebalkan!” rutuk So Hee, ia kemudian menghapus air matanya dengan punggung tangannya.

Luhan sudah kehabisan ide. Penglihatannya menangkap keberadaan ponsel So Hee, ia pun segera merebut ponsel itu dan menelpon seseorang.

“Sekarang apa?! Memakai ponselku untuk—”

“Jang Ahjussi, tunggu di pintu keluar.” pinta Luhan lalu menutup telpon. Ia kemudian mengembalikan ponsel So Hee dan menggendong gadis itu ala bridal style.

“Luhan! Turunkan aku!” perintah So Hee, ia tak mau sampai ada wartawan atau paparazzi yang mengambil foto mereka. Tapi, Luhan tak mendengarkan permintaan So Hee, ia terus berjalan menuju pintu keluar.

“Luhan!” So Hee terus menendang-nendang tak jelas, berharap Luhan akan menurunkannya saat itu. Namun, gagal. “Luhan, semua orang memperhatikan kita..”

“Memangnya kenapa? Mereka punya sepasang mata yang digunakan untuk melihat. Apa itu salah?” jawab Luhan, dingin. So Hee terdiam tak percaya. Luhan. Apa namja ini benar-benar Luhan??

Pada akhirnya So Hee menyerah, ia membiarkan Luhan menggendongnya hingga pintu keluar. Luhan pun menurunkan gadis itu ketika sudah sampai.

“Apa kakimu baik-baik saja?” tanya Luhan, sangat khawatir.

“Apa pedulimu?” jawab So Hee, ketus.

Luhan berdengus kecil, ia kemudian berlutut dihadapan So Hee. Mengecek keadaan pergelangan kaki yeoja-nya itu. Baru saja Luhan menyentuh sedikit, tapi So Hee sudah merintih kesakitan. “Sakit sekali, ya?” tanya Luhan sambil mendongakan kepalanya.

So Hee tak merespon, Luhan pun kembali berdiri menyejajarkan dirinya dengan So Hee. “Pergilah ke dokter..”

“Tidak mau.”

“Kau ini kenapa, sih?”

“Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu!”

Luhan menghela napas panjang, “Maaf.”

“Hanya maaf? Kau pikir aku ini apa, Xi Luhan??!”

“So Hee..”

“Kau menyebalkan!”

“So Hee..”

Bentley yang tadi So Hee tumpangi telah tiba, ia segera berjalan menuju mobilnya dengan susah payah. Namun, Luhan menahannya.

“Aku akan kembali.”

“Aku tak peduli!”

“Enam bulan lagi, kita—”

So Hee menghempaskan tangan Luhan. Menatapnya dengan tatapan tertajam yang bisa ia buat. “Aku tak peduli.” ulangnya, tegas.

“..ku harap kau menungguku.”

“Aku membencimu!”

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

So Hee terus berjalan menyusuri koridor lantai 6 dimana ruangannya berada. Matanya terus terfokus pada tulisan-tulisan yang terdapat dalam file yang sedang ia pelajari. Orang-orang yang berpapasan dengannya akan membungkuk tanda hormat padanya dan So Hee akan membalasnya dengan senyuman hangat.

“Jadwal hari ini sedikit padat, Presdir.” Pada akhirnya Sekretaris Hong buka suara, setelah beberapa menit meneliti agenda So Hee hari ini.

“Benarkah?” balas So Hee, datar. Ia sudah terbiasa dengan jadwal padat ataupun sangat padat. Tanggung jawabnya sebagai Presdir Tae San Group telah mengubahnya menjadi seperti itu.

“Biar kubacakan.”

Mereka memasuki lift menuju basement. Tak sedikit pun So Hee mengalihkan pandangannya dari sebuah proposal kerja sama Tae San dengan beberapa perusahaan lain yang ada di tangannya, Sekretaris Hong pun memulai membacakan agenda hari ini.

“Pertama, pagi ini. Pukul 9 kita akan bertemu dengan Tuan Ahn dari White, dia adalah salah satu investor kita untuk proyek baru di Incheon. Diperkirakan selesai pukul 10. Selanjutnya, rapat dengan Direktur Tae San Konstruksi. Lalu, melakukan pengawasan rutin di Tae San Departemen Store. Mungkin akan memakan waktu, diperkirakan selesai pukul 2 siang. Kemudian, anda memiliki janji spesial. Karena yang meminta bertemu adalah Presiden Korea Selatan.”

So Hee mengangkat wajahnya, memandang bayangan Sekretaris Hong dari pintu lift dengan sebelah alis yang sedikit terangkat, “Presiden?” ulangnya, berusaha meyakinkan apa yang baru saja didengarnya.

Sekretaris Hong mengangguk mantap, “Seperti yang anda dengar dan ketahui. Ternyata Presiden kita membaca berita-berita tentang anda di majalah-majalah bisnis, Presdir.”

So Hee kembali berkonsentrasi dengan proposal yang sedang dibacanya setelah mendapat penjelasan dari sekretarisnya itu, sedang Sekretaris Hong sendiri kembali membacakan agendanya.

“Setelah bertemu dengan Presiden anda bisa bersantai sebentar, mungkin anda bisa mandi dan mengganti pakaian anda untuk acara makan malam.” So Hee tampak tak tertarik dengan agenda terakhirnya.

“Anda memiliki janji makan malam dengan Tuan Kang dari Oh Seon Corporation, yang juga sahabat mendiang ayah Presdir. Tentu bersama keluarga anda juga.”

Pintu lift pun terbuka tepat setelah Sekretaris Hong menyelesaikan ucapannya. So Hee diikuti Sekretaris Hong pun berjalan keluar. Pemandangan yang tak asing menyambut mereka, para pegawai membungkuk dengan hormat.

“Presdir?” panggil Sekretaris Hong agak ragu.

“Ya?”

“Minggu depan anda akan pergi ke Paris,”

“Menghadiri fashion show dan bertemu dengan para perancang busana. Aku harus membujuk mereka untuk bergabung dengan Tae San, kan?”

Prediksi So Hee memang benar, tapi bukan itu yang dimaksud oleh Sekretaris Hong.

“Maksudku, apa anda tidak ingin bertemu dengan Luhan-ssi?”

Tiba-tiba saja So Hee menghentikan langkahnya, lalu membalikan tubuhnya menghadap Sekretaris Hong yang berdiri tepat di belakangnya. “Kita ada di kantor, Sekretaris Hong. Kurasa kau tahu tentang—”

“Memisahkan masalah pribadi dengan pekerjaan?”

“Tepat!”

So Hee kembali melanjutkan langkahnya dengan Sekretaris Hong yang terus berjalan mengikutinya dari belakang, berusaha menyamakan langkahnya dengan So Hee. Mereka sudah berada di pintu keluar, namun mobil yang akan mengantar So Hee belum muncul.

“So Hee-ah!” panggil Sekretaris Hong.

“Kita masih di lingkungan kantor, eonni.”

Tampaknya Sekretaris Hong mulai muak dengan sikap So Hee. Ia menghela napas sebelum akhirnya membuka mulut, “Apa kau memakai anesthetic?”

“Apa maksudmu?” balasnya, datar. So Hee mengedarkan bola matanya, mencari-cari mobil yang akan mengantarnya ke tempat pertemuan.

“Ternyata benar! Darah penuh perasaan yang mengalir di dalam pembuluh darahmu, yang terdapat di hatimu, sudah terkena anesthesia.”

So Hee menatap Sekretaris Hong. Namun, sesaat kemudian ia sudah melayangkan tatapannya sambil menghela napas. “Sejak kapan kau mulai menghubung-hubungkan hal seperti itu dengan perasaan, eonni? Itu bukan gayamu.”

“Lalu, ungkapan seperti apalagi yang harus kuberikan?”

“Sudahlah, langsung saja ke inti permasalahan.”

Sekali lagi Sekretaris Hong menghela napas, sepertinya ia sudah lelah melihat sikap So Hee yang seperti itu. “Kau sudah berubah So Hee..”

“Ya, kau benar.”

“Kau menyadarinya?”

So Hee berdengus kecil, “Kau tahu? Orang yang sukses adalah orang yang berani mengakui jika dirinya telah berubah.”

“Dan kau perlu tahu, aku benci ketika mendengar setiap ucapanmu yang selalu benar!”

“?”

“Kau selalu membuatku iri Lee So Hee. Tapi, tidak lagi. Karena aku hanya iri pada Lee So Hee yang dulu. Lee So Hee yang menikmati hidupnya, So Hee yang selalu ramah dan bersikap baik pada siapa pun, So Hee yang akan akan terus tersenyum walaupun dia gagal, So Hee yang selalu memiliki kalimat-kalimat emas yang—”

“Ayolah! Aku memang berubah, tapi tak sepenuhnya. Mungkin yang berubah dariku..hanya Tae San.”

“Kau benar! Tae San membuatmu berubah!”

So Hee hanya diam sambil menatap eonni-nya, menunggu hingga wanita itu melanjutkan ucapannya.

“Kau yang sekarang terlalu gila kerja. Ya, memang tak sepenuhnya buruk. Karena tanpa kerja kerasmu tak mungkin Tae San bisa berkembang sepesat ini. Kau yang membuat Tae San siap menjadi perusahaan nomor satu di Korea. Tapi, kau juga harus memikirkan dirimu.”

“Aku tak ingin menjadi orang yang egois dengan memikirkan diriku sendiri. Ribuan pegawai Tae San menggantungkan hidup mereka padaku, mana mungkin aku mengabaikan mereka?”

“Baiklah-baiklah. Kau benar, kau memang selalu benar dengan semua cara berpikirmu itu.Tapi, apa kau tidak merasa kehilangan sesuatu? Waktu-waktumu, kebahagianmu, masa mudamu, apa kau akan membuang semua itu? Aku tahu kau bisa menyeimbangkan tanggung jawabmu dengan hal-hal yang menjadi hakmu. Lalu, mengapa kau tak melakukannya?”

Hening. So Hee hanya diam, ia tak berani menatap langsung Sekretaris Hong. Ucapannya memang benar, selama ini ia terlalu gila kerja hingga lupa bagaimana caranya menikmati hidup.

“Kapan terakhir kali kau bermain dengan So Hyun? Kapan terakhir kali kau dan ibumu pergi belanja bersama? Kapan terakhir kali kau bersantai di hari liburmu??”

Baiklah, So Hee kehilangan kata-kata. Semua ucapan Sekretaris Hong terlalu kuat hingga ia tak dapat menemukan celah untuk melarikan diri.

Well, kau menang. Lalu, apa yang eonni inginkan sekarang?”

“Jika perkiraanku benar, semua ini berawal sejak 7 bulan yang lalu. Dimana Luhan meninggalkan Korea dan pergi ke Paris.”

“..lalu?”

“Kau masih menunggunya, bukan?”

Ya, itu benar. Hingga kini So Hee memang masih menunggu Luhan. Hari-harinya yang dipenuhi dengan pekerjaan ia lakukan hanya demi melupakan namja itu. Namun, kenyataannya So Hee tak dapat melupakan Luhan. Dan menunggu adalah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan.

 “Aku akan membuat jadwal kosong untukmu. Jadi, pergi dan temui dia. Selesaikan urusan kalian berdua. Lalu, hidup dengan bahagia. Aku tahu kau bisa melakukan itu So Hee. Kepentingan orang banyak dan kepentingan dirimu, kau bisa lakukan keduanya.”

Mobil yang akan mengantar So Hee pun datang, berhenti tepat di hadapannya dengan seorang sopir yang sudah membukakan pintu untuknya.

Sekretaris Hong tersenyum puas, “Kau tahu? Terkadang analgesics lebih baik dibanding anesthetic, Presdir.”

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

Manusia hanya bisa memprediksi. Tak ada yang pasti di dunia ini. Semua bisa saja terjadi sepersekian detik kemudian. Namun, manusia menggunakan akalnya. Mereka memperkirakan setiap peluang yang mungkin terjadi. Dan biasanya perkiraan itu benar. Tapi, tidak menutup kemungkinan juga, kalau perkiraan itu salah.

Saat itu, Luhan akan pergi makan siang di sebuah restoran yang tak jauh dari tempat dinasnya. Restoran yang menyajikan berbagai hidangan khas itali. Luhan mengambil tempat yang berada di pojok. Sebuah meja dengan 4 kursi kosong tepat di samping dinding berbahan kaca tembus pandang.

Setelah memesan, Luhan mengotak-atik ponselnya. Mencoba beberapa game baru yang mungkin akan menghiburnya. Hingga suara seorang wanita membuyarkan konsentrasinya.

“Luhan??”

Wajah Luhan terangkat, mencari-cari sosok wanita yang bicara dengan bahasa Korea sekaligus membuatnya kalah bermain game. Dan ternyata..

“Kau ingat aku? Jiyeon.”

Luhan menurunkan kaki kirinya, yang ia lipat di atas kaki kanannya. Matanya yang membulat, menguatkan bahwa dirinya cukup terkejut dengan kehadiran Jiyeon. Ya, dia itu Jiyeon. Salah satu sahabat So Hee. Tapi, tunggu! Kenapa dia bisa disini??

“Kau sendirian? Boleh aku duduk disini?”

Jiyeon menempati kursi kosong yang ada di hadapan Luhan. Luhan yang memang datang sendiri, terpaksa menerima Jiyeon yang meminta satu meja dengannya.

Pria itu tampak canggung, mengingat sikap Jiyeon di masa lalu padanya. Tanpa ragu-ragu Jiyeon melayangkan pertanyaan basa-basi pada Luhan, seperti ‘Apa kabar?’. Dan setelah itu pembicaraan pun mengalir. Mereka pun mulai bicara tentang kesibukan masing-masing. Ternyata Jiyeon berada di Paris karena harus menggantikan Ibunya untuk bertemu dengan salah satu klien.

“Oh, begitu.”

Tampaknya Luhan tak tertarik. Karena jujur saja, ia masih menyimpan sedikit rasa kesalnya pada Jiyeon yang waktu itu seenaknya menuduh kalau Luhan hanya bermain-main dengan So Hee.

Seiring berjalannya waktu, pembicaraan mereka semakin dalam. Hingga akhirnya sampai pada klimaks. Masalah So Hee.

“Apa kau masih mencintai So Hee?”

Pertanyaan yang tanpa ragu-ragu dilayangkan Jiyeon. Luhan yang hampir tersedak mendengar pertanyaanya, segera meraih gelas berisi air yang ada di samping piringnya. Ia kemudian hanya bisa berdeham.

“Kenapa? Tidak bisa menjawab?”

Ya. Kau benar, Jiyeon! Luhan tidak bisa menjawabnya. Setelah aksi pergi meninggalkan Korea dan menetap di Paris untuk beberapa bulan, sedikit sulit bagi Luhan untuk mendeskripsikan perasaannya saat ini.

“Kalau masih, lamar dia.”

Luhan tertegun. Apa katanya? Lamar? batin Luhan. Jiyeon kembali melahap hidangannya, berusaha tak memperdulikan perubahan raut wajah Luhan.

“Eh, ngomong-ngomong kau berjanji akan pulang setelah 6 bulan, kan? Kalau dihitung-hitung ini hampir 7 bulan, lho! Apa kau tidak takut So Hee diambil pria lain?”

“Aku..” kata Luhan, menggantung. Jiyeon yang penasaran, segera memfokuskan diri pada Luhan. “..sudah berniat untuk melamarnya.”

Seolah sudah tahu apa yang akan terjadi, Jiyeon tampak tak terkejut. Ia justru tersenyum bahagia sambil menyapukan serbet ke bibirnya. Luhan hanya bisa menatap Jiyeon, seolah menunggunya mengatakan sesuatu.

“Kapan?” tanya Jiyeon.

“Entah. Aku belum menemukan waktu yang pas.” jawab Luhan. Sepertinya ia telah menemukan teman yang cocok untuk membicarakan masalah ini (Maklum saja, teman-temannya di Paris tak ada yang mengetahui hubungannya dengan Presdir Tae San Group itu).

Jiyeon mengerutkan dahinya, “Kau ini bagaimana, sih?! Payah sekali.”

Kenapa jadi dia yang repot?? Kalau belum menemukan waktu yang pas, ya, mau bagaimana lagi! batin Luhan.

“Kalau cincin, apa kau sudah membelinya?”

Luhan hanya menggeleng pelan. Sepertinya nafsu makannya mendadak hilang.

“Dasar, playboy! Tidak pernah serius, ya, kalau pacaran?? Begini saja, besok aku tak ada jadwal. Jadi, besok kita ke pusat perbelanjaan untuk beli cincin, bagaimana?”

Luhan yang mau melamar So Hee, kenapa jadi Jiyeon yang repot??

“Hei! Kau pikir aku ini pengangguran seperti dirimu? Pekerjaanku banyak tahu!”

Jiyeon menggerutu kesal, “Apa kau bilang? Pengangguran?? Kau tahu tidak!? Aku kesini ini karena pekerjaan! Masa kau bilang aku pengangguran?!”

Luhan tak menjawab, hanya berdengus saja. Sesaat kemudian raut wajahnya berubah. “Kau..jangan bilang dulu pada So Hee, ya?”

Sebuah anggukan menjadi janji antara Jiyeon dan Luhan. Pada akhirnya, mereka sepakat jika besok akan pergi bersama untuk mencari cincin. Tampaknya Jiyeon sangat antusias. Tapi, ini terasa ganjil bagi Luhan.

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

“Ayo! Semangat, Presdir!”

Sekretaris Hong sedang menyemangati So Hee yang benar-benar malas untuk sekedar bergerak dari tempat tidurnya. So Hee masih menginginkan waktu untuk tidur, mengingat dirinya yang terjebak dengan pekerjaan yang hampir menenggelamkannya kemarin.

“Hari ini hanya pergi ke pusat perbelanjaan, kok. Setelah itu, Presdir, bisa tidur lagi.”

“Kalau eonni pergi sendiri, bisa, kan?”

Mengetahui jadwalnya hari ini yang tak begitu penting, membuatnya dengan mudah menyerahkan tugas itu pada Sekretaris Hong. Karena selama 2 hari So Hee berada di Paris, hampir tak ada waktu tidur untuknya.

“Mana bisa kalau aku sendiri? Presdir juga harus tahu keadaannya, kan?”

“Aaahh!” So Hee akhirnya bagun juga. Mendengar segala bujuk-rayu Sekretaris Hong, membuatnya tak bisa tidur walaupun kelopak matanya hampir mengatup.

“Nah, begitu dong! Itu baru namanya—”

“Kalau eonni buka mulut lagi, eonni berakhir di divisi keamanan!” ancam So Hee seraya berjalan menuju kamar mandi.

“Divisi keamanan?”

So Hee menoleh. Sambil menyipitkan matanya yang terlihat sangat sayu ia berkata, “Sebagai satpam!”

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

Hari itu, So Hee yang baru menikmati waktu tidurnya—yang kurang dari 3 jam—tampak sangat mengantuk. Walau sebisa mungkin ia berusaha untuk tetap terlihat fresh, tapi tetap saja, kantung mata di wajahnya tak bisa hilang walau sudah menggunakan sendok yang dimasukan ke freezer.

Bersama beberapa pengelola pusat perbelanjaan dan tentunya Sekretaris Hong, mereka berkeliling dan melihat kondisi disana. Fasilitasnya terlihat sangat baik, selain itu kebersihan juga sangat terjaga.

Mulai dari bagian pakaian wanita hingga pakaian pria, lalu pakaian anak-anak, sepatu dan tas, dan kini mereka sedang berada di bagian perhiasan. Pihak pengelola menjelaskan tentang keamanan disana. Dan So Hee mendengarkannya dengan baik.

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

Di hari yang sama, Luhan dan Jiyeon pergi ke pusat perbelanjaan. Mereka sedang mengincar sebuah cincin yang paling indah untuk Luhan berikan pada So Hee. Saat itu, Luhan hanya mengikuti kemana Jiyeon pergi. Mengekorinya seperti bodyguard.

Hingga pada akhirnya Jiyeon berhenti di sebuah toko dan menunjuk sebuah cincin bertahtakan berlian yang tampak sangat mengkilap. Tanpa basa-basi, Luhan segera masuk ke toko itu—tentunya ditemani Jiyeon.

Postur tubuh Jiyeon yang tak jauh berbeda dengan So Hee—walau kepribadian mereka sangat berbeda—memudahkan Luhan memprediksi ukuran jari So Hee. Dan lagi-lagi, manusia memang hanya bisa memprediksi!

“Jiyeon..? Luhan?”

Aku yakin, kalian telah menebak milik siapa suara itu. Yap! Suara itu milik So Hee. Luhan—yang saat itu membelakangi So Hee—menoleh, lalu membalikan tubuhnya. So Hee yang muncul dengan sangat tiba-tiba, terasa seperti tidak nyata bagi Luhan. Ia masih tak percaya jika sosok yang ada di hadapannya saat itu adalah So Hee.

Dengan gugup dan terbata-bata Jiyeon menyapa So Hee. Namun, walau begitu, tatapan So Hee terus tertuju pada Luhan. Sedang apa mereka berdua di toko perhiasaan? Lalu, cincin-cincin itu. Apa mereka bermaksud membelinya? Pertanyaan-pertanyaan itu perlahan memenuhi benak So Hee, hingga salah satu pengelola pusat perbelanjaan menyadarkannya.

Dengan bahasa Prancis yang fasih, So Hee berkata kalau ia hanya menyapa teman. Lalu, sambil tersenyum tipis So Hee meninggalkan mereka. Luhan yang tampak kebingungan, semakin gelisah. Hatinya mulai merasa ketakutan. Bagaimana kalau So Hee mengartikan yang tidak-tidak? Bagaimana kalau ia salah paham?

Tanpa memperdulikan Jiyeon dan cincin-cincin indah itu, Luhan segera berlari meninggalkan toko. Mengejar So Hee yang ternyata telah menghilang bersama para pengelola pusat perbelanjaan itu (Kemana hilangnya Sekretaris Hong?).

Namun, tak semudah itu Luhan menyerah. Ia segera menghubungi Sekretaris Hong, bermaksud bertanya dimana mereka sekarang. Tapi, sia-sia. Telponnya disambungkan ke mail-box.

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

Tumpukan pekerjaan, membujuk para designer, menghadiri acara-acara, mempromosikan produk Tae San Textile, hingga kurang tidur. Semua itu sudah cukup untuk membuat wajah serta pikiran So Hee kusut. Lalu, sekarang? Pertemuan singkatnya yang tak disengaja dengan Jiyeon dan Luhan membuatnya semakin bertanya-tanya.

Walau hanya sekilas, tapi ia yakin betul kalau Jiyeon sedang mencoba beberapa cincin di toko perhiasan tadi. Tapi, mengapa ada Luhan? Apa mereka tak sengaja bertemu? So Hee membuang perkiraan terakhirnya, karena sepengetahuannya, Luhan adalah tipe pria yang cukup malas untuk sekedar berbelanja—apalagi ke toko perhiasan seperti itu. Tapi, kalau Luhan memang menemani Jiyeon. Aneh juga.

Hah, hanya dengan memikirkannya saja sudah membuat rambut So Hee semakin kusut. Lebih baik ia segera pergi ke kamar mandi dan gosok gigi lalu tidur. Namun, tiba-tiba Sekretaris Hong masuk ke kamarnya—tanpa ketuk pintu terlebih dahulu.

Dengan ekspresi panik Sekretaris Hong berkata, “Di luar ada Luhan-ssi!”

Sekretaris Hong memang sudah mengetahui tentang pertemuan tak disengaja So Hee dengan Luhan dan Jiyeon. Jadi, wajar kalau ia terlihat panik seperti itu. Apalagi mereka belum mengetahui alasan sampai Jiyeon dan Luhan berada di toko perhiasan dan membeli cincin.

“Dia ingin bertemu denganmu!” kata Sekretaris Hong dengan informal.

Sebenarnya So Hee sudah menduganya. Kalau memang tak ada apapun di antara Luhan dan Jiyeon, pasti Luhan akan datang dan menjelaskan semuanya. Sejak beberapa jam terakhir pun missed call dari Luhan sudah menumpuk, karena tak ada satu pun telpon dari Luhan yang So Hee angkat.

So Hee bisa saja pergi dan menemui Luhan. Tapi, telpon yang ia dapat dari Sehun membuatnya mengurungkan niat. Ia berpikir kalau Luhan dan Jiyeon benar-benar memiliki hubungan yang tak ia ketahui. Bahkan lebih lagi. Hipotesis So Hee sudah sampai pada titik, kalau Luhan pergi meninggalkannya ke Paris hanya demi Jiyeon.

Maka malam itu, So Hee tak menemui Luhan.

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

Keesokan harinya, So Hee bangun dengan wajah kurang tidur. Semalam ia tak bisa tidur walau hampir setengah dari pekerjaannya sudah terselesaikan. Kabar mengejutkan kembali menyapa gendang telinganya. Semalaman Luhan menunggu So Hee di luar!

So Hee tak mengira aksi nekat Luhan. Dalam pikirannya, walaupun itu adalah dorongan perasaan tapi tentu seharusnya didukung oleh akal sehat. Dan yang dilakukan Luhan kali ini benar-benar di luar akal sehat!

So Hee hampir berlari keluar tanpa alas kaki, namun ketika penglihatannya mendapati Jiyeon yang sedang membujuk Luhan untuk pergi, membuatnya mengurungkan niat. Ia segera berbalik arah dan memutuskan untuk mandi dan menyegarkan pikiran.

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

Malam telah datang. Dan yang tak pernah So Hee duga adalah Luhan tetap disana. Pria setengah waras itu bisa benar-benar tidak waras kalau sampai So Hee tak menemuinya. Sepertinya Luhan mendapat telpon dari Sehun beberapa jam yang lalu, dan itu membuatnya semakin menguatkan hati untuk tetap menunggu So Hee di luar rumahnya.

Tunggu! Jangan-jangan Si Oh Sehun itu mau mencoba mengadu-domba lagi??

Di dalam rumah, So Hee merasa bimbang. Ia ingin keluar, berlari memeluk Luhan yang wajahnya tampak pucat pasi. Tapi, disisi lain, ia takut. Ia takut kalau ia harus menerima kenyataan kalau Luhan datang dan menunggunya di luar hanya untuk minta maaf dan mengungkapan seluruh perasaanya yang sejujurnya. Perasaannya pada Jiyeon. Bukan pada So Hee.

Hingga So Hee hanya bisa berpuas diri dengan melihat Luhan dari balik jendela kamarnya. Sekretaris Hong pun masuk.

“Ini sudah hampir tengah malam, Presdir.”

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

Seolah tak ada harapan yang tersisa untuknya. Luhan menghela napas panjang. Hampir 1 hari 2 malam ia habiskan hanya untuk menunggu So Hee di luar rumahnya. Menunggu sesuatu yang tak pasti akan datang atau tidak. Tapi, sekali lagi. Manusia hanya bisa memprediksi, bukan??

Luhan melirik jam tangannya. 23:59. Sepertinya So Hee benar-benar tak akan keluar dan menemuinya. Sepertinya dugaanya kalau So Hee salah paham itu benar.

Saat itu Luhan berjongkok. Menjambak rambutnya frustasi. Menyalahkan dirinya akan kebodohan yang ia lakukan. Hingga..

Saengil chukkahamnida.. Saengil chukkahamnida..

Luhan mendongakan kepalanya. Bagai mimpi, kini Jiyeon, Sehun, Sekretaris Hong, lalu Sena, juga So Hyun sedang menyanyikan lagu ‘Selamat Ulang Tahun’ untuknya. Luhan yang tak tahu menahu, segera bangkit. Maniknya terus beredar, seperti sedang mencari-cari sesuatu.

“Apa yang kau cari, sih?” tanya Sehun, menggoda. Luhan tak menghiraukannya. Ia berharap kalau dalam gerombolan itu terdapat pencuri hatinya.

“Bagaimana ini? Pria ini terlalu agresif!” kata Sehun pada Jiyeon dengan raut yang dibuat-buat. Jiyeon hanya mengangkat bahunya. Dan Sehun pun memberi jalan pada seseorang yang sedaritadi bersembunyi di belakangnya. So Hee.

Sambil tersenyum So Hee keluar dari persembunyiannya. Berniat untuk mengucapkan ‘selamat ulang tahun’ pada Luhan. Namun, baru satu suku kata yang keluar, Luhan sudah menyergapnya. Memeluknya dengan erat seolah tak mau kehilangan lagi.

Semua orang berdeham lalu memalingkan wajahnya, seolah memberi waktu bagi mereka berdua. So Hee yang merasa malu, berbisik pada Luhan, “Hei.. Lepaskan aku!”

“Tidak!”

“Apa?!” So Hee masih berbisik, walau Luhan menjawabnya tanpa berbisik.

“Aku bilang tidak, ya, tidak!”

Menyadari tak ada yang bisa dilakukan, So Hee hanya pasrah mendapati dirinya tak bisa keluar dari pelukan Luhan. Hingga pada akhirnya ia membalas pelukkannya. “Selamat ulang tahun, ya?” kata So Hee, lembut.

Di luar dugaan, Luhan mengurai pelukannya. Tahu begini, sudah sejak tadi So Hee menyelamatinya.

“Jangan salah paham! Aku dan Jiyeon—”

“Ssst..” So Hee menginterupsi seraya tersenyum, “kau tidak mengerti, ya? Kau ini sedang dikerjai.”

Luhan membelalakan matanya. Sedaritadi, ia tak mencerna apa yang terjadi. Yang ia pikirkan hanya So Hee. Hanya gadis itu.

“Buat keinginan, lalu tiup lilin-lilin itu!” kata So Hee sambil melirik ke arah kue tart yang dibawa So Hyun.

Masih menggenggam tangan So Hee, Luhan mengucapkan harapannya dalam hati, lalu meniup lilin-lilin itu. Tepuk tangan pun terdengar.

“Wah, Ahjussi semakin tua saja, ya?” Oke, itu pasti So Hyun. Kalian masih ingat, kan, soal panggilan So Hyun untuk Luhan??

Luhan menyunggingkan bibirnya, “Iya! Aku semakin tua. Kenapa?”

Tawa pun pecah. Ternyata prediksi Luhan salah! Ini semua hanya ulah teman-temannya yang berniat mengerjainya. Setelah puluhan ledekan untuk Luhan terlontar, mereka memutuskan untuk masuk ke rumah So Hee. Saatnya pesta!!

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

“Apa?”

Tampaknya Luhan cukup terkejut mendengar penuturan teman-temannya. Semua ini benar-benar dipersiapkan dengan matang!

“Ya, begitulah. Ini memang ideku, Sehun, dan..” Jiyeon menggantungkan kalimatnya, melirik ke arah Sekretaris Hong yang duduk di sofa terpisah.

Luhan mengikuti arah bola mata Jiyeon, begitupula So Hee yang duduk di samping Luhan dengan tangan kiri yang bertaut dengan tangan kanan Luhan. Sekretaris Hong hanya tersenyum simpul, lalu berkata, “Dan aku. Ya, aku ada dalam rencana ini.”

“Tapi,” tambah Sekretaris Hong dengan penekanan nada, “..aku tak pernah menyesal melakukan ini. Jika, Anda berpikir untuk memecatku, Presidir, maka pecatlah aku.”

So Hee yang merasa diajak bicara, hanya menarik sudut bibirnya. Sedang yang lain seperti menunggu jawabannya.

“Jangan terlalu pesimis!” kata So Hee seraya bangkit dari sofa, “mungkin saja aku akan menambah gajimu..”

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

Malam hingga dini hari mereka habiskan untuk mengobrol bersama dan mengadakan acara barbecue di halaman belakang. Langit yang tampak cerah seolah mendukung kegiatan outdoor mereka. Selain makan-makan ditemani api unggun, mereka juga bermain beberapa permainan.

Makanan sudah hampir habis. So Hee pun memutuskan untuk memanggang beberapa daging dan jagung lagi. Ditemani So Hyun—yang tidak mungkin ikut bermain Go Stop—mereka mulai memanggang di dekat kolam renang, aroma daging yang khas pun menguar. Benar-benar mengundang selera makan!

Kehabisan saus, So Hee pun meminta So Hyun untuk mengambilkan di dapur. Anak penurut itu pun pergi meninggalkan So Hee yang larut dalam aktivitasnya. Walau begitu, ia masih bisa mendengar langkah kaki yang mendekat.

“Kau sudah ambil sausnya, So Hyun?” tanya So Hee tanpa menoleh. Ia terlalu sibuk dengan daging dan jagung itu.

Namun, memang manusia hanya bisa menduga. Langkah kaki itu bukan milik So Hyun, melainkan Luhan!

Tak mendapat respon, So Hee pun menoleh. Betapa terkejut dirinya saat mendapati sosok yang ada di hadapannya kini bukanlah So Hyun sang adik. Merasakan kecanggunggan, So Hee pun mencairkan suasana dengan berkata, “Maaf, kukira kau So Hyun.”

“Mau kubantu?” Tanpa menunggu jawaban So Hee, Luhan segera mengambil capit yang ada di tangan So Hee. Dengan telaten ia membalik daging-daging itu, lalu mengoleskan mentega ke jagung.

“Bergabunglah dengan yang lain! Hari ini, kan, ulang tahunmu! Masa kau malah sibuk memasak, sih?” bujuk So Hee, lembut. Tak lama, So Hyun pun datang dengan membawa sebotol saus dalam genggamannya.

Noona, aku ngantuk.” rengek So Hyun sambil mengucek matanya. So Hee tersenyum, lalu sedikit membungkukan tubuhnya untuk menyejajarkan diri dengan So Hyun. Ia lalu mengelus-elus lembut pucuk kepala So Hyun.

“Mau tidur di kamar Noona?”

“Duh, manjanya..” ledek Luhan sambil mengerling jahil ke arah So Hyun. Akhirnya, keadaan kembali seperti dulu. Dimana Luhan sering menjahili So Hyun.

“Aku tidak manja!” sahut So Hyun sambil mengerucutkan bibirnya, tak terima dengan ucapan Luhan. Dan lagi-lagi So Hee hanya bisa tersenyum melihat tingkah mereka.

“Hihi, sudah. Ayo, Noona antar..” sela So Hee sambil menggiring So Hyun. Alhasil, Luhan pun terjebak sendirian bersama daging dan jagung.

 

~oOo~

I.N.T.U.I.T.I.O.N

~oOo~

 

“Dagingnya sudah matang?”

Pertanyaan itulah yang pertama kali terpikir olehku. Melihat Luhan yang sedang duduk sendirian sambil memandangi kolam renang terasa ganjil bagiku (Bukankah tadi dia sedang memanggang daging dan jagung??). Luhan yang mendengar pertanyaanku, segera menoleh. Sambil tersenyum ia mengangkat piring berisi potongan daging yang sudah ia panggang.

“Kenapa tidak bergabung dengan yang lain?” Sambil menghampirinya aku berkata seperti itu. Ia menepuk-nepuk tempat di sampingnya, seolah ingin aku duduk disana.

“Aku menunggumu.” katanya setelah aku duduk.

“Dasar! Jadi kau sudah mengambil bagianmu terlebih dahulu??” Aku menggeleng-gelengkan kepalaku tak percaya. Sebenarnya, sih, mau menghindar.

Luhan hanya tersenyum tipis, lalu menjatuhkan pandangannya di kolam renang. Aku pun meraih sumpit, lalu mengambil potongan daging itu dan perlahan menyuapkannya ke mulutku.

“Sudah tidak marah?” tanya Luhan padaku. Kedua tangannya bertopang di belakang tubuhnya.

Tanpa memberi jeda yang terlalu lama, aku hanya menjawab, “Menurutmu?”.  Aku kembali melahap daging-daging itu, berusaha menghindari pertanyaan. Walau tak terlihat jelas, tapi aku tahu kalau saat ini Luhan sedang tersenyum.

“Kau tahu, kan?” tanya Luhan, menggantung. Aku hanya menggeleng sambil tetap menyuapkan daging-daging itu dan mencernanya dengan baik. Memang kenyataannya aku tidak tahu apa yang dimaksudnya, kan?

“..kalau aku akan melamarmu.”

 

APA?

“Uhuk.” Aku tersedak! Luhan yang tampak panik segera berlari ke dapur untuk mengambilkanku air. Aku menyambut baik segelas air yang ia berikan padaku. Tanpa pikir panjang, aku segera meneguknya. Fiuh~

“Kau tidak apa-apa?” tanya Luhan. Aku hanya mengangguk sambil menaruh gelas itu di kursi bundar yang Luhan jadikan meja untuk kami. Aku tak memiliki keberanian untuk menatapnya.

“Sepertinya kau terkejut sekali?” tanyanya. Aku yang kebingungan, berusaha membelokkan pembicaraan.

“Oh, iya! Aku, kan, belum memberimu hadiah ulang tahun. Kau mau apa?”

Luhan tampak berpikir sejenak, lalu menjawab, “Cukup katakan ‘Ya’ ketika aku bertanya padamu.”

 

Permintaan macam apa itu??

“Kau yakin?” tanyaku. Luhan mengangguk pasti. Aku pun memicingkan mataku, seraya berkata “Kau pasti akan bertanya yang aneh-aneh padaku. Seperti..”

“Seperti apa?”

“Seperti.. ‘Apa aku tampan?’ atau ‘Aku namja terkeren, kan?’ dan dengan pasrahnya aku harus menjawab ‘Ya’.”

Luhan terkekeh geli sambil mengalihkan pandangannya dariku. “Bukan itu, kok, yang mau aku tanyakan.”

“Lalu, apa? Kau itu, kan, pria dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Kalau bukan bertanya hal-hal seperti itu, apalagi yang mungkin kau tanyakan?”

Maniknya segera beralih padaku. Sudah lama aku tak menatapnya tepat di mata. Merasa tak bisa mengendalikan diri, aku pun membuang tatapanku darinya.

“Aku hanya ingin bertanya satu hal..” Ucapannya membuatku tertarik. Aku melirik ke arahnya. Dengan pandangan kami yang saling bertemu lagi, dia melanjutkan kalimatnya, “Maukah kau menikah denganku?”

Deg

Luhan baru saja memintaku untuk menikah dengannya? Apa tidak salah? Ini bukan mimpi, kan? Oh, bagaimana ini?? Aku belum siap untuk situasi seperti ini!

“..daging buatanmu enak sekali! Lain kali buatkan untukku, ya?” kataku, sedikit gugup. Aku berusaha menghindar dengan mengalihkan pembicaraan. Tapi, tampaknya tak berhasil. Buktinya Luhan masih memandangiku—yang kembali menyuapkan daging ke mulut—dengan tatapan serius.

“Aku akan membuatkannya untukmu,” Bagus! Aku berhasil mengalihkan pembicaraan! “..tapi, kalau kau mau jadi milikku.”

Sial! Sudah tidak bisa menghindar lagi. Baiklah, kau harus menghadapinya Lee So Hee!

“Jadi.., apa yang kau inginkan?” tanyaku sambil menaruh sumpit.

“Jawaban.”

Perlahan aku bangkit, membuatku lebih tinggi daripada Luhan. Ia mendongakkan kepalanya agar tak memutus pandangan kami.

“Sekalipun kau jawab ‘Tidak’ aku akan tetap memaksamu menjawab ‘Ya’.”

Aku mengerutkan dahiku. Lengkap dengan mata yang menyipit aku berkata, “Tak perlu memaksaku! Lagipula kau sudah melakukannya, bukan? Kau juga sudah tahu jawabannya.”

Ia pun bangkit, membuatku kembali lebih pendek darinya. “Tapi, aku ingin mendengarnya dari mulutmu.” pintanya dengan raut wajah yang dibuat-buat, bibirnya sengaja dikerucutkan.

Aku hanya diam. Hingga Luhan mendekatkan wajahnya padaku, “Maukah kau menikah denganku?” tanyanya. Perlahan aku mengangguk dengan tatapan yang jatuh pada lapisan tanah di bawah.

“Mau jadi istri Xi Luhan, kan?” tanyanya lagi sambil memegang kedua bahuku. Dia ini kenapa, sih? Satu jawaban saja kurang, apa?

Dengan suara pelan yang hampir tak terdengar aku menjawab, “Ya.”

Senyum penuh kepuasan terlukis di wajahnya—aku tahu suara kecilku itu pasti bisa terdengar olehnya. Ia yang menarik wajahnya dariku, mengeluarkan sesuatu dari sakunya. “Aku hampir lupa..” katanya. Ia kemudian berlutut di hadapanku. Dia membuka kotak kecil berwarna hitam itu. Di dalamnya terdapat cincin bertahtakan berlian. Luhan lalu meraih tanganku.

“Katanya kau playboy. Masa hal seperti ini saja bisa lupa?” komentarku. Walau terdengar seperti gerutuan, tapi di dalam hati aku sangat senang.

Luhan mendongakkan kepalanya, “Karena di hadapanmu, aku tidak bisa menjadi seorang playboy.”

Pipiku merona—aku yakin itu. Seulas senyuman terlihat, dan Luhan pun melingkarkan cincin itu di jari manisku. Sesaat ia memandangi jariku yang kini telah berhias cincin darinya. Ia kemudian bangkit, berdiri sambil tersenyum lebar padaku.

“Kau kenapa, sih? Senyummu itu bisa membuatku berhenti bernapas, tahu!”

“Kalau begitu, berhenti saja! Aku akan menolongmu, kok, dengan memberi napas buatan.”

Aku diam tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkannya. Dasar! Xi Luhan!

Dia terkekeh, “Aku bahagia. Makanya tersenyum!” katanya.

Aku tidak bisa menutupi kebahagian di hatiku. Melihat Luhan yang tak kunjung mengalihkan pandangannya dariku membuatku semakin tersipu. Sambil menahan senyuman, aku membuang tatapan darinya.

“Memangnya kau tidak bahagia?” tanyanya.

“Hm, bagaimana ya?”

“Jangan-jangan karena aku memaksamu?” Tampaknya Luhan sedikit khawatir.

“…”

“Hei?”

“…”

“Apa menikah denganku bukan kata hatimu?”

Aku menghela napas sambil mengerling nakal. Luhan pun tersenyum, aku yakin dia mengerti maksudku. Tanpa basa-basi dia langsung merengkuhku, menggiringku masuk ke dalam pelukkannya.

Luhan meletakkan dagunya di bahuku, bisa kurasakan senyumannya. Lalu kini, hembusan napasnya di lekukkan leherku. “Luhan.. Lepaskan..” rengekku.

“Tidak.”

“Tapi, geli.. Cepat lepaskan!”

“Tidak akan.”

“Kalau begitu berhenti bernapas di leherku!”

“Apa?”

“Itu membuatku geli.”

Aku bisa mendengar kekehan Luhan. Sebenarnya bukan karena rasa geli, tapi karena tiap sentuhan Luhan di kulitku terasa seperti sengatan listrik yang menuju ke jantungku. Duh, jantung.. Bertahanlah! Maaf, kau harus bekerja keras.

“So Hee?”

“Apa?” Kini aku lebih tenang, lebih tepatnya kelelahan karena Luhan tak mau melepaskanku.

“Boleh aku minta satu hal lagi?”

“Hah, mau bagaimana lagi? Ini begitu mengenaskan. Dengan pasrah aku harus menjawab ‘Ya’.” Luhan mengurai pelukkannya, seraya tersenyum padaku.

“Kau harus mengingat hadiah ulang tahun dariku, ya? Walaupun hanya kata ‘Ya’ tapi itu sama saja dengan kau memintaku untuk melakukan segala hal yang kau inginkan.” tambahku.

“Tentu saja.” katanya sambil tersenyum.

Aku hanya diam. Pasrah pada keadaan.

“Permintaanku tidak sulit, kok.”

Lagi-lagi aku hanya diam.

“Bahkan lebih mudah daripada menjawab ‘Ya’.”

Aku sedikit penasaran. Sebenarnya apa yang akan Luhan minta?

“Cukup diam, dan nikmati. Selama 5 menit, saja..”

“Sebenarnya apa yang kau minta, sih?”

Luhan menyeringai.

“Dia mau menciummu So Hee.”

Itu.. Suara Sehun.

Kami menoleh. Dan mendapati Sehun yang sedang asyik mengabadikan momen kami dengan handycam yang ada di tangannya. Menyadari artis dalam filmnya berhenti bermain, Sehun pun hanya bisa berkata “Opss.”

Sehun mengangkat wajahnya dari layar handycam, kini maniknya melirik ke arahku dan Luhan. Perlahan ia melangkah mundur. Luhan yang tadinya menggenggam tanganku, segera melepasnya, dan berjalan mendekati Sehun.

“Sejak kapan kau disitu??” tanya Luhan dengan sebelah alis yang terangkat naik.

“A..a..aku..belum lama, kok.”

Sehun segera membalikkan tubuhnya dan bersiap untuk mengambil langkah seribu. Namun, pintu geser berbahan kaca yang menjadi pintu masuk ke rumah dari halaman belakang telah ditutup oleh Jiyeon dan Sena—Sekretaris Hong juga ada di dalam.

“Hei! Hei! Kalian tidak bisa begini padaku!” Sehun terus meronta-ronta di depan pintu, sedang Jiyeon dan Sena malah tertawa di atas penderitaan orang lain—dasar! Mereka itu. Namun, Luhan yang semakin mendekat membuat Sehun memutuskan berlari ke sisi lain. Tak tinggal diam, Luhan pun mengejar Sehun. Terjadilah kejar-kejaran. Dan begitulah pesta ulang tahun Luhan berakhir..

Akhir yang bahagia, bukan? Hanya dengan mengikuti kata hati, kalian bisa bahagia. Tapi, perlu diingat. Kalau setiap dorongan perasaan seharusnya didukung oleh akal sehat.

 

END

 

 

A/N: Huaaaaa T.T Aku ga percaya kalo ‘Intuition’ udahan..huhu.. Padahal tadinya aku mau nyelipin bonus story, tapi ga jadi deh. Duhh, padahal udh dibikin tuh /lirik draft/  /kicked/

Gimana nih? Pada suka ga sama ending-nya?? Kasih tau aku dong, bagian mana yang paling kalian suka?? >.<

 Kalo aku, sih, paling suka yang pas Luhan bilang: “Karena di hadapanmu aku tidak bisa menjadi seorang playboy.”  Duhhh abang Luhan yahhhh, gombal!

