Quantcast
Channel: EXOMKFANFICTION
Viewing all 317 articles
Browse latest View live

Serendipity (Chapter 1)

$
0
0

serendipity

Serendipity

 

by

ellenmchle

Main Cast : EXO-M’s Kris Wu & SNSD’s Tiffany Hwang || Support Cast : SNSD’s Jessica Jung & 2PM’s Nichkhun Buck Horvejkul || Genre : Romance & Life || Rating : PG-15 || Length : Chaptered || Disclaimer : Inspired by “Serendipity” Movie (2001) - Marc Klein

Credit Poster : pearlshafirablue

“Two people who are meant to be together will have occurences happening around them, if they look out for those signs they will be together in the end.”

“You don’t have to understand. You just have to have faith.” – Tiffany
“Faith in what ?” – Kris
“Destiny..” – Tiffany

 ❤

 

New York, USA – September, 18th 2008

Bloomingdale’s, salah satu department store ternama di kota New York, USA yang berlokasi di 59th Street and Lexington Avenue selalu ramai akan pengunjung setiap harinya. Terlihat dua orang pegawai Bloomingdale’s sedang bertugas menyeleksi stock pakaian, syal, sarung tangan, tas dan dompet yang akan di sale akhir bulan. Satu persatu item itu diseleksi dengan teliti sampai seorang di antara mereka menemukan sepasang sarung tangan berwarna hitam. Pegawai berambut cokelat kemerahan itu memeriksa sepasang sarung tangan yang didapatkannya dari tumpukan pakaian itu beberapa kali dan kemudian memindahkan sarung tangan tersebut ke dalam sebuah keranjang berwarna putih yang menandakan sarung tangan itu belum layak untuk di sale atau dengan kata lain dianggap masih mempunyai nilai jual yang tinggi.

Tidak ada yang meyangka bukan sepasang sarung tangan berwarna hitam yang hampir di sale itu dapat mengukir banyak cerita di dalamnya ?

 

 

New York, USA – December, 24th 2010

 

Salju turun menghiasi indahnya malam natal di kota metropolitan itu, sekelompok orang dewasa terlihat sedang berbincang sambil sesekali meneguk caffè latte di salah satu coffee shop ternama, ada yang menyusuri sepanjang jalanan kota bernama New York itu dengan tangan yang saling bertautan demi mendapatkan sedikit kehangatan, ada juga yang sedang dalam perjalanan menuju gereja atau bahkan sudah di gereja, berbeda dengan anak-anak yang sedang duduk manis di dalam rumah mereka masing-masing sambil menunggu hadiah natal dari keluarga mereka tapi sebenarnya yang paling anak-anak itu harapkan adalah hadirnya sosok seorang Santa Claus dengan sekawanan rusa yang membawa hadiah bagi anak-anak yang berperilaku baik selama ini, walaupun kebanyakan orang dewasa menganggap itu tidak masuk di akal tapi begitulah, anak-anak memang mempunyai dunia mereka sendiri.

Jika sebagian penduduk di kota itu sedang sibuk menyambut datangnya hari natal yang hanya tinggal beberapa jam saja lain halnya dengan gadis berambut merah bertubuh mungil yang masih betah di dalam kamar dengan earphone yang menyumbat kedua lubang telinganya. Beberapa majalah fashion tampak ikut memenuhi kasur bernuansa pink gadis itu, satu persatu majalah dibacanya dengan teliti tanpa melewatkan satu halaman pun. Tidak ada niatan sedikit pun dari gadis berambut merah itu untuk mengakhiri kegiatannya itu sampai kemunculan sosok seorang gadis berambut pirang dengan raut wajah yang cukup sulit diartikan berhasil membuatnya melepaskan earphone yang sudah betah di telinganya selama 3 jam itu.

“Kenapa lagi?”

“Buruk!”

“Apa? Jangan bilang kencanmu dengan laki-laki tua itu tidak membuahkan hasil lagi atau jangan-jangan..”

“Kau tahu, dia memaksaku melakukannya.”

“Bagaimana bisa? Apa kau lupa membawa pil andalanmu itu?”

“Minuman yang ku masukkan pil itu diminum oleh temannya.”

“Lalu?”

“Aku terpaksa melayaninya dan sialnya dia bukan seorang manager, bahkan dia hanya memiliki 2 lembar 10 dollar di dalam dompetnya tanpa credit card ataupun yang lainnya.”

Kedua mata gadis berambut merah itu membulat seketika, dalam hitungan detik raut wajahnya yang tadi menunjukkan ketidakpercayaan sekarang berubah menjadi menunjukkan belas kasihan.

“Ini lebih buruk dari perkiraanku. Ku rasa kau memang sedang sial akhir-akhir ini, Jane.”

Kerasnya kehidupan dunia membuat gadis berambut pirang berusia 24 tahun itu harus mau melakukan pekerjaan semacam itu demi bertahan hidup dan membiayai kebutuhannya yang terbilang tidak murah mengingat mereka tinggal di kota seperti New York.

“Kau bisa memakai uangku dulu.”

“Tidak, Fany. Kau tahu aku bahkan belum bisa mengembalikan setengah dari jumlah uang yang ku pinjam darimu bulan lalu.”

“Hey, Ayola.. Jane. Kau tahu aku tidak pernah mempermasalahkan itu.”

“Dan itu bukan berarti aku harus pura-pura melupakannya kan? Sudahlah Fany, aku tidak ingin hutangku semakin membengkak dan terima kasih atas tawarannya.”

“Hey, Jane. Lihat ini!”

Gadis berambut merah bernama lengkap Tiffany Hwang itu meraih Ipadnya dan mengecek inbox emailnya. Matanya berkaca-kaca setelah membaca isi email dari sebuah department store.

 

YEAR END SALE

UP TO 70% OFF

ON GREAT SELECTIONS

DECEMBER 22 – 31

Bloomingdale’s

“Sepertinya aku akan sangat menyesal jika melewatkan malam ini hanya di dalam kamar berduaan denganmu.”

“Kau memang selalu menyesal jika melewatkan hal-hal seperti ini.”

Keduanya saling tersenyum satu sama lain dan dalam hitungan detik mereka pun beranjak dari kasur yang dibiarkan berantakan dengan majalah, gadget dan beberapa bungkus snack yang menghiasinya. Membuka lemari pakaian adalah hal pertama yang dilakukan Tiffany, sementara dirinya sibuk mempadupadankan pakaian yang akan dipakai dengan accessories yang mayoritas berwarna pink, Jane sahabat satu-satunya yang ia miliki di New York itu memilih membersihkan dirinya terlebih dahulu.

“Cepatlah Jane, kita tidak punya banyak waktu.”

“Kau tunggu saja di bawah, aku akan segera menyusul.”

“15 menit, jika kau terlambat sedetik saja aku tidak segan-segan meninggalkanmu.”

“Aku hampir berniat meninggalkanmu, kau tahu!”

“Kau sudah mengatakan kalimat itu untuk yang keseribu kalinya dan aku belum pernah melihatmu melakukannya sampai saat ini. Haha. Aku tahu kau tidak akan tega, Nona Hwang.”

“Tutup mulutmu sebelum ku tendang kau keluar dari mobilku!”

“Ku rasa lebih baik kau jalankan mobilmu sekarang sebelum Bloomingdale’s tutup!”

sial’ rutuk Tiffany dalam hati, dia selalu saja kalah debat dengan teman seperjuangannya itu. Entah sudah takdir atau apa, tapi begitulah kenyataannya. Tiffany sepertinya masih terlalu polos untuk hal-hal seperti itu.

Bloomingdale’s mana yang akan kita datangi?”

“Aku rasa 59th Street lebih dekat, kita tidak punya banyak waktu lagi.”

“Ya..”

“Apa kau punya ide untuk kado natal kali ini?”

“Untuk Khun lagi?”

“Tentu saja bodoh! Memangnya kau kira aku punya berapa kekasih?”

“Aku kira kau punya simpanan di New York.”

“Tutup mulutmu, Jane!”

“Haha, aku hanya bercanda bodoh! Tapi aku salut pada kalian, LDR selama 2 tahun tanpa punya selingkuhan..hmm, aku rasa bukanlah hal yang mudah bagi pasangan jaman sekarang.”

“Jadi maksudmu aku dan Khun berasal dari jaman pra-sejarah?”

“Tidak begitu juga. Hey, kenapa kau sensitif sekali hari ini? Kau sedang ‘M’?”

“Tidak.”

“Lalu?”

“Sampai!”

Akhirnya mobil Tiffany terparkir sempurna di parking area Bloomingdale’s. Dengan cepat Tiffany segera melepaskan sabuk pengaman, menarik kunci mobilnya dan melesat keluar.

“Fany, aku ke toilet sebentar. Kau jalan saja dulu, nanti aku menyusul.”

“Baiklah.”

Di lain tempat seorang pemuda berketurunan Chinese-Canadian sedang sibuk dengan tugasnya sebagai seorang bartender, pemuda itu sedari tadi sibuk mencampurkan koktail klasik seperti Cosmopolitan, Manhattan, Old Fashioned, dan Mojito untuk disajikan kepada tamu bar yang datang. Tampak beberapa wanita dewasa memperhatikan sosok pemuda itu dari tempat duduk mereka. Terpesona, mungkin itulah kata yang cocok untuk menggambarkan perasaan mereka saat melihat pemuda berambut pirang dengan tubuh atletis itu.

Tanpa ragu satu di antara wanita-wanita itu berjalan ke arah dimana pemuda itu masih berdiri. Bukan, bukan memesan minuman yang ingin mereka lakukan, melainkan..

“Apa nanti malam ada acara?”

“Ya, Nyonya?”

Wanita dengan mini dress bercorak leopard itu menyodorkan selembar post it note berwarna putih bertuliskan angka-angka kepada pemuda itu.

“Hubungi aku..”

Merasa pemuda itu sudah paham akan kemauannya, ia pun berjalan pergi menuju pintu keluar.

Sejenak pemuda itu terdiam membaca apa yang dituliskan oleh wanita itu, dan benar dugaannya, nomor handphone wanita itu tertulis rapi dengan tinta hitam di sana. Sedetik kemudian ia merobek post it note itu menjadi dua bagian dan membuangnya begitu saja ke dalam tong sampah tanpa ada pikiran untuk mempertimbangkan terlebih dahulu tawaran wanita itu.

“Tawaran kencan lagi?”

Rekan kerjanya yang merupakan seorang pelayan di bar itu berhasil menangkap basah apa yang dilakukan pemuda berambut pirang itu beberapa detik yang lalu.

“Menurutmu?”

“Wanita-wanita seperti mereka sepertinya tidak akan berhenti menunggumu, Kris. Apa kau tidak mau mempertimbangkan tawaran mereka?”

“Menurutmu?”

“Aku rasa jika kau menerima tawaran kencan mereka kau tidak perlu lagi susah-susah menjadi bartender, bisa jadi kau bahkan tidak perlu lagi bekerja.”

“Sudah cukup?”

“Kau tahu mereka pasti membayarmu tinggi, Kris.”

“Kalau begitu kau saja yang kencani mereka.”

Tiffany masih sibuk mengelilingi department store di mana dia berada sekarang sambil menunggu Jane yang sedari tadi belum menghubunginya. Beberapa paper bag sudah berhasil memenuhi tangan kirinya tapi ia belum berniat untuk menghentikan kegiatan berbelanjanya itu mengingat ia belum menemukan kado natal yang cocok untuk kekasihnya.

1 jam berlalu, Tiffany merasa dirinya hampir selesai mengelilingi Bloomingdale’s, sebelum melanjutkan kegiatannya ia memutuskan mengistirahatkan kedua kakinya terlebih dahulu dan segera menghubungi Jane yang entah sudah berapa lama meninggalkannya. Dan apa yang didapatkannya sebelum teleponnya tersambung dengan Jane? Ya, matanya menangkap sepasang sarung tangan berwarna hitam tergantung bersama beberapa pasang sarung tangan lainnya, entah mengapa sarung tangan berwarna hitam itu terlihat lebih istimewa dibanding yang lainnya di mata Tiffany. Kakinya tergerak untuk menuju ke arah di mana sarung tangan itu tergantung. Namun pada saat tangannya hendak meraih sarung tangan itu seseorang juga ikut menarik sebelah dari sepasang sarung tangan itu. Orang itu akhirnya berhasil mendapatkan sepasang sarung tangan itu dan kemudian mengangkat tangannya ke atas untuk menjauhkan sarung tangan tersebut dari jangkauan Tiffany.

“YA! Kembalikan padaku! Itu milikku!”, teriak Tiffany seraya mengangkat kedua tangannya dan berjinjit demi menggapai tangan seorang pemuda dengan tinggi badan mencapai 187 cm yang juga menginginkan sarung tangan yang sama.

“Kau? orang Korea?”, tanya pemuda itu tidak percaya, pemuda itu tidak menyangka bisa menemukan seorang korea di kota sebesar New York ini.

“Apa kau bodoh? Jelas-jelas aku sedang berbicara denganmu menggunakan bahasa Korea. Aish, sudahlah! Tidak penting membahas itu! Cepat kembalikan sarung tangan itu padaku!”

“Aku yang melihatnya duluan, dan ini milikku!”

“Dan aku yang menemukannya duluan, itu milikku!”

Beberapa pengunjung lainnya menatap kedua orang yang sedang berteriak satu sama lain itu dengan tatapan aneh, bagaimana tidak, mereka berteriak di tengah keramaian dengan menggunakan bahasa asing, tentu saja sangat menarik untuk dijadikan tontonan.

Merasa menjadi bahan tontonan yang memalukan Tiffany akhirnya mengalah dan berinisiatif menanyakan pegawai department store itu apakah sarung tangan yang ia maksud masih ada stock atau tidak.

“Hey, turunkan sarung tangan itu. Aku mau menanyai mereka apa masih ada stock lain atau tidak.”

“Kau ingin membodohiku?”

“Apa?”

“Kau berpura-pura mengalah sekarang tapi setelah ku serahkan sarung tangan ini padamu kau pasti akan merebutnya lalu berlari meminta bantuan security kan? Cih! Dasar perempuan!”

“APA? Bisa-bisanya kau berpikir seperti itu? Aku bahkan tidak-“

“Sudahlah tidak usah menyangkal. Aku yang akan menanyai pegawai itu.”, pemuda itu kemudian berjalan ke arah di mana pegawai Bloomingdale’s berdiri.

“Cih! Dasar laki-laki!”, balas Tiffany kemudian berjalan menyusul pemuda itu.

“Maaf, Tuan. Tapi itu adalah stock terakhir kami.”

“Apa anda sudah mengeceknya?”, tanya Tiffany kecewa.

“Stock yang ada sudah kami pajang semua, Nona. Jadi jika tinggal 1pc berarti itulah stock terakhir kami. Maaf.”

“Ya! Kau sudah dengar kan? Sebaiknya kau pilih saja sarung tangan yang lain dan lupakan sarung tangan ini!”, ucap pemuda itu seraya mengambil kembali sarung tangan yang diinginkannya dari tangan pegawai itu.

“Tidak bisa! Ini tidak adil! Kita menyentuh sarung tangan itu di waktu yang bersamaan, jadi kita harus mengulanginya lagi untuk menentukan siapa yang benar-benar duluan menyentuhnya.”

“Maksudmu?”

“Gantung kembali sarung tangan itu pada tempatnya dan kita kembali ke sini, siapa yang duluan meraih sarung tangan itu dialah yang berhak mendapatkannya dan yang kalah harus merelakannya.”

“Baiklah, aku setuju!”

Pemuda itu kemudian menggantung kembali sarung tangan yang dipegangnya itu pada tempat semula dan kemudian kembali ke tempat di mana Tiffany berdiri sekarang.

“Hey, Nona. Tidakah kau merasa ini sama saja?”

“Maksudmu?

“Lihatlah kau pendek sekali..”

“YA! Jangan menghinaku! Memangnya kenapa kalau pendek? Postur tubuh sepertimu belum tentu bisa gesit dan lincah sepertiku! YA! Kau mencuri start duluan! YA!”

Tanpa mendengarkan ocehan dari Tiffany, pemuda itu berjalan dengan cepat menuju arah di mana sarung tangan itu harusnya tergantung. Ya, seorang laki-laki berusia sekitar 60 tahun terlihat sedang membawa sarung tangan yang mereka inginkan ke kasir.

“Maaf, Paman. Tapi saya sudah membelinya.”

“Apa? Bagaimana mungkin barang yang sudah dibeli masih tergantung di sini.”

“Paman, itu milik saya. Saya yang duluan menemukannya tadi.”, Tiffany ikut-ikutan mencegah laki-laki tua itu untuk membelinya.

“Kalian? Sepasang kekasih?”, tanya laki-laki tua itu.

“Oh, tidak Paman. Kami-“

“Ya, kami akan menjadi sepasang kekasih sebentar lagi. Sarung tangan itu akan saya berikan sebagai hadiah natal bagi calon kekasih saya. Jadi Paman, saya sangat butuh bantuan Paman agar saya dan gadis di sebelah saya ini bisa bersama.”, bohong pemuda itu seraya merangkul pundak Tiffany.

Tiffany yang tahu akal busuk pemuda itu pun hanya bisa pura-pura tersenyum dan ikut bersandiwara di depan laki-laki tua.

“Baiklah, aku kembalikan ini pada kalian. Semoga hubungan kalian bisa segera diperjelas. Merry Christmas.”, laki-laki tua itupun mengembalikan sarung tangan itu ke Tiffany.

Tanpa keduanya sadari ternyata jam sudah menunjukkan pukul 12.00 PM dan itu artinya Hari Natal sudah tiba. Tidak terpikirkan sama sekali oleh keduanya bisa menyambut datangnya Natal dengan situasi seperti ini, apalagi perkataan dari laki-laki tua itu seperti mendoakan mereka untuk bersama.

TBC

 

Bagi yang sudah baca daripada nanti di ending ga dapat password mendingan comment sekarang aja ^^ sekalian meminimalisir jumlah dosa kalian ._.v SILENT READERS dosanya lumayan berat lho.



EX

$
0
0

KAISTAL

Title : EX

Author : Lyviamidul

Genre : Romance

Rating : PG13+

Main Cast :

  • Kim Jongin
  • Krystal Jung

Lyviamidul’s storyline

                Namja yang berkulit eksotis itu sedang menatap layar laptopnya itu dengan penuh kemarahan.Lagi-lagi hasil foto editan itu membuat amarahnya semakin memuncak.Kim Jongin yang lebih dikenal sebagai Kai itu sedang melihat hasil foto editan dari netizens yang mengada-adakan rumornya Kai bersama Krystal Jung, personil f(x) adalah mantan sepasang kekasih.Muak, itulah yang dirasakan oleh Kai sekarang.Dia sudah tidak tahan lagi.Dia menggigit keras bibir bawahnya itu dan memukul meja di depannya dengan keras. Karena kelakuan liar tersebut sang roommatenya tersentak, Do Kyungsoo. Kyungsoo langsung berdiri sambil memegang novel yang tadi di abaca.

“Ya! Jongin-ah, apa yang kau lakukan?!” Bentak Kyungsoo. Kai yang mendengar bentakkan merdu itu langsung menatap Kyungsoo tajam.

“Kau pikir apa lagi, hah?!” Balas Kai dan langsung keluar dari kamarnya.Kyungsoo yang penasaran akhirnya melihat laptop Kai yang masih menyala itu.Ahhh, aku tahu dia kenapa, batin Kyungsoo.

***

                Kai keluar kamar dan membanting pintu kamarnya keras.Dia meraih beberapa cemilan yang ada di atas meja di tengah dorm EXO itu dan memakannya dengan kasar.Baekhyun yang sedari tadi membaca majalah baru yang dia beli tadi merasa terusik dengan adanya Kai disana.

“Ya! Kai! Kau kenapa?Bisakah kau makan itu lebih pelan-pelan?Menganggu saja!” Oceh Baekhyun. Kai yang merasa terusik juga seperti Baekhyun langsung menatapnya tajam lagi.Baekhyun yang sadar akan tatapan Kai langsung membujuknya dengan cepat.

“Kai?Kau kenapa?Cerita saja denganku.” Rayu Baekhyun. Kai tidak menjawabnya sama sekali. Baekhyun yang merasa tidak di tanggapi langsung mengambil remote TV dan menyalakannya.

“Kita nonton TV saja, ne?” Ajak Baekhyun. Baekhyun menyalakan TV dan muncullah acara music, sialnya f(x) sedang tengah perform disana dengan lagu comeback mereka ‘Electric Shock’.

“Ish!!” Keluh Kai. Baekhyun yang mendengar keluhannya itu akhirnya sadar dengan apa yang Kai pikirkan sedari tadi. Krystal, pasti Krystal yang dipikirkan oleh Kai.

“Ada apa lagi dari yeoja cantik bermarga Jung itu?”Tanya Baekhyun blak-blakkan yang membuat Kai melebarkan kedua matanya.

“Maksudmu?” Tanya Kai.

“Hahaha.Jangan  kau pikir aku tidak tahu apa yang kau pikirkan! Kau sedang memikirkannya kan? Jung soojung? Krystal Jung?” Tanya Baekhyun balik.

“Tidak!Aku sedang tidak memikirkannya, ish!”Balas Kai.Baekhyun langsung meraih majalahnya lagi dan membacanya.“Bagaimana bisa dia tahu?”Lanjut Kai lalu dia berjalan ke kamar, bukan kamarnya tentunya. Jelas-jelas baru sekitar lima menit yang lalu dia membanting keras pintu itu tapi sudah kembali lagi? Tidak, dia ke kamar sang magnae dan sang leader.

Kai membuka pintu kamar Sehun dan Suho perlahan dan mengintip keadaan di dalamnya.Sehun sedang asik bermain dengan computer tabletnya dan Suho sedang asik menjelajahi dunia mimpi.

“Sehun-ah, malam ini aku tidur di kamarmu.”Kata Kai sambil masuk ke dalam dan duduk di atas lanti yang dilapisi karpet berwarna merah berbulu itu.

“Memamg kenapa dengan kamarmu?”Tanya Sehun santai, dia masih sibuk menyentuh layar computer tablet itu dengan ibu jarinya, terkadang dia mendengus kecil karena hampir di tangkap oleh monster besar yang mengejarnya dari belakang.

“Aku malas dengan Kyungsoo.Hari ini dia menyebalkan.”Balas Kai.Kenapa namja ini jadi semanja ini?Kai ini terkenal dengan karisma nya di atas panggung yang menakjubkan itu.

“Malas?Bukankah kau paling dekat dengannya? Kau sering bercerita semua yang kau lamai pada dia kan? Termasuk Krystal.” Kata Sehun.

“Ish..”Hanya itu yang keluar dari mulut Kai. Sehun yang merasa bahwa suhu kamarnya akan semakin memanas langsung mematikan computer tabletnya dan mulai mengundang pikiran Kai keluar.

“Kau baik-baik saja?” Tanya Sehun.

“Tidak.”Jawab kai singkat.Sehun menghela nafasnya dan berjalan lalu duduk tepat di sebelah Kai.

“Kau dan dia masih belum?”Tanya Sehun hati-hati.

“Belum.” Jawab Kai.

“Mau sampai kapan kau berhubungan dengannya tanpa status yang jelas?”Tanya Sehun dengan sinis, sangat sinis.

“Berhubungan?”

“Iya, setiap hari membagi pesan selamat pagi dan malam, dia membuatkanmu masakan asli buatannya, bahkan dia sudah rela membagi ciuman pertamanya untukmu.Sampai kapan kau mau melakukan hal itu dengan status yang tidak jelas? Huh?” Tanya Sehun panjang lebart.Kai terdiam di tempat.Tenggorokkannya serasa kering, dia tidak sanggup menjawab pertanyaan Sehun tadi.

“Aku diberitahu oleh Sulli mereka akan kembali ke dorm satu jam lagi. Pergilah, jangan sampai kau menyesal.”Kata Sehun sambil menepuk-nepuk pundak Kai dan melanjutkan acara bermainnya itu.

***

                Kyungsoo mengalihkan pandangannya dari novel yang di abaca ke pintu kamarnya yang terbuka.Muncul sosok Kai disana.Kyungsoo tersenyum melihat namdongsaeng kesayangannya yang satu ini sudah mau menginjak kamar lagi.

“Sudah selesai acara ambekmu?” Tanya Kyungsoo. Kai menoleh ke Kyungsoo sekilas lalu meraih jaket miliknyaa.

“Mana bisa aku ngambek padamu lama-lama?” Tanya Kai. Kini dia meraih dompetnya dan memasukkannya ke dalam saku jaketnya, masker berwarna hitam juga sudah dia kenakan bersama topi untuk melengkapi penyamarannya.“Aku pergi dulu, bye.”Lanjut Kai lalu berlalru dari kamarnya.

***

                Krystal dan personil f(x) lainnya sedang berjalan di lorong apartementnya.Krystal hanya berjalan sambil menatap lantai di depannya dengan pandangan kosong.Sulli dan Amber sedang berjalan sambil melihat beberapa selca yang mereka ambil tadi.Luna sedang asik membalas pesan dari namjachingunya, Onew.Sedangkan Victoria sedang berjalan sambil memakan cemilan pemberian fans tadi.

Mereka hampir sampai di dormnya, tapi ada keganjalan disana. Ntah apa itu yang membuat Krystal enggan masuk ke dorm bersama personil lainnya. Krystal malah berniat ke jendela besar di luar dorm mereka.

“Soojung, kau mau kemana?” Tanya Victoria.

“Mencari angina sebentar.” Jawab Krystal.

“Kau perlu banyak istirahat Soojung.Jangan lama-lama, ne?”Kini gentian Luna yang bertanya.

“Ne, aku tidak akan lama.”Balas Krystal lalu berjalan ke jendela besar yang dimaksud tadi. Dia menatap keluar Jendela, menikmati pemandangan kota Seoul dengan lampu-lampu dari kendaraan yang berlalu-lalang. Dia mengeluarkan plug earphone yang dia kantongi sejak tadi. Dimasukkannya plug earphone itu ke lubang pendengarannya.

Dia hanya tersenyum miris ketika mendengar alunan lagu dari Bruno Mars yang berkolaborasi dengan rapper Amerika menyanyikan lagu Nothin’ On You. Lagu ini, benar-benar membuat Krystal mengingat sosok Kkamjong itu.

GREP!

                Suara dari tangan yang melingkar sempurna di pinggang ramping Krystal itu cukup membuat Krystal tersentak.

“Ya!!” Teriak Krystal. Krystal berusaha melepas pelukkan itu dengan cara memukul lengan orang itu. Yang dipikiran Krystal orang itu adalah sasaeng fans.

“NUGUSEYO?” Bentak Krystal. Masih tidak terdengar jawaban bagi Krystal, dengan cepat dia menggigit lengan orang itu.

“Aw! Appo!!”Erang orang itu. Plug earphone yang sudah tercopot dari tadi membuat Krystal bisa mendengar suara orang itu. Suara serak, erat, dan manly milik Kim Jongin itu masuk ke dalam pendengarannya dan langsung menyambar otaknya.

“Jongin-ah!” Panggil Krystal. Krystal langsung mendekati Kai dengan cepat dan memegang bekas gigitannya tadi.Kulit yang biasanya berwarna coklat itu tiba-tiba menjadi warna merah seketika.Krystal menggigit bibir bawahnya.

“Maafkan aku, aku pikir kau…”

“Tidak apa.Aku baik-baik saja. Yang penting kau tidak rabies kan?” Potong Kai. Krystal yang mendengarnya langsung menggeram kesal.

“Bawel.”Protes Krsytal lalu berjalan meninggalkannya.Kini Krystal berniat kembali ke dorm.Kai mengikutinya dari belakang.

“Soojung, aku dapat kabar baru lagi.” Kata Kai. Krystal hanya menengok sambil mendorong kedua alisnya ke atas menggunakan otot-otot kecil yang dia punya di bagian sana.

“Tentang kita.”Mendengar dua kata itu Krystal langsung berhenti, Kai juga langsung menghentikkan langkahnya.

“Apa lagi?Aku benar-benar bosan mendengar rumor sampah itu.” Kata Krystal.

“Mantan.”Sepatah kata itu keluar dari mulut Kai.Krystal menatapnya tidak mengerti.

“Ada rumor baru yang mengatakakan kita ini ‘mantan’ kekasih.” Lanjut Kai. Krystal hanya menghela nafasnya.

“Dan aku tidak suka itu.” Kata Kai.

“Nado.”Balas Krystal.Kai langsung memegang tangan kanan Krystal, mengenggam tangan itu dengan erat, dan menatap manik matanya dengan dalam.

“Soojung, kau juga tidak suka?” Tanya Kai. Krystal hanya mengangguk pelan.

“Mengapa?”Tanya Kai lagi.

“Kita teman bukan?”Tanya Krystal balik.

“Apakah wajar jika teman itu membagi ciuman pertamanya?” Tanya Kai. Krystal langsung melepaskan genggaman tangan Kai pada tangannya.

“Kau yang memaksaku!” Kata Krystal.

“Are you sure?” Tanya Kai.

“Very sure.” Jawab Krystal.

“Berarti kau mau jika aku paksa, mau lagi?” Tawar Kai dengan smirk yang menakjubkan itu.

“NO! jangan mendekatiku!” Larang Krystal dengan cepat. Terlambat, Kai sudah berada tepat di depan wajah Krystal. Dekat, semakin dekat, dan…….

“Would you be my girlfriend?” Pertanyaan Kai itu langsung membuat Krystal terpaku di tempatnya.Wajah mereka hanya berbeda beberapa senti sekarang.

“Okay, thank you for being my girlfriend.” Tiba-tiba pernyataan itu keluar begitu saja dari mulut Kai.Krystal saja belum sempat menjawab, bahkan Kai seperti tidakmemberi kesempatan untuk menjawab.

“Aku sudah lelah menganggapi semua rumor tenatng kita.Tentang ‘EX’ itu.” Jelas Kai. Sekarang Kai sudah berdiri tegap, wajahnya tidak sedekat tadi dengan wajah Krystal.

“Karena, aku mencintaimu. Well, aku tahu kau mencintaiku juga. Jadi aku tidak mau ada rumor yang beredar bahwa kita sepasang ‘mantan’.Cukup menusuk sebenarnya.” Lanjut Kai. Krystal hanya tersenyum tipis, jujur dia senang mendengar penjelasan Kai.Karena terlalu senang, Krystal sampai tidak bisa berkata-kata lagi.

“Jeongmal gomawo.Pernyataan itu sudah aku tunggu sedari dulu.”Hanya itu yang keluar dari mulut Krystal.Kai tersenyum sambil menghampiri Krystal.

“Can I taste it?” Tanya Kai sambil menunjuk bibir manis Krystal itu.

“Sure, Kai.”

END

Halo?Bagaimana fiksi satu ini?Membuahkan hasil yang bagus?Fiksi ini terinspirasi dari foto editan KaiStal yang dibilang foto pre-debut pas mereka pacaran.Padahal foto Krystal itu udah jadi member F(x).netizens ._. ckck

Okay, Thank You for reading my Fiction! God bless. -Lyviamidul


TRUE LOVE (Chapter 8)

$
0
0

TL2

TRUE LOVE

Tittle : True Love (Part 8)
Author : Jellokey
Main Cast :
Kim Jong In (Kai EXO-K)
Oh Sehoon (Sehun EXO-K)
Luhan (Lu Han EXO-M)
Kim Joon Myun (Suho EXO-K)
Kang Jeo Rin (OC)
Shin Min Young (OC)
Support Cast :
Wu Fan (Kris EXO-M)
Park Chanyeol (Chanyeol EXO-K)
Kim Min Ra (OC)
Jang Mi Sun (OC)
and others
Length : Chaptered
Genre : Romance, Family, School Life
Rating : PG-17

Don’t PLAGIAT!! Kritik dan saran yang membangun dibutuhkan ^^ Sorry for typos :)

“Gamsahamnida, ajjushi.” Kai langsung menatap yeoja yang berada di samping ahjummanya. Kedua orang itu saling menatap terkejut. Tapi tidak untuk Kai, ia langsung tersenyum melihat siapa yang dijodohkan dengannya.
“Karena semua sudah di sini, mari kita ke ruang makan. Ahjumma sudah meyiapkan makanan yang spesial untuk menyambut kalian.” Kata Nyonya Kang.
“Bagaimana pendapatmu?” Bisik Tuan Kim pada Kai.
“Tidak buruk.” Jawab Kai singkat.
“Apa itu artinya kau menrima perjodohan ini?” Kai hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Appanya. ‘Aku tidak perlu memikirkan cara lagi untuk membuat kau menjadi milikku, baby.’ Batin Kai. Ia tersenyum pada Jeo Rin yang duduk berhadapan dengannya. Sedangkan Jeo Rin, ia merasa hidupnya tidak ada gunanya lagi karena ia dijodohkan dengan Kai.

*************
Makan malam antara dua keluarga itu berjalan lancar. Tuan Kim dan Nyonya Kang asyik menceritakan kehidupan mereka sebelum mereka bertemu kembali. Keluarga Nyonya Kang pindah ke New York saat Jeo Rin berumur dua tahun. Appa Jeo Rin meniggal karena kecelakaan saat ia berumur tujuh tahun. Sedangkan orang yang akan dijodohkan, Jeo Rin memakan makanannya dengan tidak nafsu. Kai terus melihat ke arahnya sambil tersenyum.
“Jadi apa keputusan kalian?” tanya Tuan Kim begitu selesai makan.
“Aku menolak perjodohan ini.” Kata Jeo Rin tegas.
“Kau ingat apa yang eomma katakan, nak?” Jeo Rin langsung terdiam. Harapannya saat ini adalah Kai menolak perjodohan. ‘Dia pasti menolak. Playboy sepertinya mana mau dijodohkan.’ Pikir Jeo Rin.
“Bagaiman denganmu, nak?” tanya Tuan Kim pada Kai. Kai tersenyum manis membuat ia terlihat beribu kali lebih tampan.
“Aku menerima perjodohan ini.” Kata-kata Kai membuat Jeo Rin menatapnya. Rasanya dunia berhenti berputar bagi Jeo Rin.
“Akhirnya kita berbesan, Jong Mun-ah.” Nyonya Kang senang.
“Masakan ahjumma enak sekali. Apa Jeo Rin juga pandai memasak seperti ahjumma?” Kai mencari perhatian pada calon mertuanya. Nyonya Kang tersenyum.
“Tenang saja, Kai. Jeo Rin bisa diandalkan dalam hal ini. Kau tidak salah menerima perjodohan ini. Jeo Rin calon istri yang baik.”
“Kami sudah membicarakan ini sebelumnya. Kalian akan bertunangan setelah Jeo Rin lulus sekolah.” Kata Tuan Kim.
“Dinikahkan besok juga tidak apa.” Ujar Kai polos.
“Uhuk!” Jeo Rin hampir menyemburkan minumannya.
“Hahaha… bercandamu tidak lucu, nak.” Tuan Kim tertawa tidak menyangka dengan kata-kata Kai.
“Jeo Rin-ah, ajak Kai berkeliling rumah ini. Sekalian mengakrabkan diri.Walaupun satu sekolah, eomma yakin kalian tidak kenal dekat.” Suruh Nyonya Kang pada Jeo Rin sebelum ia fdan Tuan Kim menuju ruang tamu. Jeo Rin menatap Kai kesal yang dibalas senyuman manis Kai. Ia lalu menggeser Kursinya kasar dan berjalan menuju kolam renang. Kai mengikutinya dari belakang.
“Aku tidak menyangka kalau yeoja yang dijodohkan denganku itu kau, baby. Padahal aku sudah menolak perjodohan ini.”
“Kenapa kau datang?”
“Aku hanya ingin menuruti appaku. Dan aku tidak menyesal.”
“Aku akan mencari cara agar perjodohan ini dibatalkan. Silahkan mengelilingi rumah ini sendiri.” Jeo Rin meninggalkan Kai.
“Kesempatan ini tidak akan aku sia-siakan, baby.” Kai menyeringai.

**************
“Kau kenapa, Jeo Rin-ah?” tanya Misun melihat Jeo Rin tidak bersemangat.
“Kau ada masalah?” sambung Min Young.
“Ani. Nan gwenchana.” Jeo Rin melihat Kai dan teman-temannya di sudut kafetaria. Melihat tawa bahagia Kai membuatnya kesal. ‘Hidupku benar-benar hancur. Joonmyun oppa meninggalkanku, dan sekarang aku dijodohkan dengan namja brengsek itu.’ Batin Jeo Rin.
“Bagaimana dengan Kris, Misun-ah?” Jeo Rin mengalihkan pembicaraan.
“Aku tidak peduli. Kalau benar dia menyukaiku, seharusnya dia tidak berhubungan dengan para yeoja centil itu.”
“Sudahlah. Tidak ada gunanya membicarakan kawanan namja brengsek itu.”
“Kau benar, Min Ra-ya.” Sahut Jeo Rin. Lagi. Entah kenapa Jeo Rin selalu melihat Suho dengan Eun Na. ‘Apa mereka pacaran?’ batin Jeo Rin. Ia masih tidak rela Suho meninggalkannya. Ingin sekali Jeo Rin menyeret Kai ke hadapan Suho agar namja itu mengakui kalau dia menjebak Jeo Rin. Tapi itu mustahil.
************
Berhari-hari Jeo Rin tidak bersemangat menjalani aktivitasnya. Yang ia lakukan tidak berarti apa-apa. Kai yang melihat Jeo Rin seperti itu hanya diam. Bukan dia tidak peduli pada Jeo Rin. ‘Mungkin Jeo Rin belum bisa menerima perjodohan ini.’ Pikir Kai. Kai menekan bel rumah Jeo Rin. Pintu terbuka dan yang membuka pintu adalah Han ahjumma.
“Tuan Kai.” Han ahjumma mempersilahkan Kai masuk dan mengambila alih koper yang dibawa Kai. Beberapa hari ke depan Kai akan tinggal di rumah Jeo Rin. Ide itu bersal dari Tauan Kim dengan alasan karena Kai selalu sendiri di rumah, padahal ia sudah biasa. Dan Nyonya Kang dengan senang ahti mengizinkan Kai menginap di rumahnya. Ia bahkan menyuruh pembantunya merapikan kamar di sebelah kamar Jeo Rin sebagai kamar Kai.
“Jeo Rin mana, ahjumma?” kata Kai begitu melihat kamarnya yang berada di lantai dua.
“Nona sedang berenang, Tuan.”
“Berenang? Malam-malam begini?” Kai heran mendengar orang uang berenang di malam hari.
“Ne. Itu sudah menjadi kebiasaan nona sejak umur sepuluh tahun. Saya permisi, Tuan”
“Gamsahamnida, ahjumma.” Kata Kai lalu ia menuruni tangga dan berjalan menuju kolam renang. Kai tersenyum di ambang pintu melihat Jeo Rin yang berenang. Cahaya bulan dan lampu dari rumah menjadi penerangan Kai untuk melihat Jeo Rin. Kai berjalan sambil membuka kancing kemejanya satu per satu. Berhenti di pinggir kolam, membuka kemeja, kaos dalam dan sepatunya. Sepertinya Jeo Rin tidak menyadari kehadirannya. Kai menyadari satu hal saat ia mau membuka kancing jeansnya. Jeo Rin belum naik ke permukaan sejak ia berjalan menuju kolam. Kai langsung melompat ke kolam takut terjadi sesuatu pada Jeo Rin. Ia menyelam dan mendapati Jeo Rin berada di dasar kolam memeluk lutut dan memejamkan matanya. Kai langsung menarik Jeo Rin ke permukaan.
“Apa yang kau lakukan, hah? Kau mau mati?” Kai emosi.
“Apa pedullimu? Kau sudah menghancurkan hidupku! Kau membuatku kehilangan harga diri dan Joonmyun oppa! Dan sekarang aku dijodohkan denganmu! Tidak ada gunanya aku hidup!” sahut Jeo Rin tak kalah emosi. Sebenarnya menenggelamkan diri di dasar kolam merupakan kebiasaan Jeo Rin ketika ia memiliki masalah yang berat. Ia berpikir itu bisa mendinginkan kepala dan hatinya walau hanya sesaat.
“Aku mohon jangan bicara seperti itu, Rin-ah.” Kata Kai lembut sambil memeluk Jeo Rin. Jeo Rin langsung mendorong tubuh Kai.
“Kenapa? Kenapa kau menerimqa perjodohan ini? Tangis Jeo Rin. Kai menghapus air mata Jeo Rin dan memeluk Jeo Rin erat.
“Karena aku mencintaimu.”
“Kau pikir aku percaya dengan namja brengsek sepertimu?”
“Aku benar-benar mencintaimu. Sangat mencintaimu. Aku tidak pernah merasakan hal ini seperti ini sebelumnya pada yeoja mana pun.” Jeo Rin menatap Kai yang sungguh-sungguh. Kai juga menatap Jeo Rin. Tatapan itu tidak bohong.”
“Buktikan padaku.” Kata Jeo Rin akhirnya.
“Baiklah. Aku akan berubah untukmu.” Kai tersenyum lembut. Menangkupkan kedua tangannya di wajah Jeo Rin. Mendekatkan wajahnya ke wajah Jeo Rin lalu menempelkan bibirnya di bibir Jeo Rin lama. Menunggu reaksi Jeo Rin. Kai mulai menggerakkan bibirnya karena tidak ada perlawanan dari Jeo Rin. Melumat bibir Jeo Rin lembut menyampaikan perasaannya. Kai terus melumat bibir Jeo Rin sampai akhirnya Jeo Rin balas melumat bibir Kai. Jeo Rin memejamkan matanya menikmati ciuman Kai. Satu menit, dua, tiga menit, ciuman lembut itu berubah menjadi panas. Kai menggigit bibir bawah Jeo Rin membuat Jeo Rin membuka mulutnya, membuat Kai bebas menjelajahi mulut Jeo Rin. Jeo Rin meremas rmabut hitam Kai. Ia tidak tahu kenapa ia bisa merespon Kai sampai sejauh ini. Dinginnya air kolam tidak berarti buat mereka. Bahkan air kolam itu sudah berubah panas sama seperti ciuman mereka. Jeo Rin melepas tautan bibir mereka. Napasnya terengah-engah. Ini ciuman terlama dan terpanas yang pernah ia lakukan. Dahi mereka masih saling menempel. Kai tersenyum pada Jeo rin lalu mengecup bibir Jeo Rin.
“Saranghae, baby.” Jeo Rin hanya tersenyum. Ia tidak bisa menjawab Kai sekarang. Dia belum yakin dengan namja itu. Dan lagi, di hati dan pikirannya masih ada Suho. Mengenai ciumannya dengan Kai ia bingung kenapa ia bisa menerima ciuman itu.
“Kau masih mau berenang? Ini sudah malam. Lebih baik kau berenang di pagi atau sore hari. Kau bisa sakit kalau berenang malam-malam begini, baby.” Kata-kata Kai membuat Jeo Rin takjub.
“kau cerewet.” Jeo Rin mengetahui satu sisi Kai, perhatian. Dan itu hanya Kai lakukan pada Jeo Rin.
“Kau tahu namaku, baby?”
“Namamu Kai.”
“Nama asliku?”
“Kim Jong In.”
“Aku pikir kau tidak tahu. Panggil aku Jong In, oppa juga tidak apa-apa. Jangan panggil aku Kai atau memanggilku dengan panggilan formal.”
“Wae?”
“Karena kau spesial.” Kai mengecup bibir Jeo Rin lagi.
“Jongin.” Kai tersenyum Jeo Rin memanggil namanya.
“Kau masih mau berenang?”
“Ani. Aku sudah selesai.” Mereka pun berenang menuju pinggir kolam, lalu naik. Kai baru menyadari kalau Jeo Rin memakai bikini biru. Dengan cepat ia mengambil baju handuk dan memakaikannya pada Jeo Rin.
“Waeyo?” Jeo Rin membetulkan handuknya.
“Kau bisa kedinginan.” Jawab Kai setengah bohong setengah jujur.
“Kau tidak berpikiran yang aneh-aneh kan?”
“A.. ani. Aku mau berubah, baby.” Jeo rin memberikan handuk pada Kai.
“Kenapa kau bisa di sini, Jongin-ah?” Kai mengalungkan handuk yang diberikan Jeo Ri di lehernya. Lalu mengambil pakaian dan sepetunya.
“Appa menyarankanku untuk menginap di sini dan ahjumma mengizinkan. Aku bisa menginap di sini selama yang kumau.” Mereka masuk ke dalam rumah, menaiki tangga menuju kamar mereka.
“Jangan kunci pintunya, baby.”
“Aku akan mengunci pintu. Kau berbahaya.”
“Aku tidak akan macam-macam sebelum kita mengucap janji di hadapan Tuhan.” Jeo Rin tidak mempedulikan Kai, ia langsung masuk ke kamarnya.

*****************

“Baby, irreona!” Kai mencium pipi Jeo Rin. Ia sudah mengenakan seragamnya. Tidak ada reaksi dari Jeo Rin, Kai malah terpaku memandang wajah Jeo Rin. Ia mengelus pipi lembut.
“Kalau bisa aku ingin melihat wajahnya setiap bangun tidur.” Kai terus manatap Jeo Rin.
“Eunggh…” Lenguh Jeo Rin. Ia membuka matanya, menyesuaikan dengan cahaya yang ada di kamarnya, lalu merenggangkan badan.
“Morning!” ucap Kai dengan senyumnya.
“Sejak kapan kau ada di sini?” Jeo Rin langsung menarik selimut sampai ke lehernya.
“Aigoo… Baby, kau berpikir aku tidur di sini semalam? Aku baru beberapa menit yang lalu di sini. Membangunkanmu. Cepatlah mandi, lalu kita sarapan.” Jeo Rin tetap di tempat tidur.
“Kau mau aku mandikan?” goda Kai. Jeo Rin meluruskan tangannya, membuat Kai bingung.
“Gendong?” kata Kai ragu. Jeo Rin tersenyum lalu mengangguk.
“Aku sedang malas jalan.” Ucap Jeo Rin manja. Jeo Rin tidak tahu kenapa ia bersikap seperti itu pada Kai. Padahal sebelumnya ia benci setengah mati pada Kai. Kai menarik tangan Jeo Rin, memeluknya dan mengangkat tubuh Jeo Rin, membuat Jeo Rin melingkarkan kakinya di pinggang Kai.
“Kau berat, baby.” Kai berjalan menuju kamar mandi.
“Jinjja? Turunkan aku!” Jeo Rin menatap kesal pada Kai.
“Aku bercanda, baby.” Kai mnegecup bibir Jeo Rin, menurunkan Jeo Rin dari gendongannya.
“Mandilah.” Kai membuka pintu kamar mandi.
“Aku akan menunggumu di sini.” Ucap Kai begitu pintu tertutup.
“Ya! Kim Jongin, keluar dari kamarku.”

*****************

“Jongin-ah, aku diantar supir saja.” Kata Jeo Rin begitu keluar dari rumah.
“Wae?”
“Aku tidak mau orang-orang tahu kalau kita dijodohkan. Terutama teman-temanku.” ‘Dan Suho. Cepat atau lambat Suho akan tahu, baby.’ Batin Kai.
“Arraseo. Aku akan mengikutimu dari belakang.” Kai membukakan pintu mobil untuk Jeo Rin lalu menutup pintu mobil dan berjalan menuju mobilnya.

****************

Begitu sampai di sekolah, Kai langsung memarkirkan mobilnya dan mengejar Jeo Rin yang sudah masuk ke gedung sekolah. Ia mengikuti Jeo Rin dari belakang sampai Jeo Rin tiba di kelasnya. Misun yang melihat Kai mengikuti Jeo Rin merasa heran. ‘Apa Jeo Rin tidak merasa ada yang mengikutinya?’ pikir Misun.
“Jeo Rin-ah, dari tadi Kai mengikutimu.” Misun menunjuk Kai yang berbelok menuju tangga.
“Aku tidak tahu.”
“Kau harus ahti-hati, Jeo Rin-ah. Sepertinya Kai punya rencana buruk padamu.”
“Ne.” Balas Jeo Rin singkat lalumasuk ke dalam kelas. ‘Bagaimana kalau Misun dan yang lain tahu aku dijodohkan dengan Jongin” batin Jeo Rin.

