Quantcast
Channel: EXOMKFANFICTION
Viewing all 317 articles
Browse latest View live

[FREELANCE] (Lightheaven’s Story) Because of Sasaeng Fans

$
0
0

fix

Title :: (Lightheaven’s Story) Because of Sasaeng Fans

Author :: Sangheera

Cast :: Byun Baekhyun of EXO as himself, Hwang Sera (OC)

Support Cast :: Byun and Hwang Family and Park Jaehyun Ulzzang.

Genre :: Slice of Life, Hurt-comfort and Romance

Lenght :: Oneshoot

Rating :: PG-15

Backsong :: Kim Bokyung – Don’t Think You’re Alone (OST. School 2013),

Various Artist – You Are A Miracle (SBS Gayo Daejun 2014),

K-Will – Like A Star (OST. Man From The Star)

Disclaimer :: Fanfict ini adalah hasil dari kerja keras neuron di otak kanan author sendiri, jadi mohon jangan diplagiat yaaa…

 

Annyeonghaseyoooo, ketemu lagi dengan Baek-Sera. Mmmm, udah baca story-story yang dulu? Kalau belum, silahkan kalau mau baca dulu…

 

Tapi kalau nggak ya nggak papa. Insya Allah, gak bikin bingung walau lum pernah baca Baek-Sera’s Story yang lama. OK! Nggak perlu banyak cin-cong lagi. Silahkan dibaca, reader-dul~

 

—o0o—

 

 

Bucheon, Gyeonggi-do – Baekhyun&Sera’s Hometown…

September 19th, 2013

Sera mengetuk-ngetukkan jarinya kesetir mobil, menatap resah mobil didepannya yang masih tidak bergerak. Bucheon diguyur hujan hari ini. Hujan dipertengahan september, awal musim gugur. Hari ini juga bertepatan dengan perayaan Chuseok, semua orang sepertinya sepakat ingin melewatkan chuseok diluar rumah. Jalanan Bucheon macet, hujan pula. Festival chuseok yang diselenggarakan ditengah kota, entah bagaimana kabarnya.

“Aish! Kita baru akan sampai ketempat Haesoo oppa tengah malam kalau begini…”keluh Sera.

Dijok penumpang sebelahnya, Byun Baekhyun yang setengah mengantuk menyedekapkan tangannya sambil berkata, “Malam Chuseok kan memang selalu macet begini. Lagipula anak-anak pasti juga belum ada yang datang. Tempat karaoke Haesoo hyung sudah kita booking sampai besok pagi kok, tidak masalah jika kita baru sampai disana tengah malam…”

“Enak saja kau bicara,”sungut Sera. “Appa akan membunuh kita berdua jika pulang lewat pukul 12 malam…”

“Aigho, cinderella… kau bisa tidur dirumahku kalau kau mau…”Baekhyun nyengir. Senang dengan idenya.

“Tidak perlu repot-repot, cheonna(pangeran). Hamba bisa menginap di ‘gubuk’ teman hamba…”tolak Sera dengan bahasa halus yang dibuat-buat. “Gubuk teman hamba lebih aman daripada kamar tuanku…”

“Wae?? Karena aku mungkin akan menerkammu saat tidur?”

Sera mengangguk. “Tepat sekali.”

Baekhyun tertawa.

Kemacetan mulai terurai 1 jam kemudian, setelah persimpangan jalan disekitar Hyundai Departement Store. Baekhyun yang setengah jam yang lalu masih cerewet mengoceh, sekarang sudah tertidur pulas di jok mobilnya. Selama setahun ini, hampir setiap hari Baekhyun terikat oleh jadwal kerja yang sangat padat. Pergi pagi buta, pulang lewat tengah malam. Namja yang merupakan member boyband idola dan terfenomenal ditahun 2013—EXO, akhirnya mendapat libur chuseok selama 2 hari.

Sera tentu saja sangat senang Baekhyun bisa pulang kampung, yang artinya kamar diseberang kamarnya sekarang berpenghuni lagi—walaupun hanya selama 2 hari. Tidak banyak orang yang tahu—dan memang diharapkan tidak ada orang yang tahu—bahwa Baekhyun dan Sera adalah tetangga selama 17 tahun, teman sejak kecil dan selama setahun ini Baek-Sera menaikkan status hubungan mereka sebagai pacar. Pekerjaan Baekhyun lah yang membuat mereka harus menyembunyikan hubungan mereka.

Walaupun awalnya mereka berpacaran tanpa kata-kata cinta dan sampai sekarang pun kalimat ‘saranghae’ belum pernah terucap dari bibir masing-masing, tapi bukan berarti mereka berpacaran hanya untuk main-main. Mereka berdua sangat serius. Kalau ditanya, mereka berdua sebenarnya juga sama-sama menyadari kalau rasa cinta itu ada. Tapi entah kenapa sulit sekali mengucapkannya.

Malam ini Baekhyun dan Sera berencana untuk berkaraoke ria bersama teman-teman 92liners-nya. Yuna, Amber, Mirae, Jaehyun, Chaerin, Chanyeol dan Minsoo. Beberapa nama pasti terdengar tidak asing. Ya, Chanyeol adalah member EXO, Yuna adalah salah satu member AOA, Amber adalah Amber yang itu—yap! Member F(x) dan Minsoo—mungkin CAP lebih familiar daripada nama aslinya—adalah member Teentop. Sebenarnya 92liners masih punya anggota lain yaitu Kim Jongdae—Chen EXO, Song Seunghyun FT Island, Noh Lee Young—Eyoung After School, Yoo Ara Hello Venus, Woo Jihoon—Zico Block B, dan Myungsoo—L Infinite, tapi mereka tidak bisa datang ke Bucheon karena sibuk.

Ponsel Sera berdering. Sera memasang handsfree lalu menjawab teleponnya. Dari Yuna.

“Yoboseyo, Yuna-a…”

“Yoboseyo, Sera-chan. Neo eoddini?”

“Aku masih dijalan, 10 menit lagi aku sampai disana…”

“Putar arah!”

“Ne?”

“Lebih baik kau putar arah. Aku bersama Minsoo, Chaerin dan Chanyeol ditempat karaoke Haesoo oppa. Kau pasti tidak percaya ini, tapi banyak sekali fans didepan. Sepertinya sasaeng fans mengikuti Chanyeol dari rumahnya. Akan gawat jika mereka melihat kau dan Baekhyun datang bersama.”

“Mwo?”seru Sera tak percaya.

“Haesoo oppa sudah berusaha menghalangi mereka masuk ketempat karaoke, tapi mereka masih berjaga diluar…”

“Dibawah guyuran hujan seperti ini?”

“Eo. Kau tahu kan betapa keras kepalanya sasaeng fans EXO. Waaah, daebak. Dan mereka benar-benar banyak…”

“Jincha? Ukh… eotteokhaee? Padahal aku dan Baekhyun ingin sekali bertemu kalian semua…”

“Bagaimana pendapat Baekhyun? Mungkin dia bisa memikirkan suatu cara…”

Sera menoleh kesebelah. “Baekhyun tidur,”kata Sera.

“Mmm, coba pikirkan cara. Kita akan menunggu, oke?”

“Ne. Araseo…”

Sambungan telepon putus.

Sera melepas handsfree-nya dan menepikan mobilnya. Dia harus berpikir. Tidak seru kalau sekarang dia putar arah pulang hanya karena sasaeng fans. Para sasaeng itu benar-benar merepotkan. Bukan kali ini saja mereka mengganggu. Beberapa kali, Baekhyun harus membatalkan janji bertemu Sera karena sasaeng fans memblokade pintu keluar dorm-nya atau jalan didepan gedung SM. Membiarkan sasaeng fans mengetahui rahasia member EXO, sama saja menyerahkan hidup mereka untuk dikendalikan oleh fans-fans gila itu. Sasaeng fans tidak akan segan-segan menyebarkan informasi rahasia itu kemedia jika member EXO tidak mau menuruti kemauan mereka.

“Kenapa kita berhenti?”tanya Baekhyun yang rupanya terbangun dari tidurnya. Sambil mengerang tak jelas ia merenggangkan tubuhnya. Tidur dimobil membuat lehernya pegal.

“Ya! Eotteokhae, Baekhyun-a? Didepan tempat karaoke Haesoo oppa sekarang banyak sasaeng fans…”jelas Sera dengan nada panik.

Baekhyun mengeryit. “Sasaeng?”

“Eo. Sasaeng fans EXO. Mereka mengikuti Chanyeol dari rumahnya kesini…”

“Jincha?”

Sera mengangguk.

“Ck, sial! Lagi-lagi, sasaeng fans…”

“Eotteokhae?”

Baekhyun menyandarkan kepalanya kejendela, matanya yang sipit itu menatap jalanan didepan. “Kita tidak usah kesana…”

“Eh? Tidak jadi bertemu teman-teman?”

“Eo. Jika kita memaksakan diri kesana, aku takut mereka akan membuat keributan ditempat karaoke. Aku takut mereka merusak sesuatu yang merugikan Haesoo hyung. Itu akan membuatku merasa tidak enak padanya. Apalagi sekarang tidak ada manajer hyung. Tidak ada yang melindungi kita…”

Sera mendesah pelan. “Hhh.. Kau benar…”

“Aku akan menghubungi Chanyeol. Semoga dia bisa keluar dengan selamat…”

Sera menatap Baekhyun yang sekarang berbicara dengan Chanyeol ditelepon. Dari wajah Baekhyun yang nampak tegang dan tanpa senyum diwajahnya yang selalu ceria itu, Sera tahu Baekhyun sedang kesal. Acara karaoke ini sudah ditunggu-tunggunya karena sudah lama sekali Baekhyun tidak bertemu dengan 92liners. Tapi akhirnya, harus batal dan lagi-lagi karena Sasaeng fans.

Ada banyak cerita buruk tentang perilaku Sasaeng fans EXO. Beberapa kali member-member EXO jatuh dan terluka dibandara karena perilaku mereka yang kasar. Baekhyun bahkan pernah dimaki saat memapah Kai yang terluka dibandara hanya karena posisi Baekhyun yang membuat sasaeng fans tidak bisa memotret wajah Kai. Saat Luhan terjatuh, tidak ada fans yang berusaha menolongnya, mereka malah sibuk berusaha menyentuh Luhan.

Tao bahkan pernah marah-marah diakun jejaring sosialnya karena gerah dengan perilaku sasaeng fans. Foto-foto Tao dan suara gumamannya saat dikamar mandi tersebar diinternet. Bahkan jika ada salah satu member EXO yang pergi kekamar mandi, member lain harus membuat blokade dipintu agar sasaeng fans tidak mengambil foto atau menerobos masuk. Kehidupan yang damai sepertinya jauh sekali dari kehidupan artis idola.

Sera adalah fans BIGBANG yang fanatik. Dia dulu juga pernah menunggui dorm BIGBANG dan sekarang ia juga masih sering ikut nongkrong dengan para VIP didepan gedung YG. Tapi, Sera tahu batas. Menguntit dan bahkan berperilaku kasar adalah tindakan buruk. Bukankah menyakitkan jika idola yang kita cintai membenci kita karena kelakuan kita yang buruk?

-

-

-

Tapi ternyata masalah sasaeng fans menjadi lebih serius.

Paginya, Ayah Baekhyun yang sedang mengambil koran pagi, terkejut melihat ada kerumunan orang dan tenda yang terpasang didepan rumahnya. Saat siang hari, orang-orang itu mulai berteriak-teriak memanggil Baekhyun. Membuat para tetangga mengomel karena suara berisik yang mengganggu. Keluarga Byun yang hendak pergi mengunjungi kakek-nenek Baekhyun di Gangwondo terpaksa menyelinap lewat rumah Sera dan meminjam mobil Sera.

Malamnya, Baekhyun lagi-lagi hanya bisa menghabiskan waktunya dirumah, padahal besok ia sudah harus kembali ke dorm. Fans-fans itu nampaknya tidak akan menyerah sampai mereka bisa bertemu dengan Baekhyun. Manajer Lee Seunghwan menyarankan agar Baekhyun diam-diam berangkat dari rumah Sera saja besok, agar tidak ada keributan.

“Bagaimana dengan member lain? Apa rumah mereka juga didatangi fans?”tanya Sera sambil matanya tak lepas dari layar televisi. Baekhyun dan Sera sedang menonton Master Sun dikamar Sera, ditemani seloyang pizza dan minuman soda.

“Suho hyung tadi mengomel ditelepon karena sasaeng fans menunggui apartemennya. Beberapa malah bisa masuk dan menunggui didepan pintu rumahnya. Sampai-sampai, ayah Suho hyung harus memanggil keamanan…”

Sera mengangguk-angguk. “Hmmm, entah kenapa aku tidak merasa kaget…”

“Terlalu sering mendengar cerita seperti ini ya?”tanya Baekhyun sambil mengambil sepotong pizza.

“Eo. Dulu dari DBSK oppa, kemudian dari Myungsoo L dan sekarang darimu…”jawab Sera.

Tangan Baekhyun yang hendak menyuapkan sepotong pizza kemulutnya terhenti diudara. Selera makannya tiba-tiba lenyap begitu saja mendengar nama DBSK disebut.

“Jaejoong oppa itu benar-benar… Apa sebegitu sibuknya sampai tidak pernah menelepon? Sepertinya dia lupa punya dongsaeng yang sangat cantik di Bucheon, mentang-mentang punya pacar baru,”omel Sera. Jaejoong adalah orang yang sudah Sera anggap kakak sejak kecil, karena semasa Jaejoong masih trainee ia pernah menumpang tinggal dirumah Sera. Seperti yang diketahui oleh banyak orang, Jaejoong adalah artis besar, tepatnya ia adalah ex-member DBSK dan sekarang membentuk grup dengan ex-member DBSK lain—JYJ.

“Mm…”gumam Baekhyun malas menanggapi. Pacar Sera dulu juga member DBSK, itulah kenapa suasana hati Baekhyun berubah begitu mendengar nama DBSK disebut. Baekhyun benci sekali dengan orang itu. Amat sangat benci.

Sera tidak memperhatikan mood Baekhyun yang tiba-tiba berubah, ia asyik mengikuti kisah Tae Gongshil dan Joo Jungwon ditelevisi. Baru saat break iklan, Sera memecah kediaman antara dia dan Baekhyun.

“Kau pulang kan minggu depan?”tanya Sera.

Baekhyun mengangguk. “Tentu saja. Tapi entah manajer mengijinkan aku menginap atau tidak…”

“Kau sudah mempersiapkan lagu yang indah?? Minggu depan pasti akan menjadi hari yang paling membahagiakan untuk Baekbeom oppa dan Yoora unnie. Mama dan Eomma Byun sudah mempersiapkan segala hal dengan sempurna. Ahhh, tidak sabar, ini pernikahan pertama keluarga kita…”Mata Sera berbinar senang. Baekhyun mengusap kepala Sera gemas.

“Dandan yang cantik dan pakailah gaun putih, mungkin orangtua kita akan mempertimbangkan untuk menikahkan kita sekalian…”

“Haha, ogah. Siapa juga yang mau menikah denganmu…”

“Ya!”

-

-

-

At Baekhyun’s Hyung Wedding Party – September 28th, 2013

Hari ini harusnya menjadi hari yang paling membahagiakan, tapi ternyata tidak.

Semua baik-baik saja pada awalnya. Pagi hari itu, seluruh keluarga besar Byun dan Keluarga Hwang berkumpul dihall sebuah gedung yang sudah dihias cantik dengan bunga-bunga dan pita. Nenek dan Kakek Byun jauh-jauh datang dari Yanggu Gangwondo khusus untuk hari ini.

Eomma Byun dan Mama Hwang sibuk mengomandoni pelayan yang sedang menata meja katering. Appa Byun dan Appa Hwang berbincang dengan tamu mereka yang telah datang. Sera daritadi memilih duduk manis dikamar ganti menemani sang mempelai wanita yang sudah ia anggap unnie sendiri. Hwang Haru dan Hwang Yuki—kedua kakak laki-laki Sera yang kembar itu—menemani sang mempelai pria menyambut tamu dipintu masuk hall. Pagi ini, Byun Baekbeom dan Han Yoora akan melangsungkan pernikahan. Suka cita bagi keluarga Byun, yang berarti juga suka cita bagi Keluarga Hwang.

Prosesi pengucapan sumpah dialtar berjalan khidmat. Eomma Byun sampai meneteskan airmata melihat anaknya akhirnya telah melangkah kejenjang kehidupan yang baru. Sayang Baekhyun tidak bisa melihat hyung-nya dialtar, ia baru akan datang nanti saat pertengahan acara setelah menyelesaikan jadwalnya.

Semua berjalan tenang dan lancar. Kedua pengantin dan keluarga tersenyum bahagia.

Tapi keadaan tenang itu berubah saat Baekhyun dan teman-teman EXO-nya datang. Sebetulnya Sera sudah menaruh curiga pada gadis-gadis yang duduk dibangku kursi tamu. Ia merasa tidak pernah melihat orang-orang itu. Namun Sera pikir mungkin mereka adalah teman Yoora—sang mempelai perempuan.

Sayang, seharusnya Sera percaya dengan perasaannya. Orang-orang tak dikenal itu adalah sasaeng fans yang menyelinap dan berpura-pura sebagai tamu. Entah apa yang dilakukan penjaga diluar sana hingga mereka bisa masuk, bahkan duduk dikursi tamu.

Pernikahan yang semula berlangsung khidmat itu mendadak berubah bak acara fanmeeting.

Banyak sekali gadis-gadis remaja yang berjejalan, saling dorong dan berhimpitan disekitar member EXO. Keamanan yang seharusnya menjaga gedung nampak kewalahan dengan ulah para fans karena mereka tidak segan melawan jika dilarang. Baekhyun dan teman-temannya berkali-kali memohon untuk berhenti membuat keributan tapi nampaknya suara mereka tidak didengar.

Sera ternganga menyaksikan acara pernikahan Baekbeom oppa-nya dan Yoora unnie yang indah berubah mengerikan seperti ini. Saat Baekhyun dan Chen menyanyikan lagu persembahan untuk pengantin, para fans ribut memfoto dan berteriak. Ruangan itu sudah seperti panggung Inkigayo saja. Para tamu mengeluh dan banyak diantaranya beranjak pulang walau acara belum selesai.

Puncak dari keributan ini adalah saat acara potong kue dan sesi foto keluarga. Fans-fans mengabaikan kedua pengantin dan memaksa member-member EXO untuk berfoto dan memberikan tanda tangan pada mereka. Berkali-kali Baekhyun dkk bilang ‘kami akan melakukannya nanti’, tapi nampaknya telinga fans-fans brutal itu hanya dipakai sebagai pajangan. Mereka acuh dan terus memaksa.

Hingga akhirnya Baekhyun tidak tahan lagi dan menghardik fansnya, “Ini adalah satu-satunya hyungku dan satu-satunya pernikahannya. Tolong jangan bertindak gila seperti ini!”

Wajah Baekhyun memerah karena marah. Hatinya sakit sekali melihat bagaimana fans yang katanya mencintainya ternyata bisa berbuat seburuk ini. Apalagi saat dilihatnya wajah hyung-nya dan istrinya nampak begitu tertekan dengan keadaan pesta pernikahannya sekarang.

“HENTIKAN!!! KUBILANG HENTIKAN!! HENTIKAN!!”Suara teriakan memecah keributan, menyisakan hening yang menggantung. Sera terengah-engah. Urat lehernya terasa sakit saking kerasnya ia berteriak.

Tatapan mata sebal terarah padanya, tentu saja tatapan dari para sasaeng fans. Sera yang berdiri disamping Baekhyun balas menatap garang.

“Bisakah kalian bersikap lebih manusiawi. Kalian semua diajari kan disekolah bagaimana bersikap sopan santun?! Baekhyun dan yang lainnya bilang kalau kalian bisa meminta foto nanti, saat acara sudah selesai. Kenapa kalian tidak mau bersabar dan malah berdesakan seperti ini? memangnya tubuh kalian tidak sakit apa?”

“YAK! Kau ini siapa?”orang didepan Sera balas berteriak dengan pandangan sinis, yang langsung ditimpali oleh pertanyaan yang sama dari kerumunan dibelakangnya.

“Aku ini…”

“Jangan banyak bicara. Pergi sana!”

Satu orang, tidak… lebih dari 3 orang mengayunkan tangannya ketubuh Sera dan mendorong tubuh gadis itu. Baekhyun terlambat bereaksi. Tubuh Sera terhuyung dan menabrak meja dengan vas bunga besar diatasnya. Membuat vas bunga itu jatuh pecah dan tubuh Sera yang masih kehilangan keseimbangan mendarat keras dilantai. Telapak tangan kanannya tepat mengenai pecahan vas yang tajam.

“Aaaahh!!”

Kejadian itu berlangsung cepat. Jeritan keluar dari bibir Yoora—sang mempelai wanita saat melihat telapak tangan Sera dengan cepat sudah berlumuran darah. Baekhyun yang hendak menolong, tiba-tiba tubuhnya ditarik mundur oleh seseorang—oleh Yuki. Mama Hwang dan Eomma Byun-lah yang dengan segera menghampiri dan membantu Sera berdiri. Appa Sera yang datang terkejut melihat anaknya bersimpah darah langsung tersulut amarahnya.

“Lapor polisi sekarang juga…”katanya dengan nada tegas yang terdengar mengancam.

Appa Baekhyun menyahut, “karena kalian telah melukai orang lain, berarti polisi sekarang yang harus turun tangan menghadapi kalian…”

Terdengar bisik-bisik gumaman bernada gusar dibelakang. Tapi orang yang mendorong Sera, yang berdiri paling depan nampaknya tidak goyah. Gadis itu malah dengan beraninya membalas tatapan Appa Baekhyun.

Sera tidak tahu lagi apa yang terjadi, Mama Sera dan Eomma Baekhyun sudah menggiringnya kedalam ruang ganti. Jaehyun yang hari ini datang sebagai undangan bersama beberapa teman yang lain, tergopoh-gopoh menghampiri dengan kotak P3K ditangan.

“Biar saya saja yang merawat lukanya, ahjumma…”

“Eo. Tolong ya…”

Sera diam menurut. Jaehyun adalah calon dokter, urusan seperti ini tentu mudah baginya. Sejenak Sera menoleh kebelakang, ketempat Baekhyun berada. Matanya tanpa sengaja beradu dengan Baekhyun yang juga sedang menatapnya.

“Kau tahu kan alasan kenapa Yuki hyung menahan Baekhyun agar tidak menolongmu tadi?”tanya Jaehyun.

Sera mengangguk. “Eo. Untuk melindungiku…”

“Bagus.”

Pandangan kekacauan ruang pesta itu lenyap saat Sera masuk keruang ganti yang sepi. Jaehyun memosisikan Sera duduk dikursi. Sementara Jaehyun memilih berjongkok dihadapan Sera untuk mengimbangi tinggi badannya dan memudahkannya mengobati luka Sera. Gaun Sera yang cantik, sekarang penuh noda darah.

Sera mengamati luka ditangannya yang sekarang sedang diberi antiseptik oleh Jaehyun. Airmatanya menetes karena menahan perih. Sera buru-buru menyekanya.

“Sakit?”tanya Jaehyun sambil mendongakkan kepalanya melihat Sera.

Sera mengangguk. “Eo. Sakit…”jawabnya dengan suara bergetar.

Jaehyun tidak bertanya lagi. Laki-laki itu fokus mengobati luka Sera dengan lebih lembut. Sesekali Sera mengeluh dan Jaehyun akan menghentikan sebentar kegiatannya sampai Sera merasakan sakitnya sedikit mereda.

Sera terkadang heran pada pria dihadapannya ini. Jaehyun sangat kasar dan keras kepala. Ia adalah teman yang paling menyebalkan yang pernah Sera kenal. Tapi ketika Sera terluka, Jaehyun berubah begitu lembut. Sama seperti saat ia terjatuh didepan gedung SBS dulu, saat tanpa sengaja tertabrak oleh fans-fans yang berlarian ingin melihat EXO keluar dari gedung.

“Jaehyun-a, gomawo…”ucap Sera setelah Jaehyun selesai membalut tangannya dengan perban.

“Eo. Tidak masalah,”kata Jaehyun singkat.

Sera mendesah pelan. Membebaskan paru-parunya yang terasa terhimpit sesuatu tak kasat mata. Diluar, keributan sepertinya sudah mereda. Entah apa yang dilakukan appa-nya tadi, beliau nampaknya sedang sangat marah. Sera kenal bagaimana perangai appa-nya jika marah, beliau akan nampak begitu mengerikan dan tidak akan segan menggunakan kekerasan jika dirasa perlu. Tapi, baguslah, jika itu berarti beliau bisa mengusir fans-fans pengacau itu dari tempat ini.

“Kau seharusnya jangan bersikap seperti itu pada mereka…”kata Jaehyun setelah beberapa menit membiarkan suasana diruangan itu senyap. Sera mengeryitkan dahinya mendengar kata-kata Jaehyun yang menurutnya aneh.

“Mereka bisa saja membalas dendam padamu suatu saat nanti. Kau tidak takut?”

Sera tertegun. Benar juga. Masalah hari ini, mungkin akan berbuntut panjang dan menjadi masalah dikemudian hari. Sasaeng fans tentu bukan orang-orang yang gampang memaafkan orang lain yang mengusik mereka. Member EXO saja berani mereka ancam, apalagi orang seperti dirinya.

Jaehyun terkekeh. “Kenapa wajahmu seperti itu, eo? Kau nampak seperti akan dicemplungkan ke-sup yang mendidih, Sera-chan. Yak! Bukankah Baekhyun akan melindungimu? Seharusnya kau menjawab pertanyaanku tadi dengan mudah. ‘Aku tidak takut, karena Baekhyun akan melindungiku’, begitu!”

“Kau pikir kita sedang syuting drama! Kau kan tahu mulutku tidak bisa mengucapkan kata-kata picisan seperti itu,”sungut Sera. Kesal karena Jaehyun mengejeknya.

“Ah, benar! Yang keluar dari mulutmu kan biasanya Cuma makian…”

“Itu hanya jika aku bersamamu, aro?”

“Jincha? Sungguh suatu kehormatan untukku…”

Sera mendelik. “Babo!”

“Aku lebih suka melihatmu mengomel daripada cemberut seperti tadi. Aighooo, wajahmu benar-benar jelek saat bibirmu tertarik kebawah seperti ini…”Jaehyun menarik sudut-sudut bibirnya kebawah. Membuat Sera makin kesal.

“YA!”

“Kekeke… Karena kau sudah bisa marah-marah berarti lukamu sudah tidak sakit lagi. Baguslah,”ujar Jaehyun kemudian sambil mengusap kepala Sera lembut.

“Singkirkan tanganmu, Park Jaehyun. Kau merusak tatanan rambutku…”desis Sera.

Jaehyun tersenyum licik, lalu tangannya mengucek kepala Sera kasar. Membuat tatanan rambut Sera benar-benar berantakan sekarang.

“YA! Mwohaneungeoyaa!”jerit Sera. Jaehyun buru-buru keluar ruangan sambil tertawa-tawa senang. “YAK!!!”

Sera mengomel panjang lebar sambil mengusap-usap kepalanya, berharap bisa merapikan rambut bagian atasnya. Setelah dirasa lumayan rapi, masih dengan wajah sebal, Sera keluar ruangan dan memasuki hall tempat pesta. Sudah tidak banyak orang. Sebagian besar tamu-tamu nampaknya sudah pulang. Hanya nampak beberapa orang kerabat Baekhyun, teman-teman kantor Baekbeom oppa, manajer Tak Youngjun dan teman-teman 92liners. Kedua pengantin dan Appa-Eomma Byun juga sudah tidak berada diruangan ini. Sedangkan, Appa Sera nampak berbicara dengan seorang pria berpakaian setelan jas mahal. Dari sikap appa dan pria itu, Sera bisa menduga apa yang sedang mereka bicarakan. Appa-nya pasti sedang mengajukan komplain pada pria itu yang mungkin adalah pengelola gedung ini.

Sera mengedarkan pandangan keseluruh ruangan. Jika Manajer Tak masih disini, Luhan, Kris dan sekutunya mana?

“Kalian melihat anak-anak EXO?”tanya Sera pada Mirae yang masih duduk dikursinya bersama Chaerin.

“Yak! Sera, neo gwaenchana? Bagaimana lukamu?”Mirae malah balik bertanya.

“Sudah oke, tadi diobati Jaehyun. Lihat anak-anak EXO tidak?”ulang Sera.

“Eo. Mereka sudah dibawa manajer Lee kemobil. Kalau Baekhyun, kulihat tadi dia masuk keruangan disamping kanan sana. Sepertinya sedang bicara dengan Appa, Eomma dan kakaknya…”jawab Mirae.

“Kau lihat wajahnya tadi? Wah, baru kali ini aku melihat Baekhyun memerah saking marahnya dia…”tambah Chaerin.

Sera mengangguk. “Eo. Bisa dibayangkan betapa frustasinya dia tadi…”

“Apa anak-anak EXO mengalami hal seperti ini setiap hari ya? Dikerubuti fans seperti itu? Aighooo, kasihan sekali…”Mirae menghembuskan napas berat dengan ekspresi sedih.

“Semua artis idola pasti juga mengalami hal seperti ini…”kata Sera.

“Tapi kurasa ini yang terburuk. Orang-orang itu sudah merusak acara pernikahan kakak Baekhyun. Jahat sekali bukan?”geram Chaerin.

Sera mengedikkan bahu. Tidak mau menanggapi lebih jauh karena jujur ia masih sangat sakit hati dengan perilaku fans-fans EXO tadi. Jika diteruskan, mungkin yang keluar dari mulutnya adalah makian dengan kata-kata paling kasar.

Sera kemudian memutuskan untuk menemui Baekhyun. Ia berjalan keruangan yang tadi disebut Mirae. Ruangan yang dipakai sebagai ruangan khusus untuk keluarga pengantin. Pintu ruangan itu tidak tertutup sempurna. Sebelum Sera masuk, suara isakan menghentikan gerakan tangannya yang hendak membuka pintu. Jantung Sera serasa dicengkeram kuat dan paru-parunya seakan kering saat disadarinya suara isakan itu berasal dari Baekhyun. Buru-buru Sera memosisikan tubuhnya menyandar didinding dan berusaha mendengarkan baik-baik apa yang dibicarakan orang-orang didalam.

“Mianhae, hyung. Karena aku…”suara Baekhyun tertahan oleh sesuatu. Sera mengintip dari celah pintu dan dilihatnya Baekbeom sedang memeluk adiknya itu. Eomma Baekhyun juga larut dalam tangis, wajah beliau tenggelam dibalik sapu tangan. Mata Sera berkaca-kaca. Hidungnya terasa gatal dan wajahnya memanas. Beberapa detik kemudian bulir airmata jatuh dipipinya.

“Astaga, adikku tersayang. Kau pasti mengalami banyak kesulitan selama ini. Jangan merasa bersalah pada hyung. Tidak ada yang salah, semua baik-baik saja…”Baekbeom dengan suara lembutnya berusaha menenangkan Baekhyun.

“Tapi, hyung. Aku yang menyebabkan pernikahan hyung kacau seperti ini. Seharusnya aku tidak usah datang…”

“Ya! Apa maksudmu? Bagaimana bisa kau berpikiran seperti itu? Hari ini menjadi hari yang indah karena kau ada disini sekarang bersama hyung…”

Tangisan Baekhyun meledak. “Hyung…”

Sera sudah tidak tahan lagi. Gadis itu berlari keruangan tempat lukanya dirawat tadi dan menangis terisak disana.

-

-

-

Malam turun membungkus Bucheon. Sisa-sisa dari pesta pernikahan sore tadi masih terasa di kediaman Keluarga Byun. Pesta dilanjutkan dirumah. Keluarga Sera juga ikut andil dalam perayaan tersebut.

Selama acara makan malam dan hiburan dari paman dan appa Baekhyun yang lucu. Mata Sera sibuk mengawasi ekspresi wajah Baekhyun yang duduk diseberang mejanya. Karena kejadian sore tadi, Manajer Tak Youngjun mengijinkan Baekhyun untuk menghabiskan malam ini bersama keluarganya. Sementara jadwalnya akan dihandle member lain. Sekarang, laki-laki itu memang nampak seceria biasanya. Tapi, Sera mengenal Baekhyun selama bertahun-tahun. Kesedihan Baekhyun tidak akan hilang secepat itu.

Dibalik sikap lucu dan penuh keceriaannya, Baekhyun sebenarnya adalah orang yang sangat sensitif. Dia begitu perasa terhadap hal-hal yang menurutnya salah dan telah membuat orang lain terluka. Perasaan-perasaan itu akan terendap lama dihatinya dan menjadi beban pikirannya selama berhari-hari. Itulah mengapa Sera layak merasa cemas.

Sera tidak sempat bicara banyak dengan Baekhyun, sampai akhirnya appa-nya ijin undur diri karena ingin memberikan keluarga Byun waktu untuk mereka sendiri. Baekhyun hanya menatap punggung Sera saat gadis itu berjalan melewati pintu pagar yang menjadi penghubung halaman belakang rumah mereka. Walaupun sebenarnya laki-laki itu ingin Sera tetap bersamanya.

Menjelang tengah malam, Baekhyun naik kekamarnya dilantai atas. Baru saja ia menyalakan lampu, telinganya menangkap suara petikan gitar. Suara itu berasal dari luar kamarnya. Dengan langkah-langkah panjang, Baekhyun membuka pintu balkon kamarnya. Senyum pria itu mengembang saat dilihatnya, dibalkon seberang sana Sera sedang memeluk gitar dan tersenyum kearahnya. Porsche, anjing Malamute Alaska kesayangan Sera duduk disamping kaki Sera.

Baekhyun mau tidak mau tertawa, saat Sera buru-buru mematikan audio player-nya dan mereplay intro akustik lagu tadi. Sepertinya Sera ketinggalan momen dimana ia harusnya menyanyi karena melihat Baekhyun muncul di balkon. Lalu gadis itu bergaya penuh percaya diri seolah sedang memetik gitar. Tangannya yang masih dibalut perban digerak-gerakkannya naik turun diatas dawai gitar tanpa menyentuh dawai sama sekali. Sera memang aslinya tidak bisa memainkan gitar. Gitar yang dipakainya adalah milik kakaknya—Haru.

Dalam heningnya malam hari itu. ditemani suara angin dan gerakan ranting-ranting yang ditinggalkan oleh dedaunan di musim gugur, suara Sera mengalun menyanyikan bait demi bait lagu.

지치지 않기 포기하지 않기 어떤 힘든 일에도 늘 이기기
jichiji anki pogihaji anki otton himdeun iredo neul igigi

Jangan merasa lelah, jangan menyerah, kesulitan apapun selalu bisa dimenangkan
너무 힘들 땐 너무 지칠 땐 내가 너의 뒤에서 나의 등을 내줄게
nomu himdeul tten nomu jichil tten nega noye dwieso naye deungeul-lejulge

Saat merasa sangat kesulitan, saat merasa sangat lelah, aku akan meminjamkan punggungku dari belakang
언제라도 너의 짐을 내려놓아도 된다고
onjerado noye jimeul neryonoado dwendago
Kau bisa meletakkan bebanmu kapanpun itu

혼자라고 생각말기 힘들 때면 함께 울기
honjarago senggang malgi himdeuldago ulji malgi

Jangan berpikir kau sendirian, jangan menangis dan berkata itu sulit
너와나 우리는 알잖아
nowana urineun aljana

Kau dan aku, kita tahu itu
니가 나의 등에 기대 세상에서 버틴다면
niga naye deunge gide sesangeso botindamyon

Bersandarlah di punggungku jika kau ingin bertahan di dunia ini
넌 나의 지지 않는 꿈을 준거야
non nege motjin kkumeul jun-goya
Kau akan memberiku mimpi yang hebat

 

오늘과 다른 내일을 기대하며 멈춰 설 수는 없어
oneulgwa dareun neireul gidehamyo momchwo sol suneun obso

Berdoalah hari ini dan esok yang berbeda, Kita tak dapat bertahan dan berhenti

‘우리’라는 건 내가 힘이들때에
uriraneun gon nega himideulteye

Kebersamaan adalah saat aku kesulitan,
같이 아파하는 건
gachi apahaneun gon

kita merasakan sakit bersama

 

Sera menyelesaikan lagunya. Tersenyum menatap Baekhyun yang berada dibalkon seberang sana. Baekhyun begitu diliputi perasaan hangat mendengar lirik lagu yang dinyanyikan Sera. Benar. Ada Sera disana. Gadis yang begitu dicintainya itu dengan senang hati menawarkan penghiburan untuknya.

Sambil tertawa kecil Sera melambaikan tangan, dan menunjuk kearah Baekhyun. Baekhyun membalas senyum Sera dengan senyum canggung, masih belum bisa lepas dari pengaruh magis gadis itu. Baekhyun mengeryitkan dahinya tidak mengerti saat Sera mengusap-usap pipinya sendiri dan membuat ekspresi seperti orang yang menangis.

“Yak!! Neo!”teriak Sera sambil lagi-lagi mengusap pipinya dan menunjuk-nunjuk Baekhyun.

“Na?”balas Baekhyun yang masih setengah tak mengerti. Sera memintaku mengusap pipiku, begitu? Untuk apa…

Eh?

Jemari Baekhyun terasa basah.

Sera yang menyandarkan dagunya dipegangan balkon, memandangi Baekhyun yang mengusap-usap pipi kanan dan kirinya. Lalu dengan wajah tertegun, Baekhyun memandangi telapak tangannya seperti baru pertama kali melihat air yang keluar dari mata. Lelaki itu pasti tidak sadar kalau selama mendengarkan Sera menyanyi, matanya terus-menerus mengeluarkan cairan bening yang orang-orang sebut air mata itu.

“Kau membuatkku menangis, Sera-chan…”kata Baekhyun sembari tertawa.

“Mian. Aku tidak sengaja,”ujar Sera dengan cengiran lebar dibibir.

Baekhyun tertawa lagi melihat ekspresi wajah Sera.

Lalu tiba-tiba…

“YA! HIME-SAMA (TUAN PUTRI) APA YANG KAU LAKUKAN MALAM-MALAM BEGINI, HAH?!”

Suara gelegar amarah ayah Sera terdengar sampai kebalkon seberang. Membuat Sera dan Baekhyun menjengit kaget.

Sera meringis, lalu melambaikan tangan pada Baekhyun,”Tidur yang nyenyak, Byunbaek~”teriaknya sebelum berlari masuk kedalam kamarnya, diikuti Porsche. Sera masih sempat melambaikan tangan saat menutup pintu dan gorden balkonnya.

Baekhyun yang masih berdiri dibalkon menatap kamar Sera yang sudah tertutup rapat. “Mwoya? Hanya itu saja?”gumamnya.

Lelaki itu lalu menutup pintu balkonnya dari luar dan dengan sigap menuruni rangkaian besi berbentuk kotak-kotak yang sebenarnya dipakai sebagai tempat melilitkan batang tanaman sulur hias. Rangkaian besi itu mirip tangga dan lumayan kuat untuk pijakan. Sehingga, sejak kecil Baekhyun memakainya untuk naik turun dari taman belakang kekamarnya atau sebaliknya. Karena rumahnya adalah perumahan yang dibangun dengan tipe-tipe bentuk rumah yang sama dengan rumah lain dikompleknya, jadi bukan hanya kamar Baekhyun yang punya ‘tangga sulur’ seperti itu, rumah Sera juga.

Setelah melintasi pintu pagar belakang rumah yang dibuat appa-nya dan appa Sera 15 tahun yang lalu. Pintu pagar itu dibuat sebagai penghubung halaman belakang rumah kedua keluarga yang bersahabat tersebut. Baekhyun menyeberangi halaman belakang rumah Sera. Dirinya lalu memanjat ‘tangga sulur’ ke balkon kamar Sera.

“Sera-chan,”panggil Baekhyun dengan suara yang ia setel minimum sambil mengetuk pintu Sera pelan. Tidak lucu kalau appa Sera memergoki dia sekarang. Appa Sera tidak akan segan-segan melaporkan Baekhyun sebagai pencuri kekantor polisi. Tidak peduli Baekhyun anak siapa.

Nampak siluet seseorang mendekat kearah pintu, dan wajah Sera muncul dibalik korden yang dibuka. Mata Sera membulat. Lalu terdengar suara kunci dan pintu ditarik membuka.

“Ya! Apa yang kau lakukan?”

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, bahkan tanpa merasa perlu membiarkan Sera menarik napas terlebih dulu, Baekhyun meraih tubuh Sera dan memeluknya erat. Membuat gadis itu merasakan tubuhnya sedikit terhuyung kebelakang.

“Yaa~! Baekhyun-a…”

“Chamkkan (sebentar), aku ingin memelukmu…”bisik Baekhyun ditelinga Sera.

Mau tak mau, wajah Sera memanas karena perlakuan Baekhyun padanya. Dan jantung yang ada disarang sana, entah bagaimana begitu kuat memompa darah hingga suaranya serasa hingga ketelinga Sera. Sera takut suara debaran jantungnya itu terdengar juga sampai ketelinga Baekhyun.

“Tadi kau bilang kau akan membolehkan aku bersandar padamu jika aku sedih…”lanjut Baekhyun.

“Ini memeluk, bukan bersandar, baka…”sungut Sera. “Yak! Baekhyun-a! Sekarang kau baik-baik saja kan? Tidak sedih lagi?”

“Mmm…”gumam Baekhyun sambil mengangguk kecil.

“Jincha?”

“Mmm…”gumam Baekhyun lagi, kali ini sambil mencium lembut rambut Sera.

“Syukurlah…”Sera meremas kaos dibagian punggung Baekhyun. Kelegaan luar biasa merambati dadanya.

“Kau harus selalu ingat ini, Baekhyun. Jangan menganggap semua fans-mu sama menyebalkannya seperti mereka tadi, itu hanya sebagian kecilnya. Ada lebiiiiih banyak lagi fans yang mencintaimu dengan cara yang benar dan tulus. Yang selalu mendoakan yang terbaik bagimu walau jauh. Yang mendoakan kesehatan dan kebahagian untukmu setiap hari. Yang membeli albummu tanpa mengharapkan kau akan membalas cinta mereka secara personal. Fansmu yang baik benar-benar banyak diluar sana, Baekhyun-a. Kau bisa melihat dan menemukan mereka setiap hari. Biarkan mereka yang mencuri perhatianmu, bukan malah sasaeng fans. Memperhatikan sasaeng fans akan membuatmu berpikir negatif pada semua fans-mu…”

“Hhh, ya kau benar….”

Selama ini, tidak bisa dipungkiri bahwa banyak fans yang membuat Baekhyun merasa tertekan. Merasa berat menjalani hidup sebagai artis. Tapi ada pula saat dimana fans begitu menguatkannya. Setiap kali Baekhyun berdiri diatas panggung dan mendengar teriakan dari fansnya ia merasa bahagia karena dicintai oleh sebegitu banyaknya orang. Bahkan bukan hanya orang-orang dari Korea tapi juga dari luar Korea. Selama dia adalah Byun Baekhyun EXO, dia tidak akan bisa lepas dari fans-fansnya.

“Fans-fansmu akan tumbuh dewasa seiring dengan bertambah dewasanya EXO. Lama-lama sikap mereka akan lebih baik dan mereka akan lebih sadar kalau idolanya itu juga manusia yang butuh kenyamanan.”

“Sepertimu?”

“Eo. Kau tahu. Kalau kita mengantar oppadeul BIGBANG ke Bandara, kita juga masih sering ribut. Tapi, ketika oppadeul menyuruh kita berhenti mengikuti mereka, ya kita semua langsung balik kanan bubar jalan…”

“Jincha?!”tanya Baekhyun tak percaya.

“Iya. Makanya oppadeul BIGBANG pernah curhat divariety show. Mereka heran dengan perilaku kita, mereka pikir kita sudah tidak tertarik lagi dengan mereka, hehehe…”

“Waahhh, betapa enaknya kalau bisa seperti itu…”

“Ditunggu saja, kita perlu waktu setidaknya 3 tahun untuk bisa lebih membebaskan oppadeul BIGBANG seperti itu. Itu pun juga karena berkali-kali kita dapat masalah dan dimarahi manajer oppadeul. Walaupun memang masih tetap ada sasaeng fans. Kalian bahkan belum genap 2 tahun, kan? Sabar saja dan jangan lelah memberikan nasihat pada fans-fans kalian.”

“Eo. Apalagi kita tidak bisa bertanggung jawab pada masa depan mereka. Aku prihatin dengan mereka yang bahkan rela meninggalkan sekolah demi kami…”

“Benar sekali. Kebanyakan fans EXO masih remaja, dan mereka labil sekali…”Sera tersenyum. “Ngomong-ngomong, kita punya kebiasaan buruk, Baekhyun-a. Mengobrol sambil berpelukan begini…”

Baekhyun mengeratkan pelukannya. “Tidak apa-apa. Ini nyaman sekali…”

“Tapi Porsche sepertinya cemburu melihat kau memelukku…”

“Biarkan saja dia. Pemilikmu yang sebenarnya kan aku…”

“Heishh…”

Baekhyun dan Sera membiarkan keheningan selanjutnya melingkupi mereka berdua. Entah siapa yang memulai, perlahan kaki mereka melangkah. Kekiri kekanan kekiri kekanan dan membuat gerakan pelan seperti sedang berdansa. Benar kata Baekhyun, ini nyaman sekali.

Hingga akhirnya, Baekhyun merenggangkan pelukannya untuk menatap wajah Sera. “Kau pasti tidak tahu, seberapa banyak aku bersyukur pada Tuhan karena telah mengijinkanku memilikimu selama ini…”ucap Baekhyun lembut.

Sera membeku. Matanya memanas mendengar kata-kata Baekhyun. Tidak. Yang seharusnya bersyukur itu aku. Bukankah kau yang sejak dulu menyerahkan segalanya untukku, Baekhyun-a.

“Dan aku akan lebih bersyukur lagi jika diperbolehkan memilikimu untuk 50 tahun—ah, tidak, 100 tahun yang akan datang…”Baekhyun merengkuh pipi Sera, menatap manik mata Sera dalam. “Hanya kau yang kubutuhkan…” Perlahan kepala Baekhyun mendekat. Bibirnya hendak mencapai bibir Sera untuk segera melumatnya dan menyalurkan rasa cintanya.

Tapi, sayang, padahal tinggal setengah senti lagi, suara ketukan dipintu membuat Sera buru-buru menjauhkan tubuhnya.

“Hime-sama, apa kau sudah tidur?”

Sera yang masih belum mampu menata degup jantungnya yang menggila, menjawab dengan gugup. “E-eo appa, aku belum tidur…”

“Kalau begitu bisa keruang kerja appa sekarang? Sepertinya ada yang salah dengan komputer appa… Tolong lihat, mungkin ada yang eror,”kata Appa Sera dari balik pintu.

Sera menatap pintu dan Baekhyun bergantian sebelum akhirnya menjawab, “E-eo, appa. Aku segera kesana.”

Sera membuka pintu, melihat appa-nya sudah berjalan menuju ruang kerja, Sera kembali melihat kearah Baekhyun yang masih berdiri dikamarnya. “Ya! Kembali kekamarmu!”usir Sera dengan suara pelan. Baekhyun hanya mengedikkan bahunya. Sera merengut lalu hilang dari balik pintu yang tertutup.

Baekhyun tersenyum geli, mengingat bagaimana wajah Sera memerah seperti tomat karena kata-katanya. Sera-chan itu manis sekali. Sera akan membeku seperti ikan asin kalau disentuh olehnya.

Porsche yang menggeram disamping Baekhyun menarik perhatian Baekhyun. Laki-laki itu berjongkok sambil mengusap-usap bulu anjing yang dulu ia temukan di Petshop itu. Kini Porsche sudah sangat besar, tingginya sudah setengah tubuh Baekhyun dan beratnya pasti lebih dari berat Sera.

Hari ini adalah hari yang sangat berat bagi Baekhyun, tapi berakhir dengan sangat manis karena Sera. Jadi sekarang, Baekhyun tahu kemana tempat yang bisa ia tuju ketika sedih. Tempat itu pastilah tempat dimana Hwang Sera-nya berada.

15 menit kemudian, pintu kamar Sera terbuka. Membuat kepala Porsche dan Baekhyun tertoleh karena kaget. Sera berdiri disana, menutup pintu kembali.

“Kenapa belum pulang?”

“Porsche tidak membolehkanku pulang…”jawab Baekhyun bohong.

Sera memandangi Baekhyun yang bermain-main dengan Porsche, menggelitiki belakang kuping Porsche yang nampak senang sekali. Baekhyun tidak sadar ada yang aneh pada tatapan mata Sera. Mata yang berbinar-binar tadi entah pergi kemana.

“Kau mau bermalam disini?”tanya Sera.

“Ahaha, tidak-tidak… Aku akan pergi sekarang. Kali ini kau tidak perlu menyianyiakan tenagamu untuk mengusirku dan memukulku dengan sepatu, Sera-chan. Aku akan mundur dengan damai…”ujar Baekhyun sambil berdiri dan membalikkan tubuhnya menuju pintu balkon. “Jangan lupa mengunci pintu balkonnya…”

Tangan Sera tergerak, menahan lengan baju Baekhyun membuat lelaki itu menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Sera. Kata-kata Sera selanjutnya membuat Baekhyun terkesiap.

“Jangan—jangan pergi…”ujar Sera. “Kali ini, aku ingin bersamamu…”

“Ne?”

“Bermalam saja disini. Jangan pulang…”

“Yak! Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba…”

Kata-kata Baekhyun terhenti saat Sera menarik kaosnya. Lalu dirasakannya sesuatu yang hangat dan lembab menyentuh bibirnya dan wajah Sera begitu dekat dengan wajahnya. Hanya sekejap, lalu Sera melepas ciumannya dan menatap Baekhyun.

“Seperti yang kau bilang tadi, kita akan bersama-sama selama 100 tahun tanpa ada yang bisa memisahkan kita…”ujar Sera.

Baekhyun mengeryitkan dahinya, rasa-rasanya tadi kata-katanya tidak begitu. Tapi sejurus kemudian ia mengangguk. Dibelainya kepala Sera penuh sayang. “Eo. Bahkan sasaeng fans-pun tidak akan bisa menghentikan kita…”

Sera tertawa. Saat tawanya reda, Sera selangkah lebih mendekat kearah Baekhyun. “Bagaimana kalau kita lanjutkan yang tadi?”

“Hmm? Kau sekarang sudah berani menggodaku duluan, eo?”Baekhyun melingkarkan tangannya ketubuh Sera.

“Eo. Kau kira yang bisa melakukannya hanya dirimu?”

Baekhyun menyunggingkan smirknya,”Baiklah. Kita lihat bagaimana kau bisa menghandle ini, hime-sama…”ujarnya sebelum kemudian melumat bibir Sera.

Disaat aku terjatuh dan merasa terpuruk, kau memberiku kekuatan….

Jika ada kau disampingku, rasa-rasanya dunia pun bisa aku taklukkan dan tidak ada penderitaan…

Aku akan meraih mimpiku, tidak peduli dengan rintangan yang menghadang…

Menjadi seorang Byun Baekhyun yang besar dan dilimpahi cahaya…

Jadi suatu hari nanti, kau akan menjadi wanita paling bangga didunia karena bisa memilikiku…

 

You’re already doing it, just by being in the world
You are already someone’s miracle, a beautiful miracle
You will make someone smile today
We already know what we need to love
It is beginning in all the places you set your eyes on
Tomorrow will be even more dazzling
Because of you – there can be no greater love

 

— FIN (?) —

Eotte, yeoreobun?? Ada yang aneh? Mmm, author akan senang sekali jika kalian merasa ada yang aneh dan sadar kalau ada hal-hal yang nggak dijelaskan di-efef ini. Itu sebenarnya semacam sinyal untuk efef berikutnya, hehe^_^. Jadi, mungkin akan terjawab di’story yang lain?

RCL juseyooo…

Gamsahamnida en mianhae jika gak bisa bales komen kalian satu-satu…



Beauty & Beast – Chapter 12

$
0
0

BB

Beauty & Beast – Chapter 12

Author: Choi Seung Jin @kissthedeer

Genre: Fantasy, Historical, Supernatural, OOC, AU

Leght: Chaptered

Main Cast:

EXO in English Name

Cameo:

Victoria f(x) as Victoria

Prolog | Chapter 1 | Chapter 2 | Chapter 3 | Chapter 4 | Chapter 5 | Chapter 6 | Chapter 7 | Chapter 8 | Chapter 9 | Chapter 10 | Black Pearl | Chapter 11

  Note:

Sorry for typos

 ****

****

Untuk kesekian kalinya, Leo kembali membuka matanya yang sangat berat. Kesadarannya tidak bisa sepenuhnya terkumpul secepat biasanya. Butuh waktu berberapa menit untuknya agar benar-benar sadar.

Dalam waktu sepersekian detik, Leo berpikir dia ada di Rumah Sakit seperti yang sudah sering ia alami. Namun ia sadar kalau ia salah saat pandangannya menangkap gambaran langit-langit rumah biasa berwarna biru langit.

Leo mencoba untuk duduk meski rasa sakit dan pusing menyerang kepalanya seperti ribuan jarum yang menusuk hanya untuk tahu dia ada dimana. Dia ada di sebuah kamar. Bukan kamarnya ataupun kamar lain yang ada di asrama. Kamar itu tidak begitu besar namun terlihat nyaman.

Rasa penasarannya tidak habis sampai disini. Leo berusaha bangkit dari ranjang– yang entah punya siapa– demi mengetahui dimana dia berada sekarang. Dia takut, dia ada ditempat musuh dan sudah menjadi tawanan mereka. Jika hal itu benar, hal paling buruk yang mungkin terjadi adalah kekuatannya sudah diambil.

Dia berjalan menuju pintu dengan memegangi semua benda yang bisa ia gunakan untuk membantunya berjalan. Kursi, meja, bahkan lemari sampai ia berhasil meraih kenop pintu kayu berwarna coklat gelap. Dia langsung terjatuh tepat saat pintu terbuka.

“Astaga, Leo!” Suara laki-laki yang terdengar terkejut adalah suara yang pertama kali Leo dengar selama 10 menit terakhir. Laki-laki itu membantu tubuh Leo yang sedang bersusah payah untuk bangun dengan kondisi yang masih lemah.

“Paman?” Kata Leo pelan. “Bukannya paman ini—”

“Kita bisa bicarakan nanti.” Laki-laki itu cepat menuntun Leo kembali ke ranjang yang sebelumnya digunakan oleh Leo selama tidur panjangnya di rumah ini berberapa hari belakangan.

“Istirahatlah dulu. Keadaanmu belum sepenuhnya pulih.”

Leo hanya menurut saja untuk kembali berbaring di atas ranjang asing yang ada di rumah yang juga asing.

“Bukannya paman ini ayahnya Amy? Benar, kan?” Ucap Leo yang berhasil mengenali sosok laki-laki yang ada di hadapannya.

“Kita pernah bertemu, kan? Saat kau mengantarkan Amelia pulang,” kata Mr. George seraya menarik sebuah kursi ke sisi ranjang.

“Sudah berapa lama aku disini? Apa yang terjadi?” Tanya Leo bingung. Dia hampir tidak bisa mengingat apa yang terjadi sampai dia ada di rumah Amy dan… “Apa yang lain tahu aku disini?”

“Kau sudah hampir 3 hari disini. Aku menemukanmu tergeletak pingsan ditengah jalan saat hujan deras. Kau benar-benar tidak ingat?” Ujar Mr. George. Leo menggeleng pelan sedikit ragu. Dia bingung bagaimana bisa dia tergeletak begitu saja di tengah jalan saat terjadi hujan deras. “Tidak ada yang tahu kau disini. Bahkan Jim temanku. Aku sengaja tidak memberi tahu mereka.”

Mr. George beranjak keluar sebentar, mengambil sepiring roti dan segelas air. Hanya itu yang bisa ia hidangkan untuk Leo. Dia tidak bisa memasak. Bahkan untuk memasak bubur saja dia tidak bisa. Satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah membeli makanan, seperti roti ini.

“Makanlah ini. Kau sudah hampir seminggu tidak makan,” ucapnya sambil memberikan piring berisikan roti itu kepada Leo.

“Apa yang terjadi padaku?” Tanya Leo lagi. Wajar saja dia banyak bertanya seperti orang yang habis lupa ingatan. Dia, kan sudah tak sadarkan diri selama hampir 6 hari.

“Tenagamu habis. Kekuatanmu juga melemah. Hal itu membuatmu tak sadarkan diri seperti orang mati selama berhari-hari. Jim sempat panik karena kau tiba-tiba kabur dari Rumah Sakit dan menghilang. Sampai kau ku temukan pingsan di tengah hujan badai di malam kau kabur,” kata Mr. George menjelaskan.

“Aku…kabur?” Ulang Leo seakan kaget.

“Iya. Kau tidak ingat?” Leo menggeleng cepat. “Tapi setidaknya ada kabar baik dari salah satu temanmu.”

“Kabar bagus apa?”

“Temanmu Edison sudah kembali…” Kata Mr. George. “…dari masa lalu,” sambungnya.

“Kapan dia kembali?” Tanya Leo terdengar kaget.

“Dua hari yang lalu. Dia pergi ke masa lalu untuk mempelajari tentang Mortem dan membuat ulang pedangnya dengan perak murni. Saat dia kembali, sebenarnya dia mencarimu, tapi kau sudah tidak ada,” ujar Mr. George menjelaskan.