Oke-oke, terakhir.. Makasih buat semua dukungannya ^.^ Comment sangat ditunggu lho.. Kalo emg pada mau liat ‘bonus story’ yang udh aku bikin kaya apa, tinggalin comment kalian ya~ Huhu, aku sedih nih mau pisah sama kalian semua.. Huhu.. Tapi, emang harus ada akhir untuk memulai sesuatu yang baru, kan?

Oh, ya. Sebelumnya aku mau minta maaf kalo ada salah kata dan typo yang bertaburan ya?? Hihi, aku juga manusia, kan~ So, see you next time with my another fic! \(^.^)/


Amicissimos (Chapter 1)

$
0
0

amicissimos2

Amicissimos

by

ellenmchle

Main Cast : EXO-K’s Kai – Kim Jongin & f(x)’s Krystal – Jung Soojung || Support Cast : Girl’s Day’s Lee Hyeri || Genre : Friendship, Romance & Life || Rating : PG-15 || Length : Chaptered || Disclaimer : Inspired by Love at 4 Size / Love Julinsee (2011), Seven Something (2012) & Say Hello for Me (2007) || Credit Poster : Mizuky

I wish i could go back in time and meet you again as a friend.

 

Antrian panjang selama jam istirahat sudah menjadi hal yang wajar. Kantin sekolah Hanlim Entertainment Arts terlihat sesak oleh murid-murid yang sedari tadi terus mengeluh, entah karena terlalu lama menunggu atau karena hasil ujian yang baru saja keluar, yang pastinya kicauan yang keluar dari mulut masing-masing individu di sana semakin menambah kebisingan  ruangan tertutup itu.

“Hai, Soojung. Ini makan siangmu. Selamat menikmati.”, ucap seorang gadis bertubuh mungil seraya menyerahkan sekotak bibimbap dan sebotol air mineral yang dialasi sebuah nampan berwarna hitam begitu Soojung mendapatkan giliran mengambil makan siangnya.

“Apa kau bisa memberiku satu porsi lagi?”, Soojung melirik gadis di hadapannya itu – Mengerti apa yang di maksud Soojung, gadis itu segera menambahkan sekotak bibimbap dan sebotol air mineral ke atas nampan yang sudah dipegang Soojung.

“Terima kasih.”, ucap Soojung tersenyum tipis kemudian segera meninggalkan barisan antrian.

Soojung melemparkan pandangannya ke seluruh sisi ruangan itu, berharap masih bisa menemukan sebuah meja kosong dan tentu saja ia mendapatkannya – Di sebelah pojok kanan, Hyeri – sahabat baiknya sudah menunggu dengan menyisakan 2 buah kursi di sana. Hyeri melambaikan tangan kanannya dan saat itu juga Soojung segera melangkahkan kedua kakinya.

“Kau memang yang terbaik, Lee Hyeri.”, sapa Soojung seraya meletakkan makan siangnya di atas meja dan segera menarik sebuah kursi di sana.

“Jung Soojung tidak mungkin tidak menjadi orang pertama yang mengetahui hasil ujian. Aku sudah hafal itu. Jadi karena aku masih mengasihanimu ku sisakan kursi-kursi itu untukmu dan.. Hey, dimana si hitam itu?”, Hyeri – gadis itu memang sudah hafal kebiasaan Soojung yang tidak bisa duduk tenang jika belum mengetahui hasil ujiannya. Soojung – Ia terlalu gila akan nilai dan ranking.

“Tidak tahu.”, balas Soojung acuh seraya membuka penutup kotak makanannya.

“YA! Kim Jongin! Berikan itu padaku!”, suara teriakan seorang pemuda dengan suara beratnya berhasil mengalahkan kebisingan di ruangan itu, sejenak semua mata di sana tertuju pada kedua pemuda yang sedang berkejar-kejaran layaknya anak berumur 5 tahun itu. Satunya dengan tubuh yang cukup tinggi dan kulitnya yang sedikit gelap dibanding orang-orang korea pada umumnya dan satunya lagi pendek, tubuh yang sedikit berisi dan kacamata tebal yang menghiasi matanya.

Sebuah kamera tampak berada digenggaman pemuda berkulit gelap itu, dengan raut wajah yang jahil pemuda itu menekan-nekan tombol di kameranya guna menampilkan ulang foto-foto yang telah berhasil diambilnya beberapa menit yang lalu sedangkan si kacamata tebal berusaha menstabilkan nafasnya dengan berhenti sejenak dan kemudian sedikit membungkukkan badannya dengan kedua tangannya yang diposisikan menempel pada kedua lututnya.

“Cepat hapus foto itu!”, si kacamata tebal berusaha membentak.

“Baiklah, aku mengaku kalah.”, Jongin – begitu nama pemuda berkulit gelap itu terlihat menghampiri teman sekelasnya – Lee Byungman yang masih berusaha mengatur nafasnya. Jongin memperlihatkan kameranya dan kemudian menekan salah satu tombol di sana dan akhirnya foto itu terhapus.

“Sudah kan? Aku juga sudah lelah.”, ucap Jongin enteng kemudian meninggalkan Byunman yang masih tetap di tempatnya.

Jongin melangkahkan kakinya seraya melirik ke arah jam dinding di sana. Waktu istirahat mereka hanya tinggal 10 menit.

“Sisa 10 menit, sebaiknya kau cepat isi perutmu itu.”, lanjut Jongin tanpa berbalik kemudian menatap kameranya dengan sebuah senyuman jahil.

Jongin menatap satu per satu meja di sana, mencari seseorang namun sayangnya ia sangat buruk dalam hal cari-mencari apalagi di tengah keramaian seperti ini.

“Kau lihat Soojung?”, tanya Jongin pada salah satu murid perempuan yang duduk di dekat tempat ia berdiri sekarang.

“Ya?”, gadis itu tampak salah tingkah.

“Jung Soojung, murid teater kelas 2-A. Apa kau melihatnya?”, tanya Jongin lagi berusaha memastikan bahwa harusnya gadis ini mengenal Soojung – murid terpandai di sekolah mereka.

“Oo..Sepertinya tadi dia bersama Hyeri di belakang sana.”, jawab gadis itu dengan wajahnya yang berseri-seri.

“Baiklah. Terima kasih.”

Jongin mencari Soojung dan Hyeri di tempat yang dikatakan gadis itu barusan. Soojung dan Hyeri yang sebenarnya sudah menyadari kehadiran Jongin sedari tadi tidak berniat sama sekali memberi tanda pada Jongin di mana tepatnya posisi mereka sekarang. Mereka cukup sibuk dengan makan siang mereka.

“Hey, apa menu makan siang hari ini?”, sapa Jongin membuka pembicaraan seraya menarik kursi dan segera meneliti kotak makanan di hadapannya itu.

Hening. Tidak ada jawaban dari keduanya.

“Lihatlah, aku mendapatkan sesuatu yang unik hari ini.”, lanjut Jongin kemudian sibuk dengan kameranya lagi.

“Lihat!”, Jongin memamerkan foto yang berhasil diambilnya pada Soojung yang tampak tak begitu tertarik.

Sebuah foto yang berlatar tempat di toilet murid laki-laki dengan-

“Kim Jongin!”, pekik Soojung hampir memuntahkan isi mulutnya yang penuh dengan bibimbap.

Foto itu menunjukkan Lee Byungman yang sedang membuang kotorannya di dalam toilet, walaupun tidak menunjukkan dengan jelas bagian depan tubuh Byungman namun foto itu jelas menampilkan pantat milik Byungman. Oh Tuhan. Betapa tidak sepadannya muka dan otak pemuda bernama Kim Jongin ini.

“Kau benar-benar sudah tidak waras!”, lanjut Soojung kemudian meneguk air mineralnya.

“Jangan tunjukkan padaku! Aku tidak mau melihatnya!”, Hyeri ikut-ikutan berteriak, mencegah agar matanya tidak menangkap apa yang tertampil di kamera milik Jongin.

Jongin tidak menghiraukannya, ia malah makin memaksa kedua mata Hyeri melihat foto hasil potretran terbarunya itu.

“YA! Sudah ku bilang, enyahkan foto itu dari hadapanku!”, pekik Hyeri sukses membuat murid-murid yang duduk di sekitar mereka menatapnya dengan aneh.

“Ku bilang tidak ya tidak, Kim Jongin!”, kali ini Hyeri membentak dengan ekspresi wajah yang serius.

“Kau benar-benar tidak penasaran?”, tanya Jongin meyakinkan Hyeri.

“Tidak!”, jawab Hyeri tegas kemudian beranjak dari kursinya dan segera melangkah pergi.

“Lihat mukanya, begitu menyeramkan.”, ucap Jongin menatap kepergian Hyeri seraya berdecak.

“Kau yang menjijikkan!”, sindir Soojung tampak tak tertarik melanjutkan makan siangnya lagi.

“Kenapa kau jadi ikut-ikutan seperti ini?”, protes Jongin.

Tanpa memperdulikan ocehan Jongin, Soojung pun berlalu begitu saja.

“YA! Jung Soojung! YA! Aku bahkan belum memakan sesuap pun.”, Jongin terlihat mencegah Soojung yang sudah mulai memperjauh jarak mereka.

“Apakah lucu membiarkan laki-laki tampan sepertiku ini duduk sendirian di sini tanpa ditemani seorang perempuan pun?”, oceh Jongin frustasi.

Seakan ikut menghukum Jongin, bel tanda jam isritahat telah berakhir berbunyi begitu saja tanpa memperdulikannya yang baru sedang ingin membuka kotak makanan di hadapannya itu. Sial – rutuk Jongin dalam hati.

-||-||-

Suasana kelas tampak hening. Jongin dengan langkah tanpa semangatnya berjalan menyusuri koridor. Ia terpaksa harus membulatkan matanya besar-besar begitu sampai di ambang pintu kelas. Bukan karena terlambat – itu sudah hal biasa bagi Jongin. Ini sesuatu yang lebih parah.

“Bagus, Bang Minah.”, ucap seorang laki-laki paruh baya dengan rambutnya yang dilumuri entah berapa banyak minyak rambut hingga terlihat mengkilap seperti itu. Laki-laki itu – salah satu dari sekian banyak guru di Hanlim Entertainment Arts, bermarga Choi dan juga merupakan guru paling menyebalkan di sana.

Guru Choi selalu saja melalukan razia mendadak setiap kali memulai pelajarannya dan sialnya lagi, Jongin – Ia lupa bahwa sekarang ia membawa sebuah kamera digital di dalam kantong celananya. Kini ia benar-benar berharap bahwa pintu kemana saja milik doraemon itu memang nyata keberadaanya. Ia benar-benar sedang dalam masalah besar.

Setidaknya Jongin bisa merasa sedikit beruntung karena ia belum menginjakkan kakinya di dalam ruangan kelas itu. Melarikan diri – hanya itu yang bisa dilakukannya sekarang. Ia tidak akan pernah rela kehilangan kameranya walaupun hanya sehari. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka, sekalipun ia harus meregang nyawanya. Terdengar berlebihan memang tapi itulah Kim Jongin.

“Kim Jongin, aku sudah melihatmu.”, suara berat itu kembali menghentikan langkah Jongin.

Sial!

“Oo, Guru Choi. Selamat siang. Hmm, itu, aku ijin ke toilet sebentar, perutku sepertinya sedang bermasalah.”, bohong Jongin.

Kembali Jongin ingin melanjutkan langkah kakinya di saat itu pula sebuah penghapus papan tulis terbang dan mendarat bebas tepat di kepalanya.

-||-||-

“Serahkan kameramu.”, pinta Guru Choi.

“Ya?”, Jongin berpura-pura bodoh.

“Peraturan poin ke 12 – Murid tidak diperbolehkan membawa kamera apalagi mempergunakannya selama kegiatan di sekolah.”, tegas Guru Choi seraya meneguk secangkir tea hijau di hadapannya.

“Aku tidak membawa kamera.”, bohong Jongin.

“Baiklah kalo begitu kau juga tidak akan keberatan jika aku memeriksa kantong celanamu kan?”, ancamnya.

“Jenis hukuman skors poin ke 4 – Murid yang tertangkap berbohong pada guru akan di skors selama 3 hari.”, lanjutnya.

Skors? Apa jadinya Jongin jika kedua orangtuanya harus mengetahui bahwa ia di skors? Tidak. Ini tidak benar.

“Guru Choi, aku…”, Jongin tampak ragu.

“Serahkan kameramu dan kau tidak akan di skors.”, lagi, Guru Choi dengan gaya menyebalkannya itu berusaha mengancam Jongin.

Jongin menyerah. Kali pertama ia harus merelakan kameranya hanya karena ancaman skors. Dengan ragu Jongin merogoh kantong celananya, mengeluarkan kamera – separuh jiwanya di dalam sana. Ia meletakkannya di atas meja kerja Guru Choi tanpa mengalihkan pandangan pada benda mati itu seakan-akan setelah ini ia tidak akan pernah mendapatkannya kembali.

“Aku mohon jaga dengan baik.”, mohonnya pada Guru Choi.

“Tidak perlu berlebihan. Akhir semester kau sudah bisa mengambilnya kembali.”, Guru Choi meraih kamera itu dan segera memasukkannya ke dalam laci meja kerjanya.

Jongin menatap dengan sedih. Terlalu berlebihan memang. Setelah mendapat isyarat dari Guru Choi untuk segera meninggalkan ruang kerjanya dan kembali mengikuti pelajaran, Jongin pun berbalik mencari pintu keluar dari ruangan itu.

“Poin ke – 27 – Lama waktu sitaan akan diperpanjang jika murid yang bersangkutan membuat masalah baru selama barang disita.”

Apa si tua ini ingin cari mati? Jongin tidak berbalik, tidak juga menanggapi pernyataan terakhir Guru Choi. Ia hanya tetap melangkahkan kakinya dengan penuh kekesalan.

“Sudah ku bilang, jangan mempermainkanku. Lihat akibatnya sekarang?”, sindir seseorang di sana tepat setelah Jongin keluar dari ruang guru.

Jongin tidak membalasnya, tidak juga melemparkan tatapan mematikan seperti biasanya. Ia hanya berjalan melewati orang itu – Lee Byungman yang masih menunggu respon darinya.

“Apa kau sudah mengaku kalah?”, sindir Byungman.

Jongin kembali tidak merespon.

“Cih! Hanya karena sebuah benda mati kau berubah menjadi seperti ini?”

Jongin tetap menatap lurus.

“Terlalu berperasaan, dasar banci!”

Jongin mengentikan langkahnya.

“Bagaimana jika Soojung menerima tawaran seorang Kim Myungsoo untuk berkencan? Apa kau juga akan seperti ini? Atau bahkan lebih menyedihkan dari ini?”

Jongin mengepalkan kedua tangannya.

“Atau bagaimana jika Soojung berhasil ditidurinya?”

Kali ini sudah cukup. Jongin mengangkat tangan kanannya hendak melayangkan sebuah pukulan tepat di wajah Byungman namun pada saat itu juga sebuah tangan mencegahnya.

“Tinggalkan tempat ini sekarang juga.”, tegas Soojung masih menahan tangan kanan Jongin.

“Ku bilang cepat tinggalkan tempat ini!”, bentak Soojung saat Byungman masih nekat bertahan di sana.

Perlahan Soojung melepaskan genggamannya dari tangan Jongin.

“Kau baik-baik saja?”, tanya Soojung pelan seraya menatap khawatir wajah Jongin.

Jongin tidak merespon. Ia terlalu lelah dengan perasaannya sendiri yang tak menentu setiap kali harus dikaitkan dengan hubungan Soojung dan Myungsoo – senior mereka.

“Kau baik-baik saja?”, ulang Soojung.

Jongin berlalu begitu saja tanpa sebuah jawaban.

-||-||-

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Jika kebanyakan murid sedang bersiap-siap untuk segera meninggalkan ruang kelas lain halnya dengan Soojung dan Hyeri yang masih terduduk dengan posisi berhadap-hadapan sambil sesekali melirik satu sama lain.

“Jadi, ada apa?”, Hyeri memecah keheningan di antara mereka.

“Jongin. Kau tahu apa yang terjadi padanya?”, tanya Soojung menatap Hyeri serius.

“Kenapa lagi memang?”, Hyeri balik bertanya.

“Aku juga tidak tahu, Lee Hyeri! Makanya ku tanyakan padamu. Tadi dia hampir menghabisi Byungman jika aku tidak datang tepat waktu.”, Soojung tampak semakin bingung.

“Apa?”, Hyeri membulatkan matanya menatap Soojung dengan tatapan tidak percaya.

“Apa mungkin karena kejadian istirahat tadi?”, lanjut Hyeri mencoba menyelidik.

“Tidak mungkin. Kau tahu tatapannya sangat menyeramkan tadi. Dia bahkan tidak menjawab pertanyaanku dan pergi begitu saja.”, jelas Soojung.

“Benarkah?”, Hyeri kembali membulatkan matanya.

“Jung Soojung, bisa ikut denganku sebentar?”, seseorang di ambang pintu berhasil mengagetkan Soojung dan Hyeri.

-||-||-

Guru Choi tampak sedang membuka laci meja kerjanya satu per satu. Mengecek satu per satu map yang tersusun rapi di dalamnya. Ia mengeluarkan beberapa map dari dalam sana dan akhirnya kamera milik Jongin yang disitanya ikut dikeluarkan.

Soojung yang sedari tadi menunggu Guru Choi mencari berkas-berkas miliknya yang sempat dipinjam pihak sekolah sedikit terkejut melihat kamera yang ia yakini milik Jongin berada di tempat Guru Choi. Dengan rasa ingin tahu yang begitu kuat, Soojung akhirnya memberanikan diri bertanya pada yang Guru Choi.

“Maaf. Guru Choi, benda ini kenapa bisa ada denganmu?”, tanya Soojung seraya menunjuk kamera milik Jongin.

“Ya? Oo, ini? Peraturan poin ke 12 – Murid tidak diperbolehkan membawa kamera apalagi mempergunakannya selama kegiatan di sekolah. Kim Jongin telah melanggarnya dan benda ini tentu akan disita sampai dengan akhir semester.”, jelas Guru Choi dengan tegas.

“Akhir semester?”, tanya Soojung tak percaya.

“Betul sekali. Ada masalah denganmu?”, tanya Guru Choi menyelidik.

“Tidak.”, bohong Soojung.

Jadi karena ini? – batin Soojung

-||-||-

Jongin meraih tas sekolahnya kemudian berjalan keluar meninggalkan ruang kelasnya yang tepat bersebelahan dengan ruang kelas Soojung dan Hyeri. Ia sengaja mengulur-ngulur waktu agar pada saat ia melewati ruang kelas 2-A tidak akan bertemu dengan Soojung ataupun Hyeri yang pasti sudah mengintainya untuk menjawab rasa penasaran mereka karena sikap anehnya hari ini.

Jongin mengeluarkan iPhone-nya dari kantong celana. Membuka aplikasi jejaring sosial bernama  twitter. Tidak perlu susah-susah log in karena Jongin selalu membiarkannya dalam kondisi sudah ter-log in. Kebiasaannya.

Hari yang buruk, suasana hati yang buruk…. via Twitter for iPhone

Hanya dalam hitungan detik, berbagai reply maupun retweet berhasil membanjiri account-nya itu. Bukan hal yang biasa lagi mengingat jumlah followers Jongin yang terbilang cukup banyak untuk ukuran orang biasa sepertinya. Tidak. Tepatnya memang wajar mengingat Jongin adalah seorang playboy dan setiap murid perempuan di sekolah yang tergila-gila padanya sudah menjadi followers sejatinya sejak sekian lama baik dalam dunia nyata maupun maya.

Jongin memasukkan kembali iPhone-nya.

Sial! – rutuk Jongin dalam hati begitu menemukan Hyeri tepat berada di hadapannya sekarang.

“Kenapa dengan kau?”, tanya Hyeri tanpa basa-basi.

“Kenapa?”, Jongin balik bertanya.

“Sudah, jangan berpura-pura. Soojung sudah menceritakannya padaku.”, Hyeri melihat dengan penuh selidik.

“Tidak ada apa-apa.”, jawab Jongin enteng kemudian berusaha meninggalkan Hyeri.

Kali ini Hyeri mengalah. Tidak ada gunanya memaksa seorang Jongin jika dia sedang seperti ini.

-||-||-

Jongin berjalan menyusuri jalanan kota Seoul dengan posisi kepala menunduk sambil sesekali menendang kerikil yang dijumpainya sepanjang jalan. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam kantong celananya.

“Kim Jongin!”, seru seseorang di belakang sana.

Jongin tahu persis pemilik suara itu namun ia terus saja berjalan. Ia tidak sedang ingin bertemu dengan siapa-siapa dan menjelaskan apa-apa.

“Kim Jongin! YA! Tunggu aku!”, pekiknya seraya berlari-lari kecil.

Gadis itu akhirnya berlari dengan kecepatan penuh menyusul Jongin yang masih sibuk menendang-nendang kerikil di jalanan.

“Kau! Apa kau tuli, eoh?”, Soojung berusaha membentak Jongin dengan nafasnya yang masih terengah-engah.

Jongin menoleh.

“Kau siapa?”, tanya Jongin dengan ekspresi yang datar.

Soojung menyipitkan matanya. Dan pada detik selanjutnya, sebuah pukulan keras mendarat tepat di kepala Jongin.

“YA! Sudah ku bilang jangan memukulku seperti itu!”, pekik Jongin.

“Dan sudah ku bilang jangan pernah bemain-main denganku!”, balas Soojung.

Soojung berjalan meninggalkan Jongin yang masih sibuk mengusap-ngusap kepalanya.

“YA! Kau harus bertanggung jawab. Kepalaku hampir bocor!”, teriak Jongin kemudian segera menyusul Soojung.

“Bodoh.”, Soojung tersenyum geli melihat ekspresi muka Jongin yang terlihat sedikit tolol.

“Apa kau bilang?!”, pekik Jongin.

“Jadi karena kamera?”, Soojung mengalihkan pembicaraan.

“Kau tahu darimana?”, tanya Jongin sedikit kaget.

“Sudahlah, tidak penting ku tahu darimana. Hey, tidakkah ini terdengar begitu konyol, kau ingin meninju Byungman hanya karena sebuah kamera?”, Soojung berusaha menebak sendiri.

“Bu-“, Jongin hendak menyahut.

“Oke, aku tahu kameramu itu sangat berarti, berharga, bernilai atau apapun itu tapi tidakkah ini terlalu berlebihan?”, potong Soojung.

“Berikan aku kesempatan untuk berbicara, bodoh!”, Jongin menatap Soojung dengan kesal.

“Cih! Jika orang sepandai diriku ini kau bilang bodoh, lalu bagaimana denganmu? Baiklah, katakan padaku sebenarnya apa yang terjadi.”, ledek Soojung.

Jongin menghentikan langkah kakinya.

“Apa selamanya kita akan seperti ini?”, tanya Jongin sedikit serius.

“Apa? Kau ingin mengalihkan pembicaraan? Cepat jelas-“, Soojung berusaha mengembalikan topik pembicaraan mereka.

“Apa selamanya di antara kita hanya ada kata teman?”, Jongin tetap pada pertanyaannya.

“Kau kenapa lagi?”, Soojung mulai tidak nyaman.

“Cukup jawab Ya atau Tidak.”, Jongin menatap kedua mata Soojung.

Soojung merasa semakin tidak nyaman. Namun.. apa ia benar-benar harus berkata jujur?

“Bodoh! Tentu saja Ya.”, Soojung tersenyum kaku.

“Memangnya kau ingin kelak aku menjadi musuhmu. Hahaha. Kau lucu sekali.”, lagi, Soojung tertawa renyah.

“Bagaimana jika aku mengatakan bahwa aku menyukaimu lebih dari seorang teman?”, akhirnya Jongin meluncurkan kalimat itu.

“Ya?”, Soojung terdiam.

“Hahaha. Bodoh! Tentu saja selamanya kita berteman. Aku hanya bercanda tadi. Cepat pulang sebelum hari semakin sore.”, Jongin kemudian berjalan duluan meninggalkan Soojung yang masih terdiam di tempatnya.

Bolehkah aku berharap bahwa ini tidak akan menjadi selamanya?

 

TBC


Take a Drink Together (Chapter 1)

$
0
0

take-a-drink-together-missfishyjazz

 

Take a Drink Together

presented by pearlshafirablue

Do Kyungsoo [EXO-K] – Kim Taeyeong [GG]
Kim Joonmyun [EXO-K] – Lee Sunkyu/ Sunny [GG] – Kim Jongdae/ Chen [EXO-M]

| Romance – Action – Mystery | PG-13 | Chaptered [1 of ?] |

“All of the characters are God’s and themselves’. They didn’t gave me any permission to use their name in my story. Once fiction, it’ll be forever fiction. I don’t make money for this.”

Previous Chapter
Prolog

-o0o-

            “Selamat pagi.” Aku menghempaskan tubuhku di atas kursi yang sudah kududuki nyaris setahun ini. Sunkyu dan Jongdae yang melihatku datang menghentikan obrolan mereka sejenak.

“Tumben baru datang.” Komentar Sunkyu seraya menyeruput teh herbalnya yang dikemas dalam termos kecil—minuman favoritnya.

“Seperti biasa, insomnia lagi. Kesal rasanya tidak bisa tidur sampai pukul 2.” Keluhku sembari berbalik—mengambil beberapa buku pelajaran.

“Jongdae, kau sudah piket?” Tanya Sunkyu beberapa menit kemudian. Mau tidak mau aku ikut melayangkan pandanganku ke arah Jongdae. Penasaran.

Ya! Kenapa kau mengingatkanku?!” Gerutunya sebal. Aku dan Sunkyu hanya terkekeh.

“Sudah kuduga belum. Cepat piket sana!” Titah Sunkyu sembari mengibas-ngibaskan tangannya—tanda menyuruh Jongdae pergi. Jongdae hanya mendengus pelan dan langsung beranjak menuju loker janitor di belakang kelas.

Aku dan Sunkyu menghabiskan pagi dengan berbicara. Sambil sesekali menatap dan mengerling jahil ke arah Jongdae yang tampak sangat sebal.

“Hei, yang piket hari ini tidak hanya aku! Kemana yang lainnya?” Serunya sambil berkacak pinggang. Aku buru-buru mengeluarkan buku perlengkapan kelas.

“Hmm… Jung Eunji… belum datang. Kim Jongdae… Choi Jinri… belum datang juga.” Gumamku sambil meneliti daftar nama yang piket hari ini. Mataku perlahan turun menatap sebaris nama terakhir di daftar, “dan… Do Kyungsoo.”

Tiba-tiba terdengar decitan pintu terbuka. Aku, Sunkyu dan Jongdae—yang kebetulan hanya bertiga di kelas—menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria yang sangat kukenal dengan seragam yang sama dengan yang Jongdae pakai masuk tanpa sedikitpun menghiraukan kami bertiga. Tidak ada secuilpun senyum yang terpahat di bibirnya. Bahkan sorotan matanya terlihat muram.

“Kau berani menyuruh anak itu piket?” Bisik Sunkyu tiba-tiba. Tidak ada satupun kata keluar dari mulutku.

Aku tidak melepaskan pandanganku dari sosoknya yang kini tengah berkutat dengan ponsel ber-casing hitam miliknya. Wajahnya datar tidak menunjukan satupun ekspresi. Bibirnya yang tebal itu juga tampak tidak ingin membuka untuk sekedar mengucapkan ‘selamat pagi’ kepada kami bertiga—teman sekelasnya selama 2 tahun.

“Aku sekretaris, Sunkyu. Bukan seksi kebersihan atau ketua kelas. Kurasa ini bukan kewajibanku.” Jawabku perlahan.

Sunkyu hanya mendengus, “bilang saja kau takut, Kim Taeyeon.”

Aku memasukkan buku perlengkapan kelas tadi ke dalam laci. “Bukan takut.” Jawabku, “hanya tidak mau mengambil risiko.”

Sekonyong-konyong terdengar bunyi bel masuk yang memekakkan telinga.

Satu per satu teman-temanku masuk dan mulai mengisi bangku-bangku kosong di kelas. Jung Eunji dan Choi Jinri—2 orang perempuan yang piket hari ini tampak melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak lupa seperti halnya Jongdae—yang kini sudah duduk di bangku di belakangku.

Beberapa menit kemudian Mrs. Choi memasuki kelas. Guru bahasa Inggris kami itu tampak sibuk berbicara sambil sesekali menulis di atas papan tulis besar yang digantung di tengah-tengah dinding. Hanya sebagian murid yang memperhatikannya. Tidak termasuk aku.

Perhatianku sudah direnggut oleh sosok misterius itu. Do Kyungsoo.

-o0o-

            “Joonmyun-ah.”

Ketua kelas 9-A yang terkenal akan keramahan dan kedisiplinannya itu menoleh perlahan ke arahku. Manik mata kecoklatan miliknya bertemu pandang dengan kedua manik mataku.

“Ada apa?”

Kami berdua sedang ada di kafeteria sekolah. Jongdae dan Sunkyu sudah kembali ke kelas sejak tadi. Aku dan Joonmyun memang ditugasi oleh Ahn seongsaenim untuk menyusun proposal rencana outbound disini. Kebetulan sang wakil ketua kelas—Choi Sooyoung berhalangan hadir karena sedang menghadiri rapat OSIS di aula.

“Kita sudah 2 tahun sekelas ‘kan?” Tanyaku sekonyong-konyong.

Joonmyun menyerngit heran. Tidak mengerti apa maksud pertanyaanku barusan. “Kau tahu, kau seperti akan menyatakan perasaanmu kepadaku dengan kalimat itu.” Kekehnya.

Aku tidak mengindahkannya dan melanjutkan, “apa kau dekat dengan Do Kyungsoo, Joonmyun?”

Pertanyaanku barusan membuat Joonmyun mengunci mulutnya. Ia menatapku dalam diam. “Tidak. Dan kau bisa lihat sendiri, Taeyeon. Tidak ada satupun orang yang dekat dengannya di kelas.” Jawabnya tiba-tiba.

Joonmyun memang benar. Tidak ada satupun murid 9-A yang terlihat dekat dan akrab dengan Do Kyungsoo. Bahkan jarang sekali rasanya aku melihat ia berbicara dengan orang lain. Ia hanya berbicara sesekali—itupun hanya dalam obrolan yang penting atau terdesak.

“Kenapa anak itu sangat sulit bergaul?” Gumamku menerawang ke atas plafon kafeteria.

“Siapa? Kyungsoo?” Sahut Joonmyun sambil melirikku dengan ekor matanya.

Ne. Padahal kita sudah 2 tahun sekelas. Aku hanya tidak ingin ia meninggalkan bangku sekolah menengah tanpa satupun kenangan bersama kita.” Tuturku beralih ke arah Joonmyun.

Ya, Taeyeon. Daripada kau berbicara mengenai dia, lebih baik kau bantu aku menyusun lembar-lembaran kertas ini.” Pinta Joonmyun—tampak sibuk dengan kertas-kertas di tangannya. “Lagipula, kenapa kau peduli sekali dengannya?”

“Entahlah.” Ucapku seraya mengambil beberapa kertas di tangan Joonmyun. “Aku hanya penasaran.”

“Oya!” Joonmyun tiba-tiba teringat sesuatu. “Kurasa aku meninggalkan kerangka proposal di loker. Aku pergi dulu ya. Jangan kemana-mana, Taeyeon.” Titah Joonmyun sembari berdiri dan beranjak meninggalkanku. Sosoknya sudah tidak bisa kulihat lagi saat dirinya berbelok di koridor.

Aku menghela nafas ringan dan mulai menulis hal-hal penting yang harus segera dilaporkan kepada Ahn seongsaenim. Pikiranku akhirnya tenggelam dalam tumpukan kertas-kertas proposal ini.

Sejurus kemudian, aku mendengar langkah kaki berat mendekatiku. Kafeteria yang sepi ini jelas membuat tapakan itu terdengar sangat jernih. Aku mengangkat kepalaku.

“Joon—” Aku tidak melanjutkan perkataanku.

“Ahn seongsaenim menyuruh kalian masuk ke kelas. Ada hal penting yang ingin disampaikan seputar ujian tengah semester. Kemana Joonmyun?”

Aku meneguk salivaku banyak-banyak saat menyadari bahwa Do Kyungsoo sedang berbicara denganku. “Ah, eung…” Ekspresi datar Kyungsoo tetap tidak berubah melihat tingkahku yang gugup ini. “Di-dia pergi ke ruang loker.”

“Kalau begitu, saat dia kembali, segera kembali ke kelas.” Jelasnya seraya berbalik—berjalan keluar kafeteria.

“Tunggu!” Aku buru-buru berdiri dan membereskan kertas-kertas yang mampu kujangkau. Do Kyungsoo berhenti sejenak. Ia menoleh ke arahku.

“Ada apa?” Tanyanya datar.

Dengan panik aku berlari mendekatinya. Berkas-berkas proposal outbound tampak berantakan di pelukanku. “Aku ikut kau ke kelas. Nanti aku akan mengirim pesan kepada Joonmyun.”

Kyungsoo hanya menatapku sebentar—dan kembali berbalik tanpa memberikanku sedikit jawaban. Aku merutuki diriku sendiri atas tingkah bodohku tadi.

Sepanjang perjalanan menuju kelas, aku dan Kyungsoo tidak banyak bicara. Lebih tepatnya tidak berbicara sedikitpun. Kami berdua sibuk dengan kegiatan masing-masing—aku terlalu sibuk berkutat dengan lembaran kertas-kertas yang merepotkan ini—dan tampaknya Kyungsoo sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Kau akan ikut outbound nanti?” Aku memecah keheningan. “Tahun lalu kau tidak ikut ‘kan?”

Kyungsoo tidak melirikku sama sekali. Ia tetap berjalan seolah-olah tidak ada aku di sampingnya. Aku merasa bodoh.

“Tidak.” Akhirnya ia menjawab. Aku menautkan kedua alisku.

“Ke-kenapa? Kau tidak suka pergi jauh ya?” Tanyaku penasaran.

“Aku ada pekerjaan saat itu.” Kyungsoo kembali bersuara. Entah kenapa kata ‘pekerjaan’ agak rancu di telingaku. “Lagipula…”

“Lagipula apa?” Potongku tak sabar. Kyungsoo menoleh ke arahku sebentar.

“Percayalah, outbound itu akan dibatalkan.” Desisnya, perlahan-lahan bibirnya menarik sebuah senyuman pahit.

Aku hanya bisa terdiam mendengar pernyataannya. Dibatalkan? Kenapa?

.to be continued.

 P.S
Akhirnya 
chapter pertama terbitJujur, di prolog komentarnya sedikit banget loh :( Aku berharap di chapter ini komentarnya lebih banyak ya! Aku janji bakalan cepet terbitin chapter 2-nya kalo komentarnya bertambah :D Oiya, maaf bagi yang gak suka pairing ini. Jeongmal mianhae :|  DON’T FORGET TO DROP YOUR COMMENT!


[FREELANCE] Goodbye Kiss

$
0
0

Title : Goodbye Kiss [Late’s Another Side/ Yongri’s Side]

Author : lollicino

Cast : Park Yongri [OC’s], Byun Baekhyun

Minor : Umeda-sensei [OC’s] dan masih banyak lagi…

Genre : hurt

Rating : PG

Length : oneshot

Sum : “ The meaning of kiss for me to you is… good bye, my love. “ – Park Yong Ri

Note : FF ini sebetulnya berjudul ‘The Meaning of Kiss’ dan udah lamaa banget, tapi ini 1st di EXOMKFF :D Males ngubahnya-_- untuk lebih mengerti, baca ff ini dulu ya -> Late

= = =

Love at first sight…

I remember,

First time i meet you,

My heart beating so fast

= = =

            Kulangkahkan kakiku, mengitari taman besar di sekolah ini. Mataku tertuju pada bunga mawar merah indah yang terjajar rapih di sepanjang taman, bunga favoritku.

Namaku Park Yongri. Seorang murid baru di Jungwon Junior High School, sekolah dimana aku berada saat ini. Pindahan dari Jepang. Ah, seluruh keluargaku memang senang berkeliling dunia. Bukan hal yang sulit untuk berpergian ke luar negeri, mengingat aku termasuk keluarga yang cukup kaya.

“ Anak culun tidak tahu diri! Berani kau membantahku?! “ aku memperhatikan sekitarku, berusaha mencari sumber suara yang kudengar tadi. Kulangkahkan kakiku menuju sumber suara.

“ Kau punya mulut atau tidak?! Kau bisu, huh?! “ kudengar lagi suara itu. sangat dekat. Dan, kudapati 5 orang namja tengah mengepung seorang namja yang ketakutan.

[DEG]

Kusentuh dadaku yang bergemuruh.

‘ Apa ini? ‘ batinku.

Kuperhatikan namja yang tengah ketakutan itu. Dia menggunakan kacamata besar. Rambutnya berwarna coklat dan agak berantakan. Kulitnya putih. Namja itu mendongak, dan aku dapat melihat wajahnya sepenuhnya. Dia… tampan.

“ YA! Kau mendengarku tidak?! “ bentak namja –yang kuketahui namanya adalah Gunseok-. Sementara namja yang sedang ketakutan –yang tidak kukenal- mengangguk pelan.

Gunseok mengangkat tangannya yang mengepal kuat. Apa yang mau dia lakukan?! Dia mau meninju namja tidak bersalah itu?!

Dengan cepat aku berlari ke arah mereka. Entah kenapa, rasanya aku sangat takut jika namja yang tak kukenal itu disakiti oleh Gunseok. Sebelum tangan kasar Gunseok meninju namja itu, aku menahan tangan Gunseok, mencengkram pergelangan tangannya.

“ Gunseok-ssi! Apa yang mau kau lakukan? “ bentakku, lalu menghempaskan tangannya dengan kasar. Gunseok menatapku dengan tatapan tidak percaya.

Chagi, kau lebih membela si culun ini daripada aku? “ tanya Gunseok dengan tatapan tidak percaya.

“ Jangan panggil aku dengan panggilan itu. Aku bukan yeojachingu-mu. Dan aku tidak akan pernah menjadi yeojachingu seorang playboy sepertimu, Gunseok-ssi. “ bentakku, “ Pergilah. Namja ini tidak bersalah, hanya kau saja yang membuat masalah. “ lanjutku. Gunseok mendengus, lalu meninggalkan kami –aku dan namja yang tak kukenal ini- diikuti teman-temannya. Aku berbalik, dan menatap namja itu.

Gwaenchanayo? “ tanyaku pada namja itu.

Nan gwaenchana. Gomawo, karena sudah menyelamatkanku dari amarah Gunseok. “ jawab namja itu malu-malu. Kenapa dia imut sekali sih?

“ Boleh aku tahu siapa namamu? “ tanyaku sekali lagi.

“ Byun Baek Hyun. “

= = =

From that little accident,

We became friends

But, my heart say different

I love you

= = =

“ Yongri-ya. “ panggil Baekhyun. Aku mendongak.

“ Eo? “ tanyaku.

“ Kau cantik. “ ucap Baekhyun, yang sukses membuatku tersipu, malu setengah mati. Aku menundukkan kepalaku, menyembunyikan wajahku yang -pastinya- sudah memerah seperti kepiting rebus.

“ A… ah. Go… gomawo. “ jawabku sambil memegang pipiku.

= = =

I hope i’m right.

I hope my ears is still healthy

I heard you,

Saying my name,

Saying that you love me

= = =

“ Baekhyun-ah, aku pulang dulu ya. Besok aku akan membuatkanmu ice cream waffle. Aku janji. “ kutunjukkan senyumanku padanya.

“ Kau harus janji, Yong. Atau kakiku tidak akan sembuh. “ ancamnya. Aku hanya tertawa mendengarnya.

“ Kalau kakimu tidak sembuh, berarti kita tidak bisa bermain bersama, dong? “ tanyaku. Raut wajahnya berubah.

A… ani! Kakiku akan sembuh! Lebih cepat sembuh jika kau membuatkanku ice cream waffle. Jangan lupa, Yong. “ elaknya. Aku mengangguk, lalu keluar dari kamarnya.

[CKLEK]

Kututup pintu kamarnya. Kulangkahkan kakiku menuruni tangga, menuju lantai satu. Kumasukkan tanganku ke dalam saku celanaku. Langkahku terhenti setelah merasakan sesuatu yang ganjil. Handphone-ku tidak ada.

“ Aish! Aku meninggalkannya di kamar Baekhyun! “ dengan cepat aku berlari kembali ke lantai 2. Aku hendak membuka pintu kamar Baekhyun, namun terhenti ketika aku mendengar suaranya.

“ Baek… Baek… Baek… Yong? Baek Yong! Nama yang bagus! Mulai sekarang, nama panda ini adalah Baek Yong. Singkatan dari Baekhyun-Yongri. Ah! Indah sekali… “

Panda? Dia berbicara dengan boneka panda pemberianku? Kututp mulutku, menahan tawaku yang hampir meledak. Kudekatkan telingaku ke pintu kamarnya, kembali mendengar pembicaraannya.

“ Baek Yong-ah, menurutmu Yongri itu bagaimana? Cantik bukan? Ya, itu pasti. Banyak namja yang sudah ditaklukannya, padahal dia tidak melakukan apapun. Dan yang paling kukagumi adalah, kecantikan hatinya. Aku ingat, dia menyelamatkanku dari kawanan Gunseok. Dialah yang membuatku berubah. Dari si Baekhyun yang culun, menjadi seperti ini. Dari yang sangat tertutup, menjadi terbuka. Dialah yang membuatku berubah drastis. “

Aku terdiam mendengar semua ocehannya. Terbesit rasa bahagia di hatiku.

“ Dia sempurna, Baek Yong-ah. Maka itu, karena dia sempurna, aku tidak berani mengungkapkan perasaanku padanya. “

[DEG]

“ Aku mencintainya. Sangat mencintainya. “

[DEG]

Jadi… Baekhyun mencintaiku? Ya Tuhan, atau siapapun, jangan bangunkan aku dari mimpi indah ini. Mimpi ini terlalu sempurna.

[CKLEK]

“ O..oh. Yongri-ya. “ dia tergagap melihat kehadiranku. Aku mendekatinya, dan mengambil handphone-ku yang ada di kasurnya.

“ Oh, ternyata tertinggal disini. Untung aku mengecek kantongku di ruang makan tadi. Kalau tidak, pasti aku sudah terlambat bangun. “ dustaku. Dari ruang makan? Sedari tadi aku ada di depan kamarnya.

Jinjja? Seharusnya kau lebih berhati-hati. Sudah malam, pulanglah. Jaljayo, Yongri­-ya. “ ucap Baekhyun, lalu berbaring di kasurnya. Aku duduk di dekatnya, lalu mengelus kepalanya.

Jaljayo. “

= = =

3 years, has passed

Still same

You didn’t tell me the truth,

That you love me

And it’s too late now,

It’s our fault

= = =

Mwo? Pindah ke Kanada? “ pekikku setelah eomma menyampaikan maksudnya. Eomma mengangguk.

Ne. Kita akan pindah. Kau sudah besar, Yongri sayang. Dan kau sudah bisa mengurus butik besar keluarga kita. Itulah alasan mengapa kita pindah ke Kanada. “ jawab eomma. Kutatap wajah eomma lekat-lekat. Wajah eomma pucat. Apa terjadi sesuatu?

Eomma, malhaebwa. Pasti ada yang kalian sembunyikan dariku. Lagipula kalaupun aku bisa mengurus butik keluarga kita, aku bisa mengirim semua karyaku dari Korea ke Kanada. Pasti ada hal lain. Katakan eomma. “ desakku. Eomma mendongak. Namun saat hendak membuka mulutnya, appa berbicara.

“ Sebenarnya… appa dan eomma menjodohkanmu, Yongri. Dan keluarga calon suamimu, ada di Kanada. Itulah sebabnya kita harus pindah ke Kanada. “ ucap appa, yang sukses membuatku terdiam.

M… mwo? Di.. jodohkan? Waeyo? “ tanyaku tergagap. Air mata eomma mengalir, dan detik berikutnya eomma terisak.

Mianhae, Yongri sayang. Kami tidak memberitahukannya sejak awal… “ isak eomma.

[TES]

            Sekarang air mataku yang turun. Kanada? Menikah? Bagaimana dengan BaekHyun? Aku mencintainya! Aku tidak bisa meninggalkannya!

Eomma, wae?! Eomma tahu kalau aku tidak suka dijodohkan! Eomma dan appa tahu… kalau aku mencintai Baekhyun. Wae? APPA! EOMMA! WAE? “ lirihku.

Mianhae, Yongri sayang. Ini yang terbaik untukmu. Appa dan eomma minta maaf. Tapi… untuk hal ini, appa mohon padamu. “ appa memohon. Aku terdiam melihat kedua orang tuaku kini menatapku, penuh harap.

Kuhela nafas beratku, lalu mengangguk lemas, “ Iya. Tapi dengan satu syarat. “ ucapku akhirnya.

“ Syarat? “

“ Biarkan aku menghabiskan waktu-waktu terakhirku bersama BaekHyun. “

= = =

 In the middle of sadness,

I scream

Screaming your name,

Screaming that i love you.

If i can, i wanna stay

Beside you

Forever, until i’m die

= = =

“ Ada apa denganmu? “ Umeda-sensei menyentuh pundakku. Aku diam, masih sambil memeluk lututku.

“ Umeda-sensei, kenapa cinta itu menyakitkan? “ tanyaku.

“ Tidak semua cinta itu menyakitkan, Yongri-chan. Itu semua hanya takdir. “ Umeda-sensei duduk di sampingku.

“ Kenapa semuanya terjadi padaku, sensei? Aku rasa ini terlalu menyakitkan. “ ucapku dengan nada bergetar, menahan tangis. Tapi, air mataku turun juga akhirnya.

“ Itu takdir, Yongri-chan. Kalau kalian berjodoh, pasti kalian akan dipertemukan kembali. Hidup itu unik, Yongri­-chan. “ sensei menghela nafasnya.