**************

From: 0106444221
Nanti kau pulang bersamaku, baby.

Sebuah pesan masuk ke handphone Jeo Rin dari nomor tak dikenal.

To: 0106444221
Nugu?

From: 0106444221
Kau tidak mengenalku? Aku rasa hanya aku yang memanggilmu ‘baby’.

To: 0106444221
Jongin? Dari mana kau tahu nomorku?

From: 0106444221
Ne. tidak penting aku tahu dari mana. Sudah keharusan bagiku untuk mengetahui semua tentangmu. Aku menunggumu di parkiran 

******************

“Kenapa lama sekali?” tanya Kai begitu Jeo Rin masuk ke mobilnya.
“Mian. Aku harus menghindari teman-temankku, Jongin-ah.”
“Kau harus dihukum karena sudah menbuatku kelaparan.” Kai menarik tengkuk Jeo Rin dan mencium bibir Jeo Rin. Melumat bibir bawah Jeo Rin. Ia selalu menikmati perlakuan yang ia berikan pada Jeo Rin. Jeo Rin mendorong Kai.
“Cepat jalankan mobilnya. Kau lapar kan?” kai langsung menyalakan mobil dan melesat meninggalkan sekolah dengan kecepatan tinggi.
“Pelan-pelan, Jongin-ah.”
“Aku lapar, baby.” Kai menghentikan mobilnya begitu matanya menangkap sebuah restoran. Mereka pun makan di restoran itu.

****************

Setelah makan di restoran mereka pergi ke game center, mall, dan terakhir mereka menikmati suasana sore di taman kota sambil makan es krim. Saat bersama Kai bukan rasa benci lagi yang Jeo Rin rasakan. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan, tapi ia meyakinkan dirinya kalau Kai itu seperti teman.
“Kenapa kau tidak mau teman-temanmu tahu kalau kita dijodohkan, baby?” tanya Kai saat mereka berjalan di taman sambil bergandengan tangan dan Jeo Rin tidak menolak.
“Kau pasti bisa menebak seperti apa reaksi mereka. Dan lagi, aku masih kelas satu tapi sudah dijodohkan. Konyol sekali.”
“Bukan karena Suho?” Jeo Rin terdiam. Ingin sekali ia mengatakan kalau itu penyebabnya, tapi mulutnya terkatup rapat.
“Aku tidak menyangka kalau kalian akan jalan bersama seperti ini.” Suara yang Jeo Rin kenal menghentikan langkahnya dan Kai. Suho berdiri di depan mereka dengan Eun Na.
“Atau jangan-jangan kau sudah melakukan ini sejak masih bersamaku, Jeo Rin.” Suho tersenyum sinis. Jeo Rin menggeleng keras. Ia hendak melepas genggaman tangan Kai tapi Kai malah semakin menggenggam tangannya erat.
“Ck… Aku seperti namja bodoh yang masih mencintai yeoja yang mengkhianatinya. Selama ini aku salah menilaimu.”
“Oppa, jebal. Percaya padaku. Aku tidak seperti yang kau pikirkan.”
“Kajja, Eun Na. aku tidak mau melihat mereka.” Suho menarik tangan eun Na. Air mata yang sedari tadi ditahan Jeo Rin keluar.
“Baby…”
“Aku mau pulang..”

***************

Sampai di rumah, Jeo Rin langsung menuju kamarnya. Tidak ia pedulikan Kai yang memanggilnya. Kai pun maklum. ‘Mungkin ia ingin menenangkan diri.’ Pikirnya. Sampai makan malam pun Jeo Rin belum keluar dari kamarnya. Kai yang berada di ruang makan memutuskan untuk memanggil Jeo Rin.
“Baby, keluarlah. Kita makan malam.” Kata Kai sambil mengetuk pintu kamar Jeo Rin.
“Baby…” Masih tidak ada jawaban. Kai menghela napas. Ia kembali ke ruang makan. Ia makan senndirian. Setelah selesai makan, ia menyiapkan makanan untuk Jeo Rin dan membawanya ke kamar Jeo Rin. Kai langsung membuka pintu kamar Jeo Rin karena yakin Jeo Rin tidak mengunci kamarnya. Gelap. Jeo Rin tidak menyalakan lamu kamar. Kai menekan saklar yang berada di samping pintu. Matanya langsung tertuju pada gundukan yang tertutup selimut di tempat tidur. Kai brjalan menuju tempat tidur lalu duduk di tepinya. Meletakkan nampan di meja kecil smaping tempat tidur Jeo Rin.
“Baby, bangun. Ini sudah malam. Kau harus makan.” Kata Kai lembut.
“Aku tidak lapar.” Suara serak Jeo Rin. Ternyata dia tidak tidur.
“Tapi kau harus makan.”
“Aku bilang aku tidak lapar!” bentak Jeo Rin dari balik selimut. Kai menghela napas. Ia membuka selimut dan mendapati Jeo Rin masih memakai seragam sekolah dengan posisi membelakanginya.
“Kau belum mengganti seragammu?” melihat Jeo Rin yang terus diam, Kai membalikkan tubuh Jeo Rin menghadapnya. Betapa terkejutnya Kai melihat mata Jeo Rin yang sembab. Jeo Rin memalingkan wajahnya.
“Kau ahrus makan.” Masih tidak ada jawaban dari Jeo Rin.
“Apa ahrus memakai caraku agar kau mau makan?” Jeo Rin masih diam. Kai pun menarik Jeo Rin, mendudukkannya. Menangkupkan tangannya di wajah Jeo Rin. Menatap ke dalam mata Jeo Rin yang berkaca-kaca.
“Lupakan namja itu. Kau punya aku sekarang, Rin-ah.” Kai mencium mata kanan Jeo Rin lama, lalu mata kirinya. Ia menatap Jeo Rin lagi. Sakit melihat Jeo Rin seperti ini. Kai sadar ia egois, menghancurkan kebahagiaan yeoja yang ia cintai. Tapi ia tetap tidak peduli. Kai juga ingin bahagia.
“Saranghae, baby..” Kai mencium bibir Jeo Rin.
“Saranghae..” Kai menghapus air mata Jeo Rin, lalu memeluknya. Jeo Rin kembali menangis di pelukan Kai. Kai mencium puncak kepala Jeo Rin.
“Menangislah. Tapi setelah ini aku tidak mau melihatmu menangis lagi.” ‘Karena kau akan membuatmu melupakan namja itu.’ Sambung Kai dalam hati. Tangisan Jeo Rin sudah mulai mereda. Kai melepas pelukannya.
“Lihat… yeojaku jelek sekali.” Jeo Rin mengerucutkan bibirnya. Kai tersenyum.
“Sekarang makan.” Kai menyendok makanan lalu menyuapi Jeo Rin. Jeo Rin terdiam lalu membuka mulutnya.
“Good girl…” Kai terus menyuapi Jeo Rin sampai selesai.
“Mandilah. Kau bau.”
“Aku mau berenang.”
“Tidak ada lagi berenang malam-malam.” Kai berdiri, mengambil nampan hendak berjalan tapi terhenti karena ujung kaosnya ditarik Jeo Rin.
“Gomawo, Jongin-ah.” Kai tersenyum. Sepertinya Jeo Rin sudah bisa menerimanya.

******************

“Hei! Apa kau sudah tahu? Kai dan Kris oppa sekarang mengabaikan yeoja yang mendekati mereka.” Seorang yeoja bicara dengan teman yang ada di hadapannya. Meja mereka bersebelahan dengan meja Jeo Rin, Min Young, Min Ra, dan Misun.
“Ada apa dengan mereka? Berarti tidak ada lagi trio playboy.” ‘Jongin benar-benar membuktikan ucapannya.’ Batin Jeo Rin. Min Young dan Min Ra tidak peduli dengan gosip itu. Sedangkan Misun? Entahlah. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Tanpa sengaja Jeo Rin bertemu pandang dengan Kai. Kai tersenyum pada Jeo Rin dan Jeo Rin balas tersenyum pada Kai.
“Kau senyum pada siapa, Jeo Rin-ah?” tanya Min Young.
“Ti.. tidak ada.” Jawab Jeo Rin gugup.

*************
“Min Young-ah, aku mau memberitahu satu rahasia padamu.” Saat in Jeo Rin dan Min Young sedang duduk di bangku penonton lapangan basket, min Young memaksanya berada di tempat itu melihat tim basket EXO berlatih. Kai tentu sangat senang dengan adanya Jeo Rin. Dulu Jeo Rin sering sekali berada di tempat ini untuk menyemangati Suho. Tapi sekarang tidak lagi.
“Tapi kau jangan bilang siapa-siapa, eo?”
“Eo. Apa?” tanya Min Young penasaran.
“Aku dijodohkan.”
“Mwo?” Min Young terkejut.
“Eomma menjodohkanku dengan anak temannya. Aku tidak bisa menolak.”
“Kau sudah bertemu orangnya?” Jeo Rin mengangguk.
“Bagaimana orangnya?”
“Secara fisik dia sempurna. Umurnya dua tahun lebih tua dariku. Hanya saja sifatnya sedikit buruk.” ‘Dan orang sedang bermain basket di sini.’ Sambung Jeo Rin dalam hati.
“Jadi kau menerima perjodohan ini begitu saja?”
“Aku tidak bisa menolak, Young-ah.” Min Young menepuk pundak Jeo Ri.
“Aku kan mendukung apapun keputusanmu.” Kata Min Young.
“Youngie..” Ternyata Sehun yang lainnya sudah selesai latihan. Jeo Rin terus melihat ke arah Suho berharap Suho akan melihatnya. Tapi tidak. Suho malah pulang bersama Lu Han tanpa mempedulikannya.
“Ayo pulang.” Ajak Sehun pada Min Young.
“Jeo Rin-ah, ayo pulang.” Ajak Min Young.
“Aku dijemput. Lagipula aku tidak mau mengganggu kalian.”
“Kalau begitu kami duluan.”
“Annyeong, Jeo Rin-ah.” Setelah Min dan Sehun pergi Kai mendekati Jeo Rin.
“Jeo Rin, jangan mau didekati Kai. Dia sudah dijodohkan.” Kata Chanyeol.
“Siapa yang mau dijodohkan dengannya?” balas Jeo Rin.
“Kai, kami duluan.” Kata Kris sambil menarik Chanyeol.
“Ada angin apa kalian mau latihan?”
“Lu Han, dia ahli sekali membujuk kami. Tapi dalam urusan cinta dia benar-benar payah.” Kata Kai sambil merangkul Jeo Rin. Mereka berjalan menuju parkiran.
“Aku mau tanya sesuatu padamu, Jongin-ah.”
“Malhae.”
“Apa kau punya masalah dengan Joonmyun oppa? Saat latihan tadi dia berbicara dengan yang lain. Tapi saat denganmu tidak. Bahkan melihatmu saja dia enggan.”
“Aku hanya tidak menyukainya. Sudahlah, jangan bicarakan dia lagi.” Kai membukakan pintu mobil untuk Jeo Rin. Lalu berjalan menuju pintu pengemudi dan melajukan mobilnya menuju rumah Jeo Rin.

**************

“Kalian sudah pulang?” tanya Nyonya Kang begitu melihat Kai dan Jeo Rin di ruang tamu.
“Eomma? Kapan pulang?” kata Jeo Rin sambil memeluk eommanya.
“Baru saja. Baguslah kalau kalian sudah akrab. Naiklah. Eomma menunggu kalian di ruang makan.” Kai dan Jeo Rin menaiki tangga menuju kamar mereka.

**************

“Bagaimana hubungan kalian?” tanya Nyonya Kang begitu Kai dan Jeo Rin duduk di kursi makan.
“Baik, ahjumma.”
“Ahjumma tidak menyangkan kalian bisa sedekat ini hanya dalam waktu beberapa hari.” Setelah perkataan Nyonya Kang ini mereka fokus makan.
“Jeo Rin-ah, bagaimana keadaan di sekolahmu? Maksud eomma masalahmu.” Suara Nyonya begitu selesai makan.
“Aku sudah tidak peduli lagi dengan masalah itu. Yang penting aku tidak kehilangan mahkotaku, eomma.” Kai menatap Jeo Rin lalu menggenggam tanga kana Jeo Rin seolah mengatkan ‘mianhae.’
“Eomma tahu kau masih mendapat cercaan dari siswa di sekolahmu, karena itu eomma memutuskan untuk memindahkanmu ke New York.”

TBC…………………


Under The Rain

$
0
0

weather-picture-photo-mist-rain-reddeath

Author : Intaaany ( @Intaaany )

Tittle : Under The Rain

Genre : Sad romance, romance.

Rating : PG17

Length : Oneshoot

Main Casts :

-          Byun Baek Hyun

-          Shin Se Young

Support Cast :

-          Park Chan Yeol

 

A/N : Hello!! Intaaany datang membawa FF baru, tapi masih punya hutang FF How Can I Live Without You ya? Wkwk maaf T_T lagi buntu sama FF itu, jadi bingung nerusinnya gimana :”” ga tau ini tiba-tiba dapet ide gitu. Jadi, sayang kan kalo ga dituangkan hehe :3 yaudah ih langsung baca aja! Yuk capcus~

 

Intaaany’s present©

 

Check this out!

•••

 

Kutatap pantulan wajahku di cermin. Wajahku menyimpulkan bahwa aku memang tidak sedang baik-baik saja. Sekali lagi, kutatap wajahku itu. Pucat pasi, bak sebuah mayat. Ingin rasanya aku menjerit. Ternyata kehilangan seseorang yang kau cintai dapat berakibat seperti ini? Kulirik jam dinding yang tergantung di atas tempat tidurku. Baru pukul sembilan pagi rupanya. Sebelum beranjak keluar dari kamarku, kupandangi sebuah figura foto berukuran cukup besar di dinding kamarku. Di sana terdapat fotoku dengan pria itu. Ya, pria yang membuatku kehilangan semangat hidupku.

 

Kutapaki jalan setapak yang hanya muat untuk dua orang beriringan saja. Karena dihimpit oleh dua tembok raksasa. Sekali lagi, aku berada di tempat ini. Tempat yang menyisakan begitu banyak kenangan pahit, namun manis. Kupandangi tempat ini lekat-lekat. Kakiku berjalan mendahului kehendakku. Menuntunku pada sebuah air mancur dengan sebuah patung anak kecil di puncaknya. Sudut-sudut bibirku tertarik menyimpulkan seulas senyuman. Ingatanku melayang ke masa lalu.

 

**

Flashback

 

Dia merupakan seniorku ketika SMA. Berpostur tidak terlalu tinggi, berkulit putih, berhidung mancung, serta bersuara emas. Suaranya bagaikan senandung malaikat yang bisa kapan saja terngiang di telingaku. Pada awalnya, untuk mengenalnya pun aku tidak berminat. Bukannya aku tidak berminat padanya. Hanya saja, masih banyak wanita yang berpuluh-puluh kali lipat lebih cantik dan lebih menarik dariku, dan terlebih di mataku dia terlihat sangat sempurna. Rasanya sangat mustahil jika aku akan bersanding dengannya.

 

Keajaiban berkata lain. Ia mendatangiku dengan alasan bahwa aku butuh teman untuk berbagi cerita. “Berbagi cerita? Sedangkan cerita yang ingin kubagi dengan sosok teman adalah tentang dirimu” batinku memprotes. Kami cukup dekat, bahkan dapat dikatakan sangat dekat. Hubungan kami hanya sebatas junior-senior dan seorang teman. Namun, jauh di lubuk hatiku. Aku tak memungkiri bahwa aku memiliki perasaan lain terhadapnya. Bukan perasaan layaknya seorang teman pada temannya.

**

 

Hari ini adalah hari kelulusanku. Sedangkan ia sudah lulus setahun yang lalu. Namun, hari ini ia datang sebagai perwakilan para alumni untuk memberikan sambutan. Ia tidak berubah, ia masih tampan, dan yang kutahu dia masih menjadi sosok temanku. Tepuk tangan terdengar riuh ketika ia selesai dengan segala macam pidatonya. Kemudian, ia duduk di kursi kosong yang berada di sampingku. Ia menggenggam tanganku erat. Satu hal yang pasti, wajahku sedang merona sekarang.

 

Seusai acara kelulusanku. Ia mengajakku untuk pergi ke sebuah tempat yang hanya bisa dilalui oleh sebuah gang kecil. Tempat itu benar-benar luar biasa indahnya. Terdapat danau yang berwarna bening. Pepohonan rindang di sekeliling. Sebuah bangku taman yang persis menghadap ke danau. Serta sebuah air mancur di sampingnya. Belum pernah aku pergi ke tempat seperti ini. Ini terlalu indah untuk dilukiskan dengan kata-kata. “Gomawo, oppa” ucapku sambil menatap manik hitam yang selalu bisa membiusku. “Terimakasih? Untuk apa?” tanyanya dengan ekspresi datarnya. “Untuk tempat ini, dan untuk segalanya” ujarku kemudian. Ia hanya tersenyum, senyum yang takkan pernah bisa kulupakan sampai kapan pun.

 

Perlahan namun pasti, ia mendekatkan wajahnya padaku. Tanpa menunggu lama, ia menyatukan kami dalam sebuah ciuman. Ciuman pertamaku, dan terasa sangat manis. Kemudian ia melepaskan tautan di antara kami. Bibirnya mengulas sebuah senyuman. “Jadilah kekasihku” ujarnya to the point. Mataku terbelalak dan mulutku menganga sempurna. “Hey, kamu kenapa? Tidak ingin menjadi kekasihku?” ujarnya lagi. “Apakah kau serius Baekhyun oppa?” tanyaku. Sedikit ragu dengan pertanyaannya barusan. “Tentu saja, jadi kau mau atau tidak Nona Shin?” pertanyaan itu kembali dilontarkannya. “A-aku mau, oppa” baru saja aku menjawab. Ia sudah menarikku ke dalam pelukannya. Terasa sangatlah nyaman, dan juga hangat.

 

**

 

Perlahan airmataku turun membasahi pipiku. Ketika memori-memori menyakitkan sekaligus manis itu menyeruak dalam fikiranku. Mengingatnya sama dengan melempar boomerang yang kembali lagi padamu namun menghantam tubuhmu, sakit dan juga perih. Sebuah tangan menyentuh bahuku. Aku pun menoleh, dan mendapati Chanyeol berdiri di sampingku. “Kau tidak datang? Acaranya sebentar lagi akan dimulai” ujarnya. Aku hanya menggeleng. “Apa kau yakin?” tanyanya lagi. Aku mengangguk. Entah mengapa, lidahku terasa kelu untuk mengucapkan sebuah kata pun. “Baiklah, aku tidak akan memaksamu, kalau begitu aku duluan ya?” ujarnya yang kemudian meninggalkanku.

 

Aku memang sengaja datang ke mari untuk menghindari acara sakral itu. Baekhyun, akan menikah dengan gadis pilihan orang tuanya. Kuakui, gadis itu memang sepuluh kali lipat lebih sempurna dibandingkan denganku yang tidak ada apa-apanya ini. Kupandangi langit yang menunjukkan perubahan warna. Menjadi abu-abu. “Mendung” gumamku. Namun, apa peduliku? Toh, hujan atau pun tidak, acara itu tidak akan pernah bisa dibatalkan. Kakiku menuntunku untuk duduk di bangku taman yang dicat berwarna crem. Otakku kembali memutarkan kenangan pahit berlatar belakang rasa manis itu.

 

**

 

Flashback

 

Pria itu menatapku lekat-lekat. Manik hitamnya kembali memaksaku untuk membalas tatapan matanya. “Is anything wrong, oppa?” tanyaku padanya. Ia terlihat menundukkan kepalanya, dan langit semakin gelap. “Any” tuturnya. Aku mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. “Apa?” tanyaku. “Kita sudahi saja hubungan kita, aku mohon kau mengerti, kedua orang tuaku sudah menjodohkanku” tuturnya. Penuturannya menjadi hantaman yang membuatku terhempas jauh. Bagaikan halilintar yang menyambarku. Manusiawi jika aku menangis, hatiku merasakan sakit dan perih yang teramat-sangat. “Aku pergi dulu” ujarnya yang dengan sangat cepat, menghilang di gang itu. Saat itu juga hujan turun membasahi bumi. Seolah langit ikut menangis menyaksikanku dengan Baekhyun oppa.

 

Hubungan kami baru saja menginjak usia satu tahun bulan lalu. Ingin rasanya aku menabrakkan diriku dengan truk yang berlalu-lalang di jalanan. Namun rasanya aku tidak boleh egois, aku masih memiliki keluarga, dan juga temanku, Park Chan Yeol.

 

**

 

Sejak hari itu, hidupku berubah. Tidak ada canda, tawa, dan segala keceriaan yang biasanya kudapatkan dari Baekhyun. Jarang makan, jarang bicara, dan jarang sekali keluar rumah. Jikalau keluar rumah pun tidak ada tempat yang senyaman taman itu. Aku dan Baekhyun mengklaimnya sebagai “BaekYoung’s corner” terdengar aneh. Namun itu terdengar lucu di telingaku. Baru saja aku ingin melangkah ke taman itu. Hatiku dibuat panas oleh dua insan yang salah satunya sangat kukenal. Baekhyun dan calon istrinya, sedang bermesraan di taman itu. Kemudian Baekhyun melihatku yang tengah terpaku di tengah gang. Baekhyun pun menghampiriku. “Sudah kuduga kau pasti ke sini, ini undangan untukmu, aku tidak memaksa kau untuk datang, setidaknya aku lega sudah menyampaikan ini” ujar Baekhyun sambil memberiku selembar undangan berwarna emas dengan motif bunga. “Terimakasih, lanjutkan saja acaramu, aku akan pergi” jawabku kemudian berbalik, dan pergi dari tempat itu. Belum lama aku berjalan, hujan sudah mengguyur bumi. Hujan selalu tahu letak kesedihanku. Seolah ia menangis menyaksikanku menangis.

 

**

 

Sama seperti hari ini, hujan sudah kembali mengguyur bumi. Aku pun menangis, sambil menatap kosong objek di hadapanku. Sampai kurasakan sebuah tangan menyentuh bahuku. “Pergilah Chanyeol, aku butuh waktu sendiri, jangan harapkan aku datang, karena itu mustahil” ujarku tanpa menoleh sedikit pun. Tak adakah secercah harapan pun bagiku untuk kembali dengan sosok itu? “Kau menganggapku Chanyeol?” seketika tubuhku menegang. Kuberanikan diriku untuk menoleh ke belakangku. “B-Baekhyun oppa?” ucapku tergagap. Ia hanya tersenyum. Senyum terbaiknya, yang selalu menghangatkan perasaanku. “Apa acaramu sudah selesai?” tanyaku dengan volume suara agak keras, takut jika suaraku tersamarkan oleh hujan yang perlahan makin deras. “Aku membatalkan acaranya, aku tidak siap jika harus bersanding dengan orang yang bahkan aku tidak tahu asal-usulnya” ucapnya enteng.

 

Ia semakin mendekatkan wajahnya pada wajahku. Ia mencium keningku, lalu turun ke hidungku, dan terakhir bibirku. Ciumannya masih sama, masih terasa manis. Kemudian aku melepaskan tautannya di bibirku. “Kau kembali untukku?” entah mengapa tiba-tiba saja kalimat itu meluncur dari mulutku. “Ya, kita akan bersama lagi, mau, kan?” ujarnya. Senyum merekah di bibirku. Bodoh jika aku menjawab tidak. “Tentu saja” jawabku. Kemudian, ia merengkuh tubuhku ke dalam pelukan hangatnya di tengah-tengah hujan yang dingin.

 

-END-

Oh astaga aku nulis apa ini x_____x maaf kalo gaje begini. Namanya juga ide tiba-tiba wkwk T^T Btw, ayo dicomment. Ini pasti cerita jelek banget ya ampun T^T


[Ficlet] Strawberry Milk

$
0
0

SMILKK

Strawberry Milk

by

 ellenmchle

Main Cast : EXO-K’s Kai – Kim Jongin & f(x)’s Krystal – Jung Soojung || Support Cast : Lauren Lunde || Genre : Family & Life || Rating : PG-13 || Length : Ficlet || Disclaimer : Inspired by Dr Howard Kelly’s true story and some scenes are pure from my imagination.

 

Lauren Lunde’s POV

Halo semuanya namaku Lauren, Lauren Lunde Kim. Aku seorang gadis kecil berusia 7 tahun yang sangat suka dengan warna pink. Aku mempunyai seorang appa dengan kulit gelap dan seorang eomma dengan tatapan yang mematikan, aku berharap kedua orang itu segera memberikanku adik bayi supaya aku bisa mendadaninya seperti puluhan Barbie di kamarku. Baiklah, langsung saja, aku akan segera membawakan sebuah kisah mengenai segelas “Strawberry Milk”, Ya, aku juga sangat menyukai Strawberry Milk, setiap malam sebelum tidur eomma selalu membuatkan segelas Strawberry Milk untukku dan jika tidak maka aku yakin aku akan segera bermimpi buruk sepanjang tidurku. Kembali ke topik kita, jadi beginilah kisah berjudul “Strawberry Milk”….

Seorang anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun dengan pakaian lusuh yang menempel di badannya tampak sedang sibuk memasuki satu per satu toko dan warung-warung makanan yang berlokasi di pinggir jalan itu. Tanpa lelah anak laki-laki itu terus menanyai satu per satu pria yang dijumpainya, berharap ada satu saja dari mereka yang berminat untuk disemir sepatunya. Satu yang hanya ia pikirkan saat itu, uang, ia harus bisa mengumpulkan uang sebanyak mungkin dalam waktu sesingkat mungkin agar sang ayah dapat segera di bawa ke rumah sakit. Rasa lelah, haus dan lapar ia lupakan sejenak demi sang ayah yang sedang terbaring tak berdaya di dalam rumah sewaan mereka.

Hari semakin larut dan anak laki-laki itu hanya berhasil mengumpulkan 2000 won di sakunya. Perutnya juga sudah berbunyi sedari tadi, bagaimana tidak? Seharian ini anak itu bahkan belum bisa membasahi tenggorokannya dengan setetes air. Jika ia membeli sebotol air minum maka uangnya akan berkurang, itulah yang dipikirkannya dan jika ia memilih untuk mengikuti perutnya yang sedari tadi sudah berbunyi meminta untuk segera diisi maka ia pasti akan kehilangan setengah dari penghasilannya hari ini dan bagaimana bisa ayahnya segera dibawa ke rumah sakit jika ia tidak bisa menahan egonya.

Alas kaki yang sudah tak layak pakai itu dengan setia menemani setiap langkahnya hingga anak laki-laki itu berhenti tepat di depan pagar sebuah rumah mewah yang lebih cocok jika disebuat sebuah istana daripada sebuah rumah. Tampak seorang gadis kecil muncul dari balik pintu utama rumah itu, dengan piyama bermotif pita gadis kecil itu menghampiri si tukang semir sepatu itu.

“Apa yang kau lakukan?”, tanya gadis kecil itu, “Aku…”, anak laki-laki itu tidak berniat sama sekali untuk menawarkan jasa semir sepatu pada gadis itu, ia hanya ingin meminta segelas air putih, hanya itu, namun begitu sulit baginya untuk mengucapkan kata-kata itu. “Ini sudah malam, kau harus segera pulang, orangtuamu pasti mencarimu.”, lanjut gadis kecil itu. “Aku…”, “Tunggu sebentar di sini, aku akan  segera kembali.”, potong gadis kecil itu kemudian bergegas masuk ke dalam rumahnya. Tak butuh waktu yang lama untuk gadis itu kembali menghampiri si tukang semir dan kini ia datang dengan segelas susu di kedua tangannya. “Aku tidak punya rasa lain lagi selain strawberry, jadi ku harap kau juga menyukainya.”, ucap gadis kecil itu kemudian menyodorkan segelas susu strawberry sesaat setelah pagar rumahnya terbuka otomatis. Dengan cepat anak laki-laki itu menyedot habis susu di dalam gelas kaca itu lewat sebuah sedotan. “Terima kasih…”.

15 tahun telah berlalu sejak kejadian malam itu. Anak laki-laki yang dulunya hanya seorang tukang semir sepatu itu kini telah tumbuh dewasa dan menjabat sebagai CEO perusahaan ternama di negaranya. Ia juga sudah mempunyai seorang kekasih yang sangat cantik, jika kalian mengira kekasihnya adalah seorang model, artis atau designer maka kalian salah besar. Kekasihnya hanya gadis biasa yang hidup dalam kesederhanaan, tidak sedikit orang-orang yang tidak setuju dengan hubungan kedua orang itu karena perbedaan status mereka yang begitu mencolok. Kalian tahu gadis itu sebenarnya adalah orang yang sangat amat kaya sebelumnya tapi ia harus rela menerima kenyataan bahwa perusahaan ayahnya bangkrut pada usianya yang baru beranjak 10 tahun. Dan tahukah kalian bahwa segelas susu strawberry lah yang mempertemukan kedua insan yang sedang di mabuk cinta ini?

“Terima kasih, aku akan segera membayar tagihannya.”, “Tidak perlu, Nona. Tagihanmu sudah lunas dibayar oleh Tuan Kim Jongin.”, “Ya?”, “Katanya tagihanmu sudah lunas terbayarkan dengan segelas susu strawberry.”

Dan kini mereka telah hidup bahagia sebagai sebuah keluarga dengan seorang gadis kecil bernama Lauren Lunde Kim hadir di tengah-tengah mereka.

Selesai~

Lauren Lunde’s POV -END-

“YA, Lauren! Sudah ku bilang jangan mengucapkan hal yang aneh-aneh pada saat pembukaan!”, pekik Soojung dari arah dapur. “Jung Soojung! Apa kau tidak bisa memberikan ide cerita yang lebih menarik daripada harus terus menerus mengungkit masa lalu kita, eoh?”, teriak Jongin mengacak-ngacak rambutnya frustasi setelah mendengarkan sampai selesai kisah berjudul “Strawberry Milk” yang akan diceritakan gadis kecilnya pada pentas seni akhir bulan ini. “Itu cerita yang unik dan menyentuh kau tahu!” balas Soojung. “Kenapa kalian selalu bertingkah seperti anak kecil.”, ucap Lauren dengan nada serius seraya membereskan perlengkapan sekolahnya. “Apa kau bilang? YA! Lauren Lunde Kim! Kau tidak seharusnya mengatakan hal seperti itu pada orangtuamu sendiri.”, tambah Jongin semakin frustasi.

Tanpa memperdulikan kedua orangtuanya Lauren yang sudah mengantuk segera menuju kamarnya dan kemudian disusul Soojung dengan segelas susu strawberry di tangannya. Setelah memastikan Lauren sudah menghabiskan susunya, Soojung segera menyelimuti, mematikan lampu kamar Lauren dan kemudian berpindah ke kamar sebelah dimana ia akan tidur bersama suaminya.

“Mana bagianku?”, tanya Jongin menagih susu strawberry jatahnya. “Persediaan terakhir sudah dihabiskan Lauren.”, jawab Soojung ketus. “Apa? YA! Kau tahu aku harus meminum-“, “Jangan bertingkah seperti anak kecil, Kkamjong!”, “Jika memang sudah habis aku bisa mendapatkan jatah susu yang lain kan?”, ucap Jongin dengan muka memelas. “APA? KAU.. DASAR OTAK MESUM!”

END


STAFF RECRUITMENT

$
0
0
EXOMKFF kembali membuka kesempatan bagi teman-teman yang berminat menjadi bagian dari EXOMKFF. Saat ini EXOMKFF sedang membutuhkan 5 orang author tetap dan 2 orang artworker baru. Bagi teman yang berminat silahkan langsung klik di sini untuk pendaftaran author tetap dan di sini untuk pendaftaran artworker.

 

Note : Bagi teman-teman yang dulu uda pernah jadi staff di EXOMKFF dan dikeluarkan karena ga tahu atau lupa harus konfirmasi ulang ke admin pas blog EXOMKFF diproteksi jika memang masih berminat gabung lagi dengan EXOMKFF silahkan langsung comment dan tuliskan email kamu di bawah ini ya  :)

Terima Kasih :)


Autumn

$
0
0

autumn-poster

 

Title                       : Autumn
Main Cast            : Do Kyung Soo a.k.a D.O EXO K
Seo Joo Hyun a.k.a Seo Hyun SNSD
Support Cast      : Cho Kyu Hyun Super Junior
Im Yoon Ah a.k.a Yoona SNSD
Kim Tae Yeon SNSD
All EXO member
Author                  : Baconyeojachingu
Genre                   : Sad Romance, Angst #gagal
Rated                    : T
Length                  : Oneshot

Hai, readers author baru bawa ff gaje… Mian cast nya super gajeh…. Pairingnya gaje, author nya gaje, semuanya gaje, mian ya… sekedar info, gg ini pernah dipublish di exofanfictionworld.wordpress.com

Buat Nanairu eonni makasi cover nya cantik bgt……. Aku suka aku suka aku suka… *jingkrak jingkrak

Author, gak pernah dan gak akan pernah bosan utk mengingatkan reders sekalian untuk meninggalkan jejak setelah membaca FF ini. Jangan asal baca lalu ngilang gitu aja, #yg ketauan saya bacok. Beneran, author benci bgt itu sama yg namanya SIDERS, gak tau diri bgt, uda baca main tinggal
aja. Itu namanya kamu sama aja kayak memperk*sa FF ini, udah dapat enaknya main lari aja, iuh gak bgt dah!!! Author tegaskan ya, SIDERS ITU TERKUTUK!!! ( buat yg komen, tolong jelaskan perasaanmu setelah baca FF ini, but NO BASH)

Haduh, serem bgt ya ngomongnya Author, #readers: biasa aja kali. Udah deh, daripada makin ngaco langsung aja baca, juseyo…

HAPPY READING

Kyung Soo’s POV

Musim gugur adalah musim yang paling kusukai diantara empat musim yang pernah kurasakan. Menurutku, dedaunan berwarna emas kecoklatan itu sangat indah apalagi berserakan di tanah.

Di musim gugur, aku sangat senang datang ke sekolah karena di sepanjang jalan menuju sekolahku banyak pohon berwarna emas kecoklatan. Sepulang sekolah, aku sangat suka duduk di kursi yang ada di bawah pohon sambil menikmati pemandangan yang sangat menyejukkan mataku ini.

“Yaaa! Do Kyung Soo, apa hari ini juga akan duduk di kursi di bawah pohon itu lagi?” Tanya Kai sahabat baikku sesaat setelah ia membereskan bukunya.
“Iya, kau pulang duluan saja !” ucapku.

Kulihat ekspresi Kai berubah kesal. Setiap pulang sekolah aku tak pernah lagi pulang bersamanya. Dia akan pulang sendiri karena diantara kami yang jumlahnya dua belas, hanya aku yang searah dengan rumah Kai. “Mianhae Kim Jong In!” ucapku tulus.
“Inilah alasannya aku tidak suka musim gugur!” Kai masih cemberut.

Tiba-tiba Hunhan Couple melintas dari depan kami. “Sehun,  Luhan aku boleh ikut dengan kalian tidak?” Kai memasang ekspresi memohonnya.

Sehun menatap Kai sebentar. “Mianhae Kim Jong In, hari ini kami tidak mau diganggu. “ tanpa menunggu respon dari Kai mereka langsung berlalu begitu saja. Baiklah, aku tau kesibukan couple ini adalah menjelajah internet. Aku juga bingung, mereka sangat suka menjelajah internet berdua.

Kai belum menyerah mencari seseorang untuk menemaninya hari ini. Baekyeol couple lewat sambil saling berangkulan (?) “Baekhyun, Chanyeol aku boleh ikut dengan kalian tidak?”

“Mianhae Kkamjong-a.. hari ini kami ada proyek penting!” Chanyeol mengedipkan sebelah matanya. Baiklah, aku tau kesibukan couple ini mereka pasti sibuk menjahili orang. Couple ini memang yang paling rusuh di antara kami.

Setelah baekyeol couple, Taoris couple melintas lagi seolah memberi kesempatan pada Kai untuk mencoba lagi. “Tao, Kris aku boleh ikut dengan kalian tidak?” wajah Kai makin memelas saja membuatku iba. Tao dan Kris saling memandang lalu tersenyum getir dan dipaksakan kea rah kai. “Mmm… Jong In-a, mianhae hari ini kami ingin bermain videogame keluaran terbaru, HANYA BERDUA!” mereka tersenyum lagi lalu pergi. Couple ini memang sangat hobi bermain game berdua.

Aku semakin iba melihat Kai saat ia untuk kesekian kalinya gagal mengajak seseorang.

“Min Seok, Jong Dae, aku boleh ikut dengan kalian?”

“Yaa! Kim Jong In! Berapa kali harus kami katakan  panggil kami Xiu Min dan chen. “ Bentak Xiumin. Ah, baiklah! Kali ini mereka pasti pergi ke perpustakaan untuk mempelajari bahasa mandarin lagi! Cople ini memang sangat tergila-gila dengan bahasa mandarin sampai-sampai mereka membuat nama mandarin mereka dan memaksa kami untuk memanggil mereka dengan sebutan Xiu min dan chen.

Kai menunduk pasrah. Jujur, aku sangat iba melihat Kai. Tapi, tak mungkin kan aku mengajaknya duduk bersamaku di bawah pohon sepanjang hari. Bisa-bisa Kai mati kebosanan nanti.

Tak lama Sulay couple datang menghampiri kami. “Yaa, kim jongin, ada apa denganmu?” Tanya Suho. “Tidak apa-apa, kalian juga pergilah urusi urusan kalian!” ucap Kai pasrah.

“ Eoh, baiklah, kami pergi dulu ya!” Lay melambaikan tangannya tanpa merasa berdosa lalu menraik Suho pergi. Pasti cople ini sibuk lagi dengan music mereka.

Kalian pasti bertanya-tanya apa hobiku dan Kai. Mmm, sebenarnya ini bukan hobi. Aku bersumpah aku hanyalah korban di sini. Kai yang menyeretku ke dunia peryadongan. Orang-orang menyebut kami couple teryadong. Sumpah, mereka salah paham. Yang yadong itu Kai, aku hanya korban dari keyadongannya. #Author:Halah udahlah.. semua orang juga udah tau kalo Kaido itu yg paling yadong. D.O: Hiks, kmu slah paham thor, aku hanya korban. Kai yg menyeretku ikut bersamanya. *nunjuk Kai* Kai: Kok aku sih? Kamu juga mau kan! *nunjuk Dio* Author:Udah-udah Jangan berantem di FF saya. Kaido: Woii, lu kan make kita jadi cast nya! *ABAIKAN *

“Jong in-a, aku pergi dulu ya!” pamitku lalu berlalu meninggalkan Kai.

###

                Aku duduk lagi di kursi di bawah pohon ini. Aku memejamkan mataku lalu menghirup udara sebanyak yang kubisa. Mmm.. udara di sini sangat segar.

Ssshhh… aku merasakan angin sepoi bertiup semilir di balik punggungku. Saat aku menoleh ke belakang aku melihat seorang yeoja duduk membelakangiku tepat di kursi lain yang bertengger manis di balik kursiku. Karena dia duduk membelakangiku, yang dapat kulihat adalah rambut hitamnya yang tergerai panjang. Rambutnya bergerak ke belakang mengikuti arah angin bertiup. “Jeogito, Agassi!” sapaku namun tak direspon olehnya.

Aku berdeham sesaat. Yeoja ini sombong atau tuli ya? Dan akhirnya, sesuatu telah mendorongku untuk berpindah duduk di samping yeoja itu. Dari sini, aku dapat aku dapat melihat yeoja ini memakai dress putih sebetis dengan sweater panjang yang juga berwarna putih. Yeoja itu menatap lurus ke depan dengan mata yang berkaca-kaca.  Yeoja itu sanagt cantik. “ Agassi kau suka musim gugur?” aku mencoba untuk berkomunikasi dengannya.

Walaupun aku tidak suka, aku harus berada di sini.” Suara yeoja itu terdengar lembut dan lirih. “Ne?” aku sama sekali tidak mengerti mksud yoja ini.

“Aku tinggal di sini.” Ucapnya lagi saat mataku menangkap sebuah perumahan. Kurasa aku mengerti maksud yeoja ini. Mungkin dia tinggal di perumahan itu makanya dia harus tetap tinggal di sini walaupun dia tidak suka musim gugur. “Oh, begitu.” Aku mengangguk-angguk paham.

“Mmm.. joneun Do Kyung Soo rago hamnida…” aku memperkenalkan diriku sembari mengulurkan telapak tanganku yang terbuka lebar ke arahnya.

Sudah beberapa detik tanganku terulur, yeoja itu tidak juga menyambutnya bahkan menatapku pun tidak. “Jeogi, mmm… kau tidak mau berkenalan denganku?” aku belum juga menarik tanganku yang masih setia menunggu sambutan dari tangannya.

Tak lama, dia membetulkan posisi duduknya hingga berhadapan denganku. Bruk! Rasanya jantungku sudah jatuh entah kemana melihat iris matanya yang teduh. Demi tuhan. Yeoja ini sangat indah.

Perlahan, yeoja itu menyambut uluran tanganku. Ia menggenggamnya erat. Sangat erat, hingga aku dapat merasakan kelembutan tiap inchi kulit telapak tangannya. Tangannya yang terasa sangat dingin serasa memberikan sensasi lain pada telapak tanganku yang tersa lebih hangat. “Seo Joo Hyun imnida.” Nama itu terlontar begitu lembut dan lirih dari bibirnya yang agak pucat.

“Ne Joo Hyun-ssi.” Aku memperhatikan lekat bola matanya yang memandang kosong ke arahku.

“Bukan Joo Hyun, tapi Seo Hyun!” suaranya masih saja terdengar lirih.

“Ah, ne seo hyun-ssi, “ kini aku beralih memperhatikan lekuk wajahnya.

Tak lama kurasakan Seo Hyun melepaskan tangannya lalu kembali menatap lurus ke depan. Sejenak, aku merasa bingung harus berbicara apa lagi dengannya. Dia begitu pendiam dan aku yakin dia tidak akan memulai percakapan lebih dulu.

“Kau tinggal dengan siapa?” akhirnya hanya pertanyaan bodoh itu yang dapat meluncur dari mulutku. “Aku tinggal sendiri. “ dia beralih menatapku.

“Orang tuamu?”

“Aku sudah meninggalkan mereka. “

“Seo Hyun-ssi, kenapa kau meninggalkan mereka? Kalau kau ada masalah dengan mereka seharusnya kau tidak segegabah itu meninggalkan mereka begitu saja. Aku yakin semua masalah ada jalan keluarnya. Sebaiknya kau kembali pada mereka lalu menyelesaikan semuanya baik-baik. “

“Sepertinya kau tidak mengerti Kyung Soo-ssi. Orang yang sudah pergi tidak akan mungkin kembali lagi. Pergi itu berarti tidak kembali lagi.”

Yeoja itu membuatku benar-benar bingung. Jawabannya begitu sulit untuk kutafsirkan.

“Kalau begitu boleh aku tau kenapa kau meninggalkan mereka?”  Tanyaku lagi. #Kyungsookepodeh, ABAIKAN!

“Karena aku sudah tidak punya alasan lagi untuk bersama mereka. “ ucapannya diiringi sebulir bening yang meluncur dari pelupuk matanya.  Dia menangis. Sungguh, aku mengutuk diriku sendiri yang telah menjadikannya seperti itu, mungkin aku sudah menguak kembali luka lama Seo Hyun. ‘Kau memang payah kyung soo’ batinku meledek diriku sendiri.

“Mi..mianhae Seo Hyun-ssi..” sesalku.

“Jangan ucapkan kata itu. Aku justru lebih buruk setelah mendengarnya.” Kali ini suara Seo Hyun terdengar bergetar. Aku sanat kaget. Mulutku serasa dibungkam dan lidahku terasa kelu untuk mengucapkan sesuatu.

Seperti orang bodoh, aku duduk di sampingnya tanpa berucap sepatah pun. Aku membiarkan angin berhembus di antara kami dan terus membiarkan kebisuan melanda suasana dan menemani waktu yang terus berjalan beranjak semakin senja.

###

                “Yaa! Do Kyung Soo! Hari ini kau tidak boleh duduk di bawah pohon itu lagi!” ucap Kai sesaat setelah bel pertanda jam pelajaran terakhir berbunyi.

“Wae? “ aku bertanya dengan kebingungan yang melanda.

“Kyung soo-ya jebal! Hari ini saja, hanya hari ini saja datnglah ke rumahku. Hari ini kami mengadakan perkumpulan dengan lima couple boodh sana ! Kalau kau tidak ikut, nanti aku akan terlihat bodoh di antara mereka!” Kai berbicara panjang lebar smabil menunjuk sepuluh temanku yang sedang berangkulan dengan couple masing-masing.

Aku menatap Kai sejenak lalu beralih menatap kesepuluh temanku. “ Mmm… Baiklah “ Kali ini aku mengalah. Aku juga bukanlah seorang yang egois. Musim gugur masih akn berlangsung dua bulan ke depan. Tak apala, aku memberikan salah satu hari musim gugurku untuk Kai. “Yess, asaa!!” Kai bersorak kegirangan sambil mengacungkan tangannya yang mengepal di udara.

Sesaat kemudian, Kai merangkul pundakku llau mengajakku berjalan beriringan dengannya. Sementara kesepuluh temanku yang lain berserakan di belakang sambil mengikuti langkah kami.

Saat aku melewati kursi di bawah pohon yang biasa ku duduki, secara refleks aku menoleh ke sana. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling pepohonan itu, namun aku tak menemukan Seo Hyun di sana.

“Kau melihat apa?” Tanya Kai tiba-tiba

“A..aniyo…” aku menidakkan dengan cepat lalu membuang pandanganku dari pepohonan itu. Apakah Seo Hyun tidak akan datang lagi? Kuharap bukan seperti yang kuharapkan sekarang ini.

###

                Deg! Jantungku menari-nari tak beraturan saat melihat seorang yeoja duduk di kursi si bawah pohon membelakangiku. Aku yakin yeoja itu adalah Seo Hyun. Aku begitu mengenali sosoknya. Dengan melihat rambutnya yang beterbangan saja aku sudah tau kalau itu dia.

Sejenak, aku menoleh ke belakang. Saat ini, aku tau bahwa tidak ada lagi orang di belakangku.  Mungkin aku adalah orang terakhir yang keluar dari sekolah ini.

Perlahan, aku berjalan mendekat kea rah seo Hyun. “Annyeong!” sapaku saat berada tepat di sampingnya. Aneh, yeoja ini sama sekali tidak terkejut dengan kemunculanku yang bisa dibilang tiba-tiba dan tanpa aba-aba itu. Bahkan menatapku pun tak dilakukannya.

Aku mengelus tengkuk bingung lalu tanpa berlama-lama aku duduk di sampingnya.  “Kemarin, kau tidak datang ke sini ya?” aku tau aku yang harus memulai pembicaraan. Dia diam sejenak lalu berujar selirih terakhir kali ia berbicara padaku. Suaranya masih sama, lembut dan lirih. “Aku selalu di sini, kau yang tidak datang.”

Baiklah, dia benar. Kemarin aku memang tidak datang ke sini, tapi saat aku melihat ke arah kursi ini, aku sama sekali tidak menemukan seo Hyun di sini. Apa maksudnya dia selalu ada di sini? “Jeogi seo Hyun-ssi, kemarin aku memang tidak datng ke sini. Tapi aku melewati tempat ini bersaam teman-temanku. Aku bermaksud mengenalkanmu pada mereka, tapi kemarin aku sama sekali tak menemukanmu di sini. “

Seo Hyun bungkam. Aku tak dapat menangkap makna diam yang diberikan oleh seo Hyun. “ aku tidak memerlukan teman-temanmu. Aku hanya memerlukanmu. Asalkan kau ada aku sudah tidak membutuhkan apa-apa lagi. “ kata-katanya begitu menghipnotis kesadaranku. Sejenak, aku lupa bagaimana mngedipkan mataku sanking bahagianya mendengar ucapannya. Benarkah dia membutuhkanku? Aku begitu bahagia, jika dia mau bersandar padaku. Aku akan melakukan yang ia inginkan, aku berjanji!