“Aku harus kembali ke sekolah—” Leo mencoba berdiri lagi, namun Mr. George segera menahannya.

“Jangan! Kau harus tetap disini!” Cegah Mr. George.

“Tapi sampai kapan, paman?” Tanya Leo.

“Sampai waktu yang tepat, tentunya. Bahkan saat perang terjadi kalau perlu.”

****

Jarum jam hampir menunjukkan pukul 3 sore. Sebentar lagi bell pelajaran selesai akan segera berdering. Kevin berdiri dan menunggu di depan kelas bahasa, kelas yang ia yakini di dalamnya ada Jessica yang duduk di salah satu kursi dan sedang belajar bahasa Inggris sesuai jadwal gadis itu setiap hari Selasa.

Kevin berniat meminta maaf pada gadis itu atas sikapnya berberapa waktu lalu. Dia yakin, dia telah menyakiti hati Jessica karena kata-kata kasarnya. Hal ini selalu menggangu hatinya selama berhari-hari meski dia berusaha melupakannya. Dia tidak bisa hidup tenang jika belum mendapatkan maaf dari gadis itu.

Dia terus melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, menunggu sampai jarum panjang tepat menunjuk angka 12. Dia gelisah sekaligus gugup. Bahkan dia takut jika apa yang ia dapat nanti tidak sesuai dengan harapannya.

Kevin berniat menunjukkan apa yang ada di dalam dirinya jika Jessica tidak bisa atau bahkan tidak mau memaafkannya. Dengan begitu mungkin Jessica akan mengerti kondisinya sekarang yang membuat mereka tidak bisa terus bersama.

Diliriknya lagi arlojinya yang masih menunjukkan waktu 14.56 yang artinya kurang dari 5 menit lagi bell akan segera berbunyi dan kelas dibubarkan. Dia semakin gugup. Jantungnya berdebar tak menentu, membayangkan ekspresi gadis yang selama hampir 15 menit ditunggunya melihat wajahnya yang berdiri di depan pintu dan menunggu gadis itu.

.

.

Kringg… Kringg… Kringg…

.

.

Bell berdering tiga kali menandakan pelajaran telah selesai untuk hari ini. Kevin bersiap menghadapi Jessica saat gadis itu keluar melawati pintu kelas. Mencoba meminta maaf dan menjelaskan semuanya.

Pintu kelas bahasa terbuka dan murid-murid lain mulai keluar melewati pintu itu. Kevin memperhatikan satu-persatu anak yang keluar, namun tak satupun dari mereka adalah Jessica. Dia berusaha mencari dengan teliti namun gadis itu tetap tidak ada. Sampai dia melihat Victoria, salah satu teman terdekat Jessica.

“VICT!” Teriak Kevin memanggil seorang gadis berambut coklat bergelombang yang poninya diikat ke belakang.

“Lho? Kevin? Ada apa?” Kata gadis itu. Victoria menghampiri pria jangkung yang sudah lama berdiri di depan pintu.

“Jessica mana?” Tanya Kevin langsung.

“Jessica sudah lebih dari seminggu tidak masuk sekolah.”

“What?” Ucap Kevin spontan karena kaget. “Seminggu?”

“Iya. Sudah lebih dari seminggu dia tidak masuk sekolah. Bahkan tidak kembali ke asrama. Kupikir dia keluar dan pindah sekolah, tapi dia tidak memberi kabar sama sekali,” ujar Victoria.

Kevin shock berat seakan kepalanya baru saja dipukul secara keras dengan sebuah benda berat. Dia tidak bisa berkata apa-apa saat tahu kalau Jessica sudah pindah sekolah. Dia bahkan belum sempat minta maaf pada gadis dan gadis itu sudah pergi.

“Kau…tidak tahu dia pindah kemana?” Tanya Kevin masih dalam keadaan shock.

“Sudah ku katakan tadi. Dia sama sekali tidak memberi kabar,” kata Victoria. “I’m sorry.”

Kevin kini dilanda kesedihan yang bercampur dengan rasa galau dan menyesal. Dia merasa Jessica pergi akibat perlakuannya sendiri pada gadis itu. Dia memang telah melakukan hal yang kejam pada seorang gadis yang dicintainya. Dan sekarang dia hanya bisa menyesalinya saat gadis itu telah pergi. Bahkan untuk sekedar minta maaf pun dia sudah tidak punya kesempatan.

“Kevin,” panggil Victoria sebelum laki-laki jangkung itu melangkah meninggalkannya.

Kevin berbalik dan menrespon panggilan itu. “Ya?”

“Hmm.. Apa Will baik-baik saja? Sejak kematian Amy, dia tidak pernah mau bicara kecuali jika disuruh oleh guru. Apa dia masih sedih?” Victoria terlihat khawatir saat menanyakan keadaan Will yang terkesan jadi pendiam sejak kematian Amy. Sudah menjadi rahasia umum kalau Victoria menyukai Will sejak kelas 10 sampai sekarang. Namun gadis itu selalu merasa tidak punya kesempatan karena Will lebih menyukai Amy.

“Dia baik. Dia hanya sedikit shock. Dia akan baik-baik saja. Tak perlu khawatir, Vict.” Kevin memaksakan untuk tersenyum supaya gadis yang ada dihadapannya tidak merasa sedih seperti apa yang ia rasakan sekarang, mencoba menghibur diri dengan cara menghibur orang lain. Karena hal itu dapat meringankan rasa sakit yang menyerang hatinya.

****

Seharian ini, Leo hanya bisa berbaring di atas ranjang. Mr. George melarangnya untuk beranjak dari tempat tidur, apalagi untuk keluar kamar. Dia masih harus banyak istirahat dan mengembalikan seluruh kekuatannya yang sempat hilang.

Sebenarnya, dia sendiri penasaran kamar milik siapa yang ia tempati sekarang. Pada awalnya dia mengira kamar ini adalah kamar Mr. George. Tapi jika diperhatikan lagi…

Kamar ini terlihat terlalu feminim untuk Mr. George. Ada berberapa barang yang biasanya hanya dimiliki oleh anak perempuan. Patung unicorn kecil, buku-buku cerita, dan sebuah dream catcher. Di salah satu sisi kamar ada sebuah meja dengan sebuah kursi berwarna putih. Di atas meja itu ada berberapa buku dan sebuah kamera polaroid.

Apa jangan-jangan kamar ini adalah kamar Amy? Satu-satu perempuan yang pernah tinggal di rumah ini, kan hanya Amy. Dan Leo baru menyadari itu.

Kamar ini benar-benar kamar Amy. Leo tambah yakin saat melihat sebuah figura kecil di atas meja yang menampilkan sebuah foto Amy dan Mr. George. Mereka berdiri berdampingan. Amy mengenakan seragam sekolah. Rambutnya masih sama, pirang ikal yang ditata rapi, terlihat cantik seperti biasanya. Gadis itu tersenyum, begitu pula Mr. George.

Dalam hatinya, Leo sangat merindukan senyuman itu. Bahkan saat terakhir dia melihat Amy, dia sama sekali tidak melihat gadis itu tersenyum. Yang dilihatnya saat itu adalah kesedihan dan air mata.

Amy’s Daily Journal. Sebuah judul buku berhasil menarik perhatian Leo. Buku itu berwarna biru dengan tulisan bertinta hitam diatasnya. Ini buku diary Amy. Ingin rasanya Leo membaca buku itu.

20st December, 1982

Hari ini aku bertemu dengan Leo di hutan. Dia murid baru di kelasku. Dia adalah orang yang baik dan enak diajak ngobrol. Dia berasal dari London, tempat yang selama ini ku mimpikan untuk pergi.

By the way, salju pertama tahun ini jatuh di hidung Leo. Berbeda sekali dengan tahun kemarin. Tahun kemarin, salju pertama yang turun tahun lalu tidak sengaja diinjak oleh Will. Ha ha ha..

Leo berjanji ingin mengajakku ke London dan melihat Big Ban. Aku senang sekali. Semoga dia bisa menepati janjinya.

Hari ini akan menjadi hari yang indah, tapi Will marah padaku. Dia marah karena aku tidak melewatkan malam turunnya salju dengannya dan memilih bersama Leo. Sebenarnya itu salahnya sendiri. Dia bilang, dia tidak bisa pergi ke hutan bersamaku. Tapi tiba-tiba dia datang ke hutan dan marah.

.

26th December, 1982

Hari ini sangat menegangkan. Seorang vampire bernama Sulli menyerangku dan Leo. Leo terluka parah dengan tulang punggungnya yang retak dan hampir patah. Beruntung, vampire itu tidak bisa melukai ku. Tapi hal itu harus membuat Leo dirawat di Rumah Sakit selama berberapa hari.

Leo dan Will ternyata adalah werewolf. Mereka bisa berubah menjadi serigala raksasa yang mengerikan. Tapi hari ini Will menunjukkan kalau dia bukan werewolf yang berbahaya. Dia bersikap seperti anak anjing di depan ku. Dia sangat lucu.

.

15th January, 1983

Rahasia ku terbongkar. Semua tahu aku half-vampire. Bahkan Leo sekarang membenciku. Padahal Will sudah berusaha melindungi rahasia ku ini. Seandainya Leo bisa mengerti dan tahu kalau aku bukan bagian dari para vampire…

.

Diary itu habis sampai disitu. Tidak ada lagi selain catatan tanggal 15 Januari. Hari itu memang hari dimana Leo tahu tentang Amy yang sebenarnya. Seharusnya dia tahu kalau Amy bukan bagian dari para vampire itu. Seharusnya juga dia tahu bagaimana perasaan gadis itu saat tahu kalau dia membecinya.

“Bodoh..” Gumam Leo menghina kebodohannya sendiri. Dia merasa kalau dia adalah manusia paling bodoh yang pernah ada di bumi ini.

“Kau tidak bodoh, nak.”

Mr. George—entah sejak kapan berdiri di depan pintu—menanggapi sebuah kata yang baru saja keluar dari mulut Leo. Dia menghampiri Leo yang kaget melihat kedatangannya yang terkesan tiba-tiba.

“Paman…” Kata Leo.

“Amy anak yang baik. Aku bersyukur bisa mempunyai malaikat kecil yang selalu bisa membuat hatiku senang,” ujar Mr. George melihat Leo sedang membaca diary anak perempuannya yang kini telah tiada.

“Aku tidak bermaksud membacanya—” kata Leo yang kembali menutup buku diary berwarna biru itu.

“Tak apa. Amy selalu melarangku untuk membaca buku itu. Tapi sekarang dia sudah tidak ada. Apa salahnya kan jika buku itu bisa aku ataupun kau baca.” Mr. George terkekeh, membayangkan saat-saat dimana Amy akan selalu marah jika ayahnya menyentuh buku diary itu. Hal itu salah satu kenangan yang tidak bisa Mr. George lupakan. “Lagipula, dia meninggalkan sesuatu untukmu. Aku selipkan di halaman paling belakang.”

Mendengar hal itu, Leo langsung membuka halaman paling belakang buku biru itu. Sebuah kertas yang lipat terselip disana seperti yang dikatakan Mr. George. Sebuah surat terakhir yang dibuat Amy, yang hanya ditujukan untuk Leo, orang yang tidak bisa ia temui disaat-saat terakhirnya.

.

Leo, aku minta maaf.

Aku minta maaf karena tidak jujur padamu.

Jika saja kamu bisa mengerti.

Aku mohon, jangan membenciku.

Don’t hate me.

Aku bukan vampire jahat.

.

Isi surat ini sangat singkat. Enam kalimat, namun setiap kalimat memiliki makna yang dalam tentang perasaan seorang Amy. Amy sedang menangis sangat menulis surat ini. Terlihat dari bekas tetesan seperti air yan sudah mengering. Kertasnya pun sedikit rusak karena basah.

“Aku… Aku salah. Aku salah tentangnya,” gumam Leo penuh penyesalan setelah membaca surat itu. Dia telah salah menilai. Kebenciannya pada vampire membutakan pandangannya pada sosok Amy yang tak berdosa dan sekarang yang bisa ia lakukan hanya menyesali perbuatannya yang tidak bisa diperbaiki karena waktu tidak akan pernah bisa diulang.

“Malam itu, Amelia pulang. Dia terlihat sangat sedih sampai akhirnya dia menangis. Dia bilang, kau marah padanya,” ujar Mr. George.

“Jujur saja. Malam itu adalah malam terakhirku melihat Amelia dalam kondisi hidup.”

Mr. George mulai menangis jika terus mengingat Amy yang kini hanya tinggal kenangan. Anak satu-satunya yang ia miliki sudah pergi ke tempat yang lebih baik, meninggalkannya sendirian menyusul ibunya yang sudah pergi lebih dulu.

“Aku ingat…saat aku pertama kali menggendongnya. Dia begitu manis dan cantik seperti ibunya. Dia menangis saat itu, tentu saja.

“Ibunya Amelia saat itu sedang pergi untuk mengembalikan berberapa buku yang ku pinjam dari perpustakaan desa. Aku sudah katakan padanya agar aku saja yang mengembalikan buku-buku itu, tapi dia memaksa karena dia tahu sedang sibuk.

“Seorang vampire bernama Sulli menyerang istriku yang sedang hamil 8 bulan. Racunnya cepat menjalar sampai ke bayi yang dia kandung. Dia meninggal karena racun yang infeksikan Sulli terlalu banyak sehingga membunuhnya. Bayiku selamat, tapi dia mengalami kelainan. Racun vampire berhasil menginfeksi bayiku dan membuatnya menjadi setengah vampire.

“Jim, sebagai teman lamaku menuntunku untuk tetap membesarkan bayi kecilku. Dia memberitahuku semua yang harus ku lakukan. Dia juga yang menyuruhku untuk menyekolahkan Amelia di tempatnya dan terus memantau perkembangan Amelia dari tahun ke tahun.

“Amelia tumbuh dengan baik. Rasa hausnya akan darah sangat mudah dikendalikan, setidaknya jika dia minum darah secara berkala dan teratur. Padahal… tahun ini adalah tahun dimana pertumbuhan dan penuaannya berhenti. Dia akan terus terlihat seperti anak 17 tahun selama hidupnya yang akan sangat panjang.

“Aku mendengar tentang tindakkan Sir Arthur yang mengurung 12 monster di dalam jiwa 12 bayi laki-laki. Ku pikir hal itu sangat baik karena dengan begitu Amelia jadi punya teman yang juga sama-sama berbeda. Lalu dia bertemu William di kelas 3. Saat William tahu kalau Amelia adalah setengah vampire, bukannya marah ataupun takut, dia justru senang dan kegirangan. Saat itu mereka masih kelas 5. William bilang, dia senang punya teman yang setengah vampire karena dia suka dengan vampire.

“Tapi sayangnya Amelia pergi sangat cepat. Dia belum sempat menjelajah dunia yang luas ini. Dia sangat senang saat kau berencana mengajaknya ke London. Aku sengaja tidak pernah membawanya ke London karena aku khawatir terjadi sesuatu hal yang tidak menyenangkan terjadi saat kami tiba di London.”

Mr. George menghentikan ceritanya. Rasanya cukup untuk mengeluarkan semua curhatannya yang jika terus diingat akan terasa menyedihkan. Dia menghapus air matanya yang sudah berberapa kali jatuh dari matanya dibalik sepasang kacamata bulat.

“Saya… Saya minta maaf, paman. Jika saja saya tidak keras kepala, mungkin—” Leo merasa sangat bersalah. Jika saja dia tidak keras kepala, mungkin Amy masih hidup sekarang.

“Kau tidak salah. Tidak ada yang bisa disalahkan. Ini semua, mungkin sudah takdir,” kata Mr. George yang terdengar sudah pasrah. Dia tidak ingin memikirkan tentang penyesalan lagi.

“Aah!” Tiba-tiba Leo merintih kesakitan. Kepalanya terasa sakit seperti habis disambar petir besar.

Mr.George yang melihat hal itu langsung panik. “Leo, kau kenapa?”

.

Amy berdiri dihadapan dua orang vampire yang sudah siap untuk mencabut nyawanya. Minho mengacungkan sebuah belati perak lurus mengarah ke tempat jantung Amy berada.

“Kau tetap akan menyerang teman-temanku jika aku sudah mati?” ucap Amy dengan tatapan tajam pada malaikat pencabut nyawanya.

Minho tersenyum sinis. “Tentu saja. Rencanaku akan terus berjalan. Ku harapa mereka siap saat bulan menghilang nanti.”

.

Pikiran Leo memutar sendiri bagian ingatan terakhir Amy yang sudah tersimpan di otaknya. Bagian dari rencana Minho berhasil diketahui. Namun Leo sendiri tidak cukup kuat untuk memutar semua ingatan Amy. Hal itu karena kekuatan belum sepenuhnya kembali.

“Ada apa? Apa yang kau lihat?” tanya Mr. George yang mengetahui kalau Leo sedang melihat sesuatu.

“Apa yang dimaksud bulan menghilang?” tanya Leo sebagai jawaban untuk Mr. George. Sesuatu tentang bulan menghilang adalah kunci hari serangan para vampire.

“Bulan hilang? Kenapa dengan bulan menghilang? Apa ada hubungannya dengan Minho?” ucap Mr. George.

“Minho… Dia akan menyerang saat bulan menghilang.”

****

“BULAN MENGHILANG??” ucap kesebelas Wolf Boys serentak. Mereka berkumpul di ruang kepala sekolah dengan Mr. George dan Pak Jim.

Setelah Mr. George memberitahukan tentang informasi yang dia ketahui, Pak Jim segera megumpulkan kesebelas Wolf Boys dan membicarakan tentang informasi ini. Informasi yang mengatakan kalau Minho akan menyerang pada hari dengan petunjuk ‘Bulan Menghilang’.

“Maksudnya bulan menghilang apa?” tanya Bernard bingung.

Pak Jim terlihat sedang berpikir keras tentang petunjuk ganjal itu. Apa maksudnya bulan menghilang dan dalam artian apa ‘menghilang’ dalam hal ini. Tidak mungkin jika yang dimaksud adalah Minho berusaha menghilangkan bulan yang besarnya luar biasa di galaxy sana.

“Apa mungkin maksudnya saat posisi bulan, bumi dan matahari sejajar?” celetuk Kevin menganalisis.

“Maksudnya?” ucap Richard tidak mengerti.

“Ada saatnya dimana posisi bulan, bumi dan matahari berada dalam posisi sejajar. Pada saat seperti itu bulan terlihat seakan menghilang karena cahaya matahari yang seharusnya terpantul pada bulan tertutup oleh bayangan bumi. Hal ini juga biasa disebut gerhana bulan total,” kata Edison menjelaskan apa yang dimaksud Kevin atau lebih tepat dengan gerhana bulan.

“Mungkin Minho mengincar kelemahan kita saat tidak ada yang namanya bulan karena kekuatan kita berasal dari bulan,” sambung Edison lagi.

“Ya. Mungkin itu lah rencana,” kata Pak Jim setuju dan sependapat bahwa Minho akan menyerang saat bulan purnama dimana itu adalah kelemahan para werewolf.

Berberapa dari wolf Boys kaget. Jika tidak ada bulan dan kekuatan mereka melemah, bagaimana mereka melawan Minho? Bisa-bisa mereka kalah.

“La..lu, bagaimana jika hal itu benar-benar terjadi dan kita kalah?” kata Thomas yang terdengar  takut.

“Gerhana bulan biasanya diiringi dengan gerhana matahari. Jika seandainya Minho menyerang saat gerhana bulan terjadi, kita bisa mengulur waktu sampai gerhana matahari,” ujar Will memberi usul.

“Kita tidak bisa mengulur waktu sebanyak itu. Jika benar akan ada gerhana matahari setelah gerhana bulan, sangat sulit untuk mengulur waktu sebanyak itu hanya untuk mendapat kekuatan bulan kembali,” kata Alex mengungkapkan ketidaksetujuannya.

“Kita masih punya kesempatan,” celetuk Francis ditengah kekhawatran 13 orang di ruangan ini. “Tidak adanya bulan hanya melemahkan kita dalam berubah menjadi werewolf, kan? Itu artinya kekuatan kita tidak akan ikut melemah. Kita masih bisa mengalahkan mereka.”

Yang dimaksudkan Francis adalah gerhana bulan hanya akan melemahkan mereka untuk berubah menjadi serigala raksasa. Namun tidak dengan kekuatan supranatural mereka yang tidak akan pernah terpengaruh oleh adanya bulan atau tidak.

“Lalu, kapan gerhana bulan itu terjadi?” tanya Stephan.

“It’s three days left!” seru Donald sambil menunjukkan halaman depan sebuah koran yang bertuliskan besar ASTRONOMI: GERHANA BULAN 3 HARI LAGI.

To be continue

 

****

Annyeong readers^^ Jinnie pacarnya Luhan yang cantik kembali lagi #plakk #bubar

Jengg.. Jengg… Jengg… Gimana chapter 12 nya? Tambah bikin penasaran gak? Semakin mendekati Final Chapter nih^0^ Chapter 14 adalah Finalnya!!! Yang udah gak sabar mana suaranya???!!! ^0^)/ Kalau jadi, nanti Jinnie mau buat Epilog setelah chapter 14. Tapi itu kalau readers mau^^

Jinnie mau diem dulu ah buat final chapterya biar readers pada penasaran. Jinnie gak akan keluarin bocoran2 biar readers tambah penasahan^^ *ketawa evil* hahahahah…

See you on next chapter^^


[FREELANCE] Unpredictable Winter

$
0
0

Unpredictable winter connnnver copyerf4

[ Title ]

Unpredictable Winter

[ Author]

Didoots

[ Length]

Oneshoot

[ Genre ]

Romace

[ Rating ]

PG-17

[ Main cast ]

Oh Sehunas Sehun (EXO)

Cho Sora

[ Disclaimer ]

Sorry for the typo! Namanya juga manusia tidak ada yang tidak mempunyai salah mohon dimaafkan, dan kesamaan tokoh atau alur cerita itu adalah hal yang tidak saya ketahui yang mengetahui hanya readers dan Tuhan.

FF ini sudah pernah dipublish, jika melihat FF ini ditempat lain itu bukan plagiator. Tapi jika melihat ff ini dengan berbeda nama author mungkin itu adalah plagiator.

 

This Fanfiction Pour mine!

 

PLAGIATOR!! HATERS AND SIDERS? GO AWAY!!!

 

- Happy Reading Guys! -

 

 

Sora POV

Aku sedang menyusuri pagi hari ku ini dengan senyuman. Seperti biasa aku berangkat ke sekolah menggunakan bus, aku berjalan dihalte lalu menunggu bus yang setiap 8 menit sekali akan lewat.

Aku duduk di bangku yang tersedia di halte, hanya aku disini, benar memang hanya ada aku di halte ini karna jam menunjukan jam yang tidak masuk akal untuk ukuran seorang siswi yang masih bersekolah berangkat dijam yang pagi buta seperti ini. Tapi aku sangat menyukai berangkat kesekolah pagi-pagi karena aku bisa melihat matahari bersinar dan tentu agar bus tidak penuh.

Aku masih dengan setia menunggu bus ku itu, tapi kini aku tidak sendiri seorang namja baru saja duduk disampingku sambil membaca buku. Aku kenal namja ini tapi aku hanya sekedar kenal namanya, karna aku bisa melihat namanya dari nametag yang dia gunakan. Dan kebetulah dia adalah sunbaeku.

Aku tidak pernah menyapanya,atau sekedar memberi senyuman padanya, dia lebih asik membaca bukunya itu dibandingmelihat lingkungan sekitanya, itu menurut pandanganku. Menurut penglihatanku, banyak yeoja yang menaiki bus dan jika mereka melihat sunbae itumereka akan memuji keimutan wajahnya dan tentu aku membenarkan juga pendapat dari para yeoja-yeoja itu.

Bus ku datang aku berdiri lalu masuk ke dalam bus, seperti biasa aku akan memilih tempat didekat jendela, karena pemandangan akan terlihat indah. Saat sampai tujuan, aku mengendarkan pandanganku keseluruh dalam bus, sunbae yang bersamaku di halte tadi tengah bersender didekat jendela sambil tertidur pulas, aku tidak tega jika melihatnya. Aku bukan orang jahat yang hanya memperhatikan tapi tidak membangunkannya.

Author POV

“hm sunbae-nim, ireona palliwa” Sora menguncang-guncangkan tubuh namja itu dengan lembut.

“sunbae-nim ireona” Sora masih berteriak sambil mengguncang tubuh namja yang tidak meresponnya itu. Sora mendengus kesal.

Akhirnya dengan perjuangan yang kuat Sehun bangun dari alam mimpinya itu, dia segera megusap matanya menggunakan punggung tangannya, Dia mencoba mengembalikan nyawanya yang tadi sedang terbang dialam mimpi itu. Dia mencari orang yang membangunkannya dari tidur singkatnya itu, tapi orang itu telah menghilang. Tapi setelah itu ia tersenyum bahagia.

Saat Sehun bangun Sora langsung turun dari bus dia berjalan menyusuri gerbang sekolah yang jaraknya dengan halte lumayan jauh. Butiran-butiran salju tengah turun, Sora mengangkat tangannya mencoba mengambil butiran halus itu. Sora memang mencintai salju, menurutnya salju adalah sesuatu yang unik salju berbentuk putih lembut tapi dia itu adalah air.

Dibelakang Sora, kini Sehun tengah berjalan mengikuti setiap langkah yang Sora ambil. Dia sedikit binggung melihat yeoja didepannya yang sedang menagkap butiran salju, ‘seperti anak-anak saja’ gumannnya dalam hati. tapi Sehun tersenyum setelah berbicara itu.

**

Bel telah berbunyi Sora dengan cepat membersekan buku dan barang-barangnya yang masih berserakan dimejanya itu, setelah dipikiranya rapih dia segera keluar kelas. Sora sedang menyusuri koridor, dan dia melewati lapangan indoor mata ekornya menangkap sunbae yang dia bangunkan tadi pagi.

Sora menghentikan langkahnya, dia menatap Sehun yang sedang mengeshoot bola basket ke ringnya. Sora begitu terpesona dengan permainan Sehun, sebenarnya Sora ingin sekali bisa bermain basket hanya saja ekskul basket sekolah ini hanya untuk orang yang terkenal dan cantik atau tampan. Jadi Sora mengurungkan niatnya itu untuk masuk kedalam ekskul basket.

Saat dia sadar dengan lamunannya Sora kembali berjalan tapi langkahnya terhenti lagi ketika melihat sebuah dompet yang tergeletak dilantai. Sora segera megambil dompet itu, lalu mencoba mencari pemilik dompet ini. Saat tau pemilik dompet itu, hati dan otak Sora beragurmentasi hebat.

Identitas pemilik dompet itu adalah Oh Sehun dengan sebuah foto yang terdapat di dompet itu. Sora hanya binggung apa yang dia harus lakukan, apakah dia harus ke lapangan basket itu atau dia menunggu Sehun keluar, tapi jika Sora menunggu Sehun dia akan pulang larut malam. Akhirnya keputusan Sora adalah menunggu Sehun keluar.

Sudah sekitar 25 menit Sora duduk di bangku halte, dia tau Sehun akan pulang menggunakan bus jadi Sora mencoba menunggu Sehun disana. Dingin, ya itulah yang Sora rasakan padahal dia telah menggunakan jaket entah kenapa dia tetap merasa dingin. Tapi dia menguatkan diri untuk niat baiknya. Akhirnya sosok yang dia tunggu menampakan batang hidungnya, selengkungan senyum terukir di bibir Sora. Ketika Sora ingin memberikan dompet itu tiba-tiba saja rasa gugup menjalar disekujur tubuh Sora. Tubuhnya berkeringat ada rasa takut yang menjalar disekitar tubuhnya. Dia kembali menguatkan dirinya.

“Sehun Sunbae-nim…” sapa Sora ragu.

Sehun menoleh lalu mengangkat kepalanya seperti memberikan isyarat bahwa dia menganggapi perkataan Sora.

“apakah ini dompemu?” Sora memberikan dompet Sehun dengan ragu.

“ah ne, kau menemukannya dimana?” tanyannya antusias.

“tadi aku menemukannya di depan lapangan indoor sunbae-nim” Sehun menganggukan-agukan kepalanya mengerti.

“ah kamsahamnida” Sehun memberikan senyuman andalannya sambil membungkukan tubuhnya. Dan hal itu dibalas dengan hal yang sama oleh Sora.

“apakah kau disini menungguku? Bukanya kau harusnya sudah pulang?” pertanyaan itu sontak membuat Sora menunduk malu. Sehun pun tersenyum melihat tingkah malu Sora.

“ah, ne aku memang menunggu Sunbae-nim disini karena menurutku jika sunbae-nim pulang tidak ada dompet bagaimana bisa pulang” Jelas Sora.

“ah arraseo, oh iya perkenalkan naneun Oh Sehun Imnida aku kelas 3A” Sehun memberikan jabatan tangannya kepada Sora dan Sora memberikan uluran tangan Sehun. ‘dingin sekali tangan yeoja ini’ batin Sehun.

“Na Cho Sora Imnida aku kelas 2B” Jelas Sora sambil memberikan senyumannya itu.

“tanganmu dingin sekali” Ucap Sehun, dan Sora hanya menganggukan kepalanya. Setelah itu Sehun menarik tangan Sora lalu menggengamnya. Sora hanya dapat mengagakan mulutnya karna perlakuan Sehun yang terlalu tiba-tiba ini.

Tangan Sehun sekarang tengah sibuk mengesek tangan Sora yang beradu dengan tangan Sehun dan hal itu menimbulkan rasa hangat di sekujur tangan Sora. Setelah itu Sehun langsung mendekap Sora kedalam pelukannya dan dia mengeratkan pelukannya pada Sora. Sora merasa nyaman dan hangat tidak ada rasa canggung dihatinya.

“sudah lebih baik?” Tanya Sehun. Sora mengangguk didalam pelukan Sehun.

Tiba-tiba ponsel Sehun berbunyi otomatis Sehun melepas pelukan yang terasa hangat itu. Sora hanya memberikan senyum kikuknya saat Sehun memberi isyarat untuk menunggunya.Saat Sehun Selesai hanya ada kesunyian menyelimuti mereka.

Akhirnya mereka kembali dengan pikiran masing-masing tapi mata Sora diam-diam melirik kearah Sehun lalu dia tersenyum malu-malu.Bus yang akan dinaiki Sehun dan Sora kini tiba, tapi tumben sekali bus ini ramai, hal itu bisa dilihat betapa penuhnya orang didalam, tanpa pikir panjang Sora masuk kedalam bus diikuti oleh Sehun dibelakangnya.

Awalnya Sora tidak ingin menaiki bus itu hanya saja waktu sudah menunjukan pukul 7 bisa-bisa kedua orang tuanya khawatir dengan Sora. Tangan Sora mulai dia kibaskan layaknya sebuah kipas. Panas? sungguh panas dan penuhnya bus ini. Sora hanya bisa menahan nafasnya karna disekelilingnya banyak bau yang tidak Sora inginkan.

Sora melihat kearah Sehun, begitulah mungkin namja dingin apakah dimana-mana akan bersikap seperti itu. Sehun hanya memandangi jalan tanpa memberikan ekspresi apa-apa. Telingannya dipasangkan earphone dan dia sedikit bersenandung dan ditangannya sudah terpapah sebuah novel yang mugkin sedang Sehun baca.

Sehun yang merasa ada yang memperhatikannya mulai menoleh kearah sang pemilik mata. Sehun menatapnya binggung, Sora pun sepertinya tidak menyadari bahwa Sehun sedari tadi telah menyadari bahwa kedua mata Sora memperhatikan Sehun.

Sehun melambaikan tangannya didepan Sora. Saat sadar dengan aktivitasnya, Sora menjadi salah tingkah pipinya merona karena tertangkap basah sedang memperhatikan Sehun.

“ada apa? dari tadi aku perhatikan kau memperhatikan aku terus? Apakah aku setampan itu?” Ucap Sehun sambil memberikan senyum manisnya. Dan tentu Sehun menatap Sora dengan tatapan yang membuat seorang yeoja akan meleleh layaknya lilin jika mendapatkan senyuman Sehun seperti itu.

DEG…..DEG….DEG

Seperti itulah jantung Sora saat Sehun berkata seperti itu, Sora sedikit binggung dengan jantungnya yang tiba-tiba berdetak cepat itu, ‘apakah aku menyukainya?’ batin Sora. ingin rasanya dia turun untuk menghindari tatapan Sehun itu,tapi apa daya pasti Sehun akan curiga jika Sora turun bukan dihalte yang biasa mereka bertemu.

“hyakk! Kau malah diam lagi!” Omel Sehun karna ucapannya belum di gubris oleh Sora.

“ah Mianhae Sehun sunbae-nim, aku hanya binggung kenapa sunbae-nim sepertinya menikmati panas dan sempitnya bus ini” Bohong Sora.

“mwo? kau mau tahu? Mendekatlah..” Sehun sedikit menarik tangan Sora mendekat padanya.

Dengan bodohnya Sora menuruti permintaan Sehun untuk mendekat, semakin mendekat dan nafas Sehun dapat terasa di telingan Sora, terasa geli dan hangat. Tiba-tiba benda putih yang biasa disebut earphone dipasangkan oleh Sehun ditelinga Sora.

Sora yang terkejut langsung menoleh kearah Sehun dengan tatapan binggung, cukup lama Sora menatap Sehun sampai akhirnya CHU. Tiba-tiba saja bus yang ditumpangi Sehun dan Sora berhenti tiba-tiba dan hal itu membuat insiden yang membuat Sora menyemburkan merah dipipinya.

Sora merasakan sesuatu yang tipis dan lembut menyentuh bibirnya itu, dan tangan seseorang tengah melingkar di pinggul Sora untuk membantu menahan tubuh Sora agar tidak jatuh didalam bus.

Setelah insiden itu Sehun dan Sora saling menatap, 1 menit, 2 menit,sampai 5menit mereka masih menatap dan sibuk oleh pikiran masing-masing atau bisa dibilang pikiran mereka memikirkan insiden yang baru saja mereka alami.

Saat sadar Sehun segera melepas tangannya yang melingkar dipinggul Sora, dan Sora pun langsung mengalihkan pandangannya sambil mengatur nafasnya karna terlalu gugup menatap Sehun.

Selama perjalanan berlangsung mereka hanya diam dan kembali disibukan oleh aktivitas masing-masing, Sehun kembali sibuk dengan novelnya dan Sora sibuk dengan pikirannya. ‘apakah tadi itu bibir Sehun, apakah tadi aku…..’ Sora memukul kepalanya berkali-kali karna menurutnya otaknya sedang tidak beres dia berpikiran yang tidak-tidak. Sora berpikir apakah tadi dia benar merasakan bibir Sehun walau hanya mengecup.

Sora dan Sehun turun dari bus, setelah turun Sora langsung menuju tempat duduk di halte, dia mencoba mengatur nafasnya karna terlalu dikit oksigen di dalam bus tadi. Sehun pun ikut duduk dibangku halte mengikuti apa yang sedang Sora lakukan.

“rumahmu dimana?” Tanya Sehun tiba-tiba.

“rumahku diperkaranganGoyangi Resident” jelas Sora.

“jinjjayo? Rumaku diperkarangan Apeujong Resident..” Sora hanya memberikan senyumnya sambil mengangguk mengerti.

Tiba-tiba Sehun berdiri lalu menarik tangan Sora, hal itu membuat Sora kaget dan hanya diam ditempatnya. Sehun yang kesal karna Sora hanya diam lalu menggendongnya ala brindal style. Segera Sora meronta-ronta tapi hal itu tidak digubris sama sekali oleh Sehun.

“YAK Sehun Sunbae-nim apa yang kau lakukaan” Teriak Sora sambil memukul pelan dada Sehun.

“tadi kau hanya diam saja, jadi aku memuntuskan mengendongmu” Sehun menjulurkan lidahnya kearah Sora, dan hal itu membuat Sora membuang mukannya dan melipat tangannya didadanya.

“baiklah, baiklah” Sehun mulai membantu Sora berdiri, sebenarnya dihati kecil Sora dia masih ingin digendong oleh Sehun.

Mereka berjalan beriringan mereka diam tanpa berbicara apa-pun. Merasa bosan akhirnya Sehun mulai berpikir untuk mencari topik pembicaraanya. Lalu dia tersenyum jahil sekarang.

“Sora-ya….” Sapa Sehun, dan Sora menatapnya dengan binggung.

“waeyo Sehun Sunbae-nim?” Jawab Sora.

“hm mianhae….” Sora mengerutkan dahinya binggung kenapa Sehun meminta maaf padanya.

“minta maaf untuk apa?”

“e-e,..e tentang…aduh  bagaimana ya” tiba-tiba lidah Sehun menjadi kelu, niatnya dia ingin membuat Sora pipinya menjadi merona mengingat kejadian di bus tadi.

“tentang bibir kita yang bersentuhan tadi…” akhirnya bibir Sehun pun meluncurkan kalimat itu, dan dia langsung menatap Sora dan binggo! Sehun tersenyum puas melihat pipi Sora yang merah merona.

“ah, ne ,ne gwenchanayo..” Ucap Sora sambil menundukan kepalanya.

“kau tahu? Bibirmu sangat manis..” Goda Sehun sambil memberikan smirk nakalnya. Dan muka Sora kembali memerah.

“kau ini lucu sekali jika pipimu merona seperti itu” tangan Sehun bergerak mengelus puncak rambut Sora.

Sora hanya diam, bibirnya terasa sangat beku mendengar pekataan Sehun. Apa lagi kini tangan Sehun mulai berani mengelus rambutnya itu. Jantung Sora bedegub sangat cepat seperti tengah berlari.

“Sehun Sunbae-nim sepertinya aku duluan, jalljayo..” Ujar Sora tiba-tiba.

“ah ne, hati-hati ne? Sampai bertemu besok Sora-ya” Sehun tersenyum manis kearah Sora sambil memberikan lambaian lembut kearah Sora. Dan Sora pun melalukan hal yang sama kearah Sehun.

Disepanjang jalan Sora kembali tersenyum malu-malu mengingat kejadian di bus yang terasa singkat tapi sangat berkenang itu. dan Sora berlari kecil kearah rumahnya dengan hati yang terngah berbunga-bunga.

**

Sehun POV

Senyumku belum pudar semenjak berpisah dengan Sora, akhirnya aku bisa berdekatan dengannya. Selama beberapa bulan ini aku memang suka memperhatikannya, aku mencaritahu namanya dan rumahnya aku tahu apa saja yang dia suka, apa yang dia tidak suka. Bisa dibilang mungkin aku adalah penggemar rahasiannya.

Aku sengaja selalu berangkat pagi, padahal hal itu adalah hal yang sangat susah aku lakukan, tapi semenjak bertemu dengannya dan melihat wajah polosnya yang manis itu. aku suka melakukan hal yang dulu aku tidak suka.

Contohnya aku sangat susah bangun pagi, tapi saat melihatnya aku tersenyum dan bersemangat kesekolah. Aku suka bolos kesekolah tapi ketika melihatnya sangat rajin kesekolah aku termotivasi untuk selalu kesekolah agar dapat melihatnya. Hanya saja aku takut untuk mendekatinya, untuk sekedar berbasa-basi saja aku tidak berani.

Kalian tahu kenapa aku selalu membawa buku atau novel? Sebenarnya itu hanya alasanku untuk dapat mencuri-curi pandang dengannya, aku dapat melihatnya dengan puas tanpa dia tahu bahwa aku tengah memperhatikan wajah cantiknya itu

Pagi tadi aku memang sangat lelah jadi aku tertidur dibus, aku tahu siapa yang membangunkaku dia gadisku. Hanya mendegar suaranya saja bisa membuat ku gugup, jadi aku memutuskan untuk tidak bangun saat dia masih ada dihadapanku. Saat aku turun aku melihatnya bermain-main dengan salju, hal itu membuatku semakin mengangguminya saja.

Dan hari ini adalah hari yang tak pernah akan aku lupakan, aku tahu sebenarnya dia belum pulang dan aku memang sengaja menjatuhkan dompetku saat aku melihatnya dari kejauhan beberapa meter. Aku berharap dia yang menemukan dan ternyata perkiraanku tepat sasaran.

Saat aku sedang bermain basket aku tahu bahwa dia memperhatikanku dan hal itu membuat aku sedikit gugup. Setelah selesai bermain basket aku segera mencari Sora kemana dia? kenapa dia tidak ada? Aku pikir dia sudah pulang aku sedikit kecewa saat tidak melihatnya.

Aku berjalan kehalte dan menemukan sosok yang aku sedang cari, hatiku kembali tersenyum saat melihatnya. Aku menghampirinya dengan gayaku yang dingin,sebenarnya itu hanya untuk membuatnya tertarik padaku. Aku merasa sangat aneh melilihat disini, aku berharap dia tengah menungguku untuk memberikan dompetku itu. tapi aku segera menepis pikiranku yang terlalu berharap itu.

“Sehun Sunbae-nim…” sapanya, akhirnya dia membuka mulutnya juga pikirku. Dan akhirnya dia memanggil namaku terasa lembut suaranya ditelingaku.Dia memberikan dompetku, akhirnya rencanaku berhasil pikirku.

“apakah kau disini menungguku tadi? Bukanya kau harusnya sudah pulang?” tanyaku padanya, dan pipinya memerah dan hal itu membuatku semakin gemas melihat muka imutnya itu.

“ah, ne aku memang menunggu Sunbae-nim disini karna menurutku jika sunbae-nim pulang tidak ada dompet bagaimana bisa pulang” Jelasnya, aku sedikit melayang mendengar perkataannya, diam-diam aku tersenyum tanpa dia sadari.

Saat menjabat tanganya aku merasakan tanganya seperti es batu, dingin sekali aku merasa iba dengannya jadi aku mencoba menghangatkan. Aku menarik tangannya lalu mengelusnya dan menimbulkan kehangatan. Setelah aku pikir dia masih merasakan dingin aku segera memeluknya. Jantungku berdegub cepat, darahku mengalir lebih cepat. Aku merasa sangat bahagia sekarang.

Sesuatu berbunyi dan bergetar disekitar kantung bajuku. Ternnyata Eomma ku yang menelpon. Dan aku mengutuk ponselku itu karna menggangu pekerjaanku ini. saat aku selesai mengangkat telepon aku ingin sekali kembali memeluknya tapi niat itu aku urungkan melihat hal itu akan membuatku malu saja.

Bus pun datang tapi tumben sekali bus sangat padat, awalnya aku ragu ingin masuk karna Sora terlihat ragu untuk masuk. Aku ingin bersamanya dan akan menjagannya, jadi aku akan menunggunya sampai dia naik bus.

Tanpa diduga Sora tetap naik bus yang penuh itu, aku sedikit khawatir melihat banyak ahjussi nakal yang memperhatikannya, aku sengaja mendekatkan tubuhku kepadanya agar pada ajussi itu tidak melihatnya.

Mataku menangkap matanya tengah memperhatikanku, aku sedikit puas melihatnya aku sedikit menggodanya dan hal itu berhasil membuat pipinya yang lucu itu memerah. Aku mendengar penjelasnya kenapa dia menatapku. Aku menerima alasanya tapi hal itu cukup menggajal dihatiku.

“ah Mianhae Sehun sunbae-nim, aku hanya binggung kenapa sunbae-nim sepertinya menikmati panas dan sempitnya bus ini” katanya.

“mwo? kau mau tahu? Mendekatlah..”  aku menyuruhnya medekat kearahku.

Tanganku sengaja menariknya karna tidak sabar. Saat tubuhnya dekat denganku jantungku rasanya seperti mau copot, aku menahan segala sesuatu yang tengah bergejolah di hatiku ini. aku hanya khawatir Sora akan mendegar detak jantungku.

Aku memasangkan earphone di telinganya, lagu yang tengah diputar adalah Angel – EXO, aku tahu kenapa dia menatapku, mungkin dia binggung. Tapi insiden itu terjadi, insiden yang tak pernah aku duga dan tak pernah aku rencanakan.

Bibirku seperti menyentuh sesuatu, ya itu bibir mungilnya tubuhku bergejolak hebat, hatiku kini sedang berpikir ingin melumat bibirnya tapi segera aku mengurungkan niatku itu. tanganku menahan tubuhnya yang akan amburuk itu.

Kami saling menatap, aku kembali berargumentasi dengan pikiranku, aku hanya menahan nafsuku yang ingin mencium bibirnya itu. tapi segera saat aku sadar sekelilingku mulai memperhatikan keanehan denganku aku melepas tatapan mataku dan tanganku.

Aku segera menyibukan diri dengan membaca novelku, aku kembali meneltralisir tubuhku yang sedang gugup ini. ingin rasanya aku berlari keluar untuk berteriak kesenangan. Akhirnya bus kami sampai, aku dan Sora turun secara bersamaan. Aku seperti melupakan kejadian tadi dan kembali bersikap normal kepadanya itu.

Saat aku mengajaknya untuk jalan dia hanya diam, aku semakin gemas dengan tingkahnya ini jadi aku segera menggendongnya dan dia sepertinya tidak suka lalu dia memajukan bibirnya membuatku lemah dan menurunkannya juga. Kami berjalan beriringan tanpa ada sepatah katapun, aku berpikir cukup keras untuk dapat berbicara dengannya.

“Sora-ya….” sapaku tiba-tiba.

“waeyo Sehun Sunbae-nim?” tanyanya binggung.

“hm mianhae….” sepertinya dia binggung dengan perkataanku kenapa aku meminta maaf padanya.

“minta maaf untuk apa?” tanyanya.

“e-e,..e tentang…aduh  bagaimana ya” tiba-tiba lidahku kelu, aku kembali berpikir ulang untuk menggodannya, aku hanya takut jika aku membahasnya dia akan marah padaku. Tapi akhirnya aku memberanikan diriku.

“tentang bibir kita yang bersentuhan tadi…” ucapku malu-malu, tapi aku segera memalingkan wajahku menatapnya dan pipinya pun memerah.

“ah, ne ,ne gwenchanayo..” Ucap Sora sambil menundukan kepalanya.

“kau tahu? Bibirmu sangat manis..” Goda ku sambil memberikan smirk. Dan muka Sora kembali memerah.

“kau ini lucu sekali jika pipimu merona seperti itu” tanganku mengelus rambutnya.

Saat bertemu persimpangan aku dan dia harus berpisah, ada rasa kecewa bekecamuk dihatiku, tapi aku berpikir bahwa pasti aku akan bertemu dengannya besok. aku kembali tersenyum mengingat kejadian dengannya itu.

**

Author POV

Pulang sekolah Sora sedang menunggu bus dihalte, tiba-tiba Sehun datang dan Sora sedikit gugup jika mengingat insiden kemarin. Sora hanya memandang lurus jalan dihadapanya.

“Sora-ya…” Sapa Sehun. Dan Sora segera mengarahkan wajahnya mengadap sang pemilik suara dengan memberikan senyuman terbaiknya.

“ah annyeong Sehun Sunbae-nim” Sehun mengerutkan dahinya segera dan sedikit berpikir sejenak lalu dia tersenyum penuh arti.

“jangan panggil aku dengan embel-embel Sunbae-nim, panggil aku Oppa, O-p-p-a arrachi?” jelas Sehun.

“ah, ne,ne Sehun Oppa..” Sora agak menekannkan kata dibelakangnya.

“Sora-ya kau mau menemaniku pergi?” tanya Sehun tiba-tiba.

“pergi? Kemana?” Sora mengerutkan dahinya binggung.

“sudah ikut saja” Sehun segera menarik tangan Sora agar segera mengikuti Sehun menaiki bus yang baru saja datang. Sora hanya menurut dan mengekor dibelakang Sehun.

Sekitar 20 Menit Sehun dan Sora telah sampai ditempat yang dimaksud oleh Sehun. Sehun kembali menarik tangan Sora. Diperjalanan Sora hanya bisa mengikuti kemana arah jalan Sehun berjalan.

Kalian tahu kemana mereka pergi? Mereka pergi ketempat Ice Skating, Sora hanya dapat mengedipkan matanya berkali-kali saat mengetahui dimana dia sekarang. Sehun langsung kekasir dan kembali ke tempat Sora sambil membawa Sepatu Ice Skating.

Mereka mencari tempat duduk agar lebih mudah memakai sepatu mereka, Sehun telah siap memakai sepatunya, tapi berbeda dengan Sora yang masih kesulitan untuk mengenakan sepatunya itu.

Lalu Sehun berjongkok dihadapan Sora dan membantu Sora memakai sepatunya. Sora sedikit terkejut dengan perlakuan Sehun. Tangan kekar Sehun mengikat sepatu Sora dengan bergantian. Setelah terasa siap Sehun berdiri dan mengulurkan tangannya kepada Sora. Dan Sora menerima uluran tangan Sehun dengan hangat.

Sehun berhenti sebentar lalu melepas jaket yang dia kenakan dan mengenakannya pada Sora. Mata Sora membulat karena perlakuan Sehun ini. dan Sehun hanya memberikan senyumnya kearah Sora.

“gomawoyo Oppa” ucap lembut Sora.

“cheonma Sora-ya”

Sehun dan Sora mulai bermain permainan mereka, Sora memang tidak terlalu bisa bermain Ice Skating, jadi Sehun pun membantu Sora dengan sabarnya. Sehun menggengam tangan Sora lembut dan Sora pun menggengam tangan Sehun dengan kencang. Setelah 15 menit Sora sepertinya sudah handal bermain Ice Skatingnya.

Suara musik berputar di permainan arena Ice Skating, Sehun memeggangi pinggul Sora lalu menariknya mendekat, Tangan Sora pun dingenggam.

“mari kita berdansa..” Sehun berbisik lembut ditelinga Sora lalu memberikan senyum nakalnya. Dan Sora terpaksa mengangukan kepalanya mengerti.

Kaki mereka berdua mulai digerakan, Sehun yang mempunyai dasar dance ballet kini mulai membuat tubuh Sora menari layaknya seorang pasangan penari ballet yang sudah handal.Sora hanya mengikuti apa yang Sehun lakukan atau lebih tepat Sora hanya diam dan Sehun yang mengerakan tubuhnya itu tapi lama kelamaan dengan gerakan yang dia sering lihat di televisi Sora mulai menggerakan tubuhnya mengikuti alunan musik dan gerakan Sehun.

Sehun memegang pinggul Sora menggunakan kedua tangannya lalu mengangkatpinggul itu melayang berputar. Tangan Sora memegangi pudak Sehun, saat tubuh Sora diturunkan Sehun segera memeluk Sora dengan lembut sampai akhirnya musikpun berhenti.

“Sehun Oppa! Lihatt!” Sora menujuk kearah atas, salju tengah turun diantara orang-orang yang sedang bermain Ice Skating.

“kau suka salju?” tiba-tiba Sehun berdiri dibelakangnya sambil melingkarkan tangannya di pinggul Sora. Sora hanya bisa tersenyum pasrah dengan perlakuan Sehun. Rasa nyaman lebih mendominasi dibandingkan rasa malunya itu.

Tidak munafik Sora pun mengarahkan tangannya untuk menggengam tangan Sehun yang berada di pinggul Sora. Dan kini nafas Sehun terasa di leher Sora, dan tiba-tiba benda lembut itu kembali menyentuh bagian tubuh Sora. Sehun mengecup lembut leher Sora berkali-kali dan hal itu membuat Sora mengelijang geli.

“Oppa hentikan geli!” Ucap Sora sambil mengelus lembut rambut Sehun yang masih sibuk dengan aktivitasnya itu.

“saranghaeyo baby” Bisik Sehun lembut, dan hal itu membuat Sora terkejut dan memerahkan wajahnya.

Sehun membalikan tubuh Sora menghadap kearahnya lalu menatap Sora dengan lembut. Sora hanya diam memantung karna tatapan Sehun yang membuat tubuhnya melemah itu.

“aku ingin memberikan pengakuan kepadamu” ucap Sehun sambil menggengam tangan Sora.

“mwoya? Pengakuan apa Oppa?” Tanya Sora lembut.

“tentang dompet waktu itu, kau tahu itu rencanaku agar kita dapat berbicara, aku ingin bisa dekat denganmu hanya saja aku terlalu takut untuk mendekatimu, dan aku pikir rencanaku berhasil. Aku sudah menyukaimu semenjak berbulan-bulan yang lalu, aku sengaja datang pagi hanya untuk bisa berangkat bersama denganmu, aku sengaja membawa novel agar aku bisa mencuri pandang denganmu. Kau telah membuatku berbubah menjadi lebih baik dari aku yang dulu. Gomawo Sora-ya, jeongmal saranghae, Saranghaeyo Oh Sora..” Sehun menatap Sora dengan tatapan sungguh-sungguh. Dan mata Sora kini tidak bisa menahan rasa bahagianya saat kalimat-kalimat manis itu keluar dari bibir Sehun. Air mata bahagianya kini tengah membasahi pipi Sora, Sehun yang melihat dengan sigap menghapus air matanya dan mengecup kelopak mata Sora secara bergantian.

“uljjima Sora-ya” Sehun memegang kedua pipi Sora dengan lembut.

“aku hanya terharu mendegar perkataanmu..” Sehun terkekeh mendengar pengakuan Sora.

“aku berkata itu sungguh-sungguh Sora-ya, jadi apakah kau mau menjadi yeojachinguku?” Sehun menunggu jawaban Sora dengan hati was-was dia takut Sora menolaknya. Tapi dia tetap percaya diri bahwa Sora akan menerimanya.

“ne aku mau Oppa” Ucap Sora malu-malu. Sehun yang terlalu bahagia itu segera memeluk tubuh mungil Sora dengan erat,dan Sora pun memeluk Sehun dengan erat seakan dia tidak mau kehilangan orang yang dia sayang.

“bruggg…” itu adalah bunyi tubuh Sora dan Sehun yang terhempas di bawah lantai es.

“yakk Appo” Rintih Sora.

“ah mianhae Sora-ya, aku terlalu bersemangat” ucap Sehun sambil menyeringai.

Sehun memang terlalu bersemangat memeluk Sora sampai akhirnya mereka berdua kehilangan keseimbangan. Mereka berdua tertawa lepas karena kejadian itu. Sehun membantu Sora berdiri lalu dia langsung memeluk erat Sora lagi.

Sehun melepaskan pelukannya lalu menatap Sora intens, dia menatap muka Sora dengan detail. Sehun menompang dagu Sora dengan tangannya, matanya menatap Sora dengan lembut. Semakin lama muka Sehun mendekat kearah wajah Sora, dan kini hidung Sehun dan Sora sudah menempel. Sehun sedikit mengesek-gesekan hidung mereka dengan lembut sambil tersenyum.

Dan kini Sehun semakin mendekat dan bibirnya kini sudah menempel dengan lembut dibibir mungil Sora, Sehun melumat lembut bibir Sora. Sehun melumat bibir Sora bergantian, Sora pun membalas ciuman yang diberikan oleh Sehun dengan penuh cinta bukan nafas. Sora menikmati tiap-tiap lumatan yang diberikan oleh Sehun. Disela-sela permainan mereka Sehun tersenyum puas.

“saranghaeyo Oh Sora..” ucap Sehun lembut sambil mengelus lembut pipi Sora.

“Nado saranghaeyo Oh Sehun..” Sora mengecup lembut punggung tangan Sehun.

Dan mereka kembali berpelukan dengan erat dibawah salju yang masih turun diantara mereka, orang disekeliling mereka hanya bisa tersenyum melihat tontonan romantis dihadapan mereka.

Sehun dan Sora menjalani kehidupan hari-hari mereka bersama dengan bahagia dan saling percaya. Setelah hari itu hubungan Sehun dan Sora sekarang sudah menginjak 3 Tahun. Sehun pun telah berjanji untuk tidak menyakiti Sora ,‘gomawo Sora-ya kau adalah yang terakhir untukku’ ,batin Sehun sambil menatap Sora yang tengah tidur dipudaknya dan mengelusnya lembut.

-THE END-

Terimakasih untuk para readers yang telah membaca fanfiction ini, maaf jika masih banyak kekurangan jika masih banyak kekuarangan aku akan mencoba memperbaikinya. Sebagai readers yang baik, mohon tinggalkan jejak dengan memberikan komentar tentang fanfiction ini. jika kalian komentar disetiap fanfiction aku, berarti kalian sudah menyumbangkan 1 semangat untuk aku, dan berarti kalian menghargai jerihpayah aku yang membuatnya. Oh iya setiap komentar harus baik ya no bashing dan kalo bisa yang membangun^^. Terimakasih sudah mau mendengar celotehan aneh saya. Saranghaeyo chingudeul<3

Kalian Luar Biasa!!!^^

Silakan berkunjung ke web pribadi saya.

http://www.didootsland.wordpress.com


[FREELANCE] My Wish

$
0
0

My Wish

Title:My Wish

Author: NadyKJI

Main Cast:Kim Jongdae, Gong Min Young (OC)

Support Cast:Oh Sehun, Shin Rae Ah (OC)

Genre: Romance, Life

Rating: G

~*~

Aku tidak pernah menyambut bulan Desember.

Aku tidak menyukai natal.

Tapi aku selalu berharap, sekali saja pada santa, untuk mewujudkan permohonanku.

Namun… Desember ini, natal ini, mungkin akan menjadi yang terakhir untukku mengharapkan keajaiban yang selalu kupinta, setelah bertahun-tahun yang melelahkan.