“ Bahkan aku belum bilang kalau aku mencintainya. Aku ingin tetap di sampingnya. “ lirihku.

“ Itu adalah keputusanmu, kapan kau ingin mengatakannya, atau tetap ingin memendamnya. Pikirkanlah hal itu baik-baik, Yongri-chan. “ Umeda­-sensei berdiri, “ Sudah hampir malam, ayo kita pulang. “ ajak sensei. Aku mengangguk lemas, lalu berdiri dan mengikuti sensei dari belakang.

= = =

Fate, and Fate

Is this my fate?

Seriously, this is too much for me

It’s enough to me,

For feeling so sad

I want to stop this, but i can’t

= = =

“ Kau kedinginan? “ tanya Baekhyun saat kami berada di Cafe. Aku mengangguk, lalu kembali menggosokkan kedua tanganku.

            Aku dan Baekhyun sedang liburan. Ah, atau lebih tepatnya, menghabiskan waktu terakhirku bersamanya. Sebelum aku pergi ke Kanada.

“ Kemarilah. Duduk di sampingku. “ ucap Baekhyun. Aku terdiam sebentar, lalu duduk di sampingnya. Baekhyun membuka jaketnya, lalu menarikku untuk lebih dekat dengannya, sehingga aku sedikit merasa hangat karena dia membagi jaketnya denganku.

“ Terima kasih, Hyun-ie. Aku sudah merasa lebih hangat sekarang. “ ucapku sedikit bergetar, namun aku yakin Baekhyun tidak mendengarnya. Kupeluk pinggangnya, lalu menyenderkan kepalaku di bahunya.

Kugigit bibirku, berusaha untuk menahan isakanku. Baekhyun, aku mencintaimu. Sejak pertemuan kita 3 tahun yang lalu. Aku selalu merasakan jantungku berdetak kencang ketika aku berada di dekatku.

Pelukan hangat ini… kapan aku bisa merasakannya lagi? Tatapan teduh matamu, kapan aku bisa melihat mata coklatmu yang indah? Kapan aku bisa mendengar tawamu? Rengekanmu? Baekhyun…

‘ Baekhyun, aku mencintaimu… ‘ lirihku dalam hati.

= = =

You’re my life

My breath, my heart

Before i leave,

I decide to tell you everything

I know it’s too late now

I’m just telling you the truth,

At the end

= = =

“ Jadi… kapan kau pergi ke Kanada? “ kudengar suara Baekhyun. Kumainkan kuku-kuku panjangku, berusaha untuk tidak terisak.

“ Lusa. Appa dan eomma akan pindah ke Paris. Tapi aku akan melanjutkan sekolahku ke Kanada. “ jawabku, masih sambil menunduk.

Kurasakan tangan Baekhyun menyentuh daguku. Dia menarik daguku, membuatku mendongak, menatap wajahnya yang tersenyum. Disapukannya ibu jarinya di wajahku, menghapus air mataku. Tak lama dia tersenyum.

“ Aku… pasti sangat akan merindukanmu. … Aku harap kau bisa meneruskan cita-citamu. Jangan terlalu sedih. … Kau tahu? Sebenarnya… “ ucapannya terhenti sebentar, “ Aku tidak suka melihatmu menangis. Maka itu jangan menangis. Teruslah tersenyum. “ lanjutnya. Kuhapus air mataku, lalu memaksakan diriku untuk tersenyum.

Baekhyun merogoh-rogoh tas hitamnya, lalu menarik keluar sesuatu dari dalam tasnya. Kotak hitam. Baekhyun membuka kotak kecil itu, lalu menarik keluar isinya. Cincin emas putih dengan batu permata berwarna biru laut berbentuk persegi sebagai mata cincinnya.

Baekhyun menarik tangan kananku, lalu memasangkan cincin itu di jari manisku. Kutatap cincin itu, terpana akan keindahannya.

“Kalau kau merindukan aku, lihatlah cincin ini. Cincin ini adalah tanda pertemanan kita. …Jangan hilangkan ya? Aku merancang cincin itu sendiri, walaupun bukan aku yang memahatnya. “ ucapnya. Aku masih menatap cincin itu dengan nanar.

Hening beberapa saat.

“ Cantik. “ ucapku akhirnya. Aku mendongak, dan menatapnya dalam. Baekhyun terpaku diam. Kumantapkan hatiku, sebelum kudekatkan wajahku ke wajahnya. Kututup mataku, setelah bibirku menyentuh bibirnya.

[CUP]

Kulumat bibirnya dengan lembut, berusaha untuk menyalurkan semua rasa cintaku melalui ciuman itu. Sementara Baekhyun masih diam atas perlakuanku.

‘ Baekhyun, apa kau mencintaiku? ‘ tanyaku dalam hati.

Seakan-akan bisa mendengar semua yang kuucapkan dalam hatiku tadi, Baekhyun menarik pinggangku agar lebih mendekat dengannya. Dia balas melumat bibirku dengan lembut. Refleks aku mengalungkan tanganku di lehernya, menariknya, memperdalam ciuman kami. Sama dengan Baekhyun, memeluk pinggangku semakin erat.

Baekhyun, inikah terakhir kalinya aku bisa bersamamu? Merasakan kehangatanmu? Mendengar tawamu? Andai aku bisa memutar roda waktu, aku ingin mengulang semuanya dari awal. Aku ingin bilang kalau aku mendengar semua ucapanmu waktu itu, lalu mengatakan kalau aku juga mencintaimu. Aku ingin selalu bersamamu, disampingmu untuk selamanya. Namun sayang, itu tak akan pernah bisa terwujud.

[TES]

Air mataku mengalir. Baekhyun melepas pertautan bibir kami, lalu menghapus air mataku dengan jari-jarinya yang lembut. Kumantapkan hatiku sekali lagi, sebelum aku meninggalkannya.

“ Jangan lupakan ciuman itu, Hyun-ie. “ ucapku, lalu mengecup kila bibirnya, “ Saranghae. “ tepat setelah mengucapkannya, aku berdiri lalu beranjak meninggalkannya. Meninggalkannya sendirian di taman ini.

“ Selamat tinggal, Hyun-ie… “ lirihku, layaknya hembusan angin.

= = =

Love hurts

Ends with sad story

With tears,

And broken heart

Without you, i’m nothing

I don’t have any direction

I’m lost

In the middle of sorrow

***

My first kiss

For you…

And my last kiss for you,

The meaning is

Good bye, my love

END

Ah… selesai juga fanfic yang satu ini! Bagi yang ingin tahu, ini adalah Yongri’s Side-nya dari fanfiction Late. Masih ingat? Mudah-mudahan masih… Judulnya saya buat beda karena sudut pandang Yongri and Baekhyun itu beda… Kalo Baekhyun, dia terlambat ngomong, sedangkan Yongri, memberikan arti sebuah ciuman. Sebenarnya saya buat ini karena permintaan para readers yang berkomentar di fanfic Late, jeongmal gomawo, readers-deul! *peluk readers*

Dan bagi yang meminta sequel, tenang aja! Lollicino lagi proses membuat sequel kok… tapi baru dikirim setelah 75 % jadi. Jadi, untuk readers yang udah ga sabar, sabar yaaa~ dan untuk sequel, judulnya adalah ‘Cruel’ … Penasaran??? Okey, karena Lollicino baik, jadi Lollicino akan buka sedikit tentang fanficnya ! Enjoy!

PRESENTING

LOLLICINO STORYLINE

LATE AND THE MEANING OF KISS SEQUEL

CRUEL

“ Baek Yong-ah, aku sangat merindukan Yongri. “

“ Calon istri? Hyung, kenapa mendadak? “

Annyeonghaseyo. Aku Roselline, calon istrinya Kris. “

Kuharap aku buta saat ini.

“ LALU APA YANG KAU MAKSUD DENGAN ‘SARANGHAE’ SAAT ITU? “

“ Baekhyun-ah, mianhae. “

= = =

Yepp… segitu aja dulu cuplikannya. Doakan Lollicino supaya bisa buat sequelnya yaa! Tapi maaf kalo lama.. soalnya tugas Lollicino sebagai murid kelas 1 SMP itu agak numpuk. Thank you for your comments, readers!

Sweet kiss, from Lollicino

Kunjungi juga blog saya ya~ https://diaryoffanfiction.wordpress.com/ ^o^


Beauty & Beast [Prolog]

$
0
0

Image

Title                       :               Beauty & Beast – Prolog

Genre                   :               Fantasy, Historical, Supernatural, OOC

Ranting                 :               General Audience

Leigth                    :               Chaptered

Cast                       :               EXO

  • Luhan = Leonardo – 1982

***

“Kau akan mengorbankan 12 bayi untuk menjadi penjara untuk monster-monster ini??

 

“Sekarang mereka sudah berumur 17 tahun.”

 

“Mereka mulai menyatu.”

 

“Setiap monster memiliki satu kekuatan. Kalian juga memiliki kekuatan itu.”

 

“Bulan purnama. Mereka akan berubah menjadi monster saat bulan purnama.”

 

“Ini tahun 1982. Kau tidak bisa menyalahkannya atas kejadian pada 1960, yaitu 22 tahun yang lalu.”

 

“Apa kau tidak mengerti? Kita sudah ditakdirkan menjadi monster seperti ini.”

 

“Aku tidak bisa terus bersamamu. Kau bisa terluka jika terus didekatku.”

 

“Apa bisa kecantikan yang kau miliki bersatu dengan monster sepertiku?”

 

“Saat kau mati, kau harus mengurung monster yang sudah terkurung dalam tubuhmu pada keturunanmu. Mereka harus tetap dipenjarakan.”

 

“Satu orang, satu monster. Kita tidak akan bernasib sama seperti dia.”

 

“Sihir yang kami pelajari adalah sihir yang berbahaya.”

 

“Bukankah sudah jelas? Cinta tidak memandang keadaan. Biarpun kau seorang monster mengerikan yang kejam sekalipun, aku tetap mencintaimu.”

 

“Para vampire akan memanfaatkan kalian. Mereka ingin mengambil kekuatan kalian.”

 

“Aku sudah tua. Tidak ada yang bisa kulakukan lagi. Kalian yang harus menyelesaikannya sendiri.”

 

“Keuntungan bagi kami terpenjara pada tubuh kalian adalah kami dapat terlindungi dari vampire yang mengincar kami.”

 

“Suatu hari nanti, kau akan benar-benar menyatu denganku.”

 

“Jangan pernah berada didekatku lagi! Demi kebaikanmu!”

 

“Cinta? Cinta itu tidak berguna. Untuk apa kau berkorban demi cinta?”

 

“Kau ingin berkuasa, hah? BERKUASALAH DI NERAKA!”

 

“Cinta tidak pernah berakhir bahagia. Pasti ada yang memisahkan cinta.”

 

“Inilah kutukanku.”

***

Kalau kau membaca surat ini, kau akan segera mengetahui kisahku. Kisah yang terjadi saat aku SMA dulu. Kisah ajaib yang bahkan tidak bisa kau percaya. Kisah tentang kutukanku. Kutukan yang kudapat sejak aku lahir bersama 11 orang lain. Dimana aku harus hidup satu tubuh dengan monster serigala menyeramkan seumur hidupku. Setidaknya sampai aku mati. Dan tentu saja itu tidak mudah. Malam bulan purnama adalah malam yang harus aku hindari. Hidupku menjadi begitu sulit saat makhluk—yang bahkan aku tidak tahu berasal dari mana mereka—mencoba menangkapku dan 11 temanku. Aku tidak bisa berada didekat orang-orang yang kusayang. Ayah, ibu, bahkan aku tidak bisa berada disisi gadis yang kucintai. Mungkin pada akhirnya semua kembali menjadi normal saat aku dan teman-temanku berhasil membunuh makhluk itu. Tapi semua tidak berakhir sampai disitu. Kutukan itu masih melekat padaku. Yang lebih parahnya lagi, mau tidak mau aku harus mewariskan kutukan ini pada anakku sendiri.

Pada saatnya nanti, anakku juga akan menceritakan kisahnya. Dia harus bisa meneruskan perjuanganku untuk membinasakan kutukan itu dan monster yang ada didalamnya.

Aku Leonardo, akan menceritakan sebuah kisah padamu. Kisah tentang 12 manusia serigala yang hidup di abad ke-19.

BEAUTY & BEAST

Leonardo

London, 1982

Image

@@@@@@@@

Annyeong^^ Disini Author baru EXOMK Fanfic. Salam kenal :] Gimana cuplikan ceritanya? Bagus kah? Ini pertama kalinya author bikin FF Fantasy. Biasanya Action heheh^^ Kritik dan Saran dianjurkan. Mohon bimbingannya. Kamsahamnida :D



The Last

$
0
0

the last

Title : The Last | Author : Tiffany Tania | Genre : Sad | Length : Drabble

Cast by “Tiffany Hwang GG’s – Baekhyun EXO-K’s”

Note : This is just a fanfiction. Dont think to much. All of the cast its belong to God, themselves, theirparents and also SM.Entertainment^^
Inspiring by Japanese Drama , “I Give My First Love to You”, do you know? ITS RECOMMENDED!!

Italic, it means flashback!

So, please enjoy! :-D

===

‘Aku tahu waktuku tak lama lagi… tapi izinkan aku berada disisinya’

‘Sebelum semuanya terlambat……’

Baekhyun masih tertidur dipangkuan wanita yang sangat dia sayangi itu, wanita itu sedang menyanyikan sebuah lagu untuk mengiringinya kealam mimpi. Memang ini kebiasaan Baekhyun, meminta Tiffany untuk menyanyikan sebuah lagu sebelum dia terlelap.

Tiffany tak pernah merasa bosan akan itu, karena dia tahu jika ini akan menjadi yang terakhir sebelum dia pergi. Tak ada tetesan air mata, namun bisa dipastikan kini rasa sesak telah menyelubungi dadanya. Menahan air mata, apa kalian sanggup?

Baekhyun terpejam, “Aku mohon, jangan menangis..” ucapnya lalu larut tertidur. Tiffany terus melantunkan lagu, sambil sesekali menyeka airmatanya. Mencoba tidak menangis, namun apa daya airmatanya malah semakin deras. Dan mampu membentuk sungai kecil dipipinya itu.

===

‘Pertemuan pertama yang membuat kita menjadi dekat…’

Siang itu, Tiffany tengah mengerjai seorang suster dirumah sakit milik ayahnya. Umurnya sekitar delapan tahun, begitulah kebiasaannya. Mengerjai suster disana, dia mencoreti bangku dengan crayon agar pada saat si suster duduk crayon itu akan membekas dipakaiannya. Ini bukan sekali, dua kali dia mengerjai suster – suster di rumah sakit ini. Namun, entah kenapa suster itu selalu saja terkena jebakan.

Namun sayang, jebakannya kali ini sangat melenceng jauh dari rencana. Seorang anak yang sebaya dengan dia sepertinya seorang pasien duduk dibangku itu. Tiffany mengerjap kaget, “Ya! Jangan duduk disana!”. Terlambat sudah, anak itu sudah menduduki bangku itu.

Anak itu ikut terkaget, dia lantas berdiri dan memandangi celananya yang kini sudah terkena noda. Tiffany menghampiri anak itu, dia memberikan crayon kepadanya. Anak itu tak mengerti, Tiffany pun menjelaskan. “Kau ingin membantuku? Aku sedang mengerjai suster itu” tunjuk Tiffany pada suster yang tengah berjalan.

Baekhyun mengangguk mengerti, dia mulai melukis abstrak dikursi itu namun tiba – tiba Tiffany duduk disana. Tiffany terkekeh pelan, “Impas bukan?” Anak lelaki itu pun tersenyum, “Namaku, Tiffany Hwang. Kau tidak marah kan? Maaf ya” ucap Tiffany sambil mengulurkan tangan, anak itu membalas jabatan tangan Tiffany, “Namaku Byun Baekhyun, dari awal aku tidak marah” ucapnya polos.

Tiba – tiba mereka saling melempar pandang kearah celana mereka yang kotor, mereka berdua tertawa “Kau lucu sekali!”

CHU~

Entah karena alasan apa, Baekhyun tiba – tiba mencium Tiffany. Tiffany terdiam, dia terbelalak kaget. Baekhyun hanya tersenyum, dan berkata “Berjanjilah, ketika kau dewasa nanti kau akan menikah denganku!” ucapnya masih dengan kepolosan. Tiffany hanya mengangguk namun masih dengan ekspresi kaget.

===

Tiffany membawa Baekhyun dalam pelukannya, dia memeluk Baekhyun erat. Ditatapnya wajah pucat kekasihnya itu, tidak ada raut penyesalan hanya ada raut kedamaian. Mungkin dia senang berada disurga sekarang. Tiffany mencium pelan keningnya, cukup lama. Dan, dia berbisik sambil terisak, “Pergi..Pergilah.. Aku sudah merelakanmu…”

Ya, kini dia sudah tiada.

Dia, Byun Baekhyun telah pergi menuju keabadian surga.

Tiffany membuka surat yang pernah Baekhyun berikan kepadanya. Apa kalian tahu? Surat itu Baekhyun buat saat dia berusia delapan tahun, awalnya dia ingin sekali segera memberikannya pada Tiffany. Namun, dia menunggu waktu yang tepat dan sekarang adalah waktunya.

Air mata Tiffany semakin deras, dia tak mampu untuk membuka surat itu. Dengan kuat hati, dia pun membuka surat itu. Tangisnya kembali pecah, “Untuk semua orang yang aku sayangi, walaupun aku harus pergi aku berharap kalian semua bahagia”

Tiffany semakin mengeratkan pelukannya pada jasad Baekhyun yang semakin memucat.

===

Keesokannya, jasad Baekhyun siap untuk dikuburkan. Terlihat kedua orang tua Baekhyun, Taeyeon kakaknya, Jongin dan Chanyeol sahabat terdekatnya berada disana. Tiffany mulai mendekat walaupun langkahnya gontai dan berat.

Dia menatap lemas kearah nisan itu, perlahan dia jatuh terduduk. Lengannya meraba keatas gundukan tanah itu, lalu beralih mengelus nisan itu. Satu persatu semua meninggalkan pemakaman, tak terkecuali Tiffany.

Dia masih bertahan disana, bahkan air hujan deras yang mengguyur pun tak membuatnya goyah sedikitpun. Dia masih disana, dia memeluk nisan itu erat dan menciumnya.

Namun, ada seseorang yang menepuk pelan pundaknya membuat Tiffany menoleh dengan lemas. Tiffany terkaget dan langsung memeluknya, “Baekhyunna, kau baik – baik saja?” ucapnya. Ya, bayangan Baekhyun berada disana, Baekhyun hanya tersenyum manis perlahan ibu jarinya menyeka airmata Tiffany.

Terlihat cahaya terang mengelilingi Baekhyun, “Fany-ah, kau ingat pesanku? Kumohon jangan menangis lagi, ne? Relakan aku untuk pergi, walaupun itu sulit tapi aku yakin kau akan menemukan penggantiku bahkan lebih segalanya dariku. Percayalah”. Tiffany hanya memeluk Baekhyun erat, perlahan dia mengangguk. “Tapi.. kumohon datanglah kemimpiku..” ucapnya memohon.

“Pasti.. aku akan mendatangimu dimimpi.. tapi, kumohon pulanglah~ Jangan menyiksa dirimu seperti ini, aku sedih melihatnya” ucap Baekhyun pelan dan mencium Tiffany sekilas.

Tiffany mengangguk dan berdiri, dia menuruti perkataan Baekhyun. Dia perlahan menjauhi makamnya, walaupun sesekali dia menengok kebelakang memastikan bahwa Baekhyun baik – baik saja dan mengawasinya.

Baekhyun hanya tersenyum, seraya melambaikan tangannya kearah Tiffany. Tiffany tersenyum dan berbalik. “Saranghae” suara Baekhyun yang ikut terbawa semilir angin itu mampu menambah senyuman diwajah Tiffany walaupun rasa duka masih menyelubungi hati Tiffany.

‘Aku tidak menyesal..Tidak peduli sebanyak apapun aku dilahirkan kembali, tidak peduli sebanyak apapun kita bertemu lagi, aku akan selalu jatuh cinta padamu Byun Baekhyun’- Tiffany Hwang

*END*

Percaya ga percaya, aku bikin FF ini tengah malem karena susah tidur xD. Karena efek udah nonton Drama Jepang yang “I Give My First Love to You” makanya ide FF ini muncul. Walaupun ada beberapa part yang mirip filmnya tapi ada alur yang aku ciptain sendiri^^
Kenapa BaekFany? Karena mereka cute, mereka sama-sama bias aku jadi aku pake mereka ehehe :-D


Take a Drink Together (Chapter 2)

$
0
0

take-a-drink-together-missfishyjazz

Take a Drink Together

presented by pearlshafirablue

Do Kyungsoo [EXO-K] – Kim Taeyeon [GG]
Kim Jongdae [EXO-M] – Kim Joonmyun [EXO-K] – Lee Sunkyu [GG]

| Action, Romance, slight!Mystery | PG-15 | Chaptered [2 of ?] |

All of the characters are God and themselves. They didn’t gave me any permission to use their personality in my story. Once fiction, it’ll be forever fiction. I don’t make money for this.”

Poster by MissFishyJazz

Previous Chapter
Prolog . 1

-o0o-

Aku tidak tahu dengan pasti apa yang terjadi. Kupadang wajah Joonmyun dari balik jendela. Tubuhnya lemas tak bertenaga. Banyak selang-selang aneh di sekeliling tubuhnya. Kaki kanannya diangkat ke atas—ditopang oleh selembar kain yang digantung di langit-langit ruangan.

Kelopak matanya menutup. Begitupula dengan bibirnya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali disana.

Sudah 2 hari Joonmyun tidak masuk sekolah. Terpaksa aku mengerjakan laporan rencana kegiatan outbound sendirian. Sooyoung sangat sibuk dengan urusan OSIS-nya.

Dan hari ini alasan mengapa Joonmyun tidak masuk sekolah baru terkuak. Sejak kemarin aku dan teman-teman satu kelas lainnya mengira ia absen atau pergi ke luar kota—memaklumi bahwa orangtuanya adalah pengusaha internasional. Hingga akhirnya Jongdae dan Sunkyu memberitahuku apa yang terjadi.

“Taeyeon!”

            Aku menoleh perlahan ke arah sumber suara. Jongdae dan Sunkyu terlihat berlari ke arahku. Wajah mereka pucat sekali. Aku menyerngit heran.

            “Ada apa? Kenapa kalian?” Tanyaku seraya berbalik. Aku menghapus titik-titik peluh yang mulai muncul di sekitar dahiku.

            “Joonmyun kecelakaan!”

Aku menghembuskan nafas berat. Meskipun Joonmyun tidak terlalu dekat denganku, tapi aku tahu ia seorang pemimpin yang bijaksana. Sudah 2 tahun kelasku dipimpin olehnya.

Aku mengalihkan pandanganku ke arah Sunkyu dan Jongdae yang sama cemasnya denganku. Kaki Jongdae bergerak-gerak gelisah. Sedangkan Sunkyu tidak berhenti-berhenti menggiggiti kukunya.

“Berarti, outbound kita terpaksa dibatalkan ya?”

Tubuhku membeku saat mendengar pertanyaan Sunkyu. Dibatalkan?

Pikiranku sekonyong-konyong terbang kembali ke peristiwa beberapa hari yang lalu.

.

“Percayalah, outbound itu akan dibatalkan.”

.

            DEG.

-o0o-

Aku meremas buku-buku jariku dengan gelisah. Menunggu orang itu datang.

Kuangkat tatapanku ke atas. Jam dinding yang tergantung indah di atas papan tulis kelas 9-A sudah menunjukkan pukul 5 sore. Bel pulang sudah berbunyi sejak 2 jam yang lalu.

Sebagian besar penghuni 9-A sudah pulang, dan hanya segelintir murid masih berkeliaran di sekolah. Termasuk aku.

Dan saat ini di kelas hanya tersisa aku sendiri. Yang lainnya sibuk dengan ekstrakurikuler dan kegiatan masing-masing di luar kelas. Ya, hari ini memang jadwal klub voli, mading dan jurnalistik latihan. Selain itu rapat OSIS masih belum selesai, sehingga masih banyak murid yang belum kembali ke rumah.

Terdengar suara pintu dibuka.

Aku menoleh.

Sosok yang daritadi kutunggu masuk dan berjalan ke arah mejanya—mengacuhkanku. Ia duduk sambil merapikan beberapa barang yang berserakan di atas mejanya.

Aku masih diam di tempat dudukku. Berusaha untuk tetap terlihat tenang.

Sejurus kemudian, aku mendengar tapakan kakinya berjalan keluar kelas. Aku membulatkan mataku dan buru-buru berlari mengejarnya. “Do Kyungsoo!”

Yang dipanggil menoleh. Tetap dengan ekspresi datarnya. “Ada apa?”

Aku meneguk salivaku banyak-banyak. Tatapanku kini menjadi milik ubin hijau yang kutapaki. “Em… ada yang mau kutanyakan.”

“Apa?” Jika awalnya ia hanya menoleh kini ia mulai berbalik menghadapku. Dan aku juga berusaha keras untuk menatapnya.

“Kau tahu, apa yang terjadi dengan Joon—”

.

Glek. Aku tidak sanggup melanjutkan saat tatapanku bertemu pandang dengannya. Manik hitam matanya itu menatapku intens. Sangat tajam dan menusuk. Seolah menuntutku untuk diam. Pancaran matanya terasa bengis—tanpa ampun.

Tapi aku merasa… ada hal lain disana.

“Kenapa? Apa yang mau kau tanyakan?”

Tiba-tiba suara beratnya itu membuyarkan lamunanku. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku berkali-kali.

“Aaah…” Aku mencari kata-kata yang pas untuk diucapkan. “Eum… Kyungsoo, kau tahu kan Joonmyun kecelakaan? Apa kau sudah menjenguknya?” Akhirnya pertanyaan bodoh itulah yang keluar. Padahal aku sendiri tahu bahwa saat ini Joonmyun sedang tidak boleh dijenguk.

“Joonmyun?” Kyungsoo seperti berpikir. “Aku tidak ada waktu.” Kilahnya seraya berbalik memunggungiku. Ia berjalan dan sosoknya mulai hilang di balik pintu.

Aku menghela nafas berat saat terdengar suara pintu ditutup. Kim Taeyeon, kau bodoh.

Sekarang tidak ada gunanya lagi aku berada di sekolah. Dengan lemas aku mengambil ranselku yang teronggok di sisi kursi dan langsung beranjak meninggalkan kelas.

-o0o-

            Terasa sebuah getaran kecil di saku celanaku. Ada sebuah panggilan masuk dari Sunkyu.

“Halo?”

“Ya! Kim Taeyeon! Kau sudah pulang? Kenapa kau tidak menungguku?” Suara Sunkyu yang cempreng dan memekakkan telinga itu membuatku harus menjauhkan ponsel beberapa senti dari telinga.

“Ah, maaf sekali, Sunkyu. Aku sedang tidak mood tadi berlama-lama di sekolah.” Jawabku sekenanya. Aku merapatkan jaket ketika angin mulai berembus menerbangi beberapa lembar daun kering di sekitarku. Surai coklatku mulai melambai-lambai.

Bagaimana bisa? Rasaku tadi kau yang ngotot ingin menungguku!” Protes Sunkyu kesal.

“Tadi memang begitu karena aku punya alasan, tapi ternyata—”

Do you think we’re stupid?!”

Deg.

Kata-kataku tercekat di tenggorokan. Aku menoleh ke belakang. Sebuah lorong gelap yang terletak di antara 2 rumah warga menganga lebar. Ada sesuatu disana.

“Su-Sunkyu, m-maaf, aku harus pergi.” Ucapku sebelum memutuskan telepon.

Aku diam sejenak. Angin musim gugur kembali meniup surai coklatku yang tidak terikat. Suara benturan barang dan makian semakin terdengar jelas dari tempat itu.

Dadaku berdegup 2 kali lebih cepat. Aku meremas buku-buku jariku dengan cemas. Rasa penasaran membakar rasa takutku. Aku harus ke sana.

Perlahan, aku berjalan tanpa suara menuju lorong gelap itu. Suara-suara aneh semakin jelas di telingaku. Aku mengintip ke dalamnya.

Dan kini, jantungku sudah tidak bisa berdetak lagi.

Do Kyungsoo ada disana.

Aku dapat melihat sosoknya dengan jelas. Tubuh dengan tinggi standar itu berdiri membelakangiku. Dan di depannya ada 2 orang lelaki berbadan besar yang mengenakan tuksedo hitam lengkap dengan dasi. Mereka berdua mengenakan kacamata hitam. Wajahnya tidak terlalu jelas—terkena pantulan matahari sore.

BBUAAK!

Aku menahan erangan yang nyaris saja keluar dari mulutku saat salah satu lelaki kekar tadi menghantamkan tinjunya pada dagu Kyungsoo. Tubuh Kyungsoo langsung jatuh tersungkur ke tanah dan bisa kulihat darah keluar dari mulutnya. Keringat dinginku mengalir deras. Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus berlari ke sana dan melindunginya? Tidak-tidak. Aku tidak bisa bela diri, yang ada aku akan menyusahkannya.

Lapor polisi.

God, untung saja kau pintar saat ini Kim Taeyeon. Dengan lekas aku mengeluarkan ponselku dan menekan 112[1]. Terdengar nada sambung khas emergency call. Aku menunggu dengan tidak sabar.

Selamat sore, dengan kantor polisi pusat Seoul. Ada yang bisa—”

“To-tolong! T-temanku! Temanku dipukuli oleh 2 orang—”

DORR!!!

Tiba-tiba saja terdengar suara letusan pistol yang memekakakkan telinga. Aku terjengkang ke belakang dan tidak menghiraukan suara polisi yang terus memanggilku dari telepon. Aku buru-buru berbalik.

Do Kyungsoo. Ia berdiri disana. Berdiri dengan tegak meskipun aku tahu bibirnya sudah berlumuran darah. Di tangannya ada sebuah pistol. Pistol?

Aku mengucek-ngucek mataku dengan sebelah tangan. Aku tidak salah. Dia memang memegang pistol. Dan bisa kulihat lelaki yang memukulnya tadi terbaring di atas tanah. Lelaki yang lain sudah hilang entah kemana.

Aku buru-buru menarik kepalaku. Nafasku tidak beraturan. Adrenalinku dipaksa untuk berpacu lebih cepat. Buku-buku jariku mengeras.

Excuse me, are you okay?”

Lagi-lagi sebuah suara membuat tubuhku menegang kaget. Aku menoleh ke kanan. Seorang wanita berambut merah dengan senyum yang menawan menatap ke arahku. Dilihat dari penampilan dan wajahnya, tampaknya ia bukan orang Korea.

Y-yes.” Jawabku gugup. Wanita itu membungkuk. Ia tampak mengambil sesuatu. Ponselku.

Is this yours?” Tanyanya ramah. Aku memandang benda mungil berwarna perak yang ada di tangannya. Dengan ragu kuambil benda itu.

Tha-thank you.” Tuturku seraya membungkuk. Senyum wanita itu semakin merekah.

Lho? Taeyeon?”

Aku menoleh dan mendapati Kyungsoo sudah ada di sebelahku. Wajahnya tetap datar—seolah tidak terjadi apa-apa barusan. “Sedang apa kau disini?”

“Kyungsoo?” Sahutku kaku. Aku memandangi Kyungsoo dan wanita tadi satu per satu. Bingung.

Already done, sweetheart?” Aku menyerngit heran ketika wanita itu kembali bersuara. Apa ia berbicara pada Kyungsoo?

“Ayo kita pulang.” Kyungsoo menyahuti perkataan wanita tadi. “Selamat sore, Taeyeon.” Ucapnya sebelum berlalu meninggalkanku.

Aku melihat sosoknya didampingi wanita tadi masuk kedalam mobil Porsche hitam yang terparkir rapi dipinggir trotoar sebuah toko roti.

Pandanganku tidak bisa lepas dari mobil yang semakin lama kian menjauh itu.

Siapa wanita tadi?

.to be continued.

Inget, reviews dan komentar selalu ditunggu~^^


[FREELANCE] You Can’t Disappear From Me (Chapter 1)

$
0
0

You cant Disappear From Me FINAL

Title : You Can’t Disappear From Me (CHAPTER 1)

Author :  Hyuuga Ace (@dioxing_0307)

Genre : Romance, Drama, School Life

Rating : G

Length : Chaptered

Main Cast :

  • Oh Yubin (OC)
  • Kim Jongin – Kai
  • Park Chanyeol
  • Kwon Yura (OC)

Other cast : FIND IT… kekekeke~

Author’s note :

Annyeong, bangapseumnida. ini pertama kalinya aku nulis FF dengan main cast EXO, maafkan segala kegajean cerita author, typo, Huhuhu… Karena itu comment dari para readers sangat membantu, huehehe. Saran dan kritik sangat dibutuhkan. Udahlah segini ajah cuap- cuap ga jelas dari author.

HAPPY READING ALL…

_______

Cinta yang tersesat, cinta yang akan menguras banyak air mata jika dipertahankan, cinta yang mungkin hanya sepihak. Bukankah harusku hapus dalam-dalam perasaan ini agar aku tidak merasa sakit lagi? Ya, aku harus. Namun bagaimana jika…

YOU CAN’T DISAPPEAR FROM ME?

_______

-Yoo Bin PoV-
“Bukankah itu Jongin? Omonaaa dia ganti rambut hari ini? KYAAAA”

Nama itu lagi.

“Kai ssi, nomuna joahae!”

Panggilan itu lagi.

“Kai, hari ini jalan bareng noona yaah?”

“Kai.. Kai… Kai..”

Huh. CUKUP! Kulangkahkan kakiku menjauhi tempat siswi SMA “Yo Su” ini bergerombol menyambut pangeran sekolah ini? Cih. Apa aku bilang tadi? Pangeran? Geli sekali.. Aku geli memikirkannya, namun hal itu tidak bisa dipungkiri, dia memanglah seorang pangeran, anak pemilik sekolah ini, tentu saja kaya raya, dia tidak perlu belajar, tapi itu sudah cukup membuat nilainya selalu perfect, dia terlalu pintar. Memiliki D.O, Sehun, Luhan, Lay sebagai teman yang selalu disekelilingnya. Tampan? Ya harus kuakui, dia teramat tampan. Apalagi yang membuatnya kelihatan bukan seperti pangeran? Dimataku karena dia adalah Kai, dia bukan pangeranku.

Kulirikan bola mataku sejenak ke arah gerombolan itu sekali lagi, dan benar saja, seperti biasa, bola matanya sedang mencari keberadaanku, dan ketika bola mata kami bertemu, Kai tersenyum padaku. Senyum yang membuat jantungku hampir meledak, senyum yang dengan sangat bodohnya membuatku berharap -lagi?- namun senyum yang kutahu tanpa makna di dalamnya, ingatlah Yubin dia hanya menertawakanmu. Dialah pemilik senyum menjengkelkan itu, Kai, orang yang ku benci..

Dan orang yang sudah membuatku gila, karena dengan gilanya aku dapat mengakui bahwa aku sangat menyukainya.

Kupalingkan wajahku kembali ke depan, dan melangkah pergi.. Memasuki kelasku, dan duduk di bangku itu lagi. Dan bangku di mana lagi- lagi ia duduk di depanku. Kai.

_____

“Annyeong Yubin chagi…” Sapa seseorang ketika aku duduk di bangkuku.

“Chanyeol-ah! Nomuna bogoshippo, liburan kemarin kau seenaknya saja pergi ke Jeju dan tidak mengajakku dan Yura! Tahukah kau kami berdua sangat bosan menunggumu pulang?” Tanyaku manja. Dia sahabatku dan Yura dari TK, dan karena hanya aku dan Chanyeol yang sekelas sekarang, dia sudah pasti menghampiriku dulu sebelum ke kelas Yura untuk berceloteh mengenai liburannya. Dasar menyebalkan.

“Kau harus merindukanku. Akhirnya kau melakukan hal yang benar, dan.. Ya! Sudah berapa kali kubilang, panggil aku Yeollie si keren, bukankah begitu chagi?” Poutnya lucu. Hahaha.. Dasar gila.

“Sudah berapa kali juga kubilang, bahwa denganmu memanggilku chagi itu membuatku ingin segera pergi ke toilet dan mengeluarkan sarapan pagiku tadi?” Jawabku malas dan asal- asalan sembari mengeluarkan buku pelajaran jam pertamaku hari ini setelah libur musim dingin yang lalu. O-oh biologi. How a nice one!

“Chagi, jangan marah, ne? Aku hanya menyayangimu.. Kekeke..”

“Kau bukan pacarku, jadi jangan macam- macam” jawabku malas.

“Lalu kau ingin menjadi yeoja chingu siapa? Kai? Lebih baik kau berhenti chagi..” Suaranya memberat. Dan seketika, hanya dengan mendengar namanya saja membuatku merasa ada dentuman keras dalam dadaku.

“Ah, mian mian… Aku lupa nama itu terlarang untukmu. By the way, aku belikan sedikit oleh- oleh untukmu.. Hanya untukmu. Yura tidak ku belikan loh..”

“Kau jahat Yeol-ah, dia bisa mengamuk dan mulai mencubitimu dengan ganas.” Ujarku sambil mengubah ekspresi wajahku.

“Biarkan saja. TA-DA, lihat ini!” Chanyeol mengeluarkan sesuatu yang mengkilap, kalung? Ya. Dan WAAAAA!!!!

“NOMUNA YEPPO, CHANYEOL-AH!!!” Jeritku histeris.

“Kau tahu ini hanya ditemukan di Jeju, kalung dengan bandul berbentuk bunga tulip ungu favouritemu.”

“Chanyeol-ah!! Neo jinjja! Kau benar- benar teman terbaikku.” Luapan bahagiaku ketika melihat indahnya kalung itu, sehingga tidak sadar aku kini sedang memeluknya bahagia.

“Chingu?” Dia berbisik pelan tepat ditelingaku.

“Apakah kalian sudah resmi berpacaran sekarang? Jangan bermesraan disini, bodoh.”

Suara itu… Kulepas pelukanku, dan segera menatapnya dingin.

“Mau apa lagi kau?! Pergi sana.. Aku sangaat sangaat bosan melihatmu.”

“Jangan dilihat? Tidak bisakah?” Dimana tampannya senyumannya tadi pagi? Hilang begitu saja? Sekarang dia memulai tingkah menyebalkannya lagi dan hanya padaku ia melakukan itu.

Tidak. Bodoh. Karena aku selalu melihatmu, bahkan dalam radius 500 meter jauhnya pun aku masih dapat melihatmu. Sesalku dalam hati.

“BISA, asal kau tidak muncul di hadapanku!!” Ucapku kebalikan kata hatiku.

“Bukankah aku harus muncul setiap hari di hadapanmu? Aku duduk di depanmu, kau ingat? Sudah berapa lama yah? 2 tahun?” Si bodoh ini, masih ingat saja.

“Kalau begitu pindah saja sana! Agar aku tidak dapat melihatmu!!” Teriakku padanya.

“Shirreo. Bagaimana denganmu? Kau tidak mau pindah kan? Lebih baik tidak karena aku tidak ingin kau pindah dari tempat dudukmu, walau kau berisik, duduk di depanmu sangat menyenangkan! Hiburan untukku.” Kata- kata yang sangat tidak berarti itu kembali terucap, dan air mata mulai menggenang di pelupuk mataku. Perlu diketahui, julukanku saat SD ada miss cengeng sedunia. Aku begitu cengeng.

“Kai, bisakah kau berhenti? Kau itu sangat menyebalkan baginya.” Tangan besar Chanyeol, mendorong tubuhku ke belakangnya, sehingga air mataku yang jatuh itu tidak sempat terlihat oleh Kai lagi, seperti sebelumnya.

“Memang, tapi bukankah tadi aku mengatakan hal baik? Aku tidak ingin dia pindah dari tempat duduk itu.”

Bagaimana caranya aku bisa melupakannya jika dia terus saja menahanku di tempat itu? Di tempat di mana aku selalu melihatnya. Tangisku dalam hati. Kuhapus air mataku, dan kembali menghampiri kursiku. Mengambil tas dan bukuku.

“Yeol-ah, kursi di depanmu kosong kan? Eunji dipindahkan ke kelas sebelah sebulan yang lalu, bolehkah aku duduk disitu?” Tanyaku pada sahabatku yang masih saja menatap Kai dingin.

“Ne, tentu saja kau boleh.” Jawabnya cepat.

“O-ohh aku mengerti sekarang, kau ingin lebih dekat dengan pacarmu yah? Kau benar- benar menyukainya? Bukankah setahun yang lalu kau mengutarakan perasaanmu padaku. Jadi kau sudah melupakanku? Oh sayang sekali. Padahal aku mulai-”

“CUKUP KAI! Kau tidak akan pernah menyukaiku, aku tahu. Maka dari itu berbuat baiklah padaku, walau hanya sedikit, aku ingin pindah dari bangku itu.”

DIA BUKANLAH PANGERAN…

________

-Kai PoV-
Aku merasa hatiku dihantam oleh batu besar ketika dia mengatakannya. Diluar tampangku yang menyebalkan ini, aku remuk. Yeoja ini, yeoja polos yang 2 tahun lalu dipindahkan seongsaengnim dan duduk di belakangku. Yeoja yang teramat manis ketika dia marah, bahkan mungkin kau tidak percaya, ketika dia menangis dia terlihat sangat cantik. Tapi aku tidak suka melihatnya menangis, terutama karena diriku.

Aku yakin aku sudah menyukainya sejak percakapan pertama kami waktu itu..

Aku tidak bisa menyukainya, itu permasalahannya. Aku sudah dijodohkan sejak kecil dengan yeoja teman appa yang memang sangat cantik, namun tetap saja aku tidak menyukainya, tapi kami suatu saat pasti akan menikah. Aku hanya tidak ingin memberinya terlalu banyak harapan. Makadari itu aku bersifat menyebalkan dan terkesan mempermainkan perasaanya ini.

Agar dia melupakanku, dan membenciku.

 Seems like i am bad guy right?

Tapi semakin lama melihatnya bersama Chanyeol, yang dengan sangat jelas dia sangat menyukai Yubin-Yubin terlalu bodoh untuk menyadari itu karena bagaimanapun mereka sudah berteman sejak TK- itu membuatku ikut terluka juga.

Hanya saja aku tidak punya kesempatan untuk mengatakan itu.

“Kesannya, aku mengekangmu.. Padahal kita berjodoh karena tiap kali ada perpindahan bangku, kau selalu terpilih duduk di belakangku. Banyak orang yang ingin posisimu, kau tahu?”

“Jongin-ah, seongsaengnim sudah berjalan kemari, duduklah.. Kau tidak ingin songsaengnim mengetahui keributan ini, kan?” Bisik Sehun di sampingku.

“Aku membuat keributan?” Tanyaku polos padanya.

“YA! Lihat semua mata terarah pada kau, Yubin, dan Chanyeol.” Jawab Sehun geram.

Aku menatap sekelilingku dan.. Ya, Sehun benar. Yeoja itu, aku mempermalukannya lagi dengan perkataanku. Dia pasti sudah sangat membenciku. Kalau bukan karena air mata itu aku sudah yakin.. Tapi ketika lagi- lagi dia menangis karenaku aku kembali tersadar bahwa ia masih menyukaiku seperti dulu.

Yahhh sudahlah.. Usahaku untuk membuatnya membenciku sudah cukup sampai sini.

____
Seongsaengnim masuk ke kelas, seperti biasa guru biologi yang juga wali kelasku ini terlihat menyebalkan dengan mikroskop di tangannya.

“Annyeonghaseyo haksengdeul. Ahh, Yubin-ah? Kau pindah kursi? Sudah ada izin dari orang tua?” Lihat! Betapa menyebalkannya dia, pindah tempat duduk pun harus memakai surat orang tua, layaknya kita semua masih duduk si bangku SMP. Atau malah SD?

“Mianhae, sosaengnim, besok aku akan membawanya.. Duduk disini lebih menyenangkan. Aku bisa melihat wajah rupawan saem lebih dekat..” Rayunya lucu. Dia begitu lucu hingga membuat jantungku bekerja tidak normal…. U-uh.

“Jangan lupa surat izin, dan alasan yang lebih normal.”

“Hahaha.. Saem kau Daebak!” Dia mengacungkan kedua jempolnya. Lagi lagi kukatakan bahwa dia lucu..

“Yahh.. Saatnya memulai pelajaran, buka halam 221, kita akan belajar mengenai jaringan tumbuhan dengan mikroskop ini!”

Huhh..

______
-Author PoV-
“Chanyeol kau menyebalkan! Bagaimana bisa kau tidak membelikanku oleh- oleh?! Mau mati kau hah?” Yura berkata dengan garangnya saat mereka bertiga berkumpul di kantin saat istirahat pertama.

“Heh singa garang! Jangan mulai mencubitiku lagi.” Jerit Chanyeol terkesiap ketika melihat Yura sudah mengangkat tangannya. Chanyeol sangat takut dengan cubitan Yura yang sempat membuat sekujur lengannya biru- biru bahkan berdarah. Itulah kehebatan jari- jari Yura, dan jangan lupakan faktor kukunya juga..

“Yubin-ahh.. Kau lihat? Dia itu pilih kasih.”

“Heh, jangan marah dong.. Mau makan seafood? Chanyeol yang keren ini membawa banyak sekali seafood dari Jeju, dan dengan sebuah kehormatan mengajak Yubin chagi dan Yura si singa garang untuk makan ke rumahku. Bagaimana? Makan gratis lho..”

“Aku ikut! Itu favouritku! Seafood!!” Yura berteriak tepat di telinga Yubin ketika mendengar kata seafood, makanan favoritenya.

“Yura! Makin lama kau makin mirip singa garang!!”

“Ehh mianhae Yubin chagi..” Ujarnya lucu.

“Ya bodoh! Itu panggilan sayangku untuknya, kau jangan ikut- ikutan” Chanyeol protes di sisinya.

