Title : A Bunch Of Baby [Kaistal]
Casts : Kai EXO-K and Krystal F(x)
Length : 2000+w
Rating : PG-13
Genre: Fluff, romance, family
Summary : Kim Jongin has a little family, with Soo Jung as his wife and a little baby named Moonkyu.
***
Tidak ada yang pernah menyangka bahwa seorang remaja berumur 19 tahun sudah menggendong anak di pelukannya, memberi susu saat anak itu lapar, juga menggantikan popoknya ketika anak itu buang air besar dan jangan tanya bagaimana perasaannya karena itu…sangatlah tidak enak.
Tidak ada juga yang mengira bahwa hal itu terjadi pada Kim Jongin. Dia seorang penari terkenal di SMA-nya. Siapa yang tidak kenal dirinya? Semua gadis bertekuk lutut padanya, berharap Kim Jongin akan mengencani mereka, membawanya ke tepi sungai Han dan menyatakan cinta, lalu tada! Hidup bahagia selamanya.
O…o…o
Tidak ada yang pernah berkata seperti itu, bukan?
Jongin terbangun di pukul 3 dini hari. Langit masih gelap, burung-burung di luar juga belum membuka matanya, tapi Jongin harus…dia harus!!
Dia lagi-lagi tertidur di tumpukan kertas presentasi ekonomi dasar, sedikit basah akan…yah, kalian boleh menebak apapun itu. Soo Jung, tertidur pulas sampai tidak mendengar suara nyaring dari kamar sebelah. Dinding kamar mereka terlalu tipis untuk meredam suara itu dan Jongin benci hal itu karena Soo Jung-lah yang puny ide. Katanya: kita bisa mendengar alunan dengkur anak kita yang indah lewat dinding ini.
“Persetan.” Rutuk Jongin mengingat kenangan mereka membeli apartemen kecil ini.
Kepalanya pusing sembari tangannya meraba-raba dinding kearah kamar sebelah. Jongin membuka pintu dan aroma bedak bayi yang khas menyambutnya ramah, diiringi suara tangis bayi kecil-nya.
“Oh, kau berisik sekali.” Jongin mengangkat si kecil perlahan-lahan dari dalam box-nya. Matanya yang bulat serta kecil memandang sedih sosok Jongin dalam temaram sinar rembulan di luar.
“Kenapa? Kenapa kau memandangku seperti itu, heh? Kau tahu ini jam berapa?” Jongin menunjuk jam bebek di kamar itu seolah sang anak bisa membacanya.
“Jam tiga. Dan besok aku ada presentasi, sepulang itu kita akan pergi ke rumah nenekmu yang berada di planet EXO.” Ujarnya sedikit sarkastik karena benar, rumah ibu Soo Jung sangatlah jauh dari tempat mereka tinggal. Dia benci mengingat hal itu, tapi rasa bersalah tiba-tiba menderanya.
Si kecil cegukan…sekali, dua kali, tiga kali. Berhenti menangis saat itu juga. Jongin pun tak sampai hati lalu memeluk tubuh kecil itu yang hangat. Dia mungkin bisa menyalahkan kuliah yang tak sesuai jurusan atau Soo Jung yang terlampau cerewet, tapi tidak ada alasan untuk bisa marah pada si kecil Moonkyu.
“Oke, oke, jagoan. Tidurlah dan mimpi yang indah.” Gumam Jongin mengecup pipi lembut Moonkyu dan anak itu kembali dalam box-nya. Jongin tidak langsung pergi melainkan memandangnya.
Dia tergelak kecil. “Kau mirip Soo Jung versi laki-laki.”
Setelah minum kopi buatannya yang pahit, merutuk diri sendiri dan pergi ke kamarnya dalam keadaan limbung, tubuhnya yang lelah akhirnya bertemu kasur empuk. Benar-benar lupa total akan presentasi besok.
“Soo Jung versi laki-laki?” suara Soo Jung terdengar dari balik bantal. Jongin terkejut dan dia memeluk wanita itu.
Jongin selalu suka aroma rambut Soo Jung, shampoo pemberian Sehun saat temannya itu berlibur ke Amerika dan…apa-apaan ini? Kenapa Soo Jung memakainya?