~*~

Aku tidak tahu apa-apa tapi tiba-tiba saja sensasi dingin merayapi bahuku, menarikku dari alam mimpi. Perlahan aku yang merasa terganggu membuka mataku. Hal yang pertama kulakukan adalah mengerjapkan mataku yang belum terbiasa dengan cahaya, cahaya yang masuk melalui jendela kamarku. Detik berikutnya aku akhirnya mengetahui sumber rasa dingin yang merayapi bahuku, itu adalah bahuku yang tidak terlindungi selimut, bahuku yang merasakan sambutan musim dingin.

Ini adalah awal bulan Desember.

Perlahan aku bangkit dan mengambil posisi duduk di tepi ranjang.

“Hah…” aku menatap ke arah kalender yang terduduk manis di meja belajarku, yang tepat berada di depan posisiku sekarang. Tanggal 1 Desember.

Tuan santa, aku mohon dia untuk kembali.

Tersenyum hambar… Merasa bodoh, itulah yang aku hadapi sekarang. Aku yang sudah memasuki masa remaja ini masih mengharapkan tuan santa untuk mengabulkan permohonanku, memberikanku keajaiban yang sudah ditepis oleh orang-orang di sekitarku.

Suara-suara beserta siluet orang yang mengatakan kalau ia tidak mungkin kembali berdengung memenuhi pikiranku, dari tahun lalu, dua tahun lalu, tiga tahun lalu…

Ya, inilah tahun terakhirku.

Gong Min Young! Kau sudah memasuki senior high school, sudah hampir lulus, jangan seperti anak kecil, aku menepuk kedua belah pipiku.

“Yosh!” aku bangkit dari tempat tidurku tidak membiarkan benda yang amat menggoda itu untuk menarikku kembali ke alam mimpi. Aku harus bersiap-siap ke sekolah, bersemangatlah Min Young! Sekali lagi aku memerintahkan diriku sebelum kakiku menyentuh lantai keramik kamar mandi.

~*~

“GONG MIN YOUNG!”

Mendengar namaku diteriakkan aku refleks menoleh dari kegiatanku, pandanganku langsung menelusup dari balik jendela kamarku. Dari lantai dua ini aku bisa melihat dua orang sedang berdiri tepat di depan rumahku, dengan salah satunya tersengal yang aku tahu akibat ia menghabiskan suplai udaranya untuk berteriak tadi.

“MIN YOUNG! TURUN!”

Tanpa bisa dihindari bibirku langsung tertarik ke samping, hampir tanpa kesadaran utuh.

“Shin Rae Ah, bisakah kau menghentikan teriakanmu?”aku berguman pada diriku sendiri, masih menahan geli atas perilakunya.

Daripada bergegas turun dan menghampiri dua orang yang masih menungguku, aku lebih memilih menonton segala aktifitas yang mereka lakukan. Mataku dengan bahagianya berbinar menikmati hiburan yang kudapatkan di pagi hari. Rae Ah, temanku yang pertama kali aku sadari kehadirannya itu sedang marah-marah pada orang yang berada di sebelahnya. Seorang laki-laki, dengan wajah datar yang menunjukkan keapatisannya, laki-laki dengan nama Oh Sehun. Kenapa mereka bertengkar? Sederhana, karena Sehun baru saja menutup mulut Rae Ah agar tidak berteriak lagi.

Bagus, pikirku sembari tersenyum ke arah Sehun yang bahkan tidak melihat ke arahku. Sehun sekarang sedang sibuk menahan tangan Rae Ah yang bergerak untuk memukulnya, menepis tangan mungil berbalut sarung tangan itu.

“MIN YOUNG! AKU TAHU KAU SEDANG MELIHAT KE SINI. JADI CEPATLAH TURUN…. ATAU…”

U-oh, ini tidak bagus. Aku langsung bergegas membenarkan jaket hangatku, membuatnya serapih mungkin dalam waktu yang singkat. Sedikit aku meloncat, merasakan bobot ranselku memastikannya sudah berada di punggungku.

“…MIN…”

Tidak berminat mendengarkan karena sudah hafal mati dengan ucapan berikutnya aku berjalan cepat keluar kamar, masih sempat aku meraih syalku yang tergeletak di tempat tidur. Aku berjalan cepat keluar kamar, kakiku yang mengenakan sepatu datar bergantian menapak tangga, menyusul menghentak lantai keramik ruang tengah, dan berakhir pada jalan yang berselimut aspal. Jalan berwarna abu-abu yang tidak lama lagi akan tertutup butiran-butiran putih salju.

“Tutup mulutmu.. Aku sudah disini, keluar dari kamarku, rumahku. Sekarang ayo kita berangkat ke sekolah.” Aku memberengut ke arah Rae Ah sembari melilitkan syalku untuk mengamankanku dari udara dingin, sebelum kehangatan menyelimuti leherku aku bisa merasakan perbedaan suhu yang berasal dari kalungku.

Rae Ah langsung melupakan urusannya dengan Sehun dan terkekeh, “Kau seharusnya lihat bagaimana rupamu Young-ah!”

Aku membuat wajahku sedatar mungkin.

“Seharusnya aku mengabadikannya! Sayang sekali ponselku masih berada di tas.” Paparnya menjadi-jadi.

“Shin…”

“Min Young, jangan kau hiraukan gadis tidak tahu tatakrama itu. Kita pergi sekarang. Uh, udaranya dingin sekali.” Sehun menepuk pundakku sebelum memasukkan tangannya yang berbalut bersarung tangan ke dalam saku jaketnya.

Senyum kemenangan langsung mengembang di wajahku, mungkin sangat terlampau lebar. Bisa kutebak dari wajah Rae Ah menatap jijik kepadaku.

“Tuan Oh! Bisakah kau tidak menginterupsi perang yang akan pecah?”

Aku memutarkan bola mataku dengan tanganku yang amat sangat bahagia memukul lengannya.

Perang? Yang benar saja.

Rae Ah mendelik ke arahku, dengan tangan kiri mengusap-ngusap lengannya. Ajaibnya, gadis itu tidak membalasku melainkan mengabaikanku. Perhatiannya kembali kepada Sehun, sepertinya akan panjang.

Annyeong, aku pergi.

Tubuhku sudah menghadap rumahku, rumah yang jika ditilik sangatlah megah, begitu pula dengan seluruh rumah-rumah di daerah ini, satu blok, dua blok, bahkan sebelah kiri dan kananku. Mengingatnya… aku menoleh melihat rumah yang berada tepat dikanan padanganku, rumah itu kosong… sejak delapan tahun yang lalu.

“Min Young!”

“Ya, aku datang!” secepat kilat aku berbalik dan berlari kecil menyusul Rae Ah yang tampaknnya masih berurusan dengan Sehun. Sekali lagi, aku melihat pemandangan yang sudah bertahun-tahun aku nikmati, Rae Ah yang terus berbicara, dengan Sehun yang tetap pada prinsipnya menatap lurus ke depan dengan muka acuk tak acuhnya.

~*~

“Hash…” aku meraup helaian rambutku asal, ini adalah  bentuk apresiasi terbaikku untuk soal calculus yang sedang aku kerjakan. Bayangkan saja, satu lembar soal dan satu lembar jawaban? Mengerikan, tapi ini nyata.

Tuk.

Aku merasakan sesuatu mengenai lengan atasku tapi aku tidak menghiraukannnya, aku masih sibuk dengan kertas di atas mejaku, menatap nyaris membolongi kertas itu. Berbagai rumus, akar kuadrat, tanda kurung, semuanya berputar-putar dan menjadi satu ketika sampai ke mataku.

Tuk.

Tuk.

Tuk.

“CK?!” aku langsung menoleh ke sebelahku dan sudah sangat maklum saat mendapati Rae Ah di sana.

“Kau masih ingin mengerjakannya? Ayolah lupakan, ini pelajaran kosong.” Ia menatapku dengan puppy eyesnya.

“Hah… lalu kenapa kau melempari aku kertas-kertas ini?” aku mengambil satu yang masih tersisa di mejaku, ibu jari dan telunjukku meremas kertas kecil putih yang malang itu, aku tebak Rae Ah pasti merobeknya dari kertas baru bukunya.

“Karena kau bahkan tidak menoleh sejak pelajaran kosong ini berlangsung. Ketika semuanya sudah berhamburan keluar kelas kau malah menunduk dan mengurusi kertas itu. Aku bosan, ayo pergi. Kau terlalu baik, rajin…”

Here we go again…

Aku mengakui aku memang tipe anak yang terlalu baik. Aku mengerjakan tugas ketika diberikan meskipun pelajaran kosong, aku juga bukan tipe anak populer yang bergaul – temanku hanya Sehun dan Rae Ah, tidak mengingat yang hanya aku tahu namanya saja. Aku jarang sekali pergi saat pelajaran kosong, perhatikan itupun karena Rae Ah berhasil membujukku.

“… hehehe, tapi tentu saja kau menyenangkan. Kau juga cukup gila jika sudah keluar sekolah.” Rae Ah menyeringai sementara jarinya sudah membentuk v-sign.

Aku mendesah, “Kenapa kau tidak mengajak Sehun saja?”

“Cih, anak itu sedang tertidur di mejanya.” Rae Ah menunjuk malas ke meja yang terletak di belakang, dan mataku menemukan sosok Sehun yang dengan nikmatnya tertidur. Ia sama sekali tidak menghiraukan tugasnya, kertas putih rapih hasil print-an guru calculus tersebut sudah berada di lantai tak jauh dari kursinya dengan bonus beberapa motif hasil dari sepatu. Terinjak-injak, mengenaskan sekali.

“Jadi, kita ke kantin?” suara Rae Ah mengaburkan pikiranku.

Baru saja aku mau menjawab pertanyaanya pintu kelas tersentak tertutup. Aku tidak begitu mempersalahkannya namun aku mendengar Rae Ah menyayangkan pintu yang tertutup itu. Secara tidak langsung itulah tanda agar semua penghuni kelas tidak ada yang keluar. Lagi, dalam kasus ini.

“Ehem.”

Seluruh perhatian tertuju pada laki-laki yang tadi menutup pintu kelas. Butuh satu menit penuh untuk mendapatkan perhatian seluruh kelas, jadi aku menunggu dalam tanda tanya besar sampai laki-laki yang tidak lain adalah ketua kelas mengucapkan maksudnya.

“Kalian tahu ini bulan Desember dan setiap detiknya mendekati hari natal. Itu artinya…”

Secret santa…

“… Secret santa.”

Benar bukan? Aku tetap diam dalam posisiku sementara hampir seluruh isi kelas menantikan acara ini dan berteriak senang. Apa itu secret santa? Itu adalah acara tahunan sekolahku Taeyeong High School setiap natal. Jadi nama setiap satu angkatan akan dicatat dalam gulangan kertas. Lalu kertas-kertas berisi nama itu akan diundi, setiap kelas memiliki bagiannya sendiri, sudah dipastikan tidak ada nama anak yang berada di kelas itu. Nah, setelah kita mengetahui namanya, kita dipaksa – itu opiniku, untuk memberikan hadiah kepada orang bernama itu. Tapi semua itu rahasia, hanya kita yang mengetahui siapa yang akan kita beri, sampai detik terakhir.

Pemberian hadiahnya? Itu memiliki prosedur tersendiri. Pada hari natal sekolah akan mengadakan ballroom, semua anak berkumpul tidak hanya satu angkatan lagi. Syarat untuk hadir adalah memakai topeng dan kita harus datang sendiri-sendiri, menghindari orang-orang yang mengenali kostum kita. Pada akhirnya kita harus berkeliling mencari dan memberikan kado kepada orang yang dimaksud, terdapat dua pilihan pribadi jika kita bisa mengenalinya, jika tidak cukup simpan di bawah pohon natal megah yang berada di tengah ruangan. Intinya semuanya harus rahasia. Hanya pada prakteknya beberapa anak perempuan saling memberikan informasi pada temannya dan sebagainya – di salah gunakan sebagai ajang menyatakan perasaan jika kita beruntung mendapatkan nama pujaan hati.

“Akhirnya! Aku penasaran sekali tahun ini aku harus memberikan pada siapa. Semoga saja anak kelas sebelah yang tampan itu, ah, Kris~”

Baru saja aku bilang, Rae Ah sudah mempraktekkannya.

“Young-ah! Kali ini kau harus berkencan oke? Kau masih ingat janjimu bukan?”

Aku memutar bola mataku.

“Ambil.”

Aku bersyukur karena suara itu datang mengganggu, segera aku memanjangkan tanganku ke arah bola kaca berisi puluhan kertas itu, tentu saja aku mendapatkan giliran awal, kursiku berada lumayan depan. Setelah mengocok-ngocok asal aku mengambil kertas tersebut disusul dengan giliran Rae Ah. Aku meletakkan kertasku di atas meja tanpa minat.

“Ah….” aku mendengar suara Rae Ah menurun, ia pasti mendapatkan orang yang tidak ia inginkan. Bukan pangerannya Kris.

“Siapa?”

“HEI!”

Aku berusaha mengalahkan tangan Rae Ah yang sangat gesit mengambil kertasku tapi terlambat. Gadis itu sudah membuka gulungan kertasku.

“Apa yang kau lakuakan?” protesku.

“Melihat siapa makhluk yang akan bersedih natal ini. Mendapatkan orang apatis sepertimu, aku bahkan selalu tahu kau pasti akan memberikan syal, titik.”

“A – ya!” aku melotot ke arah Rae Ah, hebatnya dia bisa mengetahui pola pemberian hadiahku.

“Chen? 3E. Siapa? Aku tidak pernah mendengar nama itu.” Rae Ah mengernyitkan dahinya.

“Berikan padaku! Ini rahasia.” aku mengambil kertas itu dan memasukkannya dengan tegas ke saku rokku.

“Siapa ya?”

Aku menatapnya jengkel, “Tidak usah dicari. Aku juga tidak mau tahu, taruh saja di bawah pohon natal dan selesai.” Seperti siklus yang selalu berjalan, aku tidak mau repot-repot padahal sekolah memberikan nama dan kelas agar murid bisa mengetahui orangnya, tapi tidak untukku.

Rae Ah menggeleng-gelengkan kepalanya, “Selalu saja… apatis pada natal.”

“Aku tahu, aku tahu, kau sudah menyebutkannya, sekarang lupakan.”

“Ya… ya…” dengan nada malas Rae Ah membalasku.

“Jadi kita ke kantin?” aku meliriknya.

“Tentu saja! Ayo! Sepuluh menit lagi juga bel istirahat berbunyi.”

Secepat kilat Rae Ah merubah moodnya dan menarikku berdiri menyeretku menuju pintu kelas, “OH SEHUN KAU IKUT?” teriaknya sedetik kepada Sehun yang sudah terbangun dari tidurnya dan tanpa dikomando lagi Sehun berdiri dan menghampiri kami.

~*~

“Hei, hei…”

Yeah… aku menimpali dalam hati sambil menyuapkan ramyun ke dalam mulutku.

“Kalian tahu tidak?”

Sangat tahu, batinku lagi.

“Tadi aku menguping di ruang guru…”

Menguping? Tidak adakah pekerjaan yang lebih baik?

“Di undian nama secret santa tahun ini ada nama murid baru.”

“APA?”

Berisik, aku menggerutu.

“Benar, anak itu katanya baru pindah besok atau lusa, tapi karena sudah di anggap murid ia diikutsertakan, para guru tadinya sedang resah jika semuanya tidak berjalan lancar…”

Layaknya aku peduli.

“Anak baru? Young-ah! Mungkinkah nama aneh– hmmft.” Tanpa bicara lagi aku membekap mulut Rae Ah.

“Diamlah! Jangan mengait-ngaitkan sesuatu yang tidak penting. Jangan berisik lagi!” Aku menatapnya tajam.

“Tapi, Boram dan teman-temannya…”

“Nona Shin, aku tahu mereka tepat berada dikursi yang berada di belakang Min Young? Jangan bersuara jika kau tidak ingin berurusan dengan gerombolan menyebalkan itu.”

Sehun memotong Rae Ah seketika, aku hanya mengangguk puas karena Sehun mengutarakan maksud tidak langsungku pada Rae Ah. Lebih baik daripada aku melakukannya tadi, cara langsung lebih efektif untuk kasus Rae Ah.

“Dan diamlah Tuan Oh! Mereka selalu sibuk sendiri dan tidak mendengarkan sekitarnya kau tahu!” tepis Rae Ah tidak mau kalah.

“Semua bisa saja terjadi di saat tidak terduga, mungkin saja kau sedang tidak beruntung?” Sehun membalas.

“Ckckck, lupakan, tapi sekarang aku penasaran sekali…”

“Aku beli puding dulu dan jangan dibahas lagi atau tamat kau Shin Rae Ah!” aku beranjak dari kursiku.

Aku tahu pasti ia sangat penasaran dengan nama Chen-Chen itu, tapi seharusnya rahasia bukan? Ia tidak punya kewajiban untuk penasaran, seharusnya aku yang penasaran, aku yang ditugaskan untuk menjadi santa rahasia orang itu. Bukannya aku peduli sebenarnya, tapi aku tidak ingin kelompok Boram itu mendengarnya. Boram adalah murid paling populer di angkatan ia hampir mengenal semua orang, dan jika firasat Rae Ah benar kalau Chen itu murid baru aku dalam masalah. Mereka pasti mendatangiku dan meminta kertas itu dan aku tidak sudi.

~*~

Satu hari telah berlalu, dan sejak percakapan Boram yang aku dengar menyebar, percakapan itu menimbulkan bisik-bisik yang cukup ramai. Aku sebenarnya tidak peduli, yang mengusikku adalah Rae Ah yang gencar mencari informasi tentang kelas E dan menurut pengamatannya ia tidak menemukan nama itu dan ia seratus persen curiga. Beberapa kali ia mengajakku untuk ikut kegiatan investigasinya tapi aku menolak dengan tegas. Semua yang ia rencanakan untuk investigasinya sungguh tidak mengundang setitik pun minat. Aku lebih memilih untuk cepat pulang dan beristirahat seperti sekarang yang aku lakukan.

Berjalan menuju rumahku.

Sudah menduga-duga pemandangan membosankan rumahku yang menyala dengan rumah di sebelah kanan yang selalu mati, rumah di sebelah kiri yang tidak jauh berbeda dengan rumahku…

DEGH.

Aku mengerjapkan mataku perlahan merasakan sedikit percikan-percikan harapan. Lampu rumah itu menyala. Aku tertegun sejenak, mungkinkah? Jangan… tahan… jangan biarkan harapanmu melambung tinggi dulu. Menahan detakan jantungku aku memikirkan kemungkinan yang lebih baik, mungkin saja rumah itu telah di jual dan pemilik barunya sedang membereskan rumah? Rumah itu sudah kosong amat terlalu lama. Dan aku memasuki rumahku yang selalu kosong.

~*~

Pagi ini aku terbangun seperti seharusnya, tanpa gangguan apapun. Merasa senang karena hal tersebut aku langsung berjalan turun menuju dapur. Kali ini aku sedang ingin sarapan. Aku mengambil karton susu, menegaknya beberapa mililiter untuk melancarkan tenggorokkanku yang kering di susul dengan menggerutu, aku memandang kulkasku dan isinya kosong, hanya ada anggur di sana. Langsung saja aku menyiapkan catatan mental untuk berbelanja sedikit secepatnya.

Tidak ingin menganggu mood baikku aku mencuci anggur yang tersisa membuatnya menjadi sarapanku pagi ini. Bersenandung pelan aku menghampiri jendela dapur yang menghadap keluar.

Glek.

Aku menelan anggurku terburu-buru karena kaget, mataku mengerjap peralahan. Ini bukan mimpi? Atau aku masih berada di tempat tidurku? Sejujurnya aku sangat meragukannya sekarang, mood baik di pagi hari…

“Ouch!”

Aku mengusap pergelangan tanganku, ternyata bukan mimpi. Halusinasi?

~*~

“GONG MIN YOUNG!”

“Apa?” aku terlonjak seketika, pandanganku memandang tidak tentu arah, masih buta akan lamunanku sendiri.

“Kau benar-benar dengan anak baru itu.”

“Apa?” aku menatap Rae Ah setelah mendapatkan kembali pikiranku yang masih dalam proses penyusunan setelah tercecer.

“Anak baru itu sudah masuk sekolah! Ia menyebabkan kehebohan kau tahu? Namanya adalah Kim Jongdae, tapi Chen adalah nama panggilannya.” Rae Ah menggebu-gebu menjejalkan informasinya padaku.

“Oh… oke.” Hanya jawaban itu yang bisa kuberikan.

Sekarang aku benar-benar tenggelam dalam pikiran tidak berujungku. Semakin aku berpikir semakin aku mengait-ngaitkan serpihan ingatanku dan kejadian-kejadian yang terjadi dan sialnya semuanya agak masuk akal walau aku masih meragukannya.

“Kau tidak penasaran?” tanyanya menaikkan sebelah alisnya.

“Penasaran…” aku beguman.

“Hah? Kau penasaran? Young-ah! Hei! Kau kenapa? Young….”

Aku butuh ruang untuk berpikir.

Terlalu cepat, tiba-tiba, terlalu banyak kebetulan. Aku berusaha menyakinkan diriku sendiri kalau aku ini sepenuhnya sadar, benar-benar sadar. Apakah aku ini masih dalam mimpi dan ketika terbangun aku akan kembali melihat kalender yang bertuliskan tanggal 1 Desember kembali? Ini seperti aku yang bermimpi karena terlalu menginginkannya, karena ini adalah harapan terakhirku, permohonan terakhirku, usaha terakhirku.

Atap. Tempat di mana aku bisa mendapatkan ruang yang aku butuhkan. Tempat lapang yang terbuka dengan semilir angin yang berhembus. Aku sudah dekat dengan atap yang kutuju, hanya tiga anak tangga lagi dan pintu dan tiga anak tangga yang tidak seberapa itu langsung tertutup, dan tanganku memutar kenop pintu. Embusan angin dingin langsung menerpaku, membuatku mengigil. Kecerobohanku, aku melupakan kalau sekarang musim dingin.

“Young… Young-chan.”

Suara itu terlalu nyata, tapi terlalu tidak mungkin. Aku membeku di tempatku, tatapan mataku langsung menghujam pemandangan yang ada di depanku.

“A…a..” seluruh kata-kata seperti menghilang dari otakku. Siluet yang aku lihat tadi pagi…

“Aku kembali, aku menepati janjiku.”

Sosok itu, senyum itu, tulang pipinya yang menonjol – sesuatu yang selalu aku kenali sejak kecil. Sebuah senyum mau tidak mau mengembang, kali ini, satu kali ini. Biarkan aku berada dalam mimpi jika memang ini adalah mimpi.

~*~

“Bagaimana ini?” aku mengerutkan dahiku melihat bahan-bahan makanan yang terpajang. Ini sudah ketiga kalinya aku berjalan bolak-balik menimbang-nimbang.

Apa yang biasa aku masak? Tidak banyak, kataku pada diri sendiri. Aku memiringkan kepalaku, mengingat-ingat telur adalah bahan paling dasar dalam memasak bukan? Menggoreng telur adalah hal yang pertama kali bisa aku lakukan. Tanpa ragu lagi aku mengambil karton telur, lalu berjalan dengan lebih mantap.

Beberapa bahan untuk dibeli perlahan bermunculan.

Daging, jika aku sedang mood memasak dan melakukan eksperimen.

Buah, sayur, hal yang paling mudah juga bisa untuk salad.

Sereal dan susu jika aku terlalu malas.

Ramyun instan untuk keadaan darurat.

Kecap dan bumbu-bumbu yang aku tahu rasa dan gunanya.

Beberapa kali bolak-balik.

“Ini belanjaannya,terima kasih.”

“Sama-sama.” Aku mengangguk ramah kepada kasir yang melayaniku.

Aku berjalan cepat keluar dari supermarket, menenteng belanjaanku dikedua tangan, rasanya lega, satu beban terselesaikan. Dengan langkah ringan aku berjalan melewati lapangan parkir supermarket menuju trotoar. Kakiku membawaku berjalan lurus, aku tidak menggunakan alat transportasi karena jarak supermarket dari rumahku hanyalah dua blok saja. Dan dalam hitungan kurang lebih 30 menit aku sudah dapat melihat rumahku.

Aku mengeratkan syalku yang sudah akan terlepas, kemudian mendorong gerbang rumahku yang tidak terkunci dengan lenganku yang penuh. Tentu saja aku tidak mau repot-repot untuk mengembok rumahku mengetahui kapasitas tanganku yang terbatas. Setelah berhasil masuk aku menutup gerbang rumahku kali ini menguncinya. Aku berbalik menuju pintu rumahku dan mataku menangkap seseorang yang memunggungiku berdiri di depan pintu.

Siapa?

Seperti membaca pikiranku sosok itu perlahan berputar, kepalanya tertunduk lesu, kecewa. Sosok itu memainkan kunci yang berada di tangannya, perlahan kepalanya yang tertunduk itu mendongak.

“Young-chan!” ia berlari menghampiriku.

“Ap..apa yang kau la..kukan?” tanyaku tergagap, tanganku berusaha menghindarkan tangannya yang ingin merebut belanjaanku namun gagal.

“Menunggumu tentu saja. Sejak kemarin, di sekolah, dan sampai 5 detik yang lalu aku tidak bertemu denganmu. Jadi aku memutuskan untuk berkunjung.”

Aku menatap punggungnya yang sudah memunggungiku lagi kali ini kedua tangannya membawa kantong belanjaan rampasannya dariku. Rasanya cukup aneh.

Ia menolehkan kepalanya ke arahku, “Hei? Kau tidak ingin menyambut tamumu?”

~*~

“Jadi apa yang kau lakukan? Kau menghilang genap delapan tahun. Kau berhutang penjelasan padaku Kim Jongdae.” Aku menyimpan gelas minum di meja dan ikut duduk di sofa, tepat di sebelahnya.

“Tidak terlalu penting, hanya mengikuti ayahku dan bisnisnya.”

“Tidak adil! Kau meninggalkanku lama sekali~” aku memanyunkan bibirku, sungguh aku marah sekali karena setelah sekian lama ia baru nampak lagi dihadapanku. Laki-laki bernama Kim Jongdae ini sudah membuat diriku berharap naik turun selama delapan tahun.

Kenapa aku sangat keberatan?

“Ahh, jangan marah Young-chan. Aku berjanji akan kembali dan aku kembali, kau lihat? Sehat dan utuh.” Tangannya menarikku mendekat, dan bisa kurasakan lengannya itu menghangatkan bahuku. Dan dalam kecepatan kilat pipiku sudah terasa panas dan jantungku melompat-lompat tidak bisa diam.

“Young-chan?”

Oh, terberkatilah jantungku ini yang hampir saja meloncat keluar dari tubuhku. Ia baru saja memanggil namaku, dengan panggilan khususnya ‘Young-chan’.

Lagi, kenapa aku keberatan?

Ya karena aku menyukainya, sejak delapan tahun yang lalu. Orang yang selalu menjadi permohonanku disamping aku yang tidak pernah menyukai natal dan teman-temannya adalah orang ini.

“Ah, jadi itulah alasan terbaikmu? Apakah kau yakin kau telah mengingat semua janjimu?” aku menekankan kata ‘semua’.

“Tentu saja aku mengingat semuannya! Dan aku juga membawa alasanku sendiri untuk datang kemari. Alasan yang amat sangat kuat.” Katanya padaku.

Aku menatap wajahnya itu lebih terfokus ke manik matanya, “Eh? Apa?”

“Sebenarnya… aku tidak akan menetap disini terlalu lama Young-chan, aku harus kembali pada ayahku secepatnya, karena itu aku datang kemari, dan akan melaksanakan misiku.” Jongdae menyeringai yang membuatnya terlihat seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan permen, sedangkan aku sebaliknya, permenku direbut.

Ia disini hanya untuk sementara.

“Apa misimu?” aku menggelengkan kepalaku.

Min Young, kau tidak boleh menghancurkan suasana, setidaknya kau bisa bertemu lagi dengan Jongdae, batinku.

“Ra-ha-si-a.”

“Cih…” aku mengalihkan pandanganku dari wajahnya.

“Jangan marah, kau akan tahu pada akhirnya jadi bersabarlah ya?” ia mencubit pipiku.

“Hwey…. aphakah kaw bwerniat membhuwat phiphikhu memmemrhah spwerti pikhachu? (Hey, apakah kau berniat membuat pipiku memerah seperti pikachu?)” aku membayangkan tokoh fiksi berwara kuning dengan bagian pipinya yang lucu itu.

“Ehehe, kau rupanya masih suka dengan film-film seperti itu.” Kekehnya

“Twetu sajha. (Tentu saja.)” jawabku tidak layak karena pipiku yang masih tercapit oleh jarinya. Film dengan tokoh-tokoh lucu buatan Jepang itu selalu berhasil menangkap perhatianku. Sejak kecil aku sudah menggemarinya, mungkin karena sebab itulah juga Jongdae memangilku Young-chan. Chan, imbuhan akhir yang selalu berkaitan dengan nama gadis di film-film Jepang.

Plak.

Aku memukul tangannya agar lepas dari pipiku, rasa nyerinya sudah tidak tertahankan lagi.

“Ashh.”

“Rasakan.” Aku menjulurkan lidahku padanya.

“Lupakan masalah sepele ini. Sekarang apakah yang akan kita lakukan?” alihnya.

“Menghukummu.” Aku berdiri dari sofa, tanganku meraih jaket yang terletak tidak jauh dari sana.

“Apa? Mau kemana?”

Aku tidak menjawabnya, aku hanya membiarkannya mengikutiku sampai pintu depan.

“You…”

Aku memutar tubuhku, “Ayo aku ajak kau berjalan-jalan. Kita ke game center aku akan mengalahkanmu kali ini.”

“Coba saja seluruh permainan Young-ah, aku selalu bisa mengalahkanmu.” Cemoohnya, wajahnya bersinar-sinar senang.

“Aku akan menang, karena ini hari penghakimanmu Kim Jongdae.”

~*~

“Young-chan~”

Aku menoleh ke arah Jongdae yang berjalan bersamaku di lorong sekolah, “Apa?”

“Hari ini, apa jadwal kita?”

“Tidak kemana-mana. Hari ini kita beristirahat saja. Sudah hampir dua minggu kita selalu berkeliling, semua tempat sudah kau kunjungi.” Ucapku.

“Dua minggu? Tidak terasa.”

Dua minggu? Ya, dua minggu. Sejak aku bertemu lagi dengannya hari-hariku berjalan dengan cepat, diisi dengan canda tawa bersama Jongdae. Kami sekarang berangkat sekolah bersama dan aku selalu diseretnya untuk mengunjungi tempat-tempat yang ia rindukan sepulang sekolah. Hari-hari yang amat menyenangkan, rasanya aku benar-benar berada di alam mimpi. Aku merasa berada di musim semi yang cerah, bukan di musim dingin. Kehangatannya selalu bersamaku.

“Hei, sekali lagi, aku tanya, apakah kau benar-benar telah melaksanakan semua janjimu?” aku menoleh ke arahnya sebelum kami berpisah menuju kelas masing-masing.

“Aku mengingat dan akan melaksanakan semuanya, tenang saja.” Ia mengacak-acak puncak kepalaku sebelum berlalu dari hadapanku karena temannya memanggil. Betapa cepatnya ia memiliki teman, ya, aku melihat dengan mataku selama hari-hari kebelakang. Jongdae dengan cepat menjadi anak populer, terkadang membuatku ingin berlari menjauh kalau ia tidak selalu menghampiriku untuk meminta tour dan perasaanku juga memberikan dampak tersendiri.

“Bernarkah kau akan?” gumanku.

“Min Young! Ceritakan!” aku berbalik memfokuskan diriku dan melihat Rae Ah. Ah… sudah lama sekali aku tidak bersamanya juga Sehun, aku selalu bersama Jongdae akhir-akhir ini.

“Apa yang harus aku ceritakan padamu?” aku mengikuti Rae Ah yang menyeretku menuju tempat duduk.

“Kau tertarik dengan murid baru itu bukan? Kau selalu bersama dengannya bukan?” tanyanya menggebu-gebu, matanya menyipit menatapku penuh selidik, mau tidak mau aku tersenyum dan mengangguk.

“Jadi apakah kau akan membuang kalung itu?”

Aku melihat ke arah anggukan dagunya yang mengarah pada kalungku, kalung berbentuk kunci penuh lekuk-lekuk ukiran yang terlihat tua, “Tidak.”

“Kenapa? Ayolah lupakan orang yang tidak pernah kembali itu.”

“Ehehehe, maafkan aku Rae Ah. Tapi orang yang kau maksudkan itu adalah murid baru itu, Kim Jongdae.” Aku menundukkan kepalaku tidak berani menatap Rae Ah. Perasaanku ini mengenali rasa bersalah yang merayap, aku benar-benar merasa bersalah karena tidak memberitahukannya lebih awal pada Rae Ah. Padahal hanya Rae Ah yang mengetahuinya selain diriku.

“Wow.”

Aku menunggu wajah Rae Ah yang menatap takjub, “Baiklah, ayo kita bicarakan di kantin, sekarang.”

Ia menarikku lagi, kali ini menuju kantin. Rae Ah berjalan lurus menuju pintu, tidak seperti biasanya Rae Ah langsung melewati pintu, “Tunggu, kau tidak akan mengajak Sehun?”

“Tidak! Aku muak dengan wajahnya, kau meninggalkanku sendiri bersama dia terlalu lama, kau sampai bosan.” Sambarnya cepat.

“Tapi…”

“Ayo!” paksanya.

Aku mengerutkan dahiku, kenapa dengan Rae Ah? Padahal setidaknya Sehun harus tahu, laki-laki itu juga mengetahui garis besarnya. Walaupun aku malu mengakuinya, ia bisa tahu karena saat dia menyatakan perasaannya padaku ia memaksaku untuk menjelaskan kenapa aku menolaknya. Tapi itu sudah lama, sekarang kami berteman, aku sudah tidak merasa ia masih menyukaiku, perasaan berubah.

~*~

Kemana perginya Jongdae? Aku sudah menunggu didepan gerbang tapi ia tidak muncul juga, padahal ia menyuruhku untuk menunggunya disini. Aku melirik jam yang tertera pada ponselku yang menyatakan kalau aku sudah menunggu selama 15 menit. Berhubung aku bukan tipe yang senang menunggu aku beranjak dari tempatku bermaksud menyusulnya. Aku menggerutu sembari melewati lorong yang sudah sepi. Mataku melihat papan penanda kelas 3A, kelasku, lalu berganti menjadi B, C, D, dan akhirnya E. Aku sudah berada di depan pintu yang terbuka sedikit, tanganku ingin menggeser pintu itu dan melihat adakah Jongdae di sana.

“Kenapa kau tidak ingi pergi menemaniku ke pestanya Boram?”

Aku terhenti, itu adalah suara seorang gadis, aku tidak mengenalinya berhubung hubunganku dengan murid-murid sangat terbatas.

“Karena aku sudah memiliki tunangan. Maafkan aku.”

Itu suara Jongdae.

“Ini hanya sekali saja.”

“Tidak bisa Mira-ssi. Aku terlalu mencintainya, dan aku ke sini untuk menjemputnya, lalu aku akan membawanya bersamaku. Itulah sebabku berada di Seoul sekarang.”

Oh. Alasan kuat, misinya. Ia ingin menjemput tunangannya? Kekecewaan menyergap dengan cepat, gravitasi terasa lebih kejam karena aku merasakan seluruh tubuhku seakan tertarik ke bawah.

“Hash, kau ini sulit sekali. Baiklah, tapi kita tetap berteman bukan?”

Siapa tunangannya? Sungguh niat sekali ia mau menjemput tunangannya.

Aku berjalan mundur satu langkah dan berputar. Aku menundukkan kepalaku berpikir dalam. Benar bukan? Ini mimpi, dan aku baru saja terbangun.

Siapa gadis beruntung itu?

Sial. Aku memang hanya teman dekatnya saja, seperti yang delapan tahun ini aku takutkan.

“Young-chan! Kau dari mana?”

Aku mendengar lagi suaranya, “Ah, aku baru dari ruang guru.” Aku berbalik dan menunjuk ruang guru yang memang berada tidak jauh dari kelas E.

“Ohh…” terlihat sekali kelegaan dalam suaranya.

Apakah ia belum ingin memberitahukannya padaku?

~*~

“Gong Min Young! Jawab aku!!!”

Aku menatap langit-langit kamarku kosong, “Ya?”

“Jadi apa yang akan kau berikan untukknya pada acara secret santa? Kau tidak mungkin memberinya syal membosankan khasmu itu bukan?”

“Siapa?” aku mengernyitkan dahiku.

“Chen!”

Siapa lagi itu? Aku mengernyitkan dahiku.

“Jangan bilang… oh! Dia itu Kim Jongdae! Nama panggilannya Chen!” ia melanjutkan seakan tahu apa yang ada dipikiranku.

Aku membelalakkan mataku, segera aku bangkit dari posisi tidurku, kali ini aku menatap kalenderku, satu minggu lagi tepat hari natal dan acara secret santa.

“Ayolah, apa yang akan kau berikan? Atau kau sudah menyiapkannya? Atau kau sudah berkencan dengannya?”

Berkencan?

“Shin Rae Ah, dia sudah memiliki tunangan.” Seketika aku kembali merebahkan diriku.

“Dengan? Nama?”

“Tidak tahu.”

Tanpa menunggu jawaban dari sebrang sana aku langsung memutuskan sambungan.

Kenapa aku tidak menyukai Desember? Juga natal? Karena Desember adalah tepat ketika Jongdae pergi, dan saat itu adalah hari natal. Natal yang biasa aku habiskan bersama Jongdae menghilang, digantikan dengan natal-natal kosong, karena ayah dan ibuku bekerja jauh diluar sana dan tidak pernah pulang, meninggalkanku di rumah megah yang kosong ini.

Sekarang tepat ketika harapanku hancur berkeping-keping.

~*~

Ting tong!

“Ugh!” aku menurunkan buku yang sedang aku baca, mataku melihat ke arah jam dinding. Jam 11 pagi di hari Minggu, dan siapa yang berani mengangguku? Aku meletakkan buku yang sedang aku baca dan berjalan bertelanjang kaki menuju pintu.

“Young-chan!”

Aku terdiam, sebenarnya aku ingin menutup pintunya segera, tapi sepertinya aku terlalu lemah. Sehingga aku hanya berdiri diam melihat sosok Jongdae. Sweater putih dan celana panjang berwarna khaki yang dipakainya membuatnya terlihat tampan.

Bodoh!

“Eh?”

Aku merasakan kehangatan ditelapak tanganku.

“Ayo ke rumahku, kita menghias pohon natal bersama. Tidak ada ibu atau adikku yang membantu, jadi bantu aku.”

Detik berikutnya aku sudah berjalan mengikuti Jongdae keluar dari rumahku. Selangkah demi selangkah aku menapakkan telapak kaki telanjangku ke batu setapak yang dingin, dingin membunuh. Aku bisa saja mengeluh dan menarik tanganku, tapi aku sedang menjadi orang bodoh disini.

Aku mengigit bibir bawahku, menetapkan tekad aku akhirnya berhenti, menjadi patung.

Berhenti menjadi orang bodoh, Min Young.

“Young-chan? Kenapa? Ah!” seketika pegangannya telepas, ia langsung berjongkok sembari mengacak-acak rambutnya yang tidak gatal itu. Bagimana bisa rambut yang terlihat sempurna itu memiliki cela?

“Bagaimana bisa aku membuatmu bertelanjang kaki di musim dingin begini?” ia meruntukki dirinya sendiri.

“Aku baik-baik saja – ah!”

Jongdae menarikku mendekat, dengan beberapa gerakan ringkas aku sudah berada dalam pelukannya, pelukan yang biasa dilakukan para pengantin. Aku bisa merasakan tangannya melingkar sempurna di punggungku dan juga tungkai kakiku.

“Sebagai permintaan maaf, biarkan aku menggendongmu tuan putri.” Ia tersenyum menunjukkan giginya.

“Baiklah! Kau harus bertanggung jawab, sekarang ayo jalan. Udara diluar dingin.”

Biarkan aku menjadi orang bodoh.

~*~

“Jangan yang biru!”

Aku menunduk dari posisiku menatap Jongdae yang menatap tanganku yang memegang hiasan bola berwarna biru.

“Kenapa?” aku mengernyitkan dahiku.

“Kau sudah menggunakan warna biru tadi, ganti warna.” Katanya menyerahkan bola berwara merah.

Aku mengambil bola itu, sedikit tersengat ketika jari-jarinya bersentuhan denganku. Aku berusaha mengabaikannya dan berkonsentrasi menggantungkan bola itu di dahan pohon natal.

“Puas?” aku berkacak pinggang.

“Tentu saja. Sekarang lihat? Betapa indahnya pohon natal ini. Hanya puncaknya. Young-chan, turun dulu, pilih hiasan mana yang cocok untuk puncaknya.” Jongdae sudah duduk dilantai berkonsentrasi dengan kardus berisi hiasan-hiasan natal yang hampir kosong itu. Bagaimana tidak? Ia bersikeras menghias seluruh isi rumahnya yang kosong ini. Aku melihat kembali hasil karya kami, untaian-untaian berwarna yang menghiasi pegangan tangga, kaus kaki yang digantungkan di dekat tv, dan masih banyak lagi.

Setelah mengamati master piece kami berdua, aku turun dan menyusulnya. Aku berdiri di sampingnya menunduk, ikut menyetarakan pandanganku dengan pandangannya.

“Bintang atau malaikat?” tanyanya menyadari keberadaanku.

Aku mengamati sejenak, “Bintang.”

“Menurutku juga begitu, ayo kau naik lagi.”

“Ck, kenapa harus aku?” walaupun begitu aku tetap mematuhinya.

“Karena aku tahu kau selalu suka menaikki tangga untuk menghiasi pohon natal sejak kecil. Lagipula jika ada apa-apa aku bisa menangkapmu.”

Hentikanlah kata-kata manismu Jongdae, aku menelan salivaku. Aku berjinjit sedikit, tanganku mengulur panjang berusaha memasang bintang itu di puncak pohon natal. Momen ini, momen ini adalah momen yang dulu aku sukai, seperti kata Jongdae. Aku dulu menyukainya, aku merasakan kalau perlahan aku semakin naik, naik, dan memasangkan bintang pada puncaknya bagaikan keajaiban untuk diri kecilku.

Dulu.

Pikiranku seperti terserang badai dan mengacaukan konsentrasiku.

“MIN YOUNG!”

Aku menutup mataku ketika gravitasi kini benar-benar menarikku kebawah. Aku sudah membayangkan cedera punggung, gegar otak, atau patah tulang, tapi dalam beberapa detik yang singkat itu aku merasakan kehangatan. Aku membuka mataku, dan aku menemukan wajah Jongdae yang amat sangat dekat denganku. Aku bersumpah merasakan pipiku memanas.

“Kau ini, terlalu ceroboh…” ia tersenyum lega, “.. tapi itulah yang membuatku menyukaimu.”

“APA?”

Aku langsung mendorong tubuhnya membiarkan aku jatuh. Menghindari tangannya yang mengulur padaku aku menepisnya dan cepat-cepat berdiri dengan kekuatanku sendiri.

“Aku membencimu.” Kau menyentaknya kemudian berjalan keluar. Bagaimana bisa ia mengatakan kalau ia menyukaiku ketika aku tahu ia sudah memiliki tunangan? Ia ingin mempermainkan aku ketika memperkenalkannya pada tunangannya?

~*~

Aku berjalan memasuki ruangan, ya secret santa. Aku sebenarnya tidak ingin hadir, mengingat moodku yang tidak baik. Tapi Rae Ah meneleponku dan mengancamku harus datang, setidaknya mengambil hadiahku sendiri. Karena itulah aku disini, menatap kerumunan orang memakai topeng yang membingungkan, dengan hadiah yang berada di tanganku. Tentu saja aku harus membawanya atau aku tidak diijinkan masuk.

Aku berjalan lurus melewati berbagai orang yang menghalangi jalanku menuju pohon natal, tidak terusik untuk mencicipi makanan atau minuman. Aku hanya menunaikan tugasku, lagipula aku juga tidak bisa atau tidak ingin repot-repot mencari Jongdae, mengingat kejadian buruk yang baru saja terjadi.

Setelah perjuangan penuh sesak dan permisi, akhirnya aku bisa mencapai pohon natal, aku menunduk bermaksud menaruh hadiahku tapi aku berhenti. Mataku malah mencari-cari, mungkin saja ada namaku disana, aku ingin mengetahuinya, mengetahui hadiahku untuk tahun ini. Berhubung hadiah yang aku minta pribadi pada santa sudah hancur. Beruntunglah diriku, aku menemukan namaku, tanganku yang bebas meraih kotak kecil yang memang diperuntukkan untukku. Karena ukurannya yang mungil aku bisa dengan mudah membuka kotak itu dengan tangan yang penuh.

Mataku langsung terbelalak melihat hadiahku, kalungku… aku menunduk dan memperhatikan leherku yang ternyata polos. Aku segera menaruh tutup kotak itu di atas hadiahku bermaksud mengambil kalung itu, menelitinya. Namun ekor mataku menangkap sebuah tulisan yang tertera di balik tutup kotak itu.

Dan setelah membaca baris kalimat yang singkat dan padat itu aku langsung bergegas. Dengan langkah tergesa dan high heels yang menyakiti tumitku, aku memaksakan diri berjalan keluar ruangan. Beberapa kali aku menabrak orang yang tidak bersalah. Bahkan tepat di dekat ambang pintu aku menerobos seorang gadis yang sedang memberikan sebuah kotak pada seorang murid laki-laki. Rambut laki-laki tersebut berwarna karena dicat, sedangkan gadis itu mengenakan gaun berwarna hijau merah. Semuanya berkelebat singkat di mataku, nyatanya aku merasa bersalah karena telah menganggu mereka.

~*~

“Hah, hah…”

Disinilah aku sekarang berada di depan gerbang rumah yang selalu aku nantikan kehidupannya, tersengal-sengal. Perlahan aku menghampiri rumah tersebut, menghargai setiap langkah yang aku buat.

Kalungmu terjatuh, dan sepertinya kau salah paham Young-chan. Temuilah aku di bawah pohon natal rumahku, pintuku selalu terbuka untukmu.

Untaian kata itu kembali terbersit di pikiranku. Dengan tangankuyang gemetar kedinginan aku mendorong gerbangnya yang tidak terkunci dan memasuki pekarangan.

Begitu sampai di depan pintu bercat putih itu aku menenangkan diriku, aku mendorong pintu itu perlahan – sekali lagi tidak terkunci, dan berjalan masuk. Pemandangan hasil karyaku beberapa hari yang lalu langsung menyambutku, tapi itu tidak penting sekarang. Aku berlari menghambur ke arah pohon natal dan berlutut di sana. Aku meletakkan kotak hadiahku dan kotak kecil yang tadinya berisikan kalungku – kotak itu sekarang sudah kosong karena aku sudah meraup isinya ke dalam genggamanku.

Aku terduduk dalam diam, menantikan orang yang mengundangku. Diriku yang tidak memiliki kegiatan selama menunggunya memilih untuk melihat-lihat. Beberapa perubahan telah terjadi, sekarang ada beberapa kotak hadiah di bawah pohon natalnya.

Pandanganku terjatuh pada kotak kayu… kotak kayu yang selama ini menganggu pikiranku.

To: My fiancee.

Apakah…

Dengan tangan gemetar aku memasukkan anak kunci yang tidak lain adalah liontin kalungku. Terdengar suara clek, dan kotak itu terbuka.

Air mataku langsung saja mengalir.

Srak.

“Jangan menangis. Ini semua milikmu. Jangan salah paham….” seseorang memelukku dari belakang, membuatku merasakan kehangatan yang amat sangat.

“Tapi… bagaimana kau tahu…”

“Rae Ah yang menjelaskan keadaannya padaku.”

Aku menatap kembali isi kotak itu. Di dalam sana tersimpan gaun putih yang indah, juga sebuah cincin cantik tergeletak manis di atasnya.

“Untukmu, Gong Min Young, maukah kau menjadi pendamping hidupku?”

Aku membuka kotak berisi hadiahku, dengan cepat aku berbalik dan tanganku melingkarkan sebuah syal berwarna coklat muda ke lehernya.

“Selama ini aku selalu memberikan hadiah syal pada siapa saja. Kau tahu kenapa? Karena syal buatanku sendiri ini tidak pernah sampai padamu. Inilah satu-satunya hadiah yang ingin aku berikan, dan satu-satunya orang yang berhak mendapatkannya adalah kau. Kim Jongdae, I do.”

Mata kami bertatapan, Jongdae menatapku dengan senyumannya.

Saranghaeyo.”

Nado, Kim Jongdae.”

Aku memejamkan mataku dan merasakan percikan-percikan listrik di pipiku, dan gerombolan kupu-kupu memenuhi perutku. Juga sengatan manis pada bibirku yang menyentuh bibirnya.

~*~

Min Young memberengut menatap Jongdae yang berada di hadapannya. Jongdae baru saja mengucapkan selamat tinggal padanya. Tepat di saat ia akan memberikan hadiahnya hari itu. Hadiah yang dibuatnya susah payah, syal berwarna coklat muda yang menurutnya cocok untuk kepribadian Jongdae.

“Hei, jangan bersedih, aku akan kembali, ya?” tangan Jongdae bergerak dan mengalungkan sesuatu pada lehernya.

Kalung?

“Itu adalah sebuah kunci, jagalah baik-baik. Saat aku kembali aku akan membawa kotaknya dan kau harus bisa membukannya dengan kunci itu. Janji?”

Min Young mau tidak mau menganggukkan kepalanya.

~*~

“Ibu…”

“Ya?” Ms. Kim menatap anaknya yang baru memasuki mobil.

“Kunci untuk kotak yang waktu itu ibu tunjukkan padaku, aku memberikannya untuk Min Young.”

Ms. Kim menatap anaknya tidak percaya, bagaimana ini? Putranya yang masih berada di tingkat elementary school, baru saja membuat kekacauan. Benda penting yang seharusnya menjadi pemberian keluarga Kim untuk menantunya telah berada di tangan anak kecil.

“Tenanglah yeobo, jika ia sudah besar, aku akan menyuruhnya mengambilnya. Entah bagaimana keadaannya.”

Ms. Kim melirik suaminya yang berada di kursi penumpang depan, memastikan keseriusan di sana…

“Tenanglah ibu, aku pasti akan membawanya kembali, seperti kata ayah. Tapi untukku aku sudah pasti akan membawa Min Young.”

Ms. Kim menggelengkan kepalanya, anak-anak sekarang sama sekali tidak bisa dipercaya.

~*^^*~


[FREELANCE] 8

$
0
0

8

Author: Little Maknae

Tittle: 8

Cast: Oh Sehun, Yoon Eun Rim

Genre: Romance, Fluff

Length: Ficlet

Rate: T

Poster by yeoshin1002 || High School Graphics

(Also published in Personal Blog)

2014 © Little Maknae

***

Malam ini, Sehun menghampiri gadisnya lagi. Dengan waktu yang sama, tempat yang sama, dan alih-alih yang sama. Pukul delapan, dirumah gadisnya, dengan alih-alih ingin menemaninya.

Seperti hari-hari sebelumnya, Sehun dan Eun Rim menikmati malam dengan menatap bintang penghias langit. Mereka duduk dibalkon kamar Eun Rim dengan saling merengkuh satu sama lain. Saling menyalurkan kehangatan dari rengkuhan masing-masing.

“Kenapa kau selalu datang pukul delapan?” tanya sang gadis tanpa berniat melepas rengkuhannya.

“Karena aku suka angka delapan.” jawab Sehun sambil mencium puncak kepala gadisnya. Menghirup aroma kiwi dari sana.

“Kenapa?” gadisnya bertanya lagi. Ia masih tak mengalihkan pandangannya dari bintang-bintang itu. Seolah bintang itu akan lenyap jika pandangannya beralih barang sedetik.

“Karena angka delapan tidak berujung. Dan aku ingin jika aku datang padamu pukul delapan, maka hubungan kita pun seperti angka itu. Tak berujung. Tak ada putusnya.” Ini bukan kalimat bualan. Dan lagi Sehun bukanlah tipe orang yang pandai membual. Dia hanya menjawab apa yang seharusnya dijawabnya.

“Lalu bagaimana dengan angka nol? Bukankah sama-sama tak berujung?”

“Memang sama. Tapi angka nol terlalu klise. Polos. Tidak berproses. Butuh proses panjang untukku bisa memilikimu.” Sehun mengeratkan tangannya dipinggang Eun Rim. “Lagi pula, angka nol itu ibaratkan kita.” lanjutnya. Senyumnya merekah ke arah bintang-bintang yang masih bersinar itu.

“Apa maksudmu?” dahi Eun Rim mengerut bingung. Kali ini ia menatap wajah lelaki-nya. Lebih tertarik pada perkataan Sehun tentang angka nol dan delapan daripada bintang-bintang yang akan lenyap jika tak dipandangnya itu. Tapi kenyataannya, sang bintang tetap berdiri kokoh dengan sinarnya walau sudah berdetik-detik Eun Rim mengalihkan pandangannya.

“Begini. Andaikan saja kita berdua adalah angka nol. Perlu dua nol untuk menjadi angka delapan. Jika kita bersatu, maka sempurnalah angka delapan itu. Sempurna juga hubungan tak berujung itu. Dan kau lihat garis yang menyatukan keduanya? Itu adalah jalanmu. Kemanapun, sejauh apapun kau pergi, kau tetap kembali padaku.”

Eun Rim terperangah. Darahnya berdesir hebat. Ia merasa penjelasan Sehun tadi adalah hipnotis yang sangat mempesona. Namun sekali lagi, Sehun bukan orang yang pandai membual. Bukan juga orang yang pandai menghipnotis. Ia hanya menjawab apa yang seharusnya ia jawab.

“Tutup mulutmu, sayang.” Sehun menyentuh dagu Eun Rim dan sedikit mengangkatnya-membantunya menutup mulut, sedikit takut kalau saja gadis itu lupa caranya. Ia tersenyum geli ketika melihat raut sang gadis yang merona ke-merah-mudaan. Meski dalam cahaya remang, Sehun menyadari rona itu. Ia sangat teliti tentang wajah gadisnya. Sudah menghapal diluar kepala tentang komponen apa saja yang ada di wajah itu.

“Oh, maaf. Aku hanya terlalu terkejut dengan pernyataanmu.” ucap Eun Rim. Ia memalingkan wajahnya, tak ingin memperlihatkan rona-nya. Percuma sebenarnya, karena Sehun lebih dulu menyadarinya.

Sehun tersenyum. Lagi-lagi ia merasa geli dengan gadisnya. Lalu ia mendekap Eun Rim sangat erat. Dan membisikkan sesuatu tepat ditelinganya, membuat gadis itu menahan gejolak aneh saat hembusan nafas Sehun masuk melalui telinganya, “Jangan pergi dariku. Itu hanya akan melelahkanmu karena kau tetap akan berakhir padaku.”

Eun Rim hanya bisa mengangguk dalam dekapan Sehun. Ia bergidik, antara karena nafas Sehun yang begitu hangat, atau perkataannya yang menyangkutpautkan ‘tetap berakhir padaku’.

“Sekarang kita masuk. Kau harus tidur.” kata Sehun seraya melepas dekapannya dengan enggan. Sedikit tidak rela karena kehangatan itu berakhir.

Eun Rim menurut. Ia beranjak disusul Sehun. Lalu membaringkan badan di atas ranjang besarnya.

“Pulanglah.” kata Eun Rim lembut. Tapi sungguh, ini bukan sebuah usiran yang diperhalus.

“Ya. Kau tidurlah. Lalu aku akan pulang,” Sehun menyelimutinya dan berakhir dengan ciuman selamat tidur dikeningnya. “Selamat tidur.”

Eun Rim tersenyum dan menutup matanya. Sedangkan Sehun mematikan lampu kamar, menyisakan sebuah lampu tidur yang menyala diatas nakas.

Sehun beranjak pulang. Ia terus tersenyum mengingat gadisnya. Tanpa henti ia berharap hubungannya dengan Eun Rim tak akan berujung seperti angka delapan, angka kesukaannya.

FIN


[FREELANCE] Illa.. Illa.. (Chapter 2)

$
0
0

Illa Illa

Title : Illa.. Illa..

Author | Artwork | Twitter : @auliaylsnov

Genre : Alternatif Universal, Angst, Sad

Length : Chapter || Status : Chapter 2 || Rating : PG-15

Main Casts : Kim Hye Sun (OC) | Kevin Wu | Zhang Yi Xing

Support Casts : Kim Jongin | Jung Soojung | Kim Junmyeon | Oh Sehun | etc

Ost :

Juniel – Illa Illa | Ailee – Evening Sky | Ailee – Heaven

Disclaimer :

Well, FF ini terinspirasi dari MV Juniel – Illa Illa, tapi ingat! Hanya 30% dari MV, karena secara keseluruhan sampai FF ini selesai, hasil pemikiran aku selama begadang tiap malam -_- #poorME jadi tidak termasuk SONGFIC. Hehehe^^

Warning :

Ingat yah! Kehidupan di FF ini sama sekali tidak sama dengan dunia nyata sang “cast”. Baca lagi, karena FF ini genrenya Alternatif Universal. Jadi dimohon jangan sembarang ngebashing cast J Boleh jengkel, asalkan tidak berkata-kata kasar. Komentari saja apa yang ada di FF ini yang sekiranya harus dikomentari.