Beginilah mereka, 3 orang suka ribut semenjak TK, ribut tiada akhirnya. Terutama karena ada Yeol dan Yura. Mereka selalu saja bikin ribut, dan walaupun Yubin bukan karakter pendiam tapi dia pasti akan lebih diam ketika bersama mereka berdua.

“Yeol-ah, mianhae.. Aku tidak bisa ikut. Aku ada sedikit keperluan. Kau tahu hari ini juga aku mulai kerja sampingan di kafe?” Ujarnya menyesal

“Ah matta! Aku lupa, Yubin-ah Hwaiting ne!! Aku mendukungmu dari rumah Chanyeol.”

“Dasar bodoh.” Dengus Chanyeol  sambil menggeleng- gelengkan kepalanya.

“Setelah makan seafood aku janji akan mampir ke kafe itu.. Kami akan mendukung hari pertama kerja sampinganmu! Betul kan, Yeol?”

“Of course!”

Hahaha.. Dan mereka pun tertawa bersama tanpa menyadari ada sepasang mata menatap Yubin dari kejauhan sembari tersenyum. Dia senang melihat Yubin tertawa, semua ekspresi Yubin, orang itu selalu suka.
___

Kai PoV
“Kai kau juga tersiksa..” Luhan Hyung berkata disampingku.

“Apa yang bisa kulakukan kalau begitu Hyung?”

“Ikutilah kata hatimu..”

“Melawan abeoji? bukankah itu hal mustahil, Saera adalah kesayangannya. Lagipula aku sudah begitu jahat padanya, ketika aku menolaknya, ketika dia menangis di hadapanku saat itu, aku tahu aku sangat menyakitinya. Jelas saja aku tidak punya hak mengatakan bahwa aku juga menyukainya.” Jawabku tercekat, mengingat kejadian itu lagi..

FLASHBACK
“Kai, aku menyukaimu.” Ujarnya gemetar, saat kami berdua mendapat tugas membereskan bola basket di lapangan basket indoor sekolah kami. Hanya ada kami berdua saat itu. Tentu saja.

“Iya iyaa aku tahu ini memalukan, tapi aku memang menyukaimu mungkin sejak duduk di belakangmu. Yura menyuruhku mengatakan hal ini sebelum terlambat..” katanya sambil menunduk, aku begitu ingat ketika pipinya merona ketika mengatakannya. Hatiku goyah. Namun..

“Kau terlambat…” Ujarku dingin

“M.. Mwo?!”

“Jangan menyukaiku, karena aku tidak menyukaimu.. Selama ini aku hanya menganggapmu hiburan, tingkah kikukmu, tingkah bodohmu, itu membuatku tertawa, makadari itu aku senang berbicara denganmu. Tapi jangan salah paham, aku sama sekali tidak menyukaimu. Aku menganggapmu badut, kau tahu? Menghiburku ketika aku bosan. Kurang lebih seperti itu.”

Aku sangat kejam. Kejam. Sangat kejam.

Aku memandangnya dengan berusaha mengeluarkan tatapan malas, padahal jauh di dalam hatiku ada sesuatu yang memaksaku memeluknya ketika kulihat matanya mulai terbelalak dan mengeluarkan cairan bening. Dia menangis. Terlebih, menangis karena aku.

“Eohh.. Arrasseo.. Aku badut, ne? Besok- besok jangan lupa suruh aku memakai kostum badut dengan hidung merahnya..” Suaranya bagaikan bisikan angin, tertahan dengan air matanya. Aku merasa hancur sangat hancur. Dan aku mulai berani menyerukan kata ini dalam hatiku.

Bencilah aku, Yubin..

“Kalau perlu. Lakukanlah.” Dia menatapku tidak percaya.

“Kau jahat ternyata.. Aku baru tahu..” Ujarnya sambil menangis dan menatapku dalam.

“Kau baru tahu?” Hatiku, hatiku kenapa bisa sesakit ini?

“Ya, dan terima kasih karena telah menunjukannya padaku. Terima kasih.” Ia memaksa dirinya tersenyum ketika matanya masih terus menangis..

“Aku pergi..”

Jangan pergi..

Aku merasa sangat buruk. Aku sangat kejam. Jangan tersenyum padaku seolah- olah aku sudah memberikanmu sebatang lollipop, Yubin. Aku memberikanmu luka.

Terima kasih karena menyukaiku juga, dan maafkan aku karena inilah aku.. Yang tidak bisa mengatakan bahwa aku juga menyukaimu, melainkan memberikanmu mimpi buruk.

Maaf.

TBC


Saranghaeyo Ahjussi (Chapter 1)

$
0
0

Cover Prologue and Last Chapter Picture

Saranghaeyo Ahjussi

Chapter 1

Wu Yi Fan, seorang pria mapan yang belum juga menikah di usianya yang akan menginjak 28 tahun itu harus terus menghindar dari segala perjodohan yang menimpanya bagai hujan. Dan di suatu tempat yang tak terduga, ia bertemu dengan Lee Youra, perempuan berumur 17 tahun yang mengaku, “Tidak akan pernah menyukai laki-laki yang terpaut usia lebih dari 4 tahun.” Tapi apa yang bisa mereka lakukan ketika cinta sudah menghampiri? Menghindar? Dan dengan memutuskan sebuah jawaban, Wu Yi Fan harus membuka lagi luka lamanya.

Previous Chapter: (Prologue)

Author:

Dreamcreampiggy

-

Length:

Chaptered

-

Genre:

Romance, Family, School Life, AU, Friendship

-

Rating:

Teenager

-

Cast:

-Lee Youra (OC)

-Wu Yi Fan/Kris (EXO-M)

-Park Chanyeol (EXO-K)

-Im Yoon Ah/Yoona (SNSD)

-Kim Jae In (OC)

-Kim Jae Joong (JYJ)

-Lee Yourin (OC)

-Song Qian/Victoria (f(x))

-

Disclaimer:

Cast are belongs to God, their self, and their parents except Original Characters. They are fake cast made by myself as an Author. Stories are mine. NO ONE allowed toPLAGIARIZE, copy-paste, translate, edit, and change half or this entire story without my permission.

~**^^**~

“YAAAAAK!”, Kris berteriak marah dengan kencang. Suaranya yang berat menggema memenuhi seluruh Bus. Namja berwajah seram yang tadi mengambil ponsel Kris kini telah berlari menuju pintu Bus bagian belakang untuk lari. Wajah Kris pucat pasi begitu mendapati ponselnya telah raib dari tangannya. Apa yang harus ia lakukan?

Data, Nomor ponsel dan hampir seluruh hal-hal penting telah tercantum pada ponselnya itu. Dan sebuah nomor lagi yang sangat penting baginya. Nomor seorang yeoja yang masih mengisi setengah hatinya hingga saat ini.

BRUKKK

Mata Kris yang tadinya menatap tajam penuh kemarahan dan kepanikan berubah membelalak tak percaya. Kini namja berwajah seram yang tadi mengambil ponselnya sekarang sudah tersungkur dan jatuh. Kris mengalihkan pandangannya pada seorang yeoja berseragam yang sedang menjulurkan kakinya.

Youra yang merasa di perhatikan segera menarik kakinya dan menatap Kris seksama. Apa yang barusan ia lakukan benar-benar di luar akal sehatnya.

Youra tersenyum bangga ketika berhasil menyandung kaki pencopet itu. Dengan sigap Youra segera mengambil ponsel Kris yang jatuh  terlempar agak jauh dari pencopet itu. Tapi tanpa Youra sadari pencopet itu telah bangkit dari jatuhnya dan berlari menuju arah Youra untuk kabur.

GREP

Youra merasakan tubuhnya hangat seketika itu juga. Tangan berbalut jas hitam sudah memeluk dirinya erat dan menariknya menuju kursi hingga ia terduduk tepat berhadapan dengan seseorang. Youra baru sadar ketika ia melihat wajah Kris berada dekat dengan dirinya. Terlambat sedikit saja saat itu juga Youra pasti akan jatuh tersungkur atau mungkin lebih parah karena harus bertubrukan dengan tubuh pencopet itu.

Youra yang masih terkejut hanya bisa diam. Mulutnya terkatup erat tanpa bisa di buka sedikit pun. Wajahnya memanas dan memerah, jantungnya pun berdegup kencang sekali.

“Neo gwenchana?”, suara berat Kris yang sudah kembali normal mengembalikan Youra pada kesadaran awalnya.

“Gwenchanayo.”, jawab Youra pelan. Ia berjalan mundur sedikit demi sedikit dari dekapan Kris. Kris yang mengetahui apa yang di lakukan Youra segera melepaskan tangannya dari punggung Youra.

“Ini ponsel anda.”, kata Youra pada Kris. Youra memberikan ponsel Kris dengan hati-hati. Kris pun mengambil ponselnya dan tersenyum.

“Khamsahamnida atas pertolonganmu.”, kata Kris.

Youra merasakan jantungnya kembali berdegup kencang ketika melihat Kris yang tersenyum langsung padanya. Bagaimana mungkin ia bisa begitu cepat berdebar-debar seperti ini?

“Ch..on..ma..naeyo.”, jawab Youra agak tergagap. Youra membungkukan tubuhnya kemudian berjalan menuju pintu belakang Bus dan turun dengan cepat. Kris yang masih berdiri di tempatnya memperhatikan Youra melalui jendela Bus yang sedikit demi sedikit mulai berjalan.

“Mata yeoja itu mirip Mom. Apa mungkin aku akan bertemu lagi dengannya?”, kata Kris dalam hati. Ia membalikan tubuhnya dan kembali duduk di kursi yang di tempati Youra sebelumnya.

~**^^**~

“Naik bus? Gege serius?”, kata Kim Jae In kaget setelah mendengar penjelasan Kris. Nyonya Wu dan Jae Joong hanya diam sambil menyantap makan malam mereka di ruang makan yang bernuansa Eropa itu. Meja besar di hadapan mereka menyajikan begitu banyak menu masakan mewah. Beberapa pelayan berseragam hitam-putih berbaris memanjang di pinggir meja makan.

“Ne. Memangnya salah?”, jawab Kris dengan wajah datar. Matanya tak menatap Jae In, anak dari ayah dan ibu tirinya. Sekaligus yeodongsaeng Kris.

“Jadi, kau nekat naik Bus untuk pertama kali hanya untuk menghindari acara Eomma? Astaga Wufan. Dengar. Untuk apa kau melakukan hal itu? Bahkan sampai kau hampir di copet?”, kata Nyonya Wu tak percaya.

“Aku ini sebentar lagi  28 tahun Eomma. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Lagipula aku tak suka cara Eomma menjodohkanku dengan banyak yeoja.”, kata Kris masih dengan nada pelan dan sopan pada Eommanya. Jae Joong yang dari tadi diam hanya mengangguk menyetujui kata-kata Kris.

“Karena umurmu itu maka cepatlah mencari yeoja dan menikah. Jangan mengatakan umurmu sebentar lagi 28 tahun seperti seorang anak yang mengatakan dirinya sebentar lagi 16 tahun. Lagipula Appa-mu tak pernah memaksakanmu terlalu serius dengan perusahaan. Jae Joong bisa membantumu. Begitu juga Appa-mu. Lagipula tadi hanya teman Eomma yang datang.”, jelas Nyonya Wu tegas.

“Sudahlah Eomma. Wufan pasti juga sedang berusaha. Mecari yeoja bukan hal yang mudah kan? Lagipula sekarang Wufan baik-baik saja.”, kata Jae Joong menengahi perdebatan antara Kris dan Nyonya Wu saat makan malam itu.

“Dad kemana? Aku tak melihatnya?”, tanya Kris.

“Appa-mu sedang ada urusan di Beijing. Mungkin ia akan pulang lusa. Bertepatan saat pertemuan rekan bisnis baru nanti.”, jelas Nyonya Wu yang sekarang sudah lebih tenang.

Kris mengangguk lalu mengacungkan gelasnya yang kosong ke arah pelayan. Dengan cepat salah satu pelayan segera mengisi gelas Kris dengan air putih.

“Apa Gege masih menyukai Yoona Eonni?”, tanya Jae In dengan wajah polos. Kris yang sedang meminum airnya dengan pelan langsung tersedak begitu mendengar kata-kata dari Jae In.

“Omo. Ayo minum dulu.”, kata Nyona Wu yang segera berdiri dan mengambilkan gelas Kris yang tadi ia taruh di meja dan berjalan mendekati Kris. Tangan Nyonya Wu mengusap pelan punggung Kris agar ia berhenti terbatuk.

“Dasar anak kecil. Itu bukan urusanmu.”, kata Jae Joong kesal. Jae In menggembungkan pipinya dan kembali memakan makanannya.

“Gwenchana Eomma.”, kata Kris akhirnya, setelah ia berhenti terbatuk. Kris memejamkan matanya dan mengusap dahinya pelan.

“Mianhae Gege.”, kata Jae In akhirnya pada Kris. Kris hanya mengangguk dan berdiri.

“Aku sudah selesai. Besok aku juga akan mulai pindah. Aku duluan.”, kata Kris lalu berjalan menuju tangga yang besar.

“Wufan.”, suara Nyonya Wu menghentikan langkah Kris. Kris berbalik menatap Eomma-nya dan terdiam.

“Jaga dirimu. Makan yang teratur. Jangan terlalu lelah bekerja. Jika ada waktu habiskanlah untuk tidur, jangan membaca buku terus-menerus. Kau harus bisa menjaga dirimu.”, kata Nyonya Wu lembut. Kris mengangguk dan tersenyum lalu menaiki anak tangga menuju kamarnya dengan pelan.

~**^^**~

Youra melangkahkan kakinya keluar dari gerbang sekolahnya menuju halte bus. Youra mengusap dahinya yang di basahi oleh keringat setelah seharian menghabiskan waktu untuk belajar. Youra memundurkan langkahnya dan terduduk di kursi halte tersebut sambil menunggu Bus tujuannya tiba. Bayangan namja ber-jas hitam terlihat begitu nyata sedang berdiri di sampingnya dengan tatapan tajam.

“Aku ingin bertemu lagi.”, kata Youra pelan. Ia mencengkram jari-jarinya kuat. Bolehkah ia berharap?

Youra segera bangkit berdiri begitu melihat Bus yang ia tunggu sudah berhenti. Youra memilih bangku ke-tiga dari depan. Ia sengaja memilih bangku dekat jendela. Sepanjang perjalanan Youra bergumam dalam hati berharap agar seorang namja ber-jas hitam sedang berdiri di salah satu halte.

~**^^**~

Youra yang sedang berjalan sambil menendang bebatuan di sekitar kakinya menyipitkan matanya begitu melihat sebuah Truk jasa pengangkut barang terparkir rapih di depan sebuah rumah yang memang sudah lama kosong.

“Tetangga baru?”, tanya Youra dalam hati. Ia menggelengkan kepalanya tak perduli dan mengusap keringatnya. Berjalan dari Pintu utama perumahan sampai ke rumahnya memang tidak dekat. Bahkan menguras tenaga sebenarnya. Apalagi di tambah ia yang gagal bertemu dengan namja ber-jas hitamnya itu.

Youra menyebrangi jalan dan menggeser sedikit gerbang rumahnya ke samping. Dengan langkah pelan Youra berjalan menuju pintu rumahnya. Youra memasukan kunci di lubang pintu dan mencoba membukanya.

“Annyeong.”, kata Youra begitu ia membuka pintu rumahnya yang besar. Youra segera berjalan masuk tanpa menunggu balasan apapun. Sudah menjadi kebiasan jika sapaannya tak ada tanggapan dari siapapun. Eomma dan Eonni yang bekerja di butik, begitu juga seorang Appa yang bekerja sebagai arsitek tentunya tak akan mungkin berada di rumah 24 jam jika bukan karena suatu hal.

“Sudah pulang? Bagaimana harimu?”, tanya seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa sebuah piring berisi Cheese Cake yang dihias cantik, siapa lagi kalau bukan Nyonya Lee.

“Eomma? Bagaimana bisa Eomma di rumah? Bukannya Eomma di butik?”, tanya Youra bingung mendapati Nyonya Lee yang biasanya mengurus usaha butiknya yang terletak di daerah Myeongdong itu. Nyonya Lee berjalan mendekati Youra sambil menggeleng.

“Aniyo. Hari ini biarkan Eonnimu saja yang mengurus butik.”, kata Nyonya Lee dengan suara khasnya yang pelan dan lembut.

“Wuah! Eomma membuat kue?”, kata Youra yang baru saja menaruh tasnya di Sofa ruang tengah. Mood Youra segera membaik begitu sadar Eommanya membuat sebuah kue. Youra menjulurkan tangannya siap menyentuhkan salah satu jarinya ke atas Cream Cheese Cake ketika dengan sigap Nyonya Lee memukul pelan punggung tangan Youra.

“Wae?”, tanya Youra sambil menggembungkan pipinya kemudian memajukan bibirnya ke depan.

“Ini bukan untukmu. Kue ini untuk tetangga baru kita. Tolong antarkan ya.”, kata Nyonya Lee sambil memberikan sepiring besar kue itu ke tangan Youra. Youra sedikit terhuyung mendapati beban piring yang tidak enteng itu.

“Arasseo. Tapi Eomma juga membuat kue untukku kan?”, tanya Youra memastikan bahwa Eomma-nya tak lupa membuatkan sebuah kue juga untuk putri tercintanya ini.

“Ne. Eomma sudah membuatnya. Jangan lupa rumah tetangga baru kita itu yang ada di sebelah kiri ne?”, kata Nyonya Lee.

“Ok!”, kata Youra sambil mengedipkan sebelah matanya pada Nyonya Lee kemudian berjalan menuju pintu depan dengan santai namun sedikit terhuyung-huyung membawa piring tersebut yang di bebani oleh sebuah kue yang cantik dan lezat.

~**^^**~

Youra berjalan sambil membayangkan seperti apa tentangga barunya itu. Apakah tetangga barunya itu sebuah keluarga? Atau seorang yeoja? Atau namja? Youra berhenti melangkah ketika ia mendapati gerbang rumahnya yang masih tertutup. Perlahan Youra membuka gerbang itu dan berjalan keluar.

Tak berapa lama Youra sudah berjalan masuk melewati gerbang rumah tetangga berunya yang terbuka lebar. Truk jasa pengangkut barang masih terparkir rapih di depan rumah itu. Youra menarik napas dan berdeham juga tidak lupa merapihkan rambutnya dengan sebelah tangan sambil menahan piring dengan tangannya yang satu lagi.

“Tok tok tok..”, Youra mengetuk pintu depan rumah tetangga barunya itu dengan pelan. Youra sedikit mengintip ke dalam rumah lewat pintu depan yang tidak tertutup. Beberapa laki-laki berseragam sedang berdiri tegak mendengarkan sesuatu yang di katakan seorang namja yang sangat tinggi di dalam ruangan.

“Tok tok tok..”, sekali lagi Youra mengetukan tangannya di pintu. Bukan karena ia tak sabar. Tapi karena ia tak tahan harus berlama-lama menahan berat piring di tangannya ini. Namja yang tadi sedang berbicara segera menghentikan pembicaraannya dan berjalan menuju pintu depan.

Youra menundukan kepalanya menatap kue yang ada di tangannya, mengamati setiap hiasan yang Eomma-nya buat dengan cantik. Youra meneguk ludahnya melihat Cream yang teroles rapih di sekeliling dan atas kue.

“Ne?”, sebuah suara yang tampaknya tak asing mengalihkan pikiran Youra dari kue itu. Youra mengangkat kepalanya dan mendapati sosok namja idamannya telah berdiri tepat di depannya. Jantung Youra berhenti berdetak saat itu juga.

“Omo.”, kata Youra tak terdengar. Hanya bentuk bibirnya saja yang berbentuk huruf ‘O’ yang dapat dijadikan sebuah pertanda untuk menebak apa yang ia katakan.

“Kau yeoja yang menolongku di Bus tempo hari kan?”, tanya namja itu yang tidak lain adalah Kris. Kris tersenyum sambil mengeluarkan tangannya dari saku celana coklat selututnya.

“Ne.”, jawab Youra seadanya sambil mengangguk penuh dengan perasaan gugup. Hampir setiap saat dalam perjalanan menuju sekolahnya Youra selalu memperhatikan setiap sudut jalanan untuk memastikan di mana namja yang pertama kali memeluknya itu. Tanpa ia sadari sekarang Kris, namja idamannya telah berdiri di depannya. Bahkan menjadi tetangganya.

Suasana berubah hening ketika itu juga. Tapi dengan cepat Youra mengutarakan maksudnya itu.

“Saya ingin mengantarkan kue ini sebagai ucapan selamat datang.”, kata Youra sambil memberikan piring berisi kue itu pada Kris. Kris segera mengulurkan tangannya dan menerima kue Youra.

DEG

Jantung Youra lagi-lagi berdetak kencang ketika tangannya menyentuh sedikit tangan Kris. Apalagi rasa itu? Apa ada yang salah dengan Youra? Bagaimana ia bisa berdebar-debar saat bersentuhan sedikit saja dengan Kris? Pasti ada yang salah.

“Gomawo atas kue-nya. Dan Gomawo atas tempo hari.”, kata Kris ramah sambil melontarkan senyuman pada Youra.

“Ne.”, kata Youra. Kuku jarinya memutih ketika ia mencengkram ujung rok seragamnya sendiri untuk menghilangkan rasa gugup.

“Rumahmu di sebelah mana?”, tanya Kris sekedar untuk basa-basi.

“Tepat di sebelah kanan rumah anda.”, kata Youra.

“Oh.. Ternyata sangat dekat ya. Kalau begitu sekali lagi Gomawo mmm…”, kata  Kris kebingungan memanggil Youra. Dia harus memanggil apa? Bahkan Kris belum tahu nama Youra.

“Lee Youra Imnida. Panggil saja Youra. Bangap Seumnida.”, jawab Youra sambil membungkukan tubuhnya.

~**^^**~

“Jadi saya harap di liburan yang cukup panjang ini kalian bisa menggunakannya untuk ber-istirahat dan bersenang-senang. Tapi jangan lupa untuk belajar.”, ucap Ji Woong Songsaenim di depan kelas. Setiap anak tersenyum bahkan bersorak sangat gembira. Kecuali Youra yang sedang tersenyum sendiri sambil menatap langit lewat jendela di sampingnya. Chanyeol yang baru saja selesai bersorak-sorak dan memperkeruh suasana menatap sinis Youra.

“Dasar gila.”, kata Chanyeol sambil menggeleng-geleng. Youra yang mendengar perkataan Chanyeol segera melihatnya dengan tatapan siap membunuh.

“Hehehe. Gila dan genius itu tipis. Kalau kau gila berarti kau genius. Hehehe.”, kata Chanyeol sambil tersenyum menunjukan gigi-giginya. Youra balas tersenyum malas dan memutar bola matanya.

“Kau ini kenapa?”, tanya Chanyeol prihatin. Ia bingung dan takut dengan sikap Youra yang suka tersenyum dan tertawa sendiri. Maka dari itu Chanyeol sudah mengira Youra gila.

“Bukannya aku sudah bercerita tentang Namja tampanku itu?” tanya Youra pada Chanyeol. Wajah Chanyeol berubah sinis tiba-tiba.

“Iya. Namja yang kau bilang tampan tapi tak kau ketahui namanya.”, kata Chanyeol sebal.

“Jangan begitu tapi dia memang tampan. Suaranya itu dalam dan merdu. Aduh aku terbayang-bayang terus Yeol~”, kata Youra sambil memegang pipinya yang memerah.

“Ah Berisik! Aku tak mau dengar lagi! Terserah! Lalala!”, kata Chanyeol yang segera berdiri dari bangkunya dan menutup kedua telinganya. Pandangan semua anak kini teralih padanya.

“Api sih Yeol? Teriak-teriak segala. Suaramu itu mengganggu!”, kata Baekhyun yang kemudian melempari kepala Chanyeol dengan gumpalan kertas.

“Aish! Jangan lempar-lempar!”, kata Chanyeol dan mengambil kertas lemparan Baekhyun lalu membukanya.

“Wah! Ini kertas contekan ulangan kemarin!”, kata Chanyeol sambil menggelengkan kepalanya dan menunjuk-nunjuk Baekhyun. Youra hanya menatap Chanyeol dan kadang tersenyum kecil lalu kembali mengamati awan. Kembali terhanyut dengan bayangannya.

Chanyeol mencuri pandangan sedikit ke arah Youra. Bagaimana mungkin Youra tak menyadari Chanyeol yang cemburu saat Youra menceritakan namja idamannya? Apa yang harus Chanyeol lakukan agar Youra melihatnya?

~**^^**~

“Kau sudah dekat Hyung?”, kata Kris pada Jae Joong melalui ponselnya.

“Kau yakin kartu kreditku tertinggal di tempat acara kemarin?”, tanya Jae Joong yang agak panik. Kris hanya menggeleng sebentar tak habis pikir dengan Hyung-nya yang mudah sekali panik.

“Ne. Kemarin kau menjatuhkannya. Kebetulan aku melihatnya. Jadi aku ambil. Tapi aku lupa untuk memberikan kepadamu kemarin.”, kata Kris. Ia yang hari ini memang masih berlibur hanya duduk di Sofa-nya sambil membuka dompetnya dan memastikan kartu kredit Jae Joong berada di dalam dompetnya.

“Arasseo. Aku sudah akan sampai. Kau keluar saja sekarang.”, kata Jae Joong diikuti nada monoton pertanda Jae Joong sudah memutuskan sambungan teleponnya.

~**^^**~

“Wasseo.”, kata Chanyeol yang sudah memberhentikan motornya yang baru saja keluar dari bengkel kemarin di depan rumah Youra. Chanyeol tersenyum saat melihat Youra yang sedang berusaha turun dari motornya dan kini berdiri di depannya.

“Gomawo. Selamat berlibur.”, kata Youra pada Chanyeol. Chanyeol tersenyum dan mengangguk.

“Jangan lupa telepon ne?”, kata Chanyeol sambil menggerakan kelingking dan jempol-nya di depan telinga.

“Arasseo.”, kata Youra tersenyum senang. Chanyeol mengacak-acak rambut Youra kemudian melambaikan tangannya. Tak lama kemudian ia segera memacu motornya meninggalkan Youra yang masih sibuk berdiri di depan gerbangnya. Youra membalikan tubuhnya dan mengeluarkan kunci gerbang.

“Youra!”, suara dari arah seberang membuyarkan lamunannya tentang hal barusan. Youra yang baru sadar mendapati Yourin sedang berdiri di seberang jalan sambil membawa banyak sekali kantung plastik yang berisi barang-barang belanjaan dari Toko Swalayan yang berada di depan perumahan.

“Ne?”, kata Youra sadar. Ia segera menjawab.

“Bisa kau kesini dan membantuku? Belanjaan ini berat.”, kata Yourin yang terlihat sangat kesusahan memegang beberapa kantung plastik yang lumayan berat itu.

Youra mengangguk lalu berjalan pelan ke seberang tanpa mengamati kanan kirinya.

TIIINNNN!

~**^^**~

Kris bangun dari duduk nyamannya di sofa dan berjalan keluar halaman rumah. Kris membuka-buka isi dompetnya dan sekali lagi menge-cek kartu kredit Jae Joong. Kris yang sedang melihat-lihat beberapa kartu yang terdapat di dompetnya berjalan santai keluar gerbang.

TIIINNNN!

Kris membelalakan matanya ketika melihat pemandangan gawat di depannya. Tanpa menunggu lagi Kris segera berlari menjatuhkan dompetnya ke tanah menuju jalan.

BRUK

Tubuh Kris dan seorang yeoja terjatuh ke tepi jalan. Sedangkan mobil itu berhenti tepat sebelum menabrak mereka.

Kris merasakan tubuhnya sedang mendekap seseorang. Tangan kananya berada tepat di belakang kepala seseorang menghindari kepala orang itu dari benturan. Dan tangan kirinya melingkar di tubuh orang itu.

Youra yang merasa kematiannya sudah dekat saat melihat sebuah mobil Sport mewah berwarna putih melaju cukup kencang hampir menabraknya, akhirnya berani membuka matanya. Youra mengerjapkan matanya berkali-kali begitu sinar matahari yang menyilaukan masuk kedalam matanya.

“Gwenchana?”, sebuah suara yang ia kenali dan ia ingin selalu dengar menyadarkan Youra yang masih dalam keadaan terkejut.

“Ummmm..”, kata Youra bergumam. Youra berusaha mengangkat tubuhnya agar terduduk dan menyadari sesosok namja yang berada tepat di depannya. Wajah namja itu yang panik membuat jantung Youra berdebar-debar.

“Omo! Mianhae!”, sebuah suara diikuti genggaman yang membantu Youra berdiri dari Jae Joong yang baru saja keluar dari mobilnya akhirnya menyadarkan Youra 100%.

“Youra!”, Yourin berlari panik menghampiri Youra yang sekarang sudah berdiri. Kris masih berdiri memegang pundak Youra untuk membantu yeoja  itu agar tetap berdiri dan tidak jatuh.

“Neo! Berani-beraninya kau hampir menabrak dongsaeng-ku! Bagaimana kalau ia benar-benar tertabrak?”, kata Yourin marah sambil memukul tubuh Jae Joong dengan tas tangannya berkali-kali.

“Aaaa.. Appo! Mianhae.. Jeongmal Mianhae..”, kata Jae Joong meminta maaf pada Yourin dan Youra yang sudah sadar. Youra terdiam dan menarik tangan Yourin agar berhenti memukul Jae Joong. Sedangkan Kris membantu Jae Joong.

“Eonni berhenti.”, kata Youra yang akhirnya berhasil menghentikan pukulan Yourin terhadap Jae Joong.

“Neo gwenchana?”, tanya Yourin.

“Gwenchana.”, kata Youra mengangguk.

“Mianhae Youra-ssi. Maafkan Hyung-ku.”, kata Kris mewakili Jae Joong untuk meminta maaf.

“Mianhae. Jeongmal Mianhae. Tadi itu adalah kesalahanku karena tidak memperhatikan jalan. Mianhae.”, kata Jae Joong membungkuk berkali-kali. Ia mengakui kesalahannya. Karena kecerobohannya yang mengalihakan pandangannya pada ponselnya itu ternyata hampir membawa hal celaka pada Youra.

“Neo!”, kata Yourin yang sudah terbakar amarah dan hampir memukul Jae Joong lagi tapi dengan cepat Youra menghentikan Yourin.

“Youra-ya!”, kata Yourin agak gusar.

“Sudah Eonni. Ayo kita pulang saja.”, kata Youra. Yourin mengangguk dan berbalik kemudian mengambil beberapa kantung plastik berisi barang-barang belanjaan mereka. Dengan susah Yourin menuntun Youra menuju rumah.

Youra tersenyum sebentar lalu berkata tanpa suara pada Kris. Namun Kris mengerti Youra mengucapkan ‘Gomawo’ untuknya. Youra melihat tangan Kris yang agak lecet saat membantunya tadi. Tanpa Kris mungkin Youra sudah terbaring di rumah sakit sekarang.

Kris mengangguk lalu berjalan menuju depan rumahnya dan mengambil ceceran dompet dan beberapa kartu lalu membuka gerbangnya lebar-lebar agar Jae Joong bisa memasukan mobilnya. Kris berjalan masuk menuju rumahnya sedangkan Jae Joong meringis kesakitan karena pukulan dari Yourin. Jae Joong dengan cepat dan masih meringis sakit memasukan mobilnya kedalam halaman rumah Kris.

“Neo Gwenchana? Aku akan mengobatimu kalau ada yang sakit.”, kata Yourin khawatir.

“Aniyo. Aku baik-baik saja.”, kata Youra meyakinkan Yourin.

“Kau mengenal namja yang menolongmu tadi?”, tanya Yourin sambil menuntun Youra.

“Ne. Dia tetangga baru kita. Aku sudah bertemu beberapa kali dengannya.”, kata Youra. Youra melepaskan tangan Yourin dan menunjukan dirinya baik-baik saja. Yourin yang mengerti akhirnya berjalan memasuki gerbang sambil membawa banyak sekali kantung plastik.

Youra yang berjalan di belakang menyipitkan matanya begitu mendapati sesuatu berbentuk kartu tergeletak di dekat gerbang rumahnya. Ia menatap Yourin yang sudah berjalan menuju pintu depan. Youra mendapati garasinya yang kosong. Itu berarti Appa dan Eomma-nya tak ada dirumah.

Syukurlah. Setidaknya Youra tak akan dikhawatirkan berlebihan oleh Eomma-nya. Youra berjalan memungut kartu yang sedari tadi ia lihat. Ia mengambil kartu itu dan melihat ke samping. Gerbang rumah Kris masih terbuka namun Youra yakin Kris sudah memasuki rumahnya.

Youra pun memasukan kartu itu kedalam kantung seragamnya lalu berjalan masuk.

~**^^**~

Youra melemparkan tasnya ke tempat tidur lalu merebahkan dirinya. Youra mengambil sesuatu dengan susah dari kantung seragamnya lalu mengeluarkan benda itu. Youra mengamati benda yang lebih mirip kartu itu dan membacanya.

“Ini kan ID Card.”, kata Youra.

Youra membelalakan matanya ketika melihat foto yang tertera pada kartu itu. Jantungnya berdebar-debar. Matanya segera menelusuri setiap tulisan pada ID Card itu.

“Omo! Ini ID Card milik namja itu!”, kata Youra tak percaya.

“Namanya Wu Yi Fan? Ohhh.. Namja ini Chinese. Pantas wajahnya tak terlihat seperti orang Korea pada umumnya..”, Youra membaca nama Kris dengan tenang. Matanya membesar begitu membaca tanggal lahir yang tertera pada ID Card itu.

“Hah? Jangan bercanda! 6 November 1984? Namja ini akan berumur 28 tahun November nanti?”, kata Youra dengan mata terbelalak.

“Aniyo!”

~**^^**~

“Omo! Gawat!”, Kris berkata dengan panik. Ia melangkahkan kakinya ke seluruh penjuru ruangan kamarnya. Tempat tidurnya yang tadinya tertata rapi sudah berubah berantakan. Pintu lemari coklatnya terbuka, begitu juga dengan beberapa laci. Kris melongok dengan penuh harap ke bawah tempat tidurnya. Berharap bisa menemukan suatu benda yang sangat penting.

“Aku yakin, sebelum Jae Joong Hyung datang ID Card-ku masih ada di dalam dompet.”, kata Kris sambil menggaruk belakang kepalanya kasar. Rasa heran menggerogoti dirinya.

“Ting Tong.”, Kris yang tadinya sedang berpikir segera berjalan ke luar kamarnya ketika mendengar suara bel. Ia yang sudah berdiri di depan pintu depan segera membuka pintu itu.

“Annyeong Haseyo.”, Kris menatap seorang yeoja yang beberapa waktu lalu ia selamatkan dan menyapanya. Lee Youra berdiri sambil menundukan kepalanya kebawah. Kedua telapak tangannya memegang pinggiran sebuah kartu.

“Annyeong Haseyo.”, kata Kris balas menjawab sapaan dari Youra.

“Ini. Saya ingin mengembalikan barang anda.”, kata Youra sambil mengulurkan sebuah benda ke arah Kris. Kris membelalakan matanya ketika melihat benda yang di berikan Youra.

“Ini.. Bagaimana bisa?”, tanya Kris bingung. Bagaimana mungkin ID Card yang ia cari bisa berada di tangan Youra.

“Itu. Itu.. Saya menemukannya terjatuh di dekat gerbang.”, kata Youra.

“Khamsahamnida telah mengembalikan kartu ini.”, kata Kris. Youra mengangkat wajahnya ke atas ingin melihat wajah Kris.

“Mianhae. Wu Yi Fan-ssi. Karena saya, tangan anda terluka.”

“Wu Yi Fan? Kau tahu namaku?”, tanya Kris bingung. Kris ingat sekali bahwa ia belum memberitahukan namanya pada Youra. Berbeda dengan dirinya yang sudah mengetahui nama Youra.

“Saya melihat nama yang tertera pada ID Card anda.”, kata Youra menjelaskan.

“Oh begitu. Panggil saja Kris.”, kata Kris.

“Ne. Kris-ssi.”, kata Youra mengangguk.

~**^^**~

Youra berjalan memasuki kamarnya. Hatinya merasa senang karena dapat mengetahui nama namja idamannya itu. Tapi di lain sisi ia juga merasa kecewa mengetahui jauhnya umur mereka. Chanyeol pasti akan menertawainya jika sampai ia tahu bahwa namja idaman Youra berumur 28 tahun. Youra membuka pintu balkon kamarnya dan membiarkan angin-angin berhembus menerbangkan rambutnya.

Youra yang memang sedang menatap keadaan di bawahnya melihat seorang namja bertubuh tinggi dengan memakai kaus biru dan celana jeans sedang berjalan melewati gerbang, keluar dari halaman rumah yang terletak di samping kiri rumahnya.

“Bukankah itu Kris-ssi?”, tanya Youra dalam hati.

“Mau kemana ia?”, Youra menyipitkan matanya kemudian menatap langit. Bagaimana mungkin Kris pergi tanpa menggunakan kendaraan apapun dalam keadaan cuaca yang mendung seperti ini?

Youra menggaruk kepalanya, lalu menggeleng cepat. Ada apa ini? Kenapa dengannya? Kenapa ia ingin tahu kemana Kris? Apa perdulinya? Lagipula mulai sekarang Youra akan menetapkan dirinya untuk menjauhi Kris.

~**^^**~

Kris berjalan sambil mendengarkan musik melalui Earphone-nya di trotoar dengan cepat ketika menyadari cuaca yang kian mendung. Melihat keadaan lemari pendinginnya yang kosong tanpa makanan sedikitpun membuatnya harus pergi berbelanja. Setidaknya ia butuh makan bukan? Karena jarak toko swalayan yang terletak di depan perumahannya mengurungkannya pergi menggunakan mobilnya. Lagipula terlalu mencolok jika ia menggunakan mobil sport hitamnya yang mewah itu.

Kris menundukan sedikit kepalanya saat ia mendorong pintu toko swalayan ke dalam. Seorang yeoja penjaga toko tersenyum ramah padanya ketika ia baru masuk. Kris segera mengambil sebuah keranjang dan berjalan menuju rak-rak makanan.

Ia menatap layar ponselnya untuk memastikan bahan makanan apa saja yang harus ia beli. Kris mengamati berbagai bahan makanan dengan sangat teliti. Tak terasa sudah dua jam berlalu. Ia berjalan menuju kasir dan sedikit terkaget ketika melihat langit yang sudah sangat gelap. Ia segera berjalan cepat dan membayar barang-barangnya.

Kris berjalan meninggalkan toko swalayan. Kakinya berlari kecil. Sesekali ia mendongakan kepalanya menatap keadaan langit.

Ia menghentikan langkahnya ketika merasakan ponselnya bergetar. Kris mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menatap layar tersebut. Kris membelalakan matanya begitu menyadari sebuah panggilan masuk dari seseorang yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Jangankan membayangkan. Mendengar namanya saja sudah sangat Kris tak inginkan. Melupakan adalah hal yang selama ini Kris inginkan. Satu-satunya jalan yang tak akan melukai hatinya atau hati orang tersebut.

“Yoona?”, kata Kris tak percaya.

“Tes, tes, tes”, sedikit demi sedikit air mulai turun dari langit. Kris dengan cepat memasukan ponselnya kedalam kantung celana jeans-nya, tidak sempat menerima panggilan tersebut. Perlahan hujan turun makin deras. Kris yang sudah sedikit basah karena air hujan berlari makin cepat saat menyadari tak ada tempat berteduh selain pohon rindang yang sepertinya tak akan bertahan jika tertiup angin yang cukup kencang.

~**^^**~

Youra yang sedang tidur tengkurap sambil menatap layar laptopnya sedikit terperanjat ketika mendengar suara hujan yang turun dengan sangat lebat dalam waktu yang cukup singkat. Youra cepat-cepat menutup pintu kaca balkonnya dan duduk di tempat tidurnya.

Perasaannya berubah tidak enak begitu menyadari belum terdengar suara pintu gerbang terbuka dari sebelah rumahnya. Berarti Kris belum juga kembali. Youra kembali menatap layar laptopnya. Untuk apa ia  memikirkan namja itu? Tapi bagaimana jika Kris belum juga kembali walaupun hujan sudah berhenti? Bagaimana kalau sesuatu terjadi padanya saat dalam perjalanan pulang? Kris kan sudah sering membantunya, setidaknya ia juga harus membantu namja itu.

“Aisshhh.. Kenapa aku jadi ikut campur masalah orang begini?”, kata Youra yang kemudian kembali berfokus pada layar laptopnya. Tangannya bergerak menggenggam Mouse dan kembali menggerakan matanya.

Tangan Youra berhenti bergerak. Matanya menatap melalui pintu kaca balkon. Melihat tetes-tetes hujan yang tak bisa terhitung lagi jumlahnya. Mungkin banyak sekali, atau terlalu banyak?

Tanpa berpikir lebih lama Youra segera menutup layar laptopnya dan bangkit mengambil Cardigan dan dua payung. Ia berlari menuju pintu kamarnya dan menuruni tangga dengan terburu-buru. Yourin dan Nyonya Lee yang sedang terduduk dengan kertas bergambar berbagai rancangan baju yang terletak di atas meja hanya menatap Youra yag sudah berlari menuju pintu depan dengan bingung.

Youra membuka satu payungnya dan melangkah menerobos hujan. Entah dorongan gila apa yang menyuruhnya untuk ini. Siapa tahu Kris masih ada di rumahnya dan justru sedang tertidur? Youra yang sudah melangkah keluar dari rumahnya mendapati gerbang rumah Kris yang terkunci dan lampu rumahnya yang mati.

“Kris-ssi belum pulang.”, kata Youra yang suaranya bersaing dengan suara hujan. Kaki Youra melangkah cepat membelah jalanan yang sebagian besar dipenuhi genangan air hujan. Youra menggertakan giginya dan merapatkan Cardigan-nya begitu merasakan hawa dingin hujan menusuk kulit hingga tulang-tulangnya. Youra berjalan cepat meninggalkan Cluster tempatnya. Celana selututnya sudah sedikit basah karena terkena cimpratan air saat beberapa kendaraan lewat.

Matanya dari tadi terus menatap teliti setiap tempat. Nihil. Hal bodoh apa yang Youra lakukan sekarang? Membiarkan dirinya setengah basah dan kedinginan seperti ini hanya untuk orang yang baru ia kenal. Youra membalikan badannya untuk kembali pulang ketika tanpa sengaja ia mendapati sesosok namja tak jauh darinya.

~To Be Continued~

Author’s Note:

Yay! Chapter 1! Mudah-mudahan di Chapter ini Readers suka dan mau RCL. Karena menurut saya RCL adalah bahan pokok saya untuk menulis. Tidak lelah mem-promosikan WordPress pribadi saya: Imagine Piggy Selamat berjumpa di Chapter selanjutnya! *Bow bareng 12 Member EXO*


[FREELANCE] My Last Request (Chapter 1)

$
0
0

exo-ff2

Title : My Last Request

Author : esyyoung

Main Cast : Huang Zi Tao – Tao Exo-M

Other Cast : Other member Exo-K and Exo-M

Genre : Friendship

Rating : G

Length  : Chaptered

Disclaimer : semua cast milik Tuhan YME, milik mereka sendiri dan orang tua mereka. Fict ini asli milik author tanpa plagiat dan semacamnya. Jika menemukan fict yang mirip, itu hanya ketidaksengajaan author.

Note : ini hanya fict gaje bin ga jelas yang idenya keluar gitu aja, harap dimaafkan kalau mungkin ada beberapa cast yang out of character, karena aku juga masih belum terbiasa nulis ff yang ber-main cast member EXO. Harap terbiasa dengan typo >,< dan susunan kata acak-acakan amburadul. O’ya, tadinya author mau dibikin genre humor/comedy tapi pas author baca lagi, sama sekali ga bikin ketawa. Ya udah jadinya friendship, tapi author ga tau friendship’nya kerasa apa engga -.- alur lambat, selambat gary siputnya spongebob (lho?)

Ya udh deh, author udh kebanyakan ngomong..

~*~

Malam itu, lebih tepatnya tengah malam, terdengar derap langkah kaki di sebuah lorong apartemen. Suara-suara langkah kaki itu berasal dari kaki enam orang namja yang dari wajahnya terlihat sangat lelah. Ya, mereka adalah Exo-K. Mereka baru selesai mengisi acara music disalah satu stasiun TV.

Akhirnya langkah kaki mereka berhenti di depan sebuah pintu yang bisa diyakini itu pintu dorm mereka.

“cepat buka pintunya, hyung. Aku sudah sangat lelah” rengek sang maknae.

“kau tidak lihat aku sedang membuka pintu ini?” tanya Suho yang memang sedang membuka pintu itu.

Pintu pun terbuka, dan baru saja pintu terbuka enam namja ini sudah disuguhkan penampakan kehadiran dari orang-orang yang sedang duduk santai menikmati beberapa cemilan, tentunya enam namja ini mengenal mereka semua.

“sedang apa kalian disini?” Tanya Suho dengan wajah herannya.

“memangnya kenapa? Tidak boleh?” Tanya salah satu dari mereka yang memiliki wajah paling imut (menurut ku ^^)

“bukan begitu, hanya saja aku pikir…”

“Luhan-gege..”teriak Sehun memotong perkataan Suho. Sehun langsung berhambur pada sang Gege dengan gembiranya.

“hanya saja aku pikir kalian akan lebih lama di China”Suho melanjutkan perkataannya tadi yang terpotong oleh maknaenya. Mereka yang masih di ambang pintu pun masuk dan bergabung bersama member Exo-M yang baru kembali dari China.

“ini sudah tengah malam, kenapa kalian tidak tidur?”Tanya Kyungsoo pada member Exo-M. “kami hanya ingin menyambut kepulangan kalian” jawab Xiumin.

“bukannya terbalik. Harusnya kami yang menyambut kalian” ujar Suho.