“Bagaimana kau bisa tahu, hm?”
Soo Jung mendorongnya sambil setengah tertawa. “Ingat, dinding kamar kita sangatlah tebal.”
Jongin tertawa. “Oh, yeah, aku ingat. Sampai-sampai aku harus terbangun pukul tiga ini, menemukan anakmu menangis dan ibunya tergeletak seperti mayat di tempat tidur.”
Soo Jung memukul wajah Jongin dengan gulingnya, cemberut adalah salah satu ekspresi yang disukai Jongin. “Dia juga anakmu, oke? Siapa yang menamainya Moonkyu? Tentu saja seseorang dengan nama terjelek di dunia…”
“Oke, oke…” desah Jongin lelah. Walau itu hanya candaan, tapi dia sangat lelah menanggapi Soo Jung. Dia bergelung di dekat Soo Jung, menutup matanya hendak kembali tidur walau waktu yang dimilikinya hanya tinggal beberapa jam saja.
Soo Jung mengecup pipinya, sama seperti dia mencium Moonkyu tadi. Jongin merasakan lengkungan senyuman Soo Jung di pipinya, juga napasnya yang hangat. Dia yakin akan bermimpi indah mala mini.
“Selamat tidur, honey.”
***
“Tao!” teriak Kris dari sudut kelas. “Ada panda baru yang berusaha menyaingimu.”
Mereka tertawa terbahak-bahak ketika Jongin datang bergabung dengan mereka—sekelompok laki-laki terkenal di kampus, yang suka melontarkan lelucon tidak penting dan kini mereka punya topic bahasan yang menarik.
Kim Jongin.
“Hai.” Sapa Jongin sehabis presentasi.
“Menyerahlah.” Tangan Luhan terasa berat di bahunya meskipun tubuhnya tampak lebih kecil dibanding Jongin. Tubuh kecil yang ingin Jongin banting jika dia tidak baru saja presentasi dan kurang tidur.
Luhan menyunggingkan senyum paling naif sedunia. “Terima saja kalau pekerjaan menjadi ayah sama sekali tidak cocok untukmu dan berikan Moonkyu pada panti asuhan. Aku yakin dia tumbuh besar dengan baik disana.”
Jongin menyingkirkan tangan Luhan dari bahunya cukup keras dan berkata, “Kau rusa imut yang sinting. Menjadi ayah bukan sebuah pekerjaan, idiot.”
Kris dan Tao tertawa sampai perut mereka sakit dan Tao rasanya ingin ber-wushu di atas tangga karena dia menyadari bahwa Jongin mempunyai bayangan hitam di bawah matanya, sama seperti milik Tao.
“Ya, Luhan benar. Jongin…kau kehilangan masa mudamu.” Sambar Kris memakan kacang di tangannya.
Semua diam, bahkan Junmyeon merangkul Minseok sambil memandang Jongin, matanya telusuri setiap senti wajah lelah milik Jongin dan menggelengkan kepala. Ada sesuatu yang tidak mereka mengerti.
Jongin masih terlalu muda, Jongin masih anak kecil, Jongin masih sering datang ke pelukan ibunya dan takut pada petir, Jongin masih suka menari daripada menggendong bayi.
Dan masih banyak bagian hidup Jongin yang mereka sadari betul…Jongin masih belum siap untuk ini semua. Umurnya belum mencapai 20 tahun dan beban hidupnya berada di atas kepala, pundak, tangan, mungkin itu sebabnya lengan Luhan terasa lebih berat dari biasanya.
“Guys, aku tidak apa-apa, hanya…”
“Hanya?” tanya Jongdae penasaran.
Jongin mengangkat bahu. “Entahlah, hanya lelah. Kau tahu kan tugas kuliah kita menumpuk belakangan ini dan—“
“Tidak, Jongin. Bukan itu.” Ujar Kyungsoo datang tiba-tiba entah darimana. Mungkin dari langit karena Jongin tidak melihatnya sedari tadi.