 

Untuk yang belum baca :

Chapter 1

 

“Harapan dan keputusasaan. Semuanya tidak bisa kupungkiri. Aku berharap kau akan hadir disini, namun aku juga putus asa akan harapan itu sendiri. Menunggumu, apakah itu hanya akan menjadi hal yang sia-sia? Karena kekosongan ini hanya sempat terisi beberapa saat saja. Seandainya.. kau mau mendengarkanku sebentar saja…”

-Kim Hye Sun-

“Akibat ketidaksengajaan, dan kesalahpahaman, membuatku menjadi merasa sangat bersalah padamu. Aku akan menebus kesalahanku. Karena dengan cara itulah bisa membuatku semakin mengenalmu, dan hal itu membuatku lebih semangat menjalani hidup.”

-Zhang Yi Xing-

“Kebodohanku, kecemburuanku, keegoisanku, membuatmu menjadi sangat amat terluka. Aku tahu beribu kata maaf pun yang keluar dari mulutku tidak akan membalikkan keadaan seperti semula. Tapi, masih adakah kesempatan kedua untuk bersamamu kembali?”

-Kevin Wu-

 

STORY’s BEGIN…

 

Dua orang laki-laki berdiri di depan ruang UGD setelah dua jam yang lalu mereka tergesa-gesa melawan waktu untuk menyelamatkan seorang gadis yang tengah sekarat melawan kematiannya. Sangat jelas terlihat dari kedua wajahnya sangat mencemaskan seorang perempuan yang berada di dalam ruangan tersebut. Seorang laki-laki berkulit tan itupun akhirnya duduk di kursi tunggu yang berada didepan ruangan tersebut dan menundukkan kepalanya. Ia mengacak rambutnya pelan seperti orang frustasi. Wajahnya sangat terlihat kacau. Airmatanya telah mengering dan menyisakan mata yang sembab. Ia pun menatap seorang pria yang masih setia berdiri di depan pintu ruang UGD.

“Hei, kemarilah!” ujarnya parau.

“Ne..” pria yang dimaksud mengikuti apa yang diminta laki-laki itu.

“Kau, siapa? Dan mengapa Noonaku ada bersamamu?” tanya laki-laki itu dengan pandangan tajam dan menusuk.

“JONGIIIINNN…!!!!” teriak seorang pria berkulit putih tengah berlari menghampiri mereka berdua. Laki-laki berkulit tan tersebut bangkit dari duduknya dan segera memeluk pria tersebut.

Hyung, NoonaNoona…” laki-laki itu tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia memeluk erat pria yang ia sebut ‘hyung’ tersebut. Pria tersebut ikut menitikkan airmatanya dan mengelus punggung laki-laki itu dengan pelan.

“Aku sangat terkejut, Jongin. Kenapa Hye Sun bisa mengalami kecelakaan seperti ini?” ujar pria tersebut lirih.

“TANYAKAN SAJA PADA PRIA ITU!!!” sentak laki-laki bernama Jongin tersebut sembari menunjukkan jari telunjuknya kepada pria yang tengah duduk menatap mereka berdua.

“Jongin, tenanglah!” ujar pria tersebut lalu mengajak adiknya untuk duduk. Pria tersebut memandang pria yang ada disampingnya sekarang.

“Maaf, kau ini siapa?” pria itu menyelidiki orang yang ada disampingnya dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.

“Aku Zhang Yixing. Aku yang menolong agasshi itu dari kecelakaan…” jawabnya dengan tenang.

“Bisakah kau menceritakan kronologi kecelakaan adik perempuanku? Oh ya! Aku sampai lupa. Namaku Kim Junmyeon, dan ini adik bungsuku, Kim Jongin, dan adik perempuanku yang sekarang berada di ruang UGD tersebut…” kata-kata pria yang bernama Kim Junmyeon tersebut menggantung.

“Kim Hye Sun.” Pria bernama Yixing menambahkan. Junmyeon mengangguk setuju.

“Jadi, begini ceritanya…” Yixing menceritakan dari awal pertemuannya dengan perempuan bernama Hye Sun tersebut di florist sampai bagaimana perempuan itu mengejar pria bernama Kevin Wu, kalau ia tidak salah dengar namanya seperti itu dan bagaimana perempuan itu mengalami kecelakaan tepat di depan matanya.

“Maafkan aku, aku telat untuk menolongnya.” Yixing mengakhiri pembicaraannya.

Bisa terlihat secara jelas oleh mata, kedua orang bermarga Kim yang tengah mendengarkan ceritanya tersebut mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Kim Junmyeon, dengan mata yang tertutup ia menghela nafasnya berat. Kim Jongin, dengan aura laki-laki yang tengah menginjak fase remaja akhir terlihat lebih menunjukkan emosinya. Rahangnya mengeras, gemeretak giginya dan matanya yang tajam. Ia seperti berapi-api.

“KEVIN WU! AKU TIDAK AKAN MEMBUATMU HIDUP DENGAN TENANG!” teriak Jongin kencang. Ia tidak sadar bahwa sekarang ia tengah berada di rumah sakit yang notabene membutuhkan ketenangan.

“Jongin! Sudah kubilang tenanglah! Ini rumah sakit!” bentak Junmyeon namun tidak terlalu keras.

Hyung, bagaimana aku bisa tenang jika orang yang sangat berharga bagiku sedang sekarat di dalam UGD? Bagaimana aku bisa tenang, hyung!!” Jongin membentak Junmyeon yang merupakan hyungnya.

“Kau tidak ingat kata-kata Hye Sun, heoh? Marah hanya akan membuatmu semakin kehilangan akal sehatmu. Kau harus tenang! Berdoalah Kim Jongin! Karena doa adalah cara yang paling ampuh agar tidak terjadi apa-apa pada Noonamu!” Junmeyeon menasehati Jongin yang emosinya terlihat sangat labil dan tak terkendali. Yixing yang memperhatikan perdebatan kedua kakak beradik tersebut tertegun dengan kalimat terakhir yang barusan diucapkan oleh Junmyeon. Pria itu langsung menundukkan kepalanya dan berusaha untuk tenang. Memohon kepada Tuhan untuk memberikan kebaikanNya kepada perempuan yang berada di ruangan itu sekarang.

 

===xXx==

 

            Di sisi lain, seorang pria tengah menenggak habis segelas whisky yang berada di tangannya sekarang. Rambutnya sangat acak-acakan namun hal itu sama sekali tidak membuat ketampanannya luntur. Malah itu membuatnya semakin terlihat lebih manly. Ia menuangkan kembali botol whisky tersebut ke dalam gelas dan meminumnya kembali. Ia hendak meminum whisky itu kembali, namun tangannya tiba-tiba berhenti. Matanya terpejam, rahangnya mengeras, dan ia menggenggam gelas itu dengan erat. Teringat kembali akan sebuah memori di dalam otaknya. Seorang perempuan melihatnya dengan tatapan khawatirnya, menghampirinya dan menggenggam tangannya.

Kevin, apa yang kau lakukan? Berhentilah minum, ini tidak baik untukmu…’ ujar perempuan itu sangat lembut di telinganya. Namun, seketika itu juga ia mengingat kejadian yang terjadi tiga jam yang lalu dan hal itu membuatnya mengerang dan melemparkan gelas yang dipegangnya dengan kuat.

“PRAAANGGG….” gelas itu mengenai lemari kaca dan secara otomatis membuat kacanya juga ikut pecah.

“HYE SUN-aaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” teriaknya seperti orang frustasi. Seketika pertahanannya runtuh dan ia merosot dengan bebas begitu saja ke lantai kayu. Ia menangis, menyesali perbuatannya.

Seorang perempuan masuk ke dalam ruangan tersebut dan melempar tasnya begitu saja ke sofa berwarna cream lembut. Ia mengecek satu per satu ruangan yang ada di sana namun ia tidak menemukan seseorang yang ia maksud. Ia berjalan ke arah dapur dan matanya membulat sempurna ketika melihat seorang pria terkulai tak berdaya di lantai kayu dekat pantry dapur. Perempuan itu berteriak. “ASTAGA, KEVIN OPPA…!!!!!” ia segera menghambur ke arah pria tersebut dan mencoba membangunkannya.

“Oppa! Bangun! Oppa! Yak! Sadarlah oppa!” perempuan itu memukul pelan wajah pria tersebut, namun tak ada respon.

“Hye Sun-aah.. Wae? Wae?” ujarnya lirih. Pria bernama Kevin tersebut membelai lembut wajah seorang perempuan yang berada dihadapannya sekarang.

“Kenapa kau melakukan itu padaku?” membuat perempuan itu mendengus kesal. “Aku bukan Hye Sun! Aku bukan perempuan murahan itu! Sadarlah Kevin oppa! Sudah kubilang hanya aku yang pantas untukmu!” bentak perempuan itu. Yang dibentak hanya tersenyum kecut.

“Seharusnya yang marah itu aku, bukan kau Hye Sun…” pria itu pun mendekatkan wajahnya kepada perempuan yang ada dihadapannya sekarang. Terlebih lagi bibirnya jauh lebih dahulu mendekat ke arah bibir perempuan itu. Membuat perempuan tersebut ikut terpejam dan pasrah menerima perlakuan dari pria tersebut. Dengan segenap kesadaran terakhirnya sebelum ia jatuh pingsan, ia menatap lekat-lekat perempuan itu. Ternyata perempuan itu bukannya perempuan yang ia maksud.

“YAK! JUNG SOOJUNG! MENYINGKIRLAH DARI HADAPANKU!” bentaknya dan ia pun jatuh pingsan.

“Sial. Di saat seperti ini saja kau masih mengingat perempuan itu!” perempuan bernama Jung Soojung itu menatap pria yang ada didepannya geram dan meninggalkan pria tersebut begitu saja. Perempuan itu tidak menolongnya.

 

===xXx==

 

Ketegangan semakin tercipta ketika dua orang pria dan satu laki-laki sudah menunggu selama lima jam di depan ruang UGD memusatkan perhatiannya pada pintu yang tengah terbuka dan memperlihatkan seorang pria paruh baya dengan menggunakan masker, sarung tangan dan stetoskop yang tergantung di lehernya. Mereka menghambur dengan wajah penuh harap ke arah pria yang pasti seorang dokter tersebut.

“Bagaimana keadaannya, dokter?” tanya tiga orang itu serentak. Membuat sang dokter kaget dan menghela nafasnya.

“Berterima kasihlah kepada Tuhan. Jika setengah jam saja kalian terlambat. Aku tidak yakin dapat menolongnya…” kalimat yang baru saja diucapkan oleh dokter tersebut seperti angin segar yang dapat kau rasakan ketika hujan dan badai telah berhenti. Begitulah yang dirasakan oleh ketiga laki-laki yang brada di hadapan dokter tersebut. Mereka bernafas lega karena menahan nafasnya saat dokter tengah berbicara.

“Apakah kalian ada keluarganya?” tanya dokter itu. Keduanya mengangguk kecuali pria yang memiliki lesung pipi tersebut.

“Oh? Yixing? Apa yang kau lakukan disini?” tanya dokter tersebut membuat Junmyeon dan Jongin heran.

“Aku.. aku yang menolong gadis itu..” jawab Yixing terbata-bata.

“Hm..” jawab dokter itu dengan berdeham dan mengangguk pelan.

“Apa Noona sudah bisa dijenguk sekarang, dokter?” tanya Jongin.

“Ia harus dipindahkan dahulu ke ruang inap dan mengingat ia belum sadarkan diri, jadi kalian belum bisa menjenguknya.” Jawab sang dokter membuat tiga orang itu kecewa. Yixing memegang pundak dokter tersebut dan seolah-olah meyakinkannya. Dokter itu pun menghela nafasnya.

“Baiklah… asalkan kalian tidak ribut ataupun menganggu pasien.”

“Arraseo…” ujar Jongin singkat.

“Ghamsahamnida, dokter. Aku sangat berterima kasih…” ujar Junmyeon dengan mata berbinar.

“Ne… ini sudah menjadi pekerjaanku. Kalau begitu, aku pergi dulu. Jika ada apa-apa, kalian tinggal memencet tombol darurat yang sudah disediakan.” Ketiga laki-laki tersebut mengangguk mengerti.

 

===xXx==

 

 

 

Setelah Hye Sun dipindahkan ke kamar inap, ketiganya langsung mengelilingi Hye Sun yang dalam keadaan tertidur dengan balutan perban yang tebal dibagian kepalanya. Jongin dan Junmyeon saling memegang punggung tangan perempuan itu dan tak henti-hentinya mencium tangan berkulit halus tersebut. Yixing hanya memperhatikan gadis yang tengah terbaring lemah itu dengan tatapan sendunya.

Junmyeon melihat kearah Yixing yang sedari tadi jarang mengedipkan kedua matanya ketika melihat adik perempuannya. Ia menepuk pundak laki-laki itu pelan.

“Bahkan ketika ia sedang terbaring lemah, kau tidak pernah melepaskan pandanganmu kepada adikku.” Yixing terkejut mendengar ucapan Junmyeon hanya tersenyum kikuk.

“Berapa umurmu?” tanya Junmyeon.

“Aku 24 tahun. Bagaimana denganmu?” Yixing balik bertanya.

“Hm.. aku 6 tahun lebih tua darimu. Berarti umurmu dan Hye Sun sama.” Ujarnya membuat Yixing kaget dan membungkukkan badannya. “Mianhae, hyung. Aku tidak tahu…”  sedangkan yang dimintai maaf hanya mengangguk pelan.

“Bagaimana bisa kau mengenal dokter tersebut?” tanya Junmyeon, membuat Yixing sedikit tersentak.

“Eumh, itu… itu… karena dokter itu adalah pamanku.” Jawab Yixing. Junmyeon menatapnya dengan lekat, ia tidak menemukan kebohongan dari mata Yixing. Junmyeon mengangguk setelahnya.

“Aku sangat berterima kasih padamu karena telah menolong adikku. Aku tidak tahu harus berbuat apa agar dapat membalas kebaikanmu, Yixing-ssi.” Ia memegang pundak laki-laki yang ada dihadapnnya tersebut.

“GWaenchana, hyung. Sudah menjadi tanggung jawabku.”

“Hm.. baiklah. Yixing-ssi, apakah kau tidak ingin pulang terlebih dahulu? Hm.. bukan maksudku untuk mengusirmu, tapi kulihat kau sangat lelah. Lagipula, bajumu banyak bersimbah darah akibat kecelakaan tadi.” Terang Junmyeon.

“Ne, aku mengerti hyung. Terima kasih telah memperhatikanku. Tapi, besok aku boleh menjenguk Hye Sun lagi, kan?” tanya Yixing meminta persetujuan Junmyeon.

“Tentu saja. Kau boleh datang kemari kapan saja sampai adikku sembuh.” Yixing senang atas sikap terbuka dari Junmyeon. Laki-laki itu mengangguk.

“Baiklah, terima kasih hyung. Kalau begitu aku pamit dahulu.” Yixing menunduk ke arah pria yang lebih tua darinya tersebut.

“Sekali lagi terima kasih banyak Yixing! Aku sangat berhutang budi padamu…” Junmyeon menepuk pundak laki-laki itu pelan.

“Ah hyung kau berlebihan.” Yixing tersenyum.

“Jongin-ssi, aku pamit dulu.” Sapa Yixing, laki-laki yang disapanya hanya mengangguk pelan. “Terima kasih hyung…” ujarnya lirih. Yixing mengangguk.

Setelah itu, ia keluar dari ruangan tersebut dan kembali ke mobilnya yang berada di parkiran. Ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang berada di rumah sakit ketika melihat tubuh atau yang lebih tepatnya lagi pakaiannya yang bersimbah darah. Ia berjalan lunglai ke arah mobilnya dan memegang dadanya yang cukup sakit akibat ditimpa oleh gadis tersebut.

“Ternyata ia cukup berat juga…” keluhnya. Lalu masuk ke dalam mobil dan mengendarai mobil tersebut dengan kecepatan sedang.

 

===xXx==

 

Kevin Wu’s POV

“Ugghh…” aku memegang kepalaku yang terasa sangat pusing. aku melirik jam yang berada di tangan kiriku. Sial. Aku sudah tertidur dari jam lima sore kemarin? Dan sekarang sudah jam tujuh pagi, berarti aku sudah tertidur selama 14 jam.

“dddrrtt… dddrrttt…” Aku merogoh ponsel yang ada di saku celanaku. Alarm pengingat bahwa akan ada meeting jam delapan pagi ini. Parahnya lagi, sudah ada 15 missed call dan 10 pesan masuk. Hampir semua berasal dari nomer dad dan sekretarisku.

Aku pun segera bangkit dari lantai dan melihat tubuhku masih terbalut pakaian kerjaku yang kemarin. Bau whisky sangat menyengat dan dengan lunglai aku berjalan menuju kamar mandi yang berada di kamar tidurku.

Selama di kamar mandi aku memikirkan tawaran dad kemarin. Seperti aku memang harus berangkat ke Kanada untuk menenangkan fikiranku. Membiarkan Hye Sun menyesali perbuatannya. Well, aku sangat marah melihatnya kemarin mencium seorang pria di floristnya dengan posisi tertidur di lantai. Apa-apaan itu? Melakukan perbuatan ditempat yang tidak seharusnya. Aku kesal mengingat kejadian itu. Tiga tahun, bukan waktu yang singkat bukan? Tapi dengan mudahnya ia berselingkuh dengan orang lain. Kurang apalagi diriku? Semua wanita memujiku hampir sempurna dengan semua yang aku miliki. Semua wanita dengan mudah bertekuk lutut padaku, bahkan mereka sendiri yang datang untuk menawarkan dirinya padaku. Sombong? Tidak! Itu adalah fakta. Tapi, Hye Sun adalah pengecualian. Ia berbanding 180 derajat dari semua wanita yang aku sebutkan tadi. Kupikir dengan membalikkan telapak tangan saja, aku bisa mendapatkan wanita yang aku inginkan, namun Hye Sun bukanlah tipe yang seperti itu. Butuh perjuangan selama enam bulan sebelum akhirnya ia menerimaku.

Dan Hye Sun lah yang menemukan kelemahanku. Aku adalah seorang yang posesif dan protektif. Seseorang yang sudah aku miliki, tidak boleh lepas dan didekati oleh orang lain, dan akibat itulah pula hubungan kami hampir renggang beberapa bulan di tahun pertama kami menjadi sepasang kekasih. Tapi walaupun begitu, ia mengerti bahwa sikapku itu merupakan bentuk dari kasih sayangku karena takut kehilangannya. Hm, tunggu dulu! Apa karena itu dia berselingkuh didepanku? Ia sudah bosan padaku? Benci dengan sikapku?  Dan menahannya selama berhari-hari, berbulan-bulan dan sampai saat ini?

Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Sepertinya aku harus menyendiri terlebih dahulu. Menenangkan fikiran dan hatiku. Kurasa aku akan menerima pilihan dad untuk pergi ke Kanada. Menurutku ini adalah keputusan yang baik untukku dan Hye Sun. Meski terasa berat untuk meninggalkan Hye Sun, namun perbuatannya kemarin membuatku tidak ingin melihatnya untuk beberapa waktu. Lagipula, aku belum memberitahunya akan rencana dad untuk menjodohkanku dengan Soojung. Ini akan lebih menyakitkan kami berdua. Ah. Entahlah, aku bingung.

 

===xXx==

 

Jongin menyandarkan punggungnya di kursi kafetaria kampusnya sembari memejamkan mata. Dari kemarin kakak perempuannya itu belum sadarkan diri. Hatinya tidak tenang. Ia merindukan kakaknya yang setiap pagi membangunkannya tidur, mengecup keningnya dan memeluknya. Sebelum ia berangkat ke kampus, kakaknya selalu membuatkannya sarapan untuk dirinya dan kakak laki-lakinya. Ia merindukan semuanya walaupun itu baru sehari saja. Jongin mengacak rambutnya pelan. Ia merasa kacau.

“Jongin-aa!” teriak seorang laki-laki tinggi dan putih sambil melambaikan tangannya. Oh Sehun.

“Hei!” balas Jongin tidak bersemangat.

Wae? Ada masalah?” Sehun bingung melihat Jongin yang tidak seperti biasanya.

“Hye Sun Noona kecelakaan, dan kau tahu? Kevin lah penyebabnya!” jawab Jongin dingin. Sehun tersentak mendengarnya. Bagaimana bisa sepupunya itu menjadi penyebab kecelakaan dari kakak perempuan Jongin? Ya, dia tahu juga kalau Kevin sedang menjalani hubungan dengan Hye Sun.

“Ja-jadi? Bagaimana keadaan Hye Sun Noona sekarang, Jongin?” Sehun terlihat cemas.

“Ia belum sadarkan diri sampai sekarang. Sehun-ah, boleh aku meminta sesuatu padamu?” jongin menatap Sehun dengan tatapan penuh harap.

“Apa itu?”

“Tolong jangan beritahu Kevin hyung. Bantu aku menjauhkan dia dari Noonaku.” Jongin membuat Sehun terkejut.

“Ta-tapi? Noonamu kan keka–”

“Bukan lagi, semenjak ia melakukan ini pada Noonaku!” jawab Jongin dingin dan mantap. Sehun tidak mengerti akan jalan pikiran temannya satu ini jika sedang dalam keadaan kalut.

“Aku tidak bisa menjanjikan itu, Jonginnie..” Sehun tidak setuju. Jongin menatapnya sinis.

“Dengarkan aku. Bukan kah dengan memberitahu Kevin hyung, kita dapat menyelesaikan masalah ini? lagipula kau tidak menjelaskan secara detail bagaimana kecelakaan ini bisa terjadi.” Nasehat Sehun.

“Jongin sayang!” ujar seorang gadis sambil melambaikan tangannya kearah Jongin.

“Soojung chagiya!” balas Jongin, memaksakan senyumnya pada gadisnya.

Wae? Wajahmu sangat murung hari ini…” Soojung menggamit lengan  Jongin dan bersandar ke bahu laki-laki itu. Sehun mendengus kesal melihat mereka berdua. Bukan iri, namun ia muak dengan sikap Soojung.

Wae? Setiap kau melihat aku berdua bersama Soojung, kau selalu mendengus kesal, Sehunnie?” tanya Jongin. Sehun segera menggeleng cepat.

Ani.” Jawab Sehun singkat.

“Kau bahkan belum menjawab pertanyaanku, chagi…” jawab Soojung manja. Sehun semakin geram dengan sikap Soojung.

“Hye Sun Noona mengalami kecelakaan, dan sampai sekarang ia belum sadarkan diri.” Jawab Jongin lirih. Soojung terkejut mendengarnya.

Jincha? Bagaimana bisa?”

“Jadi begini ceritanya…” Jongin menjelaskan apa yang ia tahu dari Yixing kemarin.

“Jongin, kau harus mendengarkan saranku. Ini adalah kesalahpahaman. Jika saja Kevin hyung tahu apa yang sebenarnya terjadi, semuanya tidak akan terjadi. Aku akan membantumu untuk meluruskan hal ini pada Kevin hyung.” Terang Sehun membuat Soojung menatapnya gusar.

“Jongin, menurutku saran Sehun itu percuma.” Sanggah Soojung.

“Apanya yang percuma? Kau bahkan belum mencobanya. Kau tahu apa tentang Kevin hyung, heoh?” Sehun kesal.

“Aku. Aku..” Soojung bingung harus menanggapi apa. Sehun tersenyum sinis.

“Sudahlah. Kalian jangan bertengkar. Sehun, terima kasih atas saranmu. Aku akan memikirkannya baik-baik. Maaf aku tidak bisa berlama-lama disini, karena masih ada kelas setelah ini. Kalian berdua bagaimana?” Jongin bertanya pada Sehun dan Soojung, mengingat mereka satu departemen di School of drama.

“Aku sudah tidak ada kelas lagi chagi…” jawab Soojung.

“Kau, tidak akan membolos? Jika iya, aku akan menemanimu.” Tanya Sehun. Jongin menggeleng.

“Aku sudah berjanji pada Noona untuk tidak membolos lagi. Meski rasanya sulit untuk belajar tidak membolos. Gara-gara aku membolos, Noona jadi seperti ini.” jawab Jongin. Sehun memberikan dua jempolnya sebagai tanda apresiasi.

“Baiklah kalau begitu. Aku masuk dulu.. bye! Chagi, tidak usah menungguku, karena sepulangnya aku akan langsung ke rumah sakit.” Soojung mengangguk. Jongin pun menepuk kepala Soojung pelan dan membelainya. Ia pun pergi meninggalkan kekasih dan sahabatnya di kafetaria.

Setelah Jongin hilang dari pandangan, mereka berdua (Sehun dan Soojung) saling memandang tajam satu sama lain.

“Puas kau mendengarnya?” tanya Sehun to the point. Soojung hanya tersenyum sinis.

“Untuk apa kau bertanya jika kau tahu jawabannya, Sehun-ssi?” Sehun berdecak kesal.

“Aku tidak akan membiarkanmu bertunangan dengan hyung dan menyakiti Jongin! Jangan memikirkan keegoisanmu sendiri, Jung Soojung! Selamanya hyung tidak akan mencintaimu dan menjadi milikmu! Ia hanya untuk Hye Sun Noona, dan kau harus segera putuskan Jongin sekarang juga atau…” ancam Sehun. Namun gadis didepannya tidak merasa takut.

“Atau apa? Atau kau akan memberitahukan hal ini pada Jongin, begitu?” tantang Soojung. Sehun mengepalkan tangannya dengan kuat.

“Sialan! Jika kau laki-laki, mungkin aku sudah memukulmu!” Sehun geram.

“Hhahaha… pukul! Pukul saja! dengar Sehun-ssi! Aku tidak takut jika kau memberitahu Jongin. Kau tahu kalau ia sangat mencintaiku dan ia tidak akan mendengarkanmu meskipun kau adalah sahabat baiknya! Jongin adalah tipe orang yang ingin melihat bukti dengan dirinya sendiri. Bukan dengan ucapan orang lain!” Soojung pun berdiri dan meninggalkan Sehun yang masih menahan amarahnya.

===xXx==

 

Kevin merasa tidak enak badan akibat tertidur di lantai semalaman. Hari ini ia tidak bisa bekerja dengan maksimal, untung saja sekretarisnya dapat diandalkan. Meeting hari ini cukup membuatnya kelelahan. Ia ingin kembali ke apartemen namun ia masih mempunyai banyak pekerjaan lain yang harus ia selesaikan sebelum berangkat besok ke Kanada. Saat ia membuka kenop pintu ruangannya, ia cukup kaget karena melihat ayahnya sudah duduk di kursi kerjanya dengan posisi membelakanginya.

“Sudah selesai dengan meetingmu?” tanya ayahnya. Lalu memutar kursi milik Kevin menjadi menghadap kearahnya.

Ne.. semua berjalan dengan lancar.” Jawab Kevin dan langsung duduk tanpa permisi didepan ayahnya.

“Bagaimana? Kau sudah memutuskan apa pilihanmu?”

Ne..”

“Apa?”

“Aku akan berangkat ke Kanada besok.”

“Bagus… Hm… sebenarnya aku sudah membelikanmu tiket hari ini juga.”

Kevin terperanjat. “Dad? Bahkan aku belum sama sekali membereskan semua barang-barangku.”

“Tenang saja. Apa guna Oh Min Hyuk jadi kaki tanganku? Kau berangkat malam ini juga jam sepuluh malam.” Kevin mendengus. Oh Min Hyuk, pamannya yang sekaligus menjadi kaki tangan ayahnya, adalah ayah dari Oh Sehun itu pasti sedang berada di apartemennya sekarang.

“Kau sudah berbicara pada Hye Sun?” tanya ayahnya dan hal itu membuat Kevin termenung. ‘Bahkan ia tidak menghubungiku sama sekali sejak kejadian kemarin…’ batinnya.

“Kevin? Kalian ada masalah?” tanya ayah Kevin kedua kalinya. Kevin bingung, karena tidak biasanya ayah Kevin bertanya tentang hubungannya dengan Hye Sun. Ia ingat bagaimana pria paruh baya itu melihat Hye Sun dengan tatapan tidak suka saat Kevin membawanya pertama kali ke Kanada untuk pertemuan keluarga.

“Ah.. Ani.. hanya saja aku belum sepenuhnya rela untuk berpisah darinya…” kevin tersenyum masam. ‘BOHONG! Bohong sekali, kau Kevin!’ batinnya. Ia kembali termenung.

“Setiap pilihan pasti mempunyai resiko masing-masing, Kevin-ah! Tidak semua pilihan itu sesuai dengan keinginanmu. Belajarlah untuk menjadi tidak egois.” Ayah Kevin yang ternyata sudah berdiri dari kursinya, menepuk pundak Kevin pelan.

“Maaf aku tidak bisa mengantarmu. Aku ada jadwal keberangkatan jam tujuh malam nanti ke London. Min Hyuk yang akan mengantarmu nanti ke bandara…” Kevin mengangguk patuh.

“Aku pergi dulu, kau tidak apa-apa, kan kutinggal sendiri?” tanya ayahnya dengan nada yang sedikit cemas, membuat Kevin tertawa.

“Hahaha… dad, aku bukan anak kecil lagi… kau tidak perlu mencemaskan aku…” kini giliran Kevin berdiri dan merangkul ayahnya.

“Baiklah kalau begitu. Jaga dirimu baik-baik… aku pergi dulu…” ayah Kevin memeluknya dan menepuk punggung pria itu pelan.

Be careful, dad…” ucap Kevin pelan. Ayahnya mengangguk. Setelah itu mereka melepaskan pelukannya dan ayah Kevin pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Kevin masih berdiri diam di ruangannya. Ia menuju ke arah dinding kantornya yang terbuat dari kaca dan menyandarkan keningnya ke dinding kaca tersebut. Kenapa disaat ia bingung menentukan pilihan yang keduanya sama sekali tidak menguntungkan untuk dirinya, kejadian kemarin seolah memberikan jawabannya. Tapi jawaban tersebut sangat menyakitkan bagi dirinya. Apa ini memang pertanda untuknya sendiri? Kevin meninju dinding kaca tersebut. Membuat tangannya memerah, dan untungnya dinding kaca itu tidak mudah pecah.

“Kenapa kau tidak mencariku, Hye Sun? Wae? Wae? Kau kemarin terlihat sangat menyesal akibat perbuatanmu sendiri, tapi kenapa kau tidak menghubungiku? Meminta maaf padaku? Apa kau memang sengaja melakukannya agar aku peka atas perasaanmu yang sudah tidak mencintaiku lagi?” Kevin mengacak rambutnya dengan kasar. Ia kesal.

“Jika sampai jam keberangkatanku kau tidak datang menemuiku, aku akan benar-benar pergi ke Kanada tanpa harus berpamitan lagi denganmu…” gumam Kevin pelan.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Well… setelah ff ini akan ada kejutan yah. Untuk kelanjutannya, mungkin sedih iya, kejam iya, aku mau buat FF ini mengharu biru huhehehe. Tolong dong komentarnya sebagai apresiasinya… aku seneng chingudeul ngelike FF ini apalagi kalo ngasih komentar karena kalian bisa menjadi penyemangatku!^^. Kalau sempat aku balas satu-satu juga komentarnya. Oh ya selamat tahun baru 2014~ semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik dari tahun kemarin~ semoga ada konser EXO secepatnya di Indonesia dan peresmian nama fansclub+warna lightstick&balloon EXO J

 

Preview untuk part selanjutnya~

 

Mianhae, Hye Sun-ah..”

“Sampai jumpa lagi…”

——–

“Tiiiiitt…. ttiiiiittt…. ttiiiitt…..” bunyi alat pendeteksi jantung menunjukkan bahwa garis-garis tersebut semakin menurun dan nyaris bergaris lurus.

——–

“Kevin… Kevin…”

——–


[FREELANCE] (un)Perfect Husband (Chapter 1)

$
0
0

PhotoGrid_1390385481520

Title : (un)Perfect Husband

 

Author : Kris’s Anae (@nanda_arisma)

 

Main Cast :

 

• Huang Zi Tao (EXO)

 

• Oh Se Hun (EXO)

 

• Kwon Yuri (SNSD)

 

• Im Yoona (SNSD)

 

Support Cast :

 

• Kim Jong Dae (EXO)

 

• Choi Siwon (Super Junior)

 

• Krystal Jung (F(x))

 

• Kwon Parents (OC)

 

• Huang Parents (OC)

 

Length : Chaptered

 

Genre : Little bromance, romance, sad, little hurt, AU, school life, marriage life, family, etc.

 

Rating : PG-17

 

Disclaimer : I’m not owner of the casts (except OC), typo’s everywhere, cerita membingungkan, alur pasaran.

 

 

 

 

 

Say ‘NO’ to Siders and Plagiator

 

Happy Reading ^^

 

 

 

 

 

Seorang Kwon Yuri tak pernah menyangka jika dia akan menikah di usia 18 tahun, terlebih lagi dia menikah dengan seorang gay yang sudah sangat diketahui identitasnya oleh hampir seluruh siswa di sekolah tempatnya menuntut ilmu. Dia tidak menyangka bahwa orang tuanya mempunyai niat buruk di balik kepulangannya – secara paksa – dari New York, kediamannya sebelum Seoul. Tiga bulan sudah cukup bagi Yuri untuk mengetahui bagaimana seluk beluk sekolahnya dan juga siswa-siswa disana, tidak mencengangkan karena dialah anak donatur terbesar sekolah itu. Sekarang, dia berdiri di altar tepat di depan pendeta dan di samping namja China yang sedang mengucapkan sumpahnya dengan raut tegas dan dingin yang sangat kentara. Yuri bertanya-tanya dalam hati, apa benar ia seorang gay? Dia tidak terlihat seperti itu sama sekali menurutnya.

 

“Ya, saya bersedia.” Suaranya yang khas dan aksen Koreanya yang aneh menjawab pertanyaan pendeta di depan mereka, ia melirik sekilas mempelai wanitanya yang sedari tadi tidak berhenti mencengkeram lengan tuxedonya saat pendeta mengucapkan sumpah dan pertanyaan yang sama dengan namja itu pada dirinya.

 

“Ya, saya bersedia.” Raut cemas dan takut itu tak terlihat sama sekali, Yuri menjawab dengan tegas tanpa ragu.

 

“Baiklah, silahkan mencium pasangan kalian sebagai tanda cinta.” Kedua orang itu saling menghadap, keduanya adalah orang yang pandai bersandiwara, melakukan hal seperti ini bukanlah hal yang menyulitkan.

 

“Saat kau kehabisan nafas, dorong saja dadaku.” Tao – mempelai namja – berbisik sesaat sebelum ciuman itu terjadi, mereka berdua terpejam. Tangan Tao mencengkeram pelan bahu Yuri dan mengumpat dalam hati, ia berjanji setelah ini akan langsung menemui kekasihnya dan memohon maafnya sekalipun harus berlutut. Sedangkan Yuri sempat melirik sosok namja di bangku gereja yang sedang memasang raut dingin menyeramkannya sebelum ikut terpejam bersama Tao. Tatapan menusuk namja itu mengganggunya, membuat rasa sesak itu menyeruak dari dadanya dan memaksa hidungnya untuk memasok oksigen yang lebih dari biasanya. Tao masih belum berhenti, bahkan saat tepuk tangan dan sorakan sudah terdengar dan dirinya sudah mulai kehabisan oksigen. Yuri mendorongnya pelan dan menatapnya datar.

 

“Kau ingin membunuhku, Mr.Huang?” Tanya Yuri sarkatis.

 

“Ya, tapi sayangnya aku terlalu cool untuk menjadi duda di usia muda.” Tao menyeringai puas, Yuri memasang raut muka paling menyebalkan yang dia miliki.

 

“Kau dan kekasihmu sama saja, sama-sama mau membunuhku dengan cara yang tidak wajar.” Tao reflek menoleh saat Yuri dengan santainya menyebut kata kekasih yang sangat sensitive di telinganya.

 

“Diam kau! Tutup mulut kecilmu itu!” Tao mendesis lemah namun tajam. Dia bisa saja membentak istrinya ini jika saja orang tua mereka tidak sedang berjalan ke arah mereka dan tersenyum bahagia pada keduanya.

 

“Akhirnya, mommy tidak usah bingung lagi memikirkan masa depanmu, nak. Kau pasti akan bahagia dan tenang jika yang menjadi suamimu adalah Tao, mommy yakin.” Senyum wanita paruh baya itu begitu menggemaskan, eye smilenya masih terlihat cantik meskipun usianya tak lagi muda.

 

‘Apa kau tau, mom? Menantumu adalah seorang gay. Apa kau rela menyerahkan anakmu kepadanya jika kau tau yang sebenarnya?’ Yuri tersenyum, senyum yang terkesan dipaksakan. Dalam hatinya, ia masih terus bergumam dan berargumen.

 

“Tentu saja, Mrs.Kwon. Anak ini ku pastikan tidak akan mengecewakan anak anda, karena jika itu terjadi aku sendiri yang akan turun tangan nantinya.” Tao tersenyum tipis, ada sedikit rasa kecewa saat dia mengingat bahwa ayahnya tak pernah tau keadaan anaknya sendiri seperti apa.

 

Geureom, Arraseo-yo. Ya sudah, mari kita menyambut kolega-kolega kita yang lain. Biarkan pengantin muda ini menyambut tamu pribadi mereka yang sudah mengantri panjang di belakang kita.” Mr.Kwon angkat bicara dan mendapat anggukan setuju dari Mr.Huang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

D*mn! Sh*t! Pintu ini dikunci dari luar, babbo! Apa kau tak punya kunci cadangan?! Seharusnya kau punya! Ini kamarmu.” Tao memukul dengan brutal dinding di samping pintu itu, frame photo yang menampakkan wajah Yuri dan Siwon – sepupunya – sampai bergoyang sedikit karenanya.

 

Shut up ur fucking mouth! Kau pikir disini hutan atau apa?! Ini rumah, babbo! Dan aku tidak punya kunci cadangan, aku baru tiga bulan menempati kamar ini asal kau tau!” Yuri menghempaskan tubuhnya di ranjang king size miliknya, dia sudah tau apa yang akan dilakukan Tao setelah ia berhasil keluar dari kamar ini. Menemui Oh Se Hun, kekasihnya.

 

Mitchigesseo! Aku akan membunuhmu setelah kita bercerai!” Yuri yang dimaki seperti itu hanya merotasikan bola matanya dan mulai merangkak naik ke ranjangnya, menurutnya Tao hanya sedang terpengaruh oleh emosi sesaat.

 

“Terserah kau saja. Apa kau tidak lelah setelah berdiri seharian? Kakiku saja serasa mau terlepas dari sendinya.” Yuri kembali menjadi dingin. Tao memang aneh, dia adalah gay.

 

“Kau berusaha menggodaku dengan memakai pakaian seperti itu? Aku tidak tertarik.” Tao melihat Yuri dari atas sampai bawah dengan pandangan meremehkan.

 

“Tentu saja kau tidak tertarik, Sehun bahkan lebih menggoda bagimu.” Yuri membuka selimut yang tadi sudah ia lilitkan ke tubuhnya yang hanya ditutupi kemeja Tao yang kebesaran dan hot pantsnya yang memperlihatkan kaki jenjangnya dengan sempurna. Tao mendengus, yeoja ini sudah tau segalanya tentang dirinya dan kekasihnya, bahkan yeoja ini pernah memergokinya saat dia sedang berciuman dengan Sehun di ruangan dance.

 

“Kau tidak usah merasa risih, aku ingin mengetahui tentang kau lebih banyak dari yang sekarang ku ketahui.” Tao mendelik saat Yuri dengan berani menyeretnya ke tempat tidur dan mendudukkannya, dia memutari ranjang lalu ikut duduk menyandar pada kepala ranjang di sebelah Tao.

 

Mwoya?” Yuri memandang datar pada Tao yang berlagak bodoh di saat seperti ini.

 

“Kau gay sejak kecil?” Tao ingin sekali menoyor kepala istrinya ini, sefrontal inikah gaya bicaranya pada semua orang?

 

“Kau penasaran sekali, apa ini penting bagimu?” Yuri mendengus kasar, namja ini benar-benar mengujinya.

 

“Tentu saja penting, aku istrimu. Tugasku adalah mengubahmu, mengandung anak darimu, dan mencegahmu menceraikanku. Tentu saja aku tak akan melakukan yang terakhir, aku tak mungkin selamanya bersuamikan seorang gay sepertimu. Setelah anak itu lahir, aku akan menyerahkannya pada keluargamu, dan kita berakhir.” Itulah tiga tugas yang orang tua Yuri katakan saat malam terakhir masa lajangnya.

 

“Kau gila. Aku tidak tahu, aku merasa tertarik dengan Sehun sejak berumur 15 tahun. Kau tidak ingin berlama-lama menunggu kan? Mari kita membuat bayi saat ini juga.” Tao melirik Yuri yang masih tidak menunjukkan perubahan pada raut wajahnya.

 

“Berapa bulan lagi kita akan lulus?” Tao menghitung sebentar sebelum akhirnya dia menjawab pertanyaan itu.

 

“Empat bulan lagi, itu cukup untuk menyembunyikan perutmu yang membesar nantinya.” Yuri mengangguk faham, dia menoleh pada Tao yang sedang menatap lurus-lurus langit-langit kamarnya.

 

Let’s do it, ku harap kau cukup jantan. Aku tidak ingin melakukan ini sering-sering denganmu.” Tao menoleh, dia menyelami iris coklat milik Yuri dan mencari keraguan disana. Namun nihil, hanya sorot keyakinan yang ia temukan.

 

“Kau yakin? Bagaimana jika dalam waktu sembilan bulan ini aku masih tetap menjadi gay?” Yuri tersenyum licik.

 

“Kurangi intensitas pertemuanmu dengan Sehun, aku tau kelainanmu bisa disembuhkan. Aku akan meminta bantuan psikiater juga, aku tentu tak bisa jika melakukannya sendiri.” Tao mendelik, mengurangi pertemuannya dengan Sehun sama saja dengan membunuhnya perlahan-lahan.

 

“Aku tidak bisa, jika hanya pergi ke psikiater aku mau.”

 

“Terserah kau saja. Ada satu lagi yang ingin kutanyakan, apa kau sudah pernah melakukan sesuatu yang lebih intim dari sekedar berciuman dengan kekasihmu itu?”

 

Tao menghela nafas kasar sejenak sebelum menjawab pertanyaan istrinya. “Ya, terkadang. Bisa satu kali dalam satu minggu jika sesuatu di dalam tubuhku sedang naik.”

 

“Hmmm, arraseo.” Yuri terlihat mengerutkan keningnya sejenak, sebelum akhirnya dia membuka kancing kemeja Tao yang ia kenakan satu demi satu. Tao mulai merasa aneh, seperti saat jika ia akan melakukan ini dengan Sehun.

 

“Ayo, lakukanlah. Ku harap kau berhati-hati, orang mengatakan bahwa itu akan sedikit sakit.” Tao melirik Yuri lagi, yeoja itu sudah duduk manis di sebelahnya dan tinggal memakai tank top merahnya beserta hot pants hitamnya tadi.

 

“Tidak. Tidurlah, anggap saja kita tidak pernah membicarakan hal itu.” Tao menatap datar ke arah Yuri, yeoja itu ingin sekali menendang Tao saat ini juga. Oh, ayolah.. Kau pasti akan merasa rendah jika berada di posisi Yuri seperti sekarang ini.

 

“Kau gila.” ‘klik’

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pagi yang cukup cerah di musim dingin kali ini, Sehun membuka matanya perlahan dan mencari benda kesayangannya, i-phone. Ia berdecak sebal saat membaca pesan dari kekasih terlarangnya, Tao. Semua pesan yang berjumlah 13 pesan itu berisi permintaan maaf, bahkan missed call pun tak terhitung jumlahnya. Sehun melempar i-phone itu ke ranjangnya dan berjalan menuju kamar mandinya, ia akan menghabisi Tao di sekolah nanti.

 

 

 

 

Kriiiiiiing

 

 

 

Bel itu berbunyi tepat saat seorang yeoja dengan motor besarnya memasuki gerbang salah satu sekolah paling bergengsi di Seoul, Korean Foreign High School. Tak akan ada yang mengira bahwa ia seorang yeoja, dia tidak mungkin memakai rok seragamnya saat mengendarai motor seperti itu, bukan? Dia berlari secepat mungkin setelah memarkirkan motor putihnya, mencari letak toilet yang mendadak ia lupakan karena di pikirannya hanya ada wajah murka Park seonsaengnim saat mengetahui bahwa dirinya terlambat masuk kelas barang sedetik saja. Tanpa sadar karena terlampau lega, ia salah masuk dalam toilet khusus namja yang saat itu sedang sepi.

 

“Ya! Idiot! Kenapa kau ada disini? Kau tidak lihat ini toilet khusus yeoja, eoh?!” Namja itu – Oh Se Hun – memutar bola matanya malas.

 

“Kau yang idiot. Matamu minus atau rabun?” Yeoja itu mendelik kesal.

 

Ya! Yakin sekali kau! Matamu yang rabun!” Iris rusa yeoja itu berkilat-kilat emosi, seakan-akan ingin menelan Sehun bulat-bulat.

 

“Hei, ada apa ini? Eh, Im Yoona?!” Tao baru saja keluar dari salah satu ruangan di toilet itu, ia terkejut begitu melihat yeoja yang sedang berdebat dengan Sehun, yeoja yang pernah mengalahkannya dalam adu basket perorangan.

 

M-mwo? K-kalian? Aigoo!” Yoona menepuk pelan kening indahnya, ia menunduk malu setelah melihat ada Tao juga di ruangan itu. Tao, namja yang diam-diam dikagumi olehnya.

 

“Sekarang siapa yang idiot, huh?” Sehun tersenyum meremehkan seraya menarik Tao keluar dari toilet.

 

“H-hei, sebaiknya kau segera berganti rok. Park seonsaengnim tidak akan suka kau datang terlambat, toilet yeoja ada disana.” Tao sedikit berteriak di akhir kalimatnya karena Sehun terus menariknya menjauh.

 

Ne, gomawo.” Yoona menutup wajahnya dan segera mencari letak toilet khusus yeoja. “Im Yoona, kau memang babbo!”

 

 

 

 

 

 

 

 

Arraseo.” Yuri menutup sambungan itu secara sepihak, dia sudah tau bahwa setelah ini intensitas pertemuannya dengan Tao akan semakin sering karena mereka akan tinggal bersama.

 

“Kau kenapa Yul? Apa di hari pertamaku sekolah kau harus murung?” Yuri menghela nafas kasar, dia memeluk namja yang sudah menjadi sahabatnya sejak menginjak bangku sekolah menengah pertama ini dan terisak pelan.

 

“Aku sangat senang kau pindah, Chen. Aku pasti akan stres sekarang jika tidak ada kau, kau selalu ada saat aku susah.” Chen atau yang bernama asli Kim Jong Dae itu tersenyum. Ia pindah ke Korea bukan tanpa alasan, ada dua faktor besar yang sama-sama kuat baginya.

 

“Apa? Kau akan tinggal berdua dengan namja itu?” Ada nada tidak rela terdengar dari suaranya, Yuri terlalu tidak peka untuk menyadari itu.

 

“Ne, tugasku adalah membuat dia jatuh cinta padaku dan tidak menjadi gay lagi. Aku tau ini berat, tapi orang tuaku berhutang budi banyak pada keluarganya.” Yuri menyeka air matanya yang keluar sedikit, ia teringat bahwa ia akan menanyakan sebab kepindahan Chen yang terkesan tiba-tiba itu.

 

“Ya sudah, itu tak usah dibahas lagi. Oh iya, apa yang membuatmu pindah secara mendadak dari New York? Bahkan kau tidak mengabariku dulu.” Chen mengalihkan pandangannya ke arah jendela kantin dan meminum soft drinknya. Mungkin ia tidak akan pernah punya cukup nyali untuk mengatakan alasan keduanya pada Yuri, tapi untuk alasan pertama dan ketiga cukup masuk akal sepertinya.

 

“Kau ingat Krystal? Dia masih menyimpan barang-barang dari mantan kekasihnya dan photonya dengan orang itu. Akhir-akhir ini dia bahkan jarang menemuiku, aku kecewa dengannya dan ku pikir aku bisa membuat dia meyakinkan perasaannya terlebih dahulu. Aku ingin tahu dia lebih memilih siapa, mantan kekasihnya bersekolah disini. Dia mungkin akan menyusulku kesini dan itu akan membuat mereka bertemu lagi, aku ingin tau dia lebih memilih siapa jika ia tau mantan kekasihnya itu masih belum mendapatkan penggantinya.” Chen menerawang ke depan. Dia memang mencintai Yuri, tapi dia juga amat sangat menyayangi Krystal dan takut kehilangannya di waktu yang bersamaan.

 

“Krystal? Bukankah kalian sudah berpacaran lebih dari 3 tahun?” Yuri mengernyit, apa waktu selama itu masih belum cukup untuk memastikan perasaan seseorang?

 

Yes, but time isn’t something that can decide a feeling, a feeling which make you confuse like love.”

 

Yeah, you are right. Hei, kau bilang mantan kekasihnya itu bersekolah disini? Siapa dia?” Yuri mendadak memasang raut penasarannya, siapakah namja yang begitu membekas di ingatan yeoja secantik dan seanggun Krystal?

 

“Kau akan segera tau saat Krystal datang. Itu pun kalau dia masih mengaharapkanku kembali bersamanya ke New York.” Yuri tersenyum, dia tahu Krystal menyayangi Chen, dia yakin cepat atau lambat yeoja itu akan datang.

 

“Aku tau perasaan yeoja, Chen. Dia pasti datang cepat atau lambat.” Chen tersenyum mengerti lalu mengacak pelan rambut hitam kelam milik Yuri.

 

Ne, arraseo My Docin. Hei, kau mengecat rambut pirangmu?” Chen baru menyadari sesuatu setelah kurang lebih 15 menit duduk berhadapan dengan Yuri.

 

Ne, kau baru menyadarinya? Dasar, babbo! Di Korea, yeoja berambut selain warna gelap itu mempunyai kesan yang kurang baik. Entahlah, sepupuku mengatakan sebaiknya aku mengecat rambutku.” Chen mengangguk faham lalu menghabiskan soft drinknya dalam sekali teguk.

 

“Tapi itu bagus, menurutku kau lebih cocok dengan warna ini. Kau juga terlihat semakin gemuk ya? Lihatlah, pipimu semakin cubby saja.” Yuri mengaduh kesakitan saat Chen tiba-tiba mencubit pipinya hingga membekas kemerahan.

 

“Ya! Kim Jong Dae! Awas kau!” Yuri berteriak murka saat Chen melarikan diri setelah menyiksa pipi cubbynya itu. Tanpa sadar, ternyata sedari tadi Tao menatap mereka dengan tatapannya yang sulit diartikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sehun dan Tao sedang duduk menyandar di cermin besar ruangan dance, keduanya memegang botol minum masing-masing dan terlihat mengatur nafasnya yang terputus-putus karena terlalu lelah berlatih sejak seperempat jam yang lalu. Sehun melirik Tao yang hari ini lebih diam dari biasanya, apa mungkin dia masih memikirkan pernikahannya yang menurut Sehun konyol itu?

 

Tao-er, wae? Kau tidak mau minta maaf padaku? Seingatku kita sedang bertengkar hebat kemarin.” Sehun bertanya tanpa mengalihkan pandangannya, sungguh khas Sehun saat sedang marah.

 

Geureom, Mianhae-yo.. Aku tau kemarin seharusnya aku tidak menciumnya seperti itu. Sungguh, aku hanya tidak ingin kecurigaan orang tuaku semakin menjadi.” Tao menutup wajahnya dengan tangan dan mengusapnya kasar, entah mengapa wajah Yuri saat tertidur pagi tadi berputar-putar di kepalanya terus menerus.

 

“Huh. Kau pasti memikirkan banyak hal, bukan hanya itu. Siapa yeoja di toilet tadi? Sepertinya dia menyukaimu, kau juga mengenalnya.” Tao melirik Sehun yang juga sedang meliriknya, ia menghembuskan nafas kasar sebelum menjawabnya.

 

“Dia Im Yoona, yeoja paling unik di sekolah ini. Aku mengenalnya karena aku sempat mendengar teriakannya di kelas beberapa waktu lalu, dia berteriak keluar jendela dan berkata lirih bahwa dia menyukaiku. Aku sudah lama tau tentang dia, dulu dia sempat mengalahkanku saat beradu basket satu lawan satu.” Sehun mendengus, rivalnya bertambah satu lagi pikirnya.

 

“Dia yeoja idiot, bukan unik.” Tao tersenyum.

“Kau sudah memaafkanku kan, Hunnie?” Sehun terdiam seketika, dia tidak menjawab pertanyaan Tao dan lebih memilih pergi dari ruangan itu.

 

“Ya, kau sudah memaafkanku.” Tao bergumam sendiri dan menyusul Sehun yang sudah berada jauh di depannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Siapa namja yang bersamamu tadi?” Tao membuka percakapan diantara mereka setelah sekian lama mereka berdiam sejak mobil itu melaju.

 

Nugu-ya? Maksudmu Chen?” Yuri mengalihkan pandangan dari gadgetnya dan berpikir sejenak.

 

Molla, aku tadi melihatmu di kantin bersama dia.” Yuri hanya mengangguk lalu fokus kembali pada gadgetnya.

 

“Dia Chen, Kim Jong Dae lebih tepatnya. Temanku sewaktu di New York. Wae?” Tao tergelak. Dia juga tidak tahu mengapa dia menanyakan hal itu.

 

A-aniyo, eobseo.” Nada bicara Tao mendadak berubah, Yuri hanya tersenyum mendengarnya.

Wae? Kau menyukainya?” Yuri mencibir dan memandang Tao remeh.

 

Ya! Babbo!” Tao menepikan mobilnya segera dan menatap tajam Yuri yang sedari tadi tidak berhenti tertawa.

 

“Diam atau kau turun disini!” Tao mendesis tajam, membuat Yuri terperanjat.

 

M-mwo?! Aigoo! Jangan marah ne? Aku hanya bercanda, jangan marah..” Yuri menggoyang-goyangkan lengan Tao namun Tao tetap tidak merubah raut wajahnya.

 

“Keluar!” Yuri menyeringai licik.

 

“Mungkin ini akan meluluhkan hatimu.”

 

 

CUP

 

 

Sedetik kemudian Yuri sudah mencium pipi Tao dan sukses membuat Tao semakin murka.

 

“Kwon Yuri! Aku akan menghabisimu!” Tao mencengkeram setir mobilnya sampai buku-buku jarinya memutih, dia seperti bom atom yang siap meledak kapan saja.

 

“Ups! So sorry.. It’s not my fault, itu reflek.” Yuri memasang tampang tak berdosanya setelah mencium Tao, Tao keluar dari mobil itu dan membuka pintu di sebelah Yuri.

 

“Keluar! Aku tidak sudi satu mobil lagi denganmu! Besok ku pastikan kau dan aku akan tinggal terpisah!” Yuri menatap Tao dengan pandangan tidak percaya, ia terpikirkan seseorang yang bisa meredam emosi Tao, mommynya. Yuri masih tidak bergeming di kursinya dan mengambil smartphonenya.

 

Yeoboseyo? Mommy?” Tao melotot tidak percaya, ingin sekali dia menenggelamkan Yuri di sungai Han yang berada tepat di bawah mereka. Apa yang dia lakukan sungguh gila, dia menelepon mommynya, orang yang paling disegani Tao. Gigi Tao bergemelutuk menahan geram, dirampasnya smartphone Yuri seketika itu juga.

 

Wae-yo, Yul?’ Suara Mrs.Kwon terdengar cemas, Tao mendesah frustasi sebelum menjawab pertanyaan itu.

 

Eobseo-yo eommonim, Yuri hanya ingin memberitahu bahwa dia sudah bersamaku menuju apartemen baru kita. Eommonim tenang saja, aku akan menjaganya.” Tao memijit keningnya perlahan dan memejamkan matanya, dia mendadak merasa pening.

 

Eoh? Ya sudah, jangan sering-sering bertengkar. Eomma matikan ne? Annyeong..’

 

Ne eommonim, annyeong.” Tao menghela nafas lega, dia menatap tajam ke arah Yuri yang sudah tersenyum menyebalkan padanya.

 

“Aku akan menjadi gila dalam waktu yang singkat jika terus menerus bersamamu.” Tao melempar smartphone itu ke arah Yuri lalu menutup pintu mobilnya dengan brutal.

 

Let’s see.”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mungkin setiap orang akan mengira dia sosok suami sempurna, tapi bagiku tidak. setiap hari pertengkaran sengit menghiasi, caci maki sudah sangat lazim di antara kami. Huang Zi Tao, Ur my (Un)perfect husband.