“tapi nyatanya yang lebih dulu sampai di dorm ini kami, kan?” kata Chen yang sedang memakan cemilan di hadapannya. Semua member Exo-K hanya mengangguk saja.

“tunggu dulu, dimana Tao?”Tanya Baekhyun yang menyadari kurangnya member Exo-M. “benar, dimana dia?”Tanya Jong In.

“dia sudah pergi tidur di kamar. Akhir-akhir ini ia sering sekali mengeluh cepat lelah” jelas Kris. “Ooh…” ucap member Exo-K serempak.

Karena kesibukan masing-masing grup, mereka jadi jarang sekali bertemu. Exo-M di China, Exo-K di Korea. Tentunya mereka saling merindukan satu sama lain, mereka pun menghabiskan waktu semalaman untuk mengobrol ini-itu. Karena besok juga tidak ada jadwal, mereka tidak terlalu ambil pusing jika besok bangun kesiangan.

~*~

Tao’s POV

Aku membuka mata ku, mengedipkannya beberapa kali untuk menyesuaikan pengliahtanku, huaah, ternyata sudah pagi.

Aku pun bangun dari tempat tidur ku. Aishh, rasanya kepala ku berat sekali. Ada apa dengan kepala ku? Kenapa pusing sekali?

Aku membuka pintu kamar ku dan melihat Kris-gege sudah berpakaian rapih, ku alihkan penglihatan ku pada jam dinding, masih jam 07.30. mau kemana Kris-gege?

“Kris-gege mau kemana?”Tanya ku pada Kris-gege. “eh, kau sudah bangun?”bukannya menjawab pertanyaanku Kris-gege malah balik bertanya, aku hanya mengangguk sebagai jawabannya.

“aku diminta manager untuk datang ke kantor SM” ujar Kris-gege. “Ooh”ucap ku

“mungkin aku akan pulang agak siang” kembali ujar Kris-gege, aku hanya mengangguk saja.

Kris-gege sudah beranjak pergi tapi tiba-tiba langkahnya terhenti.

“ada apa?”Tanya ku heran.

Kris-gege mendekatiku dan terus memperhatikan wajah ku. ada apa dengannya?

“apa kau sakit? Kau terlihat pucat”kata Kris-gege yang masih memperhatikan wajah ku.

“Ah, aku hanya pusing sedikit. Aku tidak apa-apa”ujar ku sekenanya.

“benarkah? Apa kita harus ke rumah sakit?” Tanya Kris-gege.

“lain kali saja”jawab ku. “kau ini, kau harus ke rumah sakit. Periksa kesehatanmu”ujar Kris-gege. Lagi-lagi aku hanya mengangguk.

“jika hari ini kau mau ke rumah sakit, minta antar pada yang lain. Aku tidak mau kau tersesat”kata Kris-gege sambil beranjak pergi. “iya iya”ucap ku malas.

“gege, hati-hati di jalan” kata ku pada Kris-gege, “iya”ucap Kris-gege dan berlalu pergi.

Sekarang aku sendirian, aku harus mencari yang lain. Karena semalam aku sangat lelah dan mengantuk, aku tidur terlebih dahalu dibanding yang lain, jadinya aku tidak sempat bertemu dengan member Exo-K.

Author’s POV

Tao pun mencari member yang lain, saat ia melewati ruang tengah atau ruang TV ia melihat Baekhyun dan Chanyeol yang sedang duduk di sofa sambil menonton TV.

Tidak, duo BaekYeol tidak sedang menonton TV, tapi tertidur di atas sofa dengan TV yang menyala.

“hey..”panggil Tao pada BaekYeol. Yang dipanggil sama sekali tidak menyahut, sepertinya Baekhyun dan Chanyeol masih enggan keluar dari mimpinya.

‘kenapa mereka tidur di sofa? Dan kenapa TV dibiarkan menyala?’ pikir Tao. Tao mengambil remote TV yang ada di dekat Baekhyun dan mematikan TVnya.

Ia segera pergi dari ruang itu dan menuju kamar Suho dan Sehun.

Tao masuk ke kamar tanpa izin, ia melihat Suho masih tertidur pulas, dan tempat tidur Sehun sudah rapih ‘kemana Sehun?’ pikir Tao

“hey.. bangun” ujar Tao pada Suho, kejadian di ruang tengah terjadi kembali, Suho masih enggan meninggalkan mimpinya. ‘kenapa pulas sekali’ batin Tao.

Tao pun pergi menuju kamar Luhan, dan ia mendapati Sehun di kamar itu, ternyata Sehun ‘menginap’ di kamar Luhan.

Keadaan Luhan dan Sehun juga sama, masih terjebak dalam mimpi. “Luhan-gege..bangun lah” ujar Tao sambil menepuk-nepuk lengan Luhan, “engghh..”Luhan hanya menggeliat tidak jelas.

Tao pun beralih ke Sehun “hey.. Sehun”panggil Tao. “apa? Jangan ganggu aku. Pergi kau!!”ujar Sehun dengan mata yang masih menutup, entah mengigau atau sadar.

Tao kaget dengan perkataan Sehun. “ada apa ini? Kenapa mereka tidak mau bangun”gumam Tao lalu pergi dari kamar itu.

Sekarang ia tidak mendatangi kamar lagi, ia pergi ke dapur. Pasti sudah ada Kyungsoo, orang terrajin sedorm, pikirnya.

Dan benar saja disana sudah ada Kyungsoo, ada Lay dan Jong In juga. Mereka bertiga terduduk di kursi makan dengan kepala yang ditelengkupkan pada meja makan.

‘apa mereka semua tertidur’ pikir Tao. Mata tao beralih pada kompor dengan api menyala yang di atasnya ada sebuah panci. Ia mendekati kompor itu dan mendapati kuah sup yang ada di panci hampir mengering, ia pun segera mematikan kompornya dan membangunkan Kyungsoo.

“hey.. masakannya”ujar Tao sambil menepuk pundak Kyungsoo. Karena Tao masih belum lancar berbahasa Korea, ia hanya bicara seadanya, setidaknya Kyungsoo mengerti.

“enghh, apa?” Tanya Kyungsoo sambil mengangkat kepalanya dari meja. “itu..”ucap Tao sambil menunjuk ke arah kompor.

Sontak mata Kyungsoo membuka lebar dan berteriak “MWO? MASAKAN KU.. SUPNYA” Kyungsoo langsung berlari menuju kompor dan melihat keadaan sup yang ia buat.

“aissh, kuah supnya hampir mengering. Ini gara-gara aku ketiduran..aish, aku harus masak yang baru”grutu Kyungsoo. “ada apa ini? Kenapa berisik sekali?”Tanya Jong In yang baru terbangun, Lay juga ikut terbangun.

Tao duduk di hadapan Lay “seisi dorm kecuali Kris-gege masih tertidur, memang apa yang kalian lakukan semalam?”Tanya Tao. “kau bertanya pada ku?”Lay balik bertanya.

“tentu saja. Memangnya dengan siapa lagi? Jika aku bertanya pada Jong In, memangnya dia akan mengerti bahasa Mandarin?” Tanya Tao sedikit kesal sambil melirik sedikit kearah Jong in yang sudah kembali tertidur.

“hehehe.. maafkan aku. Hmm, semalaman kami memang tidak tidur” ujar Lay. “apa yang kalian lakukan?” kembali Tanya Tao.

“kami bersebelas mengobrol semalaman sampai lupa waktu, kira-kira kami tidur sekitar jam 4 pagi” jawab Lay sambil kembali menaruh kepalanya di atas meja.

“apa?”teriak Tao sambil memukul meja dengan keras. Itu membuat Jong In, Lay dan Kyungsoo terlonjak kaget. “ya! kau ini apa-apaan?”bentak Jong in.

Tao sama sekali tidak memperdulikan bentakan Jong in. “kalian mengobrol tanpa diriku? Bersenang-senang tanpa diriku? Kenapa kalian tega sekali membiarkan aku tertidur, aku juga ingin mengobrol bersama yang lainnya”ujar Tao panjang lebar.

“bukan begitu, kau tidur sangat pulas. Kami akan lebih tega jika membangunkan mu” kata Lay menenangkan. “tapi aku akan senang jika dibangunkan, kalian saja yang tidak mengerti”ujar Tao dengan emosi.

“tapi, Tao..”

“aah sudah lah, aku tidak mau mendengarkan mu”kata Tao sambil beranjak pergi meninggalkan dapur.

Kyungsoo dan Jong in hanya melengo saja mendengarkan kata demi kata yang keluar dari mulut Tao dan Lay, tentu saja, Tao dan Lay berbicara menggunakan bahasa Mandarin, sedangkan mereka mana mengerti.

“kenapa dia?”Tanya Jong in..

~*~

Tao’s POV

Rasanya tubuh ku lebih segar, tentu saja, aku baru selesai mandi. Sepertinya tadi aku keterlaluan pada Yixing-gege, aku harus minta maaf.

“aahkk”

Aku terduduk dilantai sambil memegangi kepala ku, kenapa sakit sekali. akhir-akhir ini kepala ku memang sering sakit, tapi aku belum memeriksanya ke dokter. Aku harus ke rumah sakit sekarang, benar kata Kris-gege, aku harus memeriksa kesehatanku.

Aku keluar dari kamar sambil menahan sakit pada kepalaku. Siapa yang harus aku minta antar ke rumah sakit?

Kulihat di ruang tengah. Astaga, kenapa TVnya kembali menyala dan duo BaekYeol ini masih tertidur. Dilihat dari pakaian mereka, sepertinya mereka sudah mandi dan berganti pakaian. Tapi tidak bisakah mereka mencari tempat untuk tidur yang lebih elite, kenapa harus di sofa?

Lebih baik aku pergi ke dapur. Kulihat Kyungsoo-hyung masih memasak, ia harus mengganti sup tadi yang kuahnya mengering, aku tidak mungkin menggangunya. Di meja makan juga masih ada Jong in yang masih tertidur.

“emm, kyungsoo-hyung.. Yixing-gege, emm, dimana?”Tanya ku hati-hati menggunakan bahasa Korea.

Kyungsoo-hyung menoleh pada ku dan menjawab, “sepertinya sedang mandi”

“Chen dan Xiumin?”kembali Tanya ku. “Chen-hyung juga sedang mandi, dan Xiumin-hyung sepertinya masih tidur. Apa kau mengerti?” Tanya Kyungsoo-hyung hati-hati. Aku hanya mengangguk. Tentu saja aku mengerti, ada kata tidur dan mandi, yah, kosa kata bahasa Korea ku sudah semakin bagus, aku pikir begitu.

Aku pergi meninggalkan dapur, sepertinya aku harus pergi ke rumah sakit sendiri. Aku tidak akan tersesat, tinggal katakan tujuanku pada supir taksi dan aku akan sampai di rumah sakit.

Aku masuk ke kamar ku untuk mengambil topi dan kacamata, siapa tahu akan ada yang mengenaliku. Dan tidak lupa aku juga membawa dompet ku, untung saja aku memiliki beberapa lembar uang Won, aku selalu menyediakan uang Won untuk keperluan ku di Korea.

~*~

Saat ini aku sudah berada di depan meja dokter yang tadi memeriksa ku. Harusnya aku berpikir dua kali untuk pergi ke rumah sakit sendirian.

Astaga..aku tidak mengerti apa yang dokter ini katakan. Dokter ini berbicara begitu cepat. Setiap kali dokter menatap ku, aku hanya mengangguk seadanya..aiish, aku memang bodoh.. mana mungkin aku mengerti bahasa Korea dengan cepat.

Akhirnya dokter ini berhenti bicara, sepertinya sudah selesai. Dokter ini benar-benar tidak kembali bicara, ia malah tersenyum padaku, sepertinya benar-benar sudah selesai.

Aku pun berdiri lalu membungkuk sebentar dan tersenyum padanya, ia membalas senyumku, dan aku pergi meninggalkan ruang dokter itu.

Sekarang aku sudah berada di dalam taksi, aku terus memikirkan perkataan dokter tadi. Setidaknya ada beberapa kata yang aku mengerti, seperti kata kelelahan dan darah. Hmm, ada satu kata lagi yang familiar di telingaku yaitu… Leukemia.

Apa aku sakit leukemia? Bukannya leukemia itu kanker darah? Dan umur penderita kanker selalu diprediksi tidak akan lama.

Benarkah itu? Jika benar, berarti sebentar lagi aku akan mati. Tidak, tidak mungkin.

Air mata ku sudah menumpuk di mataku karena aku memikirkan hal itu. Akhirnya setetes air mata membasahi pipi ku, dengan buru-buru aku menghapus air mata ini.

Kurasakan perut ku sakit, hm, tadi pagi aku belum sarapan. aku benar-benar lapar.

“tolong, berhenti”kata ku pada supir taksi saat melewati sebuah kafe. Mobil ini pun berhenti, aku memberikan beberapa lembar uang dan turun dari taksi. Aku berjalan menuju kafe yang tadi ku lihat.

Di dalam kafe ini, aku memilih tempat yang paling pojok, cukup nyaman. Aku memesan satu menu makanan dan minuman.

Saat menunggu pesanan tiba, pikiran ku kembali melayang pada penyakit leukemia. Jika aku benar-benar sakit dan aku akan mati, itu artinya aku akan meninggalkan semuanya. Karir Exo yang sedang menanjak, apakah aku harus meninggalkan semua itu.

Aku bahkan belum memiliki kekasih, kekasih yang akan menjadi istri ku dan menjadi ibu dari anak-anak ku. Ah, bagi ku masalah wanita tidak begitu penting. Saat ini yang penting dalam hidup ku adalah para member Exo yang sudah aku anggap sebagai keluarga ku, apa aku harus meninggalkan mereka? Aku sama sekali tidak bisa membayangkan itu..ya Tuhan, apa umur ku benar-benar sebentar lagi?

Pelayan kafe datang membawakan pesanan ku. Saat melihat makanan yang sudah ada di hadapan ku, rasanya aku jadi tidak nafsu. Aku langsung berdiri dan membayar makanan yang tadi aku pesan, aku sama sekali tidak menyentuh makanan itu. Nafsu makan ku hilang gara-gara memikirkan penyakit leukemia.

Lebih baik aku pulang…


My Doll is Real (Chapter 1)

$
0
0

my doll is real 3

Title                    : My Doll is Real (chapter 1)

Author                : Shin Ji Sung/ Kkamjul

Main Cast            :

·         Oh Sehun

·         Shin Chan Chan (oc)

Other Cast          :

·         All member Exo

·         Park Hye Mi

·         Choi Hyun Ra

Genre                   : Romance, Comedy, School life

Rating                   : PG-13

Length                  : Chaptered

Disclaimer            : Sekali lagi saya nyatakan.. bahwa sesungguhnya cast yang berada di dalam ff ini adalah milik Tuhan Yang Maha Esa. Kecuali Oc-nya. Dan bahwa sesungguhnya Oh Sehun adalah milik author*digampar whirlwinds

Permisi.. kembali lagi dengan saya author Shin Ji Sung. Seperti biasa, saya selalu membawa ff dengan main castnya Oh Sehun. Karena Sehun adalah bias saya :D tapi gak selalu Sehun kok J  ff ini terinspirasi dari komik Jepang yang aku baca. Judulnya Journey. Hanya ada sedikit beberapa adegan yang terinspirasi dari komik tersebut. Selebihnya, itu murni hasil pemikiran saya sendiri. Dan, sebelumnya ff ini udah pernah author publish di blog pribadi author. Gak usah nunggu lama, silahkan membaca.. jangan lupa RCL nee..

Warning! Typo bertebaran..

Summary             : Sehun, si pemuda tampan yang selalu digilai oleh yeoja. Suatu hari, ia sedang berkeliling dengan mobilnya menikmati indahnya kota Seoul. Saat di perjalanan, ia melihat seorang nenek yang tengah kesulitan mengambil kucing di atas pohon. Merasa iba, Sehun pun membantu nenek tersebut mengambil kucing dari atas pohon. Sebagai imbalan terima kasih, sang nenek memberikan boneka pada Sehun. Di rumah, Sehun berniat membuang boneka tersebut.

“ Huh, buat apa aku memiliki boneka? Aku kan namja tulen “ Sehun pun membuang boneka tersebut dari atas balkonnya menuju kolam renang yang berada di bawahnya.

JBYURRR…

“ Yak! Siapa yang melemparku ke dalam kolam renang?!! “

“ … “

**

Author Pov

“ Oh Sehun… kencan denganku ya! “

“ Denganku saja “

“ Denganku “

Begitulah yeoja-yeoja di Performing Art School. Sangat menggilai pangeran sekolah mereka. Siapa lagi kalau bukan Oh Sehun. Kulitnya yang putih seperti susu, tulang pipinya yang tirus, sorot matanya yang tajam. Siapa yang tidak terpikat dengan wajah nyaris sempurna yang dimiliki oleh seorang Oh Sehun. Sehun memutar bola matanya. Terlalu malas melihat mereka yang lagi-lagi mengajaknya berkencan. Di mana harga diri mereka? Seharusnya, seorang pria lah yang mengajak berkencan. Bukannya seorang wanita.

Yeoja-yeoja itu masih sibuk dengan urusan mereka memperebutkan Oh Sehun. Mereka tak menyadari bahwa orang yang mereka rebutkan sudah menghilang sejak tadi.

“ Aish… kapan aku bisa hidup normal?! “ Sehun mengacak-acak rambutnya kesal. Masa remajanya yang seharusnya menjadi masa-masa yang paling menyenangkan, kini ia lalui dengan ketakutan. Bagaimana tidak? jika setiap hari ia selalu menjadi bahan rebutan oleh para yeoja saat sampai di sekolah. Belum lagi saat di rumah. Ia harus berhati-hati karena beberapa dari yeoja tersebut sering menguntitnya, bahkan pernah masuk ke dalam rumahnya dan dengan sengaja masuk ke dalam kamar Sehun untuk melihat warna pakaian dalam Sehun *author sarap

Awalnya, Sehun senang karena ia menjadi terkenal dan digilai. Tapi, setelah beberapa lama, ia menjadi jenuh akan sikap-sikap para yeoja yang menurutnya sangat tidak lazim.

“ Menghindar lagi Oh Sehun? “ pemilik suara yang sukses membuyarkan lamunan Sehun kini berdiri di samping Sehun.

“ Luhan hyung? “ didapatinya Xi Luhan. Namja terimut dan tercantik di sekolah ini sedang berdiri di dekatnya. Ayolah, siapa yang tidak kenal Xi Luhan. Namja yang memiliki paras seperti yeoja ini sama halnya dengan Sehun. Mereka sama-sama menjadi pangeran sekolah dengan 10 member lainnya. Saking cantiknya Luhan, para yeoja di sekolah itu pun selalu malu jika wajahnya dibanding-bandingkan dengan Luhan. Bukan berarti Luhan tidak memiliki penggemar. Bahkan penggemarnya juga banyak dari kalangan namja.

“  Mengapa kau tidak mencari yeojachingu saja Sehun? Agar mereka tidak mengejarmu lagi “

“ Apa? Aku? Yeojachingu? Yeojachingu macam apa yang akan ku dapatkan nanti Luhan hyung? Kalau seperti para yeoja centil  itu, lebih baik aku bertemu dengan nenek gayung saja “ Luhan yang mendengar tanggapan Sehun mengenai pertanyaannya langsung tertawa terbahak-bahak. Sehun yang kesal pada Luhan kini balik bertanya.

 “ Bagaimana denganmu hyung? Apa kau sudah menemukan yeoja yang lebih cantik darimu? “ goda Sehun.

“ Yak kau! “ Luhan segera mengejar Sehun yang sudah berlari terlebih dahulu menghindari amukan dari seorang Xi Luhan.

Teng… teng…

Akhirnya, bel pulang Performing Art School berbunyi juga. Seluruh siswa berhamburan keluar setelah lama menunggu bel keramat itu berbunyi. Sehun langsung menuju parkiran mobil di belakang sekolah. Dilajukannya mobil audit hitam miliknya dengan kecepatan standar.

Tuut.. tuut.. ponsel Sehun berbunyi. Segera di ambilnya ponsel tersebut.

“ Yeobboseo? “

“ Sehun, ini eomma “

“ Ne, eomma. Wae? “

“ Sehunnie, eomma dan appa harus menunda kepulangan kami menuju Korea karena masih ada beberapa pekerjaan yang harus kami kerjakan di sini dan.. “

Tut.. *backsound gagal. Sehun mematikan panggilan secara sepihak. Sudah berapa kali eomma dan appanya seperti itu. Selalu saja seperti itu. Tidak pernah memikirkan keadaan anaknya. Pekerjaan pekerjaan dan pekerjaan. Sehun muak dengan semua itu. Apa jika dewasa nanti ia juga harus seperti mereka.

“ Haahhh! “ dipukulnya setir mobil di depannya. Untung saja jalanan yang dilewati Sehun sedang sepi. Jadi tidak ada orang yang mendengar teriakan Sehun yang cetar membahana ulala *korban syahrini

“ Lebih baik aku berkeliling saja “ dinyalakannya mesin mobil yang sempat terhenti oleh perlakuannya tadi. Di jalan, Sehun tidak henti-hentinya menggerutu tentang kehidupannya. Bukankah dia sempurna? Mengapa menggerutu dan menyesali hidupnya? Hey! Ayolah, kalian pasti lupa. Seorang Oh Sehun juga butuh ketenangan. Bagaimana ia bisa tenang jika setiap hari ia harus berhadapan dengan puluhan yeoja yang menggilainya layaknya seorang superstar terkenal. Eomma dan appanya yang tak pernah peduli dengan dirinya yang juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Ya, dia menyesali itu semua. Ah tidak! lebih tepatnya membencinya.

Mobil Sehun tiba-tiba berhenti ketika melihat seorang nenek yang berada di pinggir jalan sedang menatap pohon mangga di depannya. Pakaian compang-camping, tikar, dan gayung yang di bawa oleh nenek itu serta wajahnya yang kusam mengingatkan Sehun akan percakapannya pada Luhan.

“Kalau seperti para yeoja centil itu, lebih baik aku bertemu dengan nenek gayung saja “ sekilas perkataan yang ia lontarkan pada Luhan membuatnya bergidik. ‘ nenek gayungkah itu? ‘ batinnya. Ia sibuk menerka-nerka sebenarnya siapa nenek itu. Kalau benar ia nenek gayung, maka matilah ia hari ini juga.

Sehun pov

Nenek gayung! Bagaimana ini? Bagaimana ini? Ah… tidak tidak aku tidak boleh takut. Siapa tahu itu adalah seorang nenek yang tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Oke, relax Sehun. Kulihat lagi nenek itu melalui kaca mobilku. Ternyata ia masih di situ. Mengapa nenek itu masih menatap pohon mangga di depannya. Apakah ia lapar? Lebih baik aku pergi dari sini. Aku tidak mau su’uzon sama orang. Walaupun aku bad boy begini,aku juga tau dosa. Kunyalakan mesin mobilku. Ada apa ini? Kenapa tidak mau menyala? Ayolah.. masa mobil semahal ini bisa mogok?

Kyaaa!! Nenek itu melihat ke arahku? Bagaimana bisa? Padahal kaca mobilku ini kan memakai flat hitam. Huufftt.. tenang Oh Sehun, mungkin saja nenek itu hanya tidak sengaja melihat ke arahku. Kualihkan arah pandanganku dari nenek itu sambil berusaha menyalakan mesin mobilku. Iseng, kulihat lagi ke arah nenek itu. Omona! Ia masih melihat ke arahku. Apa ia membutuhkan pertolongan? Aku segera keluar dari mobilku dan menghampiri nenek gothic yang tak henti-hentinya menatapku tajam.

“ Ada yang perlu saya bantu nek? “ kau tahu? Betapa sesaknya aku berbicara dengan nenek ini. Aku harus mengatur nafasku dengan teratur agar tidak terlihat seperti orang asma di depan nenek ini.

“ Bisakah kau mengambilkan kucing itu? “ katanya sambil menunjuk ke arah puncak pohon mangga. Oh, ini toh yang membuatnya sedari tadi menatap melas ke arah pohon ini. Tanpa menjawab permintaanya, aku segera memanjat dan mengambil kucing itu. Kini, kucing berbulu putih serta lingkaran-lingkaran seperti cincin yang menghiasi bulunya berada di tanganku. Ku serahkan kucing ini pada nenek gothic ini. Sepertinya ia senang, terlihat sekali dari raut wajahnya yang tadinya menatapku horor kini cerah ceria.

“ Baiklah nek, sepertinya tugasku sudah selesai “ aku berpamitan dan meninggalkan nenek ini. Karena berada di dekatnya, membuatku merinding disco.

“ Tunggu! “ aku menoleh. Ia menghampiriku. Apa aku akan dijadikan tumbal? Buktinya ia tidak membiarkanku pergi. Oh Sehun..!! buang pikiran itu jauh-jauh. Dia bukan nenek gayung! Bukan! Tapi mirip.

Boneka? Nenek itu menyerahkan sebuah boneka padaku. Lucu juga boneka ini. Teddy bear pula. Sepertinya hanya benda ini yang paling menarik dari benda-benda yang ia bawa. Karena seluruh benda yang ia bawa terlihat kusam. Tapi anehnya boneka ini terlihat bersih bahkan seperti baru. Aneh, perasaan tadi aku tidak melihat boneka ini dari mobilku.

“ Anggap saja itu hadiah dariku karena kau telah menolong kucingku “ baiklah Oh Sehun, kini kau mendapat wangsit dari kembaran nenek gayung. Kuanggukkan kepalaku tanda setuju. Tak menunggu waktu lama, aku berlari menuju mobilku dan segera masuk ke dalamnya.

Bruumm…

Wow! Ada apa ini? Kenapa mesinnya bisa menyala? Apa yang terjadi dengan mobilku? Tak mau jadi korban tumbal, langsung ku gas pedal mobilku dengan kecepatan di atas rata-rata. Aku tak mau melihat wajah nenek itu lagi. Sungguh terlalu wajahnya yang kelewat mirip dengan nenek gayung. Ini karena Luhan hyung yang mengajakku ke bioskop dan menonton nenek gayung di sana. Jadilah aku selalu terbayang-bayang wajah nenek gayung yang mengerikan itu.

@ Sehun house

Sesampainya di rumah, aku langsung berlari menuju kamarku. Tak ku pedulikan panggilan Han ahjumma yang menyuruhku makan malam dari dapur.

Blam

Kututup pintu kamarku dengan keras. Kurebahkan diriku di kasur king size milikku. Jujur saja, selama di perjalanan, aku selalu gelisah. Entah kenapa aku tidak tahu. Ini pasti gara-gara bertemu nenek gothic itu. Dan, boneka. Untuk apa nenek itu memberiku sebuah boneka. Apa ia tidak melihat kalau aku adalah namja? Asal nenek itu tahu saja, aku ini namja tulen. Bagaimana nanti reaksi para yeoja jika mengetahui kalau di kamarku ada sebuah boneka?

Kini, aku berdiri di balkon kamarku. Menikmati indahnya pemandangan kota Seoul dari balkonku. Inilah kegiatan favorit yang kulakukan setiap malam. Karena dengan melakukan ini, pikiranku yang sedang kacau dan kalut, bisa hilang begitu saja tertiup angin yang berhembus. Dan lagi-lagi, pikiranku terganggu. Sekarang, bukan si nenek gothic itu yang menganggu pikiranku. Tapi pemberiannyalah yang mengganggu pikiranku. Ya! Boneka.

Boneka itu kini berada di genggamanku. Aku tidak tahu harus ku apakan boneka ini. Daripada bingung, mungkin ku buang saja. Ya, ku buang saja. Kulempar boneka itu dari balkon kamarku ke kolam renang yang berada di bawah balkon kamarku.

Jbyurr … byurr.. * ceritanya bunyi air. Kenapa bunyi riakan airnya besar sekali? seperti orang yang sedang terjun saja. Bukankah itu hanya sebuah boneka?

“ Yak! Siapa yang melemparku ke dalam kolam renang? “

“ …. “

“ Dingin sekali di sini!! “ apa itu? suara yeoja? Darimana asalnya. Lalu, kenapa tadi ia bilang ada yang melemparnya dari kolam renang. Ku alihkan pandanganku dari gedung-gedung pencakar langit Seoul ke arah kolam renang. Mwo! Se-seorang yeoja? Ba-ba-bagaimana bisa? Kulihat ia memeluk tubuhnya sendiri. Sepertinya ia menggigil kedinginan. Kenapa ada seorang yeoja di sini? Apa dia salah satu yeoja di sekolahku? Hey! Kemana perginya boneka tadi? Bukankah aku telah membuangnya tadi ke dalam kolam renang. Yeoja itu perlahan-lahan menuju tepian kolam renang. Mau apa dia?

Tak mau terjadi kekacauan dalam rumahku, aku segera keluar dari kamarku mencari yeoja itu. Kuturuni tangga secara perlahan-lahan. Kira-kira yeoja itu dimana ya? Ah! Mungkin ia di ruang tamu.

Author pov

“ Dimana aku? “ yeoja itu mengelilingi pandangannya ke arah sekitar.

“ Kena kau! “ Sehun langsung membekap mulut yeoja itu dengan tangannya. Yeoja itu memberontak sekuat tenaga. Berharap bekapan di mulutnya terlepas. Tidak tinggal diam, Sehun langsung membawa yeoja itu menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Dengan susah payah akhirnya Sehun bisa membawanya juga walau peluh bersimbah membasahi pelipisnya.

Blam *suara pintu ditutup

“ Kau siapa huh?! Berani-beraninya memasuki rumah orang tanpa izin! “ Sehun melepaskan bekapan mulutnya pada yeoja itu. Yeoja itu tidak kunjung menjawab. Membuat Sehun jengah.

“ Jawab aku! “ kali ini Sehun meninggikan nada suaranya. Berharap yeoja itu ketakutan dan segera menjawab pertanyaannya. Bukan satu atau dua pertanyaan yang akan Sehun lontarkan pada yeoja itu nantinya. Kalau sekarang yeoja itu masih tidak mau menjawabnya, bagaimana ia akan melanjutkan ke pertanyaan yang selanjutnya.

“ Sabar sedikit bisa tidak sih? “ yeoja itu mengambil nafas sedalam-dalamnya. Sepertinya bekapan tangan Sehun di mulutnya membuat pasokan oksigennya menipis.

“ Baiklah, perkenalkan Shin Chan Chan imnida “ akhirnya yeoja itu memperkenalkan namanya. Hening. Tak ada satu pun yang memulai pembicaraan setelah Chan Chan menyebut namanya.

“ Bagaimana kau bisa masuk ke dalam rumahku?!! “ Sehun mencairkan suasana. Di tatapnya lekat-lekat Chan Chan dengan matanya yang tajam setajam silet* mohon abaikan.

“ Aku pun tak tahu. Tiba-tiba saja aku sudah berada di kolam renang. Dan aku kedinginan “ gigi Chan Chan bergemeletuk menandakan betapa dinginnya suhu tubuh yang ia rasakan saat ini. Berendam di kolam renang. Tidak! lebih tepatnya, tercebur di kolam renang di tengah gelap malam, di tambah suhu AC kamar Sehun yang tidak kalah dingin membuatnya menggigil. Dimatikannya AC kamarnya oleh Sehun. Walaupun kita tahu, Sehun menyukai dingin. Tapi tak apalah, dari pada harus menunggu seabad mendengar jawaban dari yeoja di hadapannya.

“ Baiklah, kau darimana? “ dilanjutkannya interogasi pada Chan Chan.

“ Seingatku, aku sedang tidur di kamarku. Tapi tiba-tiba aku terbangun karena ada yang melemparku ke dalam kolam renang “ jawabnya dengan polos sambil mengingat-ingat kejadian sebelum ia bisa sampai di sini.

“ Ayolah.. jangan bercanda. Mana mungkin kau berjalan sambil tidur lalu masuk ke rumahku dan tercebur ke dalam kolam renangku. Bahkan aku tidak pernah melihatmu sebelumnya. Apa kau yeoja di sekolahku yang sedang menguntitku? “ rentetan kata tidak henti-hentinya keluar dari mulut Sehun. Membuat Chan Chan menyerngitkan keningnya. ‘ apakah namja ini memiliki banyak pasokan oksigen? Bicaranya tidak di selingi nafas ‘ batin Chan Chan setelah menghitung-hitung berapa jumlah kata yang di keluarkan Sehun sambil melihat apakah Sehun mengambil nafas atau tidak.

“ Aku tidak bercanda. Lagi pula, kau siapa memberikan pertanyaan padaku. Dasar orang asing yang tidak tahu sopan santun! “

JDERR

Bagaikan tersambar petir milik Chen, Sehun membelalakkan matanya tak percaya apa yang di katakan yeoja di depannya barusan. ‘ Dasar yeoja tengik! Memang siapa di sini yang menjadi orang asing? ‘ umpat Sehun dalam hati. Sehun menghembuskan nafasnya dengan kasar. ‘ Tapi benar juga, aku belum memperkenalkan diri dari tadi. Selalu saja aku yang bertanya’ kali ini Sehun mengalah. Menyadari kesalahannya.

“ Perkenalkan Oh Sehun imnida. Dan mengapa kau bisa ada di sini! “ dengan tatapan seperti ingin membunuh, Sehun memperkenalkan namanya. Tak lupa berupa pertanyaan yang selalu menganggu pikirannya ia ucapkan dengan kasar. Tak mau kalah dengan Sehun, Chan Chan membalas perkataan Sehun sama seperti yang Sehun lakukan padanya.

“ Mana ku tahu!! “ kini, terjadilah saling tatap menatap. Bukan tatapan sebuah kasih sayang. Melainkan tatapan amarah dari masing-masing pihak. *entahlah siapa yang menang, author pun tak tahu.

Sehun menyelesaikan acara tatap menatap. Baru kali ini ia menemukan yeoja yang membentaknya. Bahkan berani menatapnya dengan tatapan seperti ingin memakan mangsanya. Chan Chan yang menyadari Sehun mulai melepaskan kontak mata dengannya segera mengakhiri tatapannya pada Sehun. Sebenarnya, Chan Chan juga takut kalau di tatap seperti itu. Tapi, ia juga tidak mau di intimidasi oleh Sehun terus menerus.

Kruyuk~ *anggep aja suara perut ya..

Suara aneh bin ajaib tiba-tiba mencairkan suasana. Sehun tertawa terbahak-bahak mendengar suara itu. Ia tahu pasti bahwa suara itu adalah suara perut yang sering di dengarnya dari perut Xiumin ketika Xiumin sedang menjalankan program dietnya. Chan Chan yang kesal melihat Sehun menertawakan suara keramatnya langsung menimpuk Sehun dengan bantal yang berada di dekatnya.

“ Yak! Apa-apaan kau? “ merasa tidak terima dilempari bantal, Sehun membalas melempari guling pada Chan Chan. Dan terjadilah lempar melempar yang dimenangi oleh pihak Sehun.

“ Sehun, aku lapar. Apa kau ada makanan? “ Chan Chan mulai mengutarakan maksudnya setelah lelah beradu lempar dengan Sehun.

“ Ada. Wae? Kau meminta aku untuk memberikannya padamu? “ Chan Chan mengangguk-anggukan kepalanya dengan riang. ‘ akhirnya aku makan juga’ batin Chan Chan dalam hati.

“ Setengah piring, 1000 won. Bagaimana? “ pernyataan Sehun sukses membuat mata Chan Chan seperti D.O. O.O

“ Ne, ne. Akan aku ambilkan. Tapi sebelumnya, ganti dulu bajumu yang sudah basah. Apa kau tidak kedinginan? “ selepas mengatakan hal itu, Sehun langsung melenggang pergi dari kamarnya menuju meja makan. Berharap masih ada makanan yang tersisa di sana.

Chan Chan pov

“ Ne, ne. Akan aku ambilkan. Tapi sebelumnya, ganti dulu bajumu yang sudah basah. Apa kau tidak kedinginan? “ refleks aku menoleh ke arah bajuku. Aigoo.. pantas saja dari tadi aku menggigil kedinginan. Ternyata oh ternyata, bajuku sudah seperti orang yang habis mandi hujan. Sepertinya ia sudah pergi dari kamar ini. Apa ia benar-benar mengambilkan makanan untukku ya?

Oh iya! Bagaimana aku mau mengganti baju. Aku kan tidak punya baju salinan. Lagi pula, ini kamar siapa? Sengingatku, aku sedang tertidur sehabis di omeli oleh ayahku. Bukan tidak ada alasan kenapa ayahku mengomeliku. Ini karena aku yang kelewat nakal. Kelakuanku  yang seperti seorang namja, gayaku yang tidak mencerminkan yeoja sama sekali. Dan, hobiku yang suka berantem. Bukan berantem dengan orang sembarangan lho ya, aku berantem dengan orang yang suka membully orang lain. Jadilah aku di sekolah di kenal sebagai ‘ Betina Tangguh ‘. Aku cukup bangga dengan julukan itu. Dan eomma, ia hanya diam saja. Mungkin sudah menyerah mendidikku menjadi seorang yeoja tulen.

Sebelum aku tidur, aku sempat membentak kedua orang tuaku.

 “ Kalau kalian menginginkan aku berubah, tunggu sampai keajaiban terjadi padaku! “ dan sehabis mengatakan itu, aku segera tertidur. Sekarang, di sinilah aku. Di rumah seorang namja bernama Oh Sehun. Apa ini azab dari perkataanku tadi ya? Tapi ini memang ajaib sih. Ah sudahlah. Yang penting, bagaimana caranya agar perutku tidak meronta-ronta lagi di dalam sana.

“ Ini makanannya “ entah darimana Sehun tiba-tiba berada di sampingku sambil membawakan nampan berisi makanan. Mungkin karena aku terlalu lama melamun jadi aku tidak menyadari kehadirannya. Langsung saja kusantap makanan itu dengan rakusnya. Sehun bergidik melihatku dengan nafsu makan yang bisa terbilang berlebihan. Tapi tetap saja, walaupun aku banyak makan, tubuhku tetap segini-segini saja.

“ Kau ini yeoja atau namja? Mengapa makan seperti itu? “

“ Aku lapar. Kalau kau lapar, makan saja. Aku risih terus-terusan dilihat olehmu saat makan “ jawabku sambil menyuap ramyeon di mangkukku. Sehun sepertinya kesal padaku.

“ A… kenyang..!! “ aku menepuk-nepuk perutku yang sudah kenyang. Sehun menggeleng-gelengkan kepalanya.

“ Kau tidak ganti baju eoh? Bajumu kan basah. Nanti kalau kau sakit bagaimana? Aku tidak mau repot-repot mengurusmu! “ lagi. Ia mengucapkan serentetan kata tanpa henti, tanpa jeda, dan tanpa bernafas. Daebak sekali bukan?

“ Bagaiaman aku mau mengganti bajuku? Aku saja tidak memiliki baju lagi? “ Sehun segera menuju lemarinya. Apa ia ingin meminjamkan sebuah baju padaku untuk kupakai?

“ Pakai ini. Ini sudah lama tidak kupakai. Sepertinya ini muat denganmu “ Sehun menyerahkan sebuah piyama berwarna biru bermotif garis-garis padaku. Karena aku tidak mau mati kedinginan, segera saja kuambil piyama tersebut.

“ Dimana kamar mandinya? “ hening. Ia tidak menjawab pertanyaanku. Sebuah senyuman, tidak! sebuah smirk kini terpampang jelas di wajahnya.

“ Siapa yang menyuruhmu mengganti pakaian di kamar mandi? “ huh? Apa maksudnya?

“ Jadi, aku harus menggantinya dimana? “

“ Tentu saja di sini “ glek. Kutelan air liurku. Apa aku tidak salah dengar? Ia, menyuruhku mengganti baju di hadapannya. Dasar namja yadong! Sepertinya aku harus menggeledah kamar ini. Siapa tahu ia menyimpan sesuatu yang berkaitan dengan yadong.

“ Shireo! Cepat tunjukkan dimana kamar mandinya! “ ia tertawa terbahak-bahak. Mukaku pasti sudah merah sekarang.

“ Ne, ne. Itu di sana “ ditunjuknya sebuah pintu bercat putih. Kau menyebalkan sekali Oh Sehun! Aku segera berlari menuju pintu yang ditunjukkan Oh Sehun. Bisa kudengar tawanya yang masih membahana di ruangan ini.

Sehun pov

Cahaya matahari menembus jendela kamarku. Aku menggeliat malas. Inilah kegiatanku di pagi hari. Setelah bangun, aku tidak langsung mandi dan siap-siap pergi ke sekolah. Aku masih terlalu mengantuk untuk melakukan hal itu. Kulirik jam wekerku yang bertengger di pinggir tempat tidurku. Ternyata masih jam 05:00 . Masih ada waktu satu setengah jam lagi untukku pergi ke sekolah. Lebih baik aku tidur saja lagi. Tiga puluh menit cukuplah.

“ Bangun Oh Sehun! “ segera ku tutup kupingku. Takut-takut jika mendengar teriakan itu lagi, bisa-bisa gendang telingaku akan pecah. Siapa lagi kalau bukan yeoja itu, Shin Chan Chan. Baru saja aku mengenalnya tadi malam. Kini, ia dengan seenaknya meneriakkan namaku di dekat kupingku. Seharusnya, ia menggantikan suara speaker di sekolahku yang kebetulan sedang rusak.

“ Apa kau tidak sekolah huh?! “ ia menarik-narik selimutku. Kutarik pula selimutku. Dan terjadilah tarik menarik pada pagi ini. Kutarik selimutku dengan keras. Dan..

Brukk

Ia jatuh dan menimpa tubuhku. Aku yang membelakanginya merasakan hangatnya tubuh yeoja ini. Lama kami dalam posisi ini. Aku tidak berniat sama sekali mengakhirinya karena entah mengapa aku merasakan sebuah kehangatan yang tidak pernah kurasakan selama ini. Tapi, aku harus kecewa. Tiba-tiba saja ia melepaskan dirinya dari tubuhku. Dan lagi, dilanjutkannya ritual yang sempat tertunda.

“ Oh Sehun!! Bangun!! Namja mesum!! “ apa? Apa yang ia katakan? Aku, namja mesum. Kubenarkan posisiku yang tadinya membelakanginya kini mengahadapnya.

“ Apa yang kau bilang huh? Namja mesum? “

“ Ne, kau mesum! Sudahlah Oh Sehun, cepat mandi. Nanti kau terlambat sekolah “ Suaranya mulai melembut saat berusaha menyuruhku mandi. Kenapa ia perhatian sekali denganku.

“ Kenapa kau perhatian sekali padaku? Kau suka padaku ya? “ dan sebuah bantal sukses mendarat di wajahku.

“ Aku hanya tidak mau kau terlambat sekolah. Aku tahu kau ini anak sekolahan sama sepertiku. Seandainya aku sedang berada di rumahku, aku pasti sudah mandi dan bersiap-siap untuk sekolah “ dia sekolah juga. Ku kira, yeoja bawel sepertinya tidak sekolah. Bahkan aku sempat mengira, ia mengambil les privat vocal di rumahnya untuk menjadi penyanyi. Kau tahu? Menurutku, suaranya itu sangat bagus. Tapi sayangnya, ia gunakan u ntuk hal yang tidak-tidak. Ya, seperti berusaha membuat gendang telingaku pecah.

“ Ne, aku mandi “ aku melesak menuju kamar mandiku. Aku tidak terbiasa mandi jam segini. Jadi, ini aneh menurutku. Aku mengingat kembali kejadian semalam saat aku mandi. Dia yang tiba-tiba berada di kolam renang, ia yang kelaparan, sampai kejadian saat kami beradu pancho untuk menentukan siapa yang berhak tidur di tempat tidurku. Dan kau tahu siapa pemenangnya? Benar sekali. Dialah pemenangnya. Aku sungguh kehabisan tenaga saat melawannya semalam. Kalian pasti bertanya, mengapa aku bisa tidur di tempat tidurku. Sederhana. Karena ini kamarku, jadi akulah yang berkuasa. Ia mendengus kesal. Terpaksa ia harus tidur di sofa kamarku.

Setelah menghabiskan beberapa menit untuk mandi, akhirnya selesai juga. Aku pun segera keluar dari kamar mandi. Tentunya dengan seragamku yang lengkap. Kulihat Chan Chan sedang duduk termenung di sofa kamarku sambil menatap keluar jendela. Apa yang ia pikirkan?

“ Hey kau kenapa? “ entah kerasukan jin darimana aku menegurnya.

“ Aku tidak apa-apa. Oh ya, kau mau sekolah ne? “ dialihkannya pandangan menuju ke arahku. Aigoo.. neomu kyeopta! Hey! Apa yang kau pikirkan Oh Sehun?

“ Ne, kajja kita sarapan! “ kutarik tangannya bersamaku menuju meja makan. Ia tidak menolak. Sepertinya ia memang benar-benar lapar.

“ Tuan muda Oh, siapa yeoja ini? “ Han ahjumma bingung melihatku bersama Chan Chan. Karena seumur hidupku, aku belum pernah membawa seorang yeoja ke dalam rumahku. Kecuali yeoja di sekolahku yang selalu menguntitku.

“ Shin Chan Chan imnida ahjumma “ Chan Chan memperkenalkan dirinya pada Han ahjumma.

“ Kau kekasihnya Tuan muda ne? “ omo! Mengapa Han ahjumma berkata seperti itu?

Shin Chan Chan pov

“ Kau kekasihnya Tuan muda ne? “ jleb. Apa-apaan ini? Mengapa aku harus di pasang-pasangkan dengan namja mesum seperti dirinya. Tak bisa berkata-kata aku hanya tersenyum menanggapinya. Ku lihat Sehun pun sama halnya denganku.

“ Oh.. sudah ku duga. Ternyata Tuan muda memang benar-benar memiliki seorang kekasih. Pantas saja yeoja-yeoja itu kau tolak mentah-mentah Tuan muda “ oh..  pantas saja ia semalam mengira bahwa aku termasuk yeoja yang menguntitnya.

Acara makan pun dimulai. Aku dan Sehun tidak henti-hentinya berdebat. Dan satu lagi. Aku memiliki julukan baru sekarang. Shin Chan. Ya, julukkan itulah yang diberikan oleh Oh Sehun padaku. Sungguh benar-benar menyebalkan namja ini.