“Oh ya? Lalu apa? Kau bisa jelaskan semua ini walaupun kau tidak punya bayi yang merengek setiap malam, mempunyai bayi yang selalu menolak susunya di pagi hari padahal susu itu harganya selangit dan—“
“See?” Kris mengulurkan telapak tangan menunjuk Jongin. Jongin berhenti bicara dan semua mata tertuju padanya. “Kau terus saja mengeluh. Jongin, seriously, semenjak punya anak kau selalu mengoceh ini itu. Kapan terakhir kali kami melihatmu tersenyum dan tertawa?”
Ya, kapan? Kapan dia selalu merasa seperti ini, terlalu sensitif dan sebagainya?
Jongin tidak tahu.
***
Jongin tidak begitu ingat bagaimana dia bisa di dalam mobil, menyetir dengan Soo Jung di sebelahnya dan Moonkyu di kursi belakang, bermain ludah yang bergelembung.
Mereka mulai memasuki kawasan desa yang sepi, jalanan dengan hutan di samping kanan kiri menghiasi perjalanan mereka. Tubuh Jongin lelah, sangat lelah disertai kepala pusing sehabis kuliah.
Ditambah, lagu Barney yang mengalun lewat player mobil sungguh tidak menambah mood Kim Jongin. Liriknya aneh, banyak suara anak-anak bernyanyi kelewat nada tinggi dan lengkingan-lengkingan tawa mereka yang menyebalkan. Lalu kalimat-kalimat itu masuk ke dalam pikirannya, masih segar dan Jongin ingat tiap kata:
“Menyerahlah…”
“Pekerjaan menjadi ayah sama sekali tidak cocok untukmu…”
“Kau kehilangan masa mudamu…”
“Kau terus saja mengeluh. Jongin,”
“Semenjak punya anak kau selalu mengoceh ini itu.”
“Kapan terakhir kali kami melihatmu tersenyum dan tertawa?”
Tanpa sengaja Jongin menekan klakson padahal tidak ada sesuatu yang menghalangi mereka.
Soo Jung di sebelahnya terlonjak dan menatap Jongin bingung. “Jongin?”
Jongin diam saja. Tatapan lurus ke depan dan wajah yang kaku. Soo Jung berpikir mungkin ada kesalahan yang telah dia lakukan sebelum berangkat, namun tidak…tidak ada. Jongin diam ketika pulang kuliah, menyiapkan barang-barangnya dan selama perjalanan pun begitu. Jadi…tidak ada masalah bukan? Atau…
Soo Jung menoleh kearah belakang, melihat Moonkyu berlompatan riang di kursinya saat lagu Twinkle Twinkle Little Star mulai mengalun. Lalu Soo Jung bernyanyi sambil bertepuk tangan, tentu lagu ini adalah favoritnya dan Moonkyu, namun tiba-tiba Jongin menekan salah satu tombol disana, kemudian lagu berganti menjadi lagu rock.
“Jongin!!” pekik Soo Jung. “Apa yang kau lakukan?”
“Aku mau mendengarkan lagu-ku.” Jawab Jongin enteng.
“Tapi kami sedang mendengar lagu Barney.” Soo Jung menggantinya lagi, tapi dengan cepat Jongin menekan tombol dan lagu rock kembali berdentum keras.
“Jongin!”
“Apa kau tidak bosan dengan lagu busuk itu? Itu sudah diputar seribu kali dalam mobil ini dan aku muak, oke?”
Mereka tidak bermaksud memulai peperangan kecil di perjalanan mereka yang damai dan tentram semulanya, tapi tiba-tiba Jongin berubah seperti bedebah yang kelewat menyebalkan dan sifat asli mereka keluar, tunjukkan bahwa mereka memang masih muda, emosi meluap-luap diatas ubun-ubun.
Soo Jung menekan tombol.
Lalu Jongin menekan tombol.
Lagu Barney.
Lalu lagu rock.
Soo Jung menekan tombol.
Lalu Jongin menekan tombol.
“CUKUP!!” jerit Soo Jung dan Jongin menghentikan mobil secara mendadak di tepi jalan.
Mata tajam Soo Jung menatap Jongin, amarah bakar akalnya. “Kau brengsek, Kim Jongin.”