 

Yuri masih saja betah berlama-lama berdiri di depan cermin besar kamarnya, suara gemericik air dari dalam kamar mandi masih terus terdengar. Dia dan Tao baru saja mengubah dekorasi apartemen yang sudah ditata sedemikian rupa oleh orang tua mereka, wajar saja jika Tao masih betah berada dalam guyuran shower kamar mandi itu. Yuri sendiri sedang memikirkan hidupnya, semua peristiwa yang terjadi di antara dia dan Tao. Dia berkenalan secara resmi dengan Tao satu minggu yang lalu dan melakukan dinner yang – hanya terlihat – romantis satu hari setelahnya, esok harinya dia menghabiskan paginya untuk mengutuk dan menghujat Tao habis-habisan karena meninggalkannya saat dinner malam itu. Siang harinya dia harus menelan kenyataan bahwa Tao memanglah seorang gay seperti dugaannya bulat-bulat, dia melihat kejadian itu dengan jelas dan terlalu nyata, matanya tak mungkin salah menangkap objek pandang. Mereka mencoba gaun dan tuxedo mereka dua hari setelah hari itu, Yuri tidak cukup bodoh untuk memutuskan pergi hanya berdua – lagi – dengan Tao, sepupunya selalu siap membukakan pintu mobilnya saat Yuri keluar dari tempatnya waktu itu dalam keadaan ditinggalkan calon suaminya. Tiga hari setelah itu dia menikah dengan namja gay ini, dia memang bertekad kuat untuk mengubah penyimpangan yang dialaminya. Yuri tahu itu sama saja dengan membuang-buang waktu, itu tak berguna. Oh ayolah, penyimpangan seperti itu kebanyakan sudah melekat kuat pada orangnya, tidak semudah yang dia kira. Tao bukanlah gay yang cengeng, dia dan Sehun termasuk dalam siswa-siswa di sekolahnya yang terkenal angkuh dan dingin. Kepalanya keras dan pendapatnya sulit ditentang, menjadi istrinya sama saja dengan menyiksa diri sendiri perlahan-lahan dan akhirnya hancur dengan sendirinya. Semua kejadian-kejadian itu hanya terjadi dalam satu minggu, dan hari ini tepat dua hari setelah pernikahan itu Tao dengan enteng mengatakan bahwa mereka akan segera berpisah. Suara kenop pintu yang terbuka membuyarkan lamunan-lamunan liarnya, sosok tinggi Tao keluar dan melewati Yuri begitu saja menuju lemari pakaian yang berada tepat di samping Yuri.

 

“Kau ingin makan apa? Kita tidak punya bahan makanan apapun, kita harus belanja.” Yuri memandangi pantulan dirinya di cermin dan mencoba mengikat rambutnya yang terlalu panjang.

 

Delivery saja.” Tao memakai t-shirt biru langitnya lalu duduk bersandar pada kepala ranjang.

 

“Bisa tolong kau mengikatkan ini lagi? Ini terlalu panjang, sulit bagiku.” Yuri melihat Tao yang hanya meliriknya sekilas dan mendengus sebal.

 

“Lakukan saja sendiri.”

 

“Kita suami istri, apa salahnya saling membantu?!” Yuri mulai terpancing emosinya, tangannya sudah mengepal kuat.

 

“Salah, karena kau dan aku tidak pernah menginginkan status itu!” Tao meninggikan nada suaranya, dia tidak suka dibentak seperti itu.

 

“Ya. Kau benar, Huang Zi Tao! Kita memang tidak pernah menginginkan ini! Mungkin memang benar, menikah dengan seorang gay sepertimu hanya akan membuatku menderita!” Yuri membuang ikat rambut yang ia pegang tepat ke arah Tao lalu beranjak pergi dengan emosi yang tak terkendali.

 

 

BRAKK

 

 

Tao memejamkan matanya, ucapan Yuri berhasil membuat dadanya sesak dan telinganya sakit. Yuri memang orang baru baginya, tapi kata-katanya begitu tajam dan membekas. Ia tak pernah berniat memperlakukan Yuri seperti itu, tapi Tao juga butuh waktu untuk menerima Yuri yang asing baginya. Oh ayolah, siapa orang yang mau dilahirkan dalam keadaan gay seperti Tao? Tidak mungkin ada. Suara debuman pintu kembali terdengar menandakan ada pintu lain yang Yuri tutup dengan brutal,  mereka sudah dua kali bertengkar dalam dua jam terakhir dan kali kedua lebih parah dari pertama. Tao kesal, dia berteriak meluapkan emosinya.

 

“Kwon Yuri! Kau membuatku gila!”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Jhonny?! Awas!!”

 

Suara teriakan Siwon menggema di sisi jalanan pinggir taman kota itu, anjing jenis Samoyednya berada tepat di tengah jalan dan sebuah motor sedang melaju kencang menuju ke arahnya. Motor itu mengerem dengan tiba-tiba hingga terdengar suara decitan dari bannya yang bergesekan terlalu keras dengan aspal, motor itu oleng dan akhirnya sang pengendara terpental. Siwon mengambil Samoyednya lalu menghampiri pengendara itu, dia mencoba melihat siapa yang ada di balik helm putih milik sang pengendara.

 

“Oh god! Im Yoona?! Omona! Bagaimana ini?! Ah!! Yuri pasti bisa membantuku!” Secepat kilat Siwon merogoh sakunya dan menekan layar ponselnya beberapa kali.

 

Yeoboseyo? Yul! Help me, please! Now! It’s Emergency!” Yuri yang kaget di seberang sana hanya mengernyit memikirkan bantuan apa yang Siwon maksudkan saat ini.

 

Wae?’

 

“Cepat datanglah kesini! Aku sedang di jalanan sebelah kiri taman kota.”

 

Ne, tunggu sebentar.’

 

Siwon terus saja meremas tangannya yang dingin. Untung saja sekarang sudah cukup larut, dia tidak usah khawatir akan dikerumuni massa di jam selarut itu. Tapi tetap saja, dia merasa sangat ceroboh dan bodoh saat tadi dia dengan mudahnya melepas anjing jenis Samoyednya yang suka berpetualang itu hingga ia harus tertinggal jauh dan akhirnya menemukannya sudah berada tepat di tengah jalanan kota. Dan sekarang, hoobae yang sudah lama didekati Siwon malah tergelatak karena ulah cerobohnya. Kalau sudah seperti ini semakin kecil kemungkinan Siwon untuk mendapatkannya, pikir Siwon frustasi seraya berusaha melepas helmnya dari kepalanya.

 

Wae-yo? What’s going on?!” Taxi yang berhenti tak jauh dari tempat Siwon duduk memunculkan Yuri yang seketika panik saat melihat yeoja yang tergeletak di depan Siwon.

 

“Bantu aku membawanya ke rumah, aku akan memanggil dokter keluarga. Ceritanya panjang, untung saja kau sedang tidak membawa mobil. Kau bawa motornya, ikuti aku sampai ke rumah. Tunggulah dia sebentar, aku akan mengambil mobilku. Come on, Jhon!” Yuri hanya bisa menatap Siwon dengan bingung dan melihat keadaan yeoja yang ternyata adalah Im Yoona, teman sepermainannya dalam balap liar yang biasanya dia ikuti saat malam hari.

 

“Aigoo! Yoong! Ck! Apa yang sudah dilakukan namja ceroboh itu padamu, eoh? Dia sepertinya benar-benar sudah terobsesi padamu.” Yuri menggumam sendiri dan mencoba membangunkan Im Yoona, dengan susah payah akhirnya ia berhasil berdiri dan memapah Yoona di sampingnya.

 

 

 

 

 

TBC

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Annyeong readers.. ^^

Saya author yg masih newbie, maaf kalau ff.ny jelek ato apa yaa.. Nama.ny juga pemula. *ngeles*

Ayo, aku ngeliat respon readers dulu, kalo nggk ada yg comment ya ff ini brhenti aja sampai disini..

Oh iya, makasih bgt buat admin yg udah mau ngepost ff abal ini.. :)

Don’t forget to leave a comment! *bow*


Beauty & Beast [Chapter 13]

$
0
0

Beauty & Beast - Chapter 13

Beauty & Beast – Chapter 13

Author: Choi Seung Jin @kissthedeer

Genre: Fantasy, Historical, Supernatural, OOC, AU

Leght: Chaptered

Main Cast:

EXO in English Name

Other Cast:

Minho of SHINee as Minho

Sulli of f(x) as Sulli

Henry as Henry

Prolog | Chapter 1 | Chapter 2 | Chapter 3 | Chapter 4 | Chapter 5 | Chapter 6 | Chapter 7 | Chapter 8 | Chapter 9 | Chapter 10 | Chapter 11 | Black Pearl | Chapter 12

 

 

****

****

 

Hari terasa begitu cepat berlalu. Langit sudah berubah menjadi merah seperti bunga mawar. Angin berhembus sejuk mengiringi berakhirnya hari. Suara burung yang berterbangan menjadi lagu pengiring terbenamnya matahari.

Leo berdiri didepan sebuah nisan batu pualam putih dengan kepala yang tertutup oleh tudung jaketnya. Dia belum pernah ziarah ke makam Amy, bahkan di hari pemakamannya. Ini adalah kali pertamanya Leo berdiri di depan nisan Amy yang berdiri kokoh di tengah-tengah sebuah pemakaman lokal.

.

Amelia Rebecca Katterhart

1965-1983

.

Tulisan nama lengkap Amy terukir di atas batu pualam putih. Sebenarnya, Leo baru tahu kalau nama tengah Amy adalah Rebecca. Dia tidak pernah tahu sebelumnya. Mungkin karena dia tidak pernah bertanya.

Leo menyesali karena tidak bisa membawa apa-apa sekarang. Dia tidak sempat membeli bunga untuk ia letakkan di makam gadis yang pernah ia cintai. Dia ingin sekali membawakan bunga lily putih. Karena dia tidak akan pernah lupa dengan bunga langka yang menjadi kesukaan Amy.

Matahari semakin turun dan mulai terbenam di balik awan. Namun Leo masih betah dengan posisinya yang berdiri diam menatap makam Amy. Udara juga semakin dingin seiring berhembusnya angin. Tapi Leo sama sekali tidak memperdulikannya. Dia masih ingin tetap berada diposisinya sekarang ini. Entah sampai kapan.

.

“Kerabatmu?” Tanya seorang perempuan. Perempuan itu berdiri tidak jauh dari Leo, mengenakan jubah merah marun dan tudung yang menutupi kepalanya. Dia sangat cantik dengan kulitnya yang putih seperti salju dengan pipi yang kemerahan. Rambutnya– yang meskipun tidak sepenuhnya terlihat– pirang dan diikat rendah.

“Ah.. Bukan. Dia temanku,” jawab Leo cepat. Dia kaget, sebenarnya saat melihat seorang perempuan tiba-tiba muncul.

Perempuan itu membuka tudung mantelnya. Menunjukkan seluruh wajahnya yang sebelumnya tertutup sebagian. Bulu matanya lentik. Warna matanya kehijauan  seperti batu emerald, terlihat indah saat warna langit yang semerah mawar terpantul dimatanya. Dia tersenyum, membuat bibirnya yang tipis semakin terlihat sipit.

“Teman biasa? Teman dekat? Atau pacar?” Kata wanita itu terdengar ramah.

“Teman dekat,” jawab Leo singkat.

Perempuan itu menaikan dagunya seolah paham. Jika dilihat dari penampilannya, dia terkesan sangat old fashion. Dia mengenakan dress hitam berlengan panjang dengan rok pendek lebar yang sangat kontras dengan warna kulitnya dan sepatu berheels 4 senti berwarna hitam seperti orang zaman dulu.

“Jangan terlalu larut dalam kesedihan,” ucap perempuan itu menasihati.

Dari mana dia tahu kalau Leo sedang sedih?

“Aku pernah merasakan kehilangan yang lebih parah dari rasa kehilanganmu pada gadis ini.”

Leo masih tidak mengerti kenapa perempuan itu berbicara seperti itu padanya. Bagaimana dia tahu kalau Leo sedang merasa kehilangan.

“Apa penyebab kematiannya?” Tanya perempuan itu.

Sebenarnya, Leo tidak ingin bilang apapun pada perempuan asing ini. “Dia… mengorbankan nyawanya demi ayahnya dan aku.”

“Dia meninggalkan amanat, bukan?” Kata perempuan itu.

“Eh?” Ucap Leo spontan.

“Jika dia tidak meninggalkan amanat apapun, dia tidak mungkin rela mengorbankan nyawanya,” ujar perempuan itu seakan tahu.

Leo hanya diam dan perempuan itu langsung tahu kalau dia benar.

“Kau pasti punya penyesalan besar sampai wajahmu seperti itu,” kata perempuan itu lagi. Dia memandangi batu nisan Amy dan tersenyum untuk sekali lagi. “Amelia Rebecca Katterhart. Lahir 1962 dan meninggal 1983. Baru meninggal rupanya.”

“Aku membuatnya sedih,” gumam Leo yang dari tadi terus memandangi nisan Amy dengan ekspresi penuh kesedihan dan penyesalan.

“Pardon?” Ucap perempuan itu yang tidak bisa mendengar jelas ucapan Leo yang terbilang pelan.

“Aku salah paham padanya dan marah padanya di hari kematiannya. Dia meninggal dengan perasaan sedih karena aku membencinya,” ujar Leo. “Itu yang membuatku menyesal.”

“Terkadang benci bisa menutupi cinta, dan cinta sudah buta hingga kau tidak bisa merasakan apa-apa. Aku pernah melakukan hal yang buruk karena rasa benci akibat cinta yang buta,” kata perempuan itu.

“Aku mencintai seorang pria, tapi pria itu mencintai gadis lain. Aku sangat membenci gadis itu. Sampai akhirnya aku melakukan hal terburuk dalam hidupku. Dalam pikiranku saat itu adalah menghancurkan hidup gadis itu dan membuatnya menyesal karena membuat pria yang kucintai jatuh hati padanya.

“Saat itu, tindakkan ku sudah kejam. Namun gadis itu membalas dengan tindakkan yang lebih kejam, bahkan teramat kejam. Dia membuatku kehilangan keluargaku.” Dia berhenti. Perempuan itu menarik nafas panjang sebagai tanda ceritanya sudah selesai.

“Aku bisa mengerti perasaanmu,” kata Leo mencoba memahami perasaan perempuan yang ada disampingnya. “Aku akan menghadapi sebuah perang besar saat gerhana bulan nanti. Amy ingin aku belajar dari ayahnya agar bisa memenangkan peperangan itu.”

Awalnya, Leo mengira hidupnya sudah cukup menyedihkan dan penuh penderitaan secara batin. Namun hari ini dia bertemu dengan orang yang jauh menderita dari padanya. Dia seharusnya bisa belajar dari kesalahannya, bukan menyesalinya.

“Lakukan yang dia ingin kau lakukan. Setidaknya itu bisa menebus kesalahanmu padanya,” kata perempuan itu. “Dia tahu hal yang terbaik untukmu. Itu sebabnya dia berani mempertaruhkan nyawanya sendiri.”

Perempuan itu mengeluarkan suatu dari balik jubahnya. Setangkai bunga Lily berwarna putih bersih seperti salju dan memberikan bunga itu pada Leo.

“Berikan ini untuknya. Dia pasti senang,” ucapnya seraya memberikan bunga itu pada Leo.

Dengan senang hati, Leo menerima bunga itu. Dia letakkan bunga langka itu di atas batu nisan Amy. Leo terlihat puas dan senang saat bunga yang cantik dapat menghiasi batu nisan itu. Setidaknya dia bisa memberikan bunga itu untuk terakhir kalinya.

“Terima kasih.”

Leo berpaling lagi, berniat untuk berterima kasih pada perempuan asing yang sudah memberinya pencerahan. Namun perempuan itu sudah menghilang seperti hantu. Leo melihat sekelilingnya namun perempuan itu tidak terlihat lagi. Hilang begitu saja.

 

****

Pagi sudah datang. Hari yang baru menyambut para Wolf Boys yang sudah berkumpul di ruang serba guna sekolah yang sengaja dikosongkan oleh Pak Jim. Perang tinggal 2 hari lagi. Para Wolf Boys semakin tegang dan takut.

Kevin terlihat kurang baik pagi ini. Semalaman dia tidak bisa tidur. Banyak hal yang ia pikirkan dan itu mengganggu otaknya. Dia begitu gelisah dan stres sehingga kurang tidur.

Hal pertama adalah masalah perang nanti. Jika tidak adanya bulan akan mempengaruhi kekuatannya berubah, itu artinya dia tidak punya kekuatan apapun untuk melawan vampire. Fleur sudah keluar dari tubuhnya membawa kekuatan Flight. Lalu, kemampuan untuk berubah menjadi serigala raksasa tidak bisa ia gunakan saat gerhana bulan. Dia benar-benar tidak mempunyai kekuatan apapun lagi. Kalaupun dia ingin Fleur kembali, dia tidak bisa melakukan itu karena dia sendiri tidak tahu dimana Fleur sekarang.

Yang kedua, belum adanya kabar dari Leo yang menghilang. Sudah lebih dari 3 hari Leo hilang, namun tidak ada kabar sama sekali tentang jejak keberadaan Leo. Mungkin Leo tahu banyak tentang rencana Minho, tapi lagi-lagi, Leo sendiri entah dimana sekarang. Pak Jim pun sudah pasrah dengan hilangnya Leo. Tapi jika Leo ternyata ada di tangan musuh, mungkin anak itu sudah diambil kekuatannya oleh Minho, atau bisa jadi yang lebih parah lagi.

Hal ketiga yang masih saja mengganggu pikiran Kevin adalah Jessica. Dia sangat penasaran kemana gadis itu pindah sekolah. Mungkin Jessica pergi ke sekolah di kota London. Tapi kenapa gadis itu sama sekali tidak bilang, bahkan pada Kevin ataupun Victoria. Apa sebegitu sakitnya hati Jessica sehingga dia langsung pergi tanpa ingin Kevin tahu?

Tiga hal penting itu sangat menggangu pikiran Kevin yang terkadang membuat Kevin tidak bisa fokus. Dan pagi ini dia sudah ditegur oleh Francis dan Mike yang menyadari hal tersebut.

“Kau kenapa?” tanya Edison yang menyadari ada yang berbeda dari sahabatnya.

“Eh? Tidak. Aku tidak apa-apa. Hanya kurang tidur,” ujar Kevin setengah berbohong.

“Ah, jangan bohong! Kalau tidak ada apa-apa, mukamu tidak akan sepucat itu. Jujur saja!” Edison bisa melihat kebohongan dari kedua mata Kevin yang seakan berbicara. Dia mendorong agar laki-laki yang lebih tinggi berberapa senti darinya itu untuk berkata jujur.

“Hmm.. Aku akan cerita padamu, tapi tidak sekarang,” kata Kevin. “Setelah ini, akan ku ceritakan padamu.”

“Baiklah kalau gitu. Ada yang ingin ku ceritakan juga padamu,” kata Edison ungkapan setuju. Dia dan Kevin mencoba untuk melupakan percakapan mereka semenit yang lalu untuk sesaat.

Pintu ruang serba guna terbuka dan menimbulkan suara yang cukup keras. Pak Jim masuk dengan diiringi Mr. George dibelakangnya. Wajah tua itu terlihat sedang buru-buru. Dia mempercepat langkahnya menuju segerombolan anak yang berdiri di tengah-tengah ruangan. Dia terlihat panik yang bisa terbaca dengan mudah dari setiap kerutan yang ada di wajahnya.

“Aku sudah memikirkan sebuah tindakkan untuk mengantisipasi gerhana bulan,” kata Pak Jim yang langsung berbicara bahkan tanpa salam pembuka. “Kalian akan bersembunyi pada saat gerhana bulan terjadi. Kita memang tidak bisa menunda Minho yang akan tetap menyerang di malam gerhana bulan. Tapi pada saat itu terjadi, Minho tidak akan pernah menemukan kalian.”

“Alex akan membawa kalian berteleportasi ke tempat yang jauh dan aman,” kata Mr. George melanjuti.

“Aku, pak?” Kata Alex memastikan lagi.

“Ya. Sekolah akan diliburkan sehingga tidak akan ada yang terluka saat Minho menyerang sekolah. Kita akan memulai perang secara resmi di pagi hari sebagai tindakkan lanjutan,” ujar Pak Jim.

“Kemana kita harus sembunyi, Pak?” Tanya Francis.

“Sejauh yang bisa Alex jangkau. Ku tegaskan, jangan di sekitar Inggris. Pergilah ke tempat yang lebih jauh. Kalu perlu sampai ke luar negri. Ke negara yang jauh. Cina, Korea, Amerika, Indonesia atau bahkan Australia. Yang penting tempat itu sama sekali tidak bisa dijangkau Minho.”

“Kapan kita harus pergi, pak?” Tanya Francis lagi.

“Bereskan barang kalian. Karena malam ini juga kalian harus pergi.”

 

****

Halaman rumah itu kini telah ramai dengan lebih dari 1-2 lusin vampire. Minho sudah mengumpulkan vampire dari berbagai tempat yang bisa ia temui. Dengan janji imbalan kekuasaan, dia berhasil membentuk pasukan vampire demi berjalannya rencana penyerangan ke Akademi XOXO.

“Listen up!” Teriak Minho ditengah-tengah kerumunan pasukannya. “Kita akan segera menyerang para serigala itu saat bulan purnama, dua hari lagi. Kalian tahu, bukan, apa yang harus kalian lakukan?”

“Bawakan padaku 12 manusia serigala, tapi jangan bunuh mereka sampai ku dapatkan apa yang ku mau. Setelah aku berhasil mendapatkan semua kekuatan mereka…” Kata Minho yang menggantungkan kalimatnya dan membiarkan pasukannya berimajinasi sejenak tentang apa yang akan mereka lakukan setelahnya. “…They’re all yours.”

Vampire-vampire itu bersorak. Senang dengan apa yang akan mereka dapatkan sebagai permulaan. Darah segar werewolf adalah makanan ternikmat bagi vampire. Tidak ada darah yang seenak darah werewolf.

Minho berpaling dan melangkah meninggalkan pasukannya masuk ke dalam rumah megah vampirenya. Sulli dan Henry mengiringinya setia dibelakang.

“Bukankah menyenangkan?” Ujar Minho dengan senyum penuh kelicikan. “Membuat pasukan hanya dengan janji kosong yang tidak mungkin mereka dapatkan.”

“Apa yang akan kau lakukan pada mereka setelah kau sudah mendapatkan semua kekuatan itu?” Tanya Henry.

“Sebagian besar dari mereka pasti akan mati saat perang nanti. Sisanya akan mudah dihabisi saat aku sudah mendapatkan semua kekuatan itu,” jawab Minho dengan jawaban dari otak busuknya.

Minho sudah tidak punya hati bahkan untuk kaumnya sendiri. Mungkin dia bisa sedikit berbaik hati pada 2 pengikut setianya yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu.

“Lalu, bagaimana dengan gadis itu? Sampai kapan dia ada disini?” Tanya Sulli, menunjuk salah satu pintu ruangan di rumah itu.

“Gadis itu, ya… Hmm.. Kita bawa saat perang nanti. Saat terdesak, kita jadikan dia jaminan. Mereka pasti akan menukar kekuatan mereka demi gadis itu,” ujar Minho.

“Kau benar-benar akan menukarkan gadis itu dengan 12 kekuatan mereka?” Tanya Sulli lagi.

“Saat ku dapatkan kekuatan mereka, tak akan ada lagi yang tersisa. Meskipun aku sudah menyerahkan gadis itu, tetap saja dia akan mati, kan?”

Jawaban Minho benar-benar menggambarkan kelicikan dan kekejaman yang luar biasa demi nafsu jahatnya yang ingin menguasai dunia dan membuat negara vampire terbesar. Jika semua rencana Minho berhasil, mungkin tidak akan ada lagi manusia di dunia ini.

.

.

.

Atau mungkin lebih parah.

 

****

Pak Jim sendiri mengawasi dan membimbing kesebelas muridnya yang sedang mengepak keperluan mereka ke dalam masing-masing ransel. Beliau sendiri juga yang mengatur barang apa saja yang harus dibawa oleh mereka. Dia memastikan bahwa semua barang-barang penting sudah dibawa.

Kesebelas Wolf Boys berniat untuk pergi ke Berlin, Jerman. Kawasannya memang masih di sekitaran Eropa, tapi cukup aman untuk berlindung dari Minho. Waktu setempat pun hanya beda 1 jam dengan London. Jadi mempermudah mereka untuk tahu kapan waktu mereka harus kembali.

Baik Pak Jim ataupun Mr. George, tidak ada satupun dari mereka yang akan ikut Wolf Boys ke Berlin. Mereka memutuskan untuk menemui Minho dan mengulur waktu selama Wolf Boys bersembunyi di Berlin. Kevin sudah memohon pada Pak Jim untuk ikut dengannya dan yang lain ke Berlin, namun Pak Jim tetap berusaha menolak.

“Aku bisa menahan Minho di sini sampai kalian kembali. Dia akan ku buat sibuk hingga tidak bisa menyusul kalian ke Berlin,” ujar Pak Jim berusaha meyakinkan.

“Tapi, Pak, Minho bisa berbuat hal yang buruk pada Bapak. Kami masih butuh Bapak,” pinta Kevin sangat.

Pak Jim hanya tersenyum. Dengan suara tuanya dia berkata, “Aku sudah tua. Tidak ada yang bisa kulakukan.  Kalian sudah tidak membutuhkanku lagi. Kalian yang harus menyelesaikannya sendiri.”

Para Wolfs Boys tidak bisa berbuat banyak untuk membujuk orang tua itu untuk ikut pergi. Mereka sudah siap dengan ransel mereka dan siap untuk pergi. Sekolah juga sudah resmi diliburkan dan semua murid sudah dipulangkan. Sekolah itu akan benar-benar sepi setelah kesebelas Wolf Boys itu pergi.

Pak Jim mengeluarkan sebuah pedang. Salah satu pedang yang ada di perpustakaan rahasia milik Pak Jim. Pedang dengan umur ratusan tahun, panjang dan ramping. Dibungkus dengan sarung berwarna meran marun. Pegangannya yang terlihat indah dengan banyak ukiran tangan.

“Pedang ini milik salah satu kstaria Mortem pertama. Suatu kehormatan bisa menyimpan salah satu dari 12 pedang bersejarah ini,” ujar Pak Jim menjelaskan tentang pedang yang ada ditangannya.

“Pedang ini milik ksatria ketiga. Leluhur dari Fleur. Kurasa….” Pak jim menyodorkan pedang itu ke arah Kevin. “Dia tidak akan keberatan jika aku memberikan ini padamu.”

Meski ragu, Kevin meraih pedang itu. Jika dilihat lebih teliti lagi, ada ukiran simbol naga disana. Simbol kekuatan flight milik Fleur dan leluhurnya. Tapi… Apa pantas Kevin menerima pedang ini? Fleur sudah tidak ada dalam tubuhnya lagi. Sekarang ini, Kevin adalah Mortem tanpa kekuatan atau bahkan hanya werewolf biasa.

Kevin berasa berat dan terbebani saat menerima pedang itu. Dia merasa sama sekali tidak pantas menerima pedang itu. Tapi untuk sekarang tidak ada yang boleh tahu kalau Fleur sudah dibebaskan.

“Aku sudah lumuri pedang itu dengan darah Amy. Jadi bisa digunakan untuk membunuh vampire,” ujar Pak Jim lagi.

“Terima kasih, Pak.” Pak Jim menyambut ucapan terima kasih Kevin dengan senyum di wajahnya yang penuh dengan keriput.

“Dan Will,” kata Pak Jim memanggil murid kesayangannya itu. “Jaga teman-temanmu saat di Berlin nanti… Ku percaya kan tugas ini padamu dan Francis.”

Will memeluk pria tua di depannya spontan. Orang tua yang sudah ia anggap seperti kakeknya sendiri. Mungkin pelukan ini akan menjadi pelukan terakhirnya dengan Pak Jim.

Begitu pula dengan Stephan yang sudah menghabiskan 10 tahun hidupnya dengan Pak Jim yang telah merawatnya seperti cucu sendiri setelah orang tuanya meninggal saat ia berumur 7 tahun.

“Jika sekarang ini adalah terakhir kalinya aku melihat kalian, aku hanya berpesan pada kalian, tetaplah berjuang. Jangan pernah menyerah sekalipun.”

Tangis pecah saat Pak Jim mengatakan hal mengharukan seperti itu. Terdengar suara isakan Stephan yang masih memeluk Pak Jim. Kebanyakan dari sebelas anak laki-laki disana menangis tanpa suara dan mereka beramai-ramai mulai memeluk kepala sekolah yang telah banyak berjasa bagi mereka untuk terakhir kalinya. Mungkin untuk 2 hari kedepan dan seterusnya, mereka tidak akan bisa memeluk Pak Jim lagi.

 

****

Mr. George kembali ke rumahnya dan langsung menemui Leo yang masih ada di rumahnya. Saat itu Leo tidak sedang berbuat apa-apa selain memainkan beberapa benda kecil dengan kekuatannya. Dari wajah pria berumur 53 tahun itu dapat ditebak kalau keadaan sudah semakin gawat dan membahayakan.

“Teman-temanmu sudha pergi ke Berlin,” kata Mr. George.

“Berlin?” ulang Leo kaget. “Maksud paman Jerman?”

“Tempat itu yang dipilih teman-temanmu karena disana cukup aman untuk berlindung sementara dari Minho selama gerhana bulan,” ujar Mr. George. “Kau juga harus menjauh dari kota ini.”

“Aku juga?”

“Ya. Jika kau tetap disini, Minho bisa dengan mudah menangkapmu.”

Mr. George menyerahkan sebuah ransel yang dari tadi ia bawa dari XOXO. “Barang-barang yang kau perlukan sudah ada disini. Aku mengambil berberapa pakaian dari kamarmu. Didalam tas ini ada roti juga. Ada sebotol kecil darah Amy—untuk jaga-jaga.”

Pria itu langsung berpaling ke dalam kamarnya—setengah berlari—setelah ransel itu berpindah tangan. Dia kembali dengan sebuah pedang yang sudah ia simpan selama hidupnya. Pedang panjang, dibalut dengan sarung hitam dengan gagang berwarna emas berhiaskan  sebuah berlian biru.

“Ini,” kata Mr. George saat menyodorkan pedang itu pada Leo. “Pedang ini bisa membantumu.”

“Tapi,” kata Leo ragu. “Aku tidak bisa menggunakan pedang. Aku tidak pernah belajar.”

“Kau akan menguasai pedang ini tanpa harus mempelajarinya,” ujar Mr. George berusaha meyakinkan. “Pedang ini milik ksatria Mortem kedua. Leluhur dari Mortem yang ada didalam tubuhmu. Dengan begitu kau akan langsung menyatu dengan pedang ini karena kau bersama dengan keturunan dari pemilik asli pedang ini.”

Keraguan Leo sangat besar untuk mengambil pedang itu dari tangan Mr. George. Dia tidak tahu bagaimana cara menggunakan pedang sama sekali. Jika dia menggunakan pedang itu, bisa-bisa di mati konyol karena tidak bisa menggunakan pedang saat bertarung. Meski dia masih tidak yakin, Leo meraih pedang itu dan mengambilnya.

“Jika pedang ini milik ksatria Mortem, bagaimana pedang ini bisa ada pada paman?” tanya Leo penasaran.

“Ayahku adalah salah satu penjaga kuil Mortem. Saat kuil dihancurkan oleh para vampire, barang-barang yang dulunya milik para leluhur Mortem hilang entah kemana. Lalu ayahku menemukan pedang ini dan memutuskan untuk menyimpannya,” jelas Mr. George panjang. “Dan sudah saatnya pedang itu kembali kepada pemilik yang seharusnya.”

“Kenapa paman membantuku sampai seperti ini? Aku masih tidak mengerti sampai sekarang,” kata Leo bingung.

Namun Mr. George hanya tersenyum. “Kau akan tahu nanti. Pergilah ke selatan! Disana akan lebih aman.”

“Tapi paman—“

“Kau harus pergi sekarang sebelum mereka tahu kau disini!” Mr. George mendorong Leo ke arah pintu, memaksa anak itu untuk pergi dari rumahnya yang absolutely tidak aman.

“Tapi—“

“Tidak ada kata tapi. Mereka bisa mencium baumu di rumahku jika kau terlalu lama disini. Carilah tempat yang aman. Jangan keluar sampai bulan purnama selesai!” Mr. George terus mendesak Leo yang belum berniat untuk pergi sekarang. “PERGI!”

Leo berlari meninggalkan Mr. George yang sudah secara resmi menyuruhnya pergi. Dia berlari secepat yang ia bisa ke arah selatan, menjauh dari rumah Mr. George, desa, kota dan termasuk XOXO academy.

Langkahnya semakin cepat saat memasuki kawasan hutan. Leo tidak  tahu harus pergi kemana. Yang dia tahu hanya ‘pergi ke selatan’. Dia sudah menuju arah selatan, tapi dimana tempat yang aman untuknya? Vampire bisa saja menemukannya jika dia sedang sial.

Sayangnya keadaan Leo yang belum pulih 100 persen membuatnya tiba-tiba tumbang ditengah hutan.  Badannya sudah lemas setelah hampir 30 menit berlari tanpa berhenti. Bahkan sekarang dia sudah tidak sanggup berdiri.

Leo merasa seseorang meraih tangannya dan melingkarkannya di lehernya. Orang itu cukup kuat untuk mengangkat tubuh Leo yang lemah dan membawanya melewati akar pohon yang besar, masuk ke dalam ruangan rahasia dibawah pohon besar dan tua.

Orang itu menuntun Leo dan membaringkannya di sebuah alas bulu yang halus. Cahaya di ruangan itu sangat redup. Leo hampir tidak bisa melihat orang yang membawanya kemari.

“Are you alright?”

Suaranya seperti suara perempuan. Terdengar cukup familiar di telinga Leo.

Cahaya lentera yang baru saja dinyalakan membuat Leo bisa melihat dimana tepatnya dia berada sekarang. Kepalanya terasa pusing saat mencoba untuk memfokuskan pandangannya. Sampai ia melihat wajah seorang perempuan berambut pirang itu lagi.

 

To be continue

 

****

Annyeong readers^^ Jinnie pacarnya Luhan telah kembali ^o^) #plakk

Readers!! Jinnie punya bad/good news nih… Gak tahu readers bilang ini bad news atau good news.

BEAUTY & BEAST BAKAL DIPERPANJANG SATU CHAPTER!!!!!

Itu dia news nya ‘-’) Bad atau good news tuh… Gak tahu deh.

Alasan kenapa diperpanjang? Ada 1 konflik lagi yang muncul di otak Jinnie dan kalau ditambah konflik yang udah ada(?) bakal jadi panjang ‘^’) Yang udah gemes baca endingnya, sabar dulu yah^^

Terima kasih buat readers yang selalu setia sama FF, terlebih YANG SUKA COMMENT^^

See you next chapter :*



[FREELANCE] (Not) Perfect

$
0
0

notperfect

Title: (Not) Perfect

Author: Alingcho

Main Cast: Park Chanyeol

Support Cast: Oh Sehun

Genre: Romance comedy?

Rating: G

Length: One shot [3834w]

Disclaimer: This story has been published on my own blog. Characters belong to themselves wherein the plot of this story belongs to me. Plagiarisms are not allowed. Happy reading!

Picture credit goes to whomever the owner of this picture!

Summary:

“… tak ada kata sempurna selama kau berurusan dengan laki-laki setinggi 185 sentimeter itu.”

Riset membuktikan bahwa orang single cenderung berharap mendapat pasangan yang sempurna.Begitu juga dengan Yeonju. Bertahun-tahun tenggelam dalam dunia fangirl membuat ia memimpikan sosok sempurna. Tapi semua berubah setelah Tuhan mengenalkannya dengan Park Chanyeol.Karena, tak ada kata sempurna selama kau berurusan dengan laki-laki setinggi 185 sentimeter itu.

First impression doesn’t always say the truth; atau begitulah yang Yeonju percaya sejak bertemu Park Chanyeol. Kesempatan pertama mereka bertemu adalah waktu Yeonju mengembalikan piring keluarga Park—yang merupakan tetangga barunya. Hal pertama yang ialakukan ketika bertemu dengan Chanyeol adalah membatu. Siapa yang tak akan membatu ketika pria tipe idamannya berdiri di hadapannya? Badan tegap dengan tinggi menjulang, rambut hitam cepak, iris hitam legam, dan…

“Terima kasih.”Oh suara bassnya. Dan senyum manisnya.ASDFGHJKL.

Yeonju serasa menemukan pangeran impiannya.

Keesokan harinya Yeonju hendak berangkat ke sekolah ketika Chanyeol keluar rumah, mengenakan seragam seperti milik kakaknya, Yeonhee, dulu serta memanggul gitar akustik di punggung.Okay… tambah satu lagi kelebihan laki-laki itu di mata Yeonju.

Sesampai di sekolah, Yeonju sibuk berkoar tentang sosok sempurna yang tinggal di depan rumahnya itu, yang mendapat dengusan dan komentar semacam ‘tak ada sosok sempurna di dunia ini, kau terlalu banyak menonton drama’ dari Sehun, yang kemudian ia abaikan karena ia terlalu sibuk mengagumi insiden hari kemarin.

Oh, dan tentu saja, sepanjang hari itu Yeonju sibuk tersenyum ke semua orang. Dan Oh Sehun selalu ingin tahu alasan di balik merekahnya senyuman Yeonju.

Kali kedua, Yeonju sedang menyuapi Minki—anak tetangga samping rumahnya—ketika Chanyeol tiba di garasi rumahnya mengendarai motor hitam besar. Yang Yeonju tak sangka adalah detik setelah ia turun dari motornya, Minki berlari menghampirinya.

“Hi.” Sapa lelaki itu pada Minki.“Siapa namamu? Aku Chanyeol,” sembari melambaikan tangan dengan ceria.

Mereka berdua pun terlibat pembicaraan seru sampai-sampai Yeonju hanya bisa berdiri kikuk seperti anak baru yang terlupakan.

“Adikmu?” tanya Chanyeol kemudian, menghamburkan lamunan Yeonju.

“Oh, bukan, dia tinggal di samping rumahku.”

“Chanyeol,”

“Yeonju.”Balas Yeonju sembari menjabat tangannya.

“Uhm, hyung ganti baju dulu, ya, Minki,” pamit Chanyeol sebelum bangkit, nyaris tersandung tali sepatunya sendiri, lalu berjalan masuk ke rumah.

Sepuluh menit kemudian Chanyeol keluar dari rumahnya, mengenakan celana training selutut dan kaus hitam, menghampiri Yeonju dan Minki yang kini tengah duduk di ayunan besi di pekarangan rumah Minki. Yang Yeonju ingat selanjutnya ia dan Chanyeol terlibat pembicaraan seru mengenai apa saja; mulai dari sekolah, kakak mereka, teman sepermainan, hobi, sampai permintaan iseng Yeonju pada Chanyeol untuk mengajarinya main gitar yang dibalas pria itu dengan satu kata simpel: oke.

Perempuan itu juga jadi tahu bahwa Chanyeol suka tertawa seperti orang gila… kau tahu, setiap kali tertawa ia akan menepuk-nepuk kedua tangannya tak lupa mengangguk-anggukkan kepalanya dengan heboh, bahkan jika cerita Yeonju kelewat lucu ia akan memukul pahanya juga.

Meski begitu, Yeonju masih terpesona padanya.Tapi, Yeonju bertanya-tanya, mengapa dia sering nyaris tersandung?Apa dia ataksia?

Setelah lima belas menit Yeonju habiskan dengan duduk di sofa ruang tamu sembari menggigiti kuku, Chanyeol datang membawa gitar Martin & Co. D-28 miliknya. Yeonju merasa sedikit hina sewaktu kedua netranya menelusuri pakaian Chanyeol: celana jins panjang, kaus putih kebesaran (seperti hari kemarin), serta snapback yang dipakai terbalik; sementara dirinya sendiri hanya mengenakan celana rumahan selutut dan kaus gembel. Tapi sudahlah, yang penting pria itu terlihat ganteng.

Ngomong-ngomong, sebelum masuk ke rumah Yeonju, gitar Chanyeol hampir akan mencium lantai jika gadis itu tak keburu menangkapnya. Yeonju mulai curiga lelaki itu memang mengidap ataksia.

Tak ada hal aneh yang terjadi sewaktu sesi pembelajaran. Hanya Yeonju yang bersungut kecil saat ia mesti memotong kuku-kukunya (yang baru ia biarkan tumbuh sebulan terakhir) karena Chanyeol bilang untuk memainkan gitar sebaiknya tidak berkuku panjang.

Dua jam kemudian empat jari kiri Yeonju terasa ngilu setelah menekan senar-senar gitar Dove DL-220 miliknya (yang selama ini teronggok di sudut kamar), meski begitu pada akhirnya sekarang ia sudah menguasai kunci dasar dan bisa memainkan instrumen Romance milik Choi Tae Hwan—sedikit. Harus ia akui Chanyeol termasuk guru yang sabar dan benar. Maksudnya, pria itu sama sekali tidak bercanda bodoh seperti kemarin saat mereka duduk di ayunan Minki, atau bertingkah seperti penderita ataksia. Ia hanya memasang wajah serius dan terus mengajari Yeonju dengan telaten. Oh, perempuan itu merasa berkunang-kunang setiap melihat tampang khusyuknya.

Pertemuan hari itu bisa dikatakan sempurna, jika saja Park Chanyeol tidak menabrakkan gitar coklatnya ke daun pintu rumah Yeonju yang pada akhirnya membuat jidat pria itu terantuk ke leher gitarnya sendiri.

Satu meter di belakangnya, Yeonju menghela napas tenang sembari menutup wajahnya dengan satu tangan dan menggumam, “Kau tidak mengidap ataksia, kan, Yeol?”

“Huh?”

Yeonju menggeleng, “Lupakan.”

Yeonju merenung, bagaimana bisa sosok sempurna yang tadi mengajarinya main gitar sekarang terseok-seok untuk pulang ke rumah?

Waktu mereka bertemu kembali, Yeonju semacam ingin mencekik lehernya sendiri, karena oh Tuhan Park Chanyeol juga bisa bermain basket!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Ia nyaris tersandung polisi tidur saat melewati lapangan basket di perbatasan blok komplek rumahnya saat retinanyamenangkap sosok Chanyeol sedang bermain basket bersama Yoora, kakaknya.

Menit berikutnya Yeonju sudah ada di lapangan basket, mendribble bola sembarangan sembari menghindari lawan, lalu mencoba melempar bola ke ring basket.Sayangnya, gagal. Permainan two on two itu pun berlangsung selama lima belas menit yang diwarnai pekikan heboh Yeonju setiap Chanyeol berusaha merebut bola di tangannya.

Keempat remaja itu lalu merebahkan diri di atas lapangan dengan posisi seperti ini: Chanyeol dan Yeonju bersisian serta dua meter dari tempat mereka Yeonhee dan Yoora bersebelahan. Kedua anak bungsu sibuk meredakan detak jantung sebelum akhirnya mengobrol ini itu, sementara kedua anak sulung sibuk mengatur napas sebelum akhirnya diam-diam meninggalkan adik mereka berdua berjemur di sana.

“Pulang, yuk.” Ajak Yeonju setelah merasa kepanasan di bawah sinar matahari.Ia tak begitu peduli pada Yeonhee yang ia yakin sengaja meninggalkannya dengan Chanyeol berdua. Hah.

Di perjalanan pulang Chanyeol sibuk bercerita tentang salah satu temannya, Kris, yang mempermalukan dirinya sendiri waktu mereka berlatih matrial artskemarin. Yeonju juga sadar bahwa Chanyeol adalah pencerita yang baik, ia bercerita sambil menggerak-gerakkan tangan (bahkan sesekali seluruh tubuhnya, untuk mempraktikkan ulang perbuatan bodoh temannya) hingga ia lupa bahwa ia sedang membawa bola basket. Bola itu kemudian menggelinding… sukses masuk ke parit, membuat dia mesti masuk sendiri ke sana untuk mengambilnya.

Yeonju mengatupkan kedua bibirnya.No moments end perfectly with Park Chanyeol.

Periode berikutnya, Yeonju sedang mencoba memainkan lagu Banmal Song milik YongSeo couple di ruang tamu saat tiba-tiba ada suara gerasak gerusuk di depan rumah. Tangannya berhenti di atas bodi gitar, menanti apa yang akan terjadi di luar sana. Detik berikutnya, lagu Cody Simpson terdengar mengalun dari suara bass yang tak asing. Yeonju melotot, tidak mungkin, kan…

Ia berderap membuka gorden rumahnya, dan di sanalah seorang Park Chanyeol sedang berdiri seraya memetik gitarnya dan menyanyikan,

And I say hey there pretty brown eyes

Whatcha doin’ later tonight?

Would you mind if I spend time with you?

Yeonju meletakkan satu tangannya di pinggang dan satu lagi di muka setelah menjeblaskan pintu rumahnya, kemudian memekik, “Apa yang kaulakukan!?”

“Um, mengajakmu pergi nanti malam.”

Yeonju mendelik, Oh Tuhan mukanya memerah. Pangeran kodoknya mengajak dia jalan nanti malam! Dengan cara seperti ini!

“Te-ri-ma!Te-ri-ma!” nyanyian yang Yeonju tahu pasti berasal dari bibir licik Yeonhee menyadarkannya dari lamunan.OMG Park Chanyeol masih menunggu jawabannya.

“Sudah berapa… uhm, lama aku…”

“Hampir tiga menit,” jawab Chanyeol polos setelah melihat jam tangannya.

“Mau ke mana?”

Senyum Park Chanyeol merekah, memamerkan deretan giginya yang putih, “Nanti kau akan tahu.”

Oke.Sepertinya perjalanan malam ini patut mendapat penghargaan karena Park Chanyeol berlaku sangat normal (bahkan membuat beberapa perempuan di mal menatap Yeonju iri).

Kencan, uh, jalan-jalan mereka hanya dengan menonton film, sih—Shadow Recruit yang ada Chris Pine (Yeonju berusaha keras membagi perhatiannya antara plot cerita, aktor tampan kesukaannya, dan pangeran kodok di sisi kanannya). Kemudian mereka makan di restoran Jepang di samping CGV; lagi-lagi menggunjing tentang teman dan kakak masing-masing, sebelum akhirnya membuka diri masing-masing.Uh.Terdengar serius.

Mereka tiba di depan rumah Yeonju pukul sepuluh malam. Chanyeol sempat (akhirnya) meminta nomor ponsel Yeonju sebelum pulang.

Award!

Yeonju baru saja menghempaskan tubuhnya ke atas kasur seraya menangkup pipi panasnya ketika suara debuman nyaring masuk ke gendang telinganya. Jangan bilang…

Sebulan kemudian Yeonju pergi ke sekolah diantar oleh pacar barunya.Em, sebenarnya ini bukan kali pertama diantar Chanyeol, tapi ini kali pertama diantar Chanyeol sebagai pacar barunya.Gadis itu benar-benar tak bisa melenyapkan senyuman di wajahnya.

“CERITAKAN PADAKU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” Teriak teman-temannya bersamaan begitu ia muncul di kelas.

“Cerita apa,” jawabnya pura-pura bodoh.

“Oh, jadi Park Chanyeol masih sendiri…”

“Oke, oke, apa yang ingin kalian tahu?” Redam Yeonju.

“SEMUANYA!!!!”

Oke, Yeonju tak tahu bahwa hampir setengah kelas menunggu ceritanya.

Sabtu malam kemarin, ketika Yeonju baru habis mandi—setelah sepulang sekolah tadi dibawa kabur ke Hongdae—Park Chanyeol meneleponnya, hanya mengucap, “Keluar,” lalu menutupnya.

Dengan setelan handuk membungkus rambut yang baru dicuci dan piyama yang membalut tubuh, Yeonju keluar rumah dan menemukan—DEMI TUHAN APA YANG KAULAKUKAN DI ATAS POHON JAMBU RUMAHKU, PARK CHANYEOL!?!—kalimat itu tersangkut di tenggorokannya.

“Chanyeol, turun.”

“Aku mau menyanyikan lagu kesukaanmu!”

Yeonju meletakkan kedua tangannya di pinggang, “Tapi tidak di atas pohon!!”

Percuma.

Chanyeol sudah menyanyikan lagu You Got Me milik Colby Caillat.

Dan Yeonju keburu menganga di tempatnya berpijak.

“Chanyeol, please, turun,” pintanya putus asa setelah Chanyeol melewati refrain pertama dengan kedua orang tua dan kakak mereka menonton dari depan rumah masing-masing—juga beberapa tetangga di kiri dan kanan rumah Yeonju.

“Belum selesai!”Pekik Chanyeol di antara bridge lagunya.

“Selesai!”Teriak Chanyeol lalu memeluk bodi gitarnya, “Kau mau jadi pacarku?”Tanyanya santai.

OH TUHAN LAKI-LAKI NORMAL MANA YANG MENYATAKAN CINTA SEMACAM ITU. TERLEBIH DARI ATAS POHON.

Yeonju mau pingsan.

“Tidak.”

“Loh?????Kenapa tidak!?!?!”

Yeonju berderap menghampiri pohon jambu rumahnya, “Kau mau turun tidak!?”

“Terima aku dulu!”

“TURUN!”

“Tidak mau!”

“MASA BODOH.” Lalu Yeonju masuk ke rumah, meninggalkan Chanyeol kebingungan di atas pohon, dan beberapa kepala orang dewasa yang menggeleng melihat hiburan malam itu.

Thump.

Yeonju tahu dari mana asal suara debum keras itu.

Ke mana sosok pangeran sempurnaku yang kujumpai di depan rumahnya dua bulan lalu!?!?!?!?!?!?!?!?!?!?!

Jadi, yang tadi adalah kronologi penembakan gagal yang dilakukan Si Park Chanyeol.Sepulangnya ke rumah dengan pantat pedih akibat terpelisit dari pohon, Yoora memukulnya dengan bengis sambil mengucap, “Adikku kenapa jenius sekali ya Tuhan.Aku malu sekali punya adik sepertimu.Ibu, pindahkan aku ke rumah yang lama.Atau tendang anak ini dari sini.”

Chanyeol tidak mengerti di mana salahnya.Menurut dia, idenya tadi bagus dan sempurna; menyatakan cinta melalui lagu.

“Iya, Chanyeol, sebagian besar perempuan akan luluh hatinya jika kau menyatakan cintamu melalui lagu. Tapi tidak dengan menaiki pohon rumahnya dan membangunkan tetangga-tetangganya.”Yoora menghela napas dalam, “Tidak ada perempuan yang mau menerimamu jika kau menyatakan perasaanmu main-main seperti tadi!Mana ada laki-laki yang menyatakan cinta seperti mengajak main basket!”

“Jadi yang benar itu bagaimana…”

Minggu pagi, Chanyeol mencoba lagi. Kali ini dengan cara yang normal; mengikuti saran kakak tercinta. Ia mengetuk pintu rumah keluarga Lee yang kebetulan dibukakan oleh sang kepala rumah tangga, meminta maaf atas insiden semalam dan meminta izin untuk mencoba lagi dengan jalan yang lebih lazim pagi ini, yang direspon dengan, “Good luck!” oleh Tuan Lee.

Yeonju masih tidur, dan Chanyeol tahu jika ia yang membangunkannya via sambungan telepon, mood Yeonju pasti akan langsung rusak. Jadi, ia meminta tolong ayah Yeonju membangunkan putri bungsunya, supaya nanti sewaktu nyawa Yeonju sudah terkumpul, ia bisa menjalankan misinya. Ia menunggu di depan jendela kamar Yeonju dengan kaki yang digoyang-goyangkan, berusaha keras mengabaikan debaran jantungnya. Yuhu!

Sepuluh menit kemudian Tuan Lee muncul dari pintu memberinya kode.

Yeonju berguling-guling di atas kasur, berusaha keras melupakan kejadian memalukan tadi malam yang tak membuahkan hasil.Ia membenamkan wajah ke bantal, berharap wajahnya terhisap ke sana sehingga ia tak perlu lagi menghadapi orang tua, kakak, dan tetangga yang melihat indisen semalam.

I’m in trouble, I’m an addict
I’m addicted to this girl

Yeonju menangis.Ia menyibak gorden jendela kamar, menemukan Park Chanyeol bernyanyi untuknya dengan tampang serius, lalu terkekeh kecil di antara tangisannya.

She’s got my heart tied in a knot
And my stomach in a whirl

But even worse, I can’t stop calling her
She’s all I want and more

Mendadak omongan Yeonhee semalam terputar di dalam kepalanya; menyatu dengan nyanyian Chanyeol dari luar sana.

I mean damn what’s not to adore?

“Tidak ada manusia yang sempurna, Yeonju.Hanya ada orang-orang yang berusaha terlihat sempurna. Untuk apa kau mengharapkan sosok sempurna yang pastinya lama-lama akan membuatmu jenuh karena kesempurnaannya.

I’ve been playing too much guitar
I’ve been listening to jazz
I called so many times, I swear she’s going mad
And that cellular will be the death of us I swear, I swear

“Jangan kecewa pada Chanyeol karena perilakunya yang… em… sedikit aneh itu.Menurutku itu keunikan dia; tak bisa bersikap seperti orang normal. Hei! Daripada mencari sosok yang sempurna lebih baik kau mencari sosok yang unik! Sosok sempurna pasti diinginkan semua orang, tapi sosok unik belum tentu.

And oh
O-oh, o-oh, o-ooh
Oh

“Dan, aku tahu memang caranya tadi agak konyol, tapi coba kau lihat dari sudut pandang yang lain. Dia mencari cara bagaimana menyampaikan perasaannya padamu, dia mencoba dengan cara yang menurutnya akan membuatmu luluh, melalui sebuah lagu, bahkan berpikir untuk naik ke atas pohon! C’mon, Yeonju, hargailah usahanya.”

I’m running my mouth
Just like I got her, but I surely don’t

“Aku tahu kau tetap akan menerima dia meski dia agak… begitulah.”

Because she’s so o-oh, o-oh, o-ooh rock ‘n roll
And out of my league
Is she out of my league?
Let’s hope not

Yeonju kini sudah berdiri di hadapan Chanyeol dengan mata memerah dan kedua tangan di pinggang.Ia berusaha keras menahan tawa yang akan lolos dari mulutnya begitu melihat ekspresi tegang Chanyeol.

“Aku minta maaf soal tadi malam.”

Yeonju merespon hanya dengan mengangkat kedua alisnya.

“Kau memaafkanku atau tidak…”

“Hm.”

“Yeonju—aku—hm, kau—apa aku boleh jadi pacarmu?”

Yeonju kemudian meledak dalam tawa.So much for an answer.

Dua menit kemudian, setelah puas terbahak, ia mengangguk.

“YESSEU!”

Sayup-sayup terdengar tepuk tangan dari sana sini.

“Sudah, mendongengnya?”

Yeonju memasang senyum manisnya, “Sudah, Oh Sehun.”

Kalau ada yang bertanya-tanya seperti apa Chanyeol setelah punya pacar, maka jawabannya adalah sama saja. Park Chanyeol tetaplah Park Chanyeol yang konyol dan Park Chanyeol yang tanpa sadar suka berperilaku tak normal.

Satu-satunya kesempatan ia berperilaku normal ialah sewaktu bermain musik. Pada malam di akhir pekan malas semacam ini ia akan datang ke rumah Yeonju dengan tangan kosong (lalu nanti meminta Yeonju mengeluarkan Dove miliknya) untuk kemudian membuat keributan di beranda kediaman keluarga Lee. Biasanya mereka akan mengawali kencan miskin mereka dengan mengobrol, kemudian Chanyeol mulai akan memetik senar-senar gitar ketika bahan gosip mereka telah habis, lalu mereka akan berkaraoke berdua (dari bernyanyi dengan cara yang benar sampai tidak benar), dan ujung-ujungnya pasti ada hal jenius yang dilakukan atau dikatakan Park Chanyeol.

Contoh saja waktu minggu terakhir Januari lalu. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam di penghujung musim dingin ketika Chanyeol mengajak Yeonju berjalan kaki ke convenience store di ujung jalan—yang berjarak lima ratus meter dari rumah Yeonju—yang ternyata hanya untuk makan ramen dan jus jeruk kemasan. Hanya dengan piyama.Dan uang pas-pasan di kantong.

Atau di minggu malas berikut ketika Yeonju bersin-bersin karena embusan angin malam, Chanyeol berlari ke rumahnya (tanpa mengucap apa pun sebelum pergi) lalu kembali membawa bed cover Rilakkumanya untuk membungkus tubuh kedinginan Yeonju. Romantis, sih. Tapi, kalau saja Chanyeol mau bilang lebih dulu bahwa dia tergesa pulang hanya untuk mengambil bed cover—yang sebenarnya bisa Yeonju ambil dari di kamarnya sendiri—jidatnya pasti tidak akan benjol karena mencium lantai akibat kakinya menginjak ujung bed cover.

Atau sekarang sajalah.

Yeonju muncul dari dalam rumah, membawa dua kaleng Cola dan satu kotak berpita pink untuk Chanyeol.“Nih,” sodornya malu-malu.

Chanyeol menoleh, ekspresi bingung tercetak di wajahnya, “Apa?”

“Buka saja.”Jawab Yeonju sebelum duduk di kursi samping Chanyeol.

“Coklat?” tanya Chanyeol, “Kenapa coklat?”

Yeonju mendesah pelan, “Hari ini valentine day, Chanyeol.”

“ASTAGA.”Pekiknya dengan suara bassnya lalu berdiri dari duduknya dan membuat Yeonju terlonjak.

“AKU TIDAK—AH—AKU LUPA MEMBELIKANNYA UNTUKMU!!” lalu ia mondar mandir seperti cucu yang habis memecahkan guci kesayangan neneknya.

“Chanyeol.”

“YEONJU AKU MINTA MAAF.”

“Chanyeol.”

“MAAF.”

Yeonju menendang kakinya.

Chanyeol akhirnya menatap gadis itu.

Valentine day itu waktunya perempuan memberi hadiah untuk pacarnya.Waktunya laki-laki memberikan hadiah untuk pacarnya itu white day.Mengerti?”

“Oh—uh—” ia tergagap. “White day itu kapan?”

Perempuan itu merosot di kursinya.“Yeol… kau tidak pernah pacaran?”

Chanyeol, dengan tubuhnya yang menjulang hampir setinggi pintu, berdiri kaku dengan bibir tertutup rapat di depan pacarnya.