Setelah selesai makan, Sehun akhirnya pergi berangkat sekolah. Tentunya dengan ancaman jika ia tidak berangkat sekarang juga, aku akan mengobrak-abrik isi kamarnya. Dan Bingo! Ia menuruti perkataanku.

Sehun pov

Ada apa ini? Mengapa kelas menjadi gaduh seperi ini?

“ Hey! Katanya akan ada anak baru lho di kelas kita “

“ jinjja? “

“ Ne “

Apa? Anak baru lagi? Cukup sudah seorang Choi Hyun Ra yang menjadi anak baru di sini. Sungguh, jika anak baru itu yeoja, aku tidak ingin anak baru itu seperti Hyun Ra. Aku tidak tahan dengan sikap Hyun Ra yang selalu saja menguntitku bahkan aku ke kamar mandi saja ia ikuti. Yeoja di kelas ini pun diancamnya. Jika ada seorang yeoja di kelas ini yang mendekatiku, maka habislah riwayat yeoja itu. Kejam bukan? Memangnya aku peduli.

“ Hey.. Song seonsaengnim datang! “ seluruh murid di kelas ini pun langsung duduk di tempat masing-masing.

“ Pagi anak-anak “ sapa pria paruh baya itu.

“ Pagi pak “ sahut kami serentak.

“ Hari ini, kita akan mendapatkan seorang murid baru di sekolah ini. Nah, kalau begitu silahkan masuk dan perkenalkan dirimu “ seluruh mata kini tertuju pada pintu kelas. Masuklah seorang yeoja berambut coklat bergelombang. Tunggu, sepertinya aku tidak asing dengan rambut itu.

“ Anyeong haseyo Shin Chan Chan imnida “

“…..”

TBC

Waahh.. setengah 3??

‘3’ akhirnya selesai juga ngetiknya. Sebenernya ide dari ff ini muncul begitu aja. Dan, ini author selesaikan dalam 5 hari mungkin ya. Kenapa lama? Soalnya ide author lagi buntu. Trus lagi gak mood megang laptop XD gimana, gimana? Gajekah? Emang :D tapi terima kasih sekali lagi yang udah mau baca. Semoga pahalanya nambah banyak *amiinn. Menurut kalian, alurnya kecepettan gak sih :D kalo menurut author si, dikit-dikitlah kecepettan. Trus, masalah nenek gayung. Author sengaja masukin nenek gayung di sini. Karena entuh nenek walau pun gak pernah masuk tv tapi bisa terkenal. Daebak banget yak!  Segini aja deh cuap-cuapnya. Next chaptnya author publish secepatnya. Kalo ide author lagi gak buntu ya :D sangat sangat dibutuhkan RCL setelah membaca ff ini. Gomawo… J


[FREELANCE] You Can’t Disappear From Me (Chapter 2)

$
0
0

You cant Disappear From Me FINAL

Title : You Can’t Disappear From Me (CHAPTER 2)

Author :  Hyuuga Ace (@dioxing_0307)

Web : cynicalace.wordpress.com

Genre : Romance, Drama, School Life, Hurt

Rating : G

Length : Chaptered

Main Cast :

  • Oh Yubin (OC)
  • Kim Jongin – Kai
  • Park Chanyeol
  • Lee Saera (OC)
  • Kwon Yura (OC)

Other cast : FIND IT… kekekeke~

Author’s note :

Hehehehe… akhirnya sampe juga d chapter 2 dan author ga begitu yakin masih ada yang nungguin FF abal author… hiksss.. but overall bagi yang masih mau baca FF author..

Oh ia, tambahan : gomawo buat admin exomkfanfiction.wordpress.com yang udah ngepublish ff ini hehehe *deep bow

HAPPY READING ALL ^^

___

Yubin’s POV

Hari pertama kerja sampinganku! Ne! FIGHTING!! Kutinjukan kepalan tanganku ke atas dengan wajah penuh semangat, kubuka perlahan pintu kafe ini. Seseorang bertubuh besar menghampiriku.

“Oh Yubin-ssi? Apa aku benar?” Tanyanya ramah.

“Ne, annyeonghaseyo.” Jawabku sambil membungkukan badan.

“Oh, aku tidak menyangka pegawai baru kita secantik ini..” Tawanya renyah. Kuduga, sepertinya dia tipikal orang yang ramah dan menyenangkan.
“Perkenalkan, Jo Seung Ho imnida. Pemilik kafe ini. Seperti yang kau tahu kafe ini hanyalah kafe kecil dengan hanya memiliki 3 pegawai dan ditambah satu dengan dirimu menjadi 4. Tapi kami semua sangat dekat bagaikan keluarga, jadi selamat datang..” Ujarnya ramah, ah aku mulai menyukai ahjusshi ini, dia boss yang baik.

“Ne, gamsahamnida.. Emmm…” Gumamku ragu.

“Panggil saja ahjussi, seperti pegawai lainnya.”

“Ne, ahjussi..”

“Lebih baik kau masuk ke dalam dulu, ini kunci lokermu. Walau tidak banyak juga loker disini, tapi setidaknya barang- barangmu akan aman disana. Untuk seragammu sudah tersedia di dalamnya.”Ahjussi memberikan kunci dengan gantungan bernomor 4 padaku. Sepertinya itu nomer pegawaiku disini.. Kekeke..

____

“Annyeong haseyo, nae ireumeun Oh Yu Bin imnida. Umurku masih 19, tahun ini. Bangapseumnida. Saya mengharapkan banyak bantuan sunbaenim disini. Saya memiliki pengalaman bekerja yang sedikit sekali.” Perkenalanku sopan sambil membungkukan badan sekali lagi.

“Annyeong Yubin-ssi. Joneun Park Ye Rin imnida.. Dan aku dapat dongsaeng lagi setelah Heera. Semoga kita dapat berteman baik. Dan disini tidak ada yang namanya sunbae atau hoobae jadi santai saja yah..” Ujar seorang yeoja berpita pink di rambutnya. Dia sangat semangat menyapaku. Mengingatkanku pada temanku yang bawel itu.. Yura.

“Annyeong. Kau menyenangkan sekali, eonni?” Senyumku padanya.

“Ne, panggil saja begitu. Yang ini namanya Shin Hee Ra, dia seumuran denganmu. Tenang saja walau wajahnya dingin sedingin salju dikutub sana, tapi dia orangnya baik kok. Hee Ra-ya, sapalah..”

“Kau sangat berisik eonni. Annyeong Yubin semoga kau betah kerja disini dengan makhluk berisik seperti dia.” Ujarnya tenang.

“Hahaha.. Kau sangat tidak sopan pada eonnimu ini. Tapi tidak apa- apa.”

“Yang ini..” Ye Rin eonni menunjuk pada satu- satunya pegawai namja di kafe ini.

“Aku dapat mengenalkan diriku sendiri Yerin.”

“Ah! Kau menyebalkan oppa..”

“Annyeong” ujarnya santai sambil mengulurkan tangannya padaku. Kuraih tangannya dan tersenyum.

“Han Jae Ha- ssi?”

“Kau masih ingat saja. Ne naneun Jaeha imnida. Orang yang menerimamu saat melamar disini. Aku wakil ahjussi ditempat ini. Kau bisa panggil aku oppa seperti yang lain.”

“Gamsahamnida oppa.”

Setelah sesi perkenalan ini, Yerin eonni yang paling bersemangat mengajariku berbagai hal yang berhubungan dengan pekerjaan baruku ini. Bagaimana menyapa pelanggan, mengantarkan makanan, menulis pesanan, dan hal lainnya. Perkejaan ini menyenangkan. Walau hanya kafe kopi kecil di pojokan kota tapi seperti yang Seung Ho ahjussi bilang, semuanya bagai keluarga disini. Hangat dan ramah walau Heera seperti cuek padaku, tapi sesekali ia ikut menambahkan hal- hal yang terlewati oleh Yerin eonni dalam mengajariku.

Aku hanya berharap, pekerjaan ini dapat sedikit demi sedikit membuat perhatianku teralihkan dari namja sialan itu. I wish..

___

Chanyeol’s POV

“Ppali!! Kau itu namja berusia 19 bukan kakek- kakek berumur 60 tahun, tak bisakah kau mengendarai mobilmu sedikit lebih cepat? Faster! Faster!” Gerutu Yura dijok mobil sampingku.

“Heh! Singa garang, lihat disini macet sekali, tidak lihatkah kau? Di depan sana calon presiden sedang berkampanye. Bagaimana caranya aku ngebut, hah?” Balasku sebal.

“Suruh siapa pilih jalan yang ini dasar bodoh, aku benar- benar ingin bertemu Yubin dengan pakaian kerjanya! Ahh membayangkannya saja sudah membuatku senang. Dia pasti terlihat sangat kyeopta.”

“Salahmu sendiri yang makan sangat lama. Eh dimana udang yang tadi dibungkus untuk Yubin chagi?” Tanyaku santai, mengalihkan pembicaraan karena bosan dengan celotehannya yang berisik itu.

“Ada di jok belakang, ehmm. Yeol-ah..” Panggilnya tiba- tiba serius. Ada apa? Tanyaku penasaran dalam hati. Tumben sekali dia bersikap serius seperti ini. Kuliriknya sebentar, dan benar saja raut mukanya sudah berubah.

“Wae?” Tanyaku berusaha santai.

“Pernahkah kau berpikir barangkali hanya sekali, untuk menyatakan perasaanmu kepada Yubin?” Tanyanya ragu.

CITTTTT~

Reflek ku injak pedal rem mobilku ini saat mobilku berhasil belok ke jalan yang tidak macet parah seperti di jalan utama tadi dan akibatnya aku mendapat teriakan klakson dari mobil di belakangku. Kujalankan pelan mobilku lagi. Kaget sekali dengan pertanyaannya, kutolehkan wajahku ke arahnya.

“DASAR BODOH!!! Kau mau mati, hah?!” Ledaknya saat dia bisa mengendalikan kekagetannya karena mobilku yang mendadak ngerem ini.

“Apa yang kau bicarakan barusan?” Tanyaku datar. Mengabaikan amukannya. Yura menarik napas dalam.

Kau. Menyukai. Yubin.” Ujarnya penuh penekanan.

“Dia tidak menyukaiku..” Ucapku sambil mengalihkan pandangan. “Dan bagaimana caranya kau tahu bahwa aku menyukainya? Oh Yubin, sahabatku sendiri. Sama sepertimu.” Lanjutku penasaran.

“Caramu memandangnya, sangat berbeda dengan caramu memandangku atau yeoja lainnya. Dan aku juga tahu kau sudah sangat lama menyukainya. Apa aku benar?”

“Jauh sebelum dia menyukai Kai.” Ujarku dingin sembari mengeluarkan senyum miringku.

“Lalu mengapa?” Tanyanya penasaran.

“Dia sahabatku. Sejak kecil. Aneh rasanya kalau aku tiba- tiba mengatakan padanya hal- hal seperti ‘Yubin-ah, aku benar- benar menyukaimu, jadi bisakah kau melupakan Kai?’. Itu konyol Yura.”

“Aku benar, kau memang terlampau bodoh. Coba saja kalau Yubin dapat melihatmu sebagai namja. Mungkin saja dia dapat melupakan Kai. Aku sahabatnya, dan aku benar- benar tidak ingin dia terjebak dalam cinta yang seperti itu. Dan aku rasa, sebenarnya kau bisa membantunya keluar dari labirin tak berujung itu. Hahhh.. Tapi lihat saja? Kau sangat payah.” Ucapnya dengan nada lelah dan kecewa. Untuk pertama kali dalam 19 tahun hidupku ini, perkataan Yura berdampak dalam diriku.

____

“Chagi!” Sapaku riang pada yeoja yang mengikat satu rambutnya kebelakang. Kafe ini sedang sepi, hanya ada 2 atau 3 pelanggan yang sedang meminum kopi di dekat jendela, dan mungkin 2 orang yeoja sedang makan pancake di pojok sana. Dan benar kata Yura, Yubin terlihat lebih manis dengan seragam kafe yang terkesan simpel namun cocok untuk dirinya. Dan seketika.. BLUSH, Yubin menatapku balik. Yura sialan kata- katanya di mobil tadi benar- benar berefek padaku.

“OMONAA!!!! YUBIN!!! Apa dia namja chingumu?? Dia  ganteng sekali!!” Yeoja disampingnya histeris melihatku. Ya.. Aku tahu aku ini memang ganteng #narsisnyaaa chanyeol#

PLETAK. Kurasakan tangan singa, eh maksudku Yura menjitak kepalaku pelan. Dia perlu berjinjit untuk melakukan itu lho. Kekeke. Tapi apa- apaan dia?!

“YA!” Gertakku kesal.

“Sembarangan sekali kau, jangan panggil Yubin seperti itu. Ini tempat baru bagi Yubin kau tahu, bedakan dengan di sekolah.” Ah benar.

Yubin dan temannya itu menghampiriku.

“Yeol-ah? Yura-ya? Akhirnya kalian datang juga. Mau pesan apa? Kalian pelanggan pertamaku. Ah dan dia Yerin eonni. Teman kerjaku disini. Dia minta diperkenalkan.. Kekeke~” kulirik teman di sampingnya, dan dia mempoutkan bibirnya setelah itu kembali tersenyum.

“Annyeong, jadi kalian teman Yubin.”

Setelahnya kami berbincang sebentar dan setelahnya makanan yang aku dan Yura pesan datang. Makanan disini enak juga.

_____

Yubin’s POV

“Kau pulang jam berapa hari ini? Biar ku jemput.”

“Jinjja? Gomawo Yeol-ah, sekitar jam 8 malam.”

“OK.” Senyumnya seraya mengejar Yura yang sudah berjalan di depannya. Mereka tidak lama berada disini, katanya tidak mau menggangguku. Tapi walau hanya sebentar, aku senang sekali melihat mereka datang.

Yerin menghampiriku dengan tatapan iri, ada apa? “Dia ganteng sekali. Dia pacarmu yah, Yubin-ah?” Ucapnya dengan nada ingin bahagia tapi ada rasa kecewa juga. Seketika aku tertawa.

“Ani eonni, dia hanya sahabatku sejak kecil. Dan iya, kuakui dia memang tampan.” Ungkapku jujur.

“Kau menyukainya?” Tak disangka, Heera bertanya hal yang sangat mengejutkan. Sejak tadi dia berada di dekat sini rupanya, aku tidak menyadarinya.

“Hah? Aniyo, geurom. Dia sahabatku.” Jawabku jujur.

“Oh, sayang sekali. Padahal sepertinya dia menyukaimu..” Ujar Heera sambil melengos ke belakang.

­______

Kai’s PoV

“Yah, Sehun! Bisakah kau lebih cepat sedikit? Kami sudah menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk menunggumu memilih sepatu futsal!” Teriakku kesal. Dia sudah seperti perempuan, hanya memilih sepatu saja lama sekali. Kurang cocok lah. Warnanya kurang pas lah. Pulnya kurang oke lah. Huh! Dan yang lebih menyebalkannya lagi. Setiap kali ku mengomelinya, Luhan Hyung pasti membelanya. Ckkk..

“Sabar Kai. Kau tahu sendiri, besok pertandingan penting buat Sehunnie. Dia harus memilih sepatu terbaik.” Ujar Luhan yang masih membantu Sehun memilih sepatu tanpa melihatku sedikit pun. Kulirik D.O disebelahku, kami berdua terdampar di salah satu kursi panjang di toko sepatu ini.

“Mereka menyebalkan.” Bisikku pelan sambil memutar bola mataku bosan.

“Suruh siapa kau ikut, huh?”

“Benar, seharusnya aku pergi ke rumah Yixing Hyung saja. Biar kutemani dia bermain games.” Ujarku menyesal.

“Takkan berhasil, dia paling tidak suka bermain games denganmu. Karena dia tidak akan pernah menang, Kai. Dia lebih memilih bermain bersama adik kecilnya saja.” Ucapnya tenang sambil membalik buku yang dia baca, buku apa itu? Resep makanan? Oh GOD! Ok, aku tahu besok Ha Kyung noona berulang tahu, dan sebagai namdongsaeng yang baik D.O hyung berencana memasak masakan spesial untuknya. Dan mungkin sekarang dia sedang mempelajari salah satu masakan di dalam buku itu, tapi.. Oh, bisakah dia tidak membacanya disaat seperti ini? Saat kami semua -minus Yixing Hyung- sedang hangout? Ehmm. Maksudku, berencana hangout.

Lebih baik aku pergi, bosan disini.

“Mau kemana kau, Kai?”

“Tenang saja, aku tidak pulang. Aku hanya ingin ke food court. Lapar hyung! Telepon aku saat mereka sudah selesai.” Tunjukku pada dua pasangan yang terlalu akur itu. *lol Kai iri gitu?*

_____

Yubin’s PoV

“Apakah kau lapar, Yubin chagi?” Tanya Chanyeol saat aku memasuki mobilnya, seperti yang dia janjikan, dia benar- benar menjemputku.

“Ehmm. Sedikit.” Jawabku jujur. Entah mengapa perkataan Heera di cafe tadi sedikit mengusikku. Benarkah Chanyeol menyukaiku?

“Ah. Masih jam 8, belum terlalu larut. Bagaimana kalau kita jalan- jalan sebentar? Aku akan mentraktirmu makan.” Tanyanya santai.

“Hmm.. Ok.” Jawabku seadanya, lagipula aku memang lapar, dan aku tidak akan melewatkan kesempatan ditraktir Chanyeol. Kekeke~

_______

Chanyeol membelokkan mobilnya ke arah mall yang cukup tenar di daerah ini.

“Kau tahu? Salah satu restoran di Mall ini adalah favourite ku, kau orang pertama yang kutraktir makan disitu.” Ujarnya sambil menunjukan deretan giginya yang rapih.

“Jinjja? Gomawo, Yeol-ah.”

Ketika kami sampai di salah satu resto kecil di dalam Mall ini, aku bisa mencium aroma yang benar- benar menggugah selera. Kelihatannya makanan di resto ini benar- benar enak.

“Akan kupilihkan makanan terlezat disini untukmu.”

“Gomawo..”

Chanyeol menaikan satu tangannya, bermaksud memanggil waitress yang ada disini. Ketika waitress berseragam biru tua itu menghampiri meja kami. Namja di depanku ini langsung saja menyebut nama makanan, tanpa melihat ke buku menu.

“Ehmm. Yubin-ah, aku baru saja memikirkan sesuatu.” Ujar namja di depanku ini.

“Mwo?”

“Kau tahu kan 2 minggu lagi anak kelas 3 akan mengadakan ujian akhir? Dan kita semua akan mendapat jatah liburan seminggu.”

“Ah, matta! Bahagianya kita anak- anak kelas 2, yang baru saja liburan semester sudah mendapat libur tambahan lagi 2 minggu kedepan.”

“Bagaimana kita, ehmm maksudku Kau, aku dan Yura pergi jalan- jalan? Begini, aku hanya ingin menebus kesalahanku yang liburan ke Jeju tanpa mengajak kalian. Eotte?” Tanyanya berbinar.

“Geurre! Kau harus membayar dosamu itu, Yeol-ah. Yura pasti akan setuju. Dan akuuu.. Ehmmm. Setuju! Dengan satu syarat!” Ujarku ambigu, membuat salah satu alisnya terangkat penasaran.

“Aishhh.. Mworago? Syarat?”

“Ne, aku yang akan memilih tempat kita berlibur.”

“Eodi? Jebal, jangan ajak aku ke gunung. Kau tahu sendiri aku alergi cuaca dingin.”

“Arraseo, aku tidak akan sekejam itu. Bagaimana kalau kita ke.. Songdo bada, Busan?”

_________

Kai’s PoV

“Songdo bada?” Tanyaku pelan. Jika kau bertanya- tanya apa yang sedang kulakukan sekarang, jawabannya adalah menguping pembicaraan dua orang yang sedang mendiskusikan acara liburan mereka di salah satu meja yang tidak jauh dari mejaku. Dan jika pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa aku seperti orang yang tidak ada kerjaan saja? Aku sendiri tidak tahu jawabannya apa.

Saat aku sedang membeli jus kiwi kesukaanku di salah satu stand food court di mall ini tak sengaja aku melihat dua makhluk yang sangat benci keberadaanya ketika mereka bersama, lewat dan masuk ke salah satu restoran disini. Dan tanpa kusadari kakiku melangkah memasuki restoran ini. Duduk dua bangku di belakang mereka, sambil pura- pura melihat- lihat menu disini. Konyol.

‘Liburan ke Songdo bada? Hmmm..’ Pikirku tertarik.

DRRTTTT~ sial! Ini pasti D.O hyung.

“Ah ne hyung..” Sapaku tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang menelpon.

“Hyung? Kau sekarang memanggilku dengan panggilan hyung?” Tanyanya tidak terima. Tunggu suara ini? Ah sial. “Mianhae, Saera-ya. Ada apa? Kau memintaku menjemputmu di mana?”

“Mwoya?! Kau bukan supirku.” Dengusku pelan, semoga saja dia tidak mendengarnya. Yeoja ini, sangat manja kepadaku. Huh. Yeoja yang selalu saja memintaku mengantar jemputnya, bahkan hingga aku melupakan identitasku sebagai tunangannya. Terkadang aku berpikir bahwa aku supirnya. Tunggu? Tunangan? Senyumku pahit.

“Begini Kai, besok kau akan masuk sekolah kan?” Tanyanya tidak jelas. Ada apa tiba- tiba dia menanyakan sekolah padaku.

“Ne, wae?”

“Berjanjilah kau tidak akan bolos, ne?!”

“Waeyo?” Ujarku malas.

“Besok di sekolahmu aku akan memberi sedikit kejutan.” Pekiknya penuh semangat. “Ahh, tunggu aku Jieun, Kai aku tutup dulu yah,  Annyeong.” Sambungnya sambil menutup telepon. Aku melirik ponselku tanpa ekspresi.

Yeoja ini, yeoja yang aku kenal semenjak masih berusia 5 tahun. Kedua orang tuanya sudah meninggal, ibunya meninggal ketika melahirkannya, dan ketika ia berusia 5 tahun ayahnya juga meninggal karena serangan jantung. Ayahnya adalah teman dekat ayahku, dan pesan terakhir ayahnya sebelum meninggal adalah ingin melihat putri semata wayangnya memiliki pendamping hidup yang jelas, yang menurutnya aku pantas untuk posisi itu.

Dan dari situlah perjodohan ini dimulai. Aku tidak bisa menolak karena aku tidak mengerti apa maksud dari pertunangan itu, karena saat itu aku  masih bocah berumur 5 tahun. Awalnya aku bisa menerimanya, karena aku merasa kasihan pada yeoja bermarga Lee itu. Tapi itu semua berubah ketika aku bertemu dengan yeoja yang saat ini sedang bersenda gurau dengan Chanyeol. Dia adalah Yeoja yang untuk pertama kalinya menarik perhatianku dan bodohnya hatiku jatuh untuknya. Yeoja dengan senyum menawan yang mampu menggetarkan hatiku. Yeoja yang dapat membuatmu merasakan nyaman di dekatnya. Yeoja yang untuk pertama kalinya membuatku berpikir untuk melepas kekangan perjodohan itu dan meninggalkan Saera. Yeoja bernama Yubin, Oh Yu Bin.

____

Author’s PoV

Seorang yeoja keluar dari sebuah ruangan yang biasa kita kenal sebagai ruang guru. Yeoja mungil yang memiliki rambut panjang bergelombang yang dia ikat satu. Lee Saera. Itu namanya jika kau ingin tahu siapa yeoja itu. Dengan seragam yang sama dengan siswa siswi lainnya di sekolah ini.

“Keputusanku untuk pindah dari sekolah khusus putri kesini semoga saja tidak salah.” Ujarnya penuh percaya diri.

_____

“Murid baru?”
“Yeoja? Namja? Aku harap dia namja.”
“Semoga saja si anak baru menyenangkan dan gampang diajak bergaul.”

Itulah sedikit dari celetukan siswa siswi yang duduk di kelas yang sama dengan Kai setelah mendengar pengumuman dari guru biologi yang tidak lain wali kelas mereka juga, mengenai murid baru. Kai sendiri tidak begitu mempedulikan hal itu dan hanya memalingkan wajahnya keluar jendela. Samar- samar ia mendengar pintu kelasnya dibuka, dan langkah kecil seseorang terdengar. Mungkinkah. Yeoja?

_______

Kai’s PoV


“Silahkan memperkenalkan dirimu, nak.”

“Ahh.. Annyeonghaseyo.. Joneun Lee..”

MWORAGO?!!! Kutolehkan wajahku cepat ke arah depan.

“Lee Saera imnida. Bangapseumnida.”

SAERA?!

Mengapa ia ada disini? Dan apa? Anak baru itu dia? Ckk.. Apa- apaan ini.

Kudengar sebagian dari namja di kelasku ini memekik kegirangan bahkan ada beberapa yang berbisik mengenai kecantikan Saera yang tertangkap gendang telingaku. Aku tidak peduli dengan hal itu. Kutatap tajam kedua bola mata Saera yang juga menatapku terkejut, tidak dia tidak terkejut karena dia kaget sekelas denganku. Aku yakin dia merencanakan ini.

“Kai-ya, kau tidak senang aku satu sekolah denganmu?” Tanyanya lirih dan to the point tanpa memerhatikan pandangan orang lain yang menatap kami aneh, kulirik mataku sekilas ke arah Yubin. Dan benar saja ekspresi yeoja itu bertanya- tanya. Aku tidak ingin dia tahu apa hubunganku dengan Saera.

Inikah yang dia maksud kejutan itu?! 

“Ehmm. Kau bisa bicarakan hal itu di luar kelas, nak.” Ujar songsaengnim menyebalkan seperti biasa. “Silahkan duduk di bangkumu, disebelah Yubin ada yang kosong.” Lanjutnya sambil  menunjuk bangku yang sialnya memang kosong di sebelah Yubin. Apakah ini semua memang kebetulan? Cih.

“Ah ne, mianhamnida songsaengnim.” Ujarnya sambil melangkah ke bangku Yubin. Damn.

Sehun yang duduk di sebelahku pun mulai memandangku jahil.

Game already start today.” Ujarnya pelan penuh antisipasi.

TBC



TRUE LOVE (CHapter 12)

$
0
0

TL2

TRUE LOVE

                           

Tittle                : True Love (Chapter 12)

Author             : Jellokey

Main Cast        :

Kim Jong In (Kai EXO-K)

Oh Sehoon (Sehun EXO-K)

Luhan (Lu Han EXO-M)

Kim Joon Myun (Suho EXO-K)

Kang Jeo Rin (OC)

Shin Min Young (OC)

Support Cast   :

Wu Fan (Kris EXO-M)

Park Chanyeol (Chanyeol EXO-K)

Kim Min Ra (OC)

Jang Mi Sun (OC)

and others

Length             : Chaptered

Genre              : Romance, Family, School Life

Rating             : PG17+

Annyeong…. Mian kalau alurnya kecepatan. Cuma pengen ini ff sampe ke konflik utama. Mereka udah terlalu di SHS. Aku gak tau ni ff endnya kapan. Dua puluh chapter kayaknya gak cukup. Skip waktunya gak kutulis. Hitung sendiri ya :P Oke happy reading :D Don’t forget to RCL ^^

“Karena aku yang membantu Kai menjebak Jeo Rin.” Eun Na merasa bersalah karena menyebabkan hubungan Suho dan Jeo Rin hancur. Pasti Suho akan membencinya setelah ini.

“Mwo? Kau pasti bercanda.” Suho tidak percaya. Tidak mungkin Eun Na tega melakukan itu padanya.

“Mianhae, Suho.”

“Kenapa? Kenapa kau melakukannya?” Suho marah. Marah kepada Eun Na dan dirinya yang begitu bodoh tidak mempercayai yeojanya. Yeoja yang ia cintai, malah mempercayai foto-foto tipuan Kai dan Eun Na.

“Karena aku mencintaimu.” Eun Na mengungkapkan perasaannya.

“Apa?” Suho terkejut.

“Aku mencintaimu. Sudah lama. Sebelum kau mengenal Jeo Rin. Kenapa kau tidak pernah melihat. Aku..”

“Cukup! Kalau benar kau mencintaiku, kau tidak akan melakukan ini padaku. Kau tahu aku mencintai Jeo Rin. Dan karena kalian aku putus dengannya. Aku tidak mau punya teman sepertimu. Kau tega, Eun Na.”

Suho berjalan melewati Eun Na tapi tangannya ditahan Eun Na.

“Mianhae, Suho. Jebal, jangan membenciku. Aku..” Suho tidak mempedulikan kata-kata Eun Na. Ia melepas tangan Eun Na dan meninggalkannya.

——————-

Hari itu juga Suho menemui Kai di rumahnya.

“Tuan Suho.” Sapa pembantu yang membuka pintu rumah keluarga Kim.

“Di mana Kai?”

“Tuan Kai ada di kamarnya, tuan.” Suho langsung melangkahkan kakinya menuju kamar Kai yang ada di lantai dua. Ia langsung membuka pintu kamar Kai.

BRAK!

Kai yang sedang menelepon sambil tiduran terkejut. Ia mendapati Suho berdiri di ambang pintu

“Baby, nanti aku telepon lagi. Aku kedatangan tamu. I love you.” Kai memutus sambungan telepon dengan Jeo Rin. Kai bangun.

“Tumben kau datang ke rumah,..” Suho berjalan cepat ke arah Kai, dan..

BUGH!!

Suho meninju wajah Kai. Kai menatapnya marah. Ia menggerakkan rahangnya. Suho mencengkeram kaos Kai.

“Kenapa kau menjebak Jeo Rin?!” Teriak Suho.

“Kau sudah tahu aku menjebaknya?” Ucap Kai santai.

“Jawab aku!! Suho memukul Kai.

“Pertanyaan bodoh. Kau tahu pasti jawabannya. Aku ingin merebut Jeo Rin darimu.” Suho memukul Kai lagi. Melampiaskan emosinya. Tapi ia takkan puas. Karena Kai sudah menghancurkan hubungannya dengan Jeo Rin.

“Tidak semudah itu. Aku tahu Jeo Rin. Dia mencintaiku.” Kai memukul Suho karena perkataannya.

“Kau ingin memintanya kembali padamu? Itu tidak akan terjadi.” Kai menyeringai.

“Karena Jeo Rin sudah dijodohkan.” Suho teringat perkataan Min Young.

“Kau boleh bertanya pada Min Young. Dia tahu siapa namja yang dijodohkan dengan Jeo Rin.” Kai meninggalkan Suho di kamarnya.

—————–

EXO High School mengadakan prom night untuk acara kelulusan murid kelas III yang diadakan di aula sekolah. Sehun dan Min Young datang secara terpisah. Min Young tiba lebih dulu daripada Sehun. Ia mengedarkan pandangannya di seluruh aula mencari orang ia kenal. Misun dan Min Ra malas datang ke acara itu karena tidak tertarik. Tiba-tiba seseorang mengulurkan tangannya pada Min Young.

“Mau berdansa denganku?” Tanya orang itu yang ternyata Lu Han.

“Oppa..” Min Young tersenyum dan menerima uluran tangan Lu Han.

“Kau cantik.” Puji Lu Han.

“Oppa juga tampan.” Lu Han memeluk Min Young membuat mereka berhenti berdansa.

“Kita berpisah lagi seperti dulu. Aku benar-benar tidak rela.”

“Oppa mau tidak lulus begitu?” Mereka berdansa lagi. Ani.

“Hanya saja aku tidak bisa sering melihat wajah cantikmu lagi.”

“Aigoo, oppa. Kita bisa bertemu setiap hari.”

“Kau benar.” ‘Apa bisa? Kau bahkan bukan milikku, Young.’ Batin Lu Han.

“Ehem… Aku juga mau berdansa dengan Min Young.” Suara Sehun menyadarkan Lu Han. Ia pun melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang dan menggenggam tangan Min Young.

“Gomawo, Young.” Lu Han meninggalkan pasangan kekasih itu. Lalu Sehun berdansa dengan Min Young.

“Oppa lama.” Min Young menatap Sehun. Sehun mengecup bibir Min Young.

“Aku dimaafkan?”

“Jangan menciumku di tempat ramai seperti ini.”

“Kau suka tempat yang sepi-sepi?” Goda Sehun.

“Bukan seperti itu..” Sehun berhenti bergerak.

“Baiklah. Kita akan mencari tempat yang lebih privasi. Temani aku mengelilingi sekolah ini. Besok aku tidak sekolah di sini lagi.” Min Young mengangguk. Mereka berjalan menuju pintu aula. Tapi langkah mereka terhenti sebelum mencapai pintu aula.

“Suho, kau kenapa?” Tanya Sehun yang melihat lebam di wajah Suho.

“Ini tidak penting. Min Young, apa kau tahu siapa namja yang dijodohkan dengan Jeo Rin?” Suho to the point.

“Bagaimana oppa tahu kalau Jeo Rin dijodohkan?” Min Young menatap Sehun curiga yang dibalas gelengan dari Sehun, mengatakan kalau dia tidak memberi tahu Suho.

“Jebal. Beri tahu aku, Min Young.”

“Mianhae, oppa. Aku sudah janji pada Jeo Rin untuk tidak memberi tahu pada siapapun.” Suho menatap Sehun.

“Kau pasti tahu kan, Sehun?”

“Aku memang tahu Jeo Rin dijodohkan. Tapi dengan siapa aku tidak tahu.” Suho lemas. Min Young tidak mau memberitahunya. Sehun menepuk pundak Suho dan berlalu pergi.

—————-

Suho pergi ke taman belakang sekolah. Tempat ini tempat favoritnya dan Jeo Rin. Tempat di mana dia dan Jeo Rin menghabiskan waktu bersama saat di sekolah. Dan tempat di mana dia memutuskan Jeo Rin.

“Mianhae, Jeorin-ah. Aku bodoh. Aku harap kau belum melupakanku.” Suho mengambil handphonenya. Mencari nama Jeo Rin di kontaknya. Bahkan sampai sekang ia belum mengganti nama Jeo Rin, nae sarang. Suho menekan tombol hijau di handphonenya. Sementara di seberang sana, Jeo Rin menatap handphonenya. Ragu mengangkat telepon dari Suho sampai telepon itu berhenti dan digantikan dengan sebuah pesan.

From: Joonmyun oppa

Angkat teleponku, Jeorin-ah. Jebal.

Jeo Rin langsung menjawab begitu Suho meneleponnya lagi.

“Yeoboseyo..”

“Yeoboseyo, Jeorin-ah, bagaimana keadaanmu di sana?” Jeo Rin bingung dengan kata-kata Suho. Apa dia salah dengar?

“Aku baik. Oppa?”

“Aku tidak baik.” Hening.

“Aku tidak baik karena tidak ada kau di sini.” Jeo Rin semakin bingung dengan Suho.

“Apa maksud oppa?”

“Mianhae, Jeorin-ah. Aku namja bodoh. Maafkan aku karena aku tidak mempercayaimu.”

“Oppa, sudahlah. Itu sudah berlalu. Aku sudah melupakannya.”

“Apa kau melupakanku?”

“Ani. Maksudku aku sudah memaafkan oppa.”

“Gomawo, chagi. Maksudku, Jeorin-ah.” Jeo Rin tersenyum mendengar kata-kata Suho.

“Pulanglah ke Seoul. Aku ingin memulai dari awal. Kita kembali seperti dulu lagi.”

Jeo Rin terdiam.

“Apa kau  sakit hati padaku?”

“Ani. Hanya saja…” Jeo Rin bingung. ‘Bagaimana dengan Kai?’

“Aku ingin di sini.”

“kau tidak mau pulang?”

“Aku akan pulang setelah lulus nanti.”

“Arraseo. Aku akan menunggumu.”

“Sudah dulu ya, oppa. Bel masuk sudah bunyi.”

“Ne, annyeong.”

“Annyeong.”

“Aku tahu kau masih mencintaiku, Jeorin-ah.”

——————-

Sehun dan Min Young sudah mengelilingi bagian dalam sekolah. Saat ini mereka berada di taman sekolah. Bisa Sehun lihat Min Young yang kedinginan karena angin malam. Sehun pun melepaskan jasnya dan memakaikan pada Min Young.

“Kenapa pakai dress terbuka? Apa sudah hangat?”

“Ne. Gomawo oppa.” Sehun menggenggam tangan Min Young. Mereka melewati lapangan basket.

“Aku pasti merindukan saat-saat bermain basket dengan tim EXO dan kau yang selalu menyemangatiku.” Kini mereka duduk di bangku penonton. Sehun merangkul Min Young.

“Kita jadi tidak bisa bertemu setiap hari.” Sebenarnya ada hal lain yang membuat Sehun sedih

“ Oppa, kau seperti mau pergi jauh saja.” Sehun terkekeh.

“Aku ingin ke atap.”

————–

Min Young berdiri di pagar pembatas. Ia teringat apa yang dilakukan Suho dan Jeo Rin di taman belakang. ‘Apa reaksi Jeo Rin jika mendengar Suho mengetahuinya perjodohannya?’ Pikir Min Young. Min tersentak. Sehun memeluknya dari belakang. Min Young merasa ada yang berbeda dari pelukan Sehun.

“Aku tahu apa yang kau pikirkan. Tapi untuk malam ini, aku mau kau hanya memikirkanku.” Bisik Sehun di telinga Min Young.

“Aku selalu memikirkanmu setiap saat, Hunnie.” Sehun mencium pipi Min Young.

“Baguslah. Aku tidak perlu khawatir.”

“Khawatir?” Min Young bingung.

“Kau pasti menjaga hatimu untukku.”

“Tanpa dijaga pun hatiku memang untukmu, oppa.” Sehun mencium leher Min Young.

“Oppa…” ‘Aku pasti akan sangat merindukanmu, Youngie.’ Batin Sehun. Oppa. Min Young membalikkan badannya. Sehun langsung mencium bibir Min Young. Lembut. Sangat lembut. Min Young hanya mengikuti Sehun. Memiringkan kepalanya menikmati ciuman Sehun. Sehun melumat bibir Min Young. Sesekali menggigit kecil bibir Min Young. Ciuman Sehun turun ke leher Min Young. Ia membuat kissmark di sana. Menghisap dan menggigit leher Min Young

“ Oppa..” ‘Semoga tanda ini tidak hilang sampai aku kembali.’ Batin Sehun. Sehun menatap Min Young.

“Saranghae, Youngie..”

“Nado, oppa.”

—————-

Hari Minggu, hari di mana semua orang berlama-lama di tempat tidurnya. Begitu juga Min Young. Semalam dia sampai di rumah jam sebelas malam. Beruntung eommanya tidak di rumah jadi dia tidak dimarahi. Ia masih asyik di dunia mimpinya sampai suara dering handphone memaksanya untuk bangun. Ia mengambil handphone di samping bantalnya. Sebuah pesan dari Sehun.

From Sehun:

Aku melanjutkan kuliahku di Inggris. Mianhae, aku baru memberitahumu sekarang. Tunggu aku kembali. Saranghae, Shin Min Young.

Mata Min Young langsung membulat membaca pesan Sehun. Ia langsung menelepon Sehun tapi nomornya tidak aktif. ‘Apa oppa sudah berangkat? Kenapa oppa tidak pamit padaku?’ Menangis. Yang bisa Min Young lakukan hanya menangis. Ia menghapus air matanya. Langsung menuju kamar mandi. Hanya orang itu yang selalu ada untuknya.

————–

Min Young menekan bel yang ada di samping pintu. Matanya sudah berkaca-kaca. Ia langsung memeluk orang yang membuka pintu. Menangis di pelukan orang itu, Lu Han. Lu Han yang bingung, mengelus punggung Min Young.

“Ada apa, Young?” Tanyanya lembut. Apa yang menyebabkan yeoja yang dicintai sampai sekarang datang padanya dan menangis?

“Sehun..

“Sehun?”

“Sehun pergi, oppa..”

“Masuklah.” Masih dengan memeluk Min Young, Lu Han membimbingnya duduk di sofa.

“Ceritakan padaku.” Lu Han mengelus lembut rambut Min Young.

“Sehun melanjutkan kuliahnya di luar negeri, oppa.”

“Sehun kuliah di luar negeri?” Lu Han baru tahu itu.

“Dia tidak pamit padaku…” Tangisan Min Young semakin keras.

“Uljima..” Lu Han mencium puncak kepala Min Young.

“Dia pergi hanya sebentar, Young.”

“Kenapa dia harus pergi seperti itu, oppa?”

“Mungkin dia tidak mau melihatmu sedih. Dia pergi untuk belajar, untuk masa depannya, Young. Dia pasti tidak tahan meninggalkanmu lama-lama.” Lu Han terus menenangkan Min Young. Perlahan tangisannya mereda.

“Min Young.” Lu Han memanggil Min Young yang diam. Ia menggerakkan wajah Min Young. ‘Dia tidur.’ Batin Lu Han. Lu Han pun menggendong Min Young menuju kamarnya. Menidurkan Min Young di tempat tidur. Mencium kening Min Young lama lalu memandang wajah yeoja yang ia cintai. Matanya terpaku melihat tanda kemerahan di leher Min Young. Lu Han tersenyum kecut. Dia merasa bodoh karena mencintai yeoja yang jelas-jelas milik orang, temannya, Sehun. Dia juga tidak mau seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi, Min Young telah mengisi seluruh ruang di hatinya. Suara bel apartemen menyadarkan Lu Han. Ia beranjak untuk membuka pintu. Orang yang menekan bel langsung masuk ke dalam apartemen Lu Han.

“Wajahmu kenapa, Kai?” Tanya Lu Han melihat wajah lebam Kai.

“Biasa.” Jawab Kai singkat. Ia berjalan menuju kamar Lu Han dan membuka pintu. Ia hendak tidur di sana. Tapi tidak jadi melihat siapa yang tidur di kasur Lu Han.

“Kenapa Min Young tidur di sini?” Detik berikutnya Kai tersenyum penuh arti.

“Apa? Jangan berpikir yang macam-macam.” Kai mengikuti Lu Han menuju ruang tamu.

“Kenapa?” Tanya Kai lagi.

“Dia ingin menceritakan keluh kesahnya.” Kai menaikkan sebelah alisnya.

“Dia sedih karena Sehun pergi.”

“Sehun pergi?” Lu Han mengangguk.

“Melanjutkan studinya di luar negeri.”

“Jadi karena itu. Lu Han, ini kesempatanmu untuk memiliki Min Young.”

“Itu tidak mungkin Kai hati Min Young hanya untuk Sehun.”

“Ck. Kau belum mencoba. Melihat kedekatanmu dengan Min Young, ada kemungkinan dia akan membuka hatinya untukmu. Apalagi Sehun pergi untuk waktu yang lama.”

“Sudahlah. Aku mau pesan makanan dulu.” Kai menatap sebal Lu Han yang sedang menelepon. ‘Apa yang dia pikirkan? Kesempatannya begitu besar.’

“Kenapa kau melihatku seperti itu?” Ucap Lu Han setelah menelepon.

“Aku hanya tidak habis pikir denganmu. Kau menyia-nyiakan kesempatan besar yang ada di depan matamu.” Lu Han diam.

“Oppa…” Lu Han langsung menoleh pada Min Young.

“Kau sudah bangun?” Min Young mengangguk. Matanya beralih pada Kai yang duduk di hadapan Lu Han.

“Kenapa kau di sini?” Min Young duduk di samping Lu Han.

“Ini apartemen temanku. Kau pikir hanya kau saja yang boleh kemari?” Min Young merengut kesal. Lu Han tersenyum melihat itu.

“Baguslah. Kau tidak sedih lagi, Young.” Lu Han mengacak rambut Min Young.

“Gomawo, oppa.” Min Young memeluk Luhan.

“Jangan menangis lagi. Aku tidak suka melihatmu menangis.” Min Young mengangguk dalam pelukan Lu Han.

“Ya! Jangan bermesraan di depanku. Kalian membuatku semakin merindukan Jeo Rin.” Min Young menatap Kai.

“Apa kau yang memberitahu Suho oppa kalau Jeo Rin dijodohkan?”

“Sedikit. Aku hanya memberitahu Jeo Rin dijodohkan. Apa kau sudah memberitahunya siapa namja yang dijodohkan dengan Jeo Rin?”

“Tidak akan. Wajahmu sama seperti Suho oppa. Apa kalian berkelahi?”

“Ya. Karena hal ini. Beritahu saja. Jeo Rin juga tidak akan keberatan kalau Suho tahu aku dijodohkan dengannya.”

“Mwo? Kau dijodohkan dengan Jeo Rin?” Kaget Lu Han.

“Ne. Dan Suho tidak akan bisa merebut Jeo Rin dariku.” Kai menyeringai.

—————

Suho terus menerus menanyakan pada Min Young siapa namja yang dijodohkan dengan Jeo Rin. Bahkan saat hari kelulusan Min Young dia datang.

“Jebal. Beritahu aku siapa namja yang dijodohkan dengan Jeo Rin, Young-ah.” Min Young menyerah. Ia tidak tega melihat Suho terus-terusan memohon padanya.

“Namja yang dijodohkan dengan Jeo Rin itu… Kai.”

“Mwo?”

“Ne. Namja yang dijodohkan dengan Jeo Rin adalah Kai. Mereka belum mempunyai ikatan resmi. Jeo Rin bilang mereka akan bertunangan saat Jeo Rin kembali ke Seoul.”

“Tunangan?”

“Ne, oppa.”

“Kapan Jeo Rin kembali ke Seoul?”

“Kalau tidak salah tanggal sembilan ini, oppa.” ‘Satu hari sebelum acara rutin.’ Batin Suho.

“Gomawo, Young-ah. Selamat atas kelulusanmu.”

—————

Jeo Rin menggeret kopernya keluar dari bandara Incheon. Ya. Dia di Seoul sekarang. Padahal ia tidak berniat kembali. Tapi karena Kai selalu menanyainya kapan ia lulus, dengan pemikiran yang cukup panjang ia memutuskan kembali ke Seoul walau hanya beberapa hari. Jeo Rin meminta pada supir untuk mengantarnya ke rumah Kai. Ini pertama kalinya ia ke rumah Kai. Jeo Rin berniat memberi surprise pada Kai. Ia mengambil handphone dan mengetik sesuatu di sana.