Tidak! Tidak boleh berkata seperti itu di depan anak kecil, apalagi Moonkyu anak mereka. Mereka selalu menahan kata-kata kasar di dalam mulut, menyimpan amarah dan emosi saat mereka hendak keluar, hanya karena Moonkyu seorang. Dan tidak ada yang berharap pada akhirnya mereka akan bertengkar di dalam mobil yang terparkir di tepi jalan menuju rumah orang tua mereka.
Wajah Soo Jung memerah dan andaikan tisu di atas dashboard mobil dapat berubah jadi kepingan besi, mungkin Jongin akan tamat riwayatnya saat itu juga.
“Ya! Jangan bicara seperti itu padaku, Soo Jung!”
“Oh ya? Kenapa? Kenapa aku tidak boleh berkata seperti itu, heh? Katakan!”
Jongin mengangguk dan membuka pintu mobil. “Keluar! Kalau kau memang dewasa, sekarang kita selesaikan di luar.”
Mereka berdua keluar dari mobil. Langit sedikit mendung menandakan hujan akan segera datang. Seharusnya mereka sudah sampai jika tidak saling berteriak dan akhirnya pertengkaran di mulai.
“Oke, Kim Jongin.” Soo Jung menarik napas perlahan. “Apa masalahmu? Semuanya baik-baik saja, sebelum kau mengganti lagu dan…”
“Aku bosan! Aku sudah bilang hal itu kan?”
“Tidak masuk akal! Kau tidak pernah mempermasalahkan hal sekecil itu.”
“Itu tentu masalah besar. Aku mau mendengarkan lagu kesukaanku!”
Soo Jung tertawa sebal. “Astaga, kau egois, Jongin. Itu lagu kesukaan Moonkyu dan ini seharusnya tidak menjadi bahan pertengkaran kita karena ini hal paling sepele—“
Jongin mendengus. “Sepele?” ya, sepele? Dengan apa yang mereka katakan, kau masih bilang ini sepele?
“Aku capek, oke? Aku…aku mau duniaku kembali.” Hening sejenak melingkupi mereka berdua. Kerjapan mata Soo Jung tidak member petunjuk apa-apa bagi Jongin.
“Tidakkah kau pusing mendengar lagu anak-anak mengalun seribu kali setiap kita pergi menggunakan mobil? Acara music kesukaan kita tiba-tiba berubah menjadi film bebek, kelinci, dan tikus? Dan—“
“Jadi kau menyesal?”
…
Bibir Jongin terkatup rapat dan tangannya tak sampai menggapai Soo Jung dari seberang mobil. Soo Jung terlanjur membuka pintu belakang, meraih Moonkyu dalam pelukan dan pergi menjauh.
“Jadi itu masalahmu, Kim Jongin? Menyesal? Kau…” Soo Jung tidak berani mengatakan itu, namun semuanya sudah berada di ujung lidah, siap keluar. “Menyesal memiliki Moonkyu?”
Tidak! Jongin ingin berteriak sekencang-kencangnya.
Soo Jung pergi. Kakinya melangkah kearah tempat perisitirahatan yang tidak jauh dari mereka berhenti. Jongin meratapinya, Jongin sedih, Jongin…
Menyesal.
Bukan perasaan sesal akan memiliki hidup seperti ini: menjadi seorang ayah, punya seorang istri, seorang bayi, dompet menipis, tidak bisa lakukan ini, tidak bisa lakukan itu, waktu bermain yang kurang, waktu tidur yang kurang, menari sudah lama terlupakan, dan banyak hal seru yang dia lewatkan…
***
Soo Jung tidak tahu kemana harus pergi. Moonkyu mulai menangis ketika mereka cukup jauh dari Jongin dan mobil kerennya yang berwarna hitam. Soo Jung tidak peduli jika ini dingin, ini menyebalkan, air mata turun tak henti-henti sama seperti Moonkyu.
“Menyesal? Dia yang menginginkan semua ini.” Gerutu Soo Jung melangkahi akar pohon yang tersembul di tanah. “Jika dia pikir dia satu-satunya orang yang merasa kesulitan…apa dia kira aku senang bermain di dapur, membuat bubur, membuat susu.”