Oh, apakah benar?

Cengiran Yeonju merekah.“14 Maret, sayang.”

WOW APAKAH YEONJU TIDAK SALAH LIHAT? WAJAH CHANYEOL MEMERAH?

Hari itu minggu kedua musim semi, keluarga Park mengadakan pesta barbeque kecil-kecilan untuk merayakan… entah, Yeonju juga tidak tahu untuk merayakan apa. Ia juga tidak tahu kenapa hanya keluarganya yang diundang di pesta kecil-kecilanini, padahal setahu dia keluarga Park tidak hanya akrab dengan keluarga Lee. Maksudnya, ada keluarga Kim yang berbagi tembok dengan rumahnya, tapi—ya sudahlah yang punya acara juga bukan dia.

Yeonju menghampiri Chanyeol yang sibuk dengan daging di atas panggangan.Ia duduk menopangkan kedua lengan di kursi berjarak semeter dari meja pemanggang; menonton pacarnya berjuang sendiri menyiapkan makanan mereka.

Yeonju mengerucutkan bibirnya.Tuhan tolong ingatkan dia kenapa dia menerima pria abnormal ini.

Sesungguhnya hari itu bertanggal 14 Maret, yang artinya adalah white day. Yeonju sempat tidak berharap Chanyeol akan memberi atau bahkan sekadar mengingat hari tersebut, tapi pagi tadi sebelum mereka berangkat ke sekolah, Chanyeol memberinya coklat. Tepatnya permen coklat.Satu biji.

Do not expect too much when you have a boyfriend like Chanyeol.

Chanyeol itu seperti roller coaster.Kadang dia mengesankan, kadang mengesalkan, kadang mempesona, dan seringnya mempermalukan diri sendiri.

Yeonju lupa kapan kejadiannya—entah seminggu atau dua minggu setelah mereka pacaran—mereka bertemu Sehun. Bukan bertemu bertemu, tapi waktu itu Sehun baru datang saat mereka berdua baru tiba di depan sekolah Yeonju. Perempuan itu kemudian bilang pada Chanyeol bahwa Oh Sehun, si juara dance se-kota Seoul, menyukainya. ‘Oh’ adalah reaksi Chanyeol.

“’Oh’?” tirunya.

“Iya.Oh. Yang penting, kan, yang kausukai itu aku.”

Ia menghajar lengan Chanyeol sebelum meninggalkan pria itu dengan senyum yang berusaha ia telan.

Pernah juga, mungkin kejadiannya baru seminggu yang lalu, Yeonju nyaris tak boleh masuk sekolah karena Chanyeol—karena Chanyeol lupa menaruh tasnya di mana.

Pagi itu Chanyeol terlambat bangun. Parahnya, ketika muncul di muka rumah Yeonju dengan kemeja yang belum dimasukkan ke dalam celana dan telat tujuh menit, ia tak membawa tas. Ia tak sadar tak memanggul tasnya sebelum Yeonju bertanya. Oh tentu saja sedetik kemudian Chanyeol heboh berlari ke rumah lalu kembali lagi dua menit kemudian sambil berteriak, “TASKU HILANG.” Tas punggung hitamnya yang sebesar kardus mi instan itu bisa hilang dari pandangan mata. Bayangkan.

“LALU BAGAIMANA?” balas Yeonju dengan ekspresi yang sama. “DUA BELAS MENIT LAGI PAGAR SEKOLAHKU DITUTUP.”

“A—sebentar aku—sebentar. Tunggu di sini, aku mau cari di rumahku lagi,”

“Aku naik bis saja, ya?” ucap Yeonju sebelum Chanyeol sempat berlari lagi.

Laki-laki itu melirik ke sana kemari sebelum akhirnya melompat di atas jok motornya lagi, “Aku antar kau dulu. Cepat.”

“Nanti kau—”

“Cepat!”

Kemudian mereka sampai saat satpam sekolah Yeonju sudah menggeret pagar; nyaris, nyaris,saja menutupnya jika Yeonju tidak berlari histeris.

Dua jam kemudian Chanyeol memberitahu Yeonju bahwa tasnya tertinggal di sekolah. Di dalam kelas.Di kursinya sendiri.How?!

“Ayo makan,” tiba-tiba Chanyeol menarik tangannya.

Dengan posisi keluarga Park di sisi kanan dan keluarga Lee di sisi kiri meja makan, acara barbequean itu berjalan mulus.Barbeque-an. Di meja makan.Whatever.Orang-orang dewasa dari kedua keluarga itu sibuk berhaha hihi karena cerita lucu zaman dulu yang mereka lontarkan, Yeonhee dan Yoora ikut mendengarkan cerita mereka, sementara Yeonju dan Chanyeol terdiam tak mengerti.Atau tak mau mengerti.

Yeonju sedang memperhatikan gerak gerik pacarnya ketika ibu Chanyeol berujar, “Hubungan kalian baik-baik saja, kan?” membuat ia berhenti menatap Chanyeol lalu mengangguk pelan. Memangnya ada apa?

“Kalau bukan karena rengekan Chanyeol mungkin sekarang aku tidak akan duduk di sini.” Tutur Yoora.

Huh?

Happy white day!

Yeonju menoleh. Dan oh Tuhan tentu saja kau bisa menebak apa yang terjadi.

Park Chanyeol, sudah berdiri dari kursinya, memegang sebuah kotak yang lebih besar daripada Minki dan tersenyum manis pada Yeonju. Sangat manis.

Sampai Yeonju serasa diabetes.

Dan ingin melesapkan diri ke asbes.

Wew, haruskah Chanyeol merayakan ini sekarang?Di depan seluruh anggota keluarga mereka?

Oh, Chanyeol juga jago mempermalukan orang lain. Terutama pacarnya.

Byeeeeeee,”

Yeonju melangkah riang meninggalkan ruang kelas.Hari ini adalah 100-day anniversary mereka, dan untuk pertama kalinya Chanyeol menjemput Yeonju di sekolah; karena jam pulang sekolah mereka berbeda, jadi Yeonju selama ini pulang lebih dulu daripada Chanyeol.Tapi hari ini, salah satu guru di sekolah Chanyeol meninggal, jadi murid-murid mereka dipulangkan lebih awal.Yeonju tidak tahu harus bersyukur atau ikut berduka.

Senyumnya merekah begitu melihat pacar gantengnya melambaikan tangan.Ia berdoa dalam hati sembari menghampiri lelaki itu: Tuhan, lancarkanlah hari ini.

Agenda mereka sebenarnya hanya menonton film dan makan.Terdengar membosankan? Oh, tentu tidak. Selama ada Park Chanyeol tidak ada momen yang membosankan.

Sewaktu menonton tadi tangan Chanyeol tak pernah lepas menggenggam tangan Yeonju.Hal itu tentu membuat jantung dan bibirnya tak merasa kebosanan.Ia bersyukur dalam hati, terima kasih, Tuhan, dalam momen langka seperti ini Chanyeol menjadi orang normal.

Seusai makan dan jajan di kedai kaki lima di Insadong, Chanyeol tak akan berhenti bernyanyi—meneriakkan and in this crazy life, and through these crazy times, it’s you, it’s you, you make me sing, you’re every line, you’re every word, you’re everything sekuat tenaga—jika saja Yeonju tidak membekap mulut lelaki itu dengan tangannya. Ia iseng menyuruh Chanyeol mengungkapkan rasa cinta perasaannya, yang kemudian ia sesali sendiri karena tentu saja Chanyeol pasti akan mempermalukan diri mereka berdua di depan umum. Tapi untuk pertama kalinya ia membiarkan dia ikut malu bersama pacarnya yang jenius ini. Ia tertawa saat orang-orang yang lewat menatap mereka dengan aneh.

Happy 100-day anniversary!”

Yeonju mengangkat kedua alisnya begitu Chanyeol meletakkan kotak persegi panjang berbungkus… apa itu koran?

“Apa ini?”

Chanyeol menyisip minumannya, “Hadiah.”

Yeonju… em… dia tidak harus bereaksi seperti Chanyeol sewaktu valentine day, kan? “Aku tidak menyiapkan apa-apa untukmu.”

No prob.” Ia menggedikkan bahu.

Yeonju membuka gulungan koran yang ternyata membungkus dos pulpen. Okay… ia menggigit bibirnya sembari harap-harap cemas akan isi dari dos pulpen ini.

Pick gitar.

Dan pensil mekanik.

Yeonju berkedip berulang kali, mencoba memastikan berulang-ulang wujud dua benda mati yang terkapar di telapak tangannya. “Pick gitar dan pensil mekanik? Seriously, Chanyeol?” mukanya mungkin sudah memutih.

Chanyeol menggaruk punggung lehernya yang tidak gatal, “Uhm… kau kan selalu mengeluh tentang kukumu dan bermain gitar yang selalu bertolak belakang… jadi… aku memberikanmu itu supaya kau tak perlu sering cemberut setiap kau mau memainkan gitarmu tapi kukumu sudah bertambah panjang dan kau harus memotongnya lagi dan lagi.”

Yeonju sedikit terkejut dengan jawaban Chanyeol.“Oke…” jawabnya pelan. “Lalu pensil ini?”

Chanyeol mengaduk-aduk minumannya ketika menjawab, “Supaya kau terus ingat aku waktu di sekolah.”

Yeonju…

Uhm dia kehilangan kemampuan komunikasi verbalnya.

I love you.”

Jadi begitulah, di antara semua perilaku jenius Chanyeol yang selalu membuat Yeonju ingin ditelan tanah atau dihinggapi rasa sesal menjadi pacar laki-laki itu, ada saja hal lain yang membuat ia kembali teringat bahwa ia sangat sangat bersyukur ditakdirkan dalam satu frame kehidupan yang sama dengan Chanyeol.

End.

 


Ravens The Chinese Danger [Chapter 2]

$
0
0

Ravens The Chinese Danger [Chapter 2]

Ravens The Chinese Danger [Chapter 2]

Author: Choi Seung Jin @kissthedeer

Genre: Action, Crime, Multicultural

Leght: Chaptered (Still on going)

Main Cast:

Kris Wu / Wu Yi Fan  || Xi Lu Han || Huang Zi Tao || Lay / Zhang Yi Xing || Xia Zi Liu (OC)

Other Cast:

Kim Joonmyun || Moon Eunjin (OC) || Oh Sehun || Kim Minseok || Park Chanyeol

Author’s Note:

Storyline belongs to me. Please repect! Don’t be silent readers!

Prolog | Chapter 1

 

****

****

Mobil Luhan semakin mendekati mobil milik Toshiro. Dia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk misi ini. Hari ini mungkin adalah kali terakhirnya dia bisa kembali ke arena balap. Dia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini segitu saja.

Luhan dan Toshiro mulai sejajar. Toshiro yang merasaka akan dikalahkan, mencoba untuk menambah kecepatan mobilnya, tapi Luhan terus berusaha unuk mensejajarkan mobilnya.

Penonton mulai menggila melihat Luhan dan Toshiro berada diposisi yang terdepan. Suasana semakin tegang dimana Toshiro berusaha untuk melaju lebih cepat dari Luhan, sedangkan Luhan terus berusaha menyeimbangi posisinya.

“Para penonton sekalian! Suasan kali ini semakin menegangkan. Toshiro terlihat terus mencoba menjadi yang nomor 1. Sedangkan pembalap dari Cina, Luhan tetap berusaha mensejajarkan posisinya dengan Toshiro. Apa yang sedang direncanakan pria Cina itu?”

Secara tiba-tiba, Luhan membanting stir mobilnya ke kanan hingga mobilnya menghantam mobil Toshiro. Mobil Toshiro oleng dan hilang kendali. Mobil Toshiro sempat berguling berberapa kali dan berhenti dalam posisi terbalik. Penonton yang melihatnya terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Luhan.

Luhan belum puas. Dia mengurangi kecepatan mobilnya sampai posisi mobilnya tepat dibelakang mobil Toshiro. Luhan kembali menabrakkan mobilnya dengan mobil Toshiro yang sudah tidak bisa dikendalikan. Dia terus melajukan mobil yang terus mendorong Toshiro hingga berberapa meter ke depan.

Masih belum puas sampai Toshiro mati, Luhan melaju meninggalkan mobil Toshiro yang sudah berhenti. Dia maju sepanjang berberapa meter di depan mobil Toshiro. Luhan membelokkan setir mobilnya hingga berputar 360 derajat dan berhenti.

“Astaga! Apa yang dilakukan pria itu? Apa dia berniat untuk membunuh Toshiro karena dendamnya 3 tahun lalu?”

Luhan menatap tajam mobil terbalik yang berada 20 meter didepannya. Dia siap untuk apa yang akan terjadi pada 10 detik kedepan. Dia sudah siap, mati pun dia siap. Asalkan bajingan Jepang dan juga ayahnya itu mati. Lagipula, memangnya Luhan bisa mati?

 

****

Liu terus memantau Luhan dari layar besar. Dia bersiap menekan pelatuk senjata mematikan miliknya saat dia mendengar suara tabrakan. Karena isyaratnya untuk menembak adalah saat suara tabrakan besar terdengar yang artinya pada saat itu Toshiro sedang menemui ajalnya.

Earphone yang terpasang disalah satu telinga terhubung dengan Kris, memudahkannya untuk tahu situasi yang sedang terjadi. Sementara Kris yang terhubung dengan semua member sambil memantau secara keseluruhan tugas dari anggotanya.

“Lay, aku ingin secepatnya membawa Luhan keluar,” ucap Kris kepada Lay melalui earphone nya. Dari kejauhan dia melihat Lay sudah siaga didepan ambulance yang telah disediakan oleh panitia pertandingan. Ambulance itu bisa menjadi kendaraan Lay dan Luhan untuk kabur.

“Tao, tugasmu selesai. Siapkan mobil untuk Luhan!” Mata Kris sekarang tertuju pada Tao—yang sebelumnya berada diantara tim Toshiro—beranjak pergi meninggalkan tempatnya.

Sekarang tinggal menunggu acara puncaknya. Meskipun sebenarnya Kris khawatir dengan tindakkan Luhan yang seperti ingin menabrakkan dirinya sendiri agar bisa membunuh Toshiro. Tapi Luhan bukan orang yang suka diatur. Bahkan jika Kris ingin membatalkan misi ini karena tindakan Luhan yang bisa mencelakakan dirinya sendiri, Luhan tetap akan melakukan tindakan itu.

Kris bisa melihat Luhan mulai bergerak. Mobil Luhan melaju kencang dan semakin kencang. Akan terjadi tabrakan tak lama lagi…

 

BRAKKKK…

DORR….

 

Suara tabrakan dan suara tembakan terdengar hampir bersamaan. Liu mengerjakan tugasnya dengan baik. Sebuah peluru berhasil tertanam didahi pria tua berumur 60 tahun. Meski begitu, tabrakan besar telah terjadi. Mobil Luhan dan Toshiro terlempar akibat tabrakan. Mobil Luhan berguling berkali-kali diatas rumput hijau diluar lintasan balap. Hal itu membuat Kris semakin cemas. Sedangkan mobil Toshiro sudah tak berbentuk lagi akibat tabrakan keras.

Lay melihat kejadian itu bergegas mendekati mobil Luhan yang sudah berhenti berguling dengan sebuah ambulance. Dia—dibantu dengan petugas medis lain—cepat-cepat mengeluarkan Luhan dari dalam mobilnya, khawatir mobil itu meledak.

Sekilas dia melihat kearah mobil Toshiro yang sudah tidak bisa dijelaskan lagi bentuknya. Mobil yang sudah seperti rongsok yang berjarak sekitar 100 meter darinya. Dia melihat pria Jepang itu masih bergerak. Sialan!

Plan B.

 

DUAAARR!!!

 

Mobil Toshiro meledak begitu saja sebelum petugas medis sempat menyelamatkan Toshiro. Lay terpaksa meledakkan mobil itu supaya pembalap Jepang itu benar-benar mati seperti ayahnya yang juga sudah mati 5 menit yang lalu ditangan Liu.

Kembali pada Luhan yang kini sudah berada didalam ambulance bersama Lay. Beruntung karena kecelakaan hebat itu tidak merenggut nyawanya. Dia segera dibawa keluar dari sirkuit dan menjauh dari tempat itu.

“Apa..dia..sudah mati?” Tanya Luhan lemas. Luhan yang kesadarannya sudah menipis masih saja memikirkan apakah dia berhasil membunuh Toshiro atau tidak. Ambisinya yang kuat mungkin yang menjadi alasan kenapa dia bisa bertahan.

“Ya, dia sudah mati. Tapi sayangnya dia mati ditanganku, bukan ditanganmu. Tabrakan mu tidak ampuh untuk membuat pria seperti itu mati,” ucap Lay dengan nada meledek.

Luhan yang masih lemah hanya bisa terkekeh pelan. Masih bisanya dia tertawa disaat seperti ini. Memang, dia hanya mengalami luka dibagian kepalanya akibat terbentur terlalu keras.

“You should take over this ambulance,” ucap Luhan tentang ambulance yang dia kira masih dikendarai oleh petugas medis betulan.

Kini giliran Lay yang tertawa. “Kau seharusnya lihat dulu siapa yang menyetir.”

“Hai, ge!” Itu suara Tao. Mobil ambulance itu sudah diambil alih oleh Tao sejak mobil berjenis van itu keluar dari arena sirkuit.

“Rupanya kau,” kata Luhan. “Bagaimana Kris dan Liu?”

“Mereka akan segera menyusul. Kau istirahat saja. Nikmati perjalananmu,” kata Lay diiringi dengan tawanya.

 

****

Kris dan Liu keluar dari sirkuit berdampingan. Berbaur dengan penonton lain yang dibubarkan karena kecelakaan ektrim yang dibuat sengaja oleh Luhan dan entah bagaimana caranya, sniper riffle yang digunakan Liu tadi sudah menghilang. Kris dan Liu benar-benar berpenampilan seperti dua orang turis biasa.

Namun Kris merasakan sesuatu. Seperti ada yang sedang mengamatinya saat ini atau bahkan sampai membuntutinya. Hal ini berusaha ia sampaikan pada Liu yang berada disamping kanannya.

“I have bad feeling for this. Kita harus berpencar,” kata Kris berbisik ditelinga kecil Liu. “Kita bertemu di rumah.”

Liu paham betul maksud Kris dan mengangguk tanda paham. Mereka pun mengambil dua arah berbeda di sebuah pertigaan jalan.

Langkah kaki jenjang Liu membawanya ke pusat distrik kota Tokyo dimana disana banyak sekali orang. Dia harus jalan berdesak-desakkan diantara banyaknya kerumunan orang di kota paling sibuk ini. Kini dia mengerti kenapa Kris menyuruhnya untuk mengambil jalan yang berbeda dengan pria jangkung itu.

Seseorang mengikuti Liu sejak dia keluar dari arena sirkuit dan berpencar dengan Kris. Liu masih belum berpikir untuk melihat orang gila mana yang berani mengikutinya. Satu hal yang paling ia benci di dunia ini adalah dibuntuti dan orang itu telah melakukannya.

“Apa dia cari mati?” Gumam Liu geram.

Dia sudah geram ingin menanamkan sebuah peluru di dahi orang yang berani mengikutinya. Jika saja ia tidak sedang berada di tempat ramai seperti ini, pasti dia sudah menembak mati orang itu.

Dia berusaha berjalan lebih cepat diantara kerumunan orang yang jalan berlawanan arah dengannya—berusaha berjalan sejauh mungkin dari orang yang berani-beraninya membuntutinya.

Barulah sampai Liu melihat celah untuk melarikan diri ke sebuah gang kecil diantara pertokoan yang memungkinkannya untuk berlari manjauh. Dia berlari sekencang mungkin, namun polisi itu berlari lebih cepat meski belum sampai mendahului. Bagaimanapun juga tenaga pria lebih besar dari wanita sehingga memungkinkannya berlari lebih cepat.

Untuk seorang wanita yang mengenakan boot heels with laces berwarna putih setinggi 7 sentimeter, Liu berlari sangat cepat meski tidak secepat jika dia tidak menggunakan alas kaki. Setidaknya Liu masih memiliki kelincahannya dalam berlari berkat hot pants yang dipakainya. Beruntung dia sempat menggani kostumnya sebelum keluar dari sirkui tadi.

Dia berlari kesudut-sudut dalam pertokoan yang semakin dalam akan semakin sempit dan sepi. Tidak tahu kemana arahnya berlari, yang terpenting dia bisa lolos dari polisi yang mengejarnya sampai sekarang.

Tidak ada cara lain selain bertindak. Liu harus melakukan sesuatu sebelum tenaganya habis untuk berlari. Dia menunggu dibalik dinding dan menunggu orang itu melintas. Dengan cepat, Liu mengayunkan tangannya dan melingkarkannya pada leher polisi itu. Dia menarik  tubuh polisi itu dengan full power sampai terbanting ke tanah.

Orang itu mencoba melawan saat kerah kemajanya dicengkram kuat oleh Liu, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa saat mulut pistol berada tepat didepan matanya. Kecepatan tangan Liu harus diperhitungkan dan orang itu tidak sampai memikirkannya.

Nafas mereka sama-sama tidak beraturan. Mereka berdua sama-sama kelelahan berlari sampai mereka tetap diam dipoisi mereka saat ini.

Liu baru bisa menangkap bahwa orang yang mengejarnya kali ini adalah orang yang sama dengan pria yang membuntutinya berberapa hari lalu.

“Jadi,” kata Liu dengan nafas yang masih tidak bisa atur. “Kau pria menyebalkan yang membuntutiku waktu itu, kan?”

Pria itu hanya diam. Dia tidak bisa berbuat apa-apa dengan sebuah pistol yang ditodongkan padanya.

“Kau kira kau siapa, hah?” Ucap Liu emosi.

Liu mulai memeriksa apa yang pria itu punya di saku pakaiannya. Dia mengeluarkan pistol milik orang itu dari sarungnya yang disangkutkan dicelana. Kemudian melemparnya kesembarang arah. Dia juga menemukan sebuah lencana polisi Korea beserta IDnya.

“Polisi Korea, ya? Cih! Kenapa harus mengirimkan pemburu amatir untuk menangkap gagak liar?” Kata Liu meremehkan.

“Kau seharusnya tidak ikut campur dengan masalahku ataupun teman-temanku. Kau beruntung aku tidak akan membunuhmu hari ini. Dengan begitu aku hutang 2 peluru di dahi mu.”

Liu menjauhkan pistolnya cepat. Dan tidak mau membuang waktu, dia memanfaatkan kesempatan ini untuk melarikan diri sebelum niat menyerang terlintas dalam pikiran polisi itu. Dia berlari secepat mungkin menjauh dari sana.

Sedangkan polisi itu…

Duduk terdiam dengan wajah datar, menatap punggung Liu yang berlalu begitu cepat dan hilang dari hadapannya. Ini pertama kalinya ia menangani seorang penjahat wanita kelas Internasional seperti Liu. Dia baru 3 tahun menjadi seorang agen penyidik dan sekarang sudah dipercaya untuk menangani kasus sebesar ini.

Dia beranjak bangun dan memutuskan misi pengintaian cukup sampai disini untuk hari ini seiring dia memungut kembali pistolnya yang berjarak bereberapa meter darinya dan lencana beserta tanda pengenalnya yang berantakan di atas tanah.

Polisi bernama Oh Sehun itu pasti akan mengenang kejadian di hari ini. Dimana dia sedang berburu untuk menangkap seekor burung gagak. Gagak tangguh berparas cantik yang pernah ia temui.

 

****

Situasi tesulit sedang dialami Kris saat dia dikejar oleh dua orang sekaligus. Setidaknya salah satu polisi yang mengejarnya adalah polisi wanita sehingga mungkin tidak terlalu berat.  Terkadang dia mengelung, kenapa Leader selalu mendapatkan hal paling tidak menyenangkan ketimbang member yang lain.

Meskipun dalam kondisi dikejar, namun Kris masih bisa tidak berlari sejauh ini. Hal itu otomatis membuat polisi yang mengejarnya juga harus berjalan cepat jika tidak ingin kehilangan jejak Kris. Sulitnya menjadi Kris adalah dengan tubuhnya yang tinggi, dia akan mudah terlihat diantara kerumunan orang-orang yang lebih rendah darunya.

Bukan Kris jika tidak memikirkan secara matang rencana yang akan dterapkannya. Alasannya masih bisa berjalan saat dia sedang dikejar-kejar polisi adalah dia sedang berpikir bagaimana lolos dari kedua polisi itu dan membuat mereka kehilangan jejaknya. Untuk sekarang, minimal dia bisa menyingkirkan satu dari dua polisi itu, terutama yang pria.

Kris mengeluarkan ponselnya dan melihat isi email dari Lay. Dia penasaran siapa orang yang berani menguntitnya. Ada lima foto yang didapatnya. Polisi wanita yang mengejar Kris pastilah satu-satu wanita yang ada didalam foto yang Lay kirimkan. Detektif Letnan Moon Eun Jin dan namja yang satu lagi—jika dicocokkan dengan foto—pastilah Inspektur Kim Joon Myun.

Baiklah, Kris kini sudah tahu nama orang yang sedang mengejar atau menguntit nya sekarang. Dia hanya perlu menyingkirkan mereka berdua atau setidak satu dari mereka agar dia bisa lolos dengan mudah. Dia harus meminta bantuan.

.

Okay, it’s time to run.

Kris mulai berlari yang seharusnya sudah ia lakukan sedari tadi. Polisi yang diketahui bernama Joonmyun dan Eunjin, tentu saja juga berlari mengejar Kris yang berniat kabur. Berlari melalui kerumunan orang banyak tidaklah mudah.

Kris harus memancing mereka ke tempat dimana dia telah melakukan berjanjian dengan seseorang untuk meminta bantuan. Berlari melewati dua blok pertokoan hingga dia sampai disebuah gedung tua. Dia kembali memancing polisi-polisi itu masuk ke dalam gedung itu. Kris naik ke menggunakan tangga dan terus naik.

Sampai salah satu polisi itu melewati tangga lantai 4, seseorang menariknya. Suho terpaksa harus keluar dari tugas pengejaran ini dan meninggalkan Eunjin yang mengurusnya. Seseorang membekap mulut Suho rapat dan menyeret tubuh kecil Inspektur itu masuk ke lantai 4. Dengan sekuat tenaga, Suho berusaha melepaskan tangan yang telah menutup mulutnya.

Sosok Tao berdiri didepan Suho sekarang, dengan tatapan tajam dan kejam seperti mata sebilah pedang yang memantulkan cahaya matahari di sore hari. Suho mengingat jelas tentang Tao. Pria ahli bela diri berdarah dingin. Jika melawannya sendiri tidak akan mungkin. Suho bisa saja mati ditangan pria ini.

“Tenang saja, Pak Polisi. Kris hanya menyuruhku untuk membuat mu terluka,” ujar Tao dengan tatapan sinis. “Patah tulang cukup?”

Suho hanya menatap Tao tajam dan waspada. Tidak mungkin Tao akan membiarkannya hanya mengalami patah tulang, apalagi luka ringan. Tao mungkin menginginkannya mati karena telah berusaha menangkap bosnya.

****

“Suho oppa?”

Eunjin baru menyadari bahwa Suho telah menghilang dan sekarang dia sendirian. Tekadnya menangkap Kris mendorongnya untuk berani mengahadapi Kris sendirian meski dia tahu betapa berbahayanya Kris sebagai seorang penjahat berhati dingin. Dia terus menaiki tangga dan tetap mengejar Kris.

Sampai Eunjin tiba di lantai ke-8 dan bertemu seorang pria bertubuh tinggi yang berdiri dengan jarak sekitar 10 meter didepannya. Eunjin mengarahkan pistol miliknya yang sudah dikeluarkannya sedari tadi ke arah Kris.

“Freeze!” Eunjin bersorak tegas. “Raise your hand!”

Dengan wajah santai, Kris mengangkat tangannya diatas kepala. Bertingkah seakan dia menuruti semua perintah Eunjin. Sekali terlihat Kris tersenyum sinis kepada polisi wanita yang menodongkan pistol padanya.

“Untuk seorang polisi wanita, kau ini sangat cantik,” ujar Kris dengan nada yang tak menyenangkan.

Eunjin tidak bergeming. Dia tetap mengarahkan pistolnya ke arah Kris. Meski begitu, Eunjin tidak bergerak atau bahkan mendekati Kris dan memborgol pria itu. Entah ada apa dengan wanita itu yang membuatnya tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik.

“Kenapa? Kau tidak ingin menangkapku?” kata Kris seakan menantang.

Berniat meladeni kata-kat Kris, Eunjin mulai melangkah mendekati Kris dengan posisi pistol yang masih sama. Namun tiba-tiba seseorang membuatnya berhenti melangkah.

“Jangan berpikir untuk berjalan lebih dekat.” Terdengar suara seorang wanita yang berada dibelakang Eunjin. Jika perkiraannya benar, wanita itu pastilah sedang menodongkan pistol ke arah kepala Eunjin. “Drop your gun!”

Eunjin tak punya pilihan saat mulut pistol telah menyentuh kepalanya. Dia melempar pistolnya sembarang arah sesuai dengan apa yang diperintahkan padanya.

Kris kembali tersenyum sinis menatap Eunjin. Beruntung Tao dan Liu bisa datang membantunya setelah dia mengirimkan pesan singkat dan dengan sengaja memjebak Eunjin dan Suho. Setidaknya Eunjin dan Suho belum cukup pintar untuk menyadari hal itu.

“Jujur saja, aku tidak suka membunuh orang apalagi perempuan,” ujar Kris disaat Eunjin menatapnya tajam penuh emosi.

“Kalau kau tidak mau membunuhnya, biar aku saja,” kata Liu menawarkan diri.

“Kita tidak membunuh polisi. Ingat?”

Liu mencibir kesal. Niatnya melakukan apa yang ia suka selalu terhalang oleh hati Kris yang masih bisa tega pada orang lain. “Lalu, mau kita apakan dia? Tao sudah hampir selesai dengan Inspektur itu.”

Kris berjalan lebih dekat dengan Eunjin. Diperhatikannya Eunjin dari ujung kaki sampai ujung kepala. Rambutnya coklat dan tebal menghias kepalanya. Tubuhnya yang sedikit mungil untuk ukuran polisi namun tetap terlihat indah dengan balutan kaos hitam dan mantel coklat. Eunjin memiliki wajah yang akan sangat mudah diingat. Mata yang bulat dengan double eyelids, bibir tipis dan hidung yang mancung.

“Like I said, as a cop, you are too pretty,” ujar Kris dengan tatapan nakalnya yang penuh nafsu pada Eunjin.

Sedangkan Eunjin sendiri tidak berani menatap Kris sedikit pun saat jemari pria jangkung itu menyentuh rambutnya. Hal itu membuat Kris tersenyum sinis karena rayuannya bisa membuat polisi wanita tangguh sekalipun takut untuk menatapnya.

“Nice to meet you. I hope we’ll meet again.” Kris pergi dengan kembali menggunakan tangga. Sementara Liu masih ada ditempatnya dengan wajah tak kalah sinis menatap Eunjin.

“You’re lucky, Lady.”

 

BUGG…

 

Liu memukul keras tengkuk Eunjin dengan pistol yang dipeganggnya sehingga yeoja itu pingsan. Dia meninggalkan polisi itu yang sudah terkapar tak sadarkan diri dan menyusul Kris.

Langkah Kris dan Liu dipercepatkan saat mereka mulai menuruni tangga. Kemudian Tao muncul dan bergabung setelah tugas yang diberikan Kris selesai.

“Kau tidak membunuhnya, kan?” tanya Kris memastikan.

“Tenu saja tidak. Aku tidak ingin dapat masalah karena membunuh seorang Inspektur,” ujar Tao.

Mereka bertiga semakin mempercepat langkah mereka keluar dari gedung itu. Mereka berlari menuju sebuah mobil Range Rover yang sudah dalam keadaan stand by dimana Lay yang menjadi supirnya.

“Kenapa sangat lama?” Keluh Lay yang sudah menunggu cukup lama dengan perasaan tegang.

“Don’t ask me a question! Just drive this damn car!”

Lay menginjak pedal gas hingga kecepatan mobil itu berada di titik 60 km/jam. Mobil itu melaju di jalanan kota Tokyo dan kembali ke basecamp Ravens dimana disana sudah ada Luhan yang sedang memulihkan kondisi badannya.

Motherf**k!!” Hardik Liu kasar setelah turun dari mobil. “How cops know we are here?”

“You think I know?” Balas Kris tidak kalah kesal.

Ini pertama kalinya polisi berhasil menemukan dengan tepat lokasi Ravens setelah 3 tahun mereka muncul dan membuat onar. Rekor tak terlacak sudah berhasil dihancurkan oleh sekelompok polisi Korea. Wajar jika mereka kesal dan marah.

“So, what are we gonna do now?” Tanya Tao yang berusaha memahami situasi kali ini.

Jika polisi sudah berhasil melacak Ravens, artinya pertahanan Ravens sedang melemah disaat polisi semakin kuat. Kris harus bertindak cepat sebelum polisi melacak rumah ini dan menangkap Ravens.

Kris berusaha memikirkan tempat-tempat yang memungkinkan mereka untuk kabur sementara ini. Meskipun ada pertimbangan tentang kemungkinan keberadaan kelompok Hurricane, tapi Kris harus mengutamakan keamanan pertahan Ravens dari lacakan polisi.

“Kris! Kita harus gimana?” ucap Liu yang menagih rencana untuk kabur dari lacakkan polisi di Tokyo. Namun Kris hanya diam, mencoba berpikir keras, kemana Ravens harus pergi.

Ravens belum bisa menyentuh wilayah Amerika atau mereka akan dikejar-kejar FBI. Wilayah Asia Tenggara ataupun Australia juga bukan pilihan yang tepat. Apalagi Afrika dan Eropa. Lalu muncul bayangan sebuah tempat di pikiran Kris. Masih terbelesit dipikiran apakah dia bisa menemukan kelompok Hurricane di tempat itu. Jika dia memilih tempat itu akan berbahaya dan—mungkin—dia tidak akan menemukan Hurricane disana, tapi tempat itu sangat tepat dipilih meski ada di wilayah musuh, yaitu polisi.

“KRIS!!” Liu membentak keras pria yang tak menghiraukannya dari 10 menit yang lalu.

“FINE! Kita ke Seoul!”

 

To be continue

 

*****

Annyeong! Annyeong! Annyeong! ^0^) Jinnie here with RCD Chapter 2 hahaha >< Siapa yang kangen sama Jinnie? #plakk ><

 Ternyata nih readers, chapter 2 RCD terpaksa Jinnie publish sekarang karena BB Chapter 14 sedang terjadi masalah produksi(?) Tapi tenang, Chpater 14 BB bakal dipublish ASAP^^

Keep supporting Jinnie ya^^ Supaya Jinnie tambah semangat ‘-‘)9 Heheh^^ See you on next story :*


[FREELANCE] Illa.. Illa.. (Chapter 3)

$
0
0

Illa Illa

Title : Illa.. Illa..

Author | Artwork | Twitter : @auliaylsnov

Genre : Alternatif Universal, Angst, Sad

Length : Chapter || Status : Chapter 3 || Rating : PG-15

Main Casts : Kim Hye Sun (OC) | Kevin Wu | Zhang Yi Xing

Support Casts : Kim Jongin | Jung Soojung | Kim Junmyeon | Oh Sehun | etc

Ost :

Juniel – Illa Illa | Ailee – Evening Sky | Ailee – Heaven

Disclaimer :

Well, FF ini terinspirasi dari MV Juniel – Illa Illa, tapi ingat! Hanya 30% dari MV, karena secara keseluruhan sampai FF ini selesai, hasil pemikiran aku selama begadang tiap malam -_- #poorME jadi tidak termasuk SONGFIC. Hehehe^^

 

Warning :

The story pure mine. Dont be plagiator! Tolong hargai karya author >,<

 

Dan warning Untuk part 3

Maaf yah kalo yang ini banyak kesalahan, apalagi sewaktu di bandara, maklum author belum pernah merasakan naik pesawat terbang. Hahaha…

TOLONG PERHATIKAN WAKTU yang tertera pada FF part ini karena berhubungan dengan part2 selanjutnya

Ok, enjoy it readers :)

 

Untuk yang belum baca :

Chapter 1

Chapter 2

STORY’s BEGIN…

 

Incheon International Airport

June 19th 2012, 8:00 KST

            Kevin tengah duduk tenang di bangku yang berjajar panjang di bandara. Ia menunggu pemberitahuan dari bagian informasi untuk keberangkatan pesawat dengan tujuan ke Kanada. Sebenarnya ia bisa saja langsung check in, namun ia masih menunggu seseorang datang. Siapa lagi kalau bukan Hye Sun? Ia berharap gadisnya datang sebelum akhirnya ia berangkat ke Kanada. Egois, Kevin hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa mengetahui keadaan Hye Sun setelah pertengkaran itu terjadi. Namun bagi Kevin, ialah yang paling tersakiti disini. Jadi wajar bila ia tidak ingin mengetahui keadaan Hye Sun, dan gadis itu yang harus mencarinya dan meminta maaf padanya, tapi kenyataannya tidak seperti apa yang diharapkan oleh Kevin.

“Baiklah… 20 menit lagi… jika kau tidak datang aku akan benar-benar pergi, Hye Sun-ah.” Ucap Kevin lirih.

 

===xXx===

Sun Medical Centre

June 19th 2012, 8:50 KST

Tiga orang laki-laki duduk dalam diam memperhatikan seorang gadis yang tengah terbaring dengan mata terpejam. Banyak peralatan medis yang terpasang di tubuhnya. Sangat menyedihkan. Belum ditambah lagi kepalanya yang diperban dengan tebal.

“Hye Sun noonaireonajebaall…” ucap seorang laki-laki yang paling muda. Ia mengelus punggung tangan gadis itu dengan lembut.

Bogoshippoyo, noona… aku sangat merindukan ocehanmu…” kini laki-laki itu tidak bisa menahan airmatanya lagi.

“Tiiiiitt…. ttiiiiittt…. ttiiiitt…..” bunyi alat pendeteksi jantung menunjukkan bahwa garis-garis tersebut semakin menurun dan nyaris bergaris lurus. Hal itu sontak membuat ketiga laki-laki tersebut panik dan segera memanggil dokter dengan menggunakan interkom.

“Hye Sun, bertahanlah! Aku mohon! Demi aku dan Jongin! Hye Sun… jebaaalll…” pekik laki-laki yang paling tua diantara ketiganya, Kim Junmyeon. Sedangkan Jongin semakin terisak melihat keadaan kakak perempuannya tersebut. Yi Xing yang sedari tadi diam ditempat, hanya pucat pasi melihat gadis yang ada didepannya sekarang.

“Tolong kalian bertiga keluar sekarang…” ujar dokter yang sudah datang dengan beberapa perawat dibelakangnya.

“Tapi dok..”

“Tolong, ini demi kelancaran kami…”

Akhirnya mereka bertiga keluar dari kamar inap Hye Sun dan menunggu di luar. Junmyeon memeluk adik laki-lakinya tersebut dan membiarkan dirinya menangis dipundaknya. Yi Xing tidak tahu apa yang harus diperbuatnya, ia hanya diam dan berusaha untuk tenang. Bagaimanapun juga ia merasa sangat bersalah. Jika ia dapat memutar kembali waktu dan kembali ke masa itu, ia ingin menggantikan posisi Hye Sun. ‘Yi Xing, kau bodoh sekali…’ umpatnya dalam hati.

 

Incheon International Airport

June 19th 2012, with same time       

Di sisi lain, sesuai apa yang Kevin katakan pada jam 8 tadi, jika Hye Sun tidak datang untuk menemuinya maka ia akan segera melakukan check in. Sekarang jam telah menunjukkan waktu 8.50 KST, ia sudah masuk ke dalam pesawat dan sudah memasang sabuk pengamannya, dan menunggu pemberitahuan dari pilot yang menginformasikan pesawat akan segera lepas landas, jika semuanya sudah terjadi, maka pada detik itulah, ia akan meninggalkan Hye Sun dan Seoul.

“Harap perhatiannya untuk semua penumpang pesawat Korean Airlines, sebentar lagi pesawat akan segera lepas landas. Dimohon untuk memeriksa kembali sabuk pengaman yang telah dipasang dan tidak untuk pergi meninggalkan kursi masing-masing. Sebelum itu marilah kita berdoa untuk kelancaran selama penerbangan berlangsung…”

Kevin memejamkan matanya dan berdoa dalam hatinya seperti apa yang diharapkan oleh pilot tersebut. Ia berharap sesampainya di Kanada nanti, semuanya berjalan dengan lancar dan ia bisa kembali ke Seoul lagi jika rasa rindu mamanya sudah berkurang dan menemui gadisnya kembali.

Mianhae, Hye Sun-ah..” ucap Kevin lirih. “Sampai jumpa lagi…” ia pun memandang ke langit biru yang berada di jendela pesawat.

 

===xXx===

            “Abeoji? Habis darimana?” tanya Sehun yang sedang menonton siaran televisi kesukaannya, Running Man.

“Kevin tidak memberitahumu?” ayahnya bertanya balik. Membuat Sehun kebingungan.

“Hah? Kevin hyung? Ada apa dengannya?” Sehun mengambil segelas susu yang ada di mejanya dan meminumnya.

“Ia berangkat ke Kanada malam ini juga.” Mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut ayahnya tersebut, Sehun tersedak.

Gwaenchana?” tanya ayahnya khawatir. Sehun mengangguk.

Abeoji serius kalau Kevin hyung pergi ke Kanada? Malam ini juga?” ayahnya mengangguk.

Ne. Eomma Kevin memintanya untuk pergi ke Kanada dan menetap disana. Ia pun bertukar posisi dengan Zitao untuk memimpin perusahaan yang ada di Vancouver.” Sehun ternganga mendengar pernyataan dari abeojinya. Ia syok. Bagaimana Kevin hyung seenaknya meninggalkan Seoul begitu saja sedangkan Hye Sun noona sedang bertaruh nyawa di rumah sakit? Dasar pria sinting! Atau ia tidak tahu sama sekali perihal Hye Sun noona?

Wae Sehunnie? Ada masalah dengan hyungmu itu?” tanya ayahnya. Dengan segera Sehun menggeleng. Ayahnya tidak perlu tahu masalah ini.

“A-aku, aku hanya kaget saja. Hyung sama sekali tidak berpamitan denganku, abeoji. Ia tega sekali…” jawab Sehun asal, namun sepersekian detik kemudian ia setuju juga dengan ucapannya.

“Hal ini terjadi mendadak. Benar-benar diluar dugaan, dan anehnya Kevin menyetujuinya. Tidak biasanya ia patuh dengan perintah yang dibuat oleh ayahnya sendiri.” Ayah Sehun melihat anaknya dengan memasang wajah bingung. Sehun berfikir, mungkin karena masalahnya dengan Hye Sun noona kemarin membuat Kevin hyung menerima perintah ayahnya dan berangkat ke Kanada.

Abeoji tahu kenapa hyung mau pergi ke Kanada? Apa Wu ahjusshi memaksanya?” Sehun mencoba mengorek informasi dari ayahnya. karena ia tahu ayahnya itu adalah kaki tangan dari Wu ahjusshi, ayah dari Kevin.

“Setahu abeoji, Wu sajangnim memberikannya dua pilihan. Ia harus ke Kanada tanpa harus bertunangan dengan Soojung, atau ia bisa kembali menetap di Seoul dan bertunangan dengan Soojung.” Terang ayah Sehun membuat laki-laki itu kembali ternganga. Pantas saja Kevin hyung berangkat ke Kanada, jika ia tetap egois untuk memilih tinggal di Seoul, maka ia akan bertunangan dengan Soojung, dan hal itu tidak boleh terjadi.

“Terima kasih abeoji informasinya. Kalau begitu aku tidak tahu kalau hyung sudah tidak di Seoul lagi dan tidak tahu apa alasannya meninggalkan Seoul.” Ayah Sehun mengangguk.

“Kalau begitu abeoji ke kamar dulu.” Kini Sehun yang menganggukkan kepalanya dan kembali fokus ke televisi. Ia berusaha berfikir keras bagaimana agar hyungnya itu tahu kalau Hye Sun noona sedang dalam keadaan sekarat di rumah sakit. Namun, ia juga telah berjanji pada Jongin untuk tidak memberitahu Kevin hyung tentang masalah ini. Ia pun dilema dengan posisinya sekarang. Bagaimanapun juga, ia tidak bisa berdiam diri. Apalagi setelah Soojung mendengar berita ini, pasti ia akan lebih gencar mendekati Kevin hyung. Bisa jadi ia akan menyusul Kevin hyung ke Vancouver dan mencoba merebut hati ibu Kevin hyung dan pertunangan itu pun terjadi. Tidak! Tidak boleh! Soojung tidak pantas bersanding dengan hyungnya tersebut. Gadis licik seperti dia hanya akan membuat Kevin hyung menderita.

Tapi, Sehun juga tidak tahu bagaimana ia memberitahu hyungnya tersebut. Meneleponnya langsung setelah ia sampai di Kanada? Mana mungkin! Pasti hyungnya itu langsung kembali lagi ke Seoul pada saat itu juga, tapi ia tahu resikonya ia pasti akan dijodohkan dengan Soojung atau sebaiknya ia membiarkan hyungnnya tidak mengetahui apa yang terjadi sebenarnya disini? Sehun pun pusing memikirkannya. Kenapa masalahnya menjadi rumit seperti ini? batinnya.

 

===xXx===

 

Sun Medical Centre, Three Days Later…

 

“Kevin.. Kevin..” ucap seorang gadis lirih yang tengah terbaring di atas ranjang rumah sakit serba putih tersebut. Tangannya bergerak perlahan tapi pasti. Membuat seorang pria yang tengah menjaganya kaget ketika melihat pergrakan yang dilakukan oleh gadis tersebut.

“Hye Sun-ssi? Kau sudah sadar?” tanya pria itu segera mendekatinya.

“Euuunggh…” lenguh gadis itu. Membuat pria bernama Zhang Yi Xing mencoba menghubungi dokter melalui interkom yang terpasang di samping ranjang gadis tersebut.

“Dokter, cepatlah kemari… Hye Sun-ssi sudah sadar…” ujarnya dengan perasaan cukup senang. Ia pun melihat kearah gadis itu lagi. Terlihat ia tengah mengerjapkan kedua matanya. Menyesuaikan penglihatannya dengan sinar matahari yang masuk dari jendela kamar inap.

“Junmyeon oppa.. Jongin… eodiga…” tanya Hye Sun lirih. Ia mencoba menggerakkan kepalanya ke kanan maupun ke kiri, namun orang yang ia harapkan tidak ada sama sekali. Yang ia lihat hanya seorang berwajah cukup oriental yang sepertinya pernah ia temui, tapi ia tidak mengingatnya dimana hal itu terjadi.

Nuguya?” tanya Hye Sun lirih.

“Syukurlah kau sudah sadar, Hye Sun-ssi. Aku Zhang Yi Xing. Aku sedang bergantian menjagamu karena Junmyeon hyung sedang bekerja dan dua jam yang lalu Jongin berangkat karena ia ada jadwal kuliah.” Jawab pria itu ramah.

“Menjagaku? Memangnya aku dimana? Bagaimana kau mengetahui namaku?” baru saja Yi Xing membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Hye Sun, dokter sudah datang dengan dua orang perawat.

“Yi Xing, kau bisa menunggu di luar? Aku akan memeriksa nona ini dulu…” ujar dokter tersebut yang merupakan paman Yi Xing.

“Ne, ahjusshi..” Yi Xing pun berjalan menuju pintu keluar. Sepintas ia melihat dokter yang tengah sedikit berbincang dengan Hye Sun.

Setelah berada di luar, Yi Xing merasa sangat senang dan bersyukur Hye Sun telahsadar setelah tiga hari ia tidak sadarkan diri. Ia segera menghubungi Junmyeon dan Jongin untuk memberitahu kabar gembira ini.

YeoboseyoHyung! Hye Sun-ssi sudah sadarkan diri… cepatlah kemari, Ne! Aku tidak berbohong! Kajjaa… ia menanyakan keberadaanmu dan Jongin tadi.” Setelah menggeser layar ‘end call’ Yi Xing langsung menelepon Jongin dengan cepat.

Yeoboseyo? Jongin-ah! Hye Sun noonamu sudah sadarkan diri. Datanglah sekarang juga, kajja! Ia menanyakan keberadaanmu…” sepersekian detik kemudian Yi Xing menjauhkan ponselnya dari telinga karena Jongin berteriak kegirangan.

“Kau memberi kabar disaat yang tepat! Baiklah hyung, aku segera datang. Jeongmal gomawo…” jawab Jongin di telepon tersebut.

Ne.. cheonmaneyo…” balas Yi Xing dan segera menggeser layar ‘end call’ di ponselnya.

 

===xXx===

“J-Ja-jadi bagaimana? Hye Sun noona sudah sembuh?” tanya Sehun yang duduk didepan Jongin.

“Ne Sehun-ah! Syukurlah.. aku mau pergi ke rumah sakit sekarang… aku tidak sabar bertemu noona…” jawab Jongin bahagia.

“Aaaaa~ syukurlah Jongin-ah! Aku turut senang mendengarnya! Kalau begitu aku akan ikut denganmu. Kita pergi dengan mobilku saja, kajja!” Sehun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju bangku Jongin yang ada didepannya. Baru saja mereka berjalan keluar dari kafetaria kampus, Soojung muncul dan terlihat ingin menghampiri mereka. Untungnya Jongin masih berkutat dengan ponselnya dan tidak melihat Soojung, sehingga Sehun langsung merangkulnya dan berbalik arah menuju toilet.

“Hey! Kita mau kemana?” tanya Jongin heran.

“Temani aku ke toilet sebentar, ne?” Sehun tersenyum paksa. Untungnya lagi, Jongin diam dan menuruti permintaan Sehun.

‘Bahaya kalau Soojung tahu. Kalau Jongin mengajaknya untuk menjenguk Hye Sun noona, bisa-bisa ia akan mengatakan siapa dirinya yang sebenarnya atau dia akan bilang kalau hyung pergi meninggalkannya ke Kanada? Tidak! Ini tidak boleh terjadi!’ batin Sehun. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat.

“Kenapa kau menggelengkan kepalamu seperti itu?” tanya Jongin dengan tatapan bingung kearah Sehun. Sehun hanya memamerkan deretan gigi-giginya yang putih.

“Aniya…tunggu disini sebentar, aku ingin buang air dulu.. hehehe…” Sehun tertawa kikuk. Jongin hanya mengerutkan dahinya, aneh melihat tingkah laku sahabatnya tersebut.

Jongin baru teringat pada Soojung. Sudah tiga hari ia mengabaikan gadisnya karena sibuk mengurus noonanya yang berada di rumah sakit. Ia ingin menghubungi Soojung untuk memberitahu kabar gembira ini. siapa tahu ia mau diajak menjenguk noona, lagipula Jongin belum pernah mengenalkan Soojung secara langsung pada noona dan hyungnya, jadi hal ini bisa menjadi ajang pertemuan kecil bagi kelaurga mereka. Jongin tersenyum kecil membayangkannya.

“Kau mau menghubungi siapa?” tanya Sehun yang tiba-tiba sudah ada  dibelakang Jongin. Jongin kaget dan hampir melepaskan genggaman ponselnya.

“YAK! SEHUN! JANGAN MEMBUATKU KAGET!” teriak Jongin. Sehun hanya terkekeh pelan.

“Mianhae… aku sengaja…” ia tersenyum jahil. Jongin langsung menjitak kepala sahabatnya dengan cukup kuat.

“Auughhttss.. sakit bodoh!” sehun mengelus kepalanya pelan. Kini gantian Jongin yang terkekeh pelan. Ia pun fokus ke ponselnya kembali.

“Menghubungi Soojung?” tanya Sehun. Jongin mengangguk.

‘Bagaimana ini? Tuhan, jangan biarkan Jongin menghubungi Soojung… aku mohon Tuhan…’ batinnya.

“Ah! Kenapa disaat seperti ini ponselku malah habis baterai!” UJAR Jongin kesal. Sehun menghela nafasnya pelan. Ia mengelus dadanya dengan perasaan lega.

“Sehun, kau bawa ponsel tidak? Aku mau pinjam sebentar?” tanya Jongin. Sehun menggeleng pelan. Untung saja ia meninggalkan ponselnya di rumah. ‘Terima kasih Tuhan! Kau menolongku…’ batin Sehun dan tersenyum kecil yang nyaris tidak bisa ditebak bahwa ia sedang tersenyum. Sedangkan Jongin, langsung menekuk wajahnya dengan malas.

“Kau bisa menghubunginya besok, Jongin… aku yakin Soojung tidak akan marah denganmu..” Sehun menepuk pelan pundak sahabatnya itu, mencoba untuk meyakinkannya.

‘Bahkan aku berharap kau tidak pernah menghubungi gadis itu… semoga kau lupa dengannya!’ batin Sehun. Terdengar jahat memang, tapi apa mau dikata? Soojung pantas diperlakukan seperti itu.

“Sebaiknya kita segera ke rumah sakit. Kau bilang tadi sudah tidak sabar bertemu dengan noonamu? Kajja!” sehun merangkul sahabatnya tersebut dan mengajaknya berjalan bersama.

“Ck! Ayolah! Kau mau bertemu dengan noonamu dengan wajah ditekuk seperti itu? Kau itu sudah jelek, jangan bergaya jelek seperti itu. Nanti Soojung tidak suka padamu lagi!” ujar Sehun sok sarkastik. Jongin langsung mendengus kesal mendengar ucapan sahabatnya.

“YAK SEHUN! Kau itu selalu mencoba menghiburku dengan cara seperti itu? Dasar kau!” Jongin ingin menjitak kepala Sehun kembali, namun Sehun dengan cepat menangkap tangan Jongin. Mereka saling bertukar pandang.

“Kau tidak akan pernah bisa lagi menjitak kepalaku, Jongin-ah! Dasar pria hitam!” tukas Sehun. Membuat Jongin mendengus kesal. Sepersekian detik setelah itu mereka tertawa terbahak-bahak.

 

===xXx===

 

“Yi Xing-ah!” panggil Junmyeon yang sudah sampai di rumah sakit, tepatnya didepan kamar inap Hye Sun. Pria yang merasa namanya dipanggil tersebut langsung menoleh kearah pria yang lebih tua darinya tersebut.

Hyung!” balasnya dengan senyuman. Junmyeon mengatur nafasnya yang tidak beraturan karena ia habis berlari. Ia tidak sabar melihat Hye Sun yang sudah sadarkan diri. Sudah lima hari gadis itu hanya terbaring di atas ranjang dan membuat panik tiga orang yang mengkhawatirkannya.

“Kenapa kau berada diluar? Apa dokter sedang memeriksanya?” tanya Junmyeon. Yi Xing mengangguk.

“Tunggu saja hyung, mungkin sebentar lagi dokter akan segera keluar.” Jawab Yi Xing sambil menepuk pundak Junmyeon.

“Ceklek..” kenop pintu kamar inap Hye Sun terbuka. Dokter keluar bersama dua orang perawatnya, namun mereka meninggalkan dokter tersebut sendirian.

“Yi Xing dan Junmyeon?” yang dipanggil mengangguk pelan.

“Tadi saya telah melakukan pemeriksaan sementara dengan pasien. Saya cukup kaget sekaligus takjub dengan kondisi pasien sekarang. Awalnya saya mengira pasien akan mengalami koma sampai berbulan-bulan lamanya mengingat benturan di kepalanya cukup keras dan banyak kehilangan darah akibat pendarahan. Namun Tuhan memberikan keajaibannya. Meskipun begitu, ia harus melakukan pemeriksaan secara intensif terutama di bagian kepala. Ia harus melakukan screening untuk melihat apakah benturan di kepalanya itu menyebabkan keretakan atau hal-hal fatal lainnya.” Terang dokter tersebut. Membuat Junmyeon menekuk wajahnya sedih.

“Kalian harus banyak berdoa, semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan pasien. Untuk saat ini jangan mengajaknya berbicara tentang hal-hal yang berat dan memaksanya untuk berfikir keras. Jika ada masalah atau kejadian di masa lalu yang membuatnya sedih, jangan mencoba untuk mengungkitnya. Biarkan otaknya tenang agar ia tidak merasa sakit kepala berkepanjangan. Karena itu adalah efek dari benturan di kepalanya saat kecelakaan.” Ujar dokter dan mereka berdua mematuhinya.

“Jika terjadi apa-apa lagi, segera panggil saja dengan menggunakan interkom. Saya pamit dahulu, masih ada pemeriksaan di ruang lain.” dokter itu membungkuk hormat, dan dibalas oleh keduanya.

“Terima kasih ahjusshi…” ucap Yi Xing, dokter tersebut mengangguk.

Kedua pria itu pun masuk ke kamar inap Hye Sun dan melihat gadis itu tengah bersandar di punggung ranjang.

“Oppa…” ujar Hye Sun lirih. Ia merentangkan kedua tangannya. Junmyeon tahu maksudnya dan ia pun segera memeluk adik perempuan satu-satunya tersebut.

“Ya Tuhan syukurlah kau sekarang sudah sadarkan diri. Aku dan Jongin sangat mengkhawatirkanmu. Begitu juga Yixing. Bagaimana keadaanmu? Adakah bagian tubuh yang sakit?” tanya Junmyeon sembari mengelus punggung Hye Sun pelan.