Sesaat kemudian, aku baru menyadari Seo hyun memakai dress putih yang sama seperti dua hari yang lau. Untuk menjawab rasa penasaranku, aku pun bertanya padanya, “Jeogi seo Hyun-ssi, bukankah ini pakaianmu dua hari yang lalu?” aku sama sekali tak bermaksud membuatnya tersinggung.

“Semua pakaianku memang seperti ini!” ucapnya datar.

Jujur, aku sangat bingung dengan maksud yeoja ini. Normalkah seorang yeoja hanya memiliki satu model baju? “Apa menurutmu aku aneh?” Tanya seo Hyun tiba-tiba. Pertama kalinya ia bertanya sesuatu padaku. Ia mengarahkan sepasang bola mata hitamnya masuk jauh ke sebuah titik di iris mataku.

Kalau boleh aku jujur, aku ingin sekali mengatakan dia sedikit aneh, tapi bukankah aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk melakukan hal yang ia inginkan? Kalau begitu, aku tidak boleh menyinggung perasaannya. “Ti-dak.” Ucapku agak lambat dan ragu.

“Kyung Soo-ssi, aku kesepian!” lagi-lagi seo Hyun menatapku dalam hingga aku merasa terhipnotis untuk kedua kalinya. Aku rasa, matanya menyimpan kekuatan magis, karena setiap mataku bertemu dengannya, jantungku seketika berubah abnormal dan aku lupa untuk mengedipkan mataku.

“Ne?” ternyata aku masih tak sanggup mencerna kalimatnya dengan baik. Padahal sudah jelas kalimat yang dia ucapkan kenapa aku berusaha membuatnya agar mengulang kalimatnya lagi?

“ Aku selalu sendiri selama dua tahun ini. Sebenarnya, aku sangat takut sendirian, tapi tak ada lagi seorang pun yang menemaniku. Mereka semua membuangku ke tempat ini. “

Aku tertegun mendengar ucapnnya. Walaupun masih tak kumengerti seluruhnya, aku tau intinya dia kesepian dan mungkin dia membutukanku.

Tanpa kuperintah, tubuhku meraihnya dan menenggelamkan wajahnya dalam dekapanku. Dapat kurasakan kemejaku basah Karena  air mata Seo hyun yang memang sudah mengalir sejak tadi. “Aku tidak akan membiarkanmu sendirian lagi, aku berjanji. “ tak kusangka sebuh ikrar janji begitu mudahnya kuucapkan pada Seo  Hyun yang sebenarnya baru kukenal beberapa hari ini. Sudah kubilang kan, yeoja ini punya kekuatan magis di iris matanya. Dan kurasa, aku telah terjerat di sana.

“Berjanjilah, kau tidak akan meninggalkanku walaupun aku bukan seperti yang kau harapkan. “

“Ya. Aku berjanji.” Aku sama sekali tak pikir panjang untuk mengikrarkan janji pada yeoja ini. Magisnya begitu kuat.

###

                Hari ini, aku dan kesebelas temanku sedang berkumpul di mejaku saat jam makan siang berlangsung. Hari ini, aku bermaksud memberitahukan mereka tentang Seo Hyun, tentunya termasuk perasaanku padanya. Tentu saja, aku akan memberitahukan mereka dulu, bagaimana pun mereka semua adalah teman terbaikku. Dan, setelah mereka mengenal Seo Hyun, aku bermaksud ingin mengungkapkan perasaanku pada Seo Hyun. Aku akan menjadikannya yeoja-ku.

“Teman-teman, sebenarnya aku ingin mengenalkan seorang yeoja pada kalian. Dia adalah yeoja yang kusukai.” Ucapku tanpa ada yang kututup-tutupi.

“Jinjja???” pekikan berat dari sebelas orang namja itu seolah merobek-robek gendang telingaku. Aku pun mengelus kedua telinaku dengan sayang. “Eoh!” walaupun gendang telingaku serasa ingin pecah, aku tetap mengembangkan senyuman, bagaimana pun saat ini aku sedang membicarakan calon yeoja cinguku..

“Wah, siapa namanya?” Tanya Lu Han.

“Apa dia orang yang kami kenal?” kali ini Kai yang bertanya.

“Eoh! Jangan-jangan dia teman sekelas kita ya!” tebak Lay.

“Ani, dia bukan teman sekelas kita. Kalian tidak mengenalnya. Aku sering bertemu yeoja itu di pepohonan tempat aku biasa menikmati udara musim gugur. Orangnya sanagt cantik!”

“Namanya?” Xiu min mendekatkan wajahnya membuat perutku sedikit bergolak.

“Namanya Seo Joo Hyun.” Senyumku mengembang saat menyebutkan namanya.

“Aigo, uri Kyung Soo akhirnya punya yeojachingu juga!” Kai mencekik ke dengan lenagnnya.

“Yaa, Ya, ya, lepaskan aku.” Aku menarik lehernya dengan lenganku.

“Chakkaman… namanya Seo Joo Hyun? Aku seperti pernah mendengarnya. Hmm.. Kenapa nama itu familiar sekali ya?” Sehun tampak berpikir.

“Mungkin saja namanya kebetulan sama, tapi biar kuperiksa laptop dulu sebentar.” Sehun melanjutkan kalimatnya sambil mengambil laptop yang ia simpan di lacinya.

Sehun dan Luhan berkutat di sana beberapa saat. Entah apa yang ingin mereka tunjukkan padaku. “Mana mungkin Seo Joo Hyun yang dikenal Kyung Soo itu adalah putri Mr. Nam Il. “ gumam Luhan pada Sehun. Entahlah, aku juga tak mengerti maksud mereka. “Ya, apa salahnya memperlihatkan smabil membandingkan kecantikannya, wkwkwkwkwk” Sehun tertawa aneh. Aku benar-benar tidak mengerti maksud dua orang ini. “Dasar kau!” Luhan mendaratkan sebuah jitakan di ubun-ubun Sehun.

“Apa maksudmu Seo Joo Hyun yang ini?” Tanya Sehun sambil menyodorkan laptop nya di depanku. Aku meliaht ke layar dan terfokus pada foto seorang yeoja yang menghiasi layar laptopnya. Aku begitu fokus pada lekukan wajah yeoja itu, sampai-samapi aku tak memperhatikan tulisan yang lumayan besar yang terpampang di sebelah foto itu.

Aku tersenyum mengembang. “Benar, dia orangnya. “ ucapku bersemangat. Apakah seo hyun itu orang ternama sampai-sampai sehun punya fotonya?

Kulihat Sehun tertawa keras. Ada apa ini? Apa yang lucu dari ucapanku? “Muahahahahahahahahahaha, kau mau membohongi kami kan? Yeoja itu tidak ada kan? Mana mungkin Seo joo hyun itu ini!” ucap sehun berapi-api sambil menunjuk laptopnya.

“Untuk apa aku berbohong? Memang inilah Seo Joo Hyun yang kumaksud! Mungkin kau saja yang iri karna dia cantik. Iya kan?” aku tentu tak terima dituduh berbohong olehnya lantas aku menuduhnya iri padaku.

“Ya, babo! Kau pikir kau bisa membohongi kami? Yeoja ini sudah mati, mana mungkin dia bertemu denganmu. Kau berusaha membodoh-bodohi kami ya, hah?”   kulihat ekspersi Sehun begitu menyala-nyala. Aku yakin dia tidak bercanda saat ini. Dia mengira aku sudah membohonginya.

“Kyung Soo-ya, apa yang dikatakan Sehun itu benar. Yeoja itu sudah meninggal tidak mungkin kau bertemu dengannya. Dia sudah meninggal dua tahun yang lalu. “Kali ini Luhan yang berbicara. Ekspresinya seperti mengasihaniku bercampur dengan ketidakpercayaannya dengan ucapanku.

“Tapi Luhan-a, aku memang bertemu dengannya!” aku tak mau kalah.

“Coba kau baca artikel di sampingnya!” Luhan menunjuk tulisan yang ada di laptop

Aku mengalihkan pandanganku ke layar laptop. Sesaat setelah aku membaca judul artikel tiba-tiba saja jantungku berdegup taknormal, aku merasa ada yang sesak di dadaku, ditambah lagi sesuatu menohok tenggorokanku. Rasanya sangat perih. Aku menatap Judul artikel itu bergantian dengan wajah Seo Hyun yang tersenyum damai di sebelahnya.

Seo Joo Hyun Putri Semata Wayang Pengusaaha Besar Korea Selatan

Seo Nam Il Nekat Bunuh Diri

                Seo Joo Hyun atau lebih akrab dipanggil seo Hyun putrid semata wayang Seo Nam Il sitemukan tidak bernyawa di apartemennya di Gwangju sekitar pukul 23.00 kemarin.

                Diduga kuat Seo Joo Hyun nekat mengakhiri hidupnya karena stress berat setelah tunangannya Cho Kyu Hyun menikah dengan IM Yoon Ah putrid seorang pengusaha besar di Jeju.

                Seluruh pihak keluarga sangat terkejut atas kejadian ini. Seo Nam Il dan Kim Rye Joo sampai saat ini masih enggan member komentar kepada pers.

Sebulir bening mengalir deras dari pelupuk mataku. Dadaku terasa makin sesak serasa dihantam benda besar berkali-kali. Jantungku serasa diinjak-injak, sangat sakit. Kenapa ada hal seperti ini? Semua ini tidak masuk akal! “Mungkin ini saudara kembarnya!” suaraku bergetar saat mengucapkan kalimat itu.

“Ani Kyung Soo-ya.” Luhan menunjuk tulisan SEMATA WAYANG yang ada di artikel itu.

Seo Joo Hyun anak semata wayang, aku hampir melupakan hal itu. Air mataku makin deras. Tak kupedulikan tatapan teman-temanku yang menatapku iba.

Aku mengingat kembali rupa Seo Hyun. Matanya yang bening, tangannya yang lembut, suaranya yang lirih, tak ada satu pun yang terasa samar untukku. Semua begitu nyata, bagaiman amungkin dia adalah seseorang yang sudah tidak ada sejak dua tahun yang lalu?

Lalu kenapa dia menampakkan wujudnya padaku? Kenapa dia membuatku tertarik padanya? Kenpa dia membuatku mengucapkan janji untuknya? Kenapa dia begitu nyata?

Sekarang, aku ingin sekali  pergi menemuinya untuk meminta penjelasan mengenai masalah ini. Rasa takutku mengenai statusnya sebagai orang yang sudah meninggal akan kubelakangkan, yang terpenting saat ini, aku mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya langsung dari mulut Seo Hyun.

Aku mencoba berdiri dari tempat dudukku. Namun, tak sampai sedetik aku berdiri tegap, tubuhku langsung ambruk. Kurasakan perih yang teramat pada lututku yang menabrak lantai dengan keras. Selemah inikah aku hanya karena yeoja? Miris sekali!

“Kyung Soo-ya!!” kurasakan seseorang menuntunku untuk berdiri tegap kembali. Aku menatapnya sendu, aku siap jika orang itu akan menertawai sikapku yang cengeng begini. Namun aku salah, orang itu malah menatapku dengan tatapan yang tak kalah sendu. Orang itu Kai, aku yakin dia sangat mengerti perasaanku saat ini.

“Kenapa harus aku Jong In?” racauku pada Kai.

“aku juga sulit mempercayai semuanya Kyung soo.”

###

                Sepulang sekolah, aku berniat untuk menyelesaikan semuanya dengan Seo Hyun. Tentu saja aku sendiri tanpa ditemani teman-temanku.

Dari jarak dua meter, aku sudah bisa melihat sosoknya yang seperti biasa duduk membelakangiku. Aku melihat dress putih yang sama. Pantas saja bajunya selalu sama, dia bukan manusia. Aku berjalan mendekati Seo Hyun dengan perasaan sedikit takut. Bagaimana pun, dia itu sudah meninggal. Dia bukanlah manusia normal sepertiku.

Aku duduk di sampingnya tanpa mengucapkan sepatah apa pun. Jujur, aku sangat bingung harus berkata apa. Aku diam, namun otakku terus berputar untuk menemukan kata-kata yang tepat untuk memulai pembicaraan ini.

“Kenapa kau diam saja?” tanyanya tiba-tiba.

“Kenapa kau menampakkan wujudmu padaku?” akhirnya hanya kalimat itu yang terlontar setelah lama memeras otak.

Seo hyun beralih menatapku. Tatapannya masih jernih, teduh, sunyi, dan dalam seperti dulu. Cih, bahkan aku menyebut kata ‘dulu’ seolah-olah kami sudah lama saling mengenal.

seketika aku menundukkan kepalaku. Aku takut, hatiku luluh melihat iris matanya lalu mendekapnya.  “Aku sudah tau bahwa kau sudah meninggal dua tahun yang lalu. Kenapa kau menunjukkan wujudmu padaku?”  akhirnya aku memberanikan diri untuk berbicara lebih jelas.

Dia diam sejenak sebelum kembali mengeluarkan suara indahnya, “ aku tidak brmaksud membohongimu! Sejak awal kita bertemu aku sudah mengatakan bahwa aku sudah meninggalkan orang tuaku.”

Aku menatapnya bingung. ‘bagaimana mungkin dia berbicara seperti itu?’ “Ya, tapi kau tak pernah mengatakannya dengan jelas. Kau hanya mengatakan bahwa kau meninggalkan orang tuamu, kau tidak pernah mengatakan bahwa kau sudah meninggalkan dunia ini!” kurasakan nafasku tercekat mengucapkan kalimat itu.

“Janjimu! Apa kau tidak ingat janjimu?” kulihat seo Hyun meluncurkan air matanya. Ingin sekali rasanya aku menyeka air matanya itu, tapi hatiku yang paling dalam menolak untuk melakukannya. Sebuah kalimat aneh terus bergemuruh di dalam hatiku, ‘INGAT DO KYUNG SOO, KALIAN BERBEDA’

Aku ingat janji itu. Ya aku ingat pernah berjanji padanya bahwa aku tidak akan meninggalkannya walaupun dia tidak seperti yang kuharapkan. Tapi bukan seperti ini ‘Tidak seperti yang kuharapkan’ yang kumaksud. Aku benar-benar tidak siap kalau dia ternyata adalah seseorang yang telah tiada. Sama sekali tidak.

“Aku tidak akan meninggalakanmu Seo Hyun-ssi, tapi kau yang harus meninggalkanku. Kau dan aku berbeda, dan akan selalu begitu.”  Ucapku kembali menunduk.

“Kau tidak mencintaiku?”

“Aku… aku…. Sangat… sangat mencintaimu. Tapi seharusnya kita bertemu dua tahun yang lalu, sebelum kau pergi.”

“Nan moothae Kyung soo-ssi (aku tidak bisa kyung soo-ssi) “

“Aku juga tidak bisa Seo Hyun-ssi. Tapi aku lebih tidak bisa kalau harus berasmamu. Bagaimana pun, aku ini manusia biasa yang takut berada di dekat manusia yang sudah meninggal.”

“Nappeuda Do Kyung Soo!!! (Kau jahat Do Kyung Soo)” suaranya bergetar diiringi sebulir bening yang kembali mengalir membasahi lekuk wajahnya.

“Jangan berpikir seperti itu. Aku tidak jahat Seo Hyun-ssi. Bahkan setelah hari ini, aku tidak bisa menjamin diriku masih dalam keadaan waras. Karena itu, jangan berpikir bahwa aku ini lelaki jahat. “

Seo Hyun diam masih dengan air mata mengalir deras. Tampaknya ia sedang memikirkan ucapanku.

“ Aku harap hari ini adalah hari terakhir kita bertemu. Kalau kau mau, ceritakanlah padaku kenapa kau bisa seperti ini. Walaupun terdengar bodoh, aku akui aku cemburu karena kau mengorbankan nyawamu untuk Cho Kyu Hyun. Aku ingin dengar sehebat apa dia!”

Seo Hyun menatapku penuh arti saat aku mengaku cemburu pada Cho Kyu Hyun. Ia tersenyum tipis lalu memulai ceritanya.

FLASHBACK

Seo Hyun’s POV

Aku sudah bertunangan dengan namjachinguku Kyu Hyun sejak dua bulan yang lalu. Keluargaku dan keluarganya sudah sangat akrab dan sudah sepakat untuk meresmikan penikahan kami tahun depan. Aku begitu mencintai Kyuhyun. Begitu juga dengannya yang begitu mencintaiku.

Kami sudah membeli sebuah rumah di kawasan Gangnam untuk kami jadikan tempat tinggal. Rumah itu sangat cantik dan asri.

Hari-hari kami selalu dihiasi tawa dan kebahagiaan. Namun belakangan ini, Kyuhyun cukup sering menghilang dengan alasan pekerjaan kantornya yang menumpuk. Sering kali, kencan kami harus batal, dengan alasan kyuhyun yang harus menemui kliennya. Aku benar-benar berharap kyuhyun tidak berbohong tentang alasannya yang menemui klien, tapi entahlah akhir-akhir ini perasaanku tidak enak dan aku cukup sering merasa gelisah terutama saat Kyuhyun membatalkan kencan kami.

Aku tidak pernah tau bahwa hari ini adalah hari yang akan menjadi hari terburukku sepanjang masa. Hari ini aku berkunjung ke rumah Taeyeon sahabat baikku.

“Kau mau kemana Taeyeon?” tanyaku yang sedang duduk di pinggir kasur kamarnya.

“Yoona salah satu temanku menikah hari ini.” Ucap Taeyeon sambil mematut dirinya di cermin.

“Apa maksudmu Yoona yang sering kau ceritakan itu?”

“Iya, aku juga tidak menyangka secepat ini dia menikah.”

“Apa ini undanagnnya?” tanyaku sambil meraih sebuah kertas undangan tebal berwarna putih di atas nakas di samping ranjangnya.

“iya itu undangannya.”

Deg! Jantungku berontak dan darahku berdesir hebat saat membaca nama kedua mempelai yang tercetak jelas pada cover undangan. ‘Cho Kyu Hyun dan Im Yoon Ah.’ #mungkin ada yg mikir taeyeon sahabatnya seohyun tapi kok gak kenal sama tungangan seohyun? Ok, di ff ini taeyeonnya selama ini tinggal di luar negeri, mereka berhubungan lewat email aja, dan baru ketemu satu minggu yg lalu, otomatis taeyeon belum kenal ama kyuhyun, ngerti kan?

Tanganku terasa bergetar saat membuka undangan itu. Setidaknya aku harus memastikan foto mempelai di dalam undanagn ini bukan foto kyuhyun tunanganku.

Hanya sepersekian detik, air mataku jatuh begitu saja melihat foto namja yg kukenal terpampang jelas di sana. Dia tersenyum sambil mendekap wnita lainyang mungkin saja akan sah menjadi istrinya bebrapa jam lagi.

“Kau kenapa?” Tanya Taeyeon yang saat ini sudah ada di depanku.

“Aniya. “ denagn cepat aku menghapus air mataku. Kulirik lagi undangan itu sambil melihat alamat gedung upacara pernikahannya. “Aku pergi dulu ya. “ pamitku pada Taeyeon.

###

                Sekarang aku sudah berada di depan gedung upacara pernikahan Kyuhyun dengan seorang yeoja yang kuektahui bernama Im Yoo Na.

Perlahan, aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam gedung itu. Aku masuk lebih dalam hingga aku sampai di tempat upacara pernikahannya.

Aku terus berjalan di altar bak seorang pengantin. Aku berjalan perlahan mendekati Kyuhyun yang sedang berdiri dengan wanitanya di ujung altar. Aku tidak mempedulikan tatapan orang-orang yang kini terpusat padaku.

Kulihat dengan baik ekspresi Kyuhyun sangat  panik saat melihatku.  Ia mengucapkan namaku dengan terbata-bata.

“Mwoya? Siapa yang membiarkan yeoja gila ini masuk?” teriak seorang ajussi yang kuyakini adalah appa dari Yoona.

Belum sempat aku mengucapkan sepatah kata pun pada Kyuhyun, dua orang satpam sudah datang menariku. Aku berusaha berontak, namun tenagaku tak cukup untuk menghalau dua orang ajussi yang mencengkram kuat kedua lenganku.  Aku menatap Kyuhyun berharap dia menolongku dari dua satpam ini, namun kyuhyun hanya hanya diam di tempatnya sambil memandang ke arah lain.

###

                “KYYYYAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!” aku menjerit sejadi-jadinya di kamar apartemenku. Aku menghempaskan semua benda yang ada di depanku ke lantai. Bunyi-bunyian benda yang menghantam lantai menhiasi ruangan ini. Aku mengacak-acak rambutku yang sudah tak berbentuk sejak kuacak-acak sejak tadi. Pintu kamar yang kukunci terus digedor-gedor appa, eomma, dan si brengsek Kyuhyun yang entah sejak kapan menyusul ke apartemenku.

Setengah jam yang lalu tepatnya lima jam sesudah aku pergi dari gedung pernikahan Kyuhyun, aku baru mengetahui bahwa Kyuhyun menikahi Yoona karena dia tidak sengaja menghamili Yoona. Bahkan orang tuaku sudah tau sejak seminggu yang lalu.

Kudengar Kyuhyun terus meneriakkan kata maaf berulang-ulang dari luar. Namun kata maafnya justru membuatku semakin sakit, bahkan sekarang aku merasakan dadaku seperti dikoyak-koyak mebayangkan perbuatan ketidaksengajaannya pada Yoona. Prang!! Dengan sekuat tenaga aku melempar vas bunga kea rah pintu. Lalu aku menjerit lagi sampai-sampai aku merasa tenggorokanku sakit.

Saat ini aku butuh ketenangan. Tanpa pikir panjang aku meraih sebotol pil yang tergeletak di lantai. Aku mengambil seluruh pil yang ada di dalam botol dan mengunyahnya seperti singa kelaparan. Aku menelannya sekaligus dan BRUK!! Semua menjadi gelap dan aku benar-benar merasa tenang.

FLASHBACK END

Kyung soo’s POV

Aku tertegun mendengar cerita Seohyun.  Yeoja ini sangat malang. Siapa pun itu Cho Kyu Hyun, aku membencinya lahir batin.

“Lalu kenapa kau menampakkan wujudmu padaku?” aku rasa pertanyaan ini sudah terlontar tiga kali dari mulutku.

“ Aku sudah jatuh hati pdamu sejak dua tahun yang lalu, sejak kau untuk pertama kali datang ke tempat ini. Kau berhasil membuatku tidak memikirkan Kyuhyun lagi. Aku sellau memperhatikanmu baik saat kau duduk di tempat ini atau pun saat kau sekedar melewati tempat ini.  Tapi, aku belum bernai menampakkan wujudku padamu saat itu. Dan pada saat musim gugur tahun ini aku nekat menunjukkan diriku padamu.”

“Kau meninggal di apartemenmu, tapi kenap kau ada di sini?”

“Abuku ditebar di sini. Tempat ini adalah tempat favoriteku dulu.”

“Arasseo. Mulai sekarang tempat ini juga akan menjadi tempat favoriteku. “

Seo Hyun tersenyum. Senyumannya kali ini sanagt damai dan membuatku merasa hangat. Perlahan, aku mempersempit jarak di antara kami, semakin lama semakin sempit hingga ujung hidung ku menyentuh ujung hidungnya. Aku sama sekali tidak dapat merasakan nafasnya. Tentu saja, dia adalah seorang yang sudah tiada, tak mungkin dia masih bernafas.

Sebulir bening jatuh lagi dari pelupuk matanya membasahi wajahku yang hampir menmpel di wajahnya.  Aku menciumnya lembut merasakan bibirnya yang sanat dingin. Normalkah aku mencium orang yang sudah tiada?

Perlahan-lahan kurasakan sentuhan bibirnya perlahan menipis, menipis, semakin samar, berkurang, dan perlahan sirna. Saat aku membuka kembali mataku, sosoknya benar-benar  sudah hilang. Dadaku terasa sesak, bulir-bulir berharga berjatuhan dari pelupuk mataku. Saat ini aku berharap akan ada seseorang yang memberitahuku cara bernafas, karena aku benar-benar lupa bagaimana melakukannya dengan benar.

‘Semoga kita bertemu lagi dikehidupan selanjutnya.” Bisikku dalam hati.

Karena perpisahanku dengannya, aku sampai tak menyadari hari sudah hampir beranjak malam. Aku bangkit berusaah keras melangkah kakiku yang terasa bergetar untuk meninggalkan tempat ini. Aku menundukkan wajahku. Aku takut kalau ada orang yang melihat wajah sembabku ini, padahal aku tau dengan jelas bahwa tak ada seorang pun di sini. Namun tiba-tiba nafasku terasa sesak saat merasakan badanku hampir remuk didekap seseorang. Dia terdengar terisak. Perlahan ia melonggarkan dekapannya lalu dapat kulihat bahwa orang itu adalah Kim Jong In, sahabatku.

“Kau kenapa? Apa kau melihat Seo Hyun tadi?”

Jong In mengggeleng pelan masih dengan air mata yang bercucuran.

“Aku tidak melihat siapa pun bersama mu. Kau terlihat seperti orang gila dan itu membuatku sedih. Aku tidak ingin sahabat terdekatku gila.” Jong In menangis lagi.

Ya, aku tau itu. Aku tidak akan menyalahkan Jong In yang menyebutku gila karena bahkan aku tidak bisa mengatakan bahwa aku masih waras saat ini. Lagipula itu wajar, Karena dia tidak bisa melihat Seo Hyun. Hanya aku yang bisa melihatnya dan akan selalu begitu.

END

Gimana? Ada yang nangis abis baca ff ini? Pasti gak ya? Soalnya kan ini ff abal-abal, hehehe… Komennya ditunggu ya chingudeul… jangan jadi silent reader ne??? Ok, Babay…^_^

 


[FREELANCE] Daylight

$
0
0

Daylight

Daylight

Cast: Kris (Exo-M) and You || Genre: Fluff, Romance || Length: Vignette || Rating: PG-15

Recommended song: Daylight – Maroon 5

= Summary =

When the daylight comes, I’ll have to go

But tonight, I’m gonna hold you so close

Cause in the daylight, we’ll be on our own

But tonight I need to hold you so close

Ghivorhythm’s special present

 

 

// DAYLIGHT //

 

 

Tiit. Suara merdu yang sangat ku rindukan—akhirnya terdengar juga. Suara apartemen terbuka. Rasanya hanya mendengar suara semacam itu saja, hatiku sudah sangat senang—sebenarnya karena membayangkan tempat tidur yang nyaman dimana aku akan beristirahat.

Hari ini cukup melelahkan, mulai dari kuliah hingga kerja paruh waktu. Badanku pegal-pegal semua. Rasanya ingin segera berendam di—

“Kris?”

Aku segera menutup mulutku saat sadar aku mengucapkan nama kekasihku itu cukup keras. Aku tak mau mengganggu tidurnya. Ia pasti sangat lelah, sampai-sampai tertidur di sofa tanpa terlebih dahulu melepas jaket dan kacamata tak berlensanya. Pasti karena mempersiapkan comeback.

Alih-alih menghampiri Kris, aku malah berbelok menuju kamarku. Sebisa mungkin aku berusaha agar tidak menimbulkan suara-suara yang dapat membangunkannya. Tapi..

“Mau kemana?” Terdengar suara berat Kris yang agak serak.

Gawat, tertangkap basah. Sebenarnya cukup terkejut, sih, tapi aku berusaha menyembunyikannya dan bersikap seperti biasa.

“Sudah bangun, ya?” kataku sambil tersenyum lebar.

Kris bangkit, lalu berjalan dengan langkah gontai ke arahku. Aku bisa melihat wajah lelahnya. Dan sesaat kemudian, dia sudah mendaratkan kepalanya di bahuku. Wangi parfum Kris yang sudah bercampur dengan keringat memenuhi rongga hidungku, wangi yang selalu membuatku merasa aman dan nyaman.

“Kris..sesak.” protesku. Tapi, Kris malah semakin mengeratkan lingkaran tangannya di tubuhku.

“Ini hukuman karena pulang terlambat! Jadi, terima saja.” balas Kris, dingin. Kalau begini, sih, tiap hari aku akan pulang terlambat.

Aku tak berminat meladeni ucapannya—atau lebih tepatnya tak tahu harus menjawab apa, jadi selama beberapa menit tak ada pembicaraan diantara kami. Kris terus memelukku dan aku hanya bisa membiarkannya.

“Besok, Exo akan comeback.” kata Kris pada akhirnya. Samar-samar, tersirat ketakutan dalam kalimatnya.

“Baguslah. Fans kalian sudah menunggu lama.” sahutku, masih dalam pelukkan Kris.

“Berarti, kita akan jarang bertemu.”

Ah, iya. Tapi, itu memang resikonya, Kris. Dan aku tahu itu. Kau akan sibuk dengan promosi lagu dan acara manggung dimana-mana, tidak bisa menemaniku lagi seperti hari-hari yang lalu. Tapi, aku juga akan sibuk, kok. Sibuk dengan kuliah dan kerja paruh waktu. Lagipula hal seperti itu, tak dapat dihindari, bukan?

“Kita tahu hari itu pasti akan datang. Tapi, kita masih bisa saling mengabari lewat telpon, kan?” kataku. Sebisa mungkin kutunjukkan keceriaan dalam setiap kalimatku agar Kris tak merasa khawatir.

“Hm..” Bisa kurasakan Kris mengangguk kecil karena dagunya masih menempel di bahuku.

“Sudah makan?”

“Belum.”

“Kenapa? Mau kubuatkan makanan? Ah, terlalu lama. Kita pesan saja, ya?”

Sebenarnya aku malas masak, sih, —walau Kris suka masakanku—makanya aku menawarkan memesan makanan saja. Habis aku tak punya tenaga lagi.

“Pesan makanan saja,” kata Kris, dia bahkan tak mau melepaskan pelukkannya—tapi setidaknya dia setuju dengan usulku, “kalau aku memintamu masak, kasihan kau.”

“Kasihan aku?”

“Habis kerja paruh waktu, kan? Bahumu tegang, tuh. Kerja apalagi, sih? Aku, kan, sudah bilang, jangan kerja paruh waktu lagi.”

Duh, jadi ketahuan, ya? Kris memang mengerti diriku, sih. Tapi, aku malah tidak mengerti dirinya. Walau dia sudah melarangku untuk kerja paruh waktu, tapi tetap saja aku melakukannya.

“Tidak berlebihan, kok. Cuma kerja paruh waktu di toko CD.”

“Bohong. Aku bisa mencium aroma kopi tahu!”

Lagi-lagi ketahuan. Ternyata menyanggah tak ada gunanya. Sepertinya aku memang tak ditakdirkan untuk berbohong pada Kris. Habis, mau bagaimana lagi? Hanya satu kerja paruh waktu tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhanku.

“Itu aroma parfumku.”

“Bohong.”

“Benar, kok! Aku baru beli kemarin.”

“Tidak percaya. Aku tahu selera parfummu seperti apa.”

Oke, tak bisa menghindar lagi. Selain kerja paruh waktu di toko CD, aku juga bekerja di coffee shop.

.

.

.

.

.

.

“Kenapa tidak dimakan?” tanyaku seraya menyuapkan mulnaengmyeon—mie dingin—ke mulutku.

Kris tersenyum, “Melihatmu makan sudah membuatku kenyang.”

Itu mengejek atau apa, sih? Setelah meliriknya singkat aku kembali fokus pada makanan enak yang ada dihadapanku. Lagi-lagi Kris tersenyum, tapi kali ini ia memakan mie itu. Setidaknya tatapannya tidak lagi tertuju padaku.

“Lain kali, jangan lupa makan!” kataku, mencairkan suasana—habis aku merasa malu kalau Kris terus memperhatikanku saat makan.

“Aku tidak lupa, kok.”

“Kalau bagitu, kenapa jam segini belum makan?”

“Tidak ada waktu.”

Ah, iya. Aku lupa, latihan. Dia pasti sangat sibuk. Tapi, kalau sibuk, mengapa masih sempat datang kemari? Kenapa tidak pulang ke dorm saja?

“This is our last night.” kata Kris dengan tatapan hampa setelah beberapa saat. Apa katanya? This is our last night? Seperti orang yang mau berpisah saja. Kau tidak akan memutuskan hubungan kita, kan, Kris?

Aku tak tahu harus berkata apa, dan aku tak tahu apa yang dirasakannya saat ini hingga dia berkata seperti itu. Karena jujur saja walaupun aku ini kekasihnya, ia tak membiarkanku mengetahui semua tentang dirinya. Yang kuketahui hanyalah hal umum yang biasa diketahui seorang kekasih dan beberapa hal tentang keluarganya. Sisanya aku tak tahu.

“Apa yang kau bicarakan, sih? It’s not our last night!”

Yeah, aku berharap ini bukan yang terakhir. Tapi—”

“Masih banyak malam lainnya!” kataku, menginterupsi, “jadi, makan saja makananmu!”

Kris menyuapkan mie ke mulutnya, samar-samar aku mendengar gumamnya: “But it’s late.” Begitu katanya.

“Kau tidak pulang ke dorm?” tanyaku, lembut—berbeda dengan tadi. Sebenarnya aku bimbang, antara menyuruh Kris untuk pulang ke dorm atau membiarkannya menginap disini. Kalau aku menyuruhnya pulang ke dorm, berarti aku bisa bebas beristirahat tanpa harus khawatir akan keberadaannya. Tapi, kalau aku menyuruhnya pulang.., besok, kan, tidak bisa bertemu dengannya.

“Kenapa? Kau ingin aku pulang?”

“Tidak, kok.”

“Baguslah. Hari ini aku akan begadang.”

Aku sedikit terkejut. Harusnya ia ingin istirahat bukan begadang. “Jangan! Besok kau harus tampil baik. Kalau tidak tidur, nanti kelelahan.”

Kris bangkit, dengan gelas kosong yang berada di tangannya. Ia beranjak menuju kulkas sambil berkata, “I’m trying not to sleep.”

Benar-benar terdengar seperti anak-anak yang melawan perintah ibunya.

.

.

.

.

.

.

Kris memang tak pernah bercanda dengan ucapannya. Sekarang kami berdua sedang begadang sambil melihat pemandangan dari kaca tembus pandang yang ada di ruang tengah. Aku dan Kris menghangatkan diri dengan selimut yang cukup untuk menyelimuti kami berdua. Rasanya hangat dan romantis.

“Mengantuk?” tanya Kris sambil memandangku yang saat itu sedang menguap. Aku tersenyum kecil dengan tatapan kami yang saling bertemu. Dia kemudian merapikan poniku. Jantungku berdegup cepat, dan sepertinya pipiku bersemu.

Setelah merapikan poniku, Kris tersenyum lalu mencubit pipiku gemas. “Kalau mengantuk, tidur saja.”

Aku menggeleng pelan. “Aku akan menemanimu.”

“Jangan dipaksakan! Aku tahu kau lelah.”

Aku terdiam, memikirkan alasan apa yang harus kuberikan. Selama itu Kris masih memandangiku lekat-lekat, membuatku tersipu malu karenanya.

“Kalau begitu, aku mandi dulu, ya?”

“Jam segini mandi? Apa tidak terlalu malam?” Tampaknya Kris khawatir, dan aku selalu suka saat dia mengkhawatirkanku.

“Tidak, kok.”

Aku segera bangkit, berjalan menuju kamarku. Tapi, tiba-tiba ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada Kris. Dan ternyata, kakiku telah berhenti melangkah, “Kris..?” kataku. Kris menoleh. “Kenapa kau ingin begadang?”

Pertanyaan yang agak aneh memang. Habis aku penasaran. Malam ini, kan, tidak ada siaran pertandingan bola, lalu mengapa Kris ingin begadang?

Sudut bibir Kris terangkat. Smirk. Oh, dia itu! Benar-benar membuatku semakin terjatuh untuknya.

Angin keseriusan tiba-tiba bertiup, “Cause I know, when I wake, I will have to sleep away.”

Aku terdiam. Sepertinya aku mulai memahami apa yang Kris rasakan saat ini. Sebuah rasa antara bahagia—karena comeback-nya bersama Exo—dan rasa takut—karena akan jarang bertemu denganku. Jadi, yang bisa kulakukan saat ini hanyalah, kembali melanjutkan langkahku menuju kamarku, dimana kamar mandi dengan bathtub menungguku. Tapi..

“Kris..?”

Aku menyembulkan kepalaku di pintu. Kris yang menoleh pun berkata, “Apa lagi?”

“Aku tidak menyangka kalau seleramu itu..warna pink.”

Kris membulatkan matanya, terkejut (Kris saja terkejut, bagaimana dengan aku??). “Semua barang-barang di kamarku, mulai dari boneka, jenga, hingga bouquet semuanya kau yang pilih, kan?”

Tawa Kris terdengar, ia menghampiriku. “Memangnya kalau aku pilih benda-benda itu, kenapa? Hanya karena warnanya pink, jadi kau menyimpulkan kalau aku menyukai warna pink?”

Kris masih tertawa, sedang aku hanya bisa diam sambil memandanginya yang lebih tinggi dariku. “Tapi, maniskan ?” tanyanya, penuh pengharapan. Pandangan kami saling bertemu.

“Aku suka bouquet-nya. Warnanya pink soft. Tapi, sisanya..”

Kris merengut, “Ya, sudah. Kalau tidak suka kuberikan pada gadis lain saja.” Dia berkata seperti itu sambil beranjak masuk ke kamarku. Tapi, aku lebih cepat darinya. Tanganku sudah terlentang di pintu, menahannya agar tidak masuk untuk mengambil barang-barang itu.

“Haha, kau ini..” Kris mencubit pucuk hidungku dengan gemas. Sepertinya dia puas sekali melihat responku. Kini wajahnya benar-benar berada di depan wajahku, membuatku bisa melihat dengan jelas setiap lekukan indah wajahnya. Alhasil, pipiku pun bersemu.

“Dengar ya?” kata Kris, nadanya seperti sedang berbicara dengan anak TK, “kalau kau rindu padaku, sedang sedih, ataupun bahagia, jangan peluk orang lain! Apalagi memeluk pria lain, itu sangat dilarang! Jadi, sebagai penggantinya, kau peluk boneka itu saja.”

Jadi itu alasannya mengapa dia memberiku boneka? Haha, kekanak-kanakan, sih. Tapi, entah mengapa, aku selalu suka caranya. Setiap caranya memperhatikanku dan menunjukkan kecemburuan serta rasa takutnya. Di mataku, hal itu tampak manis.

“Oh, iya. Kalau kau sedang bosan, jangan main dengan pria lain. Main jenga saja. Oke?” tambahnya. Ia kemudian mengacak-acak rambutku gemas.

“Dasar, kekanak-kanakan! Jadi, kau memberiku boneka karena tak mau aku memeluk orang lain? Kau memberiku jenga, karena tak mau aku bermain dengan pria lain?” kataku, menyimpulkan.

Kris menjauhkan wajahnya, kemudian berkata dengan tenang, “Memang kekanak-kanankan, sih. Tapi, itu lebih baik, daripada suatu saat nanti, ketika aku sedang perform pikiranku buyar karena memikirkanmu yang sedang berpelukan dengan pria lain.”

Ya ampun! Polosnya. Aku baru tahu Kris seposesif itu. Tapi, tak apa, sih. Di mataku sifat kekanak-kanakannya itu malah berubah menjadi pelengkap dari kesempurnaanya. Oh, Kris! Kau tak perlu takut aku akan berpelukan dengan pria lain—kecuali ayahku—karena aku sepenuhnya telah jatuh untukmu.

“Sudah. Sana mandi!” kata Kris, datar. Ia beranjak meninggalkanku, menuju sofa putih di ruang tengah.

Tadi posesif, sekarang datar. Maunya apa, sih? Tapi, ya sudahlah. Lebih baik aku mandi dan menghilangkan aroma kopi yang sedaritadi dia keluhkan. Anggap saja itu sebagai ungkapan rasa terima kasihku atas semua pemberiannya—sebenarnya, sih, karena aku tak mau tampil buruk di hadapannya.

.

.

.

.

.

.

 

Nyamannya. Setelah berendam di bathtub, berganti pakaian, dan menyisir rambutku, rasanya aku kembali hidup (Oke, itu terlalu berlebihan). Sekarang tinggal satu sentuhan lagi—walau sebenarnya jarang sekali kulakukan kalau tak ada Kris di apartemen—menyemprotkan parfum.

Baiklah. Saatnya keluar, dan menemani Kris. Tapi, apa dia masih terjaga? Oh, sebaiknya aku bawa boneka besar pemberiannya. Sedikit candaan pasti akan menghidupkan suasana, kan? Hehe.

Aku melangkah, menghampiri Kris—yang sibuk dengan ponselnya—sambil menyeret boneka teddy bear yang sangat  besar itu (ternyata boneka itu lumayan berat).

Sadar akan keberadaanku, Kris mengangkat wajahnya dari layar ponsel dan menoleh ke arahku. Tatapannya seperti heran, tapi ya sudahlah.

“Kau tega sekali.” katanya tanpa mengalihkan maniknya dariku.

“Tega?” tanyaku setelah duduk di sampingnya. Oh, ada Ace juga? Kapan dia membawanya? Sepertinya tadi aku tidak melihatnya.

“Melihat boneka itu diseret, aku juga merasa kau seret.”

Oops, aku lupa. Boneka teddy bear itu, kan, diibaratkan seperti Kris. Haha, duh, maaf ya, Kris. Aku lupa.

“Hihi, kau mau kuseret?” godaku, iseng. Kris melayangkan tatapan ngeri, dan aku puas melihatnya. Kris kemudian menyelimutiku, dan kami kembali dalam suasana hening. Aku tak melihat rasa kantuk di wajah Kris. Sepertinya ia benar-benar ingin begadang. Lalu, bagaimana denganku? Kalau aku begadang juga, bisa-bisa besok telat berangkat ke kampus.

Kris menyingkirkan ponselnya, sepertinya ia bermain dengan ponselnya karena bosan menungguku—yang malah asyik berendam. Jadi merasa bersalah.

“Sepi, ya?” kataku, memecah keheningan. Aku memeluk kedua kakiku dengan dagu yang bertumpu disana.

“Lalu, kau mau bagaimana? Mau mendengar alunan lagu rock?”

Duh, betapa tidak romantisnya pria ini. Tapi, dia itu pria yang sama dengan pria yang memberiku boneka dan bouquet, kan ? “Tidak. Tidak usah. Lebih baik hening. Aku suka itu.”

“Huh, dasar! Aku, kan, cuma bercanda.”

Lagi-lagi hening. Rasa kantukku semakin menjadi-jadi, apalagi tak ada pembicaraan di antara kami. Duh, bagaimana ini?

“Hei?”

“Apa?”

“Ace mau menginap lebih lama disini.”

Hah? Ace? Menginap lebih lama? Duh, Kris! Kau itu si leader Exo-M itu, kan? Iya, kan? Yang karismanya selalu terlihat itu, kan? Kok, dia begini, sih? Apa katanya tadi? Ace mau menginap lebih lama disini?

“Katanya..dia ingin menginap di rumah ibunya.”

Apa? Ibunya? Jadi, aku ibunya Ace, Kris? Oh, aku tidak bisa menahan tawaku yang tak bisa kutahan lagi. Tapi, kalau tertawa nanti Kris terluka, padahal dia sudah bersikap manis seperti itu. Duh, mengulum senyum saja, deh.

“Kenapa tertawa?” tanya Kris. Marah, ya? Haha, manisnya..

 “Untuk kedepannya, aku akan sangat sibuk. Jadi, tak bisa mengurusi Ace. Kurasa akan lebih baik kalau dia disini.” Dia menyerahkan Ace—boneka alpaca-nya—padaku. Aku, sih, menerima saja. Lagipula, Ace, kan imut.

“Jaga baik-baik, ya?”

Aku memicingkan mataku, rasanya aneh kalau aku cemburu pada Ace. Dia hanya boneka tapi Kris sebegitu sayangnya padanya.

“Iya.” singkatku.

Lagi-lagi rasa kantuk menghampiri. Apalagi ada Ace dalam pelukkanku, rasanya cukup merebahkan badan dan aku akan terbang ke alam mimpi.

Tiba-tiba Kris menarik bahuku, menyandarkan kepalaku di dadanya. Hangat. Dia membelai rambutku pelan, dagunya diletakkan di atas kepalaku, kalau begini caranya aku bisa tidur nyenyak!

“Tidurlah..” bisiknya, lembut. Dia terus membelai rambutku, tapi, aku tak mau dia begadang sendirian. Maka, aku mendorongnya, menarik diriku—dan Ace tentunya—dari pelukkannya yang terasa begitu hangat. Ekspresinya menunjukkan kalau ia sedang kebingungan. Benar-benar lucu.

“Tidak mau.” kataku, membantah. Lama-lama aku seperti anak kecil yang sulit disuruh tidur.

“Kenapa? Tidur dalam posisi seperti tadi enak, kan?” tanyanya. Dia itu sedang menggodaku, ya?

Aku kehabisan alasan. “..em, kalau aku tidur, nanti kau kabur lagi!” Oke, itu alasan yang cukup aneh. Tapi, kurasa lumayan juga.

Kris menunjukkan senyumannya yang mematikan. Ia mencubit pipiku, namun sesaat kemudian berubah menjadi belaian lembut. Merasa canggung dan malu, itulah yang kurasakan. Aku jamin pipiku semerah tomat!

“A..apa yang sedang kau lakukan?” tanyaku, terbata-bata. Sepertinya aku belum bisa mengontrol diriku.

“Aku?” kata Kris, “I’m staring at your perfection.”

Ya-am-pun. Sebuah pertanyaan yang seharusnya tak kuucapkan. Ini malah membuatku semakin terjebak! Sekarang pipiku semakin merah saja. Pria ini. Kris. Benar-benar perayu yang hebat!

Aku tak sanggup bicara lagi. Hatiku telah melambung jauh ke udara. Merasakan lembutnya awan-awan yang dihiasi pelangi cinta. Baiklah, kali ini aku akan membiarkan Kris menang dan membiarkan pipiku memerah serta jantungku berdegup kencang—bahkan sangat!

Entah berapa menit atau jam yang Kris habiskan hanya untuk memandangiku. Namun, kini ia mulai buka suara.

“Kenapa terasa cepat sekali, ya?” katanya.

“Hm..? Apanya?”

“Sekarang sudah jam 2 pagi.” Dia melirik ke arah jam dinding. Ah, benar. Ternyata waktu berlalu dengan cepat, ya?

“I never want it to stop.” katanya, lagi. Dari nadanya, aku benar-benar yakin Kris sedang bimbang. Tapi, aku juga merasa beruntung. Menjadi kekasih Kris. Mewarnai hari-harinya. Aku sangat bersyukur.

“..so, don’t let it to stop.”

Akhirnya Kris menarik tangannya, kembali memandangi kaca tembus pandang yang sampai sekarang tirainya tak kubuka.

“I will tell you something,” katanya, aku bisa merasakan sebuah keseriusan, “when the daylight comes, I’ll have to go. But tonight, I’m gonna hold you so close. Cause in the daylight we’ll be on our own. But tonight, I need to hold you so close..”

Inikah ungkapan perasaannya? Sebesar itukah rasa takutnya? Hanya karena dia akan kembali sibuk dengan promo dan perform, dia..

Entah mengapa sepertinya mataku mulai berkaca-kaca. Kini Kris menggenggam tanganku, pandangannya tertuju pada kedua mataku, sangat lekat. “All that I want, it’s you.”

Dia membunuh jarak di antara kami, dan dalam sekejap bibirnya sudah berada di atas milikku. Sangat hangat. Penuh rasa sayang dan cinta.

Kini aku mengerti.

Hal yang Kris takutkan.

..dan yang Kris inginkan.

.

.

.

.

.

.

.

.

Here I am waiting
I’ll have to leave soon
Why am I holding on?
We knew this day would come
We knew it all along
How did it come so fast?
.

.

.
This is our last night but it’s late
And I’m trying not to sleep
Cause I know, when I wake, I will have to slip away
.

.

.
And when the daylight comes I’ll have to go
But tonight I’m gonna hold you so close
Cause in the daylight we’ll be on our own
But tonight I need to hold you so close
.

.

.