To: Jongin Kim

Aku mengirim paket ke rumahmu. Sekarang sudah berada di depan rumah.

Jeo Rin tersenyum sendiri membayangkan reaksi Kai. Tak lama setelah pesan terkirim, pintu rumah terbuka menampakkan Kai yang terkejut melihat Jeo Rin.

“Baby…” Kai terpaku. Detik berikutnya ia memeluk Jeo Rin. Sangat erat.

“Sesak Kai.” Kai langsung mencium bibir Jeo Rin. Melumat bibirnya lembut, cukup lama.

“Hari pertama kau kembali ke Seoul, kenapa memanggilku Kai?”

“Mian, aku lupa. Tapi Kai lebih keren, Jongin-ah.”

“Kau harus memanggilku Jongin. Aku akan memberimu hukuman lebih dari ini kalau kau memanggilku Kai lagi, baby.”

“Arraseo. Kau tidak mempersilahkanku masuk?”

“Kita jalan-jalan saja ya. Dan aku mau menunjukkan sesuatu padamu.”

“Baiklah. Tunggu sebentar. Aku mengambil kunci mobil dulu.”

————–

Kai mengajak Jeo Rin ke Lotte World dan Sungai Han. Cukup lama mereka berada di sana. Tepat jam sepuluh malam Kai mengajak Jeo Rin ke suatu tempat.

“Apartemen siapa?”

“Tentu saja apartemenku. Dan sekarang ini apartemen kita.” Kai menekan password apartemen.

“Passwordnya tanggal lahirmu. Kau tahu kan lahir tanggal berapa?”

“Aku tidak tahu.”

“Baby..”

Tentu saja aku tahu tanggal lahirku.” 140696. Pintu terbuka mereka pun masuk ke dalam.

“Bagaimana?”

“Bagus.” Jawab Jeo Rin singkat. Ia mengelilingi apartemen Kai.

“Kenapa kau membeli apartemen?”

“Agar aku bisa menahanmu di sini. Sampai kita menikah dan memiliki rumah yang besar.”

“Kita masih mau bertunangan, Jongin-ah.”

“Aku mau langsung menikah. Tidak ada gunanya tunangan. Aku akan mengatakan ini pada Appa dan ahjumma.”

“Kau tinggal sendiri?” Jeo Rin mengalihkan pembicaraan.

“Tidak. Kau akan tinggal di sini, baby.”

“Kim Jongin. Aku punya rumah.” Jeo Rin kesal karena jawaban Kai yang tidak serius menurutnya. Padahal Kai serius.

“Kau tidak mau tinggal denganku?”

“Ne. Sebelum kau menjadi suamiku aku tidak mau tinggal denganmu.”

“Tinggal denganku menyenangkan loh.” Goda Kai.

“Jongin-ah..”

“Terkadang Chanyeol juga menginap di sini.”

“Aaah.. Jangan-jangan kau membeli apartemen supaya bebas bermain dengan yeoja?” Jeo Rin menatap Kai curiga.

“Ne. Yeoja itu bernama Kang Jeo Rin. Aku sudah berubah, baby. Aku bukan Jongin yang dulu.” Kai menarik pinggang Jeo Rin, menatap Jeo Rin intens.

“Aku hanya mengujimu. Sekarang antar aku pulang. Ini sudah malam.”

“Kau tinggal di sini. Mulai sekarang dan seterusnya.”

“Apa maksudmu?”

“Aku merindukanmu Mrs. Kim.” Bisik Kai. Perlahan Kai mendekatkan wajahnya ke wajah Jeo Rin, begitu juga dengan Jeo Rin. Tapi saat bibir mereka hampir bersentuhan Jeo Rin memiringkan kepalanya dan berbisik di telinga Kai.

“Antar aku pulang, Kim Jongin.” Kai menyeringai. Dengan gerakan cepat ia menggendong Jeo Rin ala bridal ke kamarnya.

“Turunkan aku, Jongin-ah. Aku mau pulang.”

“Ini rumahmu. Lagipula kalau kau pulang, kau sendirian di rumah. Tadi ahjumma menyuruhku untuk menemanimu. Ahjumma baru pulang dari Jepang besok.” Kai merebahkan Jeo Rin di tempat tidurnya. Jeo Rin menatap Kai kesal. Kai langsung mengecup bibir Jeo Rin. ‘Orang ini suka seenaknya.’ Batin Jeo Rin.

“Jangan kemana-mana. Aku ganti baju dulu.” Kai berjalan menuju lemarinya. Mengambil trening hitam dan kaos putihnya lalu masuk ke kamar mandi. Jeo Rin mendudukkan dirinya. Ia memandangi kamar Kai. Di meja kecil samping tempat tidur Kai ada foto dirinya dan Kai, saat Kai mencium pipinya di pantai. Beberapa foto dirinya dipajang di dinding, masih di pantai dan foto itu diambil tanpa sepengetahuan Jeo Rin. Dering handphonenya menyadarkan Jeo Rin.

“Di mana handphoneku? Ck.. Aku meletakkan di meja ruang tamu tadi.” Jeo Rin berjalan keluar kamar menuju ruang tamu. Duduk di sofa dan mengambil handphone. Ia mendapati sebuah pesan di handphonenya.

From: Joonmyun oppa

Kau sudah sampai di Seoul?

Hampir setiap hari Suho menghubungi Jeo Rin. Selain tahu dari Min Young, dia juga bertanya langsung pada Jeo Rin. Bertaruh pada dirinya, apakah Jeo Rin memberitahu kepulangannya atau tidak. Dan Jeo Rin memberitahunya.

To: Joonmyun oppa

Ne, oppa. Aku sampai jam enam sore.

From: Joonmyun oppa

Kau sedang apa?

To: Joonmyun oppa

Aku mau tidur, oppa. Hari ini benar-benar lelah.

From: Joonmyun oppa

Kalau begitu tidurlah. Jaljayo, Jeorin-ah.

To: Joonmyun oppa

Jaljayo, oppa.

Jeo Rin pun mensilentkan handphonenya.

“Aku pikir kau pulang, baby.” Kai menghampiri Jeo Rin.

“Kalau kau mengantarku pulang, aku akan pulang.”

“Ayo tidur. Ini sudah malam.” Jeo Rin berjalan menuju kamar sebelah kamar Kai.

“Kenapa ke situ? Kita tidur di kamarku, ani, kamar kita.”

“Aku tidur di sini saja. Kau mencurigakan.”

“Aigoo. Apa aku pernah melakukan yang tidak-tidak padamu? Paling hanya peluk dan cium.” Kai membimbing Jeo Rin menuju kamar mereka. Merebahkan diri di tempat tidur. Ia menepuk tempat kosong di sebelahnya. Mengisyaratkan Jeo Rin untuk tidur di sampingnya. Jeo Rin sudah beberapa kali tidur bersama Kai, dan Kai tidak melakukan apapun padanya. Jeo Rin merebahkan diri di sebelah Kai. Kai memeluk Jeo Rin. Menjadikan tangan kirinya sebagai bantal Jeo Rin.

“Aku ingin ke Kkamjong beach besok.” Jeo Rin menatap Kai.

“Bagaimana kalau lusa? Supaya kita bisa menginap. Besok aku ada acara keluarga.”

“Baiklah.”

“Jaljayo, baby.” Kai mencium kening Jeo Rin.

“Jaljayo, Jongin-ah.”

——————-

Tuan Kim sudah berada di meja makan bersama seorang namja. Seharusnya makan malam mereka sudah dimulai sejak sepuluh menit yang lalu. Tapi karena Kai belum datang, makan malam tidak dimulai.

“Maaf, aku terlambat.” Kai menarik kursi di hadapan seorang namja.

“Sepuluh menit. Appa maklumi karena kau pasti baru melepas rindu dengan calon menantuku. Appa pikir kau melupakan acara ini.”

“Tidak mungkin aku melupakan acara berharga keluarga ini, appa.” Kai menatap namja yang ada di depannya.

“Baiklah. Mari makan.” Mereka makan dalam diam.

“Mungkin kau sudah bosan mendengar permintaan appa. Tapi appa tidak akan bosan mengatakan ini padamu. Pulanglah ke rumah, Suho. Appa ingin berkumpul dengan anak-anak appa. Walaupun tidak setiap hari bertemu, tapi itu lebih baik daripada acara ini. Appa mohon.” Kata Tuan Kim pada Suho yang ternyata kakak Kai. Kai tidak mempedulikan appanya. Ia tetap fokus makan. ‘Jawabannya pasti sama seperti sebelumnya. Tidak mau.’ Batin Kai.

“Aku akan pulang ke rumah. Tapi ada syaratnya.” Ucap Suho setelah terdiam cukup lama. ‘Apa yang dia rencanakan?’ Batin Kai.

“Aku mau appa menikahkanku dengan Jeo Rin.”

TBC……


Closer

$
0
0

baekyeon2

Title : Closer | Author : Tiffany Tania | Genre : Romance, Friendship | Length : Vignette

Cast by “Kim Taeyeon GG’s – Byun Baekhyun GG’s”

Note : It’s just a fanfiction, dont think to much. All of the cast, its belong to God, themselves, theirparents and also SM.Entertainment!
Storyline and Art its mine!
So, please enjoy^^

Taeyeon, Kim Taeyeon namanya. Siapa yang tidak mengenal sosok gadis bersuara emas tersebut? Lucu saja jika ada orang yang tak mengenalnya. Seorang anggota dari Girlband ternama diseluruh Asia bahkan seluruh mancanegara bernama Girls Generation atau yang akrab disapa SNSD(So Nyuh Shi Dae)-dalam bahasa Korea itu.

Berparas cantik dengan tubuh mungilnya yang nyaris sangat mungil, sungguh membuatnya terlihat lucu. Terkadang, dia bisa berlaku lemah lembut atau sebaliknya, dorky. Taeyeon ini terkenal dengan julukan Kid Leader, karena tubuhnya yang sangat mungil namun bijaksana jika dalam berkata –kata.

Hingga membuat salah satu juniornya, Byun Baekhyun menyukainya.

Byun Baekhyun atau yang akrab disapa Baekhyun itu adalah merupakan anggota boyband yang sedang naik daun karena comebacknya di bulan Juli ini, EXO. Tak beda jauh dengan seniornya Taeyeon, Baekhyun pun memiliki suara yang sangat merdu sekali. Siapa yang mendengarnya, bisa dijamin bulu romanya berdiri.

Sebelum dia masuk menjadi anggota boyband EXO, ternyata dia adalah seorang Fanboys dari Taeyeon. Menurut salah satu majalah, ketika dia disuruh memilih sunbaenya di SNSD bahkan dia memilih Kim Taeyeon sebagai idolanya.

Baekhyun masih asik dengan dunianya sendiri, dia sepertinya masih tenggelam dalam indahnya suara Taeyeon. Ya, dia sedang mendengarkan lagu Taeyeon yang menjadi salah satu OST. To The Beautiful You itu Closer, judulnya di ponselnya itu.

“Baekhyun, ayo makan siang!” ajak Chanyeol dari kejauhan. Chanyeol meninggalkan Baekhyun namun langkahnya terhenti dan dia mundur beberapa langkah kebelakang. “Hm… pantas saja…” dan Chanyeol akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Baekhyun sendiri.

Baekhyun sudah beres bergelut dengan dunianya sendiri, akhirnya dia mencoba untuk meninggalkan ruangan latihan dance itu. Namun, pada saat knop pintu dia buka seseorang dari luar pun mencoba untuk membuka pintu itu membuat Baekhyun mengerutkan dahinya.

“E..eh Taeyeon sunbae, annyeong~” sapa Baekhyun dengan babibu, tentunya dia gugup. Taeyeon membalas sapaan itu dengan membungkuk 90 derajat. “Ah… annyeong Baekhyun-ah!” ucap Taeyeon antusias.

Saat Baekhyun akan melangkah keluar, tangan Taeyeon meraih sela – sela jari Baekhyun. Bisa dirasakannya, degupan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya, darahnya mengalir lebih cepat juga, dengan sigap dia menoleh.

Taeyeon memiringkan kepalanya sedikit, membuat wajahnya terkesan cute. “Maukah kau membantuku?”

“Membantu? Membantu apa, sunbae?”

Taeyeon merotasikan bola matanya kesal, dia melepaskan genggaman tangannya pada Baekhyun. Seketika membuat Baekhyun mengerutkan keningnya, “Ah, ada apa sunbae?” ucapnya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

“Jangan panggil aku sunbae, Taeyeon saja cukup” ucapnya mendesah kesal. Baekhyun hanya terkekeh, “Mengapa, sun-bae?” ucapnya dengan nada menggoda membuat Taeyeon mendaratkan pukulan kecil kelengannya.

“Haha.. ne Taeyeon-ah, begitukah?” ucap Baekhyun mendekatkan wajahnya ke wajah Taeyeon. Entah ada kekuatan darimana, Baekhyun bisa – bisanya menggoda Taeyeon hingga membuat gadis itu memunculkan semburat merah dipipinya.

“Ah, baiklah.. baiklah.. Ikuti aku!” ucap Taeyeon mendorong jauh tubuh Baekhyun dan melangkah mendekati cermin yang terpampang luas diruangan itu. Baekhyun hanya memandang tubuh mungil Taeyeon dari cermin itu, dan tersenyum.

“Jadi?”

“Bantu aku. Aku ingin berduet denganmu, disini…” ucap Taeyeon dengan mata berbinar. Baekhyun membelalakkan matanya kaget.

Benarkah ini semua? Idolanya, Kim Taeyeon mengajak aku berduet? Oh, Ya Tuhan.. jika ini mimpi tolong jangan bangunkan aku!

“Baekhyun-ah, bagaimana?” tanya Taeyeon, dan disambut anggukan antusias Baekhyun. Taeyeon hanya mampu tersenyum puas, ‘Akhirnya… mimpiku terbayar sudah..’

Taeyeon mulai memainkan lagu dari ponselnya, Baekhyun mengangguk – anggukan kepalanya seraya mengikuti nada lagu tersebut. Kini, manik mata keduanya saling bertemu. Mereka bertatapan sangat lama, dan pada akhirnya Taeyeon pun bernyanyi.

“Lying beside you, here in the dark”

“Feeling your heartbeat with mine”

“Softly whisper, youre so sincere”

“How could our love be so blind?”

Saat menyanyikan lirik tersebut, entah mengapa dan ada magnet dari mana langkah Taeyeon mendekati Baekhyun, perlahan dia menggenggam erat lengan Baekhyun. Baekhyun hanya memandangi lengan Taeyeon yang masih bergelayut manja dilengannya.

“We sailed on together, we drifted apart”

“And here.. you are by my side”

Kini, ada respons dari Baekhyun yang membuat Taeyeon mengerjap kaget. Tangan Baekhyun semakin menggenggam erat lengan Taeyeon. Kini, kembali manik mata kecoklatan milik mereka berdua saling bertemu dan mampu membuat senyuman diwajah mereka seketika mengembang.

“So now I come to you, with open arms”

“Nothing to hide, believe what I say”

“So here I am, with open arms”

“Hoping you see, what your love mean to me”

“Open arms….”

Suara dan lengkingan indah itu sukses membuat ruangan itu bergema dengan suara emas keduanya itu. Saking menghayatinya, lengan mereka masih menggenggam satu sama lain dan mata mereka berdua terpejam. Terlalu menghayati, nampaknya.

Lagupun berakhir, namun tidak dengan genggaman diantara mereka sampai Baekhyun yang menyadarinya. “Ah.. Taeyeon-ah” ucapnya memandang lengannya canggung, lantas saja membuat Taeyeon melepaskan genggamannya, dan tersenyum garing. “Maaf..”

Suasana menjadi mendadak hening. Diam.

Taeyeon membuka suaranya, “Baekhyun-ah.. gomawo..” ucapnya sambil tersenyum. Baekhyun membalasnya dengan anggukan dan tentunya senyuman yang indah “Ne, cheonma Taeyeon-ah..”

Kini posisi mereka menjadi saling membelakangi satu sama lain, tak mau menghadap. Tak mau saling bertatap muka. Namun, bisa dipastikan tubuhnya memang sedang bersentuhan.

‘Ottokhae..? Apakah aku harus mengatakannya?’

‘Baekhyun-ah, mengapa kau menjadi gugup seperti ini? Ayolah.. cari bahan pembicaraan!’ rutuk Baekhyun pada dirinya sendiri. Taeyeon melangkah satu langkah, dan membalikkan badannya hingga dia menatap tubuh Baekhyun dari belakang.

Taeyeon menyentuh punggung Baekhyun dengan telunjuknya, dia menggigit bibir bawahnya kuat – kuat. Baekhyun menoleh, Taeyeon hanya mampu menunduk saja.

“Ada apa, hm.. Taeyeon-ah?” ucap Baekhyun memastikan. Taeyeon masih menunduk, perlahan dia menghirup udara oksigen sebanyak – banyaknya dan membuangnya dengan cepat. “Aku menyukaimu” ujar Taeyeon dengan lancarnya.

Baekhyun tak bereaksi, dia masih terdiam tak mempercayai kata – kata dari Taeyeon tersebut. Taeyeon langsung saja berlari namun sayang langkah pertamanya gagal dia lakukan karena kini dia sedang berada dipelukan lelaki itu, Baekhyun.

Taeyeon bisa merasakan debaran jantung Baekhyun dengan sangat jelas sekali,‘Jadi ini rasanya debaran jantung orang yang kusukai?’ ucapnya dalam hati. Baekhyun semakin mempererat pelukannya, ‘I’ll never let you go..’

Baekhyun masih memeluk Taeyeon, begitupun Taeyeon yang semula tak membalas pelukan lelaki itu kini dia melingkarkan kedua lengannya dipinggang Baekhyun. Mencoba menutupi jarak diantara keduanya.

“Aku juga menyukaimu, bahkan sepertinya saat ini aku mencintaimu…” ucap Baekhyun seraya membisikkan itu ketelinga Taeyeon. Taeyeon terkekeh pelan, dan melepaskan pelukan Baekhyun.

Jeongmaleyo?”

“Ya, aku tidak bercanda” tegas Baekhyun berusaha meyakinkan Taeyeon akan perasaannya, “Bahkan semenjak aku menjadi Trainee disini.. perasaan itu tiba – tiba saja muncul, kau ingat?” ucap Baekhyun mengingatkan Taeyeon.

Lantas saja Taeyeon berusaha mengingat kejadian beberapa tahun silam itu.

FLASHBACK

Baekhyun terlihat tergesa – gesa, dia berlarian digedung besar itu. Dia nampak kesulitan mencari ruang latihan sampai seseorang itu membantunya.

“Ada yang bisa saya bantu?”

Baekhyun tak menoleh, dia mencoba mencerna perkataan itu ah bukan.. nampaknya dia mencoba mencerna suara indah itu. Itu suara Kim Taeyeon, idolanya. Baekhyun pun menoleh, “Ne, mianhae sunbae-nim. Apa kau tahu dimana ruangan untuk latihan?” ucap Baekhyun sesopan mungkin.

Taeyeon mengangguk mengerti, lantas dia menarik lengan Baekhyun untuk ikut mengikutinya. Baekhyun tergugup, idolanya menggenggam lengannya. “Mimpi apa aku semalam” ucapnya dalam hati.

“Ini ruang latihannya…” ujar Taeyeon melepaskan genggamannya setelah sampai disalah satu ruangan itu. Baekhyun lantas mengangguk, “Ah, gomawo sunbaenim!”

Taeyeon hanya terkekeh, “Aigoo.. kau lucu sekali..” ucap Taeyeon mengacak pelan rambut Baekhyun membuat Baekhyun terdiam ditempat. “Ne, silahkan berlatih.. dan hwaiting!” ucapnya mengepalkan lengan memberi Baekhyun semangat dan pergi berlalu.

FLASHBACK OFF

Taeyeon tertawa geli mendengarnya, “Kau masih mengingatnya, eoh?” lantas Baekhyun mengangguk, “Pasti! Itu pengalaman yang tidak akan pernah kulupakan Taeyeon-ah” ucapnya mengetuk – ngetukan jari kelantai ubin.

Ne, arraseo” ucap Taeyeon.

Tiba – tiba saja Baekhyun menempatkan kepalanya dikaki jenjang Taeyeon, tapi Taeyeon sama sekali tak menolak. Baekhyun kini menutup kedua matanya, dan bernafas lega “Impianku sedari dulu hanya ini Taeyeon-ah.. ingin selalu dekat denganmu” ucapnya masih dengan mata terpejam.

Taeyeon hanya mampu menatap kearah wajah damai Baekhyun itu, perlahan jari – jarinya masuk begitu saja kesela – sela rambut Baekhyun. Dia mengelus pelan rambut lelaki cute itu. “Akupun sama.. Kau ingat moment SMTOWN Seoul?” tanya Taeyeon.

Baekhyun menggenggam lengan Taeyeon dan meletakkannya didada bidangnya itu, “Sangat ingat.. mengapa?” kini Baekhyun yang bertanya. Taeyeon mencoba menerawang moment indah itu, “Disanalah awal aku menyukaimu.. kau dan aku melakukan skinship bersama.. ya, itulah awalnya” ucap Taeyeon masih mengingat kejadian itu.

Baekhyun membuka kedua matanya, dan menatap wajah Taeyeon dari bawah. Baekhyun menarik kepala Taeyeon kebawah, “Saranghae” ucapnya mencium bibir tipis Taeyeon sekilas. Semburat merah bermunculan lagi dipipi wanita itu.

“Nado, saranghae Byun Baekhyun…” ucap Taeyeon berbisik ditelinga Baekhyun. Baekhyun berdiri dan memeluk Taeyeon dengan erat, ‘Just closer with me…’

There are so many things I couldn’t say
You have never heard them before but
I’m not someone who just loves anyone I see

Because among the many people in this world
I could only see you

page

I am standing here as I only see you
After this love, I don’t really know what will happen
Just like child who is always this way,
Will you warmly hold me right now?

Though someday your name might become strange
My heart will remember all the memories
Even if a painful separation comes between us
Let’s not think about that today

page2

I am standing here as I only see you
After this love, I don’t really know what will happen
Just like child who is always this way,
Will you warmly hold me closer?

Now I’m not alone
Only you who has come to me from that place-

6412805121

Only you are my everything
After this love, I don’t really know what will happen
Just like child who is always this way,
Will you warmly hold me closer?

Closer
Warmer
Will you hold me?

tumblr_m8yzbaV4Ah1rut7v4o2_500

**END**

Alhamdulillaaaaah, FFnya kesampean juga hehehe :-D Kenapa bisa sampe sebegini ribetnya? Karena aku memang ngeship BaekYeon tp sayangnya gaada waktu buat bikin FFnya._.V
Maka dari itu, aku bikin FF ini hehe xD

This is especially for Bunnies in the world, keep love to our Baekhyun and Taeyeon^^
With Love,

-TiffanyTania-


I am still a kids

$
0
0

tumblr_static_baekyeol_bw

Title : I am still a kids

Author : Baconyeojachingu

Main cast :

-          Byun Baek Hyun EXO

-          Park Chan Yeol EXO

-          Other EXO’s member

Genre : Maybe brothership, friendship, comedy, absurd (?)

Length : One shot

Rated : G

WHAT’S UP READERDEUL!!!!!!!!!!!! Hahahhahahaha XD, this is my first fanfict that does not involve yeoja ;-)

Yes, you are right!!! No girl here, it’s just a simple story about our handsome alien EXO, and you must prepare your self because I am sure this story will make you sweatdrop like this -_- or T.T. Yes, I know, my English is bad, but you have to know, I have done my best… :D

Ok, It’s all about my note, Check it out!!!!! Oops I forgot to remind you. NO SIDERS, NO PLAGIATOR, NO BASH. ( If you want to bash me, use English please, hahahahhahahahahahha XD)

Ini saya kesambet apa, nulis pake b.ing gini, hadeuh malu deh, itu grammar nya berantakan!!

HAPPY READING

Author’s POV

“Luhan hyung, tunggu aku~~!!!” seorang namja bersurai merah berlari kecil tampak berusaha menyusul seorang namja imut bersurai sama merah dengannya.

Luhan berhenti sejenak lalu menoleh ke belakang. Ia mendapati Baekhyun-namja yang memanggilnya-berlari kecil ke arahnya. Begitu Baekhyun tepat berada di sebelahnya, Luhan merangkul pundak namja itu. Rambut mereka yang sama berwarna merah membuat mereka terlihat seperti saudara kembar. Tapi catat ya, mereka terlihat kembar jika dilihat dari BELAKANG. #Plak

Mereka berjalan beriringan bersama dengan member EXO yang lain menuju dorm. Mereka baru saja pulang dari SUKIRA dan sekarang berniat istirahat di dorm. Kris terlihat berjalan sambil bercanda ria dengan Tao, Suho yang melatih bahasa Korea Lay, Kai yang merengek pada D.O, Sehun yang berjalan sendiri sambil mendengar lagu, Chen dan Xiumin yang berlatih bahasa Mandarin, dan Chanyeol. Chanyeol sejak tadi hanya diam sambil mengeluarkan aura gelap. Tidak ada yang memperhatikan wajah Chanyeol saat itu. Tampaknya mood rapper yang satu ini sedang tidak baik.

Sesaat setelah Suho membuka pintu dorm, para member EXO segera menghambur masuk. Baekhyun dan Luhan masih saja berangkulan lalu sekarang mereka duduk sambil memperhatikan wajah mereka di cermin. Keduanya dipenuhi gelak tawa dan terlihat akrab, tapi tidak dengan si happy virus. Aura gelap masih jelas terpancar jelas di wajahnya. Berkali-kali ia membuang nafas kasar lalu membuang tubuh jangkungnya ke sofa.

“Kami tidur ya!!” teriak beberapa member lalu mengurangi keramaian di ruang tengah dorm EXO. Kini, ruangan itu hanya diisi oleh Baekhyun, Luhan, Kris, D.O, Suho, dan Chanyeol.

“Hyung, bisa tolong foto kami??” Baekhyun menyodorkan ponselnya ke arah Kris dengan wajah dibuat seimut mungkin, modus.

Kris hanya memasang tampang -_- lalu meraih ponsel Baekhyun dengan setengah hati.

“Hana, dul, set.” Datar, wajah Kris juga masih -_-

“Aaaa~~~ keren sekali hyung!!” pekik Baekhyun memperhatikan fotonya dan Luhan.

Kris hanya memasang wajah -_- sebagi respon namun tiba-tiba..

BRUKK…

Dengan mulusnya bokong Kris berciuman dengan lantai. Kris meringis sambil memegangi bokongnya. Ia menoleh ke belakang tepatnya pada sang pelaku yang menendangnya sedang tidur goyang kaki tanpa rasa bersalah.  Selanjutnya yang terdengar di dalam dorm EXO adalah

BAGH BUGH BAGH BUGH BAGH BUGH…

Dua orang raksasa cungkring sedang bergulat dengan hebohnya. Telinga Kris, sang raksasa naga sudah mengeluarkan asap dengan hidung yang kembang kempis, sementara Chanyeol memelototkan mata bulatnya pada Kris dengan gigi rapinya  yang menggeram.

“Kris, apa kau tidak malu dengan umurmu?” Suho memasang wajah -_- tanpa bermaksud melerai tiang listrik dan tali jemuran itu.

“Ini salahmu!! Dasar!! Berani sekali kau menendang bokongku!!”

“Siapa suruh kau meletakkan bokongmu sembarangan!!”

“Mwo? Sembarangan katamu!!”

BAGH BUGH BAGH BUGH BAGH BUGH BAGH BUGH… Prang.. prang krontang krontang.. (?)

Mata bulat bin besar milik D.O berubah sipit total melihat adegan di bawah umur itu. “Wah, ada variasi gerakan yang baru.” Wajahnya datar tak mengisyaratkan ketertarikan sama sekali.

“Hyung, bagaimana mereka bisa jambak-jambakan dengan rambut sependek itu?”  Baekhyun berbisik pada Luhan disambut gelengan cepat oleh Luhan. Para saksi di TKP masih melongo menatap adegan ‘dramatis’ di hadapan mereka.

“Kau sudah lelah hyung??” D.O masih memasang wajah super malas bertanya saat Chanyeol yang bangkit dari duduknya. Namja bersuara berat itu sepertinya sudah akan bersiap meninggalkan ruang tengah. “Ne, sangaaaaaatttt lelah!!” Chanyeol bergegas lagi sebelum ada orang lain yang ikut berkomentar. Kali ini tubuh tinggi itu berjalan masuk ke kamar tidur Baekyeol.

“Byun Baekhyun, kau tidak akan tidur?” semua mata menatap Chanyeol yang berdiri di ambang pintu kamar dengan tangan kanan memegang knop pintu.

“Eung.. aku dan Luhan hyung..”

BRUKK…

Semua mata membulat termasuk Baekhyun. Belum selesai ucapannya, Chanyeol sudah membanting pintu kuat. Beralih dari pintu, mata semua orang kini memandang ke arah Baekhyun. Dengan cepat, namja berambut merah itu mengedikkan bahunya pertanda tidak tau.

Baiklah, kita tinggalkan dulu ruang tengah dorm EXO, sekarang kita intip dulu apa yang dilakukan happy virus kita di kamarnya. Pasti penasaran kan kenapa sejak tadi happy virus itu bad mood seharian. Check it out ^^

Chanyeol menghempaskan tubuh besarnya ke kasur hingga ia terbaring dengan posisi tengkurap. Untung saja kasur itu masih kuat menampung hempasan tubuh Chanyeol. Kalau roboh, tidak lucu kan? Wajahnya ia lesakkan ke dalam bantal. Sepasang kakinya terus menendang-nendang udara kosong di bawahnya. Nampaknya, rapper kita ini memang sedang sangat kesal. Karena ulah kakinya, selimut yang tadinya begitu rapi jatuh ke lantai dan berubah tak berbentuk.

Ternyata sejak tadi tersangka penyebab Chanyeol kesal begini adalah roommatenya Baekhyun. Kenapa dia begitu kesal? Apa kalian penasaran? Baiklah, simak flashback berikut.

FLASHBACK

@Mcountdown backstage

EXO baru saja menampilkan pertunjukan comeback mereka untuk yang pertama kali di hadapan umum. Chanyeol sudah sangat berusaha bersabar saat di stage tadi, Baekhyun memegang tangan Luhan. Tau kan, untuk membentuk formasi berbentuk pohon itu, Baekhyun dan Luhan harus saling berpegangan. #ini tau kan readerdeul?

Sebenarnya tidak masalah walaupun Baekhyun harus pegang-pegangan dengan Luhan, tapi tentu saja Chanyeol tidak terima kalau akibatnya dia terlantar dan Baekhyun yang semakin akrab dengan Luhan. Bukan maksudnya Chanyeol melarang Baekhyun dekat dengan Luhan atau member EXO yang lain, tapi Chanyeol tidak mau kalau Baekhyun jadi mengabaikannya. Ya, Chanyeol benci diabaikan!

Namun, nampaknya Baekhyun tidak sadar sama sekali. Sejak EXO sebelum sampai selesai tampil, Baekhyun terus menempel pada Luhan. Bercanda ria, bernyanyi, semua yang keluar dari bibir tipisnya hanya tentang Luhan, Luhan, dan Luhan. Ia begitu menyukai posisi mereka saat membentuk formasi pohon dan membicarakannya sepanjang hari. Apalagi rambut mereka yang sama-sama merah, arrrggghhh Chanyeol muak!!

Kekesalan Chanyeol tidak hanya sampai di situ. Seperti yang kita ketahui, setelah EXO menggelar comeback stage di Mcountudown, mereka harus hadir lagi sebagai bintang tamu pada radio recording SUKIRA.

Saat di SUKIRA, Chanyeol mencoba mengambil kesempatan kedua untuk merebut perhatian Baekhyun. Dia sengaja menyisakan satu kursi kosong di sebelahnya untuk diduduki Baekhyun. Bahkan saat si magnae Sehun hendak duduk di sana, ia dengan cepat  menendang bokong Sehun hingga si magnae harus duduk di tempat lain. Namun apa yang didapat Chanyeol? Sudah lelah dia mempertahankan satu kursi kosong untuk Baekhyun, namja penggila eyeline itu langsung memilih duduk di sebelah Luhan tanpa mempertimbangkan sedikit pun untuk duduk di sebelah Chanyeol. Kira-kira begini kronologinya.

“Baekhyun-a, yeogi!!” Chanyeol melambai ke arah Baekhyun saat namja itu terlihat di ambang pintu masuk sambil menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya. Bersamaan dengan itu Luhan juga memanggil Baekhyun. “My twin!! Di sini~~!!” Luhan tersenyum ke arah Baekhyun sambil menepuk kursi kosong di sampingnya.

Tanpa pikir panjang Baekhyun segera berjalan ke arah Luhan lalu duduk di bangku di sampingnya. Chanyeol melotot kesal dengan wajah sudah kusut. Hingga kursi kosong di sebelah Chanyeol harus diisi oleh Xiumin. Sebenarnya Chanyeol juga tidak keberatan siapa yang mau duduk di sebelahnya, tapi tidak bisakah Baekhyun saja yang duduk di sebelahnya?

Mulai dari situ, kekesalan Chanyeol makin menggebu-gebu. Baekhyun benar-benar tidak peduli sama sekali pada Chanyeol. Ia diabaikan bahkan sampai EXO sudah kembali ke dorm.

FLASHBACK END

Chanyeol tidak peduli bahkan ketika ia mendengar suara pintu kamarnya dibuka oleh seseorang. Ia justru berpura-pura tidur bahkan saat ia merasa tempat tidurnya berderit.

Setelah deritan itu, Chanyeol bisa merasakan ada seseorang yang mendekat ke arahnya. “Kenapa tidak ganti baju dulu Channiee~~!!” suara itu berbisik. Chanyeol terkesiap, namun ia masih kukuh menutup matanya. Ia tau yang sedang berbicara dengannya ini Baekhyun. Tapi, ia masih sedikit ragu untuk membuka mata.

Chanyeol merasakan jemarinya disentuh. “Kkkkkkkkkk~~~ jari-jari Channie panjang sekali..” Baekhyun terkikik sambil mempermainkan jemari Chanyeol.

“Jangan sentuh aku!!” Baekhyun terperangah saat Chanyeol membuka mata lalu menghempaskan tangannya hingga terlepas dari genggaman Baekhyun. Chanyeol berbalik memunggungi Baekhyun.

Baekhyun segera mengambil posisi duduk. Ia mengguncang lengan Chanyeol. “Channie marah? Channie marah sama Baekkie?”

Chanyeol tidak peduli. Dengan kasar, ia menghempaskan tangan Bakehyun lalu kembali tidur. Sementara Baekhyun? Dapat kita lihat sendiri #mana thor, mana? Kedua mata sipit Baekhyun sudah berkaca-kaca. Chanyeol marah padanya. “KYAAAAA~~~ CHANNIE MARAH PADA BAEKKIE HUWWEEEEE~~” Baekhyun meraung-raung keluar dari kamar menghampiri beberapa penghuni dorm yang masih berada di sana.

Semua mata tertuju pada Baekhyun. Kris yang asyik mengelus bokongnya berhenti namun dengan tangan yang masih stay tune di atas permukaan bokong, Suho yang sedang dikerok punggungnya oleh eomma tercinta D.O batal untuk buang angin, Luhan yang sedang sibuk dengan Ipadnya melongo,  dan Kai yang tadinya sudah masuk kamar keluar lagi dan kembali merengek pada D.O sontak menutup mulut ikut memandang Baekhyun yang sedang meraung-raung.

D.O segera berdiri. Ia menggeleng-geleng kuat dan terlihat konyol. “Ada apa denganmu anakku? Siapa yang membuatmu seperti ini? Ayo ceritakan semuanya pada eomma!!” D.O mengguncang-guncang pundak Baekhyun yang masih saja menangis terisak-isak. Tangannya menutupi seluruh permukaan wajahnya. Hiks hiks hiks.. Baekhyun masih saja terisak.

“Makanya kan sudah appa bilang jangan masuk ke kandang buaya!!” Kris hendak meraih kepala Baekhyun hendak disandarkan di dada bidangnya, namun Baekhyun segera menepis, bahkan ia mendaratkan satu hantaman yang cukup keras di dada Kris. “Sejak kapan statusmu jadi appa? Dan lagi, kenapa kau menyebut Channie buaya, tuan naga?”

Mata elang Kris berubah berkaca-kaca “HUWEEEEEEEEE…….. Tao-ya, Baekhyun membentakku!!” dengan bodohnya Kris ikut terisak. Tubuh tingginya berlari menuju kamar  berniat akan mengganggu panda lapar, eh maksudnya panda tidur. Kai menggigit jarinya dengan pose seksi. “Sangat tidak pantas!!” gumamnya pelan. “Lalu apa kau pantas dengan pose itu?” Luhan dan Kai saling tatapan tajam. “HUWEEEEE.. EOMMA!!” akhirnya Kai ikut-ikutan terisak.

D.O memerosotkan tubuh cebolnya  #plak ._.v ke lantai saat merasakan kemejanya kembali ditarik oleh Kai. Kenapa begitu banyak anak asuhnya yang merengek? Apa ini akibat kelelahan bekerja seharian? Memangnya D.O tidak lelah?

“Eomma!! Kau kenapa?” Kai ikut-ikutan mendramatisir keadaan. Ia bergabung dengan D.O duduk di lantai lalu mengguncang-guncang bahu D.O. D.O terasadar. Ia mengarahkan mata bulatnya pada Kai dan sedetik berikutnya ia berdiri. Ia berjalan menuju kamar meninggalkan para member yang masih tersisa di ruang tengah.

“HUWEEEE~~~~-_-“ Jadi siapa lagi yang akan meneruskan ini?” Suho ikut-ikutan merengek sambil menunjukkan punggungnya yang dihiasi goresan-goresan merah.

Luhan mendekati Baekhyun. “Baekhyun-a, sekarang masuklah ke kamarmu. Besok kita bicarakan lagi. “ ucapnya bijaksana. Ya, setidaknya masih ada orang normal di dorm ini. Tunggu dulu.. jadi, apa kalian yakin Luhan itu normal?

Baekhyun menggeleng cepat. Tampaknya, penggila eyeline itu tidak ingin tidur di kamarnya malam ini. “Hyung jangan menangis lagi, biar aku saja yang meneruskannya.” Baekhyun mendekati Suho yang duduk di karpet. Ia meraih uang logam yang terletak sembarangan lalu mulai menggores punggung Suho dengan uang logam -_-

“A.. a.. a… pelan-pelan Baekhyun. Appo~~”

BRUUUUUUUUUUTTTT

“Aish hyung kau jorok sekali!!” Baekhyun memukul pundak Suho lalu menutup hidung.

Kai dan Luhan saling memandang dengan memasang ekspresi seperti orang yang bersiap-siap muntah. Mereka segera pergi meninggalkan Baekhyun dan Suho.

1 jam kemudian…

BRUUUUUUUUUUUUUUTTTTTT…

“Aish hyung!!” entah untuk keberapa kalinya Suho memosting angin topannya itu hingga ia harus mendapat hadiah berupa hantaman di pundaknya.

“Sudah Baekhyun-a. Terima kasih ya.” Suho memakai kaosnya lalu bangkit.

“Hyung mau kemana?” Baekhyun memasang tampang seperti anak anjing yang kehilangan induknya. Matanya berkaca-kaca sambil menatap Suho dengan posisi duduk sementara Suho berdiri.

“Aku? Tentu saja ke kamar. Kau juga kembalilah ke kamarmu!”

Baekhyun menggeleng-geleng dan matanya semakin berkaca-kaca terutama mengingat sikap penolakan Chanyeol padanya tadi. “Aku tidak berani hyung! Channie…Channie… marah.. padaku..”

Suho memijit pelipis saat mendengar ucapan Baekhyun. Melihat dua orang yang menurutnya ‘gila’ini berkelahi terlalu membosankan. Sudah terlalu sering terjadi. Bahkan mereka bisa berkelahi hanya karena hal-hal sepele seperti Ipad, menentukan rasa es krim, bahkan menentukan suhu pemanas ruangan, astaga, apa mereka benar-benar lahir di tahun 1992?

Suho menarik lengan Baekhyun berdiri. Awalnya, Baekhyun berontak saat Suho menariknya menuju kamar tidur, namun karena tenaganya yang kalah dari sang leader, akhirnya Baekhyun hanya bisa pasrah. “Sudah masuk sana!!” Suho mendorong tubuh Baekhyun yang terlihat lebih tinggi sedikit dibanding dirinya itu masuk. “Chanyeol, kau dengar aku? Jangan macam-macam pada Baekhyun, atau kau akan lihat akibatnya besok, arasseo?” yang dipeeringatkan hanya diam, kukuh dengan posisinya yang membelakangi pintu.

Dan ternyata, Suho tidak menunggu respon apa pun dari Chanyeol. Begitu ia menyelesaikan kata-katanya, Suho segera menutup pintu. Tidak mempedulikan nasib Baekhyun di dalam ‘kandang buaya’ itu. Apakah Baekhyun akan dicabik-cabik, dicakar-cakar, atau bahkan ditelan hidup-hidup sepertinya Suho benar-benar tidak mau tau.

Baekhyun masih diam di ambang pintu. Matanya masih saja berkaca-kaca menatap punggung Chanyeol yang sedang tidur memunggunginya. Sekarang, ia dan Chanyeol harus berbagi kamar dengan Xiumin dan Tao, dan ia yang tidur seranjang dengan Chanyeol.

Baekhyun berjalan pelan bermaksud untuk tidak mengusik Chanyeol. Baekhyun bahkan mengganti pakaiannya sangat hati-hati. Ia berusaha keras agar setiap gerakannya tidak menimbulkan sedikit pun suara. Bahkan, saat meletakkan tubuhnya di kasur pun, Baekhyun begitu pelan. Ia tak ingin membuat tempat tidur berderit, ataupun membuat Chanyeol merasakan pergerakannya di atas ranjang.

Baekhyun meletakkan kepalanya ke bantal lalu segera tidur. Ia memunggungi Chanyeol dan dengan sangat hati-hati, Baekhyun berusaha keras agar tidak bergerak sama sekali.

d>_<b~BaekYeol~d>_<b

                KRIIIIING~~~~~~KRIIIIIIING~~~~

BRUKK

Chanyeol kembali menutup wajahnya dengan selimut sedetik setelah jam beker berhenti berdering karena ditendang oleh kaki panjangnya. Namun sepertinya Chanyeol memang sudah tidak bisa lagi menjalin hubungan silaturahmi yang baik dengan alam mimpinya karena setelah jam beker sudah tidak berdering, suara cempreng Chen lah yang mengganggu keperawanan telinga Chanyeol.

“CHANYEOOOOOOOOOLLLLLLLLLLLLLLLLL!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” Chanyeol yang mendengar namanya dialunkan dengan begitu tidak elit mengernyit menahan bunyi berdengung di telinga. Ia bahkan sudah menutup telinganya, tapi suara Chen masih saja terdengar menggelegar.

Chanyeol menyerah. Ia segera bangkit duduk walaupun dengan dahi berkerut. Ia menguap berkali-kali lalu segera bersiap-siap ke kamar mandi untuk melakukan kegiatan rutin. Ada tiga hal  yaitu, cuci muka, gosok gigi, dan boker tentunya. Menurut teori yang entah milik siapa, boker di pagi hari sehat untuk pencernaan, dan Chanyeol menganut teori itu. 0_0

Selesai dengan kegiatan rutinnya, Chanyeol segera keluar kamar. Kaki panjangnya ia langkahkan menuju dapur. Insting mengikuti bau sedap masakan D.O eomma dan Lay mama. Chanyeol membuang sembarangan bokongnya ke atas kursi. Untung saja tadi D.O tidak jadi meletakkan supnya di sana. Bagaimana kalau D.O benar-benar menaruhnya di sana? Sudah dipastikan Chanyeol akan mendapatkan bekas yang jelek di bokong, dan dia tidak akan memakan sup lagi seumur hidupnya.

“Ya, Park Chan Yeol!! Kenapa kau belum mengganti bajumu?” Suho berteriak sementara D.O menatapnya dengan ekspresi khas 0_0

Chanyeol menunduk melihat penampilannya. Dan benar saja! Kostum yang ia pakai untuk comeback kemarin masih melekat. Chanyeol menghela nafas sebentar lalu beranjak bangkit.

Baekhyun melirik Chanyeol, namun saat Chanyeol ikut meliriknya, Baekhyun segera menyembunyikan wajahnya di balik punggung Luhan. Detik berikutnya Baekhyun kembali melirik Chanyeol yang kini sudah masuk ke dalam kamar. Baekhyun menunduk. Dia meratapi nasibnya yang sedang berselisih paham dengan Chanyeol. Baekhyun sebenarnya tidak ingin, tapi dia sudah terlanjur takut karena sikap Chanyeol padanya kemarin malam.

Saat Chanyeol kembali bergabung di meja makan, Baekhyun terus saja menunduk mencermati setiap inci makanan yang tersaji di atas meja. Hal itu juga berlaku pada Chanyeol. Namja bersuara berat itu diam sepanjang menikmati sarapannya. Mengambil lauk yang ia perlukan, lalu mengunyahnya dalam diam. Tak seperti biasanya. Ya, karena biasanya sarapan di dorm EXO selalu rusuh dan dilanda hujan lokal. Akan terjadi polusi audio, visual, dan kehigenisan makanan dijamin hilang kalau member EXO yang lain tidak menjaga makanan mereka  dengan baik. Karena biasanya Chanyeol dan Baekhyun akan memancing keributan, bercanda sambil mengunyah makanan mereka hingga nasi mereka tak jarang mendarat di mangkuk member lain atau bahkan di wajah mereka. Mereka yang biasanya duduk bersebelahan kini duduk berjauh-jauhan. Sepuluh pulau memisahkan alias mereka duduk dari ujung ke ujung.