“Saat aku bangun, bagian pelipis dan belakang kepalaku sangat sakit. Rasanya seperti berdengung. Tapi dokter itu wajar karena kecelakaan yang aku alami.” Terang Hye Sun. Jumyeon pun mengangguk.

“Kau akan melakukan screening secepatnya, Hye Sun-ah. Untuk mengecek apakah ada retakan atau tidak dikepalamu.” Terang Junmyeon.

“Oppa, itu siapa?” tunjuk Hye Sun pada Yi Xing. Pria itu hanya tersenyum lembut menanggapinya.

“Astaga! Aku sampai lupa! Ini Zhang Yi Xing. Yang menolongmu saat kecelakaan dan kau menimpanya saat terjatuh di tangga waktu itu.” Hye Sun menutup mulutnya tidak percaya.

“Zhang Yi Xing-ssi, gomapseumnida sudah menolongku dan mianhamnida karena aku telah menimpamu waktu itu. Aku jadi merepotkanmu, dan…” kata-kata Hye Sun menggantung.

“Cklek!” pintu pun terbuka. Sebenarnya di dalam hati Hye Sun, ia berharap yang masuk ke dalam ruangan ini adalah Kevin. Karena pria itu tidak menunjukkan batang hidungnya dari tadi. Selain itu juga Hye Sun ingin meminta maaf atas kejadian kemarin.

NOONA!!” teriak Jongin lalu berlari kearah Hye Sun. Melihat kenyataan bahwa ternyata bukanlah Kevin yang datang, wajah Hye Sun pun berubah, sedikit kecewa.

“Aiishhh… mengapa kau memasang wajah kecewa seperti itu saat aku datang?” tanya Jongin pura-pura cemberut dan memeluk kakak perempuannya tersebut.

Aniya… aku senang kau datang…” Hye Sun mencubit kecil hidung Jongin yang mancung.

Noona, bogoshippo.. jeongmal bogoshippo…” Jongin mencium kening Hye Sun lembut.

Nado nae dongsaeng!” Hye Sun mengacak rambutnya pelan.

“Sudah, sudah hentikan Jonginnie! Hye Sun baru saja bangun, nanti kepalanya sakit lagi.” Junmyeon pun memisahkan Jongin dan Hye Sun. Laki-laki itu pun cemberut atas perlakuan hyungnya tersebut.

“Oh iya. Noona, aku datang bersama Sehun…” Jongin merangkul Sehun dan memperlihatkannya kepada kakak perempuannya tersebut.

Annyeong haseyo, noona.. ini aku membawakanmu buah-buahan, jangan lupa dimakan, noona-ya.” Sehun tersenyum manis.

Gomapseumnida, Sehun-ah. Mianhamnida telah merepotkanmu. Aku jadi tidak enak.” Hye Sun tersenyum lalu melanjutkan kata-katanya dan tanpa membiarkan Sehun membalas ucapannya. “Eumh..  Yi Xing-ssi maaf tadi kata-kataku terputus. Aku ingin minta maaf atas nama Kevin, kekasihku.. karena ia telah memukulmu sewaktu di florist kemarin.” Ucap Hye Sun lalu menunduk lesu. Yi Xing terdiam mendengar hal tersebut. Senang dan sedih bercampur disaat yang bersamaan. Senang karena gadis itu memperhatikannya, sedih karena ia sudah memiliki kekasih. Apa? Kekasih? Yi Xing cemburu? Tidak. Maksudnya bukan begitu, cuma ia tidak tahu apa alasannya. Entahlah. Mendengar nama Kevin itu membuat Yi Xing cukup marah.

Sedangkan Jongin, Junmyeon dan Sehun ikut diam dan tidak tahu ingin menanggapi apa. Yang jelas Jongin dan Junmyeon sudah mengepalkan kedua tangannya dengan kuat hingga buku-buku tangannya memutih. Ya, kedua saudara laki-laki Hye Sun itu sedang menahan amarahnya.

Noona, berhenti membicarakan hal itu! Kau seharusnya beristirahat, karena kau itu baru sadar dari kecelakaan yang menimpamu lima hari yang lalu. Kau tahu betapa aku, Junmyeon hyung dan Yi Xing hyung sangat mengkhawatirkanmu! Sedangkan kekasihmu itu? Apa? Hah! Seharusnya ia tidak pantas disebut kekasih. Kau tahu noona? Ia tidak pernah sama sekali datang untuk menjenguk dan menjagamu. Jangankan menjenguk, menanyakan bagaimana kabarmu pun ia tidak pernah! Kemana ia pergi setelah kecelakaanmu? Masih saja kau menanyakannya padahal kau mengalami kecelakaan seperti ini karena dia! Malah, Yi Xing hyung yang sama sekali tidak ada keterkaitannya dengan keluarga kita, ia malah membantuku dan Junmyeon hyung untuk menjagamu!” Hye Sun syok setelah mendengar kata-kata yang dilontarkan Jongin barusan. Tidak hanya gadis itu namun semua orang yang ada diruangan itu.

“Jongin! Apa yang telah kau perbuat? Kau bisa mempengaruhi kesehatan Hye Sun! Dokter bilang ia tidak boleh berfikir yang berat dan membuatnya semakin drop! Ia belum pulih benar, Jongin babo!” bentak Junmyeon namun dengan cara berbisik. Ia tidak mau membuat adik perempuannya berfikir yang berat dan memusingkan dirinya sendiri.

“Aku sudah terlanjur kesal hyung! Aku sudah tidak bisa menahan amarahku!” balas Jongin. Tangannya masih dalam keadaan mengepal.

“Jongin-ah~ apa yang baru saja kau ucapkan?” tanya Hye Sun sendu.

“Sepertinya Jongin sedang melantur, noona… ia baru saja selesai ujian tengah semester tadi. Mungkin ia agak sedikit stress.” Ujar Sehun asal. Ia pun segera menarik paksa Jongin untuk keluar ruang inap Hye Sun jika tidak, mungkin Jongin akan semakin menjadi-jadi didepan hadapan mereka. Sedangkan Yi Xing tidak tahu harus berbuat apa. Ia tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam urusan ini.

“Junmyeon hyung, sepertinya aku harus pulang dulu. Mungkin besok aku akan kembali lagi kesini. Hye Sun-ssi, senang sekali karena kau sudah sadarkan diri. Maaf aku tidak bisa berlama-lama karena aku ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan. Aku pamit dulu…” Yi Xing membungkukkan badannya.

“Yi Xing-ssi, sekali lagi gomapseumnida… aku tidak tahu harus bagaimana untuk membalas semua kebaikanmu.” Jawab Hye Sun tulus. Lagi-lagi Yi Xing hanya tersenyum, memamerkan lesung pipinya.

Cheonmaneyo, Hye Sun-ssi. Itu sudah menjadi tanggung jawabku… aku pergi dulu, annyeong!”

Ne, annyeong! Sampai jumpa lagi…” balas Junmyeon dan Hye Sun.

 

===xXx===

 

“Hei babo! Apa yang kau katakan tadi? Kau tahu itu akan sangat mempengaruhi kerja otak noonamu! Ia baru saja sadar, dan bagaimana kalau tiba-tiba kepalanya sakit lagi? Kau tidak kasihan padanya?” Sehun memarahi Jongin yang masih diselimuti oleh rasa marah pada Kevin.

“Tapi aku sudah ti—“

“Benar apa yang ia katakan, Jongin-ssi. Dokter mengatakan padaku dan Junmyeon hyung kalau Hye Sun-ssi tidak boleh diajak berbicara tentang hal-hal yang berat dan memaksanya untuk berfikir keras. Jika ada masalah atau kejadian di masa lalu yang membuatnya sedih, jangan mencoba untuk mengungkitnya. Karena jika kalian melakukannya itu akan mempengaruhi kerja otaknya dan sakit kepalanya bisa kambuh lagi.” Sambung Yi Xing yang sudah berada diantara mereka.

Hyung? Kenapa kau berada disini?” Jongin kaget.

“Aku ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan. Mungkin besok aku akan datang kembali kemari. Aku pergi dulu, ne? Annyeong Jongin-ssi, dan eumh? Siapa namamu?” tanya Yi Xing pada Sehun.

Nanneun Oh Sehun imnida. Bangapseumnida…”  sehun memberi hormat.

“Panggil dia hyung. Karena umurnya sama dengan Hye Sun noona.” Jongin menambahkan.

“Oh.. Zhang Yi Xing hyung? Right?” yang ditanya mengangguk.

“Baiklah aku buru-buru. Annyeong! Ingat kata-kataku tadi, Jongin!” Yi Xing menepuk bahu Jongin pelan.

“Ne, hyung. Kamsahamnida! Joshimaeyo!” Jongin melambaikan tangannnya.

 

===xXx===

 

Annyeong…” seorang pria memasuki ruangan serba putih dan langsung duduk di kursi yang telah disediakan.

“Ah? Kau? Akhirnya datang juga! baguslah minggu ini kau tidak melewatkan jadwalmu untuk melakukan check up.” Papar seorang pria paruh baya sembari memperbaiki letak kacamatanya.

Ne.. akhir-akhir ini aku merasa kesakitan. Apa karena kejadian kemarin?” keluh pria yang lebih muda dari pria paruh baya tersebut.

“Hm.. sebaiknya langsung dicheck sekarang juga!” ujar pria paruh baya tersebut dan disetujui olehnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

 

Huehehe… ottokhe? Makin gaje yah? Duh mianhaeyo readers…

Gimana ending part ini? merasa penasaran atau sudah bisa memecahkan misterinya?

As always, minta komentarnya yang membangun kelanjutan FF ini. karena kalian adalah penyemangatku! Hehehe… Ingat sekali lagi untuk RCL (Read, Comment and Like!) gomawoooo~

 

 


[FREELANCE] Post Hoc, Propter Hoc (Prolog)

$
0
0

Post_Hoc,_Propter_Hoc_Verse_1

Title : Post Hoc, Propter Hoc (Prolog)

Author : Hyuuga Ace

Twitter : @dioxing_0307

Genre : Drama, Hurt, Comfort, Romance, School Life

Length : Multichapter

Rate : PG-15

Web : cynicalace.wordpress.com

Main Cast :

  • Park Gaemi (OC)
  • Oh Sehun (EXO)
  • Kim Junmyun / Suho  (EXO)
  • Oh Senna  (OC)

Disclaimer :  OC and the plot of story are mine and pure from my idea. Don’t plagiarism. Thank you.

Author’s note : Halo Halo! Meet again with Hyuuga Ace, with new multichapter story. Hehehe, ini adalah FF multichapter kedua author setelah You Can’t Disappear From Me. Semoga FF ini tidak mengecewakan.. Don’t forget to give a comment for this prologue. Supaya author bisa liat seberapa banyak yang tertarik sama FF ini.

Skrg giliran Sehun dan Suho yg ngeksis di FF author.. ~

 

HAPPY READING.

 

Recommended Song : Westlife – Fragile Heart, Westlife – The Rose

***

 

Masa lalu adalah sesuatu yang membentuk dirimu saat ini. Masa lalu terjadi lebih dahulu dibanding hari ini, sehingga hari ini ada karena disebabkan masa lalu. Post Hoc, Propter Hoc. Tapi hanya orang- orang yang memiliki keberanian untuk menatap masa depanlah yang berani untuk melepaskan masa lalu. Dan hidup karena hari ini, dan masa depan.

 

 

Park Gaemi, sosok gadis yang tidak pernah berani mencoba menggapai masa depannya karena masa lalunya. Ia pernah disakiti, dan itu cukup memberikan pengalaman untuk tidak pernah memperjuangkan hatinya.

“Hanya dengan melihatnya setiap hari sudah cukup bagiku, berbicara dengannya adalah suatu keberuntungan. Tapi suatu saat, jika aku tahu bagaimana caranya untuk menggapai cintaku, maukah kau bersedia menerimanya? Suatu saat jika aku berani mengambil resiko untuk terluka. Tapi jika saat itu tak kunjung datang, apa daya yang bisa kulakukan hanya menata ulang hatiku.”

-Park Gaemi-

 

Oh Sehun, dia terlalu banyak kecewa dengan masa lalunya. Masa lalu juga membentuknya untuk selalu menutup hatinya dan membuang kuncinya agar tidak ada seorang pun dapat membukanya. Tapi suatu saat, seseorang berhasil menemukannya dan menghampirinya. Seseorang yang bisa membawakan cinta untuk luka di hatinya.

“Cinta adalah ilmu teologi, kau tidak bisa memakai akal sehatmu saat kau jatuh cinta. Itulah yang terjadi padaku.. Aku tidak ingin bersamanya namun aku terus menggegam tangannya.  Aku tidak ingin tahu apapun tentang dirinya, tapi mataku terus saja mencari keberadaannya. Kenyataan ini benar- benar membuatku frustasi.”

-Oh Sehun-

 

Suho, dia kira dia mengetahui segala sesuatu tentang kehidupan di masa lalunya. Tapi sesungguhnya, dia hanya mengetahui setengahnya saja. Setengah lagi adalah tugasnya untuk mencarinya. Andai saja dia bisa menemukannya, dia pasti bisa melihat dunia dari sudut pandang lain.

“Tidakkah kau tahu betapa aku sangat takut mendengar namamu? Karena namamu membuatku mengingat jati diriku yang sebenarnya. Tapi disisi lain aku juga mencintai nama itu, nama yang membuatku bisa melakukan sesuatu dalam hidup. Melindunginya.”

-Suho-

 

Oh Senna, dia hanya berharap memiliki Time Machine dan mengubah segalanya.

“Mengapa aku harus menjadi Oh Senna? Jika aku punya kesempatan lain, aku lebih memilih menjadi Baek Senna. Karena pergantian marga ini membuatku berhenti berharap memilikimu.”

-Oh Senna-

 

***

“Memangnya siapa ‘wangjanim’ kesayangan kelas ini, huh?”

“Biar kutebak, Oh Sehun?”

 

“… Memangnya kau kira aku datang karena apa?”

“Kukira karena kau merindukanku.”

 

“Sudah  1 tahun kau mencoba melarikan diri dari dirimu yang sebenarnya. Sampai kapanpun kau hanya seorang pesuruh yang mengikuti kemauan orang lain. Dan inilah saatnya kau kembali.”

 

Eomma, mengapa kau membiarkanku hidup seperti ini?”

 

“Kau harus mencari yeoja bernama Lee Gaemi. Usianya 3 tahun di bawahmu. Dia satu- satunya harapanku.”

 

 “Kau yakin marganya bukan Park? Park Gaemi?”

 

“Ada berapa banyak orang bernama Gaemi di dunia ini.. kuharap Gaemi yang kucari bukan dirimu, Park Gaemi.”

 

“Aku memang menyukainya, lalu kenapa?”

“Kau harus mengingat identitasmu, Oh Senna!”

 

“Aku tidak tahu kau memikul beban seberat apa. Dan aku tidak tahu penyebab rasa kesepianmu. Tapi jika kau membutuhkan seseorang untuk mendengarkan, kau bisa mencariku. Aku tidak menjanjikan cara untuk mengatasi masalahmu. Aku hanya bisa, mendengarkanmu.”

 

“Kau punya rumah yang sangat besar, Oh Sehun. Orang tuamu juga lengkap. Mengapa kau pergi dari rumah?”

“Karena aku muak tinggal bersama orang- orang yang munafik.”

“Tapi mereka orang tuamu.”

“Orang tua? Orang tuaku hanya eomma. Dan dia telah pergi.”

 

Gaemi terlalu takut untuk bereaksi, karena namja yang baru saja dibicarakannya muncul di hadapannya saat itu juga. “Jadi kau menyukaiku, Park Gaemi?” Namja itu benar- benar tidak memberikan celah setidaknya untuk bernapas dan itu benar- benar membuat Gaemi takut.

Lalu apa yang harus dijawabnya?

Bertingkah irasional dengan menjawab YA dan hal itu akan membawanya pada penolakan dari Oh Sehun yang akan membuatnya sangat patah hati. Atau bertingkah rasional dengan menjawab TIDAK agar Sehun menyangka ini semua hanya salah paham dan dia selamat dari bencana patah hati namun dia telah bertingkah seperti seorang pengecut, sesuatu yang sangat dibencinya?

 

***

Comment juseyo~~


[FREELANCE] Heart Chocolate

$
0
0

heart-chocolate

Author : Little Maknae (@LMaknae)

Tittle : Heart Chocolate

Cast : Yoon Eun Rim (OC), Oh Sehun

Genre : Romance, Fluff, School Life

Length : Vignette

Rate : T

Poster by marel || High School Graphics

2014 © Little Maknae

***

Ini adalah hari ke dua-puluh-delapan setelah aku menjadi pengikutnya. Mungkin lebih tepatnya, setelah aku dipaksa menjadi pengikutnya. Sampai detik ini, aku tak tahu apa alasannya memaksaku seperti itu. Dan bodohnya, aku mau-mau saja melakukannya.

Tunggu. Ini bukan pemaksaan juga, sih. Yang jelas, waktu itu ia mengatakan seperti ini, “Kau harus mengikutiku kemanapun sesuai kemauanku. Kau harus melakukan apapun yang ku perintah. Dan kau harus memberikan apapun yang ku mau.”

Lalu aku mengiyakannya. Setelah beberapa detik, aku baru mengerti apa maksudnya. Saat aku akan mengajukan penolakan,dia lebih dulu menyela, “Aku tak akan menerima jawaban keduamu.”

Terlambat. Maka mulai saat itu, aku menjadi pengikutnya. Terkadang aku merutuki kapasitas otakku yang terlampau rendah untuk cepat tanggap dalam suatu hal. Bahkan aku tak bisa mengandalkan otakku disaat genting sekalipun.

Dia bukan artis terkenal. Dia bukan anak Presdir yayasan tempatku bersekolah. Dia bukan atlet bahkan model terkenal. Dia bukan raja Lee Hwon yang hidup di zaman Joseon.

Dia adalah Oh Sehun, teman sekelasku yang tampan luar biasa. Hampir sembilan-puluh-empat persen siswi disekolahku mengidolakannya. Parahnya, aku termasuk dalam kumpulan gadis-gadis itu.

Well, ku pikir aku jauh lebih beruntung dari yang lain. Karena aku bisa selalu berhadapan dengannya. Bisa puas bercengkrama dengannya. Juga bisa mengagumi ketampanan luar biasanya dalam jarak yang dekat.

Terimakasih, Tuhan. Aku mensyukuri ini.

***

Aku melihat dan mendengarnya dengan jelas. Gadis berkuncir dua itu menyatakan cintanya pada Sehun dengan suara bergetar, mungkin antara takut dan grogi.

Ini berakhir sama seperti sebelum-sebelumnya. Yaitu sebuah penolakan. Lalu Sehun dengan ringannya melangkah menjauhinya–kemudian diikuti olehku dibelakangnya, seperti biasa. Dia tak tahu saja bahwa gadis tadi langsung menangis dan mengadu kepada temannya, persis seperti anak kecil yang merengek minta dibelikan gula-gula oleh ibunya. Aku sempat melihatnya sebelum benar-benar menyusul Sehun.

Dan kami sampai dikelas. Sehun meletakkan sekotak cupcake cokelat diatas mejaku. Itu adalah kotak yang diberikan oleh gadis berkuncir dua tadi.

“Untukku lagi?” tanyaku.

“Aku takut dia memasukkan ilmu hitam ke dalamnya agar aku bisa menyukainya.”

Sialan kau, Oh Sehun.

Well, semenjak aku menjadi pengikutnya, laki-laki itu selalu memberikan sesuatu dari para fansnya untukku. Yang ku ingat, Sehun pernah memberiku kotak bekal berisi daging asap pada tiga-puluh hari yang lalu, setangkai mawar putih pada sembilan-belas hari yang lalu, sebuah kaset video game terbaru pada empat-belas hari yang lalu, sebuah cake cokelat pada delapan hari yang lalu, sebatang cokelat Swiss pada lima hari yang lalu, dan sekarang ia memberiku cupcake cokelat–lagi. Gila. Sepertinya dia ingin melihatku terserang diabetes.

Baiklah, semua itu pemberian gadis-gadis yang menyukainya, minus aku tentunya. Lalu ia mengalihkannya padaku. Sepertinya sekarang aku telah menjadi tempat sampah pribadinya.

Aku hanya berdecak dan menatapnya kesal. Lalu kekesalanku lenyap seketika setelah guru Jung memasuki kelasku. Astaga! Aku lupa hari ini ada ujian fisika! Matilah kau, Eun Rim!

***

“Ini untukmu, Sehun!”

“Sehun, aku membuatkannya untukmu!”

“Ini juga buatanku, Sehun!”

“Sehun, aku menyayangimu!”

“Sehun, selamat hari valentine, ya!”

“Sehun…”

“Sehun…”

“Sehun…”

Cukup. Aku bisa mengalami gangguan pendengarankalau tetap disini. Dan aku juga tak bisa membiarkan keributan ini terus berlanjut. Jalan satu-satunya, menarik Sehun dari kerumunan fans-nya dan pergi meninggalkan tempat ini. Dan itu yang baru saja ku lakukan.

“Aku tak menyangka mereka akan seperti tadi.” Kataku. Kini kami berada didalam kelas, satu-satunya tempat yang ku pikir berhasil untuk menghindari terjangan para gadis menakutkan itu.

“Mereka lebih agresif dari sebelumnya.” Kata Sehun seraya menghilangkan bercak ke-merah-muda-an di pipinya. Aku sempat melihat bahwa tadi ada gadis yang dengan brutalnya mencium pipi Sehun.

“Mungkin karena ini hari valentine.”

“Tak ada hubungannya, bodoh!”

“Tentu ada. Barangkali mereka ingin menunjukkan rasa sayang padamu dihari spesial ini.”

“Eh? Kau tahu sekali. Apa kau juga ingin menunjukkan rasa sayangmu padaku hari ini?”

Aku diam. Ternyata sudah tertebak. Sebenarnya aku sudah menyiapkan cokelat didalam tasku. Apa ku berikan sekarang saja, ya? Atau nanti?

“Kenapa diam? Jadi, apa benar kau ingin menyatakan rasa sayangmu padaku? Kau suka padaku, ya?”

Keputusannya sekarang berubah. Aku tak akan memberikan cokelat itu padanya. Tidak-akan.

“Siapa bilang? Aku tak suka padamu!”

“Lihat saja nanti.”

Sehun tersenyum. Itu bukan senyum biasa. Melainkan, lebih mengarah pada sesuatu yang disebut licik. Sial. Kalau sudah seperti ini, dia pasti sedang merencanakan sesuatu.

***

Di hari lain, ini adalah taman biasa. Lalu dimalam valentine ini, sang taman menjelma menjadi luar biasa. Ini sangat indah. Ini sangat ramai. Ini sangat menyenangkan.

Sehun baru saja membawaku pergi dari rumah. Tampak seperti penculikkan. Ku kira, dia membawaku ke rumahnya seperti kemarin. Tapi aku salah. Ternyata ia membawaku ke taman yang dihiasi gemerlap lampu malam ini. Sangat indah.

“Tumben sekali mengajakku ke sini.” Sindirku.

“Karena kita akan merayakan valentine disini.”

Oke. Tak perlu bercermin. Aku sudah tahu bagaimana bodohnya wajahku saat ini.

“Untukmu.”

Sehun memberiku sebuah kotak berbentuk hati yang dihias dengan pita merah muda. Sepertinya itu sebuah cokelat. Baiklah. Pasti itu dari salah satu fans-nya.

“Kali ini dari gadis yang mana?” candaku seraya menerima kotak itu.

“Itu dariku.”

Sudah ku bilang. Itu pasti dari…

Tunggu. Dariku? Darinya?

“A-apa?”

“Itu dariku, nona Yoon. Selamat hari valentine!”

Aku tak salah dengar, ‘kan?

“Sehun, kau sakit, ya? Kenapa tumben sekali?”

“Ini terakhir kalinya ku jelaskan. Cokelat itu dariku dan kita akan merayakan valentine disini.”

“Baik. Aku mengerti. Ayo, rayakan bersama!”

Setelah itu hening. Sungguh, aku tak tahu harus bicara apa padanya. Dia juga sama diamnya denganku. Padahal biasanya ia selalu memulai dengan percakapan ringan seperti, “Hari ini aku menggunakan dalaman putih.”

Yeah. Ringan tapi mengena.

“Eun Rim, aku menyukaimu. Aku menyayangimu. Sekarang kau milikku. Kita harus pacaran.”

Demi Neptunus, dia berbicara dalamkecepatan di atas rata-rata. Tapi, aku masih bisa menangkap kemana arah pembicaraannya.

“Wow, kau keren! Apakah itu pernyataan cinta?”

“Ya. Dan itu untukmu.”

Astaga. Kini aku terpukau. Ku kira ia bercanda. Perlu waktu beberapa detik untuk bisa memperbaiki mimik wajahku saat ini.

“Sehun menyukaiku?”

“Tentu saja! Kau pikir kenapa aku menjadikanmu pengikutku? Dan kenapa juga aku menolak setiap pernyataan cinta yang datang padaku?”

Oh. Kenapa aku baru tahu sekarang?

Aku tak menjawab apapun. Ku pikir, tak ada yang perlu ku jawab lagi. Untuk melakukan penolakan pun rasa nya sangat disayangkan.

Aku memalingkan wajahku yang suhunya sudah naik berkali lipat dari batas yang sewajarnya.

“Kenapa tidak berbicara? Kau menyukaiku tidak, sih?”

“Tentu. Aku menyukaimu.”

“Jadi, kita berpacaran, ‘kan?”

“Sepertinya begitu.”

Lalu Sehun memelukku sangat erat serta mengecup keningku.

“Ayo, beli permen kapas!”

Dan kami pun berakhir seperti dongeng-dongeng pengantar tidur biasanya. Dimana sang puteri bahagia bersama pangeran-nya. Jangan tanyakan siapa yang memulai awal dari hubungan kami ini. Karena ku rasa kami berada di langkah yang sama. Tak ada yang saling mendahului. Ini tampak seperti berjalan melewati puluhan labirin dan berhasil menemukan jalan keluarnya. Menyenangkan.

FIN


[FREELANCE] The Black Umbrella and Us

$
0
0

request-spark-the-black-umbrella-and-us

Title : The Black Umbrella and Us

Author : Spark (@shazapark)

Cast(s)  : Choi Sulli – f(x) and Park Chan Yeol – EXO

Genre : Romance, Fluff

Rating : PG13

Length : Vignette (2000+)

Disclaimers : GOD (The casts are belong to God, but the fic is mine. Even if this fic is so absurd, but the FF still MINE. Everything is just my imagination.)

Summary : Kota Seoul sedang dilanda musim hujan. Hal itu mengharuskan beberapa orang untuk membawa benda bernama payung ketika ingin berpergian, bukan? Itu hanya sebuah hal yang mudah dan praktis. Hanya saja, Jin Ri merasa benci dengan payung besar berwarna hitam yang ia gunakan akhir-akhir ini. Apa sebenarnya alasan dari kebencian Jin Ri terhadap payung pemberian kekasihnya yang bernama Chan Yeol itu? Mari kita lihat!

© Spark . 2014

I already publish this fict in another blog with the same title and author.
No plagiarism please. If you don’t like the casts, just don’t read it. Ok?

This fict is dedicated for all Giant Babies. Hope you like it!

                                                                           .                     

Our black umbrella will be eternal

.

 

Seoul, 23 Juni 2013 (15.52 PM)

Gadis itu berjalan kearah gerbang sekolah dengan langkah kaki yang dihentak-hentakkan. Bola matanya tampak memancarkan aura kekesalan yang sangat mendalam. Bibirnya mengerucut beberapa senti kedepan. Tanpa ia sadari, tingkahnya itu hanya menambah kesan imut di wajah cantiknya saat ini.

Padahal jam pelajaran sudah berakhir, kebanyakan siswa-siswi akan merasa senang ketika sekolah sudah memulangkan para muridnya bukan? Itu artinya katakan ‘halo’ pada istana idaman alias rumah dan katakan ‘selamat tinggal’ pada Sekolah yang tak pernah bosan memberikan setumpuk tugas untuk murid.

Mari kita lihat kenapa gadis cantik ini tampak badmood? Tangan kanannya menggenggam sebuah benda panjang yang biasa kita gunakan ketika hujan turun. Yup, apa lagi kalau bukan payung?

Yeah, akhir-akhir ini hujan sering datang secara tiba-tiba tanpa mengenal waktu. Hal ini mengharuskan beberapa orang untuk menyediakan setidaknya satu payung di dalam tas. Hm, untuk berjaga-jaga apabila hujan datang secara tiba-tiba. Seperti sekarang, di luar gedung sekolah sana, air hujan sudah membasahi tanah dengan derasnya.

Well, hampir seluruh manusia tidak pernah merasa keberatan jika harus menambahkan satu benda bernama payung itu kedalam tas. Ayolah, bobotnya hanya beberapa gram, bukan? Jadi untuk apa kita merasa repot?

Namun, entah mengapa, bagi seorang gadis cantik dengan surai lurus panjang itu, membawa payung adalah hal yang paling ia benci untuk saat ini. Itulah mengapa ia tampak badmood sore ini. Jika ia ditanya, ‘Mengapa Anda tidak suka membawa payung untuk saat ini?’ maka jawabannya ada tiga.

Pertama–gadis itu sangat membenci warna hitam. Dan asal kalian tahu, payung yang saat ini sedang ia bawa adalah payung berwarna hitam.

Kedua–payung itu bukanlah payung lipat. Yah, dengan kata lain, payung itu ukurannya sangat besar. Gagang payung itu tidak dapat dipendekkan, seperti tongkat panjang saja. Well, setidaknya kain pada payung  itu masih dapat dilipat, sehingga menutupi gagang payung sepanjang 85 cm tersebut. Jika saat ini gadis itu sedang membawa payung tersebut, maka ia akan terlihat seperti orang bodoh yang sedang membawa tongkat besar berwarna hitam ke sekolah.

Dan yang terakhir–ini adalah faktor utama dari ‘Mengapa Anda tidak suka membawa payung untuk saat ini?’ adalah karena kekasihnya yang bernama Park Chan Yeol itulah si pemberi payung –yang ia anggap nista– tersebut. Dan yang membuat gadis cantik itu makin benci adalah Chan Yeol memberi payung itu pada hari ulang tahunnya. Dalam hati, gadis itu terus-terusan berpikir,

Apa tidak ada barang yang lebih bagus dari payung hitam dan besar ini, eoh? Merepotkan saja,” batinnya kesal. Selain ia merasa repot karena membawa payung sebesar itu, ia juga sering mendapat sindiran dari teman-temannya, seperti contohnya,

“Kau mau ke kampung halaman, Jin Ri-ya? Kenapa harus membawa payung sebesar itu ke sekolah, eoh? Hahaha~”

Untuk mencerna maksud dari perkataan salah satu temannya itu, memang membutuhkan waktu yang lama bagi gadis bernama Jin Ri ini. Dalam hati ia terus berpikir keras,

Memangnya membawa payung besar hanya boleh dibawa ketika sedang pulang ke kampung halaman saja?” saat ini Jin Ri sudah benar-benar berada di luar sekolah. Matanya segera menyapu seluruh penjuru tempat yang ada di depannya saat ini.

Hanya ada jalanan. Namun, pikirannya segara buyar ketika matanya menangkap sosok jangkung yang sedang berdiri di pinggir jalan, lebih tepatnya seperti sedang berteduh. Jin Ri baru menyadari bahwa sosok jangkung itu sedang berteduh di bawah halte.

Idiot! Untuk apa dia masih di sini?” Jin Ri segera menekan tombol yang ada pada gagang payung tersebut. Ketika ia menekannya, maka melebarlah kain payung berwarna hitam tersebut. Tanpa pikir panjang lagi, gadis itu segera menghampiri sosok jangkung yang sedang berteduh di halte itu. Jin Ri berjalan perlahan-lahan menghampiri sosok tersebut di bawah lindungan payung besar miliknya.

“CHAN YEOL!” Jin Ri sengaja berteriak, agar suaranya tidak teredam oleh derasnya air hujan. Sosok jangkung bernama Chan Yeol itu tidak menyahut mau pun menoleh. Jin Ri sempat mengernyit bingung ketika melihat kekasihnya tak menyahut, namun setelah melihat sepasang earphone yang menyumpal kedua lubang telinga pemuda itu, barulah ia tersenyum. Jin Ri kemudian mempercepat langkah kakinya untuk menghampiri kekasihnya secara diam-diam.

Tanpa sepengetahuan Chan Yeol, Jin Ri sudah berdiri tepat di belakang kekasihnya. Gadis itu tersenyum geli ketika melihat kepala Chan Yeol yang mengangguk-angguk kecil–seperti sedang mengikuti alunan musik yang berasal dari earphone-nya.

Jin Ri meletakan gagang payung itu di bahu sempitnya, membuat kedua tangannya terbebas. Gadis itu merentangkan kedua tangannya kearah punggung Chan Yeol. Apa yang ia lakukan? Tentu saja hendak memeluk pemuda itu dari belakang.

Jin Ri merasakan punggung Chan Yeol menjadi tegak ketika ia sudah melingkarkan kedua tangannya di perut pemuda itu. Jin Ri terkekeh kecil mendapati reaksi dari kekasihnya. Pemuda itu sontak melepas sebelah earphone-nya.

“…” Chan Yeol menatap jemari lentik yang saat ini tengah melingkar di perutnya, kemudian ia tersenyum manis setelah mengetahui siapa pemilik jemari lentik itu. Tangan Chan Yeol terulur untuk menyentuh jari-jari indah tersebut.

“Kenapa kau belum pulang?” tanya Jin Ri setelah menyandarkan kepalanya di punggung Chan Yeol. Ia memang sempat bingung kenapa Chan Yeol belum pulang? Pasalnya, jam pelajaran Chan Yeol sudah berakhir sejak satu jam yang lalu, berbeda dengan Jin Ri yang harus mengikuti pelajaran tambahan terlebih dahulu. Chan Yeol tersenyum mendengar nada bicara kekasihnya yang lucu.

“Aku menunggumu, Sayang. Memangnya kenapa? Tidak boleh, hm?” Chan Yeol tak menghentikan kegiatannya mengelus jemari Jin Ri yang masih setia melingkar di perutnya. Pemuda itu merasakan pelukan Jin Ri merenggang. Gadis itu kembali menggenggam gagang payung yang sebelumnya ia letakan di bahu, kemudian melangkahkan kakinya untuk berdiri di hadapan Chan Yeol.

Setelah ia berdiri di hadapan pemuda itu, Jin Ri segera menampilkan senyum manisnya. “Tentu saja Chan Yeol boleh–” kalimat Jin Ri terpotong oleh teriakan Chan Yeol.

OMO! Kau membawa payungnya lagi?” Chan Yeol segera menyambar payung yang berada di genggaman gadis kesayangannya. Jin Ri mengerucutkan bibirnya ketika melihat tingkah Chan Yeol. Ia menatap sendu kearah Chan Yeol yang sedang tersenyum cerah memegang payung–yang sampai saat ini ia anggap nista–itu.

“Yeol.” panggil Jin Ri dengan suara pelan. Namun, Chan Yeol masih dapat mendengarnya, maka pemuda itu menyahut dengan gumaman ‘Hm’ kecil.

“Kenapa kau sangat suka dengan payung itu?” tanya Jin Ri tanpa melepas pandangan matanya kearah payung yang saat ini berada di genggaman Chan Yeol. Chan Yeol menoleh kearah sang kekasih, dan mendapati wajah sedih yang tercetak jelas di wajah cantiknya. Pemuda jangkung itu memutuskan untuk diam saja dan tidak menjawab pertanyaan dari gadisnya.

“Kenapa kau memberi payung itu padaku–?” gadis itu memberikan jeda beberapa detik pada kalimatnya. “–bahkan di hari ulang tahunku.” sambungnya masih dengan ditemani ekspresi wajahnya yang sedih. Chan Yeol tak dapat berkata apapun lagi, ia mencoba untuk mendengarkan keluhan dari kekasihnya saat ini.

“Kenapa, Yeol? Kenapa harus berwarna hitam? Kau tahu sendiri ‘kan, kalau aku tidak suka dengan warna hitam. Kau juga sering melarangku memakai payung itu pada siang hari. Bukankah memang begitu gunanya payung? Untuk melindungi kita dari air hujan dan sinar matahari bukan? Lalu kenapa kau melarangku saat aku ingin menggunakan payung hitam itu di bawah sinar matahari?” Chan Yeol mendengarkan setiap kalimat yang dilontarkan oleh Jin Ri, meskipun perhatiannya terfokus pada payung yang sedang ia pegang. Yah–memang sejak tadi Chan Yeol terus-terusan memainkan gagang payung milik Jin Ri dengan cara memutar-mutarnya.

“Kalau kau menyukai payung itu, ambil saja. Lagipula, aku juga tidak suka dengan payung itu.”

Setelah Jin Ri menawarkan payung itu kepada Chan Yeol, gadis bersurai lurus panjang itu membalikan badannya, sehingga posisi Jin Ri saat ini adalah memunggungi Chan Yeol. Chan Yeol menatap punggung Jin Ri dari belakang.

“Kau bisa pulang menggunakan payung itu. Aku akan menunggu hujan reda di–” Jin Ri tak ingin melanjutkan kalimatnya setelah merasakan sepasang tangan yang melingkar di pinggangnya. Siapa lagi kalau bukan Chan Yeol? Jin Ri tersenyum kecil, mengingat hal yang dilakukan Chan Yeol saat ini sangat persis seperti yang ia lakukan beberapa menit yang lalu.

Well, mereka memang suka–bahkan sangat suka–berpelukan, namun hal yang paling mereka senangi adalah memeluk dari belakang. Entah apa alasannya, hanya mereka yang tahu.

“Jangan begitu, dong.”

Setelah Chan Yeol meletakan payungnya di tanah dengan sembarangan, pemuda itu segera menaruh dagunya di pundak Jin Ri. “Kau ingin tahu apa jawaban dari semua pertanyaan yang kau berikan tadi? Kau mau aku menjelaskannya?” tanya Chan Yeol dengan suaranya yang dalam.

Jin Ri tak menjawab, karena gadis itu tahu–apapun jawaban yang ia berikan untuk Chan Yeol, maka pemuda itu akan tetap menjelaskannya.

“Pertanyaan pertama, kenapa aku sangat menyukai payung itu? Jawabannya mudah–karena aku memang menyukai payung. Seperti yang kau bilang, payung dapat melindungi kita dari derasnya hujan dan panasnya sinar matahari. Aku tahu, kulitmu sangat sensitif jika terkena hawa dingin ataupun panas berlebihan.” Chan Yeol mengeratkan pelukannya di pinggang Jin Ri saat merasakan angin dingin menerpa kulitnya di detik itu juga.

“Pertanyaan kedua, kenapa aku memberikan payung itu, bahkan di hari ulang tahunmu? Jawabannya juga mudah–aku rasa payung adalah hadiah paling bagus di antara hadiah yang lain. Aku mengetahui bahwa akhir-akhir ini sedang musim hujan. Aku takut kalau tiba-tiba hujan datang, dan aku tidak ada di sampingmu, maka payung itu sudah dapat melindungimu dari air hujan, bukan?” Jin Ri menundukan kepalanya ketika mendengar alasan Chan Yeol yang dikategorikan ‘logis’. Chan Yeol menyempatkan diri untuk mengecup pipi Jin Ri sebelum kembali berucap.

“Pertanyaan ketiga, kenapa payungnya berwarna hitam dan kenapa aku melarangmu ketika kau ingin menggunakan payung itu di bawah sinar matahari? Yang itu juga ada jawabannya, Sayang. Kau tahu, payung berwarna hitam itu mudah menangkap sinar matahari dengan cepat. Maka dari itu ketika kau ingin menggunakannya di bawah sinar matahari, itu sangat tidak bagus, yang ada nanti malah kulitmu akan terbakar–” Chan Yeol memberi jeda sebentar untuk bernapas.

“–payung hitam akan lebih baik digunakan saat hujan turun daripada saat matahari bersinar dengan teriknya, Jin.” Jin Ri mengerucutkan bibirnya kesal ketika ia mulai merasa bahwa dirinya lah yang salah karena sudah menganggap payung hitam sebagai benda paling nista yang pernah ada.

“Jika kau menginginkan aku mengambil payung itu. Jawabannya, aku tidak mau. Karena lebih baik kau yang menggunakan payung dan berada di bawah lindungannya selama hujan, Sayang. Biarkan saja aku tidak memakai payung, lantas terkena air hujan.” mendengar perkataan Chan Yeol, Jin Ri segera melepas pelukan dari pemuda itu agar ia bisa membalikan badannya. “Tentu saja, maksudku–bukan selamanya kau dilindungi oleh sebuah payung … Bukankah sudah ada aku yang akan melindungimu, hm?” Chan Yeol mengusap pipi gadis kesayangannya.

Gadis cantik itu menatap wajah tampan Chan Yeol tanpa menghapus ekspresi kesal andalannya, yaitu mengerucutkan bibir. Chan Yeol mencubit hidung Jin Ri, saking gemasnya.

“Aw! Appo~” Jin Ri mengusap hidungnya yang memerah akibat cubitan Chan Yeol barusan. Chan Yeol membulatkan matanya saat melihat Jin Ri meneteskan air matanya tepat setelah ia meringis kesakitan.

“Yak! Kenapa kau menangis?” panik Chan Yeol sembari menarik tangan Jin Ri yang sedaritadi memegangi hidungnya. Jin Ri tak menjawab, melainkan terus mengaduh kesakitan. Chan Yeol semakin dibuat panik olehnya.

“Sakit, Chan Yeol!” pekik Jin Ri, bahkan mengalahkan suara hujan. Chan Yeol membelalakan matanya saat mendengar pekikan Jin Ri.

“Ba–baiklah-baiklah. Apa yang kau inginkan, Sayang ku?” Jin Ri menghentikan tangisnya sebentar, kemudian segera menyeka air matanya kasar. Gadis itu menampilkan senyuman manis andalannya, bahkan saking manisnya, senyuman itu malah terlihat seperti seringaian.

“Cium.” Jin Ri menunjuk hidungnya. Chan Yeol mengangkat kedua alisnya ketika mendengar permintaan Jin Ri, namun–karena tak mau berlama-lama, akhirnya pemuda itu langsung mendekatkan wajahnya kearah Jin Ri.

Cup. Satu kecupan manis mendarat tepat di ujung hidung Jin Ri, gadis itu tersenyum senang. “Lagi~” rengeknya seperti balita, dan itu sangat menggemaskan di mata Chan Yeol. Chan Yeol kembali mendekatkan wajahnya kearah Jin Ri dengan mata yang terpejam, kali ini ia menarik pinggang kekasihnya. Dan–

Chu. Chan Yeol kembali membuka kedua kelopak matanya begitu merasakan sebuah benda lembut yang menyentuh bibirnya. Ya, itu bibir Jin Ri. Didapatinya manik hazel Jin Ri tepat di depan matanya. Pemuda itu merasakan tangan Jin Ri melingkar di lehernya. Tak ada gerakan, hanya menempel beberapa detik, kemudian Jin Ri melepasnya.

Tanpa merubah posisi mereka masing-masing –tangan Jin Ri melingkar di leher Chan Yeol sedangkan tangan Chan Yeol berada di pinggang Jin Ri– gadis dengan mata besar itu berucap.

“Maafkan aku karena sudah–berkata macam-macam tentang payung yang–” Jin Ri tidak jadi melanjutkan kalimatnya karena Chan Yeol sudah memotongnya terlebih dahulu.

“Bukan salahmu, Sayang.” pemuda itu mengusap surai hitam milik Jin Ri. Gadis itu tersenyum manis, namun senyumnya segera sirna begitu dirinya menyadari suatu hal yang janggal.

“Mana payung ku?” tanya Jin Ri yang dijawab Chan Yeol dengan menunjuk payung tersebut. Apa kah kalian masih ingat di mana terakhir kali Chan Yeol manaruh payung tersebut?

“YAK! CHAN YEOL-AH! Kenapa kau menaruhnya di tanah, Sayang?” Jin Ri memekik heboh ketika melihat payung–yang sekarang telah menjadi benda paling berharga–nya itu di letakan di tanah. Jin Ri ingin menangis lagi saat ini.

“Ah. Maaf, Jin Ri-ya. Aku pikir kau tidak suka dengan payung itu, jadi …”

“SIAPA YANG BILANG BEGITU? AAA~ CHANYEOLLIE BABO.”

Yeah. Dan begitulah …

Seandainya Chan Yeol memberi tahu tentang arti payung itu sejak awal, maka Jin Ri tidak akan pernah menganggap payung hitam itu sebagai benda ternista yang pernah ada. Nyatanya? Tanpa mereka sadari, payung telah menjadi benda yang mempererat cinta mereka.

Sore ini, cinta mereka akan menjadi lebih kekal. Di bawah naungan payung hitam itu, mereka saling berbagi cinta, tawa, dan kehangatan.

Tak ada alasan lagi bagi Jin Ri untuk menolak sosok Park Chan Yeol. Faktanya? Di balik sifat Chan Yeol yang konyol itu, ternyata ia memiliki sebuah perasaan luar biasa. Perasaan yang hanya dapat ia tunjukan di hadapan seorang Choi Jin Ri.

***

Jadi inilah–

Seberapa bencinya Jin Ri kepada Chan Yeol, gadis itu tetaplah menyayangi kekasihnya, Chan Yeol.
Seberapa sering sifat egois Jin Ri muncul, pemuda itu tetaplah mencintai kekasihnya, Jin Ri.

Keduanya selalu saling memahami dan menerima. Itulah mengapa cinta mereka tidak pernah runtuh meski diterpa oleh badai sekalipun. Jadi biarkan cinta mereka terus mengalir seperti air, dan mari kita tutup potongan kisah cinta mereka yang satu ini dengan kata–

END

***

[A/N]Bagaimana? Singkat dan tidak memuaskan sama sekali bukan? Hahaha~ Awalnya saya nulis FF ini di kertas lembar. Waktu itu saya lagi di sekolah. Karena saat itu di sekolah saya lagi musim hujan, jadinya saya nulis FF tentang hujan gini, deh. Kritik, saran, dan komentar kalian senantiasa saya tunggu loh. Baik, sekian dari saya, wassalam.
Giant Babies, Shaza – Spark

 

 


Garden Tea

$
0
0

tumblr_mzmxhcbdgm1rkpi9jo1_500

[Dia mulai menyesal menolak tawaran Baekhyun tadi]

[Length: Ficlet - Rating: G - Cast: Joonmyun - Genre: Horor]

[Author: Genie]

[an amazing poster by Selcouth]

A/N: For another horror’s ficlet klik here happy reading! – Genie.

Pukul 6 sore Kim Joonmyun akhirnya menyelesaikan pemotretan hari ini yang di adakan dalam sebuah studio. Para staff lain sibuk dengan pekerjaan masing-masing, suara-suara berkata “terimakasih, kalian bekerja keras hari ini’ sejenak memenuhi ruangan. Dia asik duduk didepan layar komputer melihat satu persatu hasil karyanya sampai sang asisten Byun Baekhyun datang.

Hyung, ada pesan dari Taeyeon noona

“sudah lama?” tanyanya seraya mengambil ponsel dari genggaman Baekhyun.

“sejam yang lalu. Berisikan alamat sebuah villa di dekat kebun teh. Kau mau kesana,hyung?”  Joonmyun mengangguk sedikit sebagai jawaban. Bola matanya bergulir membaca pesan Taeyeon.

“sendiri? mau aku temani tidak?”

“tidak usah, Baekhyun. kau istirahat saja besok siang kita ada jadwal pemotretan lagi kan?” kali ini giliran Baekhyun yang mengangguk sebagai jawaban.

“kalau begitu aku pulang besok pagi. Kita bertemu di lokasi, oke? Sampai ketemu besok Baekhyun” tandasnya bangkit dari duduk, mengalungkan tas kamera di sisi kanan sementara ransel besar berwarna biru tua menggantung di punggung. Kemudian merajut langkah keluar studio.

***

Joonmyun mencintai fotografi seperti dia mencintai Byul, anak anjingnya. Dia sudah bergelut di dunia fotografi semenjak SMA. Sewaktu kuliah dia bergabung di klub fotografi. Tidak tanggung-tanggungJoonmyun sempat memegang jabatan sebagai ketua. Kepribadiannya yang tidak pernah memilih dalam bersosialisasi membuat dia di sukai banyak orang.

Tidak heran meskipun sudah hampir tiga tahun resmi menjadi sarjana broadcasting Joonmyun masih saja di undang klub fotografi kampusnya dulu untuk datang pada saat acara malam keakraban. Entah datang hanya sebagai penonton atau sebagai senior yang berbagi ilmu pengalaman kepada junior. Malam keakraban ini diadakan setahun sekali, maka tidak perduli dimanapun tempatnya dia akan mengusahakan untuk selalu datang.

Bintang-bintang sudah mulai memenuhi langit malam kota Seoul waktu dia berada di luar. Dia baru naik ke atas motor besarnya dan hendak mengenakan helm ketika ponsel di saku jaket jeansnya terasa bergetar.

From: Taeyeon Kim

Oppa sudah jalan? Beritahu aku kalau sudah dekat ya, jalanan di sini sangat jelek, malan sangat gelap, tidak ada lampu. Jadi beritahu aku, oke? Aku akan menjemputmu dan hati-hati di jalan.

Di masukkannya lagi ponsel ke dalam saku tanpa membalas, memasang helm lalu menghidupkan mesin motor sehinga perlahan motor besar nan gagah berwarna merah darah itu mulai bergerak, membelah jalanan.

***

Satu jam berlalu..

Jalanan mulus beraspal berubah menjadi bebatuan besar, tidak rata pun licin. Gemerlap lampu di sepanjang jalan pelan-pelang menghilang, di gantikan pekat malam, suara hiruk pikuk telah lama berubah senyap, yang terdengar hanyalah bunyi mesin motor. Sisi kanan kiri yang tadinya penuh bangunan mewah sekarang berubah menjadi  lautan kebun teh. Joonmyun mulai memperlambat laju motor, membuka kaca helm agar bisa melihat lebih jelas di kegelapan malam.

Jalanan ini seakan tak berujung.

Dia mulai menyesal menolak tawaran Baekhyun tadi.

Hingga tiba-tiba di sisi kiri berapa meter di depan irisnya mendapati seorang gadis bergaun putih berdiri di antara daun teh. Membuat bagian pinggang kebawahnya tak tampak. Tanpa ragu Joonmyun menghentikan motor di depan sang gadis.

Dia berbicara dari balik helm. “maaf nona, apa kau tahu vila dekat sini?” yang di ajak bicara menatap Joonmyun tanpa emosi. Rambut hitam panjangnya terurai membungkus wajah yang bila seandainya Junmyoen lebih perhatikan berwarna pucat. Seolah tidak di aliri darah.

“di sana” suaranya seperti bisikan.Joonmyun menoleh ke arah yang sang gadis tunjuk.  Terlihat cahaya dan atap bangunan. Oh kenapa dia tidak melihatnya tadi?

“baiklah terimakasih nona” katanya seraya mulai menjalankan mesin motor lagi. Namun belum lama dia berhenti lagi, memikirkan mungkin dia bisa memberi sang gadis tumpangan sebagai tanda terima kasih. Jadi dia menoleh kebelakang.

“Hei, no—“ kalimatnya terputus…

Gadis bergaun putih tadi sudah tidak ada…

Padahal jarak mereka belumlah terlalu jauh. Dan tiba-tiba rasa takut mulai menyerang, Joonmyun memutar gas kelewat kencang, motornya berguncang hebat akibat jalanan yang berbatu.  Tapi dia tidak perduli. Dia cuma mau segera tiba di vila. Di tengah kepanikan itu mesin motornya malah mendadak mati. Membuat Joonmyun benar-benar berada dalam kegelapan.

Cepat-cepat dia turun dari motor, mendorong motor sambil setengah berlari. Jantungnya berdetak semakin tak karuan, keringat dingin merambat turun. Bernafas menjadi hal yang sulit di lakukan. Beberapa kali dia tersandung batu. Tapi sekali lagi dia tidak perduli, dia  terus berlari sampa mencapai pintu vila. Langkahnya mulai melambat.

“Joonmyun oppa! Hei, kan sudah kubilang hubungi aku kalau sudah dekat. Kenapa masih nekat datang sendiri?” tau-tau Taeyeon muncul. Mengabaikan pertanyaan Taeyeon, Joonmyunn menyandarkan motornya di tempat yang tersedia. Baik kedua kaki maupun tangannya masih bergetar hebat. Namun setidaknya sekarang dia bisa lebih tenang.

Dia tidak sendirian lagi. Ada banyak orang. “Oppa? Kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat” Taeyeon bersuara lagi. Dia sudah membuka mulut siap menceritakan apa yang baru saja terjadi tetapi dia urungkan. Tidak mau membuat Taeyeon atau yang lainnya menjadi takut. “tidak apa-apa Taeyeon. Hanya sedikit lelah sehabis pemotretan tadi”

“syukurlah. Ayo masuk Kris dan Chanyeol oppa sudah ada di dalam” Taeyeon membimbingnya ke pintu utama vila bertingkat tiga itu. Di halaman tampak api unggun menyala besar, mahasiswa sibuk memotret di sana sini.

oppa, kau tidak melihat apa-apa kan di kebun teh tadi?” pertanyaan Taeyeon kali ini membuat jantunngnya berdegup satu kali lebih kencang.

“maksudmu?”

well, kata pemilik vila setiap malam orang yang lewat di sana selalu melihat sosok hantu gadis bergaun putih berdiri di pinggir kebun teh. Karena itu aku mau menjemputmu tadi. Tapi kau tidak lihat apa-apa kan, oppa?”

.

.

.

.

.

—END—



[FREELANCE] Cynicalace (Chapter 2)

$
0
0

Project LN1

Title : Cynicalace

Author : NadyKJI & Hyuuga Ace

Length : Chaptered

Genre : Romance, Comedy, Friendship

Rate : G

Main Cast :

Jung Re In (OC)

Geum Il Hae (OC)

Park Chanyeol (EXO)

Kim Jong In (EXO)

Disclaimer: Annyeong, ff ini adalah murni hasil pemikiran author yang kelewat sangat tinggi,  dilarang meniru dengan cara apapun, don’t plagiator. Gomawo #deepbow.

Summary :

Aku tidak membencimu. Aku hanya tidak ingin berurusan lagi denganmu. Tapi mengapa kau selalu hadir di sekitarku layaknya modul akuntansi yang selalu kubawa setiap hari. Wajahmu mengangguku tapi aku mulai merindukannya ketika wajah itu menghilang dari keseharianku. Oh, menyebalkan.

–Jung Rein–

Aku tidak sudi, aku tidak sudi, aku tidak sudi! Dia menyebalkan, cuek, dan dingin. Tapi… terkadang dia baik juga walau dengan muka datar, terlihat tulus, dilihat-lihat juga ia lumayan.. bukan, tampan… Argh! Aku menyerah, sepertinya karma itu berlaku.

–Geum Ilhae–

Sama seperti panggilannya, yeoja itu memang kelewat bodoh. Sialnya, karena terbiasa menjadi dampak dari perilakunya, aku menjadi terbiasa untuk selalu hadir di sisinya. Namun entah mengapa aku merasakan keberadaanya bagaikan pelangi dalam keseharianku yang hanya dihiasi dua warna – hitam dan putih.

–Kim Jong In–

Melihat wajah seriusnya, merasakan kesinisannya padaku. Itulah makanan keseharianku karena ulahku sendiri. Well, kau memang bodoh dan gila jika bersangkutan dengan yeoja itu. Kau terlalu gila Park Chanyeol.. tapi, aku tidak keberatan gila untuknya. It’s a pleasure.

–Park Chanyeol–

Author’s Note:

ANNYEONG!!!!

Sekali lagi selamat membaca chapter 2 dari project author duet ini. Semoga masih ada yang menunggu yaaa, dan sebelumnya.. maafkan ya dengan para tokoh yang agak absurd karena memang seperti itulah di buatnya :D.

Lalu, jangan lupa ya dengan ff author masing-masing Pos Hoc Propter Hoc dan Salt and Wound heheheheh #promosi banget.

Last but not least,

HAPPY READING, RCL yaaaa- untuk koreksi author!!

___

 

 

-:Ilhae’s PoV:-

“Hah…” aku melipat kembali seragam Rein dan langsung memasukkannya ke dalam loker, tidak memperdulikan apa yang sebenarnya harus aku lakukan pada seragam itu. Biarlah Rein sendiri yang mengurus sisanya besok-besok.

Setelah semuanya selesai aku sudah bermaksud keluar dari ruang ganti tersebut, namun aku menemukan meja didalam ruangan yang berantakan sekali. Ada bekas botol minuman ringan, air mineral, bungkus makanan, dan plastik-plastik lain yang menghiasi permukaan meja. Menatap sebentar pemandangan tersebut, pikiranku sudah bimbang harus membersihkannya atau tidak.

Hei! Ini bukan urusanmu!

Aku memarahi diriku sendiri. Dengan tekad tidak akan berbaik hati apapun aku mulai mengangkat kakiku untuk keluar dari ruang ganti…

“AH! Jeongmal!”

Pada akhirnya setelah pergulatan hebat didalam pikiranku aku berbalik kembali. Merapikan letak tasku aku langsung membereskan permukaan menja tersebut dan meraup benda-benda rongsok itu ke dalam tanganku. Akibatnya aku sedikit kesusahan membuka pintu. Dengan menyedihkan, susah payah menggunakan tangan kananku semampunya aku membuka pintu ruang ganti dan berpindah keluar.