END

 

 

A/N: HUUUAAAAAAAA /capslock jebol/  /terlalu semangat gara-gara exo yg mau kambek/ Ini..duh..emang bener yah aku tuh nulis tergantung banget sama mood. Kalau moodnya lagi good ya nulis sehari pun jadi. Tapi, beneran deh ini tuh happy ending atau sad ending aku ga tau O___O  Tapi, aku tetep berharap (banget malahan) ‘rasa manis’ nya nyampe ke kalian ^.^ Kalo ada kesalahan dan lain sebagainya, mohon dimaklum yaaa~ Terakhir, aku harap kalian mau ninggalin review ^.^

Gomawo~ Bye-bye~ See you again~



[Oneshot] Evening Sky

$
0
0

evening-sky

 

Evening Sky || Written by pearlshafirablue || Staring by Seo Joohyun [GG] – Oh Sehun [EXO-K] – Kim Minseok [EXO-M] || Romance – Hurt/Comfort – Sad || PG-15 || Oneshot-Songfic

Disclaimer
This story is inspired from Ailee’s Evening Sky. This is only a fiction. Don’t think this too hard. I don’t make money for this.

Summary
Ini kisah tentang seorang gadis yang belum pernah mendapat kebahagiaan dalam hidupnya. Ketika ia baru saja menemukan kebahagiaannya, Tuhan dengan cepat merenggutnya. Dan siapa yang tahu bahwa sebenarnya kebahagiaannya selalu berada di sampingnya.

PEARLSHAFIRABLUE®

Seperti apapun harinya

Aku punya kebiasaan

Untuk tidak memandang langit senja

Aku takut seisi dunia akan meninggalkanku

Aku tak suka perasaan aneh itu

PEARLSHAFIRABLUE®

            “Ayo keluarlah, Seohyun!”

Aku memutar mataku—mengalihkan pandangan dari hamparan pasir luas di hadapanku. Ke arah lelaki itu.

Aku menggeser tubuhku mundur ke belakang beberapa meter. Senja sebentar lagi datang. “Tidak, Sehun-ah.”

Mendengar sahutanku yang begitu tak bersuara, Sehun mendekatiku. Lengan bajunya yang ia gulung sampai di atas siku bermandikan keringat—atau air laut. Entahlah. Yang jelas lengan kokohnya yang panjang itu basah kuyup. “Kenapa, chagi?” Tanyanya dengan suara lembut.

Aku tidak menjawab.

“Ayolah, Seo-ya. Masa daritadi kau diam saja disini? Aku bosan melihat Luhan ge dan Tiffany noona bermesraan di sana.”   Ujarnya sambil mengerucutkan bibir—menunjuk ke arah Tiffany unnie dan Luhan ge yang sedang bermain di pinggir pantai.

“Lagipula, sebentar lagi senja datang, Seohyun.”

Ucapan Sehun langsung membuat tatapanku teralih ke arahnya. Menatap mata dinginnya itu dengan intens. Buku-buku jariku mengeras.

Sehun memiringkan kepalanya—tidak mengerti dengan apa yang terjadi denganku. Tentu saja, tidak akan ada yang mengerti. “A-ada apa, chagi? Kau sakit? Tidak enak badan?”

Aku hanya diam. Diam lagi, diam lagi. Dan Sehun masih tetap bertahan denganku kendati tingkahku aneh seperti ini.

“Seohyun-ah! Sehun-ah! Sedang apa kalian disana?! Kemari!” Terdengar seruan Tiffany unnie. Aku dan Sehun spontan menoleh ke arahnya yang sedang menyiram Luhan ge dengan seember air laut.

Aku langsung berdiri. Membersihkan pasir yang bersarang di antara lekukan rok pantaiku. Bisa kurasakan tangan Sehun menyentuh pergelanganku.

“Ayo, Seohyun. Tiffany noona sudah memanggil—”

“Sehun, bisakah kita pulang sekarang?”

PEARLSHAFIRABLUE®

Padahal besok mentari yang tenggelam itu akan datang lagi

Tapi rasanya bukan mentari yang akan menyinariku

Meski kau pergi cinta akan datang lagi

Meski perpisahan terasa mengguncang

Tetapi kamu tetap terbayang

 

PEARLSHAFIRABLUE®

            “Kanker otak. Sudah memasuki stadium 3. Kenapa baru diperiksakan sekarang?”

Perkataan dokter itu terus mengiang-ngiang di dalam otakku. Kanker otak? Selama ini aku mengidap kanker otak?

Aku mengacak-ngacak rambutku dengan kasar. Tidak tahan dengan semua kejadian yang mengejutkan ini.

Eh?

Aku memandang tangan kananku dalam diam yang panjang.

Tak terasa air mata sudah membentuk anak-anak sungai di pipiku.

Aku jatuh terduduk. Kupandangi ribuan helai rambut coklat yang kini menyangkut pada jari-jari tangan kananku.

Apa ini cobaan untukku, Tuhan?

GUBRAK!

Suara tersebut berhasil membuatku menoleh—melupakan rasa sakitku sejenak.

Seorang namja yang bertubuh sedikit gempal tampak sedang sibuk dengan seorang suster.

Ya! Kalau bawa trolley yang betul dong, suster! Coba lihat! Saya jadi jatuh, kan.” Gerutunya sambil membersihkan bagian bawah celana denim-nya.

Mwoya?! Maaf tuan, bukan bermaksud melawan, tapi kau jatuh karena tali sepatumu sendiri. Saya hanya kebetulan lewat.” Balas suster itu dengan lembut—sambil membungkukkan badan.

Namja itu melirik ke bawah—ke arah sepatunya. Benar saja, tali sepatu kanan dan kirinya saling terikat.

Namja itu berhasil membuatku terkekeh.

“Ah! Tidak mungkin, suster! Pasti insiden tadi yang membuat tali sepatu ini terikat sendiri!” Protes namja itu dengan pipi merah. Ia berusaha membetulkan tali sepatunya.

“Tapi tuan, tidak mungkin saya—”

“Hah, sudahlah! Mengaku saja suster! Atau saya adukan kepada satpam?” Bukannya tampak ketakutan, suster itu malah tertawa mendengar ancaman namja tadi. Begitupun denganku.

Ya! Kenapa kau tertawa, suster? Tidak ada yang lucu!” Seru namja itu dengan wajah serius yang menggemaskan. Entah ada angin apa, matanya bertemu dengan mataku. Dia memandangku dengan syok dan cemas. “Suster! Lihatlah! Kenapa yeoja itu?”

Namja dan suster tadi langsung mendekatiku. Aku berusaha berdiri—untuk membuktikan bahwa aku baik-baik saja.

Tapi mendadak dunia di sekelilingku berputar. Kepalaku pusing sekali. Perlahan-lahan mataku menutup.

“Hei, bertahanlah!”

Namja itu yang terakhir kulihat sebelum kesadaranku benar-benar menghilang.

PEARLSHAFIRABLUE®

Kalau kuberikan hatiku pada seseorang

 Aku punya kebiasaan menyisakan setengahnya

Aku takut dia akan pergi bila kuberikan semuanya

Aku tak suka prasangka aneh itu

PEARLSHAFIRABLUE®

            Are you sure you’re okay, Seohyun?”

Aku memandang wajah Tiffany unnie dengan lirih. Aku yakin sekali wajahku persis seperti mayat hidup sekarang.

“Iya, Seohyun. Kalau kau benar-benar sakit, kita langsung ke rumah sakit saja.” Tambah Luhan ge—sembari memberikanku sebotol air mineral. Wajahnya tampak pucat dan cemas. Oh God, aku sudah membuat semua orang khawatir.

“Seohyun!” Terdengar seruan Sehun dari belakang. Kami bertiga menoleh. Di belakang kami mobil jeep hitam Sehun sudah terparkir dengan rapi.

Sehun buru-buru keluar dari kursi pengemudi dan langsung menuntunku masuk.

Ketika Sehun memanaskan mobil, mendadak Luhan ge memanggilnya dari kursi penumpang belakang. “Hunnie, aku dan Tiffany tampaknya berhenti di depan jalan tol saja.”

“Apa?” Sehun tampak kaget. Begitu juga denganku. “Kenapa?”

“Malam ini aku dan Tiffany diundang makan malam di rumah keluarga Wu. Kris ge akan menjemputku disana.” Jelas Luhan ge.

Ge, aku bisa mengantarkanmu sampai—”

“Tidak usah, Sehunnie.” Potong Luhan ge dengan cepat. Dia langsung menoleh ke arahku. “Seohyun tampaknya tidak sedang baik-baik saja. Kau harus antar dia pulang secepatnya.”

Sehun buru-buru memandang ke arahku. Dia menatapku lama sekali hingga akhirnya dia mengangguk. “Arasseo.”

PEARLSHAFIRABLUE®

Aku tak bisa sampai memberikan setengah hati yang kusimpan ini

Aku tak mau menunjukkan setengah diriku yang telah hancur

Terkadang aku tertawa karena senang

Dan terkadang aku merasakan kebahagiaan

Tapi dirimu masih di dalam diriku

PEARLSHAFIRABLUE®

            Aku membuka kedua mataku dengan perlahan. Putih.

Aku mengerjap-ngerjapkan mata berkali-kali dan langsung mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Tentu saja rumah sakit.

Ya, aku berada di salah satu bangsal di rumah sakit Seoul.

“Tidak bisa begitu, suster! Dia sakit!”

Mendadak aku mendengar kegaduhan dari luar. Suara namja itu lagi.

“Tapi, tuan, kalau tidak ada satupun keluarga yang mendampinginya kita tidak bisa tetap merawatnya! Apalagi tentang administrasi—”

Halah! Administrasi biar aku saja yang urus! Yang jelas, wanita itu harus tetap dirawat! Kau tidak dengar perkataan dokter tadi? Dia sakit kanker!”

Kanker? Ah, aku sudah tahu.

Tiba-tiba pintu terbuka. Aku menoleh ke arahnya dan bisa kulihat namja tadi memandang ke arahku.

Dia mendekatiku.

“Kim Minseok imnida.” Namja itu mengulurkan tangannya kepadaku. Di wajahnya terpasang senyuman lebar—memamerkan deretan gigi-gigi putihnya.

Aku menjabat tangannya. “Seo—”

“Waah!” Mendadak dia berteriak. “Tanganmu dingin sekali!” Tambahnya sambil berbalik memunggungiku. Aku yang sedikit syok melihat reaksinya hanya bisa melihatnya berjalan dan membawa secangkir teh—panas mungkin—di tangannya.

“Mungkin dengan meminum teh ini kau bisa—aah!” Aku bisa melihat dengan jelas Minseok tersandung selang infus. Tanpa bisa kusadari, teh yang tadi dipegangnya sudah tumpah membasahi pergelangan tanganku.

“Aaaaaa!” Aku berteriak dengan suara serak. Panas! Aku tidak bohong, panas sekali!

Ketika air mataku nyaris keluar, dengan anehnya Minseok ikut berteriak. “Kyaaaaaa!” Jeritnya—sambil memandang pergelangan tanganku yang memerah. “Kau tidak apa-apa? Kau tidak apa-apa? Aku minta maaf!”

Minseok langsung menyambar tanganku dan ia menaruhnya di atas dada bidangnya. Ia mengelus-ngelusnya dengan lembut. Untuk sesaat aku sudah tidak merasakan sakit lagi.

Mataku bertemu dengan matanya. Aku merasa waktu berjalan lama sekali saat mata bulat besarnya itu menatap mataku dengan intens.

“Apa… tanganmu sudah hangat?” Tanyanya perlahan—masih tetap menatapku.

Aku menarik bibirku untuk memberikannya senyuman. “Sudah.”

PEARLSHAFIRABLUE®

Ada dimanakah hatimu?

Apakah di dekatku?

Seperti aku, terkadang

Tampaknya waktu tidak bisa menghapus segalanya

Aku masih tak mampu menyebut namamu dengan nyaman

PEARLSHAFIRABLUE®

            “Terimakasih atas tumpangannya, Sehun-ah!”

“Iya, lain kali aku yang akan membawa mobil, deh.”

Aku memandang ke arah Tiffany unnie dan Luhan ge yang kini sudah berada di luar mobil. Kedua tangan mereka saling berkaitan. Di wajah mereka terpampang senyum bahagia.

Mendadak aku ingin menjadi seperti mereka.

Tersenyum, bersama orang yang disayang.

Ah, aku saja sudah lupa bagaimana caranya tersenyum.

“Sama-sama, Tiffany noona, Luhan ge!” Jawab Sehun dengan senyumnya yang khas itu. Kemudian dia menoleh ke arahku. “Kau tidak mengucapkan salam perpisahan kepada gadis cantik ini?”

Aku menarik bibirku sedikit mendengar ucapan Sehun.

“Ah, sampai jumpa, Seohyun!” Seru Tiffany unnie dengan riang. “Jaga kesehatanmu ya! Minggu depan aku dan Luhan akan mengajakmu ke gunung kalau kau sehat!” Tambahnya—diikuti anggukan Luhan ge.

“Baiklah, tampaknya kita harus segera pergi. Sampai jumpa!” Seru Sehun sembari menginjak gas.

Akhirnya setelah beberapa detik mobil jeep Sehun sudah terpaut jauh dengan tempat pemberhentian Tiffany unnie dan Luhan ge.

“Seohyun-ah.” Sehun memanggil namaku.

“Hm?” Sahutku seadanya.

“Ada apa denganmu?” Tanya Sehun dingin—menatap jalanan dengan tatapan kosongnya itu.

“Tidak ada.” Jawabku—lagi-lagi seadanya. Aku memang tidak ingin banyak bicara dengannya.

Mobil tiba-tiba berhenti. Aku melihat kedepan. Lampu merah menyala dengan terang.

“Seohyun.” Sehun menoleh ke arahku. Kini tatapannya sedikit sendu. “Apa kau mencintaiku?”

Deg. Pertanyaan Sehun langsung menusuk ulu hatiku. Apakah aku mencintainya? Sampai sekarang pertanyaan itu bahkan belum bisa kujawab.

PEARLSHAFIRABLUE®

Bukan kau yang akan memelukku

Bukan aku seseorang yang akan memelukmu

Seperti ini hari terus berlalu

PEARLSHAFIRABLUE®

            “Ya! Oppa! Kembalikan!” Aku mengerang ketika novel yang sedang kubaca tadi direbut paksa oleh Minseok oppa.

Catch me if you can!” Serunya sambil menjulurkan lidah. Aku mendengus sebal dan langsung mengejarnya.

Tapi sayang sekali. Minseok oppa salah mengajakku lomba lari. Tak sampai 30 detik tubuh gempalnya sudah kupukuli dengan novel tebal tadi.

Ya! Sudah, Seohyun! Ya!” Serunya mengerang kesakitan. Aku memberikan death glare terbaikku dan langsung turun dari tubuhnya.

Minseok oppa menggosok-gosok bagian tubuhnya yang kupukuli tadi sambil memandangku dengan tatapan bengisnya. Aku tertawa melihatnya.

“Kenapa kau tertawa?!” Serunya sebal. Aku berhenti tertawa dan hanya mengulum senyum.

“Kau lucu sekali, oppa. Badanmu saja yang besar. Tapi kekuatanmu tak seberapa.” Ejekku sambil terkekeh. Minseok oppa langsung mencubit pipiku dengan keras. “Ya!”

“Makanya, jangan mentertawakan Kim Minseok.” Balasnya sambil mengerucutkan bibir.

Aku hanya terkikik sebentar dan langsung memandang ke atas. Langit sudah hamper senja. Matahari sudah mulai menghilangkan dirinya. Angin malam sudah mulai terasa. “Oppa…”

Ne?” Minseok oppa menoleh ke arahku.

“Aku bosan.” Ucapku manja sambil menatap ke arahnya.

Minseok oppa tampak berpikir. Alisnya yang naik turun itu selalu membuatku geli.

“Ah!” Tiba-tiba ia berteriak—membuatku benar-benar terkejut. “Kita keluar saja yuk!”

Aku membulatkan mataku. “Keluar?”

“Iya, keluar dari rumah sakit ini. Kau pasti bosan kan, sudah 2 bulan kau di sini terus, tidak pernah keluar.”

“Tapi, oppa, kata dokter—”

“Hah, sudahlah. Tidak usah perdulikan orang sok tau itu. Aku akan membawamu keluar!” Minseok oppa menarik tanganku ke arah lorong rumah sakit.

“Memangnya kita mau kemana?” Tanyaku—masih ragu.

Minseok oppa menatapku sambil tersenyum penuh arti. “Aku akan membawamu ke tempat favoritku.”

PEARLSHAFIRABLUE®

            “Kau bertanya apa, Sehun-ah?”

Terdengar bunyi klakson yang mengaum-ngaum dari belakang. Jalanan kota Seoul hari ini benar-benar padat akan kendaraan. Sudah nyaris 30 menit mobil kami tidak bergerak dari sini.

“Apakah kau—”

Tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku menatap Sehun sebentar dan dia mengangguk—menyuruhku mengangkatnya terlebih dahulu.

Yeoboseyo?”

Seohyun?” Terdengar suara Jessica unnie dari seberang sana.

Ne, unnie?”

Kau sedang berada dimana sekarang?” Tanya Jessica unnie.

“Ah, aku sedang dalam perjalanan pulang bersama Sehun. Ada apa?”

Bisakah Sehun mengantarkanmu ke rumah unnie? Hari ini Tiffany menginap di rumah keluarga Wu bersama Luhan. Bisakah kau menemani unnie malam ini?” Tanya Jessica unnie dengan suara penuh harap.

“Tentu saja, unnie.” Jawabku. “Aku akan sampai di rumahmu sekitar setengah jam lagi, Seoul macet parah hari ini.”

Baiklah, sampai ketemu nanti, Seohyun!”

Aku memutus sambungan telepon.

“Siapa?” Tanya Sehun tiba-tiba. Aku menoleh ke arahnya.

“Jessica unnie.” Jawabku singkat. “Antarkan aku ke rumahnya, Sehun. Hari ini aku bermalam di sana.”

“Bukankah kau berjanji akan bermalam di rumahku hari ini?” Tanyanya sarkastis. Aku menyipitkan mata. Apa aku tidak salah lihat? Wajah Sehun terlihat dingin sekali.

“Ah, maaf, Sehun. Mungkin lain kali. Kau tahu kan, Jessica unnie tidak akan bisa tidur jika tidak ada seorangpun yang menemaninya?” Balasku sambil membuka bagasi dashboard mobil—bermaksud mencari kesibukan lain.

Sehun tidak menjawab.

PEARLSHAFIRABLUE®

            “Pantai?” Aku mengedarkan pandanganku ke sekitar. Nyaris semua orang di sekelilingku sekarang mengenakan pakaian renang dan baju-baju pendek. Banyak orang berjualan di belakangku. Dan bisa kudengar dengan jelas suara deburan ombak yang cukup asing di telingaku.

“Ya.” Jawab Minseok oppa singkat. Ia memandang ke langit. Dengan senyuman mengembang di bibirnya. Kurasa kini Minseok oppa bahagia sekali.

Kami berdua mengambil tempat duduk di dekat sebuah kedai makanan di pinggir pantai. Aku meraba pasir di bawahku—dan menggenggamnya. Aku benar-benar tidak pernah ke tempat ini.

“Jadi…” Aku memulai pembicaraan. “Tempat favoritmu adalah pantai, oppa?” Tanyaku.

Minseok oppa menoleh ke arahku. Dia hanya tersenyum sambil menggeleng. “Tidak juga.”

Mwo?” Aku menyerngitkan dahi.

“Ya, pantai sebenarnya bukan tempat favoritku.” Ujar Minseok oppa. Ia melukis sesuatu di atas pasir dengan ujung jari telunjuknya. “Aku hanya suka melihat matahari terbenam dari sini.”

“Matahari terbenam?”

“Ya. Aku suka sekali memandang langit senja. Ketika matahari mulai kembali ke peraduannya, ketika bulan mulai naik ke atas untuk menerangi dunia malam… intinya aku sangat menyukai senja.” Jelasnya sambil menatap ke arahku.

Langit senja?

Aku mengangkat kepalaku ke atas. Berusaha mencari daya tarik apa yang ada pada langit saat senja.

“Kau bisa bernyanyi, Seohyun?” Tanya Minseok oppa tiba-tiba. Aku menoleh ke arahnya dengan cepat dan wajahku mulai memanas.

“Ah… aku… aku…”

“Tunggu sebentar, ya.” Ucap Minseok oppa beranjak berdiri dari tempatnya.

Beryanyi? Ah. Sudah lama aku tidak bernyanyi.

Tak sampai semenit, Minseok oppa datang kembali dengan gitar di tangannya.

“Ka-kau serius, oppa?” Tanyaku sambil memandang gitar di tangan Minseok oppa dengan ragu.

“Ya, bernyanyilah, Seohyun.” Pinta Minseok oppa sambil menaruh gitar coklat itu di atas pangkuannya. “Gadis sepertimu membutuhkan banyak refreshing. Menyanyi bisa menyegarkan pikiranmu, Seo-ya.”

“Ta-tapi—”

“Ayolah.” Minseok oppa menarik lenganku—mendekatkan diriku dengannya. “Kau tahu lagu Taylor Swift? Speak Now?”

“Itu lagu kesukaanku!” Seruku refleks. Minseok oppa tersenyum ke arahku. Aku buru-buru menutup mulutku. “Ah, ti-tidak oppa, aku hanya—”

Kata-kataku tertahan di tenggorokan. Memandang senyuman Minseok oppa yang begitu tulus itu membuatku tak bisa berkata apa-apa.

“Baiklah.” Jawabku membalas senyumannya.

“Nah! Itu baru Seohyun-ku!” Seru Minseok oppa dengan semangat. Perkataan Minseok oppa barusan membuatku tersipu.

Aku mulai bernyanyi.

I’m not the kind of girl

Who should be rudely barging in

On a white veil occasion

But you are not the kind of boy

Who should be marrying the wrong girl

I sneak in and see your friends

And her snotty little family

All dressed in pastel

And she is yelling at a bridesmaid

Somewhere back inside a room

Wearing a gown shaped like a pastry

This is

Surely not what you thought it would be

I lose myself in a daydream

Where I stand and say

Don’t say yes, run away now

I’ll meet you when you’re out

Of the church at the back door

Don’t wait or say a single vow

You need to hear me out

And they said ‘Speak Now’

PEARLSHAFIRABLUE®

            Aku menyerngitkan dahi saat mobil Sehun berbelok ke arah jalanan yang tidak kukenal. “Ini bukan jalan menuju rumah Jessica unnie.”

Sehun tidak menjawab. Ia tetap menatap jalanan di depannya dengan tatapan kosong yang tidak bisa kuartikan.

“Sehun-ah? Kau mendengarku?” Aku menyentuh pundaknya. Dia menoleh sebentar.

“Kita akan ke suatu tempat, Seohyun.” Jawabnya datar.

“Kemana?” Tanyaku tajam. Ada sesuatu… yang aneh disini.

Sehun tersenyum dingin. “Kau tidak perlu tahu.”

PEARLSHAFIRABLUE®

            Aku berjalan dengan langkah gontai menuju kamar mandi rumah sakit. Sudah nyaris setahun aku mendiami tempat ini. Tidak banyak yang kulakukan.

Tapi keadaan ini tidak sepenuhnya buruk.

Ya, dia adalah alasanku masih berada disini. Bukannya mengakhiri hidup dengan sebatang pisau yang awalnya sempat terbersit di otakku.

Kanker otak. Apa separah itu?

Aku berbalik. Berniat untuk mematut diriku sebentar di atas cermin kecil di atas westafel.

Mendadak tubuhku membeku.

Ba-bayangan siapa yang terpantul di cermin itu?

Mata merah dengan lingkaran hitam, pipi tirus, bibir pucat…

Dan yang terparah, rambutku mungkin hanya tinggal beberapa helai.

Inikah Seo Joohyun sekarang?

Aku menoleh ketika mendengar derit pintu dibuka. Minseok oppa memandangku dengan lirih. Ia menghampiriku dengan cepat. Ditariknya aku dalam pelukannya.

“Apa kau tidak mendengarkanku?! Kubilang jangan lihat cermin!” Bentak Minseok oppa tiba-tiba. Air mata sudah menggenang di pelupuk mataku.

O-oppa… apa seburuk itukah rupaku?” Tanyaku terisak.

“Itu bukan kau yang sebenarnya, Seohyun! Itu bukan kau! Kau tetap seorang gadis cantik dan ceria seperti pertamakali aku bertemu denganmu! Kau tetap Seohyun yang kukenal!” Serunya serak. Disusul dengan suara isak tangis.

“Kumohon Seohyun… tetaplah berjuang… kau akan sembuh… percayalah…” Isak Minseok oppa getir.

Oppa…” Aku melepas pelukannya. Memandang mata kelabunya yang kini banjir oleh air mata. Betapa tersiksanya aku melihat dirinya seperti ini. Tidak seperti Minseok oppa yang kukenal.

Perlahan—tapi pasti, kudekatkan wajahku ke arah wajahnya. Kutempelkan bibirku di atas bibir bawahnya. Begitu lembut.

Minseok oppa menarik diriku lebih rapat ke arahnya. Dia membalas ciumanku. Hangat tubuhnya merambat ke tubuhku melewati sentuhan ini. Begitu nyaman disini. Aku ingin bertahan dalam posisi ini untuk ribuan tahun.

Mendadak rasa sakit itu datang lagi. Kepalaku kembali mati rasa. Otakku berteriak-teriak kesakitan. Secepat inikah Kau mengambil kebahagiaanku, Tuhan?

“Se-Seohyun? Kau kenapa? Bertahanlah! Aku akan memanggil dokter!” Samar-samar kulihat bayangan Minseok oppa pergi menjauh.

Tidak, oppa… kumohon, jangan pergi…

PEARLSHAFIRABLUE®

            “Cukup, Oh Sehun!” Aku mendorong Sehun hingga tubuhnya terlempar sejauh 5 kaki di hadapanku. Ia menarik poninya ke belakang—menatapku dingin. “Ada apa? Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau nyaris membuatku kehabisan nafas.” Tuturku sebelum ia berucap apapun.

“Tapi kau kasar sekali, Seohyun. Kau tidak pernah ini jika aku menciummu.” Balasnya datar sembari berdiri dan membersihkan debu yang menempel di celana jeans-nya.

“Aku…” Aku merebahkan diriku di tempat tidur. Memandang Sehun yang berjalan menuju lemari pakaian dengan sudut mataku. “Hanya lelah, Sehun.”

Sehun tidak menunjukkan reaksi apapun. Ia sibuk memandangi salah satu vas bunga antik yang ada di atas meja kayu di sebelah lemari pakaian coklat di sudut ruangan. Hotel milik Yixing ini memang hotel bintang 5 yang benar-benar classy.

Aku berusaha untuk tidak menghiraukan Sehun dengan mengambil remote televisi dan menekan tombol on. Layar di depanku langsung menyala. Berita sore sedang diputar rupanya.

“Seohyun, kau tahu? Kau belum menjawab pertanyaanku di mobil tadi.” Ujar Sehun tiba-tiba. Aku langsung tersedak air liurku sendiri.

“Ya-yang mana?” Tanyaku berusaha tenang.

“Tidak usah pura-pura. Kau tahu apa maksudku.” Ucapnya tajam sambil memandang ke arahku. Tatapan dinginnya itu berhasil membuatku membeku.

“Te-tentu saja aku mencintaimu, Sehun. Kau namjachingu-ku. Buat apa aku menerimamu dulu kalau aku tidak mencintaiku?” Jawabku—tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi. “Anyway, bisakah kita ke rumah Jessica unnie sekarang? Lagipula untuk apa kau mengajakku kesini, Hunnie?”

Sehun beranjak bangkit dari tempat duduknya tadi—kursi kecil di depan mejar rias. Ia berjalan ke arahku dengan perlahan. Bisa kurasakan tempat tidur ini bergoyang saat tubuhnya menyentuh sprai.

“Kau menerimaku… bukan sebagai pelampiasan dari Kim Minseok kan?”

Deg.

Refleks aku menoleh ke arahnya. Aku menatapnya dengan intens.

“Apa aku tidak salah dengar? Kau tahu apa soal Minseok opp—maksudku Kim Minseok?” Desisku tajam.

Sehun tersenyum miring. “Sebagai dokter yang merawatmu dulu tentu saja aku tahu bocah itu. Bocah bodoh yang selalu datang menjengukmu, bermain denganmu, walaupun dia sudah kuberitahu berulangkali kalau umurmu hanya tinggal setengah tahun. Tapi dia tetap semangat membuatmu tersenyum.” Jawabnya pelan.

Kenapa? Apa kalian kaget bahwa Sehun adalah dokter yang merawatku saat kanker dulu? Tapi begitulah kenyataannya. Aku bertemu dengannya di rumah sakit itu.

“Hanya itu kan? Tidak lebih, eoh?” Balasku, sambil berusaha bangkit dari tidur. Sekarang diriku berhadapan dengannya.

“Yah, setidaknya aku tahu sesuatu yang tidak kau tahu, Seohyun-ah.”

Apa?

Aku terdiam cukup lama, hingga akhirnya ia membuka mulut lagi. “Siapa yang tahu kalau dia jatuh miskin karena kau.”

Aku menyerngitkan dahi—tidak mengerti. Sehun menatapku. Ia kembali menyeringai. “Kau tidak pernah tahu kan? Bahwa Minseok membayar biaya rumah sakitmu dengan menjual rumahnya? Menjual tanah dan warisan dari kedua orangtuanya? Kau tidak tahu kan?”

Tubuhku mendadak lemas.

“Kau juga tidak tahu kan kalau dia sampai menjual jantungnya untuk membayar biaya operasi dan terapi terakhirmu?”

Untuk yang satu ini, aku benar-benar tidak tahu.

PEARLSHAFIRABLUE®

“Selamat sore, agashi. Sedang apa Anda disini? Seohyun sudah selesai diperiksa, anda boleh kembali masuk ke ruangannya.”

“…”

“Minseok-ssi?”

“Ah! Dokter Sehun! Ada apa?”

“Hmm… Seohyun sudah selesai diperiksa. Anda boleh masuk ke ruangannya.”

“Oh, baiklah. Terimaksih, dokter.”

“…”

“Minseok­-ssi?”

“Ya, dokter?”

“Apa yang sedang Anda pikirkan?”

“Maksud dokter?”

“Saya tahu Anda tampaknya sedang memikirkan sesuatu. Soal Seohyun lagi?”

“Ya, dokter. Saya bingung, bagaimana caranya melunasi biaya perawatan Seohyun. Saya sudah menjual semua aset yang saya punya, termasuk rumah satu-satunya—warisan orang tua saya, tapi semuanya belum cukup…”

“…”

“Minseok-ssi?”

“Ya?”

“Saya tahu, bagaimana caranya melunasi biaya itu dengan cepat.”

PEARLSHAFIRABLUE®

            “Oppa…” Dengan sekuat tenaga, akhirnya aku berhasil memanggilnya. Kendati dengan suara serak nan samar ini.

“Ya, Seohyun? Kau membutuhkan sesuatu?” Dia berjalan mendekatiku. Di tangannya terdapat secangkir kopi panas.

Aku menyentuh pipi bakpao-nya perlahan. Dia sudah tidak seperti dulu lagi. Kini dia tampak lebih kurus. Lingkaran hitam terlihat jelas di sekeliling matanya. Dia kurang tidur. Dan aku tahu sekali apa penyebabnya.

Oppa… pulanglah… kau tampak lelah. Aku bisa merawat diriku sendiri disini. Lagipula ada Dokter Sehun dan suster yang akan membantuku… kumohon, tetaplah sehat, oppa…” Desisku dengan serak.

Minseok oppa menatapku dengan sendu. Ia tersenyum tipis. “Aku tidak apa-apa, Seohyun. Sungguh. Kau yang kenapa-napa. Akhir-akhir ini kau sering tidak sadarkan diri.” Ucapnya lirih.

Aku membalas senyumannya.

Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka. Dokter Sehun datang dari sana. Ia tersenyum ke arahku.

“Selamat siang, Seo Joohyun.” Sapanya riang. Aku hanya membalasnya dengan anggukan. Kini dia mengalihkan pandangannya ke arah Minseok oppa. “Minseok-ssi. Sudah siap.”

Hah? Sudah siap apa?

Minseok oppa menatap Dokter Sehun dengan tatapan yang sulit kuartikan. Kemudian dirinya berbalik ke arahku. Mata hazel-nya bertemu dengan mataku.

Oppa… oppa pergi dulu ya, Seohyun. Tunggu disini.” Bisiknya perlahan. Tangannya mengelus pipi kananku.

“Ma-mau kemana, oppa? Kumohon tetaplah disini.” Isakku.

Oppa hanya sebentar saja, Seohyun. Oppa mau mengurus operasi kamu selanjutnya. Tenang saja, oppa tidak akan kemana-mana.” Balas Minseok oppa sembari beranjak berdiri. Ia mulai berjalan menjauhiku.

Tiba-tiba dadaku berdegup kencang saat bayangan Minseok oppa dan Dokter Sehun menghilang dibalik pintu yang berdebam. Tangisku tiba-tiba pecah.

Firasat buruk.

Entah kenapa aku merasakan bahwa aku tidak akan bertemu dengannya lagi.

…6 Months Later…

            “Se-Seohyun?”

Aku membuka mataku dengan perlahan. Aku mengerjap sebentar dan langsung mengangkat tubuhku.

Dua orang gadis langsung berteriak gembira saat aku menatap mereka.

Jessica dan Tiffany unnie.

Oh, thanks, God! You save our Seohyun!” Seru gadis berambut merah—Tiffany unnie.

“Seohyun! Are you okay?” Gadis berambut coklat langsung mendekatiku. Memelukku sebentar dan menatapku dengan bahagia.

“Siapa yang akan menyangka, kau hilang tanpa kabar selama 2 tahun dan nyaris membuatku gila karena kau berjuang melawan sakitmu. Tanpa siapapun disini kecuali Dokter Sehun.” Aku menoleh ke kanan. Seorang namja berambut coklat pirang mengerling sebentar ke arah namja dengan jas putih di sebelahnya.

Xi Luhan.

“Seohyun! Please, say something! Don’t make us worry again!” Pinta Tiffany unnie. Aku menatapnya dengan bingung. Masih tidak mengerti apa yang terjadi disini.

Namja berjas putih tadi mendekatiku. Ia merangkul pundakku dan berkata, “kurasa Seohyun masih syok. Dia butuh waktu sendiri untuk benar-benar pulih. Kalian bisa menunggu di luar. Saya akan menjaganya disini.” Ucapnya. Ternyata dia Dokter Sehun. Berbeda sekali dengan terakhir aku melihatnya.

Akhirnya mereka bertiga keluar dari ruangan ini. Dokter Sehun duduk di salah satu sofa di dekat tempat tidurku sekarang. Ia seperti sedang mencorat-coret sesuatu di atas kertas yang dilapisi scanner board.

“Do-dokter?” Panggilku pelan. Suaraku tidak seserak biasanya.

“Ya, Seohyun?” Jawab Dokter Sehun tanpa mengalihkan pandangannya dari scanner board di depannya.

“Ini tahun berapa?” Tanyaku takut.

Dokter Sehun tertawa sebentar. Ia langsung menaruh scanner board-nya dan berjalan ke arahku. “Ini Maret 2013, Seohyun-ssi. Kau tertidur selama 6 bulan. Siapa yang sangka kalau kau ternyata masih bisa sembuh saat para suster nyaris mencabut alat pacu jantung dan alat bantu nafasmu. Tuhan memang masih sangat menyayangimu, Seohyun-ssi.”

Aku hanya bisa terdiam mendengar pernyataan dari Dokter Sehun.

“Saya juga tidak menyangka ternyata Luhan ge adalah sahabatmu. Dia adalah salah satu sahabat saya juga dahulu. Dan ketika dia bercerita kepada saya bahwa dia kehilangan kontak selama setahun dengan sahabatnya yang tinggal sendirian di Seoul, saya langsung menceritakan tentangmu kepadanya. Hingga akhirnya Tiffany-ssi dan Jessica-ssi yakin bahwa yang saya ceritakan adalah Seo Joohyun, sahabat mereka, mereka datang kesini dan benar-benar menyesal karena meninggalkanmu di Seoul sendirian dan malah tinggal di London.” Jelas Dokter Sehun panjang lebar.

Ya. Aku masih bisa mengingat jelas saat Luhan, Tiffany unnie dan Jessica unnie memutuskan untuk pindah ke London. Sedangkan aku bersikeras untuk tetap di Seoul.

“Kau tidak tahu, ya Seohyun? Tadi malam adalah malam terburuk dalam hidup kami. Kau kritis dan jika salah sedikit saja nyawamu bisa melayang. Tadi malam Tiffany-ssi dan Jessica-ssi menangis habis-habisan. Termasuk Luhan ge. Padahal sebelumnya saya tidak pernah melihat sahabat saya itu menangis. Hahaha. Tetapi untungnya kau masih bisa selamat. Kau berhasil melawan penyakitmu itu. Selamat, Seo Joohyun.” Tambah Dokter Sehun. Ia tersenyum ke arahku.

Aku tidak tahu harus bahagia, atau bagaimana menghadapi situasi ini. Aku telah sembuh. Ketiga sahabat baikku sudah kembali ke Korea. Ada seorang dokter muda yang sangat perhatian padaku. Tapi aku masih merasa janggal. Ada sesuatu yang tidak ada.

“Dimana Minseok oppa?” Akhirnya pertanyaan itu keluar dengan lancarnya. Dokter Sehun langsung berhenti tersenyum dan menatapku dengan terkejut. Tubuhnya menegang. Bisa kurasakan hal itu.

“Minseok? Kim Minseok-ssi?” Ulang Dokter Sehun dengan hati-hati. Aku mengangguk tegas.

“Dimana dia? Kenapa dia tidak menyambut kesembuhanku?” Tanyaku lagi.

Dokter Sehun hanya diam. Ia tidak menjawab pertanyaanku.

“Dokter? Dimana Minseok oppa?! Dimana dia?!” Kali ini suaraku terdengar lebih tinggi. Mataku mulai memanas. Firasat buruk lagi.

Dokter Sehun menoleh ke arahku. Ia menggeleng pelan. “Ti-tidak ada…”

Melihat reaksinya aku langsung turun dari tempat tidur tanpa mempedulikan infus yang sedang menempel di pergelanganku. “Apa maksud dokter? Tidak ada? Tidak ada apanya?”

Ya! Seo Joohyun! Kau masih dalam masa pemulihan! Jangan bangun seenaknya!” Dokter Sehun langsung panik saat aku mendekat ke arahnya. Ia menggiringku kembali ke atas tempat tidur.

“Dimana Minseok, dokter?! Jawab aku!” Aku mendorong tubuh Dokter hingga ia mundur ke belakang beberapa langkah. “Apa Anda tidak mendengarku, dokter?”

Dia tetap tidak menjawab. Ia langsung beranjak dari hadapanku menuju sebuah meja kecil di samping pintu masuk. Bisa kulihat ia membuka laci teratas dan mengambil sesuatu. Secarik amplop.

Kenapa dia mengambilnya? Apakah Minseok oppa ada di sana?

Tanpa bicara apapun Dokter Sehun memberikan amplop itu kepadaku. Aku memandangnya dengan penuh tanya dan ia langsung menunduk, mendekatkan kepalanya ke arah telingaku.

“Mungkin surat itu akan membantumu mencari tahu dimana Minseok-ssi.” Bisiknya pelan. Aku hanya bisa menyerngitkan dahiku sambil memandang secarik amplop kusam itu.

Buru-buru aku membukanya. Kurobek paksa penutup amplopnya dan kuambil dengan kasar surat yang ada di dalamnya.

Halo, Seohyun! Apa kabar?
Hahaha, aku yakin kau tertawa mendengar sapaaanku barusan. Aku tidak sebaik itu,
ne?
Aku yakin sekali ketika kau membaca surat ini kau benar-benar sudah sembuh, sudah terbebas dari penyakit kanker sialan yang sudah membuatmu terpuruk selama setahun belakangan ini.
Sebenarnya aku tidak punya maksud lebih dalam menulis surat konyol ini. Aku hanya ingin menjelaskan kenapa aku tidak ada di sampingmu sekarang.
Kau tahu? Mungkin ini memang sudah digariskan oleh Tuhan.
Ketika aku sehat, kau tidak, dan ketika kau sehat, aku tidak ada
.
Kau mengerti maksudku kan, Seohyun?
Tapi jangan khawatir, kita akan bertemu lagi.
Di tempat yang lebih indah.
Oya, satu lagi. Ada satu hal penting yang selama ini tidak sanggup kukatakan kepadamu.
Aku mencintaimu.

Your Handsome Oppa :*

PEARLSHAFIRABLUE®

            “JADI KAU MENYURUH MINSEOK OPPA MENJUAL JANTUNGNYA KEPADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG UNTUK MELUNASI BIAYA PERAWATANKU?” Aku tidak sanggup berkata-kata halus kepada manusia biadab di hadapanku ini.

“Seohyun! Keep calm! Apa yang telah kulakukan selama ini didasari oleh kesembuhanmu! Aku tidak mungkin melakukannya jika bukan untukmu!” Seru Sehun sambil menyentuh pundakku lembut.

Kutepis tangannya itu dengan kasar.

“Aku lebih baik mati, Sehun! Aku lebih baik menghabiskan sisa hidupku bersamanya dibanding hidup tanpanya seperti ini!” Bentakku kasar. Pipiku sudah mulai memanas.

“Tapi dengarkan aku dulu, jika dulu ia tidak mau, aku tidak akan memaksanya, Seohyun. Tapi dia sendiri yang mau! Dia bahkan meminta! Dan kebetulan memang ada seorang pasien penyakit jantung kaya yang membutuhkan donor jantung!” Balas Sehun tidak mau kalah.

“Kau tidak pantas jadi dokter, Sehun! Kau tidak pantas! Kau memainkan nyawa orang lain untuk mendapatkan kesenangan!”

“Kesenangan?! Apa maksudmu?! Kau pikir aku bahagia karena Minseok menjual jantungnya?!” Sehun tidak terima dengan tuduhanku. Ia menatapku dengan sinis.

“Apa kau pikir aku tidak tahu?! Kau sengaja melakukan itu untuk menghilangkan Minseok oppa dari kehidupanku kan?! Aku tahu kau mencintaiku sejak dulu, Sehun!” Tukasku sambil mendorong tubuhnya.

Sehun tercengang mendengar pernyataanku barusan. Tubuhnya membeku seketika.

“Kenapa? Aku benar ya?” Aku menyilangkan kedua lenganku di depan dada.

Mendadak, Sehun menarik bibirnya—membentuk seringai tajam.

“Kyaaa!” Aku terjungkal ke belakang saat tubuh Sehun menubruk tubuhku. Dan kini tubuhnya mengunci tubuhku yang terbaring di lantai kamar hotel milik Yixing. Bibirnya dengan paksa menyusup masuk ke dalam mulutku. Bisa kurasakan nafsunya membara saat tangannya berusaha masuk ke dalam pakaianku.

“Ber-hen…ti!” Seruku terputus-putus. Aku berusaha mendorong tubuhnya sebelum sesuatu yang lebih parah terjadi.

BRRAAK!!

Tubuh Sehun menabrak sebuah buffet kecil ketika aku berhasil menjauhkan tubuhnya dariku. Tanpa basa-basi aku langsung berlari keluar kamar tanpa sempat mengambil clutch dan heels-ku.

Jderr!

            Petir menyambar dengan cepat ketika aku berhasil sampai di teras hotel. Hujan turun dengan derasnya.

Apakah tidak akan ada kata bahagia dalam hidupku?

Akhirnya tangisku pecah. Aku berlari dalam hujan tanpa memedulikan kakiku yang tidak terbalut apapun.

Kenapa kau melakukannya, oppa? Kenapa kau mengakhiri hidupmu dengan sia-sia?

Hujan semakin deras saat aku sampai di jalan raya. Aku terus berlari membabibuta tanpa arah. Aku hanya ingin lari. Aku hanya ingin lari dari kenyataan ini.

Aku baru ingat bahwa ponselku masih berada di saku-ku. Kuambil dengan paksa benda mungil itu dan kutekan tombol X.

“Yeoboseyo? Seohyun? Ada apa?”

            Gege!” Seruku sambil menangis. Persetan dengan berapa banyak orang yang kini sedang menatapku.

Seohyun? Kau kenapa?! Kenapa kau menangis? Suaramu tidak jelas, Seohyun!

“Sehun… Sehun… dia… dia brengsek, ge.” Isakku.

Apa Seohyun? Kau tahu, kau lebih baik masuk ke dalam ruangan yang sunyi sekarang. Suaramu sama sekali tidak terdengar!”

“Sehun! Dia—KYAAAAAAAAAAAAAA!”

TIIN-TIIN!!!!

Aku menutup mataku ketika mobil Audi hitam melaju dengan kecepatan tinggi ke arahku.

Aku tidak merasakan apa-apa. Aku belum mati kan?

Aku membuka mataku dengan perlahan. Mobil itu berhenti persis 5 sentimeter dihadapanku.

Di tengah guyuran hujan, bisa kulihat siluet seseorang keluar dari kursi pengemudi mobil tersebut.

“Ka-kau tidak apa-apa, agashi?” Siluet itu kini berdiri di hadapanku. Tetesan hujan mulai membasahi bagian depan rambut coklatnya.

Hujan mulai reda saat aku berdiri. Aku membersihkan debu yang menempel di pakaianku. Aku mengangkat kepalaku ke atas. Tubuhku tercengang saat mataku bertemu dengan matanya.

Mi-Minseok oppa?

            “Ada apa, agashi? Kenapa Anda melihat saya seperti itu?” Tanyanya perlahan. Rambut coklatnya itu benar-benar persis. Matanya, bibirnya, pipinya…

“Kau… Kim Minseok?” Dengan hati-hati kusentuh pipinya. Benar-benar persis seperti Minseok oppa!

“Ah,” dia menepis tanganku dengan lembut. “Mungkin Anda salah orang. Aku bukan Kim Minseok.” Ucapnya sambil tersenyum. “Anda basah kuyup, nona. Kebetulan aku sedang senggang. Mau kuantar pulang?”

Aku hanya bisa mengangguk—terbius dengan dirinya yang persis seperti Minseok oppa!

Aku masuk ke mobilnya.

Mobilnya mulai melaju membelah jalanan sore kota Seoul. Aku terus-terusan menatap wajahnya. Aku tidak mau melewatkan satu detikpun tanpa mengagumi guratan indah ciptaan Tuhan itu.

“Nona?” Tiba-tiba dia bersuara. Aku langsung menelan ludah. “Kenapa anda memperhatikan saya terus?” Tanyanya hati-hati sambil tersenyum awkward.

Aku hanya bisa menggaruk tengkukku sambil nyengir. “Ka-kau hanya persis seperti temanku, Tu-tuan.” Jawabku sekenanya.

“Oh, aku mengerti.” Tuturnya sambil kembali memandangi jalanan. “Omong-omong, siapa nama Anda?”

“Namaku… Seo Joohyun. Bagaimana denganmu? Kau orang sini kan?”

“Sebenarnya aku baru saja datang dari Beijing. Sudah 5 tahun aku tinggal disana.” Jawabnya.

Aku hanya bisa manggut-manggut mendengar penjelasan darinya. “Dan… namamu?”

“Oh, perkenalkan,” ia mengulurkan tangan kanannya—kebetulan saat ini mobil berhenti karena lampu merah. “Namaku Xiumin.”

END

Wohoo~~ Gimana FF-nya? Kurang dapet ya feelnya?
Hehehe, sori, soalnya inipun idenya aku dapet mendadak. Dan bener-bener pengen nulis FF dengan cast baozi :3
Kenapa aku milih lagu Speak Now buat di atas? Bcs Seohyun is fuckin amazing when sing that song at SBS xD
Okedeh, ini FF pertamaku di exomk-fanfiction xD semoga suka! Ditunggu ya komentarnya!


[FREELANCE] Dark Angel (Chapter 1)

$
0
0

black-wings kaihun

Title : Dark Angel (Chapter 1)

Type : multi chapter

Author : thadel (RJ)ß jangan di hiraukan

Main cast :

  • Sehun as human
  • Kai / Jongin as dark angel

Other cast :

  • Tao as kai friends/devil
  • Kris as Leader of devil
  • Luhan as Sehun’s best friend

Dan tokoh berkembang seiring waktu –v

Rating : T or more /?