“Aku bahkan tidak punya waktu untuk menari, pergi ke rumah Amber pun tidak. Make up-ku sudah hilang entah kemana dan…”
Dan dia sadar dia sedang mengomentari hidupnya. Eumm…mungkin sedikit mirip dengan yang dimiliki Jongin. Moonkyu ada disana, dipelukannya. Soo Jung segera menutup telinga Moonkyu berharap kata-kata yang dia ucapkan belum terlanjur masuk kesana.
“Maaf, Moonkyu…maaf…”
***
Jongin didera rasa bersalah. Dia terdiam di jok kemudi, ada sepuluh CD Barney di laci dashboard, mengalahkan jumlah CD lagu rock-nya. Tapi dia senang, dia tidak marah setiap kali mereka bertiga pergi ke mall dan membeli CD dinosaurus ungu itu.
Dia tidak kesal saat uang hasil bekerjanya di ambil Soo Jung untuk membeli susu dan popok.
Dia bahagia melihat Moonkyu menari di kursi belakang saat Barney melantunkan lagunya. Jongin memperhatikannya dari kaca spion, si kecil tertawa senang dan…hah…apa yang dia pikirkan saat ini?
Jongin benar-benar termakan perkataan teman-temannya. Dia seharusnya lebih dewasa menghadapi semua ini.
Dia bukan masih kecil. Dia hanya butuh banyak belajar.
Dia bukan tidak cocok menjadi ayah. Dia hanya butuh waktu.
Dia bukan membuang masa mudanya. Itu pilihan hidup.
Dia bukan mengeluh. Dia hanya terkadang lelah, butuh pengertian.
Dia bukannya tidak tersenyum.
Karena…
Kebahagian yang dia rasakan sekarang bukanlah hanya saat bersama teman-temannya saja, tapi juga bersama Moonkyu dan Soo Jung.
Jongin tersenyum. Dia baru mengerti detik itu.
Lalu tepat saat itu dia melihat Soo Jung. Jongin segera turun dan menghampirinya. Udara dingin bisa membunuh mereka berdua. “Soo Jung…” panggil Jongin.
Soo Jung cemberut melihatnya, tapi tidak banyak pilihan yang bisa dia ambil karena dia harus segera masuk ke dalam mobil. Moonkyu di tangannya tertidur pulas.
“Asal kau tahu saja aku ketinggalan bus maka aku kembali kesini.” Ujar Soo Jung.
“Kau mau pergi ke rumah ibu dengan bus?” tanya Jongin tidak percaya.
“Iya, kenapa?”
Jongin tidak berkata apa-apa lagi selain memeluk Soo Jung dan anaknya, Moonkyu. Perasaan familiar menjalar di permukaan kulit dan ada gelembung-gelembung kebahagiaan di dada.
“Maaf. Maafkan aku, Soo Jung.” Bisik Jongin bersalah. “Aku tidak menyesal memilikimu dan Moonkyu. Kau tahu itu kan?”
Tidak ada air mata, tidak…tidak…tidak. Mereka keluarga bahagia dan tidak akan ada air mata lagi. Soo Jung memaafkan Jongin, mereka masuk ke dalam mobil yang hangat dan memperhatikan si kecil kembali terlelap dalam tidur di tengah-tengah mereka. Tidur bagai malaikat kecil dan Jongin bersyukur akan hal itu.
Jongin merebahkan tubuh ke kursi di belakangnya. Dia tersenyum sambil memejamkan mata.
“Katakan pada Jessica kita masih jauh dan akan terlambat.” Gumam Jongin perlahan.
Terdengar suara ketikan tombol ponsel Soo Jung. “Sepertinya dia akan membunuh kita dan mengambil Moonkyu.”
Mereka tertawa. Bahagia adalah kata yang muncul ketika ada Moonkyu…
A bunch of baby.
THE END
A/N: again and again what an absurd idea. Ugly words, less diction, and I hope there’s more feeling indeed. So, how was it? Uggh…suddenly Kai and Krystal got a bunch of baby, named Moonkyu (taemin’s and Kai’s bestfriend) hahaha… I hope you like it