Suasana sarapan pagi berubah canggung. Suho yang biasanya akan merepet sepanjang hari karena makanan Baekyeol yang mendarat di mangkuknya tiba-tiba merasa janggal saat tak mendapat serangan fajar itu. Ia memandang Chanyeol dan Baekhyun bergantian kemudian mengehela nafas. Chanyeol makan dengan wajah cuek dan Baekhyun makan dengan ekspresi murung.

“Aku selesai.” Ucap Baekhyun dan Chanyeol bersamaan. Member EXO yang lain terkesiap. Mereka yang tadinya menunduk menikmati makanan mendongak bersamaan melihat Baekhyun dan Chanyeol bergantian. Bahkan saat sedang berkelahi pun, mereka bisa sekompak itu.

Baekhyun melirik Chanyeol lalu segera menunduk saat pandangannya bertemu iris kelam Chanyeol. Chanyeol hanya memandangnya datar lalu bangkit dari meja makan. Chanyeol berjalan kembali ke kamar sementara Baekhyun lebih memilih diam di tempatnya.

Chanyeol menutup pintu pelan. ‘Aishh, kenapa jadi dia yang menghindar? Kan seharusnya aku!!’ Chanyeol mengerucutkan bibirnya lalu kembali melanjutkan langkah ke kamar mandi. Chanyeol memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu.

Skip time>>>>

Entah pertanda apa Chanyeol tidak tau. Saat ia keluar dari kamarnya, ia tak sengaja berpapasan dengan Baekhyun. Mereka bertemu pandang sejenak sebelum Baekhyun akhirnya membalikkan badan sambil menunduk. Nampaknya namja berambut merah itu masih tidak mau bertatapan dengan Chanyeol dalam waktu yang sedikit lebih lama. Niatnya untuk mengambil ponsel di kamar batal. Dia kembali berjalan ke ruang tv bergabung dengan Tao dan Kris.

Chanyeol memandang punggung Baekhyun lekat. Bahkan ia tetap mengikuti siluet itu saat Baekhyun memlih duduk di samping Kris. Chanyeol memandang tidak suka pada Baekhyun dan Kris. ‘Arrrggggghhhh.. kenapa jadi dia yg menghindar sih??????’ usai Chanyeol mengerutu ia segera berjalan ke ruang tv bergabung dengan member EXO yang lain. Ia duduk di samping Luhan.

“Bakkie-ya!!” Luhan melambaikan tangannya ke arah Baekhyun membuat Baekhyun otomatis menoleh. Luhan mengisyaratkan agar Baekhyun mendekat ke tempatnya. Hampir saja Baekhyun bangkit, namun semua batal karena mata kecilnya  terlalu cepat menangkap sosok Chanyeol yang duduk di sebelah Luhan. Namja itu menggeleng kemudian kembali duduk di sebelah Kris.

Chanyeol sadar akan sikap Baekhyun dan ia hanya bisa menggeram karenanya. Kenapa Baekhyun yang menghindarinya? Dalam situasi ini siapa marah pada siapa sebenarnya? Bukankah seharusnya Baekhyun mendekati Chanyeol dan minta maaf karena telah membuatnya kesal? Tapi kenapa semua terlihat seolah-olah Chanyeol yang sudah menyakiti Baekhyun?

Mata bulat Chanyeol beralih menatap Baekhyun yang sekarang sedang heboh tertawa melihat animasi yang sedang ditayangkan di tv mereka. Chanyeol tersenyum miring saat di kepalanya muncul sebuah ide untuk memancing Baekhyun agar berbicara padanya.

Ia merebut remote yang sedang dipegang Kai lalu segera mengganti saluran tv. Otomatis semua mata mengarah pada Chanyeol. ‘ayo Baekhyun suruh aku mengganti acaranya!!’ Chanyeol berdoa dalam hati namun wajah yang ia tampilkan di luar masih saja sok stay cool.

“Hyung kenapa kau mengganti acaranya? Tidak lihat kami sedang menonton? Hyung kalau mau nonton cari tv hyung sendiri!” Chanyeol hanya memandang remeh ke arah Sehun. Ia sama sekali tidak mengharapkan respon apa pun dari si magnae cadel ini.

Beralih dari Sehun, Chanyeol melirik sekilas pada Baekhyun hanya bermaksud melihat responnya. Pandangan mereka memang bertemu sebentar, tapi detik berikutnya Baekhyun segera menunduk. ‘KESAAAAAAAAAALLLLLLLLL!!!!!!!!!!’

Chanyeol melempar remote sembarangan lalu pergi berlalu. Ia masuk ke kamar dan tidak lupa membanting pintu sekuat yang ia bisa.

Semua mata mengarah ke pintu yang baru saja dihempaskan Chanyeol. Dan bisa kita lihat, mata polos Baekhyun kembali berkaca-kaca. Ia menyalahkan dirinya sendiri atas sikap Chanyeol sekarang. Hanya karena dia, semua orang di dorm kena imbasnya. Walaupun sebenarnya Baekhyun tidak tau sama sekali apa salahnya pada Chanyeol. Dan ia tidak mau bertanya apa pun mengenai hal itu karena ia terlanjur ‘takut’ untuk memulai percakapan.

Hampir saja Baekhyun menangis, namun ia kembali dikejutkan oleh Chanyeol yang lagi-lagi membuka pintu kuat dari dalam. Chanyeol memandang Baekhyun. Chanyeol dengan pandangan putus asa bercampur kesalnya sedangkan Baekhyun dengan ekspresi siap menangis.

Baekhyun segera menghapus setitik air mata di pelupuknya saat melihat Chanyeol berdiri di ambang pintu. Baekhyun kembali menunduk dan ini semakin membuat Chanyeol frustasi. Seharusnya Chanyeol bisa sedikit egois dalam keadaan ini karena bagaimana pun Baekhyun lah yang bersalah (setidaknya menurut Chanyeol). Seharusnya Chanyeol tidak mempedulikan Baekhyun lagi setelah apa yang didapatnya dari namja itu beberapa hari ini. Seharusnya ia membiarkan Baekhyun menyadari kesalahannya.

Chanyeol menjatuhkan dirinya hingga ia terduduk di lantai. Ia menutup seluruh permukaan wajahnya dengan tangan lalu kakinya menendang-nendang udara. “HUWEEEEE Hiks hiks… hiks hiks.. kenapa Baekkie jadi cuek begitu pada Channie? Memangnya Channie salah apa pada Baekkie? Hiks hiks..” Chanyeol terisak membuatnya kembali menjadi pusat perhatian, termasuk Baekhyun. Chanyeol merengek seperti seorang anak kecil  yang tidak dibelikan permen oleh ibunya.

Baekhyun terkejut melihat Chanyeol. Tadi namja ini begitu dingin, kenapa sekarang malah merengek seperti anak kecil begitu? Mata bulatnya mengerjap tidak percaya namun detik berikutnya, tangan besar Kris segera menariknya berdiri mengisyaratkan agar Baekhyun mendekati Chanyeol.

Baekhyun masih memandang tidak percaya pada pemandangan yang dilihatnya, namun ia terus mendekati Chanyeol hingga kini ia sudah berjongkok di depan namja tinggi itu. “Channie kenapa?”

Chanyeol makin mengeraskan volume isakannya. “Kenapa Baekkie mengabaikan Channie? Padahal Channie sudah menyiapkan kursi untuk Baekkie, tapi kenapa Baekkie malah duduk di samping Luhan hyung? Kenapa Baekkie mengabaikan Channie terus? Kenapa Baekkie hanya menghabiskan waktu dengan Luhan hyung?” Baekhyun diam mendengar penuturan Chanyeol. Ternyata ini yang membuat namja ini murung beberapa hari ini.

“Padahal kalau kita berkelahi menentukan rasa es krim, Channie selalu mengalah untuk membeli rasa strawberry kesukaan Baekkie, Channie juga mengalah kalau Baekkie mau memasang pemanas di kamar, tapi kenapa Baekkie mengabaikan Channie? Channie salah apa?”

Tangan Baekhyun bergerak melepas tangan Chanyeol dari permukaan wajahnya. Ia menatap polos mata bulat Chanyeol yang sekarang sudah basah. “Maafkan Baekkie. Baekkie tidak tau Channie merasa begitu. Nanti Baekkie lebih sering main sama Channie. Nanti juga kalau kita beli es krim kita beli rasa pisang saja kesukaan Channie. Nanti malam juga di kamar kita tidak usah dipasang pemanas. Bakkie bisa pakai selimut agar tidak kedinginan.”

Kedua mata polos itu bertatapan sebentar namun Chanyeol kembali terisak. “Hiks. Hiks.. tapi, Channie tidak suka warna rambut Baekkie!!”

“ Nanti Baekkie ganti.”

“Channie juga tidak mau Baekkie jauh-jauh dari Channie.”

“Baekkie akan selalu di dekat Channie.”

Chanyeol menghentikan isak tangisnya. Ia menatap Baekhyun lalu segera menghapus sisa-sisa air matanya. “Janji?” Chanyeol menyodorkan kelingkingnya dan langsung disambut semangat oleh Baekhyun.

“Tapi Channie juga janji jangan cuek lagi seperti tadi. Baekkie takut~~” bibir plumnya mengerucut lucu.

Chanyeol segera mengangguk.

“Hiks.. hiks..hiks..” Kris yang sejak tadi menjadi penonton yang budiman segera merebut serbet yang kebetulan bergelantungan bebas di pundak D.O lalu mengusapnya ke wajah. Leader EXO-M itu terharu.

“Kurasa aku akan menjadi Baekyeol shipper sekarang. “ Kai mengeluarkan ingus di hidungnya pada serbet yang dipakai Kris tadi.

“My twin~~~~ kau mau mengganti warna rambutmu? Lalu bagaimana denganku?” Luhan merengek.

“Apa sih hyung. Kau juga harus mengganti warna rambutmu. Warna pelangi sepertiku lebih bagus.” Kali ini Sehun.

“Bagus darimana? Rambut seperti kemoceng itu kau bilang bagus?” mata bulat D.O melotot sinis tidak setuju dengan opini Sehun.

“Kami pergi dulu ya, dah!!” semua mata mengalihkan pandangan pada Baekhyun dan Chanyeol yang kini sudah saling berangkulan dan melenggang meninggalkan dorm.

“Ya!! Kalian jangan lama-lama. Hari ini kita masih punya banyak jadwal!” Suho berteriak dan hanya dijawab oleh lambaian jempol Chanyeol dari ambang pintu masuk dorm.

END

How? Jelekkah? Wajar! -_-

Ini beneran lho, kok aku ngerasa Baekyeol uda gak seeksis kemaren2 ya? Mereka itu kyak lagi berantem. Hadeuh… pusing nih saya sebagai shippernya. Ok, saya tau ini garing tapi tolong kalo uda terlanjur baca dikomen ya!!


[FREELANCE] My Last Request (Chapter 2)

$
0
0

exo-ff2

Title : My Last Request

Author : esyyoung

Main Cast : Huang Zi Tao – Tao Exo-M

Other Cast : Other member Exo-K and Exo-M

Genre : Friendship

Rating : G

Length : Chaptered

Disclaimer : semua cast milik Tuhan YME, milik mereka sendiri dan orang tua mereka. Fict ini asli milik author tanpa plagiat dan semacamnya. Jika menemukan fict yang mirip, itu hanya ketidaksengajaan author.

Note: walaupun chap sebelumnya ga ada yang koment dan bikin aku ga semangat juga, aku tetep punya rasa tanggung jawab buat nglanjutin ini. Sebelumnya, aku mau minta maaf sama admin yang sangat baik hati ini, huhuhu, maaf Min ff ku ini jelek dan mengecewakanL

Sekedar info.. di chapter ini ada Changmin DBSK yang jadi cameonya *just little* ga masalah kan? Dan alur masih lambat selambat siput di depan rumah aku (lho?)

~*~

Author’s POV

Setelah pulang dari rumah sakit, Tao langsung mengurung diri di kamar.

Tao terduduk di tempat tidurnya dengan pandangan yang kosong. Ia benar-benar takut dengan penyakit yang ada pada tubuhnya yang ia pikir adalah penyakit leukemia.

“mungkin saja besok aku akan mati” gumamnya. “jika seandainya besok aku mati, aku tidak memiliki waktu banyak untuk bersama yang lainnya” kembali gumamnya –yang Tao maksud ‘yang lainnya’ adalah member Exo-

“setidaknya aku harus memanfaatkan hari ini untuk selalu bersama mereka” lagi-lagi ia bergumam.

“benar!! Aku harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin” katanya setengah berteriak, ia pun langsung keluar dari kamarnya untuk mencari member Exo.

Orang pertama yang Tao temui adalah Luhan dan Sehun. “kalian berdua mau kemana?”Tanya Tao yang melihat Luhan dan Sehun sudah berpakaian rapih.

“kami mau keluar untuk membeli bubble tea dan berjalan-jalan sebentar” jawab Luhan. “bolehkah aku ikut. Aku ingin sekali bersama kalian”pinta Tao.

Luhan menatap Sehun dan bertanya “Tao ingin ikut bersama kita. Boleh tidak?”

“tidak” jawab Sehun dengan cepat. “kenapa?”Tanya Tao.

“ini acara ku bersama Luhan-gege. Kau tidak boleh mengganggu kami” ujar Sehun. Tao hanya diam mendengarnya karena ia kurang mengerti dengan perkataan Sehun.

“Sehun bilang hanya ingin berdua dengan ku. Maafkan aku” kata Luhan menyesal. Tao hanya menangguk lemas.

“gege, ayo cepat” ajak Sehun sambil menarik Luhan. Mereka berdua pun pergi meninggalkan Tao.

Tao beranjak pergi ke dapur, siapa lagi yang akan ia temui? Tentu saja Kyungsoo. Ia melihat Kyungsoo yang sedang mengepel lantai dapur. ‘cocok sekali jadi ibu rumah tangga’ batin Tao.

“Kyungsoo-hyung..”panggil Tao. “eh, ada apa?”Tanya Kyungsoo.

“apa aku bisa, emm, membantu mu?” Tanya Tao. “tentu saja. Tolong cuci piringnya” kata Kyungsoo menunjuk piring-piring kotor di washtafle. Tao mengangguk dan tersenyum lalu berjalan menuju washtafle untuk menuci piring.

“tidak biasanya sekali dia ingin membantuku” gumam Kyungsoo.

Tao terus tersenyum selama mencuci piring, dalam hatinya ia berkata ‘beramal sebelum mati lebih baik, bukan?’

“YA!! Kim Jong In, apa yang kau lakukan!?” teriak Kyungsoo. Itu membuat Jong In yang sedang mengambil minum di dapur kaget. “memangnya apa yang aku lakukan?” Tanya Jong In heran.

“lihat lah, kau menginjak lantai yang baru aku pel” ujar Kyungsoo. “apa? Benarkah?” Tanya Jong in sambil melihat lantai. “ah, maaf. Aku tidak melihat” kata Jong In sambil nyengir tanpa dosa.

“tidak melihat bagaimana? Jelas-jelas aku sedang mengepel. Apa kau tidak melihat ku?” Tanya Kyungsoo dengan emosi. “kau ini, aku sudah minta maaf. Kenapa kau marah-marah begitu?!” ujar Jong in yang tersulut emosinya.

“hey, sopan sedikit pada hyung mu”ujar Kyungsoo. “bagaimana aku bisa sopan jika kau terus marah-marah?!” kata Jong In yang semakin membuat Kyungsoo emosi.

Tao yang sudah menyelesaikan cucian piringnya hanya menatap heran pada dua namja yang sedang beradu mulut. “kalian kenapa?” Tanya Tao heran.

“DIAM KAU” bentak Kyungsoo dan Jong In serempak. Tao sangat kaget dibentak begitu, ia memilih pergi meninggalkan mereka berdua yang masih asik beradu mulut.

‘ada apa dengan mereka? Bisa-bisanya mereka membentakku’ batin Tao.

Tao pun pergi menuju ruang tengah, sepertinya ruang tengah ini menjadi favorit duo BaekYeol. Tao kembali menemukan duo BaekYeol yang sedang duduk di sofa, tentunya sekarang bukan tidur. BaekYeol benar-benar menonton TV.

“bolehkah aku bergabung?”Tanya Tao. “kenapa harus bertanya? Tentu saja boleh” jawab Chanyeol. Tao tersenyum dan duduk di samping Baekhyun.

Saat ini, duo BaekYeol sedang menonton acara music yang kebetulan di hadiri oleh SNSD dan Super Junior. Tentu saja terjadi keributan diantara mereka, yang satu Sone dan satunya lagi ELF. Dan dari awalnya juga mereka memang biang keributan, sudah dipastikan terjadi suasana gaduh di ruang tengah.

Dan Tao? Dia di kacangin abis-abisan oleh Duo BaekYeol. ‘Oh God..kenapa ini terjadi padaku?’ tanyanya dalam hati.

“hey.. Xiumin-gege, Yixing-gege, dan Chen-gege. Dimana mereka?” Tanya Tao pada Duo BaekYeol. “tidak tahu” jawab Baekhyun singkat.

“aargh” geram Tao. Ia pun beranjak dari duduknya dan kebetulan Kyungsoo dan Jong In sedang lewat, ternyata mereka sudah damai.

“hey, Xiumin-gege, Yixing-gege, dan Chen-gege. Dimana mereka?” Tao menanyakan hal yang sama pada Kyungsoo.

“aku minta mereka bertiga untuk pergi berbelanja bahan makanan yang hampir habis”jawab Kyungsoo. “apa?”kembali Tanya Tao. “belanja” jelas Kyungsoo. “ya sudah, kami berdua mau keluar sebentar, ya?” pamit Jong In sambil menarik Kyungsoo.

Tao semakin geram dengan semua member Exo ‘sebentar lagi aku akan mati, tapi mereka mengacuhkan ku begini’ batin Tao, rasanya ia ingin menangis saat itu juga.

Tiba-tiba Suho datang menghampiri mereka, Suho merasa heran dengan raut wajah Tao. “Tao..kau kenapa?”Tanya Suho.

“tidak” Karena terlalu kesal Tao hanya menjawab singkat lalu pergi meninggalkan ruangan itu. *NO, Suho padahal lagi nganggur, kenapa ditinggal. Poor Tao..

Tentu saja itu membuat Suho heran. “hey, kalian apakan anak itu?” Tanya Suho pada duo BaekYeol yang masih gaduh. “tidak hyung”jawab Chanyeol.

“ooh, ya sudah. Hey, kemarikan remote TVnya. Cari acara yang lebih menarik” kata Suho sambil mencoba merebut remote TV dari tangan Baekhyun.

“jangan Hyung, acara ini sudah menarik” cegah Chanyeol. “menarik apanya? Acara ini hanya membuat kalian berteriak tidak jelas dan membuat seisi dorm gaduh”ujar Suho yang sudah berhasil merebut remote TV.

Suho pun mulai mencari acara TV yang menurutnya menarik, dan tentu saja tidak menarik bagi BaekYoel.

*kita cari sang tokoh utama, kemanakah mata panda pergi?

~*~

Karena kesal dengan semua orang yang ada di dorm, Tao pun melarikan diri (?) ke tempat dimana ‘Kris-gege’nya berada.

Saat ini ia sedang berjalan di lorong gedung SM. Karena matanya sibuk mencari Kris,  Tao jadi tidak focus untuk melihat ke depan dan…

Bruukk..

“aww..” pekik Tao setelah bertabrakan dengan seorang namja jangkung. “eh, Changmin Dong Bang Shin Ki?” kata Tao saat menyadari siapa orang yang ia tabrak. “maafkan aku” ucap Tao sambil membungkukan tubuhnya.

“ne, tidak apa-apa” ujar Changmin. “kau member Exo dari China, bukan?”Tanya Changmin. Tao mengangguk dan tersenyum ramah. Changmin juga ikut mengangguk dan berkata “senang bertemu dengan mu”

Changmin pun berlalu meninggalkan Tao, sesaat kemudian Tao memanggilnya kembali.. “hyung..”

“ne?” Tanya Changmin. “emm, apa kau melihat Kris-gege. Maksud ku Wu Fan, emm, leader Exo?” Tanya Tao.

“tadi aku melihatnya di depan ruangan manager. Coba cari saja” jawab Changmin sambil tersenyum. “Ohh, terima kasih”kata Tao. Changmin mengangguk dan kembali berlalu.

Baru saja Tao berbalik, Kris sudah ada tak jauh dari hadapannya. “gege..”teriak Tao sambil menghampiri Kris.

“kau kemari rupanya? Ada apa?” Tanya Kris. “aku hanya bosan berada di dorm, mereka semua mengacuhkanku” cerita Tao dengan raut wajah sedihnya.

“benarkah?”kembali Tanya Kris. Tao mengangguk mengiyakan. “ya sudah, sekarang kau sudah bersama ku. Aku tidak akan mengacuhkanmu” ujar Kris sambil tersenyum, melihat senyum Kris, Tao jadi ikut tersenyum.

Mereka berjalan berdampingan sepanjang lorong. “wajah mu masih terlihat pucat. Apa kau sudah ke rumah sakit?”Tanya Kris. Mata Tao membulat sempurna mendengar pertanyaan Kris.

‘aku harus jawab apa? Apa aku harus bilang aku sakit leukemia?’ Tanya Tao dalam hatinya.

“kenapa diam?”Tanya Kris heran. “a..aku.. aku sudah ke rumah sakit” jawab Tao. “lalu?”kembali Tanya Kris. “lalu.. emm, kata dokter aku baik-baik saja”jawab Tao bohong.

“benarkah?”lagi-lagi Kris bertanya. Tao hanya mengangguk untuk menjawabnya.

 “hmm.. o iya, sore ini kita sudah harus kembali ke China. Besok ada Show yang harus kita datangi” kata Kris. “Apa? Kita baru datang ke Korea kemarin malam, kenapa sore ini sudah harus kembali?”Tanya Tao kaget.

“ini tuntutan pekerjaan”ujar Kris santai. “tapi aku masih ingin lebih lama bersama member Exo-K. walaupun tadi mereka mengacuhkan ku, tetap saja aku ingin bersama mereka” kata Tao sedih.

“kan masih ada lain waktu”ujar Kris menenangkan.

‘bagi mu masih ada lain waktu, tapi bagaimana dengan ku yang sebentar lagi akan mati? Apakah masih ada kata lain waktu?’batin Tao. Air matanya hampir saja menetes jika ia tidak langsung menghampusnya.

“ada apa?”Tanya Kris heran, Tao hanya menggeleng sebagai jawaban.

“gege.. jika aku mati, apa gege akan bersedih?”Tanya Tao tiba-tiba, ia bahkan tidak mengetahui kenapa ia harus bertanya seperti itu.

“apa yang kau bicarakan?”Tanya kris heran “jawab saja pertanyaan ku”pinta Tao. Kris terlihat berpikir lalu ia berkata “kau adalah maknae yang harus aku lindungi, jika terjadi sesuatu pada mu aku pasti sangat bersedih. Apalagi jika kau pergi untuk selamanya, aku sama sekali tidak bisa membayangkan itu terjadi”

Tao hanya menundukan kepalanya mendengarkan jawaban Kris, sebenarnya air matanya juga sudah tak tertahankan. Bukan cengeng, tapi Tao memiliki perasaan yang lembut, tersentuh sedikit saja air matanya bisa dengan mudah mengalir.

“sebenarnya apa yang ada dipikiran mu sehingga kau bertanya begitu?”Tanya Kris, ia merasa heran dengan tingkah Tao. “tidak ada” jawab Tao berusaha agar suaranya tidak bergetar.

Sesaat kemudia Tao sudah mengangkat kepalanya, ia sudah bisa mengendalikan air matanya.

Tiba-tiba terdengar suara aneh diantara mereka, seperti suara perut nagih makan.

“suara apa itu?”Tanya Kris. “itu, pasti suara perut ku” jawab Tao menahan malu. “perutmu?” Kris semakin heran.

“sejak tadi pagi aku belum sarapan”kata Tao yang masih menahan malu akibat perutnya itu. “apa? Bagaimana mungkin? Aissh, kau bisa sakit” ujar Kris penuh khawatir.

“memangnya Kris-gege juga sudah sarapan? setahu aku gege pergi sebelum sarapan, kan?” Tanya Tao. “aku memang belum sarapan. ya? kenapa jadi kau yang bertanya pada ku?” Tanya Kris.

“kris-gege juga bisa sakit karena belum sarapan” ujar Tao tanpa memperdulikan pertanyaan Kris yang dilontarkan padanya.

“tadi aku sudah makan roti, jadi tidak apa-apa. Ya sudah, sebelum pulang ke dorm, kita mampir ke kafe dulu untuk sarapan. hmm, lebih tepatnya makan siang” ujar Kris yang disambut anggukan oleh Tao.

~*~

Esok Harinya..

“Tao..bangunlah, sudah jam 7.00. kita akan terlambat”ujar Kris yang tengah membangunkan Tao. Saat ini mereka sudah kembali ke China untuk memenuhi kontrak mereka.

“engghh, gege…”Tao menggeliat di balik selimutnya, tubuhnya sudah dibasahi oleh keringat dingin, wajahnya pun sudah sangat pucat.

Kris baru menyadari dengan apa yang terjadi pada Tao “astaga? Ada apa dengan mu?” Tanya Kris panik. “gege…”Tao hanya mengumam tidak jelas.

“ada apa dengan kalian? kenapa lama sekali?” Tanya Lay yang datang dari arah pintu. “ada apa?”Tanya Lay heran yang melihat raut wajah Kris.

“aku tidak tahu, Tao.. dia..” kata Kris terputus karena ia tidak tahu harus berkata apa. Lay yang masih heran mendekati Kris dan Tao dan melihat apa yang terjadi pada Tao.

Lay menyentuh kening Tao, matanya membulat merasakan suhu tubuh Tao yang tinggi. “astaga.. bagaimana ini?!”teriak Lay lebih panik.

Mendengar teriakan Lay, 3 member lainnya pun mendatangi kamar Tao dan melihat apa yang terjadi. “ada apa? Kenapa berteriak?”Tanya Chen. “Tao sakit..” kata Lay singkat. Dengan dua kata itulah 3 member itu menjadi ikutan panik.

“engghhn. Gege..” perlahan Tao membuka matanya, ia melihat member Exo-M sudah berdiri tak jauh dari tempat tidurnya, dan Kris ada di sampingnya.

“gege…”panggil Tao pada Kris. “kita ke rumah sakit sekarang, ya?” ajak Kris, Tao menggeleng tanda menolak ajakan Kris.

“gege.. aku sakit..” ujar Tao dengan air mata yang sudah siap mengalir. Rasa sakit sudah menyerang sekujur tubuhnya, Tao hanya bisa menahan rasa sakit itu.

“kau memang sakit, jadi kita ke rumah sakit, ya?” ajak Luhan.

“tidak.. aku.. sakit..aku.. mengidap kanker..leukemia” jawab Tao dengan susah payah. Semua mata membelalak lebar, mereka tidak percaya akan hal itu.

“sebentar lagi aku akan mati…”ujar Tao dengan air mata yang sudah lolos dari pelupuk matanya.

“tidak.. apa yang kau bicarakan? Tidak mungkin..sekarang kita ke rumah sakit” kata Kris yang sekarang semakin khawatir.

“tidak, gege.. aku tidak membutuhkan rumah sakit, aku hanya membutuhkan mereka, Exo-k” ujar Tao. “apa maksud mu? Mereka tidak ada disini” ujar Xiumin heran.

“aku tahu.. mungkin ini permintaan terakhir ku, aku hanya minta mereka untuk ada di sampingku. Aku ingin mereka menemaniku di akhir hidupku”pinta Tao.

Semua mata saling menatap, akhirnya Kris ambil keputusan.. “baiklah, mereka akan kesini. Tapi kau mau ke rumah sakit, ya?” Tanya Kris, Tao berusaha untuk tersenyum dan mengangguk.

“cepat.. hubungi mereka!” perintah Kris, entah perintah pada siapa yang jelas siapa saja yang ada disana.

Kebetulan Chen sedang memegang ponselnya, ia pun langsung menelepon Suho.

“halo..” ucap Chen saat ponselnya sudah tersambung

‘halo.. ada apa?’ Tanya orang disebrang sana yang tak lain adalah Suho.

“kalian harus segera kemari, ke China” ujar Chen.

‘Mwo? Bagaimana mungkin. Jadwal kami sangat padat, kami tidak bisa’ tolak Suho.

“tapi ini penting, ini menyangkut Tao” kata Chen sambil melirik kearah wajah Tao yang benar-benar sudah memucat.

‘ada apa dengannya?’ Tanya Suho.

“telepon manager, kita harus membawa Tao ke rumah sakit” kembali perintah Kris. Dengan sigap Xiumin mengambil ponselnya lalu menghubungi manager.

‘ada apa disana? Kenapa berisik sekali?’tanya Suho.

“sudah lah jangan banyak tanya. Sekarang aku minta kalian segera kemari” pinta Chen dengan tidak sabar.

‘apa sepenting itu? Alasan apa yang harus kami berikan untuk membatalkan jadwal-jadwal kami?” Tanya Suho yang nada bicaranya terdengar semakin heran.

“dengar.. Tao, dia sakit. Dia bilang, sakit kanker, leukemia. Dan sekarang dia meminta kalian untuk menemaninya. Dia ingin kalian ada disini” jelas Chen.

‘apa? Baiklah, aku akan memberitahu yang lain. Aku akan mencoba membujuk manager untuk pergi menemui kalian’ kata Suho yang nada bicaranya sudah berubah menjadi panik.

“iya, sekarang kami akan membawanya ke rumah sakit. Nanti aku akan memberitahukan alamat rumah sakitnya”ujar Chen lalu menutup sambungan teleponnya.

“manager sudah menunggu di bawah, dia akan mengantar kita ke rumah sakit. Ayo..”kata Xiumin pada yang lainnya.

Kris membantu Tao untuk bangun, badan Tao sangat lemas dan Tao kesulitan untuk bangun. Xiumin pun membantu Kris, mereka berdua memapah Tao dengan hati-hati.

“sepertinya Tao sudah tidak kuat untuk berjalan, lebih baik aku menggendongnya” ujar Kris pada Xiumin, Xiumin mengangguk dan menahan tubuh Tao karena Kris sudah melepaskannya untuk berjongkok di hadapan Tao.

Tao pun berpindah ke punggung Kris. “terima kasih” gumam Tao sangat lemah. Walaupun dengan suara lemah Kris masih bisa mendengarnya, tanpa ia sadari air matanya mengalir begitu saja ‘aku tidak ingin kau pergi’ batin Kris.

Saat ini mereka sudah berada di dekat mobil van mereka, Luhan membukakan pintu untuk Kris dan Kris mendudukan Tao dengan hati-hati.

Tao duduk di tengah diantara Luhan dan Kris, dan di barisan belakang ada Lay, Xiumin dan Chen. Manager mereka yang duduk di samping kemudi menoleh untuk melihat keadaan Tao.

“dia sangat pucat” gumam manager. “tetap jaga kesadarannya, jangan sampai dia hilang kesadaran” perintah Sang manager yang di sambut anggukan oleh yang lainnya. Mobil pun melaju sangat kencang.

“kau masih bisa mendengar ku?”Tanya Luhan, dengan susah payah Tao mengangguk untuk menjawabnya.

Tao memang masih sadar, tapi matanya terlihat sayu dan lemah. Saat ini ia sangat lemah.

“ge..ge..”panggil Tao entah pada siapa. “ada apa?” Tanya Kris.

“sakit.. aku lelah..”ujar Tao dengan lemah. “tidak, bertahanlah..”pinta Kris, Kris terus menggenggam tangan Tao dengan erat.

“tidak bisa.. aku lelah.. aku ingin istirahat.. aku ingin tidur…”ujar Tao dengan suara yang semakin lemah. Tao menjatuhkan kepalanya pada bahu Kris. Matanya tertutup, wajahnya yang pucat terlihat begitu damai.

“hey.. Tao..”panggil Kris yang semakin panik. Semua mata tertuju pada Tao, mata yang mengisyaratkan ketakutan dan kekhawatiran.

“Tao.. Huang ZiTao…”kembali panggil Kris, tidak ada jawaban..

“tidak.. cepatkan mobilnya…”

To be continued…

~*~


Take a Drink Together (Chapter 3)

$
0
0

take-a-drink-together

 

Take a Drink Together

presented by pearlshafirablue

staring by Do Kyungsoo [EXO-K] – Kim Taeyeon [GG]

| Romance, Action, slight!Mystery | Teen | Chaptered [3 of ?] |

All of the characters are God’s and themselves’. They didn’t gave me any permission to use their name in my story. Once fiction, it’ll be forever fiction. I don’t make money for this.

Previous Chapter
Prolog . 1 . 2

A/N
Age manipulation!

-o0o-

            Tuk… tuk…

Jari lentik gadis itu terus mengetuk meja kayu ulin yang berdiri indah di sampingnya. Matanya menatap tajam sosok manusia lain di hadapannya. Bibirnya masih terkatup rapat. Mendengarkan setiap abjad yang keluar dari mulut sosok itu. Ia mendengarkannya sambil sesekali mengelus surai merah yang menjuntai indah di pundak lebarnya.

And once again, I ask you. Why did you dare to do this?”

Ruangan remang yang hanya diterangi seberkas sinar matahari senja itu kembali sunyi. Hanya terdengar alunan lagu opera dari ruang sebelah. Sosok yang bersangkutan itu hanya bisa diam. Tidak berniat membuka mulutnya sama sekali.

Don’t you understand?! We never had a joke here!” Lengkingan seorang gadis ternyata berhasil membuat ruangan itu kini menjadi berisik. Pantulan suara gadis itu terdengar sangat menusuk telinga. Tetapi sosok itu tetap diam.

Unnie?” Tiba-tiba terdengar suara lain di ruangan itu. Gadis bersurai merah dan sosok bisu tadi menoleh ke arahnya. Seorang gadis lain berdiri di ambang pintu. “Sudah waktunya makan malam.”

Yang bersangkutan, hanya diam di tempat. Ia menatap sebentar ke arah sosok lemah di sampingnya, dan kemudian menjawab, “okay. I’ll go later.”

Gadis berambut blonde yang tadi berdiri di depan pintu hanya mengangguk kecil dan mulai berjalan meninggalkan ruangan tersebut. Tapi mendadak tubuhnya berhenti saat sebuah suara memanggilnya.

Hey! You! Miss blonde!” Ternyata suara gadis rambut merah tadi. “Jangan berikan anak ini makan. He made me sick.”

Gadis blonde dengan iris madu itu membulatkan kedua matanya terkejut. “Bu-but, unnie... He can—

Do not deny my command! Lakukan apa yang kuperintahkan!” Bentak gadis itu berkobar-kobar. Ia menyingkap rambut merahnya yang menutupi sebagian penglihatannya. Ia memicingkan matanya ke arah sosok yang disebut-sebut tadi. Tatapan iris hazel itu terasa sangat tajam dan menusuk.

“Ba-baiklah.” Gadis blonde akhirnya menyerah. Ia menutup pintu ruangan dan segera pergi dari ruangan tersebut.

Surai merah kembali mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja ulin. Ia memandang ke arah sosok bisu yang daritadi hanya menunduk ke bawah. Gadis keturunan Amerika-Korea ini mendekatkan wajahnya pada sosok tersebut.

You’re just lucky today.”

-o0o-

            Taeyeon menutup matanya perlahan.

Sejurus kemudian tubuhnya berguling ke samping. Gulingnya ia peluk dengan erat.

Disusul dengan erangan kecil yang keluar dari mulutnya, akhirnya gadis bersurai coklat itu terbangun.

Ia mengerjap-ngerjapkan matanya sesaat. Ia mengarahkan tatapannya ke arah sebuah jam weker kecil di atas meja nakas. Pukul 23.00 KST. Dan ia belum juga menutup matanya.

Taeyeon menghela nafas berat. Pikirannya berkecamuk. Banyak kejadian aneh yang akhir-akhir ini tidak bisa ia telaah. Ia beranjak dari tempat tidurnya, berjalan keluar kamar tanpa suara.

Hanya dengan bekal ponsel dan uang secukupnya, Taeyeon berjalan keluar rumah. Inilah kebiasaannya setiap terserang insomnia. Berjalan-jalan di sekitar kompleks atau mampir ke warung ramyeon kecil milik Jessica Jung—tetangganya sejak lama yang kini sudah menikah muda dan menjadi ibu rumah tangga—yang buka 24 jam. Ia memutuskan untuk ke sana.

Banyak hal yang tidak bisa ia tafsirkan saat ini. Entah kenapa sosok Do Kyungsoo sering sekali memenuhi kepalanya. Ia masih berpikir bahwa Kyungsoo tahu sesuatu tentang kecelakaan Joonmyun.

Atau mungkinkah ia penyebabnya?

Taeyeon mengusir pikiran negatif tadi jauh-jauh dari benaknya. Tidak mungkin. Kendati Kyungsoo misterius, ia yakin tidak ada motif yang bagus bagi Kyungsoo untuk membuat Joonmyun kecelakaan. Joonmyun tidak pernah cari masalah dengannya. Begitupula sebaliknya.

Akhirnya Taeyeon sampai di kedai ramyeon Jessica. Ia masuk perlahan, “Jessica unnie! Aku datang lagi!”

Tidak ada jawaban. Semilir angin malam menerbangkan tirai-tirai kedai tersebut. Menambah kesan mencekam.

Tapi Taeyeon tidak peduli. Ia sudah sering keluar semalam ini. Ia masuk ke dalam dapur.

Unn—”

Perkataan Taeyeon terhenti.

“Kim Taeyeon?!” Seorang pria dengan kaos hitam dan celana jeans menyerngitkan dahinya tatkala menyadari kehadiran Taeyeon. Gadis di sebelahnya memandang Taeyeon dan pria itu bergantian.

“Do Kyungsoo?” Ya, Do Kyungsoo. Lagi.

“Wow, kalian saling kenal?” Mendadak suara seorang wanita melelehkan suasana. Itu Jessica Jung. Lengkap dengan night dress-nya, ia mendekati Taeyeon yang masih termangu di depan pintu.

Unnie, dia siapa?” Tanya Taeyeon seraya menoleh ke arah ibu rumah tangga itu. Tangannya menuding ke arah Kyungsoo yang berdiri 5 meter darinya.

“Aku Do Kyungsoo, siapa lagi?” Yang dibicarakan memotong.

“A-aku tahu, maksudku sedang apa kau disini?” Taeyeon menautkan kedua alisnya. Telunjuknya masih tegak lurus ke arah Kyungsoo.

Akhirnya Jessica menjelaskan, “ya, ini Do Kyungsoo. Dia hoobae-nya Kris saat sekolah menengah. Aku dan Kris cukup akrab dengannya.”

“Lantas? Apa yang dia lakukan disini?” Taeyeon butuh penjelasan lebih.

Di saat yang sama, Kyungsoo tampak tidak peduli dengan Taeyeon maupun Jessica. Ia kembali memunggungi mereka—melanjutkan makannya. Pertanyaan Taeyeon membuatnya sedikit pusing. Ia tidak ingin mendengar jawaban dari noona-nya.

Jessica yang menyadari hal itu akhirnya menuntun Taeyeon ke dalam rumahnya. Mereka berdua duduk berhadapan di sofa ruang tamu. Taeyeon kembali menatap Jessica—meminta penjelasan.

“Dengar, ini mungkin sedikit rumit.” Jessica memulai, “ibu dan ayah dari Kyungsoo sudah meninggal…”

“A-apa?!” Jantung Taeyeon serasa dituntut untuk bekerja lebih keras.

“Ya. Kini, ia diadopsi oleh 2 orang wanita kaya—yang katanya—adalah rekan kerja orangtuanya. Entahlah, aku sendiri tidak mengerti kenapa ia mau. Padahal aku dan Kris sama sekali tidak keberatan menerima dia disini. Tetapi dia bilang kedua noona-nya itu dipesankan oleh orangtuanya untuk mengasuhnya…”

“—dan yang mengherankan, terkadang Kyungsoo datang kesini dengan keadaan yang sangat-sangat parah, perutnya kosong dan pinggiran matanya menghitam, atau kadang dengan pelipis yang lebam, bibir robek dan berdarah…”

“A-apa kedua noona-nya yang membuatnya seperti itu?” Taeyeon memotong.

Jessica mengedikkan bahunya ragu, “jujur, aku sendiri tidak tahu, Taeyeon. Ia tidak pernah bercerita apa-apa. Aku dan Kris sangat prihatin dengan keadaannya. Dan baru tadi Kyungsoo datang kesini dengan perut kelaparan. Ia bilang ia belum makan sejak tadi sore. Dan tentu saja, tanpa membayar sepersenpun aku memberinya ramyeon buatanku yang tidak seberapa.”

Taeyeon menatap asbak putih di atas meja tamu dengan pikiran kosong. Ia tidak pernah menyangka seburuk ini keadaan Kyungsoo. Kehilangan orangtua diusia dini, disiksa oleh orangtua tiri… sungguh ia tidak habis pikir. Ia harus bisa menjadi teman yang baik untuk Kyungsoo. Ya, ia harus.

Tunggu sebentar. Noona?

Apa itu mungkin wanita bule yang ditemuinya sore tadi?

“Dan, omong-omong, apa yang kau lakukan disini?” Jessica membuyarkan lamunannya.

“Tidak ada. Hanya ingin makan ramyeon enak buatan unnie. Aku tidak bisa tidur lagi.” Jawab Taeyeon sekenanya. Tatapannya kini beralih ke arah Jessica. “Apa unnie pernah bertemu dengan noona-nya Kyungsoo?”

Jessica memicingkan matanya—berusaha mengingat. “Kurasa pernah, sekali. Tapi hanya salah satu noona-nya. Ia menjemput Kyungsoo saat luka di betisnya kuobati. Gadis itu kelihatan seperti orang asing—bukan orang Korea. Rambutnya ikal panjang sebahu, blonde. Tetapi tidak sesuai dengan bayanganku, wanita itu ramah sekali. Ia masuk dengan salam, membungkuk, tidak seperti orang luar biasanya. Dan Kyungsoo juga terlihat tidak tegang. Ia menyapa noona-nya itu dengan senyum, tanpa kelihatan cemas atau takut. Entahlah, aku sendiri tidak mengerti.”

Taeyeon kembali larut dalam pikirannya. Tiba-tiba kejadian sore tadi terputar kembali. Ia buru-buru menoleh ke arah Jessica. “Eum, unnie? Apa orangtua Kyungsoo itu seorang polisi?”

Jessica menyerngit, “bukan. Seingatku orangtua Kyungsoo adalah ilmuwan. Keduanya sama-sama memiliki masa jayanya. Mereka bekerja untuk sebuah organisasi asing yang meracik obat-obatan. Hanya itu yang bisa kuingat.”

“Terus? Bagaimana Kyungsoo bisa memiliki pistol?” Taeyeon refleks berkata. Sepersekian detik kemudian ia baru sadar apa yang diucapkannya.

“Pistol? Kyungsoo memiliki pistol?” Jessica menautkan kedua alisnya—heran.

Taeyeon buru-buru mengelak, “ah, bukan apa-apa. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.”

Tiba-tiba pintu ruang tamu dibuka. Pandangan kedua gadis itu langsung mengarah kesana, “noona, aku sudah selesai. Terimakasih atas ramyeon dan segalanya.”

“Kau akan pulang, Kyungsoo?” Jessica dan Taeyeon berdiri. Mereka berdua menatap Kyungsoo. “Kau pulang naik apa?”

“Ah,” Kyungsoo mendesah. “Aku kesini berjalan kaki. Noona-ku tidak tahu aku pergi. Jadi tidak mungkin aku membawa kendaraan.”

Jessica membulatkan matanya, “jalan kaki? Jarak darisini ke rumahmu 2 kilometer, Kyungsoo! Apa kau gila? Ini sudah terlalu malam. Lebih baik kau menginap saja.”

“Tidak, noona. Terimakasih. Noona-ku di rumah akan marah sekali. Apalagi aku pergi tanpa izin.” Wajah Kyungsoo yang biasanya tanpa ekspresi itu kini terlihat sedikit cemas. Jessica dan Taeyeon menyadari hal itu. Mereka bertemu pandang. Mereka berdua tahu apa akibatnya jika noona Kyungsoo marah.

“O-oke. Lebih baik aku bangunkan Kris dan menyuruhnya untuk mengantarmu—”

“Tidak perlu, noona. Sungguh, aku bisa sendiri. Aku tidak ingin mengganggu tidur hyung. Kalian berdua sudah banyak membantuku.” Ucap Kyungsoo. Ia perlahan mundur, “kalau begitu, aku pulang dulu.”

“Tunggu!” Sekonyong-konyong Taeyeon berseru. Ia beringsut perlahan ke arah Kyungsoo.

“Ada apa?”

“Aku tidak pernah membantumu. Kebetulan rumahku hanya beberapa blok dari sini. Aku bisa mengendarai motor. Apa kau tidak keberatan jika kuantar?” Taeyeon menyadari bahwa tawarannya membuat situasi menjadi kaku, “ah, aku tidak bermaksud apa-apa. Hanya saja… untuk mengantisipasi, agar kau tidak dimarahi noona-mu?”

Keadaan hening sejenak. Jessica melotot ke arah Taeyeon. Ia tidak menyangka Taeyeon akan menawari Kyungsoo tumpangan. Padahal jika pergi ke sekolah, Taeyeon sering menumpangi Kris—yang juga akan berangkat kerja.

Kyungsoo diam untuk beberapa saat. Taeyeon menunggu responnya.

Dan akhirnya, sebuah anggukan kecil dari Kyungsoo, menjawab semua pertanyaan.

.to be continued.

 P.S
Waaah akhrinya sudah sampe sini! Maaf ya, sebenernya aku udah lama banget selesai nulis chapter ini cuma lupa publish-_- chap4 lebih cepet deh rilisnya! Okedeeeh thanks ya! DON’T FORGET TO DROP YOUR COMMENT!


Viewing all 317 articles
Browse latest View live