Pairing : Kaihun/hunkai/sekai

Genre : Yaoi, fantasy

Descalimer: kai milik sehun, sehun milik kai, kaihun milik kita semua /? Tapi cerita ini milik gue /? Tapi terinspirasi dari beberapa film serta ff lainnya. Gue nulis ini karena gak tau kenapa gue suka banyangin kai dengan sayap hitam /?

Dan menurut gue kaihun itu anugrah muahaha xD

So check this out —-> Sehun pov:

Ini menyakitkan. Rasa sesak di dada ini tak kunjung hilang. Perasaan ini membuatku frustasi. Aku benar-benar seperti anak anjing yang dibuang. Tak berayah dan beribu. Kehidupanku juga terlalu menyakitkan untuk di kenang. Untuk apa aku hidup di dunia bodoh ini? Kau tau oh sehun kau sangat kasihan. Uang tak punya, keluarga pun meninggakanmu. Oh sehun. . . .  untuk apa kau masih disini?

Eomma… kenapa kau tidak membawaku bersamamu dulu? Kenapa kau membuat aku sendirian? Appa kau juga mengapa lari dengan wanita lain dan menelantarkanku di jalan? Jika bukan karena kecelakaan itu. Aku.. oh sehun tidak berdiri disini sekarang. Memutuskan mengakhiri semua kehidupan bodoh ini.

Author pov:

Seorang namja berkulit putih tengah berdiri di atap gedung seoul yang cukup tinggi. Air mata jatuh berderai mengalir bak sungai di pipi mulusnya itu. Perasaannya perih tak tertahan. Semua guncangan membuatnya ingin mengakhiri semuanya.

Kaki nya bergetar hebat mulai maju menjauh dari daratan ia berpijak. Langkahnya semakin berat namun rasa sakit di dada dan kepalanya tak mengurungkan niatnya. Namja berkulit putih itu pun perlahan menutup mata indahnya dan air mata terus berjatuhan menghias pipi pucatnya yang semakin pucat karena ketakutan besar pada dirinya.

Tap

Tap

Tap

Tinggal satu langkah lagi menuju kematian. Sehun semakin bergetar, namun ia tetap melangkahkan kakinya namun belum sempat terjatuh.

“kenapa kau mau mati, namja cantik?” suara terdengar di telinga sehun. Suara yang dingin namun hangat. Terdengar aneh memang. Tapi suara itu menghentikan langkah sehun yang terakhir.

Sehun membuka, namun tak ada satu orang pun disana.

Ia berpikir itu hanya halusinasi saja

Ia kembali memejamkan matanya dan bersiap melancarkan aksinya yang tengah tertunda.

“hei apa kau bodoh?” suara itu mendelusup masuk lagi ke dalam gendang telinga sehun

“Diam! Aku mau mati” kali ini sehun menyahut

“Manusia bodoh!” sehun tetap melangkahkan kaki nya dan terjatuh seketika dari gedung berlantai 13 itu.

“hmm merepotkan” ia mendengar gumaman seorang namja lagi saat ia terjatuh. Namja itu menutup matanya dan memeluknya dari belakang.

“kau siapa?”

“tidak perlu tahu. Tidurlah!” sekejap rasa kantuk menyerang ribuan saraf mata sehun. Dan ia terlelap

.

.

.

.

.

.

Sehun mengusap matanya terbangun dari tidurnya. Kepalanya pusing tak tertahan. Rasa bingung menyelimutinya. ‘kenapa aku berada disini? Harusnya aku sudah mati’ batin sehun. ia memandang sekeliling dan benar. Ia di atap gedung itu. Tertidur di tepi atap gedung itu. Ribuan pertanyaan merasuki jutaan syaraf otaknya.

“Apa aku bermimpi?” ia pandangannya mulai menjelas

“Ya bodoh. Kau tidur lama sekali. Suara itu di kenal sehun. Ia agak terkaget kaget melihat sosok namja tinggi berkulit kecoklatan itu. Sungguh tampan. Pahatan hidungnya, matanya nya bahkan garis mukanya terpahat indah. Satu kata di benak sehun ‘SEMPURNA’

“Apa? Aku tertidur?”

“Yap. Sudah sana pulang anjing kecil” namja itu tersyum. Seyumannya hangat, tapi rasa dingin mendelusup di sela sela kulit sehun.

“hei kau dengar tidak?”

Sehun tersentak dari lamunannya “hmmm ne. apa aku hanya bermimpi? Harusnya aku sudah” “jangan dipikirkan pulang sana oh sehun!”

Dari mana ia tau nama sehun? Ini membuat sehun semakin pusing

“Yasudah kalo tidak mau pulang. Aku yang pergi” namja berkulit kecoklatan itu beranjak pergi dan meninggalkan sehun

“Ahh maaf, siapa namamu?” sehun menatap punggung namja itu yang beranjak menjauh

“jongin, Kim jongin. Jangan berfikir untuk mati lagi, sehun!” ia melambaikan tangannya tanpa menoleh. Dan akhirnya menghilang seiring langkahnya yang terus menjauh.

‘Apa itu? Jadi aku benar-benar mau bunuh diri tadi? Tapi kenapa aku tertidur di sini?’ kepala sehun kembali sakit. Ia memutuskan untung pulang seperti kata jongin. Yang sepertinya ia mulai menyukai namja tampan itu

.

.

.

.

.

“Hei kawan sejak kapan kau berubah?” sesosok mahluk tampan bertengger di antara gedung-gedung pencakar langit di seoul. Membentangkan sayapnya yang hitam legam, menebar aura kelam di sekitarnya.

“Aku tidak berubah”

“Mengakulah, manusia bodoh itu mengubahmu” namja berkantung mata agak tebal nan dingin itu meledek kawannya

“Tidak!”

“Kalau begitu kenapa membiarkannya hidup? Ini jadwalnya untuk mati”

Namja yang satunya tidak mejawab.

“hei kai, jangan abaikan aku!” terdengar tao agak terkekeh.

“aku juga tidak tahu, dan berhenti bertanya” mata merahnya menyalak, sayap hitam kai muali membentang menakjubkan. Dalam hitungan detik ia terbang dan lenyap dari pandangan tao.

“Cih kai bodoh, ia akan menerima ganjaran dari kris” tao bergumam pasrah

.

.

.

.

.

Sehun kembali masuk kerja. Walau agak kecewa karena aksi lompat tinggi (dari gedung) nya gagal sudah, namun disela-sela kekecewaannya itu tersirat rasa senang bertemu dengan jongin. Sedari tadi ia mengepel lantai, ia hanya memikirkan wajah jongin yang terus menerus berkelibat dibenaknya. Ia ingin bertemu dengan namja itu lagi. Ia merindukannya

This is my first time to see you, to meet you

But you already stole my heart and atetion

Jongin-ah

You just too good

 

“sehunnie… sehun … THEHUN!!!!” luhan berteriak tepat disamping telinga sehun.

“hum? Eh apa hyung?”

“aku dari tadi memanggilmu, kau sedang melamunkan apa heum? Apa kau tidak lihat itu lantainya jadi basah tauu” luhan mengomel tak henti-henti membuat telinga sehun sakit.

“Ah tidak, hyung kepo ah” sehun menutup telinganya dengan headset dan mulai mengepel lantai kembali. Ia tidak ingin mendengar celotehan hyungnya yang bawel itu.

Ya, hanya luhan yang tersisa baginya di bumi ini. Ia hanya sendiri, sendirian. . . . kalau saja ibunya tak mengalami kecelakaan, sehun tak semenderita ini.

“oh iya sehunnie, kau boleh pulang sekarang, hari ini pulang cepat” luhan bergumam

“mwo? Chinja?” sehun melepas headset yang dipakainya dan menatap luhan dengan tatapan penuh harap

“huh kalo ini saja mau dengar” luhan cemberut kesal “Ia sehunnie. Bos sedang baik hati” sambungnya

“chinja?? Yey” sehun melompat senang dan memeluk luhan sekilas, mecopot celemeknya dan pergi keluar secepat mungkin. Dalam batinnya ia hanya ingin melihatnya, melihat jongin. Jongin yang ingin ia tanyai ribuan pertanyaan, jongin yang tampan, jongin yang begitu gagah.

.

.

.

.

Sehu berlari menuju gedung saat ia bertememu jongin dulu. Ia berharap banyak dari itu.

Sudah sekitar 2 jam sehun menunggu tapi tak ada tanda-tanda batang hidung jongin. Ahhh tentu saja ia tak ada, untuk apa seseorang datang keatap gedung sebegitu sering?

Sehun memainkan kakinya sambil mempoutkan bibirnya, bosan. Ia masih bingung mengapa ia bisa tertidur saat itu. Dan suara namja itu sama dengan orang yang menyelamatkannya di mimpi. “aah..” sehun mengacak-acak rambutnya frustasi.

3 jam menunggu akhirnya sehun berdiri dan beranjak pulang

“Apa kau menungguku?” suara itu datang lagi, suara jongin? Ya itu jongin berdiri di belakang sehun. Tapi kapan ia datang?

“Kau merindukanku heum?” namja itu berbisik di telinga sehun

“Ahh itu tidak” muka sehun memerah merasakan hembusan nafas hangat di telinganya.

“Tidak perlu bohong” jongin mendekat dan memeluk tubuh sehun dari belakang

“ Aku tidak berbohong” bibir sehun bergetar karena tegang. Ia merasakan tubuh jongin yang dingin, namun nyaman.

“Hahaha. . .  bodoh” jongin mengacak-acak rambut sehun

Keduanya terdiam falam keheningan sampai sehun amgakat bicara memecah keheningan

“Apa aku benar-benar tertidur waktu itu? Tapi kenapa aku mendengar suara mu?” sehun berbalik menatap mata jongin langsung.

Aish manusia ini, beraninya ia menatap mataku langsung. Apa dia tidak tersiksa oleh kegelapanku?

Hmm boleh juga bocah ini

“Ia, kau mengigau terus, jadi aku mengajak mu bicara, kau lucu sekali”

“Benarkah jadi begitu?” sehun mengangguk pasrah mendapati jawaban yang tak begitu memuaskannya.

Kai pov :

Namja ini sungguh sudah mencuri perhatianku, apa hatinya sesakit itu hingga ia tahan menatap mataku? Tapi ia begitu polos dan mudah percaya. Ama tao benar? Ia telah merubahku menjadi sesuatu yang lain? Tapi aku iblis, tak akan pernah berubah menjadi malaikat, tugasku mengambil nyawa, bukan melindunginya serta menghukum mahluk-mahluk bersalah di bumi dengan mencabut nyawanya dengan penuh kesakitan. Ini pekerjaan menjijikan. Memuakan! Aku tak suka. Tapi ini lah aku, terlahir dengan saying kelam dan mata berwarna kemarahan, belum lagi rasa nafsu yang lebih maju dari pada akal.

Tapi …. Demi dia

Oh sehun

Aku melanggar jadwalku dan menyelamatkannya.

Apa ini? Apa benar aku berubah?

Entahlah tapi aku meyukai perubahan ini

“jadi kau sudah sadar heum? Kau membuat kesalahan kai. Dan apa itu? Kin jongin? Ha menggelakan, kenapa kau memakai nama konyol itu. Temui aku sekarang!” bisikan memekakan telinga sampai di telingaku. Ahhh kris bodoh itu lagi-lagi menyuruh-nyuruhku. Aku pasti kena hantam olehnya

“Sehunnie, cepat pulang sana! Aku juga ada urusan”

“Tapi kita baru bertemu” sehun mempoutkan bibirnya itu, akhh keimutannya membunuh semua saraf ku.

“hentikan itu, dan pulanglah”

“baik kalo jongin bialng begitu” namja berkulit putih itu melepas peluknya dan pergi sambil melambai. Dia indah. Begitu indah namunn rapuh.

Aku …

Aku inigin mejaga sehun…

Aku ingin menggantikan semua yang meninggalkan sehun . . .

Tapi…

He is a human and I?

I just a devil

Dark devil

Cold devil

I’m not suits with him

Kai pov end

Sosok itu membentangkan sayapnya lagi, menjetnikan jari dan berpindah menghilang mengahadap sang leader.

**TBC**

FF fantasy pertama nih, sorry typo bertebaran yak xD thanks yang baca. Moga tambah cantik atau ganteng /?


Dimenticato

$
0
0

Dimenticato

{Baekhyun menoleh, kali ini Chanyeol seperti kehilangan oksigen. Baekhyun sedang menangis, Chanyeol melihatnya dengan jelas. Air-air bening yang terus mengalir dari kelopak mata milik Baekhyun}

|| G || Oneshot || Baekhyun & Chanyeol || Brothership ||

A/N: uda pernah published di blog pribadi

“Lagi?” tanya Baekhyun dingin. Seorang pria dengan postur tubuh tinggi menjulang mengangguk sebagai jawaban, kepalanya tertunduk,menatap ubin tempat kakinya berpijak, menghindari tatapan Baekhyun yang tak kalah dingin dengan suaranya.

Pria mungil itu menghela nafas, ia sudah mengira akan seperti ini, yang tidak ia mengerti adalah kenapa rasa kecewa masih menggerogoti bahkan ketika ia sudah tahu akan mendapat jawaban yang sama setiap harinya?

“temani aku makan, Chanyeol-ah” Baekhyun menyeret langkah malas menuju meja makan, yang di panggil Chanyeol mengekor di belakang.

“duduk di sini” lagi, Chanyeol menuruti perintah Baekhyun untuk duduk di hadapannya.

Suasana ruang makan sangat hening, Baekhyun mengedarkan pandangan ke penjuru ruang makan. Sekali lihat orang akan sadar, butuh biaya yang tidak sedikit untuk menciptakan ruang makan seperti ini, mewah dan elegan. Dua kata itu akan langsung ada di pikiran orang-orang ketika melihat ruang makan keluarga Byun.

“kau tahu Chanyeol-ah..” Chanyeol mendongak, mendapati pria imut di hadapannya sedang melilit spagetthinya pada garpu, sebelah tangan menopang dagu di meja.

“aku tak mengerti orang tuaku..” Chanyeol masih bungkam.

“ruang makan ini sungguh konyol bagiku, meja panjang dengan jajaran kursi tegap yang mampu menampung satu tim sepak bola seperti ini di letakkan di rumah yang tak kalah megah dengan satu pemilik tetap. Mereka bahkan tak pernah duduk di sini bersamaku lagi, yang ada hanya kau dan aku. Apa mereka sangat kaya sehingga membuang uang mereka seperti ini? Kalo begitu, kenapa mereka tak pulang saja menemani satu-satunya anak yang katanya mereka sayangi?” Baekhyun kini menatap balik manik mata Chayeol, datar.

BUK!

Sebuah palu seperti tepat menghantam jantung Chanyeol, sedikit kelabakan ia menghindari tatapan Baekhyun. Genggamannya pada sendok garpu mengerat. Chanyeol ingin menyahut, tetapi ia tak menemukan kata-kata yang tepat. Penekanan Baekhyun pada “katanya” berhasil memporak-porandakan emosi pria bertubuh janngkung itu. Pada akhirnya, Chanyeol hanya bungkam.  Menatap nanar pada sosok namja mungil di hadapannya.

***

Selesai sarapan, Baekhyun segera menuju sekolah di antar Chanyeol seperti biasa. Chanyeol bukan hanya sekedar supir pribadi, ia lebih seperti pengawal yang akan mengikuti kemanapun langkah Baekhyun melangkah tanpa mengeluh.

Chanyeol membelokkan setir mobil ke kiri tidak lama kemudian mobil berhenti. Ia membalikkan badan ke belakang, menatap sosok namja imut yang tengah sibuk memencet layar ipadnya, berniat mengeluarkan kata-kata namun Baekhyun mendahului.

“Pergilah, aku tak mungkin melarangmu untuk mengunjungi orang tuamu” sudut bibir Chanyeol terangkat ke atas mendengar suara cempreng itu, dengan dua buket bunga ia membuka pintu, melangkahkan kaki-kaki jenjangnya masuk ke tempat peristirahatan terakhir kedua orang tuanya melalui sebuah pintu gerbang tinggi.

Dari dalam mobil, Baekhyun memperhatikan Chanyeol. Pria berwajah tampan itu berdiri di tengah dua batu nisan dengan mata tertutup, seperti orang sedang berdo’a. Sesekali rambut ikal coklatnya bergerak akibat angin pagi.

Kelopak mata Chanyeol terbuka, tubuh itu bergerak, berjongkok sambil meletakkan satu-satu buket di atas kedua gundukan tanah makam orang tuanya. Sebelum pergi, Chanyeol mengusap kedua batu nisan, ia tersenyum lirih dengan sorot mata sayu.

***

Mobil yang di kendarai Chanyeol memasuki halaman parkir sekolah seketika dahi Baekhyun mengkerut, alisnya nyaris menyatu. Suasana sekolah hari ini tampak.. ramai-sangat ramai. Berbeda dengan hari-hari biasanya.

“ada apa ini? Gumam Baekhyun. Ia turun ketika pintu di buka Chanyeol, pandangannya memandang sekitar teliti.

“ada apa?” belum sempat menjawab pertanyaan Chanyeol, terdengar suara yang meneriaki nama Baekhyun, sontak kedua pria tampan itu menatap sumber suara.

Seorang gadis dan pria setengah berlari menghampiri Baekhyun dan Chanyeol.

“Baekhyun-ah! Eo? Chanyeol oppa, anneyong!” wajah sang gadis seketika memerah menatap Chanyeol.

“Kim Yuri! Demi tuhan! Sampai kapan kau mau menggoda pengawalku?!” Baekhyun mendelik kesal. Gadis yang di panggil Kim Yuri hanya tertawa ringan.

“abaikan dia Baeki” Baekhyun memutar kepala, mendapati seorang pria berkulit coklat dengan ekspresi wajah cuek menghiasi wajah tampannya.

“apakah ada sesuatu di sekolah? Kenapa kalian tidak memakai seragam, Kim Jongin?”  tanya Baekhyun pada pria berkulit coklat bernama Kim Jongin setelah menyadari baik Jongin dan Yuri tidak memakai seragam sepertinya.

“Kau tidak tahu?”

“haruskah aku tahu?”

“oh! Ayolah Byun Baekhyun! Ada pentas seni hari ini. Sejak kapan kau menjadi pelupa?” Yuri tampak sewot.

“Sejak kecelakaan yang menghilangkan setengah ingatanku, mungkin? Chanyeol tersentak, Jongin menyikut lengan adiknya, Yuri kasar dan Yuri tampak menyesali kata-katanya.

“Baekhyun oppa aku..” Yuri menggigit bibir, mengutuki diri sendiri.

“Jadi, pentas seni?” Baekhyun mengubah topik pembicaraan.

“ Kalian akan melakukan sesuatu?” ia meneliti penampilan kakak-beradik bermarga Kim di depannya. Kim Jongin dengan pakaian tuxedo lengkap dan Kim Yuri mengenakan gaun panjang berwarna hitam dengan belahan setinggi paha serta bagian punggung yang terbuka. Rambut hitam panjangnya di ikat satu ke belakang.

Couple dance, kau harus menonton kami” tuntut Jongin.

“Ayo! Sebentar lagi acara akan di mulai” ajak Yuri. Baekhyun baru berjalan beberapa langkah ketika tiba-tiba ia berhenti.

“ada apa Baeki?” alih-alih menjawab pertanyaan Jongin, Baekhyun malah membalikkan badan.

“Chanyeol-ah, kau ikut bersamaku”

“aku? Chanyeol menunjuk diri sendiri.

“menurutmu?” Baekhyun tiba-tiba mendekat, menarik sebelah tangan Chanyeol setengah menyeret Chanyeol untuk menyamai langkah-langkah kecilnya.

***

Di dalam aula sudah sangat ramai. Bukan hanya ada guru dan murid-murid namun juga keluarga dari murid-murid tampak hadir memenuhi aula. Beberapa dari mereka ada yang membawa bunga dengan wajah berseri-seri, tak sabar melihat anak kesayangan mereka beraksi.

Baekhyun duduk di deretan tengah bersama Chanyeol. Kim Jongin dan Kim Yuri tentu saja di belakang layar menyiapkan diri. Sesekali terdengar helaan nafas keras dari Baekhyun ketika tanpa sengaja matanya mendapati sebuah keluarga tampak asik mengobrol bersama.

“Baekhyun-ssi, kau baik-baik saja?” suara berat terdengar dari sebelah telingan Baekhyun.

“Ne, gwenchana” balasnya nyaris berbisik tanpa menatap Chanyeol. Chanyeol sendiri menatap pria kecil di sampingnya khawatir. Ia paham, sangat paham perasaan Baekhyun saat ini.

Tiba-tiba saja suasana aula berubah menjadi gelap, hingga kemudian sebuah lampu menyoroti kakak-beradik Kim yang sudah berada di atas panggung. Tubuh mereka bergerak sempurna mengikuti alunan lagu. Baekhyun harus mengakui, mereka benar-benar pasangan menari yang sempurna!

Tepuk tangan seketika memenuhi ruangan aula saat musik berhenti dan Kim bersaudara menyudahi penampilan mereka. Keduanya bergandengan tangan, setengah membungkuk memberi hormat, senyum bahagia memenuhi wajah keduanya.

***

Acara pentas seni telah berakhir. Beberapa langsung meninggalkan aula sementara yang lain masih bertaham di dalam, termasuk Baekhyun dan Chanyeol. Mereka menghampiri kakak beradik Kim, ingin mengucapkan selamat.

“Oppa! Otte?” Yuri langsung bertanya bahkan sebelum Baekhyun dan Chanyeol benar-benar mencapai tempat mereka.

“hmm menurutku..” Baekhyun tampak berfikir.

“mwo?”

“kalian..”

“Byun Baekhyun! Jangan mempermainkanku!” erang Yuri langsung di sambut semburan tawa Baekhyun, Jongin dan Chanyeol.

“Kalian luar biasa, tak di ragukan” kalimat Baekhyun sukses membuat wajah kesal Yuri berubah total.

“jinjja?” kali ini matanya berbinar-binar. Baekhyun menganggukan kepala tanpa ragu.

“benarkan Chanyeol-ah?” ia menoleh pada Chanyeol. Chanyeol ikut mengangguk sambil tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi putihnya.

“Kim Jongin! Kim yuri!” ke empatnya reflek menoleh, mendapati seorang wanita paruh baya menghampiri mereka dengan langkah cepat, tangannya terbuka lebar.

“aku sangat-sangat bangga pada kalian! Sungguh! Tadi itu, ah aku kehilangan kata-kata” wanita paruh baya-Nyonya Kim memeluk erat Kim bersaudara, sangat erat malah. Mewakili rasa bangga dan bahagia yang meluap-luap.

Belum sempat salah satu kakak beradik itu menyahut, tuan Kim datang. Mengusap kepala keduanya dengan tatapan penuh kasih sayang.

Jantung Baekhyun seketika berdenyut, tubuh Chanyeol membeku.

Baekhyun menggigit bibir bawah keras, ia tidak suka dengan pemandangan di hadapannya sekarang. Benar-benar tidak suka.

Oh tidak, Baekhyun sebenarnya iri. Melihat cara nyonya Kim memeluk erat dan tatapan penuh kasih sayang tuan Kim pada anak-anaknya membuat hatinya seperti di tusuk beribu-ribu jarum.

Membuatnya semakin marah dan juga rindu pada orang tuanya..

Di sisi lain, detak jantung Chanyeol berlari tak karuan melihat kondisi Baekhyun di sebelahnya. Selama ini, ia selalu menghindari Baekhyun untuk terlibat dalam keadaan sepeti ini. Ia tau betul, pria mungil itu sedang tidak baik-baik saja.

Hatinya pasti sakit melihat keharmonisan keluarga Kim yang tidak mungkin di rasakannya.

“Baekhyun?” Chanyeol menarik lembut lengannya, mencoba mengalihkan pikiran pria itu. Jongin menoleh, ekspresi terkejut terpancar jelas di mata coklatnya. Ia dan Yuri berkomunikasi tanpa kata lewat isyarat mata. Ikut menatap khawatir pada sosok mungil Baekhyun yang sedang menunduk, entah menatap apa.

“Baekhyun” kali ini Chanyeol sedikit keras menggoyang lengan Baekhyun. Pria itu mendongak, Chanyeol mencoba bersikap sewajar mungkin mendapati tatapan sangat dingin dari sepasang bola mata hitam milik tuannya.

“kita keluar dari sini” tambahnya. Menyempatkan diri untuk membungkuk singkat pada tuan dan nyonya Kim dan tersenyum pada Jongin dan Yuri yang mengangguk ragu-ragu sebelum membawa Baekhyun keluar aula.

Baekhyun sendiri hanya bungkam, seolah jiwanya sedang tak menyatu bersama tubuh mungilnya.

***

“BYUN CHANYEOL!” kepalanya menoleh cepat, gurat khawatir  memenuhi wajah tampan Chanyeol.

“apa yang terjadi? Bagaimana Baekhyun bisa hilang?!!” suara Jongin jelas panik, melupakan nafasnya yang belum teratur karna langsung berlari menuju Chanyeol yang ada di lorong sekolah saat tahu Baekhyun menghilang.

“Oppa, bukankah kau terus bersamanya sejak keluar aula? Bagaimana bisa?” Yuri menambahi, gadis itu sama paniknya dengan sang kakak. Membiarkan bulir-bulir keringat mengalir begitu saja.

“ini salahku, seharusnya aku menggenggam tangannya tadi, bukan malah… AH!!” Chanyeol menjerit frustasi, menjatuhkan tinju pada tembok di sisi kirinya.

“oppa! Jangan begini” suara Yuri melembut, di dekatkan dirinya hati-hati ke sosok pria tampan yang sedang kacau itu.

“kau tak akan menemukannya bila kondisimu seperti ini” pelan-pelan, Yuri melepaskan tangan Chanyeol yang menempel dinding.

“Yuri benar. Kita harus tenang hyung.” Tambah Jongin ikut menenangkan Chanyeol.

“apa yang harus ku lakukan? Aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya. Dia benar-benar kacau saat melihat kalian di dalam sana..” suara berat itu terdengar lirih, menutupi wajah dengan kedua tangan. Mengabaikan nyeri dari sebelah tangan yang di gunakan menghantam dinding.

Nafas Yuri tercekat, ia tahu perasaan Chanyeol karna tak jauh berbeda, ia juga takut sesuatu yang buruk terjadi lagi pada sahabatnya.

“Kita berpencar sekarang, cari di tempat-tempat yang biasa ia datangi hyung. Jangan lupa untuk saling mengabari bila salah satu dari kita sudah menemukannya.” Jongin memberi saran yang langsung di respon Chanyeol.

“aku berangkat sekarang, hubungi aku bila kalian menemukannya” ia melangkah cepat menuju mobil tanpa menunggu jawaban Yuri dan Jongin. Pikirannya hanya tertuju pada Baekhyun sekarang.

“oppa, menurutmu di mana Baekhyun oppa sekarang?” Yuri bersuara, keduanya masih memandangi punggung Chanyeol yang semakin menjauh.

“aku tidak tahu..” jawab Jongin tanpa menatap adiknya.

“aku.. takut sesuatu yang buruk terjadi lagi padanya… Baekhyun oppa.. dia sudah cukup menderita” Jongin menoleh, mendapati air mata mulai membasahi wajah adiknya.

Ia mendekat, menarik Yuri ke dalam pelukannya.

“tenang saja, kita akan menemukannya dan dia akan baik-baik saja” Jongin nyaris berbisik, sementara Yuri semakin terisak keras di pelukannya.

Jongin memejamkan mata.

Tuhan, tolong jaga Baekhyun…

***

Di sebuah halte tak jauh dari kediaman keluarga Byun, duduk seorang pria imut lengkap dengan seragam sekolahnya. Jenis tuan muda yang  tak mungkin pergi tanpa pengawalanya tapi kali ini ia benar-benar sendiri, Byun Baekhyun.

Entah sudah berapa lama sejak ia melarikan diri dari jangkauan Chanyeol di sekolahnya tadi hingga sekarang. Ia hanya menghabiskan waktu duduk, tanpa benar-benar memperdulikan lingkungan sekitar.

Sebenarnya, ia tak tahu harus melarikan diri kemana. Baekhyun berani bertaruh, pengawalnya itu pasti sedang mendatangi tempat-tempat yang biasa mereka datangi dan untuk pertama kali ia mengutuk diri sendiri, harusnya ia punya satu tempat yang tidak satu orang pun tahu kecuali dirinya sendiri.

Chanyeol..

Ah, Baekhyun merasa bersalah pada pria jangkung itu, pria yang selalu setia mengantarnya kemana-mana itu pasti kini sedang kelabakan mencarinya.

“Maafkan aku Chanyeol..”

Baekhyun tidak benar-benar bermaksud jahat membuat Chanyeol dan lainnya khawatir, hanya saja, ia sedang ingin sendiri saat ini, hanya untuk saat ini.

Mengingat-ingat kapan terakhir kali ia bertemu orang tuanya, alasan-alasan mereka untuk menunda kepulangan yang di anggapnya tak masuk akal. Serta kecelakaan yang merenggut hampir setengah dari ingatannya.

Baekhyun memejamkan mata, mencoba mengumpulkan keping-keping kejadian kecelakaan yang tak sempurna di ingatnya. Namun otakknya seperti menolak, memberi peringatan melalui hantaman-hantaman kecil di kepalanya.

Ia meringis, menutupi kepala dengan kedua tangan. Bukan, Baekhyun bukan meringis karna rasa sakit yang di rasakannya sekarang tapi ia merasa payah-sangat payah.

Sudah berkali-kali ia mencoba untuk mengingat kronologi kecelakaan itu tapi selalu berakhir seperti ini, rasa nyeri menusuk kepalanya.

Apa yang salah dengan kejadian itu? Baekhyun merasa sebagain dirinya sendiri menolak untuk mengingat. Seburuk itukah? Hingga bahkan dirinya sendiri menolak untuk mengingatnya lagi?

Baekhyun menarik nafas panjang, membuka kedua kelopak mata lalu bangkit berdiri. Sepertinya ia sudah terlalu lama menghilang, sebaiknya ia pulang sekarang.

Sebuah suara dari sebrang jalan tiba-tiba terdengar memanggil namanya ketika Baekhyun hendak melangkah. Ia mendapati seorang pria berparas manis dengan rambut blonde sedang tersenyum serta melambaikan tangan padanya.

“Tunggu aku di situ!” pria itu bersuara lagi, sebelum kakinya melangkah cepat-cepat menyebrang tepat sebelum lampu penyebrangan berubah merah.

“Byun Baekhyun! Aku merindukanmu!!” kali ini ia setengah menjerit dan memeluk Baekhyun erat-erat belum menyadari bahwa pria yang di peluknya sama sekali tak memberi respon.

Detik berikutnya pria itu sadar, ia melepaskan pelukannya, menatap Baekhyun heran.

“maaf apa aku mengenalmu? Tanya Baekhyun lirih. Sungguh, Baekhyun tak mengenali pria ini, ia sudah mencoba mengingatnya tapi gagal…

***

Byun Baekhyun tiba di depan pintu rumahnya dengan keadaan kacau. Jantungnya berdetak semakin cepat, rambutnya yang tertata rapi sekarang berantakan, nafasnya terdengar tak beraturan sedangkan kaki-kakinya seperti kehilangan tenaga. Pria kecil itu terus berlari dari halte hingga ke rumah.

Dengan satu hentakan keras pintu terbuka, sekali lagi Baekhyun memaksakan kaki-kakinya melangkah menuju lantai dua kamarnya, pandangan pria itu sedikit kabur akibat genangan air mata yang mulai turun membasahi pipinya.

“Tuan muda dari mana? Kenapa tuan pulang sendiri? Tuan?!!!” Baekhyun mengabaikan pertanyaan-pertanyaan penjaga rumahnya, kalimat-kalimat pria blonde yang di temuinya di halte tadi memenuhi pikirannya dengan tiba-tiba.

“Ah ya aku lupa, kau mengalami amnesia akibat kecelakaan itu kan? Baiklah, Aku Xiu Luhan, kita sahabat sejak kecil tapi karna orang tuaku pindah tugas jadi sekarang aku pindah ke Cina. Maaf kan aku Baeki, baru sempat menemuimu sekarang, bagaimana keadaanmu? Kau baik-baik saja? Aku juga turut berduka atas meninggalnya kedua orang tuamu..”

Baekhyun jatuh tepat di depan pintu kamarnya. Tangisnya pecah, hatinya seperti di iris-iris. Rasanya sakit, sakit sekali…

“tidak, ini tidak mungkin… eoma dan appa.. mereka tidak mungkin meninggal.. mereka sedang bekerja.. ia mereka sedang bekerja di luar sana..” ia menggeleng keras, meyakini diri dengan kata-kata sendiri.

Baekhyun mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, dengan gagang pintu sebagai tumpuan ia bangkit. Ia harus memastikannya sendiri, harus!

***

Chanyeol masih terus mencari sosok Baekhyun di tempat-tempat yang biasa mereka kunjungi namun nihil, Baekhyun tidak ada di mana-mana. Di tengah kepanikan ponsel Chanyeol bergetar. Ia menjawab tanpa menatap nama sang penelpon terlebih dahulu.

“Halo! Baekhyun? Kau dimana?”

“Tuan muda, ini aku Jongdae..”

“eo? Ahjussi, maaf ada apa?” nada suara Chanyeol melemah, sebalah tangan memijat kepalanya yang sekarang berdenyut-denyut.

“Tuan muda Baekhyun sudah pulang, tuan”

“jinjja? Ah baguslah aku pulang sekarang” perasaan lega langsung menyelimuti hati Chanyeol. Sayangnya, itu tak bertahan lama.

“Ne, anda sebaiknya pulang sekarang, tuan muda Baekhyun, dia pulang dalam keadaan kacau dan menangis..”

Chanyeol langsung berlari ke mobil, menginjak pedal gas dalam-dalam tanpa memperdulikan makian pengguna jalan di sekitarnya. Pria itu tak perduli apapaun selain Byun Baekhyun sekarang. Chanyeol tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada pria kecil itu lagi.

Tidak boleh..

***

Jongdae segera membuka pintu rumah ketika mendengar mesin mobil Chanyeol memasuki halam rumah. Chanyeol sendiri langsung berlari menaiki tangga menuju lantai dua. Pintu kamar Baekhyun terbuka kasar dari luar.

Berikutnya, jantung Chanyeol seperti meloncat keluar dari rusuknya..

Tak jauh dari tempat ia berdiri, ada sosok kecil Baekhyun. Duduk menatap layar komputer di atas meja dengan tubuh bergetar.

“Baekhyun..” panggil Chanyeol.

Baekhyun menoleh, kali ini Chanyeol seperti kehilangan oksigen. Baekhyun sedang menangis, Chanyeol melihatnya dengan jelas. Air-air bening yang terus mengalir dari kelopak mata milik Baekhyun.

“Hyung..” Baekhyun nyaris berbisik tapi Chanyeol bisa mendengarnya dengan jelas. Ia masih berdiri di depan pintu, kaki-kakinya seakan kehilangan energi. Adiknya, Byun Baekhyun pasti sudah mengingat semuanya sekarang.

“Baekhyun aku..”

“kenapa kau tidak bilang padaku hyung?! Kenapa kau berbohong padaku?! Eoma dan appa? Mereka.. mereka..” Chanyeol segera menghampiri Baekhyun, ia sudah tak tahan melihat kondisi adiknya yang semakin memburuk.

“kenapa aku bisa beranggapan jika mereka sedang bekerja di luar negri, mengabaikanku..”

“Baekhyun..” Chanyeol mensejajarkan posisi tubuh dengan adiknya, menarik pelan kedua tangan Baekhyun yang di gunakan untuk menutupi wajahnya. Ia mencoba tersenyum, menahan rasa perih yang menusuk-nusuk hati.

Dengan jarak seperti ini ia bisa melihat jelas hidung adiknya memerah, raut kesedihan tercetak jelas di wajah mungilnya.

“inu bukan salahmu, tapi aku. Aku yang terlalu menikmati hidupku di luar negri, melupakanmu. Kecelakaan itu terjadi saat kalian sedang di jalan menuju bandara untuk menjemputku. Dokter bilang, kau menciptakan ingatan seperti ini karna rasa kesal padaku yang mengabaikanmu.. kau seharunya membenciku Baekhyun-ah.. bukan eoma dan appa..” Chanyeol menarik Baekhyun ke dalam pelukan.

Menutupi air matanya sendiri yang sudah mulai mengalir.

“maafkan aku Baeki..”

Di dalam pelukan sang kakak, tangis Baekhyun semakin keras. Mewakili semua rasa sakit yang di rasakan serta rasa bersalah pada kedua orang tuanya.

***

Sore ini lebih gelap dari sore sebelumnya, seakan mengerti perasaan Baekhyun dan Chanyeol. Sebuah mobil terlihat terparkir di depan gerbang pemakaman umum.

Baekhyun menjatuhkan diri di antara kedua batu nisan orang tuanya. Air matanya sudah berhenti mengalir yang tersisa hanya mata sembab, teralu lama menangis.

“eoma.. appa.. maafkan aku baru menemui kalian sekarang” di usapnya kedua nisan itu penuh kasih sayang.

Dari belakang, Chanyeol meringis. Bahu kecil itu bergetar, adiknya menangis lagi.

“Baeki berhentilah menangis, mulai sekarang kita bisa mengunjungi mereka setiap hari, kau dan aku” bisik Chanyeol seraya memeluk adiknya dari belakang. Baekhyun mengangguk lemah.

Di antara rasa sakit yang mendominasi perasaannya menyaksikan keadaan Baekhyun, ada rasa lega yang menyelinap.

Lega karna tak ada rahasia di antara mereka, juga lega karna mulai sekarang Baekhyun sudah kembali mengingat sosoknya sebagai kakak.

Chanyeol berjanji, setelah ini Baekhyun tak akan menangis lagi. Ia akan selalu menjaga adik kecilnya, memberikan kasih sayang seperti layaknya kedua orang tua mereka yang dulu sempat hilang.

Ya, Chanyeol pasti bisa membahagiakan Baekhyun.

—–END—–


Serendipity (Chapter 3)

$
0
0

serendipity-11

Serendipity

by

ellenmchle

Main Cast : EXO-M’s Kris Wu & SNSD’s Tiffany Hwang || Support Cast : SNSD’s Jessica Jung & 2PM’s Nichkhun Buck Horvejkul || Genre : Romance & Life || Rating : PG-15 || Length : Chaptered || Disclaimer : Inspired by “Serendipity” Movie (2001) - Marc Klein || Credit Poster : pearlshafirablue

“Two people who are meant to be together will have occurences happening around them, if they look out for those signs they will be together in the end.”

“You don’t have to understand. You just have to faith.” – Tiffany
“Faith in what ?” – Kris
“Destiny..” – Tiffany

|| Previous : CHAPTER 1 || CHAPTER 2 ||

 

New York, USA – October, 21st 2013

TV di ruang tamu mengeluarkan bunyi sedari tadi mengabarkan berita-berita terbaru seputar perekonomian negara adikuasa itu. Pembawa berita yang sudah tak asing lagi di mata penduduk negara itu tampak memenuhi layar TV berukuran 42 inch dengan suara beratnya yang khas.

Begitu mendapati koran hari ini, seorang pemuda bertubuh jangkung tampak segera menarik sebuah kursi berwarna beige dan setelah berhasil mendudukinya ia membuka lipatan koran itu dan membacanya halaman per halaman seraya meneguk secangkir kopi hitam di hadapannya. Sepasang mata pemuda itu tampak dengan teliti membaca satu per satu kalimat yang tercetak rapi di koran itu hingga matanya berhasil menangkap sebuah nama tercetak dengan sempurna di sana yang membuatnya terpaksa harus kehilangan konsentrasi sesaat.

“Hey, it’s Tiffany. My name is Tiffany..” – Kata-kata itu terngiang-ngiang di telinganya, wajah seorang gadis berambut merah dengan senyuman yang begitu manis muncul begitu saja di dalam ingatannya layaknya sebuah rekaman video yang diputar kembali.

“Kris…Kris, pakai saus bolognese atau saus apa?”, teriak seorang gadis dari arah dapur dengan celemek berwarna ungu yang masih menempel di tubuhnya dan sebuah sodet nylon di tangan kanannya.

“Kris!”, ulangnya – gadis itu terpaksa harus bergerak dari masakannya di dapur menuju tempat di mana sang pemilik nama masih terduduk dengan kondisi antara sadar atau tidak sadar.

“Apa kau tuli?!”, bentak gadis itu berhasil menyadarkan Kris dari lamunannya.

“Oo.. ada apa?”

“Mau pakai saus apa hari ini?”

“Oo, terserah saja.”

“Apa kau baik-baik saja?”

“Ya, tentu. Tadi aku hanya sedang memikirkan tentang undangan pertunangan kita. Kau tenang saja..”, bohong Kris.

Setelah memastikan kekasihnya benar-benar sudah meninggalkannya, Kris begitu nama pemuda itu segera melipat kembali koran yang tadi dibacanya dan beranjak dari kursi yang didudukinya menuju kamarnya. Berhasil mendapatkan Iphone-nya di meja dalam kamar, Kris dengan segera menghubungi Ben – teman baiknya yang juga merupakan rekan kerjanya di bar.

“Ben, apa kau sudah mencari buku itu?”

Beberapa menit kemudian akhirnya Kris memutuskan panggilan itu dengan raut wajah yang mungkin dapat diartikan sebagai sebuah rasa kekecewaan atau putus asa.

Belle berhasil menemukan buku dengan judul yang sama di perpustakaan dekat kantor percetakan Oddi tapi petugas di sana mengatakan buku itu telah dibeli dengan paksa oleh seorang gadis asing karena alasan si pembeli yang katanya si sangat menyentuh, akhirnya buku itu diperbolehkan dibeli juga.Tapi Kris, kau jangan berkecil hati dulu, belum tentu buku yang dibeli itu milik gadis yang kau maksud itu kan.

“Hey, Kris. Kau yakin dirimu baik-baik saja?”, lagi-lagi Kris harus dikejutkan oleh suara kekasihnya yang selalu muncul di waktu dan kondisi yang tidak tepat.

Entah sejak kapan pastinya gadis itu berada di dalam kamar Kris tapi bukan itu sebenarnya yang dikhawatirkan Kris melainkan apakah gadis itu berhasil mendengarkan pembicaraannya tadi? Atau mungkinkah gadis itu mulai menaruh rasa curiga terhadap kelakukan Kris?

“Aku tidak mau terjadi sesuatu denganmu, dengan kita di saat-saat seperti ini. Kau tahu itu kan?”, lanjut gadis itu dengan pelannya seraya memeluk Kris dari belakang.

“Sica..”, Kris melepaskan kedua tangan kekasihnya yang melingkar dengan sempurna di perutnya itu kemudian berbalik.

Kris tidak tahu apa yang harus dikatakannya saat ini, dia merasa sangat amat bersalah harus terus  menerus membohongi Jessica – calon tunangannya, bersikap seakan-akan semuanya baik-baik saja dan tidak terjadi sesuatu pada dirinya.

Ia berusaha menghindari kontak mata dengan Jessica yang masih terdiam menunggu jawaban darinya. Beberapa detik mereka habiskan dengan hanya terdiam. Jessica – gadis itu merasakan ada yang tidak beres dengan kekasihnya namun ia lebih memilih untuk tidak mengetahui apa-apa dibanding harus menerima kenyataan bahwa dirinya harus terluka akibat Kris – satu-satunya pemuda yang ia inginkan untuk selalu berada di sisinya. Perlahan Jessica mulai menggerakkan kedua tangannya menyentuh pipi pemuda di hadapannya itu, mendekatkan wajahnya dengan wajah Kris, semakin memperkecil jarak di antara mereka dan dalam hitungan detik akhirnya bibir mereka bertemu, Jessica mengecup bibir Kris singkat dan kemudian melepaskannya.

“Aku tunggu di meja makan.”, sebuah senyuman terukir di wajah Jessica sebelum akhirnya melangkah keluar dari kamar Kris.

Bepura-pura menganggap bahwa semuanya baik-baik saja – mungkin itulah yang dapat dilakukan Jessica saat ini. Jessica – Ia hanya tidak ingin kehilangan Kris, apapun itu akan dilakukannya demi seorang Kris.

Seoul, South Korea – October, 21st 2013

“Khun!”, teriak gadis yang baru saja keluar dari sebuah salon ternama di Seoul seraya melambai-lambaikan tangan kanannya.

Dengan kecepatan tinggi gadis itu berlari ke arah pemuda yang dipanggilnya tanpa memperdulikan lagi bagaimana tampilan rambut barunya yang baru saja selesai ditata itu.

“Bagaimana?”, tanyanya setelah berhasil berhadapan langsung dengan pemuda bernama lengkap Nichkhun Horvejkul itu seraya membetulkan rambut barunya itu.

“Tidak buruk.”, jawab Khun – begitu nama panggilannya kemudian membantu membetulkan rambut Tiffany yang sukses terlihat kacau akibat berlari itu walaupun tidak terlalu parah.

“Tidak bisakah sekali saja memberikan komentar yang terdengar lebih baik? Tidak buruk bukan berarti baik kan?”

“Aku mengatakan yang sejujurnya, memangnya kau mau aku berbohong?”

“Kau! Kenapa ada orang yang begitu menyebalkan di dunia ini? Oh Tuhan, berilah aku kesabaran dalam menghadapi orang ini.”

Pemuda itu hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah gadisnya yang terbilang berlebihan itu.

“Kau sendiri yang mengajariku untuk tidak mengatakan sebuah kebohongan, Tiffany-ssi.”

“Kali ini aku benar-benar menyesal harus kehilangan rambut merahku.”

“Kau kelihatan lebih baik dengan rambut hitam.”

Seketika Tiffany menjadi salah tingkah, pipinya menggambarkan betapa malunya ia harus dipuji oleh kekasihnya sendiri. Tiffany – Gadis itu selalu saja begini jika dipuji seorang lawan jenis apalagi jika orang itu adalah kekasihnya sendiri. Ekspresi yang begitu menggemaskan.

“Apa ku bilang? Lebih baik tidak memujimu jika kau harus berubah menjadi aneh begini.”

“YA!”

“Apa? Masih ingin menyangkal?”

“Aaaa! Aku bisa gila lama-lama di sini!”, pekik Tiffany frustasi seraya mengacak-ngacak rambutnya yang baru saja dibetulkan itu kemudian berjalan pergi meninggalkan Khun yang masih tersenyum geli di tempatnya.

“Ya! Tiffany Hwang ! Aku tunggu malam ini di tempat biasa jam 7.”

Tiffany masih menahan gengsinya untuk tidak berbalik dan mengiyakan permintaan Khun.

“Aku akan menunggu sampai kau datang.”, teriak Khun sekali lagi.

Kris berjalan seorang diri menyusuri jalanan kota New York, melewati beberapa tempat di mana dulu ia pernah mengukir kenangan manis bersama seorang gadis yang berhasil memenuhi pikirannya beberapa tahun terakhir ini. Kris melewati Hotel berbintang 4 dengan 26 lantai bernama The Waldore Astoria – tempat di mana terakhir kalinya ia melihat gadis itu, Gereja Cathedral of Saint John the Divine –  tempat di mana gadis itu dulu pernah mengatakan bahwa ia akan menyerahkan sebuah buku karangan Gabriel García Márquez ke perpustakaan, semuanya dapat Kris ingat dengan baik, setiap gerak gerik gadis itu, setiap perkataan yang keluar dari mulut gadis itu, semuanya seperti baru terjadi di hari kemarin. Walaupun 3 tahun telah berlalu, walaupun keadaan sudah berbeda jauh dari 3 tahun yang lalu, Kris – Ia tidak akan pernah menyerah pada waktu yang terus berjalan.

Seorang berkulit hitam tampak sedang sibuk menawarkan buku-buku bekas yang dijualnya di depan gereja itu. Buku bekas – Ya, tentunya hal itu sangat menarik perhatian Kris yang kebetulan lewat. Ia berhenti tepat di depan buku-buku bekas yang terpajang rapi di atas sebuah meja dengan ukuran yang cukup panjang. Melihat buku-buku itu satu per satu dan benar saja, “LOVE IN THE TIME OF CHOLERA” muncul di tepat di hadapannya. Tanpa suatu keraguan Kris langsung meraihnya, memisahkan buku itu dari buku-buku lainnya dan kemudian membuka cover buku itu perlahan. Putih bersih, hanya itu yang berhasil tertangkap oleh kedua mata Kris. Ya, setelah cover buku itu terbuka halaman pertama buku itu tak lebih dari selembar kertas berwarna putih bersih tanpa ada setitik tinta pun yang menghiasinya.

Haruskah aku menyerah? – gumam Kris dalam hati.

Seorang wanita paruh baya tampak sedang duduk di sebuah sofa bermotif garis-garis di sebuah ruangan kerja dengan Tiffany di tepat di hadapannya.

“Jadi, apa yang anda rasakan selama ini?”, tanya Tiffany seraya menatap serius ke wanita paruh baya itu.

“Aku benar-benar tidak nyaman dengan kondisi di rumahku yang semakin memburuk.”, wanita paruh baya itu mengerutkan keningnya.

“Bisa anda jelaskan lebih rinci permasalahannya?”, lanjut Tiffany seraya mencatat beberapa poin penting yang disampaikan wanita paruh baya itu.

Tiffany tampak serius mendengarkan semua keluh kesah wanita paruh baya itu akan kondisi keluarganya. Ia memang harus menjadi pendengar yang baik karena itulah pekerjaannya – bekerja di sebuah Counseling Center di Seoul sejak 2 tahun yang lalu.

1 jam berlalu – Tiffany sesekali melirik jarum jam tangannya yang hampir menunjukkan angka 7.

“Baiklah, aku rasa cukup untuk hari ini. Semoga dapat bermanfaat bagimu. Terima kasih atas kunjungannya.”

Tiffany segera mengambil coat dan tasnya kemudian melesat keluar menuju parkiran. Entah apa yang ada dipikirannya, namun ia yakin Khun akan menyampaikan sesuatu yang penting malam ini. Khun – Ia tidak akan pernah mengajak Tiffany ke tempat itu jika tidak ada sesuatu yang sangat penting yang ingin dikatakannya atau diperlihatkannya pada Tiffany. Tempat itu – Tempat yang sangat istimewa bagi Khun maupun Tiffany.

“Khun… Khun…”, panggil Tiffany pelan setelah memasuki sebuah rumah bergaya eropa yang tampak kurang terawat dan tidak mendapati sosok yang dicarinya.

Bibir Tiffany tertarik sendirinya membentuk sebuah senyuman saat dirinya melemparkan pandangan ke seluruh sisi ruang utama rumah itu.

 

Namaku Nichkhun, dan kau?

Tiffany.

.

.

.

Kau mau menjadi temanku?

Tentu saja.

.

.

.

 Aku menyukaimu.

Khun.

Tiffany Hwang, maukah kau menjadi kekasihku?

Aku. Aku juga menyukaimu, Khun.

Tiffany tak bisa berhenti tersenyum mengingat semua kejadian yang pernah terjadi di rumah itu. Walaupun hanya sebuah rumah tua yang tidak terurus, namun rumah itu tetap berdiri kokoh di tengah-tengah bangunan-bangunan megah di sekitarnya dan yang terpenting, rumah itu terlalu banyak menyimpan kisah – menjadi saksi bisu antara dirinya dan Khun.

Dengan penerangan yang terbatas Tiffany cukup kesulitan menemukan pemuda itu. Satu per satu ruang kamar dibukanya, namun tidak juga menemukan sosok itu. Pada ruang kamar ke-3 yang dibukanya, sepasang cincin muncul begitu saja di hadapannya bagaikan sebuah benda yang baru saja jatuh dari langit. Cincin-cincin itu terikat bersama dengan sebuah kartu merah muda menggunakan benang merah.

Tiffany Hwang, maukah kau bertunangan denganku? – tertulis dengan rapi di sana.

Ini bukanlah sebuah lamaran yang romantis seperti di film-film, ini bukanlah tempat romantis yang digunakan para aktor di film-film itu untuk melamar kekasih mereka, tidak ada lilin-lilin, tidak ada steak, pasta atau wine yang tersaji di atas sebuah meja dan juga tidak ada bunga mawar atau hal lainnya. Ini hanya lamaran di sebuah rumah tua dengan penerangan yang terbatas di mana berbagai jenis serangga keluar masuk seenaknya bahkan makhluk halus bisa saja menjadi penghuni rumah ini namun Tiffany – gadis itu tidak merasa keadaan ini akan mengurangi rasa bahagia yang meluap-luap di dalam dirinya. Justru tempat itulah yang membuat semuanya terasa lebih istimewa.

Tak butuh lama bagi Tiffany menemukan sosok Nichkhun, begitu ia membalikkan badannya. Pemuda berkulit putih dengan rambut blonde yang sedari tadi dicarinya kini tepat berada dihadapannya.

“Khun.”

TBC


[FREELANCE] My Fate

$
0
0

My%20Fate

Title : My Fate

Author : Lee Ha Rin

Genre : Romance

Length : One Shot

Rating : PG-13

Cast :

-         Byun Baekhyun

-         Lee Ha Rin

Support Cast :

-         Kim Myungsoo

Note :

Annyeong readers! Haiii, author Lee Ha Rin di sini XD Sekarang, author mempersembahkan fanfiction dengan genre ‘happy’ ini kepada kalian! :3 Mungkin ada sih sad-nya sedikit, tapi banyakan happy kok! Jadi kalian enggak ikutan kebawa feel sedih waktu baca ff ini ^^ Ya udah deh, langsung aja di baca fanfiction-nya~ Semoga kalian suka yaa ><

Oh iya, jangan lupa kunjungi blog ini juga yaa untuk melihat ff lain buatan author :] http://myinfinityimagination.wordpress.com

Itu blog pribadi author dan teman author XD Gomapta!♥

Happy Reading~

Tik… Tik…

Hujan yaa…“, batin yeoja itu.

Dengan pelan, ia mulai turun dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah jendela kamarnya. Ia membuka pengait jendela itu, mendorong kacanya hingga terbuka.

Ia mengulurkan tangannya keluar, seakan ingin menangkap air yang jatuh membasahi bumi itu.

Tanpa terasa, tetes demi tetes air mata mulai membasahi pipinya. Senyum miris terukir di wajah manisnya.

“Aku mencintaimu karena fisikmu yang cantik. Aku tau, sifatmu juga baik. Tapi bukan itu yang aku perlukan. Aku hanya memerlukan yeojachingu yang bisa aku banggakan di hadapan teman-temanku. Kalau kau sudah seperti ini, apa yang bisa aku banggakan? Aku hanya akan mendapatkan ejekan!”

Yeoja itu mengusap aliran kecil di pipinya. Otaknya masih terus mengingat kata-kata namja yang sekarang adalah mantan namjachingu-nya.

Sebodoh itu kah aku? Sampai tidak tau bahwa kau hanya mencintai fisikku? Sedangkan aku mencintaimu apa adanya? pikir yeoja itu.

Kejadian beberapa bulan yang lalu itu telah merubah kehidupannya. Ketika ia pulang dari rumah namjachingu-nya -Kim Myungsoo- dan kejadian menyedihkan itu terjadi.

Waktu itu, ia pergi ke rumah Myungsoo untuk menjenguknya karena Myungsoo sedang sakit. Karena kemalaman, ia harus pulang ke rumah dengan jalan kaki. Ia sudah ketinggalan bus satu jam yang lalu.

Saat hendak menyebrang, sebuah mobil melintas cepat ke arahnya dan….

BRAKK

Ia tertabrak.

Menurut namja yang menabrak sekaligus menolongnya itu, ia koma selama 1 minggu. Tidak ada tulang yang patah. Hanya saja…

Ia harus kehilangan penglihatannya.

Beberapa hari setelah Ha Rin -yeoja itu- sadar, Myungsoo datang. Alih-alih membawa dorongan, memberi semangat, ataupun memberikan perhatian, ia malah datang untuk mengatakan hal tajam dan membuat Ha Rin semakin terpuruk. Dan sejak saat itu, seorang Lee Ha Rin telah menyandang status sebagai mantan yeojachingu dari seorang Kim Myungsoo.

“Ha Rin-ah…”

Panggilan itu telah membuyarkan semua lamunan Ha Rin. Ia segera menoleh ke arah datangnya suara sambil tersenyum lemah.

“Ne, Baekhyun-ah… Waeyo?” jawab Ha Rin.

“Neo gwaenchana?” tanya Baekhyun cemas.

“Hmm, nan gwaenchana.” jawab Ha Rin seraya mengangguk meyakinkan.

Setelah kejadian itu, Baekhyun selalu ada bersama Ha Rin. Ia yang membangkitkan yeoja itu dari keterpurukan. Walaupun Baekhyun-lah yang membuat Ha Rin menjadi buta, tapi Ha Rin tidak membenci Baekhyun sama sekali. Justru ia bersyukur dengan adanya Baekhyun sekarang, ia tidak terlalu kesulitan dalam beraktivitas.

“Hmm.. Mau pergi ke suatu tempat? Kalau ya, aku akan mengantarkannya. Apa kau tidak bosan di rumah terus?” tanya Baekhyun.

Baekhyun masih merasa sangat bersalah karena telah membuat Ha Rin menjadi seperti ini. Dari yang ia tau, dulu Ha Rin adalah orang yang ceria dan cerewet. Sekarang? Ia pemurung dan pendiam. Ia pasti sangat terpuruk.

“Aniya.. Sekarang sedang hujan kan? Aku masih ingin di rumah. Mungkin besok-besok, aku akan pergi keluar.” kata Ha Rin.

Benar. Ha Rin tidak pergi keluar rumah setelah ia diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Ia terus diam di dalam rumah. Baekhyun-lah yang merawatnya. Membelikannya makanan dan menjaganya ketika di rumah.

“Kenapa kau selalu berada di sini? Bukankah kau juga punya kegiatan sendiri? Aku pasti sangat merepotkanmu ya..”

“A-aniya! Aku yang membuatmu menjadi seperti ini. Aku… Aku benar-benar minta maaf. Karena itu, aku akan menjagamu sampai kau mendapat donor yang sesuai.”

“Gomawo, Baekhyun-ah. Aku beruntung bertemu denganmu.” kata Ha Rin sambil tersenyum tulus pada Baekhyun.

Melihat Ha Rin yang tersenyum tulus padanya, Baekhyun tertegun. Gomawo? Bahkan ia yang sudah membuatnya buta dan ia masih berkata ‘terima kasih’?

Entah apa yang merasuki Baekhyun, ia mulai mempersempit jaraknya dengan Ha Rin. Ia menarik Ha Rin ke dalam pelukannya. Ia menepuk punggung Ha Rin pelan.

“Mianhae. Aku janji, aku akan menemukan donor untukmu secepatnya.” ucapnya pelan.

Ha Rin mengangguk dalam pelukan Baekhyun. Ia akui, ia merasa nyaman dengan pelukan Baekhyun. Beberapa bulan penuh selalu bersamanya, membuat Ha Rin merasa nyaman ketika berada dekat dengan Baekhyun.

Ia tau, Baekhyun adalah lelaki yang baik. Ia yakin, Baekhyun adalah orang yang bertanggung jawab. Meskipun tidak bisa melihat, ia tau Baekhyun adalah orang yang manis.

Bersama Baekhyun, ia mampu bangkit dari keterpurukan, sedikit demi sedikit. Ia mulai melupakan semua hal yang berhubungan dengan Myungsoo. Ia mulai mencoba melakukan aktivitas di rumah. Ia mulai berusaha. Dan hatinya pun mulai terbuka lagi.

***

“Ha Rin-ah! Buka pintunya, aku sudah kembali!” teriak Baekhyun dari luar.

Ha Rin terkekeh mendengar teriakannya dan mulai berjalan ke arah pintu dengan tongkat penuntun.

“Sebentar!” kata Ha Rin.

Ia memutar kunci kenop dan membuka pintu. Ia bisa merasakan Baekhyun sedang tersenyum riang sekarang. Karena itu, ia tau pasti sesuatu telah terjadi.

“Waeyo? Kenapa kau tersenyum, hmm? Kau mengerikan.” ucap Ha Rin dan berjalan kembali ke dapur.

“Yaa! Apa-apaan kau? Aku yang tampan seperti ini, kau bilang mengerikan?!” jawab Baekhyun kesal.

Ini sudah bulan ke-5, sejak Ha Rin menjadi buta. Ia mulai bisa melakukan kegiatan di rumah. Ia juga sering meminta tolong Baekhyun untuk mengantarnya pergi keluar.

Melihat perkembangan Ha Rin, tentu saja membuat Baekhyun menjadi senang. Ia mulai merasa senang ketika berada di dekat Ha Rin. Ia selalu ingin membawa sesuatu yang baru untuk membuat yeoja itu senang. Ia ingin melihat Ha Rin selalu tersenyum.

“Tampan? Kau lupa, aku tidak bisa melihat? Dari yang aku bayangkan, kau itu sangat mengerikan. Tidak ada kata ‘tampan’, ‘imut’, apalagi ‘lucu’ dalam kamusku tentang dirimu. T-i-d-a-k a-d-a s-a-m-a s-e-k-a-l-i.” kata Ha Rin sambil menjulurkan lidah.

“Hmm, benar juga. Tapi darimana kau tau, aku sedang tersenyum? Katanya tidak bisa melihat.” goda Baekhyun.

“Mollayo. Hanya merasa kalau kau sedang tersenyum.” jawab Ha Rin sambil mengangkat bahu.

“Arraseo. Ngomong-ngomong, kau masak apa? Sepertinya enak. Bau-nya menggodaku. Hahaha”

Baekhyun segera melihat ke arah panci yang ada di atas kompor. Ia membuka tutupnya dan matanya langsung berbinar-binar.

Ha Rin tetap bisa memasak walaupun ia buta. Bahkan Baekhyun pun sampai melongo ketika pertama kali melihat hasil masakan Ha Rin.

Ketika ia menanyakannya kepada Ha Rin, Ha Rin hanya berkata, “Selama kau pergi, aku selalu mencoba untuk memasak walaupun tidak bisa melihat.”

Dan jadilah seperti sekarang. Baekhyun selalu makan di rumah Ha Rin. Ia hanya perlu membeli bahan-bahan yang dibutuhkan Ha Rin untuk memasak.

“Sup kimchi? Darimana kau tau, aku suka sup kimchi?” tanya Baekhyun riang.

“Eo? Hanya feeling. Baguslah kalau kau suka.” kata Ha Rin seraya tersenyum ke arah Baekhyun.

“Oh ya, bukankah kau ke sini untuk membawa kabar baik? Apa kabarnya?” kata Ha Rin ketika teringat Baekhyun tersenyum tadi.

“Ahhh! Aku sampai lupa karena masakanmu. Begini, tadi dokter menelpon dan berkata kalau kau sudah mendapat donor yang sesuai!” kata Baekhyun dengan semangat.

Mendengar itu, Ha Rin langsung tersenyum senang. “Jinjjayo? Baguslah. Kapan aku bisa di operasi?”

“Hmm, mungkin 4 hari lagi.” jawab Baekhyun.

Entah kenapa, tiba-tiba Ha Rin teringat kalimat Baekhyun dulu.

“A-aniya! Aku yang membuatmu menjadi seperti ini. Aku… Aku benar-benar minta maaf. Karena itu, aku akan menjagamu sampai kau mendapat donor yang sesuai.”

DEG

Senyum Ha Rin lenyap seketika. Ia tertegun. Apa setelah ia mendapat donor, Baekhyun akan meninggalkannya? Apa setelah ia bisa melihat, Baekhyun akan menjauh darinya? Kenapa ia merasa tidak rela untuk jauh dari Baekhyun?

Merasa adanya perubahan sikap dari Ha Rin, Baekhyun beralih menatap Ha Rin.

“Waeyo? Kenapa kau seperti tidak senang?”

“……”

“Ha Rin-ah?” Baekhyun berjalan mendekati Ha Rin.

“Hey! Aku berbicara denganmu.” kata Baekhyun seraya menepuk pelan pundak Ha Rin.

Ha Rin tersentak dan berkata, “Ne?”

“Kau melamun rupanya. Ada apa? Kenapa kau murung seperti itu?”

“Aniya. Gwaenchana..”

“Geotjimal. Malhaebwa. Ayo, beritahu aku!” ujar Baekhyun sambil memegang kedua lengan Ha Rin dengan kedua tangannya .

“Hmm… Apa kalau aku sudah bisa melihat, kau akan meninggalkanku? Apa kau akan menjauh ketika aku sudah bisa melihat?” gumam Ha Rin tapi bisa didengar oleh Baekhyun.

“Aniya. Aku akan tetap berada di sampingmu. Selama yang aku bisa, aku akan terus berada di sampingmu. Aku akan menjagamu dan menemanimu.” Baekhyun berhenti sejenak.

“Kau tau kenapa?” tanya Baekhyun.

Ha Rin hanya diam seribu bahasa. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tangannya meremas ujung bajunya. Ia gugup. Entah kenapa, membayangkan Baekhyun sedang menatapnya dengan wajah serius, membuatnya menjadi gugup.

“Karena hatiku telah memilihmu. Memilihmu untuk memegang kuncinya. Memilihmu untuk membuat pemilik hati ini bahagia. Memilihmu untuk membuatku merasakan bagaimana rasanya menjadi namja paling beruntung di dunia…”

“Saranghae, Lee Ha Rin. Jeongmal saranghae..” ucap Baekhyun tulus dan memeluk Ha Rin.

“Jika kau terbayang tentang Myungsoo sekarang, jangan pernah samakan aku dengannya. Aku mencintaimu bukan karena fisikmu saja, tapi karena hati dan sikapmu. Aku akan menerima kekuranganmu. Aku mencintaimu ketika kau berada dalam keterpurukan, bukankah itu membuktikan bahwa aku mencintaimu tulus?” lanjut Baekhyun sambil mengelus rambut Ha Rin.

“Jadi, maukah kau menjadi milikku? Membuatku bersemangat untuk menjalani hari-hariku?”

Dalam pelukan Baekhyun, Ha Rin tersenyum lembut. Mata-nya berkaca-kaca menunjukkan bahwa ia membendung air matanya di sana. Air mata bahagia, bukan air mata kesedihan.

“Jika nanti aku sudah menyelesaikan operasiku dan bisa melihat lagi, saat itulah aku akan menjawab pertanyaanmu. Saat aku sudah menjadi yeoja yang normal kembali, aku akan menjawab pernyataanmu. Apakah kau mau menunggu sampai saat itu?” kata Ha Rin lembut. Suaranya terdengar sedikit parau, karena menahan isak tangis.

“Aku akan menunggumu. Aku berjanji.”

***

“Hei! Mau pergi ke taman?” kata Baekhyun ketika Ha Rin membukakan pintu untuknya.

“Tentu saja, aku sudah lama tidak melihat taman. Kajja!” Ha Rin segera menutup pintu dan menarik tangan Baekhyun.

Mereka pergi ke taman dengan mobil Baekhyun dan segera memilih tempat duduk ketika sudah sampai.

Mata Ha Rin berbinar-binar ketika melihat sekeliling taman. Benar, ia sudah sangat lama tidak melihat taman ini dan ia sangat merindukannya.

Selesai operasi dan membuka perban, Ha Rin sudah boleh keluar dari rumah sakit. Operasi tersebut berjalan dengan lancar.

Baik Baekhyun maupun Ha Rin sangat senang karena operasi berjalan dengan baik. Selama Ha Rin dirawat, Baekhyun selalu berada di dekatnya. Ha Rin merasa, saat-saat bersama Baekhyun adalah saat-saat yang paling membahagiakan baginya.

“Ha Rin-ah.. Aku menagih jawabanmu.” kata Baekhyun tiba-tiba.

“Jawaban yang mana?” Ha Rin pura-pura tidak tau.

“Aigo, kau jangan pura-pura tidak tau. Aku yakin, kau tau apa maksudku.” Baekhyun mengusap tengkuknya.

Ha Rin tertawa melihat tingkah Baekhyun yang gugup seperti itu.

“Arraseo. Jawabanku ya..”

Ha Rin memandang anak-anak yang sedang bermain di taman itu sambil tersenyum.

“Kau tau? Saat-saat bersamamu adalah saat yang sangat berarti bagiku. Mulai dari saat kau menabrakku sampai sekarang, aku sangat mensyukuri semua waktu yang kita lewati bersama. Saat aku benar-benar terpuruk, kau yang membuatku bangkit. Saat aku senang, kau yang menjadi tempatku mencurahkan kesenanganku. Aku tidak pernah merasa kosong ketika berada bersamamu.”

Baekhyun mendengarkan dengan seksama setiap kata yang keluar dari mulut Ha Rin. Ada satu pertanyaan yang dari dulu sangat ingin ia tanyakan dan itu adalah..

“Kenapa kau sama sekali tidak benci, bahkan marah padaku saat tau, akulah yang menyebabkan kau buta?”

“Memangnya untuk apa aku marah? Untuk apa aku membencimu? Apa itu semua bisa mengembalikan penglihatanku dulu? Apa itu membantuku untuk menjalani aktivitasku? Tidak kan?” jawab Ha Rin tenang sambil terus memandang anak-anak itu.

“Malah sekarang, aku sangat bersyukur karena dulu kau menabrakku dan membuatku buta.” Sekarang Ha Rin menatap Baekhyun.

Baekhyun mengernyit bingung mendengar penuturan Ha Rin, lantas ia bertanya.

“Apa yang kau syukuri?”

“Kalau bukan karena kau menabrakku dulu, mungkin aku tidak akan pernah bertemu denganmu. Aku tidak akan pernah berkenalan denganmu. Kalau bukan karena kejadian yang membuatku buta itu, aku tidak akan pernah tau kalau Myungsoo hanya mencintai fisikku. Ia tidak benar-benar mencintaiku dengan tulus. Kalau bukan karena semua peristiwa itu, aku tidak akan pernah mendengar kata ‘saranghae’ dari seorang Byun Baekhyun.” Ha Rin tersenyum tulus.

“Ini semua takdir. Awalnya, aku juga berpikir bahwa takdir itu kejam. Kenapa ia membuatku menjadi buta dan membuat namjachinguku memutuskanku? Tapi sekarang aku mengerti…”

… Takdir memang sudah ditetapkan dan kita tidak bisa melawan takdir. Tapi di setiap takdir, pasti mempunyai kejutan tersendiri.

“Dan kejutan dari takdirku adalah bertemu denganmu. Seorang Byun Baekhyun yang menyerahkan kunci hatinya kepadaku. Dan sekarang, kunci ini..”

Ha Rin menepuk dada Baekhyun dengan tangan kanannya.

“.. menjadi milikku.” kata Ha Rin dengan senyum yang sangat manis.

Baekhyun segera menarik Ha Rin kedalam pelukannya dan memeluknya erat. Ha Rin membalas pelukan itu dan menyandarkan kepalanya ke dada Baekhyun.

Baekhyun sedikit membuat jarak di antara mereka dan mengangkat dagu Ha Rin. Dengan gerakan cepat, ia mencium dan melumat lembut bibir mungil Ha Rin yang sekarang telah menjadi yeojachingunya.

Ha Rin tidak melawan. Ia tersenyum tipis diantara ciumannya dengan Baekhyun dan menutup matanya.

Tuhan, ini takdirku. Terima kasih atas takdir yang indah ini. Dialah namjaku yang sebenarnya. Aku yakin dan hatiku mengatakan hal yang sama. Dia cinta sejatiku. Dia yang menyelamatkanku dari menara tinggi Putri Rapunzel. Dialah pangeranku, Byun Baekhyun…

-END-

RCL juseyo ^^ Gomawoyo~


Go away [Part 1]

$
0
0

Image

Length : Chaptered/Series, Songfic

Rating : PG-13

Author : Troublemaker

Cast :

-         Park Chanyeol    as    Sulli ex-boyfriend

-         Choi Jinri      as    Chanyeol ex-Girlfriend

Other cast :

-         Krystal Jung       as    Chanyeol Girlfriend

-         Xi Luhan             as    Sulli friend

-         Park SunYoung(Luna)  as  Sulli bestfriend

-         Song qian (Victoria) as  Sulli bestfriend 

-         Bae Suzy (Miss A)  as  Sulli bestfriend

Disclaimer : ff ini terispirasi dari mv 2Ne1 – Go away

Annyeong ^^ ini ff debutku, sengaja aku buat cast Chanlli karena menurut aku mereka itu lumayan cocok/? ^^ aku terispirasi dari lagu dan MV 2Ne1-Go away. Karena gak mungkin aku buat oneshoot/twoshoot jadi aku buat series, aku nyaranin kalian baca sambil denger lagu 2Ne1 yang go away biar feelnya dapet.

***Happy Reading***

Author POV

Sulli dan chanyeol sedang berada di sebuah café, mereka sedang membicarakan sesuatu yang serius. Chanyeol meminta hubungan mereka cukup sampai di sini atau istilah lain putus. Chanyeol menemukan orang yang lebih sempurna daripada sulli kerena hal itu yang membuat chanyeol berniat putus dari sulli. Sulli masih mencintai chanyeol dan membuatnya patah semangat.

“Sulli maaf hubungan kita sampai di sini saja, aku merasa kita mulai tidak cocok” kata chanyeol memandang muka sulli

“Tapi oppa, bukankah kau sendiri yang bilang kau tidak akan meninggalkanku ? kau juga berjanji kita akan hidup bersama sampai tua” kata sulli

“Sulli, itu kukatakan dulu sekarang situasi berubah, sudah tidak ada lagi kecocokan antara kita. Maafkan aku” kata chanyeol lalu bangkit

“Oppa ! tolong jangan tinggalkan aku” kata sulli mencegah chanyeol pergi.

Tapi terlambat chanyeol sudah pergi dari café itu. Terdengar bisikan orang-orang yang membicarakan tentangnya. Karena tidak nyaman dengan keadaan seperti itu sulli pun memakai kacamata hitamnya dan pergi meninggalkan café di jalan dia bertemu Suzy(sahabat baik sulli). Karena merasa perlu menceritakan semuanya, sulli pun mengajak suzy pergi ke sebuah taman.

Sulli POV

Kenapa dia bisa setega itu ? apakah dia tidak tau besarnya cintaku kepadanya ? apakah aku mempunyai salah kepadanya ? kenapa dia tega ?

“Sulli, kita mau ke mana ?” Tanya suzy yang sedang duduk di sebelahku

“taman kota”

“Baiklah”

Aku melajukan mobilku ke taman kota dan berusaha untuk tenang menghadapi semua kenyataan ini.

@Taman

“Suzy, chanyeol baru saja mengakhiri hubungan kita” gerutuku

“benarkah ? bukankah hubungan kalian baik-baik saja ?” Tanya suzy

“Ne sebelumnya begitu, tiba-tiba dia mengajaku bertemu di sebuah café dan mengakhiri hubungan kita” kataku parau seketika aku merasakan cairan bening keluar dari mataku

“Sulli-ah jangan menangis, masih banyak pria di luar sana yang masih mencintaimu”

“Aku tidak bisa, aku begitu mencintainya dia sendiri yang berjanji padaku tapi dia sendiri juga yang mengingkarinya”

“Sulli, jika chanyeol tidak mencintaimu lagi kau bisa apa ? cinta tidak harus memiliki kan ?”

“Tapi zy, bisakah aku hidup tanpanya ?”

“sulli kau harus semangat kau pasti bisa” lalu tiba-tiba turun titik-titik hujan*author apa deh-_-*

“Kenapa harus hujan di saat seperti ini ? ini membuatku tampak menyidihkan” kata sulli menghapus air matanya

“sudah sul sebaiknya kau masuk ke mobil saja, nanti penyakitmu makin parah” kata suzy

Aku memang mempunyai penyakit yaitu tumor, dokter memfonisku hidup 3 tahun lagi. Yang mengetahui penyakitku ini hanya suzy aku tidak ingin yang lain mencemaskanku karena aku hanya ingin menjalani hidup seperti orang biasa. Bila saatnya tiba aku hanya ingin pasrah kepada yang di atas.

“Zy sudah aku bilang, anggaplah aku orang yang sehat, aku hanya ingin hidup seperti orang biasa di sisa hidupku” kataku lalu pergi ke mobil

“Tapi sull aku hanya ingin peduli kepadamu, aku hanya ingin menjadi sahabat yang ada untukmu dan berharap dokter salah memfinismu”

“Ini sudah takdirku Zy”

“Tapi sull orang bilang takdir ada di tangan kita, kau bisa merubah takdir jika kau ingin berusaha”

“Tapi zy ini adalah penyakit yang belum ada obatnya kangker-ku ini langka tidak ada obatnya”

“Baiklah aku akan menuruti apapun yang kau mau sekarang”

“Bagus, sahabat sepertimu lah yang aku suka aku janji jika nanti aku ada di sana aku tidak akan melupakanmu”

“Ne, berjanjilah sull” kata suzy sambil meneteskan air mata

“Ne, ayo kita masuk ke mobil sebelum hujan bertambah deras” kataku dan kami masuk ke dalam mobil

@Dalam mobil

Aku berfikiran untuk masuk ke dunia balap mobil, aku berfikir jika aku tidak bisa mencintainya aku masih bisa bisa melihatnya lagi. Dan aku juga masih bisa menjalin hubungan baik denganya. Dan mungkin kita bisa kembali

“Zy” panggilku

“Ya ?”

“Menurutmu bagaimana jika aku ikut balap mobil ? hitung2 aku bisa dekat dengan chanyeol lagi” kataku

“Ssul kau gila ? kau seorang perempuan jika kau ikut balap mobil kau akan di anggap oleh orang-orang bahwa kau tidak normal” celetuk suzy

“masa bodoh orang mau berangapan apa yang penting aku hanya mau ikut balap mobil” kataku mantap

“Terserah kau lah ssul”

“terima kasih suzy kau memang sahabat terbaikku” kataku sambil mefokuskan mataku ke jalan.

“Ne ssul”

—Keesokan harinya—

Aku berada di sirkuit  lintasan mobil hari ini aku akan bertanding dengan chanyeol mantan pacarku sendiri dan sekarang aku sudah siap dengan semuanya, mobilku sudah di cek oleh montir kepercayaan keluarga dan keselamatanku sudah terjamin di mobil itu.

Aku melihat kea rah chanyeol di sana terlihat seorang yeoja yang sedang menyemagati chanyeol, sepertinya itu pacar barunya. Sang yeoja berjalan ke arahku sambil mengulurkan tanganya dan berdecak pinggang, cih mau apa dai ?

“Kenalkan aku Krystal Jung, pacar baru Chanyeol” katanya

Aku langsung menutup helm ku dan tidak menghilaukan yeoja itu, aku langsung saja masuk ke mobil. Aku tahu sekarang dia sedang mengomel tidak jelas kepada chanyeol, dan chanyeol menyusul ke mobilku.

“kau mau apa lagi ? “ Tanya dingin

“Kau tidak lihat ? aku mau balapan ?”

“Bukan begitu, untuk apa kau ikut balapan ?”

“oh, aku hanya ingin mengisi waktu langku saja”

“benar hanya itu ? aku harap tidak ada maksud lain, kau sudah bertemu krystal ?”

“Ne”

“Dia cantik kan ?”

“Tentu dia lebih sempuarna daripadakukan ?” kataku lalu menutup kaca

—Pertandingan di mulai”—-

Aku dan chanyeol bersaing keras dan saling menyusul satu sama lain, kadang aku yang memimpin, kadang juga chanyeol menyusul dan begitu. Di detik-detik terakhir saat kami hampir sampai di garis finish chanyeol menyeongol mobilku sampai mobilku terseret dan mesinya mogok, alhasil dialah yang menang oh tidak ! aku kalah

“Lihat kau kalah kan ? siapa suruh memaksakan diri ikut balapan ?” ejek krystal

“Dan siapa suruh kau ikut campur masalahku ?” sindirku

“Oppa, lihat dia menyindirku” rengeknya kepada chanyeol

Chanyeol menatapku dengan tajam, sementara aku hanya mengangkat bahu tanda tidak tahu apa-apa, entah kenapa semenjak putus dari chanyeol aku menjadi jutek kepada orang-orang. Atau mungkin ini hanya perasaanku saja, hah sudahlah. Sampai di depan aku langsung bertemu Victoria eonni, luna eonni dan suzy mereka datang ke sini untuk mengantarkan makan siang.

“sulli-ah” sapa Victoria eonni

“Eonni” kataku setengah berlari untuk memeluknya

“Sulli kau sudah bertambah tinggi ternyata” kata vic eonni

“Kan tidak mungkin aku tidak bertumbuh/?” kataku

“Ssul kami membawakan makanan untukmu dan obatmu” kata suzy

“Ah, gamsha suzy-ah kalian baik sekali”

“ne, semua itu luna eonni yang memasaknya”

“Benarkah ? pasti rasanya enak” kataku sambil mengambil kotak bekal itu

“Bisa saja kau ssul”

Saat kami sedang berbincang-bincang tiba-tiba saja chanyeol dan krystal lewat dan Victoria unnie langsung bertanya kepadaku

“Lihat ssul chanyeol mengandeng wanita lain, apa kau tidak cemburu ?” Tanya victora eonni

“Mengapa aku harus cemburu ? aku bukan siapa-siapanya lagi eonni” kataku.

“Mwo ? jadi kau sudah putus ?” tannya luna kaget

“Ne eonni, dia bilang gadis itu lebih sempurna daripada aku”kataku sambil melahap makanan dari kotak bekal

“Dia itu benar-benar awas saja akan aku laporkan lay” gerutu luna eonni.

“Eonni, sudahlah masalah ini juga sudah selesai”

“Baiklah ssul, makanlah yang banyak agar kau makin bertumbuh” kata suzy

“Ne, suzy” kataku, walaupun aku tahu ajal semakin dekat denganku

“ssul aku harus pergi lay oppa sudah menelfonku” kata luna

“Ne, tidak apa-apa eonni”

“Aku juga, nickhun sudah menelfonku sedari tadi” kata vic eonni

“Ah, ne gwenchana eonni annyeong” meraka pun pergi

“Ssul, kau tau kan hari ini kau harus ke rumah sakit ?” kata suzy

“Ne, aku tahu kau temani aku ke rumah sakit yah”

“Tentu” kami pun bergegas menuju ke rumah sakit menggunakan mobilku

@Rumah sakit

Aku dan suzy menuju ke bagaian administrasi untuk mengurus semuanya, dan sesampainya di depan ruang dokter pribadiku aku langsung saja masuk dan duduk di kursi yang telah tersedia, tidak lupa suzy berada di sampingku dan melakukan cek up

Chanyeol POV

Chanyeol sedari tadi mengikuti sulli dan suzy pergi dia heran mengapa ssul bisa pergi ke rumah sakait ? setahuku dia baik-baik saja, saat di bagian administrasi ssul terlihat cemas begitu juga dengan suzy, sebenarnya mereka kenapa ?

Aku kaget ketika suzy dan sulli menyusuri lorong yang setahuku khusus untuk dokter-dokter penanganan kangker, siapa yang terkena kangker ? setahuku mereka berdua sehat-sehat saja. Aku berdiri di depan pintu ruangan itu dan mendengar pembicaraan mereka.

“noona choi kemungkinannya adalah 1,5 % untuk sembuh, kau harus sabar”

“Ne dokter aku akan menuruti semua anjuran dokter” mereka pun keluar dan melihatku ada di depan pintu

“Oppa, kau sedang apa ?” Tanya sulli

“Tidak, krystal sedang demam aku membawanya ke rumah sakit ini dan aku sedang jalan-jalan untuk mengusir rasa bosa” kataku bohong

“oh, baiklah kami permisi dulu” kata suzy lalu pergi

Sulli POV

“Tidak, krystal sedang demam aku membawanya ke rumah sakit ini dan aku sedang jalan-jalan untuk mengusir rasa bosa” benarkah sudah tidak ada ruang untukku di hatinya ? benarkah dia begitu mencintai krystal sampai tidak khawatir padaku ? aku merasa mataku memanas saat itu juga

“oh, baiklah kami permisi dulu” kata suzy lalu  kami berdua pergi, dia memang tau saat-saat yang tepat.

“ssul kau sudah lihat kan ? dia lebih memilih yeoja itu daripada dirimu ?”

“sku tahu, tapi aku mohon untuk menghabiskan sisa hidupku aku hanya ingin balapan” kataku parau

“Ne, ssul tapi kau janji harus selalu ingat pesan dokter”

“ne aku janji”

Saat di depan rumah sakit aku melihat seorang namja berambut pink sedang berjalan menuju ke rumah sakit. Aku merasa mengenalinya tapi di mana ? tunggu dia itu kan XI Luhan teman ku dulu

“Oppa !” sahutku kepada namja itu dan reflex dia menoleh

“Sulli ?” katanya

“Ne, aku sulli”

“astaga, sudah lama tidak bertemu denganmu kau berubah yah”

“Aku memang berubah kan tidak mungkin aku perdi dulu dan tidak ada perkembangan” kataku

“ne, ne, ne, kau sedang apa di sini ssul ?” tanyanya

“Aku sedang cek up, kalo oppa ?”

“ku sedang mengunjungi temanku yang sakit, oh iya aku harus buru-buru boleh aku meminta no ponselmu ?” katanya

“Ne xxxxxxxxxx, itu nomorku”

“Gamhsa sull, aku permisi dulu”

“tadi siapa ssul ?” Tanya suzy

“oh, dia teman SMA ku dulu, namanya xi luhan”

“Oh, ya sudah ayo kita pulang aku sudah lapar” kata suzy

“hahah kau ini, cepat sekali laparnya”

“Ya, aku lapar mau bagaimana lagi ssul ?” kata suzy

“Ya sudah ayo kita pergi ke restaurant mochi”

“ne ayoo!” kata suzy semangat dan kita langsung menuju mobil

TBC

Gimana readers ? mian kalo jelek ne, ini ff debut author ._. komen jangan lupa yah ^^ biar nanti bisa ngelanjutin part selanjutnya


[FREELANCE] PLUPERFECT (Prologue)

$
0
0

pluperfect

|Tittle   : PLUPERFECT [PROLOGUE] (Sequel of KYUNGSOO’S DIARY)| |Main Cast : Kai, D.O EXO| |Support Cast : other member EXO| |Genre : Angst, brothership|  |Length : Chaptered | Author : Shin Jaejae

Resume : Someone who regretted about his past time, and someone who suffered about his past time. And now they meet again with the shadows of  their past time.

 

Seoul, 17 Maret 2014

            Namja itu masih terus memandang ke arah meja kerjanya. Tangannya tak berhenti menandatangai berkas-berkas yang menumpuk di depannya. Tak sedetik pun kepalanya mendongak, bahkan saat sekretarisnya menghidangkan kopi di meja. Dia benar-benar tenggelam dalam pekerjaannya . Kemeja panjang warna oranye muda kini sudah digulungnya sampai ke siku. Jas yang tadi pagi dikenakannya pun telah ia tanggalkan.

            Pintu ruangannya seketika terbuka, seseorang berambut pirang masuk ke dalam. Kedua tangannya membawa sebuah lukisan dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Dia masuk tanpa ragu, memandangi meja yang kini ada di depannya. Melihat orang yang dicarinya itu masih tenggelam dalam pekerjaannya, namja itu pun berdecak. Dia meletakkan lukisan yang dibawanya itu, lalu berjalan ke arah namja yang sedang duduk itu.

            “Hei! Jangan terlalu serius! Lihat mukamu sudah terlihat setahun lebih tua dari mukaku!”, teriak orang itu sambil menepuk bahu namja di depannya. Kemudian laki-laki berambut pirang itu duduk di meja.

            “Ah, hyung. Kau mengagetkanku. Sudah lama kau di sini?”, jawab namja itu menghentikan pekerjaannya. Namja berambut hitam itu pun mendongak, lalu menyimpan pena ke saku kemejanya.

            “Hahaha. Kau ini. Benar, kan? Kau bahkan sampai tidak menyadari kedatanganku. Kyungsooya. Masih banyak pekerjaanmu?”, jawab namja berambut pirang itu sambil mengolak-alik berkas-berkas di dekatnya.

            “Hyung bisa lihat sendiri. Inilah resiko jadi direktur muda. Hahaha…”, jawab Kyungsoo sambil tertawa ringan. Direbahkannya badan ke punggung kursi, seraya matanya memeriksa sekeliling kantornya yang sejak tadi pagi tak dia hiraukan. Pukul 11.30 siang. Keadaan kantornya pun tidak banyak berubah. Semua tertata rapi dan berada pada tempatnya masing-masing. Namun seketika kedua matanya terpaku pada sebuah lukisan yang dibawa oleh namja tadi. “Luhan hyung, kau dapat lukisan itu dari mana?”, tanya Kyungsoo seketika. Dia pun beranjak dari tempat duduknya untuk melihat lukisan itu lebih dekat.

            “Aku dapat dari Busan. Kemarin setelah aku meeting dengan klien, aku mampir ke sebuah galeri di sana. Lukisan-lukisannya sangat bagus. Jadi aku membeli salah satu itu. bagus, kan?”, jawab Luhan mendekati Kyungsoo yang tertarik pada lukisan yang dibawanya.

            Kyungsoo mengangguk. Dia mengamati gambar dalam lukisan itu. Sebuah gambar hutan tropis dengan banyak pohon lebat dan hijau, namun di tengah-tengah lebatnya hutan itu terdapat tanaman anggrek dengan bunganya yang berwarna ungu, tumbuh menumpang pada salah satu batang pohon. Anggrek itu menjalar ke atas, berusaha menggeliat mendapatkan sinar matahari di tengah lebatnya hutan.

            “Hyung—bisa mengantarkanku ke sana?”, tanya Kyungsoo tiba-tiba.

            “Mwo? Ke galeri itu? Sekarang?”, jawab Luhan kaget.

            “Ne, jigeum.”, jawab Kyungsoo mengangguk. Kemudian dia meraih lengan Luhan dan menyeretnya ke luar ruangan kantornya.

            “Tap—tapi—aku masih lelah. Besok saja, Kyungsoo. Busan sangat jauh, kau tahu itu.”, Luhan menolak mati-matian.

            “Kita naik kereta ekspres hyung. Hanya tiga jam perjalanan.”, jawab Kyungsoo ringan sambil terus menarik lengan Luhan keluar kantornya.

            “Mwo? Tiga jam? Ya! Kau—yajinjja!”, kata Luhan terus merajuk.

            Kyungsoo hanya menggeleng sambil tersenyum tipis. Dia tetap saja menarik lengan Luhan dan menyeretnya ke basement, tempat mobilnya ia parkirkan. Dan Luhan pun hanya pasrah menuruti kehendak Kyungsoo.

—-

Busan, 17 Maret 2014

            Kedua orang itu masih mengelilingi galeri itu –yang ternyata tidak terlalu luas- yang dipenuhi oleh berbagai lukisan. Lukisan-lukisan itu rata-rata bertemakan alam. Hutan atau gunung. Semuanya sangat bagus. Sudah hampir satu jam mereka berdua berkeliling, mengamati lukisan satu per satu. Namun tiba-tiba Kyungsoo terhenti di depan sebuah lukisan yang berbeda dari lukisan yang lainnya. Kyungsoo mengamatinya dalam-dalam. Lukisan seorang gadis dengan rambut sebahu, kulitnya putih, bibirnya tipis, dan dengan senyuman yang ramah. Lama Kyungsoo mengamati lukisan itu.

            “Yeppeo”, celetuk Luhan yang berada di sebelah Kyungsoo. Dia sedari tadi juga ikut mengamati lukisan itu bersama Kyungsoo.

            “Maaf, lukisan ini tidak dijual.”, kata Baekhyun, yang sejak tadi menemani Kyungsoo dan Luhan mengelilingi isi galeri itu.

            “Oh, mian. Aku hanya ingin melihat saja.”, jawab Kyungsoo tanpa memalingkan pandangannya.

            “Anda sepertinya sangat tertarik pada lukisan ini. Apa—Anda—mengenal gadis dalam lukisan ini?”, tanya Baekhyun, yang seketika membuat Kyungsoo mengalihkan pandangan dari lukisan itu ke arahnya.

            Kyungsoo menggeleng, lalu tersenyum tipis. “Aku tidak pernah bertemu dengan gadis ini. Namun entah, seperti ada sesuatu yang lain di balik senyumannya. Entah.”, jawab Kyungsoo masih berkonsentrasi pada lukisan itu. Seolah-olah senyuman gadis itu bisa berubah jika dia tidak mengawasinya.

            “Gadis ini—bukan yeoja chingu—temanmu itu?”, tanya Luhan tiba-tiba. Ini memang bukan galeri Baekhyun, Baekhyun hanya membantu menjaga galeri itu karena pemilik galeri itu sedang keluar.

            “Bukan.”, Baekhyun menggeleng. “Setahuku dia tidak pernah memiliki yeojachingu. Tapi entahlah.”, jawab Baekhyun mengedikkan bahunya. Luhan pun beranjak pergi dari lukisan itu karena tiba-tiba ponselnya berdering. Dan Kyungsoo masih bertahan pada dengan lukisan itu.

            “Temanmu itu—kapan dia akan datang? Aku ingin sekali bertemu dengannya.”, tanya Kyungsoo. Kini pandangannya sudah beralih pada Baekhyun yang berdiri di sampingnya.

            “Hhh..Entahlah. Dia bilang tadi dia ingin pergi sebentar untuk membeli cat air dan cat poster. Tapi ini sudah hampir dua jam dan dia belum kembali juga.”, jawab Baekhyun sambil menengok ke arah jam dinding. Pukul 17.15. Kyungsoo mengangguk, kemudian kembali berkeliling.

            “Kyungsooya. Kita harus segera kembali. Kris tadi menelponku, katanya semuanya sudah siap.”, kata Luhan tiba-tiba. Dia baru saja kembali setelah menerima telepon tadi.

            “Mwo? Kita kan biasanya berangkat dua hari sebelumnya? Ini baru hari Selasa, hyung.”, sergah Kyungsoo.

            “It’s different,Brother. Jangan samakan dengan yang sebelumnya. Kata Kris kita harus berangkat besok. Kajja!”, ajak Luhan sambil menarik lengan Kyungsoo untuk ke jalan. Taksi sudah menunggu di depan galeri itu.

            “Tap—tapi—hy—hyung—hhh. Baiklah.”, kata Kyungsoo agak enggan untuk pergi.

            “Baekhyun, kami pergi dulu. Terimakasih telah menemani kami. Kapan-kapan kami ke sini lagi.”, teriak Luhan kepada Baekhyun yang sedari tadi melongo melihat kelakuan kedua orang di hadapannya tadi. Namun sedetik kemudian dia malah melambaikan tangan. Suara deru taksi pun berlalu, disusul suara langkah orang masuk ke dalam galeri.

            “Oh. Kau. Kau tadi dicari oleh dua orang yang naik taksi tadi. Baru saja mereka pergi. Sebenarnya dari mana saja kau ini?”, tanya Baekhyun begitu melihat pemilik galeri itu datang. Seorang laki-laki dengan postur tinggi dengan menggendong tas yang sarat dengan barang bawaan dan penuh coretan cat. Sedangkan tangannya menggenggam secarik kertas.

            Laki-laki itu hanya tersenyum tipis. Diserahkannya kertas itu pada Baekhyun, kemudian diletakkannya tas -yang tadi bertengger di pundaknya- ke sebuah meja. Dia pun duduk di atas meja itu dengan santai.

           “Aku baru saja mendapat faks dari Jongdae hyung. Katanya kita besok harus berangkat. Kata Jongdae hyung, Pak Tua itu benar-benar tidak bisa dibujuk. Hhh.”, katanya serta merta sambil menghela nafas panjang.

            “Mwo? Besok? Ya! Aku besok ada kencan buta.” umpat Baekhyun kesal. Yang diumpati malah tertawa cekikikan.

           “Tenang saja, hyung. Besok kau akan bertemu dengan kekasih yang lebih cantik dari gadis kencan butamu itu. Hahaha..”, kata orang itu sambil memeluk leher Baekhyun. Baekhyun hanya mengerucutkan bibirnya. “Kajja, kita bersiap-siap.”, ajak orang itu berjalan ke depan, kemudian membereskan galerinya serta menutup pintu depannya. Baekhyun pun menyusul dan tak lupa Baekhyun menambahkan tulisan CLOSED.

Takdir…..akan mempertemukan kedua orangitu..

Tak akan ada yang bisa menghalangi, meski waktu yang sangat panjang.

Dan penantian mereka pun tertebus sudah..

Dalam peristiwa yang tiada mereka kira.

Dan cerita mereka pun dimulai….

[][][]

Huaaaa (nyeka keringet). Susah banget nih buat sequelnyaaa…ini baru dapet prolognya..

Untuk cerita sequelnya buka aja di blogku ini. Ini aku masih dalam masa hiatus..jadi sorry..banget..mungkin nunggu 2 minggu lagi buat ceritanya ku upload.. makasih semuanya :D

Komen selalu saya tunggu :D



Drabble Complication : Kiss & Hug

$
0
0

Image

Kiss & Hug

by Lyviamidul

Genre : Romance, Fluff, Angst

Rating : T

Starring :

  • Baekhyun with Taeyeon
  • Kris with Jessica
  • Suho with Sunny
  • Sehun with Seohyun
  • Luhan with Yoona
  • Tao with Yuri
  • Kai with Hyoyeon
  • D.O with Sooyoung
  • Chanyeol with Tiffany

Author’s Note :

  • Haloo! Satu FF lagi sbelum saya livein di Yogja! Enjoy this absurd fiction! Happy reading!!

Lyviamidul’s New Fiction, Kiss & Hug

 

Baekhyun with Taeyeon

                Seorang yeoja yang sedikit pendek itu berjalan sambil menjepit rambut yang berwarna coklat muda itu dengan terburu-buru. Kim Taeyeon, dia sudah hampir telat di hari pertamanya menjadi dosen di universitas khusus seni di kota Seoul ini. Taeyeon melirik ke jam tangannya sekilas. Pukul 7, batin Taeyeon. Karena terlalu terburu-buru dia berjalan dengan cepat sambil merapikan pakaian nya yang terbilang belum rapi karena bangun telat tadi sehingga Taeyeon menabrak seseorang sehingga Taeyeon tersungku jatuh. Buku-buku, tasnya, bahkan tubuhnya tergeletak di jalan trotoar yang keras itu.

Oh my, I’m sorry. I’ll help you.” Terdengar suara berat kahs namja dari atas Taeyeon. Sepertinya dia orang yang menabrak Taeyeon. Taeyeon menengokkan kepalanya ke atas, niatnya melihat wajah sang namja yang dia tabrak sehingga dia jatuh.

“Eh? Maaf, aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan.” Kata Taeyeon sambil berusaha berdiri. Tidak mengerti? Tentu, Taeyeon bukan dosen sastra inggris. Dia hanyalah dosen seni yang beruntung bisa masuk ke dalam universitas ternama di Seoul itu.

“Oh, aku lupa. Mianhamnida sudah menabrakmu.” Kata namja itu sambil membantu Taeyeon berdiri. Seusai membantu Taeyeon, namja itu mengambil buku-buku dan tas Taeyeon lalu dikembalikannya barang-barang itu ke Taeyeon.

“Te..terima kasih. Maaf sudah menabrakmu.” Kata Taeyeon sambil membungkukkan badannya sedikit lebih rendah.

“Oh, iya. Tidak apa-apa. Aku Byun Baekhyun, baru tiba di Korea sekitar dua hari yang lalu.” Tiba-tiba namja yang menabraknya itu memperkenalkan diri kepada Taeyeon.

“Eh? Oh, namaku Kim Taeyeon,” Balas Taeyeon lalu melihat jam tangannya lagi. Ah, terlambat sudah, gerutu Taeyeon dalam hati. “Mianhae, aku sedang terburu-buru. Sampai jumpa lagi Byun Baekhyun-ssi.” Lanjut Taeyeon lalu beranjak pergi.

“Tunggu!” Teriak Baekhyun lalu menghampiri Taeyeon.

“Ya? Ada apa?” Tanya Taeyeon. Tiba-tiba Baekhyun memeluknya dan memberikan kecupan singkat di tangan kanan Taeyeon. Wajah Taeyeon langsung bersipu merah. Bukan karena dia menyukai Baekhyun, tapi ini pertama kali dia diperlakukan seperti ini.

“Salam kenal. Well, ini salam perkenalanku. Selama ini aku tinggal di Amerika. Mohon pengertiannya, ini kebiasaan yang tidak bisa di hilangkan.” Jelas Baekhyun.

Gwae…gwaenchanayo, aku pergi dulu ya. Annyeong.” Balas Taeyeon lalu mulai melangkahkan kakinya lagi.

Wait!” Teriak Baekhyun lagi. Taeyeon menggigit bibir bawahnya kesal. Apa lagi sih mau namja asing gila itu?, gerutu Taeyeon dalam hati.

“Mau pergi bersama? Aku membawa kendaraan. Kau bisa menumpang padaku.” Tawar Baekhyun yang membuat Taeyeon lemas saat itu juga.

Akhirnya, ada malaikat juga, batin Taeyeon lalu segera mengikuti Baekhyun ke kendaraan yang dimaksud oleh Baekhyun.

Introducing with Kiss & Hug

***

Kris with Jessica

                “Kris, kau kalah taruhan.” Kata Henry, teman seperjuruan Kris di universitasnya. Kris sebagai orang yang kalah taruhan itu mengangguk mengerti.

“Jadi, apa yang harus aku lakukan?” Tanya Kris dengan melas. Henry mengetuk-ngetuk dahinya dengan telunjuknya itu. Sepertinya dia mendapatkan ide bagus ketika senyuman mengambang di wajahnya.

Give you kiss & hug to Jessica.” Perintah Henry.

“Hah?” Kris kebingungan. Kenapa Henry bisa-bisanya memberi permintaan seperti itu?

“Jangan pura-pura tidak mengerti! Kau kan dari Canada, kau pasti mengerti bahasa inggris. Lalu Jessica itu kekasihmu bukan? Yasudah, mudah bukan?” Tanya Henry.

“Tapi…”

“Aku tahu kau bekum pernah melakukannya, ini kesempatan bagus bukan?” Potong Henry.

“Tidak bisa diganti yang lain, huh?” Tawar Kris. Henry langsung bergumul sebal. Bukannya wajahnya jelek malah tambah imut,

“Ya! Kau sudah janji bukan? Perintaku harus kau lakukan jika kau tidak melakukannya kan? Kau mau mentraktirku makan sepuasnya di restoran pilihanku? Seharusnya kau tahu aku ini keduanya Sooyoung. Kau kan sahabatku, pasti mengenalku.” Jelas Henry. Kris tampak mempertimbangkan permintaan Henry itu. Jessica memang kekasihnya. Tapi, mereka belum pernah melakukan hal lebih dari berpegangan tangan.

“Okay, I’ll try.” Kata Kris lalu beranjak pergi.

Kini Kris tengah berjalan di koridor universitasnya. Mencari ruangan kelas Jessica dan berniat mengajaknya pergi ke taman belakang. Tantu Kris harus melakukan hal itu di tempat yang tersembunyi bukan?

“Jessie!” Panggil Kris pada Jessica yang sedang duduk di kelasnya sambil menyalin catatan yang tertinggal dari buku temannya. Jessica berdiri dan berjalan ke arah Kris dengan senyuman lebarnya.

“Ada apa Kris?” Tanya Jessica antusias.

Follow me!” Ajak Kris sambil menarik pelan lengan Jessica. Tentu saja mereka berjalan ke tempat tujuan tadi, taman belakang.

“Kenapa kita kesini Kris?” Tanya Jessica.

“Membuat sebuah kenangan diantara kita.” Jawab Kris.

“Memangnya kau ingin pergi kemana?”

Into your heart.” Tanpa basa-basi atau semacamnya Kris langsung mengecup bibir Jessica sekilas. Vitamin bibir yang sering Jessica gunakan itu menempel di permukaan bibir Kris, dijilatnya bibir Kris dengan lidah Kris.

“Strawberry. Rasanya enak. Can I taste it again?” Tanya Kris.

“Kau gila! YA! Ciuman pertamaku, ish!” Ambek Jessica sambil mendorong Kris.

“Jess, jess. I’m sorry. Aku menyesal. Aku hanya penasaran.” Kata Kris sambil menahan Jessica yang hampir beranjak pergi.

“Janji?” Tiba-tiba Jessica berubah menjadi Jessica yang manis lagi. Yap, Jessica tidak bisa marah lama-lama dengan Kris.

Yes, I promise you.” Balas Kris sambil memeluk Jessica.

Game with Kiss & Hug

***

Suho with Sunny

                Suho, seorang namja tampan yang sering dikejar-kejar oleh teman sekantornya itu tidak seberuntung di pikiran mereka. Suho hidup miskin yang harus membiayai kedua adiknya. Hari ini dia harus pergi ke kantor lagi, menggunakan kereta bawah tanah tentunya.

Suho sudah berada di depan gerbong kereta. Kereta tersebut penuh sesak sampai-sampai terlihat tidak ada ruang gerak lagi disana dan Suho berani jamin dia akan berbau keringat disana.mau tidak mau, bisa tidak bisa dia harus masuk ke gerbong kereta itu sekarang juga atau resiko terbesar akan menghampiri hidupnya dan membawa hal buruk pada keluarganya.

Suho masuk ke salah satu gerbong kereta tersebut. Dengan berdesak-desakkan dia berusaha mengambil posisi ternyaman mungkin dan BRUK! Seseorang sudah berhasil dibuat jatuh oleh Suho karena Suho memaksa masuk dan mencari tempat senyaman mungkin.

“Tolong aku, disini sesak.” Mohon orang itu, Suho menarik tangan orang itu. Karena tarikan Suho terlalu kencang wajah orang itu dan Suho menjadi sangat dekat bahkan tubuh orang itu sudah berada di dalam pelukan Suho. Yeppeo, batin Suho. Tiba-tiba kereta jalan sampai-sampai tubuh orang itu dan Suho terdorong karena tarikan kereta itu yang kencang.

CUP! Wajah Suho memerah, tak kalah merah dengan orang itu. Ya orang itu seorang yeoja yang cantik. dia berseragam layaknya siswi dari sekolah. Bibir mereka menempel cukup lama. Yeoja itu mendorong tubuh Suho dengan kasar, matanya terbelalak dengan hebat.

Gomawoyo sudah menolongku.” Kata yeoja itu. Suho mengangguk-angguk mengerti lalu berdiri di samping yeoja itu. Suhon melirik ke name tag di seragamnya. ‘Lee Sunkyu’ tu yang dibaca oleh Suho.

“YA! KESANA SEDIKIT! DISINI SEMPIT SEKALI!” Teriak seseorang tak jauh dari Suho dan Sunkyu. Orang-orang terdorong karena di dorong oleh orang yang berteriak itu. Sekali lagi, Suho dan Sunkyu berdekatan, sangat dekat. Karena tubuh Suho terlalu cenderung ke depan sampai-sampai Sunny sangat-sangat tertekan karena tubuh Suho yang condong ke depan itu.

“Ehh..” Sunkyu oleng. Hampir saja dia jatuh jika Suho tidak memegangi pinggangnya dengan erat. Lagi-lagi kedua wajah insan itu bermerah, sangat merah. Suasana panas dan keadaan seperti ini memang membuat semuanya menjadi salah tingkah.

Joneun Kim Joonmyun imnida. Kau bisa memanggil ku Suho.” Suho memperkenalkan dirinya kepada Sunkyu.

“Sunny.” Respon Sunkyu. Suho heran, kenapa dia menyebutkan nama Sunny? Bukankah Lee Sunkyu?

“Sunny? Bukan Lee Sunkyu?” Tanua Suho. Sunny menggeleng. Ah, kelakuannya itu sangat-sangat lucu menurut Suho.

Aniyo. Sunny adalah nama panggilanku. Salam kenal Suho oppa.” Kata Sunny. Suho tersenyum senang, memamerkan smirk-nya yang menakjubkan itu.

“Salam kenal Sunny.” Balas Suho.

Accident with Kiss & Hug

***

Sehun with Seohyun

                “CIUM! CIUM! CIUM!” Teriakkan para penonton itu sangat membuat pendegaran dan konsenstrasi dari murid tampan Oh Sehun yang sedang drama di depan semua orang. Tapi Sehun tetap berusaha focus kepada yeoja cantik yang ada di hadapannya ini, Seohyun. Ya, mereka sedang mengisi acara sekolah dengan drama. Sehun berperan sebagai pangeran sedangkan Seohyun menjadi putri salju.

Sehun mendekatkan wajahnya ke wajah Seohyun. Perlahan tapi pasti bibir Sehun itu mendarat dengan sempurna di kening Seohyun. Apa? Kening? Tentu, mereka sedang mengisi acara sekolah bukan sedang shooting drama yang akan ditayangkan di channel televisi.

Mata Seohyun terbuka perlahan karena itu adalah skenarionya. Sebuah senyuman juga terukir di wajah Sehun yang tampan itu, pantas saja penyelaksana drama ini memilih Sehun sebagai pangerannya. Wajah Sehun benar-benar setara dengan bangsawan.

“Hmm..” Terdengar suara dari mulut Seohyun. Sehun langsung sedikit menggeser tempatnya untuk memberi ruang kepada Seohyun.

“Selamat bangun putri cantikku, Seohyun.” Kata Sehun. Seohyun menatapnya bingung. Ini bukan kalimat dari skenario kan? Ini sudah di luar skenario kan? Sehun berjalan mendekati Seohyun yang masih terduduk di atas ranjang kecil di atas panggung tersebut.

“Jangan pernah tidur lagi Seohyun.” Tiba-tiba Sehun memeluk Seohyun. Okay, kali ini benar-benar sudah meleset jauh dari skenarionya.

“WAAHHH!” Seruan para penonton itu masuk ke dalam pendengaran Sehun dan Seohyun.  Kedua insan itu tersenyum puas, ternyata paera penonton menyukainya walaupun drama ini meleset dari skenarionya tpi respon para penonton jauh lebih dari yang mereka bayangkan.

Seohyun sudah berada di ruang ganti sekarang. Sebenarnya dia butuh penjelasan mengapa Sehun mengubah skenarionya walaupun hanya bagian akhir. Tiba-tiba pintu ruang ganti itu terbuka dan muncullah Sehun.

“Sehun-ah!” Panggil Seohyun kepada Sehun yang mulai melepaskan jubah kostum yang dia gunakan tadi.

“Kenapa Seo?” Tanya Sehun.

“Tentang skena…”

“Oh, maaf yah sudah melenceng dari skenario yang sudah diputuskan. Menurutku, ini yang terbaik Seo­­-ah.” Potong Sehun. Seohyun hanya mengangguk mengerti.

“Sebenarnya masih ada yang mau aku ganti lagi adegan tadi.” Kata Sehun. Seohyun langsung menengok ke Sehun.

“Apa?” Tanya Seohyun. Sehun tersenyum kepada Seohyun. Kau selalu cantik Seo, batin Sehun.

“Adegan ciuman,” Seohyun langsung mengerutkan keningnya dan menyipitkan kedua matanya. Apa yang dimaksud oleh Oh Sehun? “Aku ingin mencium bibirmu.”

Drama with Kiss & Hug

***

Luhan with Yoona

                “UWAAA! LUHAN!” Teriak Yoona ketika Luhan dan personil yang lain masuk ke atas panggung untuk perform dengan lagu comeback-nya. Luhan yang merasa namanya di panggil langsung menoleh ke arah suara yang familiar di telinganya, suara yeojachingu-nya.

“Ya! Bisakah tidak berteriak seperti itu?” Tanya Luhan dengan ketus.

“Tidak, tidak bisa! Hahaha.” Balas Yoona sambil menghampiri Luhan.

“Bagaimana? Kau sudah melihat MV-ku?” Tanya Luhan sambil mengelus-elus rambut Yoona yang lembut.

“Kalau sudah bagaimana?” Tanya Yoona balik. Luhan memutar bola matanya layaknya berfikir.

Should I change my name become Luhan Cullen or Luhan Black?” Tanya Luhan kepada Yoona. Wolf seperti Jacob. Lensa berwarna merahnya itu seperti Edward.

Okay. Call me Bella from now.” Jawab Yoona. Luhan langsung mengetuk pelan kepala Yoona.

“Bella lebih cantik dari pada kau Yoong.” Kata Luhan. Yoona langsung memasang wajah lecaknya kepada Luhan. Menyebalkan bukan memuji yeoja lain di hadapan yeojachingu-nya sendiri?

“Baiklah. Aku minta maaf. Jangan memasang wajah seperti itu lagi ne? kau terlihat seperti Victoria jika seperti itu.” Rayu Luhan sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggang Yoona lalu mencium keningnya dengan hati-hati. Bahkan Luhan sangat takut untuk melukai yeoja-nya walaupun dengan bibirnya sendiri.

“Kau bukan Bella. Kau bukan Victoria. Kau adalah Im Yoona. Im Yoona yang hanya menjadi milikku satu-satunya.” Kata Luhan. Yoona tersenyum mendengar perkataan itu keluar dari mulut Luhan.

“Jadi apakah ada hadiah untukku? Ya, hitung-hitung sebagai ucapan selamat karena comeback-ku yang berhasil ini.” Minta Luhan.

“Hadiah? Apa?” Tanya Yoona heran.

Kiss and Hug me babe.

Comeback with Kiss & Hug

***

Tao with Yuri

                “Kau jahat Tao! Kau tega!” Bentak Yuri dengan tangisannya kepada namja bertubuh tinggi dan gagah di hadapannya yang dia sebut Tao tadi.

Noona.. tapi itu tidak seperti yang kau bayangkan.” Tao berusaha menjelaskan semua yang telah terjadi pada diri Tao dan Victoria, leader dari F(x) itu.

“Menjelaskan apa? Menjelaskan bagaimana kalian berciuman di ruang saat latihan battle dance tadi?” Tanya Yuri dengan emosinya yang membara.

“Tidak. Aku tidak menciumnya. Seseorang sudah berusaha untuk menghancurkan hubungan kita noona.” Balas Tao. Tao tersungkur berlutut di depan Yuri.

“Kau pikir CCTV bisa membodohiku? Kau pikir CCTV  sedang berusaha menghancurkan hubungan kita?” Tanya Yuri.

“Maaf. Maafkan aku. Sungguh aku minta maaf.” Hanya kalimat-kalimta tersebut yang keluar dari mulut Tao.

“Tidak perlu. Kita sudah hancur sekarang.” Balas Yuri. Tao langsung melebarkan kedua matanya. Terpampang sudah dengan jelas bahwa mata Tao sudah memerah.

“Tidak! Aku tidak mau!” Kata Tao lalu berdiri dan langsung memeluk Yuri.

“Lepaskan aku!” Teriak Yuri, Tao melepaskannya dan Yuri berjalan perlahan meninggalkan ruangan itu. Tapi, Tao tidak tinggal diam. Tao berlari, memeluk Yuri dari belakang, menghirup wangi shampoo Yuri yang menempel dengan sempurna disetiap helai rambutnya.

“Tao, lepaskan aku.” Minta Yuri. Tao memutar badan Yuri agar bisa menghadapnya. Diciumnya pipi kanan dan pipi kiri Yuri. Yes, these are our kisses, batin Tao.

“Ternyata benar bahwa tidak ada orang yang bisa menggantikan Minho. Tak terkecuali kau, Tao.” Kata Yuri lalu pergi meninggalkan Tao sendirian di ruangan tersebut.

Hubungan yang diawali untuk balas dendam tidak akan berjalan mulus walaupun aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku. Mianhae noona.

Break with Kiss & Hug

***

Kai with Hyoyeon

                “Hey one, two, three. Let’s go!” Pimpin Hyoyeon kepada hoobae-hoobae-nya yang berada di belakangnya. Ada Kai, Luna, dan Lay disana. Ya, mereka sedang latihan untuk membuat sub-group dari SM. Luna berpasangan dengan Lay dan Hyoyeon berpasangan dengan Kai.

Mereka meliuk-liukkan tubuh mereka layaknya ular, cepat berpindah posisi layaknya kancil, dan gerakkan mereka kompak seperti penari papan atas. Mereka sangat memukau sampai-sampai tidak ada mata yang akan berkedip jika ada orang yang menonton disana.

Hyoyeon memimpin sedikit lebih depan dari mereka. Well, itu memang bukan formasinya. Hal itu dilakukan agar mereka bisa melihat gerakkan tubuh Hyoyeon lebih mudah. Baiklah, kali ini couple part.

Kai memandangi tubuh Hyoyeon yang benar-benar bergerak layaknya ular itu. Kai memeluk tubuhnya sambil menari. Tapi, tubuh mereka sudah dipenuhi oleh keringat lalu menjadi licin. Keseimbangan Kai terganggu karena tubuh Hyoyeon yang hampir jatuh.

BRUK!!!

Kai menahan kedua lengannya di atas lantai untuk menopang tubuhnya agar tidak menimpah Hyoyeon. Keduanya menukar pandangan satu sama lain. Menikmati masa-masa kecelakaan kecil yang menimbulkan detakkan jantung lebih kencang di keduanya.

Unnie! Gwaenchanayo?” Tanya Luna sambil menghampiri mereka, Lay mengikuti Luna dari belakang. Hyoyeon dan Kai langsung membuang pandangan satu sama lain lalu bangkit berdiri.

“Aku baik-baik saja. Ayo latihan lagi!” Ajaknya.

“Tapi, aku sudah lelah.” Keluh Lay.

“Ini yang terakhir untuk hari ini. Ayo!” Ajak Hyoyoen. Semuanya memamerkan senyumannya terkecuali Kai. Dia tidak mau pulang sekarang. Dia masih mau bersama sunbae-nya itu.

Mereka mulai menari lagi dan algi-lagi kecelakaan kecil terjadilagi untuk sekian kalinya. Entah ini kecelakaan atau sebuah keberuntungan kecil bagi Kai dan Hyoyeon. Bibir tebal milik Kai itu mendarat di permukaan pipi mulus Hyoyeon. Wajah keduanya memerah layaknyan kepiting rebus.

“Maafkan aku..” ucap Kai dengan cepat lalu menjaga jaraknya dengan Hyoyeon. Hyoyeon hanya mengangguk malu dan tersenyum tersipu lalu menyambar botol minumann ya dengan cepat.

“Ini handukmu unnie.” Kata Luna sambil memberikan handuk milik Hyoyeon. Sedangkan di sisi lain Kai dan Lay sedang memasukkan barang bawaanya, berniat untuk kembali ke dorm.

“Bagaimana mencium sunbae pujaanmu itu?” Tanya Lay tibatiba sambil terkekeh pelan.

Awesome.” Jawab Kai sambil tersenyum malu.

“Keberuntungan di tengah latihan. Semoga aku tidak melakukan kecelakaan seperti itu kepada Luna. Bisa habis aku dibunuh oleh Jinki hyung.” Curhat Lay tiba-tiba sambil berjalan bersama Kai yang masih belum bisa melupakan kejadian di ruang latihan tadi. Mencium pipi sang sunbae pujaan hatinya, Kim Hyoyeon dari SNSD.

Dance with Hug & Kiss

***

D.O with Sooyoung

                “Hentikan becandaanmu! Tidak lucu bodoh!” Oceh Sooyoung kepada namjachingu-nya, Do Kyungsoo yang jauh lebih dikenal dan disebut dengan sebutan D.O. Ya, mereka memang sedang menjalani hubungan spesial yang hanya diketahui oleh anak SM saja.

“Aku apakan kamu Soo?” Tanya D.O sambil berjalan dari dapur ke ruang tengah di dorm EXO ini.

“Tukang makan. Kau mengatai aku tukang makan! Tega!” Oceh Sooyoung. D.O terkekeh pelan lalu duduk dan merangkul yeojachingu-nya.

“Bukannya benar? Setengah isi kulkas dorm ini sudah habis olehmu. Aku bisa habis ketika mereka pulang dan melihat keadaan kulkas ini.” Balas D.O.

“Lepaskan aku! Bawel..eh, benar juga ya. Yang lain kemana?” Tanya Sooyoung dengan kebingungan.

“Aku usir mereka semua.”

“Hah? Usir?”

“Iya, aku hanya ingin berdua dengan kekasihku yang rakus ini.” Kata D.O sambil mencubit hidung Sooyoung.  Sooyung tidak membalas, dia cukup tersipu dengan perkataan D.O tadi. D.O memerhatikan Sooyoung tanpa mengedipkan kedua matanya, Sooyoung yang di lihati hanya bisa menunduk sedalam-dalamnya.

“Soo, di dahimu ada sesuatu.” Kata D.O. Sooyoung langsung mengangkat kepalanya.

“Ada apa?” Kata Sooyoung sambil meraba-raba dahinya. Tanpa aba-aba D.O langsung mengecup dahi Sooyoung dan tersenyum puas.

“Sudah hilang.” Kata D.O lalu memeluk Sooyoung erat.

“Bodoh! Aku kira ada apa!” Oceh Sooyoung sambil memukul pundak D.O.

“Maaf, aku hanya ingin mencium dahi indahmu itu.” Balas D.O.

Joke with Kiss & Hug

***

Chanyeol with Tiffany

                Belaian halus mendarat di puncak kepala Tiffany Hwang. Telapak tangan yang besar dan kekar itu sedang membelai puncak kepala Tiffany. Telapak tangan itu milik namjachingu-nya, Park Chanyeol. Yap, kini mereka sudah berada di bandara. Melepas kepergian Chanyeol ke Jerman untuk menghadiri lomba sepak bola bersama tim dari Korea.

“Yeolie-ah, hati-hati di jalan. Okay?” Tanya Tiffany sambil tersenyum lebar kepada Chanyeol. Chanyeol juga, dia memamerkan sederet gigi putih layaknya gedung yang menjulang tinggi dengan kaca yang super bersih sehingga mengilap.

“Pasti chagiya. Jaga dirimu baik-baik.” Balas Chanyeol.

“Kau harus kembali membawa piala itu. Arrasseo?

Arra, arra.” Jawab Chanyeol berulang kali. Dia melihat jam digital yang terpampang jelas di dinding bandara ini.

“Fany-ah, aku harus masuk ke pesawat sekarang. Bersama yang lain tentunya.” Kata Chanyeol.

But..” Kata Tiffany.

I know what you mean.” Potong Chanyeol lalu mendekap tubuh Tiffany erat-erat. Seperti tidak ingin kehilangan yeojachingu-nya itu. Tak lama mereka berpelukan Chanyeol memberanikan diri mensejajarkan wajahnya dengan Tiffany, memperkecil jarak di antara mereka, dan sebuah kecupan ringan mendarat di pipi Tiffany. Wait! Pipi Tiffany?

“Kenapa menghindar?” Tanya Chanyeol heran.

“Ini tempat umum. Sudah-sudah. Kau bisa oergi sekarang. Apakah pipi manisku ini kurang untukmu, eoh?” Tanya Tiffany. Chanyeol mendengus pelan.

“Aish, jinjja! Yasudah, jangan menyesal ya Hwang Miyoung!” Ancam Chanyeol.

Never.” Balas Tiffany dengan cuek. Chanyeolpun berjalan menuju tujuannya.

“Channie-ah! Wait a second! Teriak Tiffany. Chanyeol memutar badannya dengan malas, kenapa yeojachingu-nya ini cepat seklai berubah mood?

Saranghamnida!” Teriak Tiffany sembari membentuk tanda hati dengan kedua tangannya.

Nado!!” Balas Chanyeol lalu berlalu dari hadapan Tiffany.

Tiffany sedang dalam perjalan pulang bersama Donghae, kakaknya. Tiba-tiba terdengar suara sangat keras sehingga masuk ke dalam mobil yang sedang mereka kendarai.

Oppa, suara apa itu?” Tanya Tiffany.

“Mollayo.” Mendengar jawaban singkat dari Donghae itu, Tiffany hanya bisa membulatkan mulutnya karena speechless.

Tiba-tiba ponsel Donghae berdering kencang. Donghae pun bergegeas mengangkatnya tapi ponselnya terjatuh ke dasar mobilnya.

“Sial!” Gerutu Donghae sambil meraba-raba dasar mobil itu untuk mendapatkan ponselnya tapi dengan cepat Tiffany mengambil ponsel itu lebih dulu. Dari pada terjadi kecelakaan?

“Fokus saat menyetir oppa!” Perintah Tiffany sambil menatap layar ponsel Donghae. Siwon oppa? Bukankah dia sudah berada di pesawat sekarang?, batin Tiffany. Dengan cepat Tiffany mengangkat panggilan tersebut.

“Yeobosseyo?”

“Fany? A..apa ada Donghae disana?”

“Dia sedang menyetir. Beri tahu ke aku saja oppa.”

“Tap…”

Ppali oppa! Kau tidak sayang dengan pulsamu?”

“Chanyeol, hanya Chanyeol..baru saja mengalami kecelakaan di pesawat. Dia salah masuk pesawat dan pesawatnya meledak begitu saja.” Tiffany yang mendengar itu langsung menintikkan air matanya. Seharusnya dari awal dia tidak usah menyetujui kepergian Chanyeol ke Jerman. Hal yang sangat dia sesali setelah itu adalah menolak ciuman dari Chanyeol. Ya, seharusnya bibir tipis milik Tiffany itu berhasil menjadi milik Chanyeol seutuhnya. Jika aku tidak menolaknya tadi.

Goodbye with Kiss & Hug

 

 

Big Sorry buat covernya. Niatnya yang sama Seo itu Chen bukan Sehun. Big Sorry :(


TRUE LOVE (Chapter 9)

$
0
0

TL2

TRUE LOVE

                           

Tittle                : True Love (Chapter 9)

Author             : Jellokey

Main Cast        :

Kim Jong In (Kai EXO-K)

Oh Sehoon (Sehun EXO-K)

Luhan (Lu Han EXO-M)

Kim Joon Myun (Suho EXO-K)

Kang Jeo Rin (OC)

Shin Min Young (OC)

Support Cast   :

Wu Fan (Kris EXO-M)

Park Chanyeol (Chanyeol EXO-K)

Kim Min Ra (OC)

Jang Mi Sun (OC)

and others

Length             : Chaptered

Genre              : Romance, Family, School Life

Rating             : PG-17

Kai punya kejutan kecil :) Happy reading. Like dan comment sangat disukai ^^

“Karena itu eomma memutuskan memindahkanmu ke New York.” Kai langsung terkejut mendengar kata-kata Nyonya Kang.

“Semua terserah padamu, sayang. Tapi eomma berharap kau mau pindah ke New York, karena menurut eomma itu yang terbaik.”

“Kenapa pindah, ahjumma? Itu akan membuat orang berpikiran kalau musibah yang menimpa Jeo Rin benar.”

“Apa kau punya jalan lain, Kai?” tanya Nyonya Kang.

“Jeo Rin tetap di Seoul. Kita mencar bukti kalau Jeo Rin memang dijebak.” ‘Jeo Rin tidak boleh pergi dari Seoul. Dia tidak boleh pergi dariku.’ Batin Kai.

“Bagaimana pendapatmu, nak?” Nyonya Kang menatap Jeo Rin.

“Aku mau pindah, eomma.”

“Baby…”

“Kau tidak mau mencoba ide Kai?”

“Ani. Menurutku itu tidak berpengaruh.”

“Baiklah. Kalau begitu eomma akan mengurus kepindahanmu. Eomma ke kamar dulu.” Nyonya Kang meninggalkan Kai dan Jeo Rin di ruang makan. Mereka hanya diam. Sampai akhirnya Jeo Rin memutuskan pergi ke kamarnya.

——————————

Kai masuk ke kamar Jeo Rin. Tapi ia tidak meihat Jeo Rin di mana pun. Pintu balkon kamr Jeo Rin terbuka, Kai pun berjalan ke sana. Ia mendapati Jeo Tin berdiri, kedua tangannya bertumpu pada besi pembatas.

“Kenapa kau lebih memilih pindah daripada tinggal di sini?” Kai memeluk Jeo Ri dari belakang.

“Jongin-ah..”

“Wae? Apa karena Suho?”

“Ani. Aku hanya ingin semua normal seperti dulu.”

“Mianhae. Tinggallah di sini. Aku akan mengakui semuanya. Aku akan mengakui kalau aku yang menjebakmu.”

“Itu tidak memberi pengaruh, Jongin-ah. Aku sudah tidak peduli pandangan siswa di sekolah tentangku.” Jeo Rin membalikkan tubuhnya.

“Wae?” ia menatap Kai.

“Baru beberapa hari kau bisa menerimaku, kau pergi.” Jeo Rin terkekeh.

“Walaupun aku pergi, kau tetap di kelilingi banyak yeoja.”

“Aku tidak peduli dengan mereka. Hanya kau yeojaku.”

“Aku bukan yeojamu.”

“Tapi kau jodohku. Walaupun kau tidak megakui, kau tetap yeojaku.”

“Tujuanku pindah bukan hanya untuk mencari suasana baru…” Kai menunggu lanjutan kata-kata Jeo Rin.

“Aku akan membuka hatiku untukmu kalau kau benar-benar berubah.”

“Kau lihat beberapa hari ini aku mengabaikan yeoja-yeoja yang mendekatiku. Aku sudah berubah, Rin-ah.” Jeo Rin tersenyum.

“Masih beberapa hari, Jongin-ah. Kau bisa saja kembali seperti dulu.”

“Bagaimana aku bisa berubah kalau kau tidak di sini?”

“Itu tujuanku. Kau berubah bukan karena ada aku di sini. Aku ingin kau berubah karena keinginanmu sendiri.”

“Aku tidak bisa kalau kau tidak di sini.”

“Tuh, kan. Kau mau berubah karena ada aku di sini. Terserah padamu, Jongin-ah. Aku tidak mau dijodohkan dengan namja yang suka main yeoja.” Jeo Rin melepas tangan Kai yang melingkar di pinggangnya lalu masuk ke kamar. Kai terdiam.

“Aku bisa mengabaikan yeoja yang mendekatiku karena ada Jeo Rin di sini. Kalau dia pindah bagaimana aku bisa berubah? Apa aku ikut pindah saja?” Kai mengacak rambutnya frustasi.

“Baby…” Kai merebahkan dirinya menghadap Jeo Rin yang sudah memejamkan mata.

“Rin-ah…” Kai memanggil Jeo Rin lagi.

“Jangan ganggu tidurku, Kai.” Kata Jeo Rin masih dengan memejamkan matanya. Kai langsung memeluk Jeo Rin.

“Jangan panggil aku Kai.”

“Mianhae. Aku lupa.” Jeo Rin membuka matanya dan menatap Kai.

“Jangan pindah. Jebal..” Mohon Kai.

“Keputusanku tidak akan berubah. Aku akan tetap pindah, Jongin-ah.”

“Kalau begitu aku akan tetap jadi Jongin yang playboy.” Ancam Kai yang malah membuat Kai tertawa.

“Terserah padamu, Jongin-ah. Aku tidak peduli. Itu malah bagus untukku. Aku bisa dengan mudah meminta pada eomma untuk membatalkan perjodohan ini.” Jeo Rin membalikkan badannya membelakangi Kai. Lagi. Kai tidak berhasil membujuk Jeo Rin.

—————————

“Kau mau ke mana?” tanya Jeo Rin bingung melihat Kai membawa koper.

“Aku mau pulang.” Jawab Kai cuek.

“Oh….” ‘Hanya “oh”? dia tidak mencegahku?” batin Kai. Kai menarik kopernya menuju mobil. Memasukkan koper ke bagasi. Lalu masuk ke mobil tanpa melihat Jeo Rin *merajuk ceritanya*

“Hati-hati di jalan.” Jeo Rin melambaikan tangannya.

—————————–

Apalagi yang harus kulakukan untuk membuat Jeo Rin tidak pindah? Jeo Rin bahkan tidak mencegahku tadi. Apa yang kau harapkan, Kai? Tentu saja dia tidak mencegahmu. Dan bodohya aku malah pura-pura tidak peduli padanya. Ke mana aku sekarang? Aku malas pulang ke rumah. Lebih baik aku ke apartemen Kris. Aku menekan bel apartemen Kris begitu sampai. Tk lama pintu terbuka.

“Kai?” mungkin Kris bingung melihatku membawa koper.

“Aku mau menginap di sini selama beberapa hari.” Aku langsung masuk ke apartemen Kris. Lalu duduk di sofa ruang tamu Kris. Kris berjalan menuju dapur. Ia kembali dengan membawa dua kaleng coke, memberikan satu kaleng padaku.

“Tidak biasanya kau menginap membawa koper.” Kata Kris lalu meminum coke-nya. Aku juga meminum coke.

“Aku baru pulang dari rumah Jeo Rin.” Kris menatapku bingung.

“Aku menginap di rumahnya.”

“Bagaimana bisa? Dia kan sangat membencimu. Lagipula kalian tidak akrab.”

“Yeoja yang dijodohkan denganku adalah Jeo Rin.”

“Uhuk!” Kris terkejut.

“Jangan beritahu siapa-siapa. Chanyeol juga jangan.”

“Jeo Rin menerima perjodohan ini?” tanya Kris setelah menenangkan dirinya.

“Ne. Awalnya dia menolak. Tapi setelah Kang ahjumma bicara, dia tidak menolak lagi.”

“Kau beruntung sekali, Kai. Dijodohkan dengan yeoja yang kau sukai.”

“Aku mencintainya.”

“Yang jelas kau benar-benar beruntung.”

“Kau tidak ke club?”

“Ani. Wae? Kau mau ke club?”

“Aku juga tidak. Bagaiman dengan Misun?”

“Dia tidak mempedulikanku. Tahu begini aku tidak akan mengungkapkan perasaanku. Padahal aku mau berubah untuknya.”

“Jangan menyerah. Dia pasti akan melihatmu.”

“Kapan? Sebentar lagi kita akan lulus. Setelah lulus aku akn kembali ke Canada.”

“Mwo? Kau jga mau pindah? Kalian benar-benar keterlaluan. Kau pergi, Jeo Rin juga pergi.” Kenapa mereka pergi meninggalkanku?

“Apa maksudmu, Kai?”

“Jeo Rin akan pindah ke New York karena masalah foto itu. Aku sudah membujuknya, tapi dia tetap kukuh untuk pindah.” Aku mengacak rambutku frustasi.

“Sepertinya kalian sudah cukup dekat. Tapi kenapa di sekolah kalian seperti tidak saling kenal?”

“Dia tidak ingin orang-orang tahu kalau kami dijodohkan.”

“Jadi, apa masalahnya kalau Jeo Rin pindah? Toh kalian sudah dijodohkan. Kau takut dia dekat dengan namja di sana?”
“Aissh.. Kris, aku bisa gila kalau dia tidak ada di sini. Masalah namja juga. Kau tahu, orang Western seleranya Asia sekarang.”
“Sudahlah. Setelah lulus nanti, kau bisa kuliah di New York.” ‘Tiga bulan lagi. Apa aku bisa bertahan selama itu?’

——————————

Kali ini Kai pura-pura tidak mempedulikan Jeo Rin. Biasanya Kai dan Jeo Rin selalu pulang bersama, sekarang tidak. Tapi tetap saja, itu tidak akan berpengaruh pada Jeo Rin. Sampai pada suatu hari Kai menarik Jeo Rin yang sedang berkumpul dengan teman-temannya.
“Ikut aku!”
“Lepas, Kai!” Jeo Rin berusaha melepas tangan Kai. Dia tidak mau teman-temannya tahu kalau dia dijodohkan dengan Kai. Mendengar Jeo Rin yang memanggilnya Kai, Kai semakin mengeratkan pegangannya di tangan Jeo Rin dan menariknya membuat Jeo Rin mengikuti langkah Kai. Tapi tertahan karena Misun menahan tangan Jeo Rin yang satunya.
“Ya! Nappeun namja! Lepaskan Jeo Rin!”
“Aku tidak berurusan denganmu. Lebih baik kau pikirkan Kris sebelum kau menyesal.” Kata-kata Kai membuat Misun melepaskan tangannya. Kai kembali menarik Jeo Rin. Entah mau dibawa ke mana Jeo Rin.
“Lepas, Kai!” Kai tidak peduli. Ia terus menarik Jeo Rin ke tempat yang sepi.
“Lepas! Tanganku sakit!” Langkah Kai terhenti karena ada orang yang menahan Jeo Rin.
“Lepaskan Jeo Rin!”
“Oppa…”
“Jangan ikut campur. Kau sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi dengan Jeo Rin.” Kai menatap Suho sinis.
“Aku memang tidak punya hubungan lagi dengan Jeo Rin. Tapi melihatmu memaksa Jeo Rin aku tidak bisa.” Kai melepaskan tangan Jeo Rin. Suho langsung memeluk Jeo Rin. Dia tidak bisa membohongi dirinya kalau dia masih mencintai Jeo Rin.
“Kau masih peduli dengan yeoja yang mengkhianatimu?” Kai menyeringai. Jeo Rin menatapnya tajam.
“Pikirkan itu!” Kai pergi meninggalkan Suho dan Jeo Rin. Suho hendak melepas pelukannya tapi Jeo Rin langsung memeluknya erat.
“Gomawo, oppa. Oppa masih peduli padaku. Walaupun oppa tidak percaya padaku, aku akan tetap mengatakan ini. Aku tidak pernah mengkhianati oppa. Kejadian itu aku dijebak. Saranghae…” Jeo Rin melepas pelukannya. Suho pergi meninggalkan Jeo Rin. Ia bingung mana yang harus ia percaya. Jeo Rin atau Kai dan foto-foto itu. Tapi foto itu telah membuktikan semuanya. Suho tetap pada pendiriannya.

———————————-

“Kai, handphonemu bunyi. Ada pesan dari ‘My Girl’.” kata Kris pada Kai yang baru keluar dari kamar mandi dengan memakai jeans sambil mengeringkan rambutnya. Ia mengambil handphonenya di meja kecil samping tempat tidur Kris, lalu membuka pesan dari Jeo Rin.

From: My Girl.
Aku berangkat ke New York hari ini, 09.00 am.

“Jam berapa sekarang?”
“Eungg.. Lihat sendiri.” Kris setengah sadar. Kai membulatkan matanya. 08.30 am. Dengan cepat kai mengambil kemeja biru dan kunci mobil. Ia memakai kemejanya asal. Yang ada di pikirannya sekarang adalah Jeo Rin.

——————————

“Baik-baik di New York, sayang. Eomma akan sering mengunjungimu.” Nyonya Kang memeluk putrinya. Hanya Nyonya Kang yang mengantar Jeo Rin ke airport.
“Kau tidak memberitahu teman-temanmu?”
“Ani. Bisa-bisa aku tidak jadi pindah karena mereka.”
“Kai?”
“Aku sudah memberitahunya tadi, eomma.”
“Kenapa dia belum datang?”
“Molla.” Suara speaker keberangkatan menyadarkan Jeo Rin. Jeo Rin memeluk Nyonya Kang lagi.
“Aku pergi, eomma.” Jeo Rin membalikkan badannya.
“Rin-ah..” suara seseorang membuat Jeo Rin berbalik lagi. Ketika berbalik ia langsung dipeluk Kai.
“Cepatlah kembali.” Jeo Rin balas memeluk Kai.
“Ne. Ingat kata-kataku. Aku tidak mau saat pulang nanti tetap menjumpai Jongin yang sama. Kau harus berubah.” Kai mencium bibir Jeo Rin.
“Dasar anak muda.” Kata Nyonya Kang yang melihat adegan romantis Kai. Jeo Rin mendorong tubuh Kai tapi Kai malah menahan tengkuknya. Memperdalam ciuman mereka. Ciuman terakhir sampai Jeo Rin kembali.
“Saranghae. Aku mau saat kau pulang, kau membalas kata cintaku.”
“Kita lihat nanti.” Jeo Rin tersenyum. Kai memeluk Jeo Rin erat.
“Kau tidak bermaksud membatalkan keberangkatanku kan?” Jeo Rin mengelus punggung Kai. Ia mendorong tubuh Kai pelan.
“Aku pergi.” Kai terus memandangi Jeo Rin sampai tidak terlihat. Nyonya Kang menepuk pundak Kai.
“Bersabarlah, nak. Saat Jeo Rin kembali, kalian akan langsung bertunangan.”
“Ne, ahjumma.”
“Sajangnim, Tuan Lee sudah menunggu anda di kantor.” Kai langsung melihat pemilik suara itu. Raut wajah sedihnya langsung berubah melihat yeoja yang menurutnya ‘fantastic baby’.
“Ahjumma harus ke kantor, Kai.”
“Ne, ahjumma.” Kai kembali memasang mimik wajahnya saat ditinggal Jeo Rin pergi. Yeoja itu yang ternyata sekretaris Nyonya tersenyum pada Kai sebelum berbalik mengikuti Nyonya Kang.
“Suit…” Kai bersiul.
“Sexy.. Kalau hanya bermain-main tidak apa kan? Lagipula Jeo Rin tidak ada di sini, dia tidak akan tahu. Saat Jeo Rin kembali nanti baru aku berubah.” Kai tersenyum miring.

———————–

“Kau benar-benar tega, Jeo Rin-ah.” ucap Min Young setelah mendengar sahutan dari Jeo Rin. Begitu sampai di sekolah, Min Young dikejutkan kabar Jeo Rin yang pindah ke New York oleh Misun.
“Kenapa kau tidak memberitahu kami kalau kau pindah?” Min Young menspeakerkan handphonenya. Saat ini ia sedang berada di cafetaria bersama Sehun, Lu Han, Suho, Min Ra, Misun, dan Eun Na.
“Kalau aku memberitahu kalian, aku pasti tidak jadi pindah.”
“Kenapa kau pindah? Apa karena masalah itu?”
“Ani. Aku tidak peduli lagi dengan itu. Kau tahu sendiri kalau aku dijebak. Aku hanya ingin membuka lembaran baru. Memulai semuanya dari awal.” Mendengar itu, Suho merasa seperti dihujam beribu pisau tepat di hatinya. Itu berarti Jeo Rin mau melupakannya. Eun Na yang berada di samping Suho berusaha untuk menahan kesenangannya. Tidak ada lagi yang menghalanginya untuk mendapatkan Suho.
“Bagaimana di sana?” tanya Min Young.
“Aku mulai bersekolah besok. Semoga aku bisa mendapatkan teman seperti kalian.”
“Jangan lupakan kami, Jeo Rin-ah.” kata Min Ra.
“Ne, Ra-ya. Young-ah, kau menspeakerkan handphonemu?”
“Ne.”
“Aku akan menghajarmu begitu kau kembali, Jeo Rin-ah.” ujar Misun.
“Kalau begitu aku tidak akan kembali.” Jeo Rin terkekeh.
“Apa maksudmu?” Kompak Min Young, Misun, Min Ra.
“Ya! Tidak usah barengan begitu. Aku tidak berencana untuk kembali dalam waktu dekat ini. Kalian tahu kan kalau aku menghabiskan masa kecilku di sini. Aku senang bisa kembali ke New York.” Eun Na semakin melayang mendengar kata-kata Jeo Rin.
“Jaga dirimu baik-baik, Jeo Rin-ah. Bagaimana dengan…” Min Young terdiam. Ia lupa kalau ada Suho yang mendengar percakapan mereka.
“Dengan?” tanya Jeo Rin sama dengan orang-orang yang ada bersama Min Young, tapi mereka hanya menampakkan wajah bingung mereka.
“Lupakan. Nanti aku meneleponmu lagi, Jeo Rin-ah. Bye..”
“Annyeong. Hehe..”
“Apa yang mau kau katakan tadi?” Misun penasaran.
“Aku lupa.” Sehun yang menangkap ada yang aneh pada Min Young langsung menatap yeojanya.

————————–

“Eun Na..” panggil Kai.
“Kai?” Eun Na menghentikan langkahnya.
“Aku baru tahu kalau Jeo Rin pindah ke New York.” kata Eun Na begitu Kai berdiri di hadapannya.
“Beritahu pada Suho kalau Jeo Rin memang dijebak.” ucap Kai to the point.
“Apa maksudmu?”
“Salah satu alasan Jeo Rin pindah adalah foto itu. Terserah bagaimana cara kau menyampaikan pada Suho.”
“Kau merasa dirugikan karena foto itu?”
“Ani. Aku hanya ingin membersihkan nama yeojaku. Dia milikku sekarang.”
“Aku tidak mau.”
“Baiklah. Biar aku yang mengatakan pada Suho. Aku juga akan mengatakan padanya kalau kau membantuku menjebak Jeo Rin.” Kai berjalan melewati Eun Na menuju pintu kelas.

————————–

Kai duduk di samping Chanyeol setelah menepuk pundak Chanyeol. Ia lalu memesan wine pada bartender.
“Ada angin apa kau kembali ke club? Apa karena Jeo Rin pindah?”
“Ani. Hanya ingin bersenang-senang.” kata Kai setelah meneguk winenya.
“Ck.. See? Apa yang kau dapatkan dari L.O.V.E? Saat kau mencintai yeoja, yeoja itu malah pergi.” Chanyeol tersenyum sinis. Kai tidak mempedulikan Chanyeol. Ia melihat ke lantai dansa. Matanya menangkap sosok yeoja yang ia temui di bandara. Kai langsung turun ke lantai dansa.
“Dasar. Katanya mau berubah.”

“Hai..” Kai menghampiri yeoja yang terus menggerakkan tubuhnya mengikuti alunan musik.
“Kau sekretaris Kang ahjumma?” tanya Kai basa-basi.
“Ne.” jawab yeoja itu singkat.
“Kenapa bisa berada di sini? Setahuku ahjumma selalu pulang larut malam.”
“Sajangnim sedang di New York mengunjungi putrinya.” Setelah mengatakan itu, ia pergi meninggalkan lantai dansa untuk mengangkat telepon dan tidak kembali lagi. Chanyeol yang melihat gelagat Kai, mengirim pesan pada Kris.

To: Kris
Selera Kai noona sekarang.

———————-

“Chagiya, apa kau menyembunyikan sesuatu?” tanya Sehun pada Min Young. Mereka sedang berjalan menuju halte bus.
“Maksud oppa?”
“Yang mau kau tanyakan pada Jeo Rin waktu itu. Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu dari kami.”
“Eem.. Itu. Oppa jangan memberitahu pada siapa-siapa ya.”
“Ne.”
“Sebenarnya Jeo Rin dijodohkan.” Tanpa mereka sadari seseorang mengikuti mereka sejak dari sekolah. ‘Jeo Rin dijodohkan?’ batin Suho. Ia mengikuti Min Young dan Sehun setiap hari karena penasaran dengan kalimat Min Young waktu itu.

—————————-

‘My Girl calling..’

Kai baru menghentikan mobilnya di salah satu club malam di Seoul saat Jeo Rin meneleponnya.
“Yeoboseyo, baby..” Selama satu minggu ini, Kai tidak menelepon Jeo Rin karena sibuk. *Sibuk dengan yeoja maksudnya*

“Yeoboseyo, Jongin-ah.. Bagaimana kabarmu?”
“Kau mau jawaban bohong atau jujur?”
“Eum.. Dua-duanya.”
“Aku baik itu versi bohongnya. Kalau jujur, aku seperti orang gila yang merindukanmu di sini. Ingin rasanya aku menyusulmu dan memelukmu setiap hari.” Jeo Rin terkekeh.
“Aku sedang dekat dengan seorang namja di sini.” Ekspresi Kai langsung berubah.
“Baby, kau mengujiku? Kau masih sebentar di sana.”
“Bahkan di hari pertama aku sudah didekati banyak namja.”
“Sepertinya aku harus meminta pada ahjumma agar aku bisa menikahimu besok.”
“Aku bercanda. Kau di mana sekarang?”
“Aku.. Di rumah.” Jawab Kai sedikit gugup.
“Jeongmal? Tapi kenapa ribut? Kau di club kan?”
“Ne.. A.. Ani.” Kai merutuki dirinya yang tidak bisa bohong pada Jeo Rin.
“Tidak apa-apa kalau kau mau ke club.”
“Aku tidak di club, baby. Masih di parkiran.” ucap Kai jujur.
“Kalau begitu selamat bersenang-senang, Jong…”
“Aku pulang..” Ujar Kai pelan.
“Mwo?”
“Aku tidak jadi ke club.”
“Waeyo?”
“Aku janji padamu akan berubah.”
“Aku tidak pernah memimtamu untuk berjanji padaku. Kau bebas melakukan apa pun yang kau mau.”
“Ani. Aku akan membuktikan padamu kalau aku bisa berubah.” Perkataan Kai membuat Jeo Rin tersenyum di seberang sana.
“Aku akan meneleponmu lagi nanti. Hati-hati di jalan.”
“Ne. Saranghae, baby..” Sambungan terputus.
“Hidupku benar-benar berat tanpamu di sini, baby.” Kai mendesah berat.

————————–

“Youngie, apa kau bahagia bersamaku?” tanya Sehun. Saat ini Sehun dan Min Young sedang tiduran di rumput, di sebuah bukit yang memperlihatkan kota Seoul. Min Young memiringkan tubuhnya menatap Sehun bingung.
‘Kenapa kau berkata seperti itu, Hunnie? Jangan bilang oppa mempermasalahkan status sosial lagi.” Sehun terdiam.
“Aku bahagia denganmu. Sangat bahagia. Jangan pernah mempermasalahkannya lagi, eo?”
“Mianhae..” Sehun menghadap Min Young.
“Aku hanya takut kau meninggalkanku.”
“Kenapa berpikir seperti itu?”
“Entahlah. Perasaanku tidak enak.” Min Young mendudukkan dirinya.
“Aku takkan melakukan itu karena aku membutuhkanmu, oppa.” Sehun memposisikan kepalanya di pangkuan Min Young. Min Young mengelus rambut Sehun.
“Oppa kuliah di mana setelah lulus?”
“SNU. Aku akan berusaha keras mendapatkan beasiswa untuk kuliah di sana. Setelah selesai kuliah, aku akan bekerja di perusahaan ternama. Mengumpulkan uang yang banyak untuk melamarmu.”
“Oppa sudah berpikir sejauh itu?”
“Bahkan aku sudah membayangkan mempunyai anak-anak yang cantik dan tampan darimu. Aku yakin kau jodohku, Youngie.”
“Kalau oppa yakin aku jodoh oppa, jangan pernah punya pikiran seperti tadi lagi.”
“Ne, chagiya.” Sehun mendudukkan dirinya, lalu mengecup bibir Min Young.
“Sudah sore. Ayo pulang.” Min Young menganggukkan kepalanya.

————————————

Saat berjalan di trotoar, sebuah mobil mewah yang baru saja melintas, mundur lagi ke posisi Sehun dan Min Young. Seorang wanita berusia empat puluhan keluar dari mobil itu.
“Eomma?!”
“Masuk, Min Young.” perintah Nyonya Shin.
“Shirreo. Aku mau pulang dengan Sehun oppa.”
“Jangan jadi anak pembangkang, Min Young. Eomma sudah memperingatkanmu untuk tidak berhubungan dengan anak miskin ini lagi.”
“Eomma..”
“Saya akan mengantar Min Young sampai di rumah dengan selamat, ahjumma.” kata Sehun yang tidak dipedulikan oleh Nyonya Shin.
“Kau mau eomma pindahkan seperti Jeo Rin, Min Young?” Min Young mengeratkan genggamanya pada tangan Sehun.
“Shirreoyo. Aku mau pulang dengan Sehun oppa.”
“Hae Won, tarik Min Young.” suruh Nyonya Shin pada supirnya.
“Jeosonghaeyo, nona.” Supir Nyonya Shin menarik Min Young untuk masuk ke mobil. Sehun tetap mempertahankan Min Young. Entah bagaimana caranya, supir Nyonya Shin berhasil menarik Min Young masuk ke dalam mobil.
“Jangan pernah dekati putriku lagi.” Ancam Nyonya Shin lalu masuk ke dalam mobil.
“Apa materi selalu berada di atas segalanya?” Sehun menendang udara kosong.
“Aku tidak akan menyerah hanya karena hal ini.” Tak jauh dari tempat Sehun berada, seseorang mengawasinya dari dalam limosin.

TBC…


[FREELANCE] Clumsy me (Chapter 1)

$
0
0

CM-Chap 1-2

Title : Clumsy me

Subtitle : First Impression

Author : NadyKJI (@nadyana1711)

Web : http://cynicalace.wordpress.com/

Genre : Comedy (a little?), romance, friendship, School Life

Length : Chaptered

Rating : G

Maincast:

  • Kim Jong In – Kai
  • Cha Naraya (OC)

Other : Oh Sehun, Lee Ria (OC), Min Chan Rie (OC), Park Chanyeol, Byun Baekhyun, D.O, Tao, Chen, (will be added)

Disclaimer : FF ini murni ide-ide khayalan author yang kelewat tinggi, dilarang meniru dengan segala cara apapun, jika tidak ff ini tidak akan dilanjutkan lagi. Terima Kasih.

Author’s Note :

Halo readers, ini pertama kalinya author bikin ff. Karena itu mohon maklum ya kalau masih pendek ceritanya…

Sebenernya kalau mau jujur dulu Author itu paling ga tau soal namja-namja korea yang kalau sekarang jadi ganteng banget dimata author. Ehemm tentunya berkat temen Author yang keren?! Namanya jangan disebut ntar ge-er dia. *apa sih thor?!

Author juga mau terima kasih sama yang udh bikin ff sebelum author, yang jadi bikin author kepikiran buat bikin ff ini. Author juga mau pesan, kalau author sangatlah banyak mandetnya dalam bikin ff ini, apalagi ini pertama kalinya bagi author.

Terakhir, pada readers jangan pundung dulu :s,

maaf banget notenya jadi panjang beruntun padahal tidak di rencanakan.

And Finally,

Selamat membaca, maaf kalau misalkan ff ini mungkin terlalu ngeyel atau blm sempurna. Maaf pula kalau ada beberapa adegan yg mirip-mirip novel apapun yang kalian baca – soalny author banyak inspirasinya dari novel. Maaf juga sekali lagi kalau nanti publish chapter berikutnya lama, maaf kalau kata-kata yang digunakan masih bahasa tidak baku/terdapat typo, maaf kalau bersambungnya gaje, dan beribu ribu maaf lainnya.

Ff ini sudah pernah author coba kirim ke exofanfiction.wordpress.com ehehe… tapi belum ada sih :D – hanya pemberitahuan dulu aja, Mian…

Kalau untuk yang di blog pribadi author belum coba post nunggu comment dulu aja #Plak

Happy reading,

Kritik dan comment kalian akan sangat membantu untuk mendongkrak semangat author buat lanjutin ff ini.

___

-:Naraya:-

Naraya ayo lari, lari, lari Naraya. Hari pertama sekolah masa udah telat…

Kugerakkan kakiku secepat mungkin menuju gerbang sekolah. Tak kuhiraukan Chen oppaku yang ngomel-ngomel sumpah serampah dari dalam mobil. Ini hari pertamaku masuk SMA, mana bisa aku telat. Lihat kelasku dimana saja belum, dapat teman saja belum – mungkin harus aku ralat pikiran terakhirku, karena Lee Ria sahabatku juga masuk SMA ini, belum lagi masih ada oppaku Chen – hehe.

Gerbang sekolah semakin dekat dimataku, tapi gawatnya nafasku sudah pendek-pendek. Rasanya gak sanggup kalau harus berlari lagi. Tas gendongku juga tidak mendukung, berat sekali mungkin 7 kilo. Pandanganku mulai kabur, kakiku sudah bergetar. Tapi akhirnya BERHASIL, aku berhasil melewati gerbang. U oh, rupanya aku senang terlalu cepat. Kakiku yang sialan ini malah terantuk sesuatu padahal selihatku jalanannya rata mulus tanpa hambatan, badanku oleng seketika, dan uhmm ada seseorang di depanku. Semua terjadi begitu cepat, aku hanya pasrah menutup mataku, berharap orang di depanku cukup cepat untuk menghindar…

Dan,

Aku tidak berani membuka mataku.

Bagaimana ini, sekarang semua pasti melihat ke arahku. Mungkin para sunbae akan mencapku sebagai murid baru aneh yang berulah, belum apa-apa masa SMAku sudah mendapat jaminan tidak menyenangkan…

-:Kai:-

Hoamm…

Aku menguap, berjalan santai atau malas-malasan tepatnya, memasuki gerbang sekolah – gerbang yang akan mengurungku selama kurang lebih atau hampir setengah hari hidupku. Aku tahu seharusnya aku tidak bergadang kemarin. Tapi dasar efek liburan, aku jadi terbiasa dengan pola tidur malam bangun siang.

Setelah cukup sadar, aku mulai memperhatikan keadaan di sekitarku,

Ada apa ini? Kenapa pagi-pagi sudah ada keributan?

Aku kontan langsung menyimak bisik-bisik itu tidak mau ketinggalan, mungkin akan menyenangkan,

‘anak itu kenapa lari-lari.’

‘siapa tau hanya anak aneh.’

‘hei yeoja itu sepertinya menarik.’

‘hah? Kau gila ya ?!’

‘tapi saat berlari dia imut lho.’

‘aish dasar otak miring, masa yang begitu dibilang imut.’

Aku tertawa kecil mendengar bisik-bisik tersebut. Khususnya karena penasaran dengan percakapan terakhir, apakah benar yeoja itu imut, aku yang masih di dekat gerbang menoleh untuk melihat yeoja imut-?! yang sudah bikin heboh itu.

Kesan pertamaku melihat yeoja itu lumayan. Mungkin tingginya 160an, rambut panjang, pipi yang chubby tapi pas di mukanya.

Hanya saja kelakuannnya sedikit minus, untuk apa dia lari-lari, masih cukup pagi pula. Aku berasumsi ia mungkin orang yang terlalu tepat waktu… tipe yang sangat menganggu.

Kudengar bisik-bisik itu semakin jelas, malah sudah ada yang berteriak ngeri. Aku otomatis langsung kembali dari pikiranku yang asik sendiri,

Yang terakhir kulihat adalah yeoja itu kehilangan keseimbangannya dan sekarang dalam proses jatuh di depanku. Aku pasrah mengingat aku mau menghindarpun sudah terlambat, jadi kuterima saja yeoja yang jatuh itu, alih-alih berbuat amal sedikit.

-:Author PoV:-

Naraya yang kehilangan keseimbangannya itu hanya pasrah menerima nasibnya. Lagipula ia sudah sering menerima kesialan yang bertubi-tubi. Harusnya ia sudah kebal.

JEBRUKKK

Akhirnya dengan sangat sukses tokoh utama kita itu menabrak orang di depannya – yang tidak lain adalah Kai.

Semua para penonton hanya melihat dengan penuh keprihatinan pada Kai tentu saja. Kalau Naraya boro-boro, dia dengan selamatnya mendarat di atas tubuh namja itu sebagai bantal.

Bisik-bisk kembali terdengar,

‘gila juga yeoja itu..’

‘pasti sakit, kasihan, padahal namja itu ganteng lho.’

‘ya sudah sana bantu’ – orang sewot

‘malu ah, masa baru masuk udah terlibat insiden’

‘cih, dasar sok baik’

Dst yang tidak pelu di ungkit lagi.

Di sisi lain ada Lee Ria, melihat dengan ngeri. Sahabatnya Naraya yang sudah ia kenal sejak masik TK itu tidak pernah sembuh. Penyakit cerobohnya selalu saja kumat dan mengakibatkan yeoja itu selalu menanggung malu. Sampai sekarang yang dipikirkan Ria hanyalah apa yang terjadi waktu Naraya masih ada dalam kandungan ibunya, ngidam apa ibu Naraya, sampai anaknya begitu. Ya walaupun dilihat Naraya lumayan atau cantik sebenernya, tapi kelakuannya minus.

Beberapa detikpun berlalu, tokoh utama kita tidak beranjak dari posisinya, seperti di pause saja. Karena itu Ria dengan sukarela mengampiri Naraya. Ria tinggal beberapa langkah lagi dari TKP, tapi Naraya rupanya masih tahu diri, ia menunjukkan sedikit gerakan. Sehingga Ria tidak jadi mengampiri yeoja itu. Memilih untuk menjadi penonton saja.

-:Naraya:-

Uhm, kenapa semuanya hening?

Bertanya-tanya, aku akhirnya mengumpulkan sedikit keberanianku yang tersisa.

Kubuka mataku bertahap, dari yang kiri di susul yang kanan. Begitu penglihatanku pulih yang kulihat – korban tabrakanku, adalah seorang namja. Mukanya seperti baru bangun tidur, namun tampan. Cukup untuk membuatku salting. Kulihat bibirnya, oh?! Bibirnya itu sangat seksi,

M..mwo?! Naraya, apa kau sudah gila masih sempat berpikiran begitu?

…mengundang ciuman setiap yeoja yang melihatnya. Kupikir orang setampan ini hanya akan ada di lembar majalah saja.

Aishhh, babo, Naraya konsen!!

Sekarang matanya yang dingin itu membulat, melotot marah padaku lebih tepatnya.

Tamat riwayatmu Cha Naraya.

Jika saja aku masih bisa bergerak, aku mungkin akan menepuk jidatku. Tapi sekarang setiap persendianku kaku, menolak untuk di gerakkan. Rasanya seperti di hadapkan dengan seorang pembunuh bayaran, hanya saja lebih buruk karena kau tidak akan langsung mati – melainkan dipermalukan. Sungguh aku lebih baik mati di bunuh karena lebih mudah, daripada di hadapkan dengan orang asing, aku membuat kasus pula…

Aku benci orang asing.

Dari dulu aku sangat canggung jika berhadapan dengan orang asing, dan keenggananku itu sama sekali tidak membantuku dalam hal seperti  ini, aku tidak bisa memikirkan apa yang akan aku katakan. Otakku malah mogok kerja karena di pelototi marah begitu. Aku jadinya hanya diam mengigit bibirku menunggu namja itu marah kepadaku. Kalau ia sunbaeku, aku mati, masa membuat masalah dengan sunbae di hari pertama.

Oh Tuhan, apa salahku di dunia ini… mengapa aku diberikan nasib sesial ini. Hambamu tidak kuat lagi sepertinya, hanya  terakhir yang aku minta jika ini memang akhir hayatku, setidaknya biarkan masalah ini berakhir dan tidak menjadi tranding topic…

Aku mengucapkan doa dalam hati untuk kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

“Ka! Ppali! Kau berat tahu. Pergi, menyingkirlah, dasar babo.”

Akhirnya setelah sekian lama ada juga suara, hah?! Suara siapa itu?

Perlahan aku menunduk mengandalkan indra pendengaranku untuk menggerakkan mataku melihat ke arah suara itu. Ternyata itu berasal dari namja yang aku timpa. Bukan main dinginnya suara itu, membuat merinding saja.

Namja itu semakin melotot, sepertinya menungguku untuk beranjak. Aku sangat takut, tapi perlahan namun pasti aku berdiri.

Namja itu dengan sigap berdiri menepuk-nepuk celananya yang kotor terkena debu. Wajahnya menunjukan ketidaksukaan yang sangat. Namun…

Ya, dia tampan walaupun sedang marah.

Ya! Apa yang kau pikirkan Cha Naraya, dalam situasi seperti ini kau masih mampu berpikir betapa tampannya namja itu. Keterlaluan.

Ayolah bicaralah, katakan sesuatu… jangan diam saja dan memperburuk keadaan.

Aku memaksa otakku untuk berpikir.

“Gwae…gwaenchana?” kataku terbata.

Hanya kata itu yang terlintas dipikiranku.

“Gwaenchana?! Ya!! Dasar babo. Berjalan di jalan yang mulus begini saja tidak becus.”

Itulah kata terakhir yang kudengar dari namja itu, kemudian dia menghilang menembus kerumunan meninggalkanku.

Apa yang dia katakan? Dasar menyebalkan. Memang aku ceroboh, aku tahu aku terkadang jalan di jalan rata saja bisa jatuh. Tapi beraninya dia mengataiku babo. Dasar namja ganteng sialan. Siap-siap saja dengan pembalasanku nanti. Adsfg#$%?!

“Naraya, gwaenchana?”

Aku menoleh ke arah suara yang sudah sangat aku kenal itu – Ria. Kulihat sahabatku itu sudah berada di sebelahku dan terlihat khawatir.

“Ah, sejak kapan kau datang dan sejak kapan kau bisa ada di sebelahku?” kataku seraya menganggukkan kepala mengkonfirmasi bahwa aku baik-baik saja.

“Ya! Yeoja ini. Masih saja tidak memperhatikan sekitarnya. Aku sudah ada di sini sejak kau berlari-lari konyol memasuki gerbang, aku berada di sebelahmu sejak namja itu pergi meninggalkanmu.” Ria sudah menunjukkan wajah pasrahnya akan kelakuanku yang ajaib.

“A…,”

“Ngomong-ngomong tadi aku sudah melihat papan nama… dan tebak, aku sekelas denganmuuu! Kita masuk kelas 1-B.” Potong Ria sebelum aku sempat bertanya.

Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala mendengar apa yang dikatakan Ria, lagipula itulah yang ingin aku ketahui sejak bangun tidur.

Aku lelah, aku hanya ingin segera duduk. Kakiku gemetaran karena itulah, aku langsung menyeret Ria masuk ke gedung sekolah tanpa memperdulikan pandangan menghina dan bisik-bisik di sekelilingku. Lagipula aku sudah terbiasa dianggap orang aneh.

Seinginnya aku untuk mengabaikan bisik-bisik itu. Bisik-bisik itu kembali terdengar,

‘ye…yeoja itu cantik, tapi aneh..’

‘aku setuju, mungkin dunia itu adil heh?’

‘orang aneh…’

‘Ak…’

Suara itu semakin lama-semakin kecil dan lenyap seiring semakin jauhnya aku dan Ria memasuki sekolah.

Sial, belum apa-apa aku sudah dianggap aneh… batinku menanggapi setengah bisik-bisik yang masih bisa aku dengar.

-:Author PoV:-

Itu baru awal hari dari tokoh utama kita…..

TO BE CONTINUE…


[FREELANCE] Clumsy me (Chapter 2)

$
0
0

CM-Chap 1-2

Title : Clumsy me

Subtitle : The Clumsy Girl

Author : NadyKJI

Web : http://cynicalace.wordpress.com/

Genre : Comedy (a little?), romance, friendship, School Life

Length : Chaptered             

Rating : G

Maincast:

  • Kim Jong In – Kai
  • Cha Naraya (OC)

Other : Oh Sehun, Lee Ria (OC), Min Chan Rie (OC), Park Chanyeol, Byun Baekhyun, D.O, Tao, Chen, Choi Minho (Shinee), Sulli (fx), (will be added)

Disclaimer : FF ini murni ide-ide khayalan author yang kelewat tinggi, dilarang meniru dengan segala cara apapun, jika tidak ff ini tidak akan dilanjutkan lagi. Terima Kasih.

Author’s Note :

Yak, setelah cukup lama, akhirny ff ini berlanjut lagi. Jari Author serasa keriting, padahal masih pendek begini *payah (-_-)

Sekarang lebih panjang dari yang sebelumnya *tiup terompet, lempar confenti* author seneng teu puguh *?* huehehehe…

Author blm tahu kira-kira ff ini sampai chapter berapa… tapi pengennya sih cukup panjang dan ga putus  di tengah jalan.

Untuk memecahkan writers block itu susah banget. Mandetnya ga kira-kira. Author sampai stress berat kalau mikir ff ini bakalan putus di tengah jalan. Serem dan mengecewakan bukan? Makanya tolong dukungan para pembaca yaaa….

And happy reading all :D

___

 

-:Kai:-

Sial, Yeoja bodoh! Qwertyu#$%!

Aku berjalan cepat meninggalkan kerumunan. Sungguh kenapa hidupku ini yang harusnya tenang-tenang saja harus terkena sial karena gadis bodoh itu. Ternyata orang bodoh macam gadis itu masih ada, kupikir orang sebodoh itu sudah punah karena kebodohannya sendiri, heh.

“Kai! Where are you going? You walk without seeing me at all!”

Aku langsung menghentikan langkahku mendengar perkataan itu, suara yang sangat familier dan siapa lagi yang sangat fasih dalam bahasa inggris – sudah pasti Sehun. My best man, hehehe. Kubalikkan badanku menghadapnya, memasukan tanganku ke saku celana.

“Hey, sorry man. Seorang yeoja aneh membuatku sial pagi ini, itu menganggu konsentrasiku.” Kataku menceritakan kisah sialku pagi ini kepadanya sambil berjalan menuju kelas.

-

“Jadilah aku sial begitu. Menjadi pusat perhatian untuk hal tidak penting.”

Kataku mengakhiri ceritaku, seraya mengeser membuka pintu kelas. Kelas sudah cukup ramai, tapi yang membuatku lega adalah, masih tersisa kursi di paling belakang, walaupun di barisan tengah, masih kurang terpojok menurutku. Seperti sudah tahu dengan kebiasaanku Sehun sudah berjalan menuju kursi paling belakang itu.

Setelah berada di tempat dudukku yang nyaman, aku mencoba untuk tidur. Menunggu bel berbunyi.

-:Naraya:-

“Ya, akhirnya kita sampai Ria. Aku sudah tidak sabar melihat isi kelas ini. Semoga saja kelas ini menyenangkan. Aku ingin dapat kelas yang kompak. Haha.” Kataku sesampainya kami di depan kelas.

“Na-ra-ya… sudah pasti itu keinginan semua orang, babo.” Ria menepuk pundakku seakan aku orang aneh yang mengharapkan kelas yang kompak.

Aku langsung saja mayun. Enak saja dia berkat begitu, padahal dia juga pasti ingin.

“Ayolah, jangan cemberut begitu, saat kau manyun begitu pipimu jadi sangat chubby kau tau.”

Ria melihatku dari atas ke bawah, di susul muka mengejek dan juluran lidah. Aku semakin manyun, sekarang di tambah lipatan tanganku. Dasar mentang-mentang sudah sahabat lama, ia seenaknya saja menjahiliku tanpa beban begitu.

Mungkin melihat ekspresiku yang tidak akan berubah untuk beberapa saat, ia membuka pintu kelas, tugas yang seharusnya sudah kulakukan sebelum ia mulai menjahiliku.

Pintu tergeser dengan cepat, menandakan semangat dari Ria yang juga excite dengan kelas barunya. Cih, dasar menyebalkan, dia juga sama semangatnya denganku. Ria langsung memasuki kelas, di susul denganku.

Detik berikutnya aku yang baru selesai manyun, manyun lagi, malah semakin keruh saja. Begitu masuk kelas sudah ramai. Hanya tersisa kursi di paling depan meja guru dan yang paling lumayan di barisan tengah kedua terakhir, tapi…. tentu ada tapinya, orang yang duduk di belakangku adalah namja yang tadi menjadi korban tabrakanku pagi ini. Mungki ada sisi baiknya dia bukan sunbaeku, tapi harus sekelas dan duduk berdekatan dengan orang itu juga suatu musibah bagiku. Seakan-akan tidak peduli, Ria langsung mengambil kursi baris kedua terakhir itu, sebelum ada murid lain yang lebih telat dari kami mengambilnya. Namun aku tetap diam di tempat, tidak bergerak, merengut.

Ria sudah menyimpan tasnya di atas meja, menyadari aku yang tidak beranjak dari posisiku ia berkata padaku, “ayolah, masa kau mau duduk di depan?” rupanya ia sudah tau aku pasti akan sedikit mengamuk.

Aku sudah yakin akan menyimpan tasku di kursi depan saja. Tapi seorang yeoja yang datangnya lebih telat dari kami sudah duduk di kursi itu, tepat sebelum aku beranjak menghampiri kursi tersebut. Yang baru aku sadari ternyata yeoja itu orang asing. Dengan rambut pirang, mata biru, ia sangat… berbeda. Aku mungkin bisa saja tetap duduk di sebelahnya, tapi ekspresinya yang sangat jutek membuatku mengurungkan niatku. Sepertinya yeoja ini akan sulit untuk diajak berteman?! Memikirkannya saja aku sudah merinding.

Akhirnya aku menyerah, dengan sangat malas aku menghampiri Ria yang sudah pasti memasang tampang sok polos tidak bersalahnya. Kududukan diriku di kursi sebelah Ria, sedikit membanting tasku yang berat. Tapi sial, walaupun sedikit, karena tas ku berat, ya, BERAT, jadi seakan aku membantingnya dengan keras. Sehingga setengah kelas melihat ke arahku, dan yeoja asing itu juga melihat ke arahku dengan tatapan kau-minta-kubunuh-orang-aneh. Detik itu juga aku langsung menunduk, menyembunyikan mukaku, menyesal akan tindakanku yang sangat gegabah.

KRINGGGGGG

Ahhh, untungnya bel berbunyi. Membuat semua anak yang melihatku berbalik dan duduk manis di kursi mereka masing-masing. Walaupun masih saja ada tipe anak nakal yang melihatku tanpa menghiraukan bel dan guru yang suda berada di ambang pintu. Dan itu adalah dua murid namja yang duduk di paling pojok kanan belakangku, aku merasa tatapan mereka seakan menembus punggungku, sekilas kudengar cekikikan tertahan mereka. Aku mengepalkan tanganku, tidak bisakah hari ini yang sudah diawali dengan buruk ini sedikit membaik, bukannya memburuk. Aku hanya ingin cepat pulang sekarang ini.

-:Author PoV:-

Minho-seongsaengnim memasuki kelas. Setelah cukup lama ia berdiri di ambang pintu, menunggu para muridnya untuk diam. Begitu mengetahui membutuhkan waktu cukup lama untuk murid-muridnya diam, ia menyimpulkan bahwa murid-muridnya ini calon anak-anak nakal. Ia hanya bisa menghela napas sesaat sebelum maju ke depan kelas.

“Ne, saya wali kelas kalian.” Kemudian menuliskan namanya di papan tulis.

“Sebagai permulaan, saya akan mengatur tempat duduk kalian menjadi namja-yeoja saja. Saya beri kalian waktu untuk pindah sendiri sebelum saya saja yang memindahkan dengan asal.” Katanya memberi ultimatum.

Semenit…

Dua menit…

Tiga menit…

Empat menit… belum ada yang bergerak dari kursinya satupun. Semuanya masih melirik-lirik.

Lima…

“Cukup!! Kalau kalian yang ingin, baiklah saya pindahkan sesuka saya saja ya!” Minho-seongsaengnim memberikan patah kata yang terakhirnya.

“Kau,” katanya sambil menunjuk Kai yang masih menundukan kepalanya, yang seketika langsung mengangkatnya, “pindah ke sebelah yeoja itu,” Menyuruh Kai untuk pindah ke depannya, tepatnya di samping Naraya, yeoja yang membuatnya sial pagi ini.

“dan kau,” sambil menunjuk seorang namja jail yang tadi dengan beraninya mengabaikan guru dan lebih memilih memelototi temannya – Naraya, itu ke ujung lainnya.

Begitu melihat tindakan sewenang-wenang wali kelas mereka. Murid yang lain langsung angkat kaki, memilih tempat duduk pilihannya sendiri. Setelah semuanya terkoordinasi dengan baik, ia tersenyum puas dan memulai tahap berikutnya.

Setelah perkenalan setiap murid, memilih ketua kelas, jadwal piket, jadwal pelajaran, dan  sebagainya. Pelajaran akhirnya dimulai. Seakan para murid 1-B ini belum cukup hanya memiliki wali kelas yang lumayan killer, wali kelas mereka ini mengajar pelajaran Inggris dan FISIKA – pelajaran yang notabenya dibenci oleh para murid. Sialnya, jam pertama itu Minho-seongsaengnim di jadwalkan mengajar fisika. Hehe, selamat menderita murid-murid 1-B.

Sedangkan Naraya, sudah menganggap Minho-seongsaengnim ini  sebagai musuh tidak langsungnya. Yeoja ini sekarang sedang melihat-lihat ke arah seluruh kelas. Membandingkan keadaan tempat duduk sebelum dan sesudah wali kelasnya datang dan jadwal serta susunan jadwal dan kepengurusan kelas yang masih tertulis di papan tulis. Ia tidak menghiraukan pelajaran gurunya, tidak untuk hari ini – dimana guru itu sudah membuat harinya menjadi bad daynya, mungkin ketika moodnya terhadap guru ini membaik ia bisa menjalani pelajaran yang diajarkannya dengan baik. Sedangkan namja yang setelah ia ketahui bernama Kai itu, malah asik tidur, membuat keki Naraya yang memang sudah keki itu.

Berikut ini nama anak penghuni kelas 1-B, denah, jadwal, dan kepengurusan yang dilihat oleh Naraya (mungkin karena blm terpikir, ada beberapa nama yg kosong).

 

Daftar Siswa:

 

  1. Y
  2. Mi Chan rie                        
  3. Do Kyungsoo
  4. y                             
  5. y
  6. y
  7. N
  8. N
  9. Lee Ria
  10. Cha Naraya        
  11. N
  12. Tao
  13. Park Chanyeol
  14. Byun Baekhyun               
  15. Kim Jong In – Kai
  16. Oh Sehun           
  17. y
  18. y

 

(Y- Yeoja, N- Namja. Ketauan Author malesnya, xixixixixi)

Susunan bangku sebelum:

Y,Chan rie                            do,y                       y,y

N,N                                        ria,naraya            n,tao

Chanyeol,baekhyun       kai,sehun            y,y

Susunan bangku kelas sesudah:

Y,n                          y, n                                         Chan rie, tao

Baekhyun,y        kai, Naraya                          chanyeol, y

Y, DO                     Ria, sehun                           y,n

Kepengurusan kelas :

Wali kelas: Choi Minho

Ketua Kelas: Baekhyun

Wakil ketua kelas: Chanyeol

Bendahara: Tao, Chan Rie

Sekertaris: Ria, DO

Jadwal Piket :

Senin : DO,Tao,Y

Selasa : Naraya, Ria, Chan Rie, Kai, Sehun

Rabu : Baekhyun,Y,Y

Kamis : Chanyeol, N,Y

Jumat : N,Y,Y,N

 (Sekolah Sabtu = Keg Eskul saja – piket terserah kesepakatan Ekstrakulikuler yang diikuti)

Jadwal Pelajaran :

Senin : Fisika, Vokal, IST, Biologi, Matematika, IST, Sejarah, Geografi, IST, Matematika : 17.00

Selasa : OR, OR, IST, Dance, Kimia, IST, Inggris, Sejarah, Biologi : 16.30

Rabu : Geografi, Matematika, IST, Desain, Desain, IST, Inggris, Kimia, IST, Biologi : 17.00

Kamis : Kimia, Sejarah, IST, Ekonomi, Fisika, IST, Tabog, Tabog, IST, Ekonomi : 17.00

Jumat : Ekonomi,  Inggris, IST, Fisika, Geo : 13.00

Sabtu : Eskul, dari 09.00 sampai jam 12.00

Ket: Jam pelajaran: 60 menit, istirahat 30 menit

Masuk sekolah 08.30

-:Lee Ria:-

“Naraya…” bisikku perlahan menusuk-nusukan ujung pensilku untuk mendapat perhatian yeoja yang duduk di depan serong kananku.

Huft…

Aku menyerah, dasar Naraya. Apa yang kau pikirkan sampai mengabaikan temanmu ini yang mulai mati bosan hah?! Aishh, afghrty^&*#%!!

Kupelototi punggung Naraya, berharap tatapanku itu bisa mengeluarkan semacam sinar laser agar ia menoleh. Namun yang ada hanya aku yang semakin bosan, dan mataku yang perih memelototinya sia-sia.

Sementara namja teman sebangkuku hanya duduk kalem memperhatikan pelajaran. Sesekali kudengar tawa tertahan namja itu saat melihat aku sibuk mencoba menarik perhatian Naraya.

Dasar, kaupikir aku tidak tahu apa, kau menertawakanku diam-diam, batinku.

Baru juga lima belas menit pelajaran berlangsung aku sudah merasa sebosan ini.

Firasatku mengatakan Naraya tidak akan menengok dan namja di sebelahku ini terlampau alim sehingga tidak bisa kuajak bicara. Maka dari itu perlahan aku mengambil tasku dari laci meja dan menarik keluar ipodku. Dengan sigap aku memasang earphone di telingaku, menutupi kabelnya di balik rompiku dan menyembunyikan penyumbat telinga itu dengan rambutku. Dari dalam tas aku menyalakan ipodku, memilih lagu kesukaanku yaitu Ailee –Evening Sky.

Suara indah Ailee langsung saja membuaiku. Lagu slow memang selalu menjadi favoritku, berbeda dengan Naraya yang lebih suka musik yang ngebeat dan lagu barat.

Tanpa sadar kepalaku sudah kutundukkan ke meja, tanganku menjadi bantal yang sekaligus menutupi wajahku. Aku sudah masa bodoh dengan pelajaran…

-:Author PoV:-

Pelajaran Vokal jam ke 2 akan segera dimulai. Minho seongsaenim baru saja meninggalkan kelas. Sementara itu keadaan kelas sudah sangat kacau.

Naraya sedang mencorat-coret notebooknya asik dengan  pikirannya sendiri, tanpa gadis itu sadari Ria sahabatnya itu tertidur sambil mendengarkan lagu di belakangnya.

Sedangkan Kai, namja yang berada di sebelah gadis itu sudah bangun dari tidurnya dan mengobrol dengan teman sebangkunya yang dulu. Yang secara tidak langsung mempengaruhi gadis itu, Naraya jadi enggan menengok Ria yang duduk di belakangnya. Malas saja melakukan sesuatu yang sama dengan musuhmu?! Mungkin bukan mungkin ia Naraya sendiri masih bingung dengan itu. Belum sempat gadis itu melamunkan berbagai hal lagi pintu kelas digeser dengan keras, sehingga menarik perhatian seluruh kelas.

Rupanya itu adalah ketua dan wakil ketua kelas Baekhyun dan Chanyeol yang sekaligus kedua namja yang menertawakan Naraya tanpa memperdulikan guru, mengumumkan anak-anak semua di suruh ke ruang vokal di lantai satu.

Satu persatu para murid beranjak dan keluar kelas menuju ke ruang vokal bersama temannya.

Setelah kelas mulai sepi atau lebih tepatnya Kai sudah pergi, Naraya baru berbalik untuk mengajak Ria.

“Ria, ppali, kita harus ke ruang vokal, nanti kita ketinggalan.”

Ria tidak menggubris perkataannya itu.

Gadis polos terlampau bodoh itu lalu menggoyang-goyangkan bahu sahabatnya itu, kaget kenapa Ria yang biasanya hiper itu malah diam.

Berkat goncangan dari Naraya,

TRAK.

Ada suara benda jatuh, begitu di selidiki oleh gadis itu. Benda itu adalah ipod Ria. Tanpa berpikir di tariknya benda itu, tanpa di sangka earphone ipod itu menyangkut di telinga sahabatnya itu.

Begitu melihat dengan lebih saksama ia tahu sahabatnya itu tertidur saat mendengarkan lagu.

Saat pelajaran?! Keterlauan, batin gadis itu.

-:Naraya:-

Dasar Ria, bisa-bisanya…

Melihat kelas yang sudah kosong itu,dengan terburu-buru aku asal taruh saja ipod Ria di mejanya dan sang empunya ipod itu masih tertidur dengan damainya.

Aku bilang saja dia sakit pada guru vokal, tapi sebaiknya aku bergegas dulu sebelum aku yang kena marah, pikirku cepat.

Aku berlari keluar kelas, lorong sudah sepi, kudengar suara rusuh anak kelas 1B yang lain menjauh. Panik aku berlari, mengabaikan kenyataan bahwa aku tidak pandai berlari. Tergesa-gesa menuruni tangga yang curam – menurutku.Dengan keajaibanku yang mudah jatuh, ceroboh dan yang lainnya tangga yang rendah pun bisa menjadi malapetaka.

Dan panjang umurnya… penyakit cerobohku muncul lagi.

Ouch… sial. Masa aku terjatuh lagi…

Aku mengaduh, terduduk di salah satu anak tangga. Pantatku yang mencium lantai sudah tidak usah dibilang lagi, sakitnya bukan kepalang. Tapi ada yang lebih buruk lagi, kurasakan pergelangan kakiku panas. Semakin dirasa semakin nyeri, kutarik kaos kaki hitam panjang yang menutupi kakiku. Melihat keadaan pergelangan kaki kananku.

… beberapa menit lagi pasti bengkak…

Pergelangan kakiku memerah.

Semakin lama semakin sakit saja. Air mataku sudah hampir menetes tidak kuat menahan sakit. Kugigit bibirku lebih keras dari yang tadi pagi, sehingga bisa kurasakan darah di lidahku.

Kuraih pegangan tangga, mengangkat badanku perlahan. Satu menit yang penuh perjuangan, akhirnya aku berhasil berdiri.

NYUT!!!

Aku mengigit bibir semakin keras agar aku tidak berteriak.

Aku mengangkat kaki kiriku, mencoba menuruni sisa tangga, berusaha sesedikit mungkin menyentuhkan kaki kananku ke lantai. Kulirik jam tanganku, sudah hampir 10 menit aku tertahan di sini. Kemungkinan yang kudapat adalah amarah dari guru  vokal yang bahkan aku belum tahu namanya.

Kepalaku mulai berdenyut, efek samping dari rasa sakit di kaki kananku.

Tolonglah, aku bahkan baru sampai lantai dua. Siapa sih yang membuat kelas 1 di lantai 3. Hiks… seseorang tolong aku…

Punggungku menyentuh dinding, kusenderkan badanku, kuserahkan semua bobot tubuhku ke dinding.

Aku mencoba tabah, menunggu seseorang lewat atau waktu cepat berlalu sehingga jam istirahat datang dan seseorang akan menolongku…

-:Kai:-

Pelajaran itu tidak pernah ada enaknya, seperti yang selalu aku pikirkan. Kulirik jam tanganku,

Sepuluh menit lagi…

“Sulli-seongsaengnim, boleh saya permisi sebentar?”

Aku berdiri dan membuat senyum terbaiku. Menurut penilaianku selama pelajaran, Suli-seongsaengnim adalah guru yang lemah terhadap murid namja apalagi yang tampan. Semua itu kusimpulkan saat beberapa kali aku memergokinya melirik Sehun. Malangnya Sehun di taksir oleh guru, haha.

“Ne, silahkan Kai.”

Tanpa peduli lagi aku langsung berjalan cepat ke pintu, jalan kebebasanku.

Setelah berada di luar kelas, aku melonggarkan dasiku, berjalan menuju tangga, tujuanku adalah rooftop. Tempat paling enak, dengan semilir angin. Sangat cocok untuk menghindari keramaian saat istirahat.

Tap… tap… tap…

Kunikmati langkah kakiku yang berirama menuju rooftop.

Hah? Seorang… Yeoja?

Langkahku terhenti begitu saja. Di ujung tangga lantai 2, terduduk seorang Yeoja?!

“Uhm, uh….”

Suara rintihan terdengar dari gadis itu. Langsung saja aku mendekatinya dan melihat ada apa.

Tanpa aku bertanya, jawabannya sudah ada dengan jelas. Pergelangan kaki kanan gadis itu memerah bengkak dan ada luka kecil. Tidak mengeluarkan darah, namun membahayakan. Memperparah cedera yang dideritanya.

Ya?! Sejak kapan dia ada disana? Kakinya sudah mulai infeksi. Bisa gawat jika tidak di obati. Babo!

“Hei, gwaenchana? Lihat dirimu sampai berkeringat begini!” kataku seraya menyelipkan tanganku di bahwan lutut dan bahunya. Sekarang aku bisa melihat wajah gadis itu dengan jelas.

“YA! Kau yang tadi pagi? Bagaimana bisa, sekarang kau sudah membuat kakimu terluka? Dasar Yeoja babo.” Kataku tidak percaya.

Gadis ini, sudah membuatku malu pagi ini, dan sekarang masih bisa merepotkanku pula.

“Ne, aku Cha Naraya memang bodoh. Kau sudah tau kan aku ini memang gadis sial. Tadi pagi aku terjatuh padahal jalannya rata, dan sekarang aku jatuh dari tangga dan cede..r..a..”

Naraya…

TO BE CONTINUE…

 


Take a Drink Together (Prolog)

$
0
0

take-a-drink-together-missfishyjazz

Take a Drink Together

presented by pearlshafirablue

Do Kyungsoo [EXO-K] – Kim Taeyeon [GG]

| Romance, Action, slight!Mystery | PG-15 | Chaptered [Prolog of ?] |

All of the characters are God’s and themselves’. They didn’t gave me any permission to use their name in my story. Once fiction, it’ll be forever fiction. I don’t make money for this.

Previous Chapter
-

Poster by MissFishyJazz

A/N
The title is inspired by Davichi’s song; Take A Drink Together. But only the title. Not the story. POV in every chapter maybe changed. So, read carefully. Warning, age manipulation!

-o0o-

…ini hanya sebuah kisah biasa. Kisah tentang kehidupan cinta seorang gadis biasa. Gadis biasa yang tinggal di kota biasa. Teman yang biasa. Keluarga yang biasa. Tidak ada yang menarik sebenarnya. Karena ini benar-benar hanya sebuah cerita biasa.

Hanya ada satu hal yang membuat cerita ini harus kalian baca. Gadis biasa ini mencintai seseorang. Seorang pria.

Seorang pria yang,

‘luar biasa.’

-o0o-

Every story has a beginning

            Pagi mulai menyapa. Rentetan aktivitas warga kota Seoul akan dimulai. Ada yang sedang bersiap-siap untuk pergi sekolah, kerja, atau hanya sekedar pergi keluar rumah, ada yang sedang memasak, ada yang sedang menjemur, bahkan ada yang masih terjerat dalam kenyamanan tempat tidur.

Salah satu orang yang masih sibuk dengan kegiatan terakhir seperti yang disebutkan di atas adalah Do Kyungsoo.

“Namanya Do Kyungsoo. Dia adalah lelaki biasa yang punya ribuan bakat dalam dirinnya. Suaranya bagus. Kemampuan menarinya juga tidak buruk. Ia juga sangat pandai memasak. But he is a quiet boy. He never say a lot of words. Hanya hal-hal penting saja yang ia ucapkan.”

Kyungsoo bergelung dalam tidurnya. Tidak berniat mendengarkan suara-suara yang berarak masuk ke dalam telinga kanannya.

What a nice lips. Can you tell me more about this sexy boy?”

Kyungsoo menyingkap selimutnya. Ia benar-benar terganggu sekarang. Suara berisik di luar mampu membuat lelaki ini mengumpat keras-keras. Tidak peduli ia akan dikomentari kasar—atau bahkan gila. Tidak peduli.

Oh, hi Kyungsoo-the-quiet-boy. You already awake!”

Suara itu kembali masuk ke dalam telinganya. Bahkan kini semakin dekat karena pintu penghalang antara koridor dan kamarnya sudah terbuka dengan lebar. Ingin rasanya ia ditulikan untuk sesaat agar tidak mendengar suara-suara yang selalu mengganggu pikirannya itu.

Sekonyong-konyong Kyungsoo mengangkat kepalanya ke atas. Sebuah jam dinding berwarna merah yang mengusung tema Manchester United itu menunjukkan pukul 06.50.

Nice pyjamas, anyway. You like red?”

Pria berpakaian piama merah itu tidak menjawab. Tatapannya kini menjadi milik sebuah jam weker kecil di atas meja perkakas.

You said he is a quiet boy, right?”

“Ya. Aku sudah memberitahu ‘kan?”

“Err… yes, but you didn’t tell me that he can’t talking.”

“Selamat pagi.” Sapa Kyungsoo datar seraya beranjak dari kasur super empuknya. Ia memakai sebuah sandal rumah polos berwarna putih dan mulai membuka tirai. Sinar matahari menerobos masuk—memberikan sedikit cahaya di dalam kamarnya yang remang.

He’s talking!”

Like what I said before. He is a quiet boy.”

.to be continued.

P.S
Halo! Kembali lagi dengan aku! Sebenernya aku punya banyak banget FF dengan cast EXO, cuma bingung mau nge-post yang mana dulu-_- Jadilah FF ini! Aku nunggu komentar kalian loh :mrgreen: Kalo banyak, aku jamin ceritanya bakalan lanjut cepet~ ;) Inget ya, jangan lupa komentar!


Viewing all 317 articles
Browse latest View live