Well, dengan sampah yang cukup merepotkan dalam pelukanku aku tidak terlalu memperhatikan jalan di depanku, keadaan sekitarku, ataupun masih adakah orang atau tidak. Tapi asumsiku tidak ada, siapa yang mau pulang lebih larut lagi ketika jam kerjamu sudah mengharuskan pulang larut.

Bruk.

Aku menjatuhkan sampah merepotkan itu ke tempat sampah dekat meja kasir, dengan perasaan puas yang memenuhi pikiranku. Entahlah, terkadang membersihkan tempat lain selain kamarku sendiri lebih menyenangkan – jangan dihiraukan, aku memang aneh.

“Hae-babo! Cepatlah! Apa yang sedang kau lakukan?! Sudah larut!”

Telingaku mendengar suara yang perlahan mendekat, dan setelah beberapa detik aku bisa melihat siluet seseorang. Dalam 30 detik aku sudah bisa melihat siapa orangnya. Kai. Seharusnya aku sudah menyadarinya dari awal, tidak ada yang akan memanggil namaku dengan aneh layaknya namja itu.

“Ne… mian. Aku membersihkan ruang ganti dulu. Sekarang ayo…” aku langsung berjalan menuju pintu cafe berusaha tidak menghiraukannya.

Grep.

Aku langsung menoleh dan pandanganku turun kebawah, di mana tangan seorang Kai menahan sikuku. Mau apa dia?

“Kau membersihkan ruang ganti?” tanyanya dengan nada takjub.

“Iya, wae?” aku menaikkan alisku bingung. Apakah namja itu sudah menjadi anak idiot sekarang? Bersih-bersih bukanlah sesuatu hal yang bagaimana.

“Seharusnya tidak perlu. Biarlah mereka yang resmi bekerja yang bersih-bersih. Kau hanya membantu bukan? Dan kau juga telah menggantikan dua orang sekaligus hari ini. Itu sudah lebih dari cukup.”

“Ehehe, tidak apa-apa. Aku hanya tidak ada kerjaan saja.”

Kami berjalan bersama menuju pintu keluar. Kai hanya mengangkat bahu singkat ketika mendengar jawabanku. Sedangkan aku tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan namja itu. Menurutku itu perkataan paling normal yang dikatakannya padaku hari ini. Setelah segala macam sikapnya yang tolong… amat sangat tidak menyenangkan dingin menyebalkan.

Angin malam langsung berhembus menerpa kulitku, membuatku sedikit menggigil. Langit malam ini cerah tanpa awan. Sehingga bulan dan bintang bisa menunjukkan diri dengan indahnya.

“Kau pulang bagaimana?” Kai bertanya sembari mengunci pintu cafe.

Aku menggembungkan mulutku sembari menendang batu yang ada didepanku tidak ada kerjaan, “Mobil.”

“Hmmm.”

Berikutnya, Kai sudah berjalan berlawanan arah denganku. Aku menuju bagian kanan tempat parkir – tempat mobilku terparkir, sedangkan Kai berjalan ke arah kiri – tempat parkir motor. Mengedikkan bahu aku langsung menekan remote mobilku dan masuk. Merasa sedikit lebih hangat daripada udara diluar.

Aku tidak langsung menjalankan mobilku, melainkan menyetel musik yang akan kudengar selama perjalanan. Di sela-sela aktifitasku mencari lagu yang sedang sesuai seleraku malam ini, aku mendengar suara klakson. Aku mendongak dan melihat motor Kai baru saja keluar dari area tempat parkir dan berbelok ke kanan sebelum menghilang. Yang baru saja aku perhatikan adalah namja itu tidak memakai jaket untuk menahan angin malam yang dingin, ia hanya mengenakan kaus tipis.

Tidak takut sakit apa?

 

-:Rein’s PoV:-

Aku tidak menyangka makhluk bernama Geum Ilhae itu akan pulang lebih larut dariku. So, setidaknya dia benar-benar tidak bisa menjemputku dilandasi alasan yang benar. Aku menarik napas panjang mengingat diriku yang terjebak dengan Chanyeol di dalam mobil tadi.

–Flashback–

Aku terdiam sepanjang perjalanan. Sama sekali tidak berniat membuka mulutku untuk mengatakan sesuatu. Hanya deruan mesin yang memecahkan keheningan berkepanjangan, sampai namja itu menghela nafas panjang dan mulai bersuara.

“Kau masih belum bisa memaafkanku, Jung Rein? Kejadian itu telah berlalu lama.” Aku tersenyum kecut. Namun masih mempertahakan diri dalam kondisi diam.

“Jawab aku.”

Aku memalingkan wajahku keluar jendela. Ingatan itu kembali menyerangku.

Prom Night di hari terakhirku sebagai siswa di tingkat Senior High School. Acara kelulusan di sekolahku dulu selalu menggunakan konsep Prom Night setiap tahunnya. Tentu saja akanada pemilihan King and Queen dari setiap angkatan yang akan lulus. Saat itu Chanyeol terpilih sebagai King –yah, katakan saja Chanyeol memang namja yang sangat populer dulu bahkan hingga sekarang, hingga aku tidak perlu kaget akan realita ini – jujur saja aku sangat acuh pada kegiatan semacam ini, bahkan lebih menjurus tidak peduli.

Aku bisa datang ke acara yang penuh dengan dress dan make up saja sudah sebuah keajaiban, dan hal ini thanks to sahabatku Geum Ilhae yang memaksaku datang. Tidak main-main, ancamannya saat itu adalah Yixing sunbae. Sunbae yang paling ku idam-idamkan di dunia. Bisa dikatakan orang itu adalah idolaku. Hebatnya idolaku itu pernah bekerja sama dengan Ilhae dalam menggarap pentas seni saat kami duduk di kelas 2 dan orang itu berada di kelas 3 –sebelum dia lulus. Sehingga secara tidak langsung Ilhae mengenal baik namja keturunan China yang sangat tampan itu. Kembali pada ancamannya, Ilhae mengangancam akan membeberkan rahasiaku selama ini, rahasia bahwa aku sering memfoto namja itu diam-diam dan menempel hasil jepretanku di dalam kamarku. Aku termasuk yeoja yang memiliki harga diri yang sangat tinggi, aku sangat benci dipermalukan sehingga aku harus menuruti Ilhae dan datang ke acara yang menurutku sangat random ini.

Aku sedang menyeruput orange juice ku, samar-samar aku mendengar MC sedang menanyakan siapa yang akan Chanyeol pilih sebagai Queennya. Chanyeol lalu menyebutkan satu nama yang membuatku hampir menumpahkan orange juiceku ke lantai.

“Jung Rein.” Aku menganga. Dan kuyakin wajahku pasti sangat absurd detik itu.

Wait… bagaimana bisa dia menyebut namaku?! Mengingat hubunganku dengannya tidak pernah sedekat itu. Dia memang sering bertingkah menyebalkan padaku, tapi kuyakin aku tidak pernah menanggapinya. Dan sekarang dia memilihku sebagai Queen?

Teman-teman di sekitarku mulai melihat ke arahku secara serempak membuatku risih dan tersenyum kikuk. Semua teman-temanku memandang tidak percaya, terutama Geum Ilhae. Tapi oh ayolah siapa yang tidak kaget namja idaman kebanyakan yeoja saat itu memanggil namaku yang memang biasa-biasa saja sebagai seorang yeoja. Tidak ada yang menonjol dari diriku yang membuat namja seperti Chanyeol mau melirikku. Lalu gemuruh dan sorak sorai terdengar di udara dan aku masih dengan kebingunganku merasakan tubuhku yang didorong hingga ke atas panggung. Aku bisa memastikan pelaku kejahatannya adalah teman-temanku. Mungkin Ilhae juga termasuk di dalamnya.

Aku berhadapan langsung dengan Chanyeol di atas panggung, dia menatapku sekilas. Lalu tersenyum kecil sambil menunduk. Berusaha menutupi senyumannya namun aku masih bisa melihatnya dengan jelas. Lalu mic yang masih berada pada genggamannya terangkat dan dia mengucapkan sesuatu.

“So.. sorry, I made a mistake. Maksudku bukan Jung Rein tapi Jung Boram. Aku salah menyebut nama.”

Tidak, dia tidak salah menyebut nama. Karena kuyakin antara Rein dan Boram  itu sangatlah jauh walaupun marga kami memang sama. Aku membelalakan mataku. Ya, namja bernama Park Chanyeol ini sedang mempermainkanku, aku tahu dia sengaja salah memanggil nama. Lalu aku melihat ke arah teman-teman seangkatannya yang berada di bawah panggung. Tidak sedikit di antara mereka yang sedang menahan tawa mereka sambil menatapku.

Kepalaku terasa panas, tiba-tiba aku mengingat sifatku yang sangat benci dipermalukan. Harga diriku tidak menerima hal tersebut. Aku tersenyum pahit lalu melihat Chanyeol sekilas. Lalu menuruni panggung tanpa mengatakan apa-apa.

Dalam asumsiku, di atas panggung megah pesta Prom Night namja bernama Park Chanyeol telah menginjak-injak harga diriku. Kau bisa mengatakan aku sensitif atau apapun. Tapi aku tidak peduli, sejak saat itulah aku memtuskan untuk membencinya dan sebisa mungkin tidak pernah berurusan lagi dengannya. Bahkan setelah mengetahui fakta bahwa Chanyeol berteman dekat dengan sahabatku, Geum Ilhae. Juga mengabaikan fakta bahwa kami memasuki universitas yang sama.

–Flashback End–

“Seharusnya  aku mengatakannya dari dulu, aku menyesal akan sifat kekanakanku saat itu. Mianhae.” Aku mendengus, aku telah kembali dari ingatan menyedihkan itu. Dan aku baru menyadarinya bahwa mesin mobil telah berhenti tepat di depan apartemenku.

Aku membuka pintu mobil dan segera beranjak dari dalam mobil, namun sebelum aku benar-benar keluar. Aku ingin mengatakan sesuatu pada namja ini.

“Kau tidak perlu meminta maaf. Karena aku sudah memaafkanmu.” Aku berujar datar.

“You’re not.”

“Aku tidak peduli asumsimu, aku hanya tidak ingin berhubungan apapun lagi denganmu. Di lain waktu anggap saja kau tidak mengenalku.” Lalu aku benar-benar keluar dari dalam mobil dan menutup pintu dengan tenang. Tapi tidak di dalam diriku, ketenangan tidak ada di dalamnya. Aku merasakan kesedihan dan emosi yang memuncak yang bisa saja membuatku menangis. Tapi aku tidak akan menangis, aku tahu itu.

 

-:Author’s PoV:-

“Aku pulang!” Suara cempreng seorang Geum Ilhae langsung memenuhi apartemen. Tak tanggung-tanggung, teriakan yeoja itu juga mengganggu malam para tetangganya.

Rein yang sedang mengurung diri di kamar dengan ‘contekan’ jurnal dari Shinra, segera memasang tampang siap perang setelah mendengar suara cempreng itu. Lalu dia bergegas keluar dari persembunyiannya untuk menyambut orang itu.

Ilhae berhenti dari langkahnya begitu mendengar suara pintu dibuka. Tatapannya langsung menatap pintu kamar Rein. Satu detik kemudian Rein muncul dari balik pintu, Ilhae yang melihat raut tidak bersahabat dari sahabatnya itu hanya bisa menyeringai dan membating diri ke sofa.

“Eheum..” Rein berdeham dengan nada sengaja. Lalu dia melangkah mendekati sofa dan mengambil tempat di sebelah Ilhae dengan lagak sok tenang.

“Hai…” Ilhae terkekeh sebentar lalu melanjutkan, “Kau duluan saja, kawan.”

Kawan? Rein menggerutu dalam hati. “Ya, baiklah jika begitu. Tapi jangan menyesal karena memberikanku kesempatan berbicara terlebih dahulu.”

Rein menarik napas panjang lalu dengan satu tarikan napas berteriak,

“APA YANG KAU PIKIRKAN DENGAN MENYURUH SEORANG IDIOT PARK CHANYEOL UNTUK MENJEMPUTKU, HAH?!”

Ilhae tidak mau kalah menatap sengit sembari melipat tangannya, “DAN APA MAKSUDMU NAMJA GILA MACAM KAI ATAU JONGIN ATAU SIAPAPUN ITU BAIK HAH? BEKERJA MENGGANTIKANMU MENYEBALKAN! DAN KAU TAHU AKU TIDAK BISA MENJEMPUTMU GARA-GARA REKANMU BAEKHEE!”

Rein menarik napas dan mencoba berbicara tanpa berteriak mengingat kesopanan untuk tidak mengganggu tetangga di malam telah larut ini. “Tapi, kau bisa kan meneleponku saja dan mengatakan tidak bisa menjemputku? Aku kan bisa pulang sendiri.”

“Chingu… aku tidak mungkin membiarkanmu pulang sendiri malam-malam dengan kendaraan umum. Aku juga sebenarnya tidak ingin menelepon Chanyeol. Tapi di keadaan terdesak dan hanya si orang itu yang available.” Ilhae tersenyum dibuat-buat dan juga terkikik dalam hati. Jelas sekali ia sengaja, karena secara tidak langsung yeoja bermarga Geum ini ingin Rein dan Chanyeol bersama.

“Hey, siapa yang mengatakan aku akan pulang sendiri dengan kendaraan umum, masih ada alternatif  lain. Seperti…” Rein berpikir sebentar, otaknya mendadak lemot gara-gara nama itu terucap. Tentu saja ini hanya kesensitifannya pada nama Chanyeol.

“Pulang bersama Sehun, mungkin?”

Ilhae menyipitkan matanya, “Sehun? Nugu? Kenapa tidak dengan Tao? Murid dari China yang selalu kau anggap seperti orang mabok itu?”

Rein melirik galak kearah sahabatnya yang detik ini ingin ia tendang bokongnya keras-keras sampai ia tergolek lemah di atas karpet.

“Peace! Jangan tendang aku!” Ilhae memotong Rein, seperti mengetahui pemikirannya.

“Sekarang aku berubah pikiran untuk menggundulimu!” Rein berkata dengan nada kesal yang tertahan. “Ok, well. Sayangnya si mabok Tao itu menganalisis perusahaan yang berbeda denganku. Pilihanku hanya Sehun. Jangan complaint!”

Melihat wajah kalah perang dari sisi sahabatnya, Rein kembali melanjutkan dengan problem selanjutnya.

“Masalah Jongin –”

“CK!” Ilhae berdecak kesal, “Apa pembelaanmu hah? Kujahit mulutmu kalau Kai berani bilang bahwa namja itu baik atau apapun macam ia memang orang yang dingin tapi baik dan sebagainya!” Ilhae sepenuhnya telah memberengut kesal, apalagi ia harus kembali mengingat betapa menyebalkannya hari ini untuknya.

Rein menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Bagaimana yah? Kai itu memang baik sebenarnya. Yeoja itu hanya perlu terbiasa bersamanya, untuk mengetahuinya.

Lalu suatu ide muncul di otaknya, dia tahu cara untuk memenangkan ronde kedua ini.

“Yah, katakana saja Kai memang dingin dan menyebalkan dan sebagainya. Namun menurutku Kai itu tetaplah namja yang baik karena aku mengenalnya lebih lama darimu. Tapi pertanyaanku selanjutnya, kau kan tidak akan bertemu dengannya lagi di lain waktu? Kau anggap pengalaman saja lah hari ini.” Rein tersenyum menang ketika melihat wajah merenungkan dalam raut sahabatnya.

Ilhae berpikir sebentar, tapi tetap saja ia tidak akan kalah! “Cih, seandainya saja perkataanmu benar. Tapi menurut semua cerita yang pernah aku baca, orang menyebalkan itu pasti selalu muncul di hadapanmu dengan sangat manisnya! Dan aku akan tetap menuntutmu JUNG REIN!”

“AH! Berarti kau berharap bertemu dengan Kai di lain waktu? Ohoooo.. is there something, today? Geum Ilhae?” Rein menaikkan salah satu alisnya.

“HEUSH! Iris saja nadiku kalau kau mau! Aku bahkan lebih rela terjebak dengan kelompok idot si berat daripada bertemu dengannya!” Ilhae menggertakkan gigi.

“Baiklah. Whatever you want. Permasalahan selanjutnya. Mengapa kau tidak mengangkat teleponmu saat aku berusaha menghubungimu beberapa saat yang lalu?” Rein melepaskan debatannya tentang Kai, dan melanjutkan hal terakhir yang menganggu benaknya.

“YAH! SALAHKAN JUGALAH KAIMU! Ketika aku baru berhasil memberitahu Chanyeol untuk menjemputmu namja itu memanggilku dan dengan sadisnya merampas ponsel dari tanganku! Dan sekarang lihat? Ke mana ponsel sialan itu?!” Ilhae merogoh-rogoh tasnya mencari ponselnya, sementara Rein menaikkan alisnya meremehkan.

Setelah 30 detik yang panjang…

“CISH, lain kali saja mencarinya! Toh besok aku tidak ada kuliah.” Ilhae mencampakkan tasnya ke lantai.

Rein merasa semuanya sudah terkupas tuntas dan ia harus kembali pada tumpukan jurnal sekarang juga. Sehingga ia mulai berdiri dari sofa, lalu berkata, “Aku harus kembali mengerjakan tugasku. Perlu diingat, chingu! Jangan pernah menciptakan momen di mana aku harus bertemu si idiot itu lagi. Arra?” tanpa mendengar jawaban Ilhae. Rein berlalu dari ruang tengah itu menuju peraduannya, kamarnya.

“YA! AKU TIDAK BERJANJI JUNG REIN! DAN TOLONG BANGUNKAN AKU SEBELUM KAU KULIAH, KAU BERANGKAT JAM 11 BUKAN?” Ilhae dengan kurang ajarnya berteriak di depan pintu kamar Rein yang baru saja tertutup, lalu ia masuk ke kamarnya.

Ish, anak itu.  Rein menggerutu dalam hati namun tak ia ungkapkan. Karena dia tidak mau memulai ronde lain untuk perdebatan mereka malam ini.

 

-:Kai’s PoV:-

Dengan santai aku membuka pintu rumahku. Tidak ada eomma atau appa yang akan menyapaku ketika memasuki rumah ini, melainkan wajah dengan mata bulat milik sahabatku sekaligus seseorang yang telah kuanggap sebagai saudara yang bernama Do Kyungsoo.

Aku telah cukup lama tinggal  di rumah kecil ini bersama Kyungsoo dan Do Kyungah – yeodongsaengnya yang masih duduk di bangku kelas 8 Junior High School.

“Di mana Kyungah?” tanyaku sesaat setelah aku melihat Kyungsoo duduk sendiri menonton drama. “Sudah masuk kamar? Tumben, dia biasanya masuk kamar setelah jarum panjang menyentuh angka 12?”

Aku juga tidak mengerti darimana kebiasaan tidur malam bocah itu datang. Setahuku oppanya termasuk orang yang tidak mempunyai kebiasaan itu kecuali pada waktu-waktu tertentu seperti ketika dia sedang terlalu asyik menonton drama –seperti sekarang.

“Dia tidak ada di rumah, biasalah acara sekolah.” Jawabnya tentang masih memusatkan konsentrasi sepenuhnya pada drama yang ia tonton.

“Sampai selarut ini?” aku takjub pada oppa bocah itu yang sangat santai yeodongsaengnya belum pulang sampai selarut ini.

“Camping.”

Seakan mendapat pemahaman, mulutku hanya membulat dan aku segera berjalan ringan ke arah satu-satunya kamar mandi di rumah ini yang terletak di dekat dapur. Bersiap membersihkan diriku di bawah guyuran air dingin. Berbeda dengan Kyungsoo dan dongsaengnya yang lebih memilih air hangat untuk mandi di malam hari. Aku lebih suka membuat diriku menggigil di bawah guyuran air dingin.

Namun saat aku sedang menanggalkan jaket kulitku, sesuatu yang ganjil tertangkap oleh indera penglihatanku. Ada sesuatu di dalam kantong. Aku memasukan tanganku ke dalamnya dan mengambil apa itu. Seketika ketika aku melihat apa itu aku mendengus keras.

Ponsel yeoja bodoh itu masih berada padaku. Sial!

Mungkin aku harus mengembalikan ponsel ini lewat Rein besok jika aku bertemu dengannya? Hanya itu satu-satunya caranya.

Aku menyimpan ponsel itu di counter dapur dan segera memasuki kamar mandi untuk melanjutkan kegiatanku yang tertunda.

Aku keluar dari kamar mandi 20 menit kemudian dan menemukan seorang Do Kyungsoo tidak berada di ruang tamu –spekulasiku dramanya telah berakhir. Dan sekarang dia menyibukan diri dengan ponsel yeoja bodoh itu yang kuletakan di counter dapur.

“Wae?” suaraku seperti mengagetkannya sehingga ia mendongak cepat dan menatapku seakan-akan dia baru melihat hantu.

“Ani, Kai ini ponsel milik siapa? Ini bukan ponselmu tentu saja.”

“Ah.. itu ponsel seseorang yang tidak sengaja terbawa olehku. Ada apa?” tanyaku tidak acuh sambil mengeringkan rambutku dengan handuk putih di tanganku.

“Ani, aku hanya saja…” Kyungsoo terlihat ragu sesaat lalu dia memegang dagunya seakan sedang berpikir keras. Aku masih menatapnya tidak peduli sampai ia mengatakan hal selanjutnya, “Ponsel ini mengingatkanku pada teman lamaku.”

“Mungkin hanya mirip?”

“Mungkin saja, tapi phone strap ini benar-benar sama dengan yang kuberikan untuk teman lamaku itu.” aku berpikir sejenak, adakah kemungkinan Kyungsoo berteman atau bahkan mengenal si Hae-Hae itu?

Seingatku Rein mengambil jurusan accounting di Joonmyung University. Kemungkinan si Hae-Hae itu juga kuliah disana. Sementara Kyungsoo merupakan mahasiswa dari Makyeol University. Aku mencoba berpikir namun tidak menemukan jawabannya. Sehingga aku mengambil asumsiku yang satu ini.

“Mungkin hanya perasaanmu saja, Soo-ya. Yeoja aneh dan menyebalkan seperti dia kecil kemungkinannya berteman baik dengan namja lemah lembut sepertimu.” Aku terkekeh sendiri dengan pernyataanku.

Namun Kyungsoo hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, aku mengambil ponsel itu dari hadapan sahabatku lalu memasuki kamarku. Bersiap terjun ke alam mimpi.

 

-:Chanyeol’s PoV:-

“Ash!!!” aku membuka pintu apartemenku dan menerobos masuk begitu saja menuju kamar tanpa memperhatikan Baekhyun maupun Chen yang masih bermain kartu berdua. Sungguh tidak ada kerjaan sekali.

“We? Yeol!”

Aku bisa mendengar suara Chen, tapi tidak aku hiraukan. Yang perlu aku lakukan adalah merenung dan menyalahkan diriku sendiri. Hash! Kubuka ponselku dan memandang beberapa deretan kalimat di sana.

Geum Ilhae:

Ehehehe…

Yeol, tolong jemputlah Rein di kampus jam 9 ini ya?!

Tidak ada penolakan kumohon, darurat!

Gomawo!!

Ck! Kenapa aku tidak menolaknya saja? Hah… aku benar-benar merasa melakukan hal yang sangat salah. Well, dari awal aku memang salah.

Jung Rein.

Aku menghela nafas dalam. Tidakkah yeoja itu bisa berdamai denganku? Kata-katanya sebelum menutup pintu tadi juga sikapnya yang memang tidak ramah dari awal. YA! Kenapa semuanya menjadi sesulit ini?! Aku mengacak-acak rambutku frustasi.

Ini.

Sangat.

Tidak.

Benar!

Yeol apa yang telah kau lakukan saat itu! Kau sangat tahu bagaimana watak seorang Jung Rein tapi kau tetap melakukannya. Terlalu nekat dan sekarang….. ARGH!

Kau baru saja keceplosan!

Aku memaki diriku sendiri. Mengapa aku bisa sangat stress dan sakit kepala hanya untuk Rein? Aku bahkan bisa dikatakan selalu menghabiskan waktu terlalu banyak untuk memikirkan yeoja itu… contohnya seperti sekarang. Tergolek tidak berdaya diatas ranjang sembari menyiksa diri.

Aku sekali lagi menghela nafas kemudian bangkit. Kakiku langsung membawaku ke meja kerjaku. Tempatku menyimpan kamera SLRku dengan baik. Juga tempat foto-foto berserakan disana. Foro-foto project kuliahku tentang ‘your inner heart’ sungguh tema yang sedikit sulit. Aku mendudukkan diriku di kursi, perlahan memilah-milah lagi hasil jepretanku. Ada seorang yeoja yang sedang mengasuh anak-anak di taman, ada juga harabeoji pemilik toko bunga di belokan yang sedang bersenandung sambil menyiram bunga-bunganya, jangan lupakan aku juga melakukan hal usil dengan memotret Chen juga Baekhyun yang sedang menyanyi di studio. Semuanya terlihat bahagia dengan apa yang mereka lakukan, seperti itulah apa yang berada di dalam hati mereka. Mereka melakukan semuanya dengan tulus tanpa beban – ringan.

Aku terus melihat foto-foto yang terkadang terselip foto pemandangan asal yang kusukai, dan juga foto Jung Rein. Foto yang aku ambil ketika tanpa sengaja melihatnya di perpustakaan, sedang bertekun dengan berkas-berkas didepannya. Walaupun terlihat sekali yeoja itu sedang stress dengan berbagai kertas didepannya itu, tetapi masih ada seberkas senyum disana.

Yeoja yang terlalu mencintai akuntasi itu…

Yeoja yang sangat keras dan berharga diri tinggi…

Yeoja yang sangat suka kupandangi diam-diam ketika sedang tekun dengan aktifitasnya…

Aku bisa merasakan sudut bibirku terangkat.

Well, you must know that you make me crazy Jung Rein, someday.

Kau terlalu gila Park Chanyeol.. tapi, aku tidak keberatan gila untuk Jung Rein. It’s a pleasure.

To Be Continue…

 


[FREELANCE] AYYO WHADDUP KRIS!!

$
0
0

KM

Title: AYYO WHADDUP KRIS!!

Genre: friendship,brothership,hurt/comfort

Cast: Chanyeol, Kris , EXO member

Length: Oneshoot

Rating: G

Author: @noodlesoup6

Disclaimer : All cast doesn’t belong to me ;)

 

“Kamjjong kembalikan chicken fillet ku!!”

“Yaah! Kau sudah mengambil jatah salmon nya Chanyeol hyung!”

Beginilah suasana makan malam di dorm Exo. Keributan adalah satu hal yang dianggap wajar, apalagi jika 12 orang yang beda kepribadian dijadikan satu. Keributan kali ini dimulai saat Chanyeol memberikan potongan salmon nya pada Sehun,karena dia alergi pada beberapa jenis seafood. Melihat itu, muncul keisengan Kai yang merasa dia juga berhak mendapat “extra side-dish” juga.

“Yaah Kamjjong magnae jadi-jadian! Chanyeol hyung memberikan salmonnya! Aku tidak memintanya! Masa rejeki ditolak?”.

-Pleetttakk-

Mendengar nada bicara Sehun yang sedikit kurang sopan untuk dilontarkan seorang dongsaeng pada hyungnya, tanpa ragu-ragu kai menjitak kepala Sehun. Biar saja, ia tidak takut bila magnae ini menangis dan mengadu pada Luhan Hyung,Suho Hyung atau siapapun.

“Itu hukuman untuk dongsaeng nakal sepertimu! Berbicaralah yang sopan padaku,dan panggil aku dengan sebutan ‘hyung’!”.

“Apa perbedaan usia 3 bulan membuatmu lebih dewasa dariku? Xiumin hyung yang lebih tua 4 tahun saja belum tentu!”

-Pletttaak-

Kalimat sarkastik Sehun tersebut mendorong Xiumin untuk melakukan hal yang sama dengan apa yang Kai lakukan.

“Belajar bicara seperti itu darimana,Magnae?” tanya Xiumin sambil menggembungkan pipi baozinya.

“Auuuu!! Appo!! Luhan Hyuuung!! Huweeee!”

-plettakk-

-Plettakk-

Karena tidak tahan dengan keributan ini, Sang eomma d.o menjitak kedua magnae nya.

“Appoo Hyuung!” teriak kedua magnae exo-k ini.

“Diam,, makanlah dengan tenang! Atau tidak ada dessert untuk kalian berdua!!”

Mendengar ancaman Kyungsoo, Kai dan Sehun tidak berani lagi berbuat heboh di meja makan.

Setelah makan malam, para member exo berkumpul di depan TV sambil melakukan kesibukan mereka sendiri-sendiri menunggu waktu tidur. Untuk beberapa bulan kedepan, kedua exo-k dan exo-m akan berpromosi sebagai Exo.

“Aaah!! Baekhyun-ah! Geli! Kau mau aku tendang, hah?!”. Lay berteriak ketika ia merasakan ada sesuatu yang menggelikan di kakinya.

“Aduuh,Mama exo-m bisa marah juga! Takuuut! Wajahmu lucu sekali Yixing hyung!”. Baekhyun menertawakan Lay yang memarahinya.

“Berhenti menggangguku Byun Bacon! yaah! Chanyeol-ah! Bilang pada soulmate mu ini untuk berhenti menggangguku atau aku tidak mau bermain gitar bersamamu lagi!”.

***

Chanyeol POV

Tik..tik..tikk..aku bahkan bisa mendengar jarum jam berdetik di kamar ini. Semua member sudah tidur. Tapi aku sama sekali tidak bisa tidur. Tiap kali aku memejamkan mata, beat-beat rap dan melodi-melodi gitar terus terngiang di kepalaku. Aku ingin menulis liriknya. Aku ingin menciptakan koreo untuk beat-beat itu. Aku ingin me recycle beberapa lagu yang terus mengalun dikepalaku.

“Aaaghh,, aku benar-benar ingin ke studio latihan sekarang. Bisakah aku pergi diam-diam?.”

Aku mencoba bangkit dari tempat tidur dan keluar kamar tanpa menimbulkan suara sedikitpun.

“eeugh..”. Aku terkejut saat aku mendengar Xiumin Hyung yang tidur di ranjang single bed sampingku melenguh.Aku melihat boneka bantal kesayangannya yang berbentuk baozi jatuh dilantai dan selimutnya tersingkap. Yaak! Jangan sampai Xiumin Hyung terbangun! Rencanaku bisa kacau!

Aku mengambil bantal yang dibawah samping tempat tidurnya. Aku menaruhnya kembali dipelukan Xiumin Hyung,dan menyelimutinya kembali. Setelah aku memastikan Xiumin Hyung tertidur dengan nyaman, aku beranjak keluar.

“Jaljayo,Xiumin Hyung!” Aku berbisik sambil mengelus kepala Hyung Baozi ku ini.

Aku berhasil keluar kamar.Aku mengambil coat-ku yang tergantung di hanger ruang tamu dan berjalan ke luar dorm.

“Grrrrr!! Dingin Sekali studio ini!”. Setelah aku menyalakan penghangat ruangan, aku mulai tenggelam pada keasyikannku me recycle lagu.

“yeahh, ohh..check it up, check it up yo..yoo”.

Aku mencoba beberapa beat kedalam lirik.Aahh! Suara beratku memang cocok dengan lagu-lagu rap! Hmm,,Kris Hyung juga memiliki suara berat! Aku ingin sekali menyanyikan lagu ini berduet rap dengan Kris Hyung.

“Hmm, buat part ini, sebaiknya dikasih koreo seperti…”

Aku melangkah ke depan cermin dan melakukan beberapa gerakan. “Ah, yang ini tidak pas”. Aku terus mencoba beberapa gerakan. Sepertinya, aku masih kaku. Mungkin besok setelah latihan aku akan meminta Kai dan Lay Hyung untuk mengajariku beberapa teknik dance.

Tak terasa sekarang sudah jam 5 pagi,dan aku sama sekali tidak merasa lelah atau mengantuk. Gawat! Aku harus segera kembali ke dorm sebelum ada member yang menyadari aku tidak ada. Aaggh! Padahal aku lagi asyik merampungkan lagu ini! Baiklah, aku akan kembali ke dorm satu jam lagi.

***

Aku pelan-pelan memasuki dorm saat kulihat kearah jam yang menunjukan tepat jam 6 pagi. Biasanya, sebentar lagi Kyungsoo dan Lay Hyung akan bangun untuk menyiapkan sarapan untuk semua member.Hari ini kita ada jadwal latihan jam 8 pagi. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau kembali ke tempat tidur. Aku terlalu bersemangat untuk menjalani hari ini, dan mengcover beberapa lagu lagi. Aku sangat bersyukur aku bisa bekerja sesuai passion ku. Aku tidak merasakan lelah sedikitpun.

Aku berjalan kearah dapur untuk mengambil gelas. Ah, aku tau,biar aku akan menyiapkan sarapan pagi ini. “Enaknya sarapan apa yah pagi ini?”. Aku memperhatikan isi lemari es kira-kira apa saja yang bisa aku buat dengan kemampuan memasakku yang terbatas. Ada roti, keju, susu, beef bacon, salad dan kentang beku. Ah, aku akan buat sandwich saja! Tidak apa-apa kan, sarapan pagi ini western style? Daripada aku meracuni semua member kalau aku memaksakan diri masak makanan korea?! Kkekekkek!

Aku mencicipi masakanku setelah 1 jam memasak. Walau makanan ini terlihat enak, sepertinya aku tidak begitu lapar.“ommo? Kenapa telur ini terasa pahit di mulutku? Rasanya sakit sekali waktu aku menelannya?”. Aku mengambil keju yang sudah kuparut dan memakannya sedikit. “Keju ini juga terasa pahit!”. Aneh sekali, apa aku sakit? Tidak mungkin, aku sangat bersemangat hari ini. Ah, biarlah lah. Mungkin karena aku terlalu bersemangat.

“Chanyeol-ah, kau sedang apa?”. Tiba-tiba Lay Hyung datang ke dapur. Dia cukup terkejut melihat keadaan dapur yang berantakan, dan sarapan sudah siap.

“Aku? Menyiapkan sarapan… ada yang aneh,hyung?” Tanyaku pada Lay Hyung yang sepertinya tidak mempercayai apa yang dia lihat.

“Yaa! Chanyeol-ah! Apa kau ingin meracuni semua member?”.

“Haha, sini Hyung, cobalah!”. Kataku sambil mengiris sepotong roti untuk kuberikan pada Lay Hyung. Lay Hyung memakannya dengan tatapan ragu-ragu. Tapi itu tidak berlangsung lama.

“Ehmm.. enak!”. Lay Hyung memuji sandwich buatanku.

“Tolong bantu aku meletakkan sandwhich ini ke meja makan, Hyung”.

“Baiklah”. Lay membawa beberapa piring yang telah berisi french fries, salad dan sandwich. Setelah semua piring tertata dimeja, Lay merasa ada yang janggal.

“Chanyeol-ah, mengapa hanya ada 11 piring?”.

“Aku sudah makan Hyung. Karena yang ku masak banyak,aku mencicipinya sedikit-sedikit sambil menunggu sisanya matang.” Yeah,, ini yang aku sebut “White Lies”.

“Benarkah? Kalau gitu,sebaiknya kau mandi saja.”

“OK!”

Chanyeol POV end

“Yixing-ah, tumben sekali kau memasak ala western style gini? Aku jadi kangen masa-masa SMA ku di Kanada” Kata Kris yang baru saja duduk dimeja, terkejut melihat sarapan pagi ini sedikit berbeda dari biasa.

“Haha, bukan aku yang memasak, Kris Hyung, ini Chanyeol yang masak. Sepertinya dia bangun kepagian.Dia sudah makan sambil memasak ini semua. Tadi aku menyuruhnya mandi.”

“Chanyeol Hyung yang masak? Berarti makanan ini virus semua?!” Semua member men- death glare Tao karena komentarnya yang kelewat polos itu.

“hmm,, enak juga!” Kata Suho yang baru memakan sandwich nya.

“Suho Hyung, Jadwal kita hari ini apa saja?” Tanya Chen.

“Hari ini kita latihan sampai jam 1 siang, setelah makan siang, baekhyun,d.o, tao,sehun ada interview dan live performance di Arirang Pops In Seoul sampai jam 6 Sore. Sisanya latihan individual di studio.” Suho menjelaskan

“Kita berangkat ke Jeju kapan Suho-yah?” Tanya Xiumin.

“Kita berangkat jam 2 siang ke bandara. Untuk 2 hari kedepan, jadwal kalian hanya latihan di studio saja sampai jam 6 sore. Aku sengaja minta pada manager hyung untuk sedikit melonggarkan jadwal selama aku , Luhan Hyung dan Xiumin Hyung pergi ke Jeju.”

“Gomawoyo Suho (Hyuung)!” teriak semua member pada guardian angel mereka ini.

“Untuk member Exo-K patuhlah pada Kris Hyung selama aku tidak ada!”

“Siipp!!” Teriak Sehun dan Kai. Mereka langsung membayangkan indahnya melihat wajah cool,sexy,elegan leader Exo-M ini berubah menjadi wajah orang bodoh.

Tiba-tiba kedua magnae exo-k itu merasakan tangan dingin menyentuh bahu mereka. Aura dingin makin menyelimuti mereka saat bisikan suara rendah berbahaya dan berat mendekat ke telinga mereka.

“Aku tidak segan-segan untuk mengirimkan teman untuk tikus dan kecoa di gudang samping dapur itu, 94 Maknaedeul-NIM”.

Ya, Leader exo-m ini memang tidak diciptakan untuk bermanis-manis membujuk dongsaeng nya yang nakal.Kau bisa bermanja-manja dan beraegyo pada dduizzang satu ini. Tapi Sang Dduizzang cenderung melakukan “tindakan” daripada membujuk dengan kata-kata jika kau tidak mematuhi perintahnya,atau berani membantah apa yang dia katakan. Member Exo-K seharusnya lebih bersyukur!

“Halo-haloo.. bagaimana masakanku? kalian tidak keracunan kan?! Ahh, sepertinya, aku ada bakat memasak! Aku memang multi talented!”.

Happy virus itu langsung membuat ruang makan heboh dengan rambut yang masih sedikit basah.Penampilannya yang habis mandi saat itu bisa dibilang cukup untuk membuat para yeoja teriak. Kaos dalam putih yang lumayan ketat memperlihatkan badannya yang tinggi sempurna itu dipadu dengan celana jins casual.

“Kau bilang masak,Chanyeol-ah? Kau hanya menyusun semua bahan dan membakar roti! Semua orang juga bisa! weeek” Baekhyun langsung meledek partner in crime nya.

“Bilang saja kau iri, Bacon! Hahahaha!”. Sambil meledek balik Chanyeol duduk di kursi kosong samping Xiumin. “Baozi Hyung,, jaljayo?” Aku menyapa Xiumin Hyung sambil iseng menusuk lembut pipi baozi nya dengan jariku.

“Park Chanyeol! Singkirkan tanganmu dari pipiku,aku sedang makan!” Kata Xiumin sambil mengunyah saladnya. Dimata Chanyeol dan member lain, saat itu Xiumin persis seperti kelinci yang sedang mengunyah wortel. Sangat imut dan lucu. “Xiumin Hyung, kau seperti anak kelinci! Hahaha!” bukannya berhenti, Chanyeol malah kini menusuk pipi Xiumin dengan kedua tangannya. Member lain mulai tertawa.

“Berhenti menggangguku,Chanyeol-ah!!”

Karena gemas dengan ulah Chanyeol dan kesal karena ditertawakan member, Xiumin menyuapkan sisa potongan telur terakhir di piringnya ke mulut Chanyeol dengan paksa agar ia diam. “Makan ini saja!”. Xiumin meninggalkan meja makan dan membawa piring kotornya ke dapur.

Chanyeol mau tak mau harus mengunyah dan menelan potongan telur yang tadi disuapi Xiumin.”Kenapa telur ini jadi makin pahit dimulutku?aagh,, tenggorokanku makin sakit!”. Chanyeol langsung mengambil air putih di depan meja, reflek memegang lehernya dan sekilas,ekspresi tidak nyaman terlihat di wajah Chanyeol.Tetapi ekspresi itu tidak berlangsung lama, sehingga tidak ada member yang menyadarinya.

Tidak,ternyata diam-diam, mata tajam Sang dduizang melihat ada yang aneh dengan sesama “tower line” nya ini. “Apa dia baik-baik saja?” pikirnya dalam hati.

****

“Hwaahh aku lelah sekali!”.Latihan dance 5 Jam nonstop menguras energi semua member. Chen,Kyungsoo,Tao dan Luhan saling bersandar dipojok ruangan,Suho membawakan beberapa minuman ringan,sementara Lay dan Kai masih mencoba beberapa koreo yang baru mereka ciptakan.

“Lay hyung, Kai.. apa kalian ada waktu sebentar?” Chanyeol

“Kenapa, Chanyeol Hyung?”

“Tolong ajari aku beberapa teknik dance.”

“Ah? Untuk apa, kau kan rapper? Mau nyambi jadi lead dancer juga?”

“Aku hanya ingin belajar, memang tidak boleh? Kalau kalian ingin belajar rap, pasti dengan senang hati aku ajarkan!”

Kai dan Lay mengajari satu teknik yang dimaksud Chanyeol tadi. Setelah memberikan pengarahan selama 10 menit, mereka istirahat duduk dipinggir ruangan sambil melihat dan memperbaiki gerakan Chanyeol yang baru saja mereka ajarkan.

“Chanyeol Hyung, apa kau tidak lelah?” tanya Sehun sambil minum bubble tea yang dibawakan Suho.

Chanyeol POV

“Chanyeol Hyung, apa kau tidak lelah?” Aku mendengar Sehun bertanya padaku. Aku menghentikan gerakan yang sedang kulakukan.Entahlah,,aku merasa sesuatu yang aneh pada tubuhku jika aku diam.

“Haha,, tidak!”

“Makan siang siap!!”

Tiba-tiba Luhan Hyung dan d.o datang membawa 12 box makan siang kami. Makan siang??! Tidaak!! Aaaghh,, aku harus apa sekarang? Aku tidak bisa mengunyah dan menelan makanan sama sekali.Semua member mulai berkumpul membentuk lingkaran di lantai ruang latihan. Mereka membuka kotak makan siangnya masing-masing. Aku dengan ragu membuka kotak makan siangku sebelum member lain melihat aku bertingkah aneh.

“Apa? Mengisi acara untuk program cover lagu rap? Untuk program mid-night malam ini? Ah,sepertinya tidak bisa, itu mendadak sekali. Kita belum meng arasemen lagunya!”.

Aku tersentak kaget mendengar suara manajer hyung yang sedang berbicara di telepon di depan ruang latihan. “cover lagu rap??!”. Aku melihat manajer hyung menyudahi pembicaraannya dan berjalan melewati ruang latihan kami.

“Suho Hyung,, aku mau bertemu manajer hyung sebentar.. Ada yang ingin aku tanyakan”. Aku cepat-cepat berdiri sebelum manajer hyung menghilang.

“Bawalah kotak makan siangmu,Chanyeol! Berbicara dengan manajer hyung kadang tidak tentu berapa lama!” Aku mendengar Suho Hyung menahanku ketika aku keluar ruangan.

“eum,, baiklah, terima kasih Suho Hyung”. Dengan ragu aku mengambil kotak makan siangku dan segera pergi mengejar manajer hyung. Mungkin aku terkesan jahat, tapi kali ini aku sangat bersyukur aku tidak makan siang bersama mereka…

“Manajer Hyung!! Manajer Hyung!!”

“Ada apa Chanyeol-ah?”

“Manajer Hyung, barusan kau berbicara tentang program cover lagu rap? Program apa itu?”

“Ah, itu acara yang diadakan secara live di TV cable internasional KBS World. Karena permintaan fans di Amerika untuk ditayangkan pada jam Prime Time, jadi acara ini akan berlangsung tengah malam disini. Tema acara nya covering rap song. Acara itu mengundang rapper-rapper internasional dan beberapa idol. Tetapi syaratnya kita harus me remix lagu rap itu sendiri. Kita tidak mungkin membuat nya,jadi aku tolak tawaran itu”.

“Manajer Hyung, kumohon,,ikut aku ke studio rekaman sekarang! Aku akan menunjukkanmu sesuatu!”.

“Yak! Apa yang kau inginkan, Chanyeol?”

*Studio Rekaman

“Bagaimana Hyung lagu aransemenku ini? Hyung, aku sangat ingin berduet rap dengan Kris Hyung untuk lagu ini, mohon terima tawaran itu,Hyung”.

“Wow.. bagus sekali aransemennya, dan koreo nya tepat sekali pada beat-beat itu! Kau benar-benar rapper yang berbakat, Chanyeol! Baiklah, aku akan bicara dengan Kris, nanti malam kalian akan tampil live di KBS World jam 12 malam”.

“Terima kasih Hyung!” Aku amat senang mendapat kesempatan ini.

“Berlatihlah dengan Kris setelah makan siang!”

“Sipp!! Sekali lagi terima kasih, Manajer Hyung!” Aku membungkuk dan kembali ke ruang latihan. Saat berjalan, aku berpapasan dengan cleaning service yang barus saja mengepel lantai.

“Ahjusshi, aku ingin memberikan ini untuk ahjusshi!”. Aku memberikan kotak makan siangku yang masih tersegel rapi belum sempat kubuka. Aku tidak ingin makan sama sekali. Aku mau langsung berlatih dengan Kris Hyung.

“Terima kasih, Tuan. Anda baik sekali”.

“Sama-sama.Panggil saja aku Chanyeol, ahjusshi. Anda juga sudah bekerja keras.” Aku membungkuk memberi salam pada cleaning service itu sebelum belok ke ruang latihan.

Diruang latihan, aku menjumpai Kris Hyung dan Manajer Hyung sedang bercakap-cakap. Sepertinya mereka sedang membicarakan jadwal untuk besok. Member lain sepertinya sudah pergi untuk berlatih individual.

“Mulailah kalian berlatih.” Kata Manajer Hyung sambil meninggalkan ruang latihan.

“Kris Hyung! Boleh tolong nyanyikan part rap ini? Part ini mulai dengan beat ini!” Kris Hyung mengambil kertas yang aku berikan tanpa mengalihkan pandangan matanya padaku.

“Apa kau sudah makan?”

“aa,, aku sudah makan tadi selagi aku berbicara dengan manajer hyung! ehrmm”.

Ouch,, tenggorokkanku makin gatal.

“ Bagus sekali aransemen mu! Kapan kau membuatnya?”

“aah.. itu,beberapa hari lalu waktu di mobil jalan pulang Hyung.. dan kemarin… sebelum pulang ke dorm aku mampir ke studio rekaman sebentar”.

Kini aku mengakui fakta, kalau sekali kita berbohong, kita akan menciptakan kebohongan-kebohongan lain.Aku mencoba menghidari tatapan Kris Hyung sambil membuat suaraku se-normal mungkin. Sepertinya suaraku makin berat.

Kami memulai latihannya. Kris Hyung keren sekali. Dia juga menambahkan beberapa kata dalam Bahasa Inggirs sehingga aransemennya semakin keren. Aku merubah beberapa beat sehingga cocok untuk kata Bahasa Inggris itu.

“Kau keren sekali, Hyung!”

Kami asyik berlatih selama 4 Jam.Tidak kerasa hari hampir gelap. Tinggal mempertajam koreo tadi, aku yakin duet ini akan menjadi penampilan terbaik besok. Sepertinya Kris Hyung mulai kelelahan. Dia berjalan kepinggir ruangan untuk minum air putih.

Aku sama sekali tidak ingin minum,atau beristirahat. Aku hanya ingin terus bergerak untuk menghilangkan rasa nyeri yang aneh di seluruh tubuhku, terutama di tenggorokanku.

“Minumlah, Chanyeol! Tubuhmu berkeringat sekali”

“Aku belum haus, Kris Hyung…”. Kris Hyung berdiri ditempatnya menghmpiriku sambil membawa botol minum untukku.

“Kau itu manusia kan, bukan onta?”

Ok, ini tidak baik.. aku mulai mengantisipasi nada bicara dan raut wajah Kris Hyung yang mulai….mengerikan. Kris Hyung menghentikan gerakkanku dan menatapku lekat-lekat.Dan ini semakin mengerikan.

“Apa kau sakit?”

“Aku baik-baik saja Kris Hyung, kalau aku sakit tidak mungkin aku bisa berlatih”

“Kalau kau baik-baik saja, minumlah yang banyak!”

Chanyeol POV end

Kris POV

Aku memberikan botol minum itu padanya. Dengan ragu-ragu dia mengambilnya dari tanganku. Aku terus memperhatikannya dengan tatapan mematikan. Dia mencoba menghindari tatapanku ketika akan minum. Dia meminumnya sedikit. Sebaik apapun dia menyembunyikan ekspresi wajahnya saat menelan,aku tetap bisa melihat bahwa dia tidak baik-baik saja.

Aku sangat terkejut saat aku memegang dahi Chanyeol yang penuh dengan keringat. Amat panas. Aku sangat yakin tenggorokannya sakit sehingga membuatnya tidak bisa minum dan demam tinggi seperti ini.

“Kris Hyung, Kau ini kenapa? Apa aku ada salah?”

“Kita ke rumah sakit sekarang!”

“HYUNG!! Kau bicara apa?! Bagaimana dengan acara kita malam ini? Eehhrrmm.Hyung, kumohon…ehhmmm”.

Aku mendengar suaranya yang makin berat dan sulit untuk bicara. Tanpa bicara aku terus mencengkram lengannya dan menyeretnya terus sampai ke lobby. Dia mencoba berontak dan menarikku kembali ke ruang latihan.

“Kris Hyung… ayo kembali ke ruang latihan. Ehhrrmm”.

Sepanjang jalan dia terus merengek dan memohon padaku untuk kembali.Seperti anak kecil yang ketakutan kalau dibawa ke dokter. Aku tidak bisa dan tidak mau bernegosiasi apapun dengannya saat ini. Aku tau ini konyol dan kekanak-kanakan untuk kami yang sudah berusia 20-an. Aku bisa melihat beberapa sunbaenim,trainee dan staff memandang kami terkejut. Aku mendengar Seohyun-sunbaenim berteriak ketakutan dan bersembunyi dibelakang Tiffany sunbaenim.

“Eonnii!!”

“Seohyun-ah gwenchana, kalau ketemu aku akan membuat perhitungan dengan kedua tiang listrik pabbo Exo itu! Sudah, jangan takut”.

Aku bahkan sempat mendengar sedikit ketika Tiffany sunbaenim mencoba menenangkan maknaenya yang membuatku ingin tertawa.

Segera saja aku memanggil taksi di depan lobby dan menuju rumah sakit.

***

Rumah Sakit

“Bagaimana keadaannya uisa?”

“Chanyeol-shi terkena faringitis akut. Kalau ia terus memaksa untuk bicara, apalagi menyanyi tenggorokannya semakin meradang dan itu akan berdampak buruk kedepannya. Ia harus benar-benar istirahat minimal selama 2 hari tanpa melakukan apa-apa.Dia juga tidak boleh banyak bicara karena itu akan memperparah peradangan di tenggorokannya.”

“Kris-shi, tolong jaga baik-baik Chanyeol-shi di rumah. Bujuk dia perlahan untuk makan dan minum yang banyak meskipun mulutnya pahit atau tenggorokannya nyeri saat menelan makanan.”

“Sesakit itu uisa? Lalu kenapa Chanyeol dari tadi seperti tidak mempunyai rasa lelah? Dia amat bersemangat hari ini.”

Uisa menghela nafas perlahan.

“Ada beberapa orang seperti Chanyeol-shi ini.Dia tidak menyadari rasa nyeri pada seluruh tubuhnya akibat peradangan tenggorokannya ini. Dia terus saja bergerak untuk menghilangkan dan mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit dan nyeri itu.Kalau dia diam, rasa sakit itu akan sangat terasa, tapi dengan begini daya tahan tubuhnya semakin lemah.Akan sulit untuk memulihkan peradangan di tenggorokannya. “

“Oh iya, apa Chanyeol-shi tidak makan hari ini? Tekanan darahnya rendah sekali. Ditambah aktivitas berat yang ia jalani hari ini, membuat daya tahan tubuhnya semakin turun dan memperparah peradangannya!”

Mendengar perkataan uisa, kecurigaanku dari tadi pagi terbukti.Aku hanya bisa menghela napas berat. Sejujurnya aku masih bingung apa yang harus aku lakukan. Aku merasa amat bersalah pada Suho karena tidak bisa menjaga anggotanya dengan baik.

“Baik, uisa. Kamsahamnida, kami permisi dulu”.

“Menjaga seorang Park Chanyeol untuk diam? Apalagi disaat dia sedang semangat-semangatnya untuk pergi ke acara nanti malam! Aagh, mengapa saat seperti ini terjadi saat Suho sedang tidak ada? Posisiku sebagai Leader dan Hyung benar-benar sedang diuji” Batin Kris berkata.

Kris POV end

***

Dorm, Kamar Chanyeol

“Lay Hyung,, ijinkan aku bangun, badanku terasa dingin dan sakit semua. Aku merasa lebih baik kalau aku berkeringat.” Chanyeol terus saja bergerak-gerak gelisah di tempat tidurnya. Lay dengan sabar meletakkan handuk basah di kening Chanyeol seraya membetulkan letak selimut Chanyeol yang beberapa kali tersingkap karena dia tidak bisa diam.

“Chanyeol-ah, bersabarlah.Pejamkan matamu, cobalah untuk tidur”. Lay berkata dengan lembut. Lay tahu, yang saat ini dibutuhkan untuk menetralkan suasana chaos malam ini hanyalah kesabaran. Tiba-tiba ia mendengar seseorang masuk ke kamar.

“Cleaning Service Ahjusshi menitipkan ini untuk Tuan Park”. Kris masuk dengan membawa sekotak kue ditangannya. “Pintar sekali kau berbohong, Chanyeol.”

“Kris Hyung, jangan menyudutkan aku lagi! Ayo kita pergi ke acara itu, acaranya hampir dimulai.”

“Membiarkanmu mengisi acara dengan kondisimu seperti ini? Lebih baik aku membunuhmu sekarang saja, PARK CHANYEOL!” Kata-kata Kris Hyung sangat menusuk.

“….Mungkin aku akan lebih bahagia jika mati dalam keadaan melakukan hal yang ku suka…”

“PARK CHANYEOL, JAGA BICARAMU!!!”

“Kris Hyung, tenanglah! Chanyeol sedang sakit. Maklumi jika dia bicara seperti itu”

“Kris Hyung, Kumohon, Kalau kau tidak mengijinkanku pergi,pergilah ke acara itu sendiri. Tampilah solo disana, Hyung. Kris Hyung, aku mohon, aku mohon. Ehhrmmm”.

Tanpa sadar Chanyeol menangis. Baru kali ini Happy Virus ini menangis. Ia terus memohon pada Kris untuk tidak membatalkan acara itu sambil memegangi lehernya yang terasa makin sakit.

–BRAAKKK–

Kris membanting pintu dan keluar meninggalkan kamar Chanyeol.

Mendengar suara pintu dibanting, Tao, Sehun,Kai dan Chen terkejut.

“Chen hyung, apa yang terjadi dengan mereka? Aku takut”. Tao ketakutan mendengar bentakan dan suara pintu dibanting.

“Aku dan Kai akan coba berbicara dengan Kris Hyung, dan kalian tetaplah disini sampai Kris Hyung mulai tenang, arachi?”

“Arasso Hyung”.

Ketika Chen dan Kai keluar kamar, mereka berpapasan dengan Lay yang baru keluar kamar Chanyeol. “Chen,Kai… biar aku saja yang bicara dengan Kris Hyung, kalian boleh tolong jaga Chanyeol?”.

“Oh, Baiklah Lay Hyung”. Fuiih,, akhirnya Chen dan Kai selamat dari tatapan menusuk dan semprotan lidah tajam leader Exo-M itu.

“Kris Hyung, aku rasa Chanyeol benar… pergilah ke acara itu! Kau pasti bisa membawakannya secara solo.Ini kerja kerasmu dan Chanyeol” Lay meyakini Dduizangnya untuk mewujudkan impian dan kerja keras Chanyeol, member exo dan dirinya sendiri.

“Kris Hyung, aku yakin setelah ini kau akan ‘naik kelas’ menjadi leader yang lebih baik. Ayo hadapi semua ini dengan kepala dingin. Bersabarlah sedikit menghadapi tingkah member-member. Jadi leader yang disegani, bukan yang ditakuti. Janganlah berkata setajam itu, Kris Hyung. Untung ini Chanyeol, dia tidak akan sakit hati dengan kata-katamu. Tapi bagaimana kalau yang diposisi Chanyeol itu Sehun atau Tao yang sensitif?”.

“Kau tau aku sangat mengkhawatirkannya? Apa yang harus kulakukan sekarang,Yixing?”

“Pergilah ke acara itu, Hyung.Tunjukan pada semua orang kalau Exo mempunyai rapper 2 berbakat. Aku yakin kau akan berhasil dengan baik. Kau tidak usah menghawatirkan Chanyeol, aku dan Kyungsoo akan menjaganya disini. Pergilah bersama Kai dan member lainnya.”

“Kau yakin?”

“Ne”

***

Backstage KBS World

Kris POV

10 menit lagi giliranku tampil. Aku berada di ruang ganti bersama beberapa member. Aku bisa sedikit bernapas lega saat Lay memberi kabar bahwa Chanyeol sudah mau makan dan saat ini dia tertidur. Aku sangat berterima kasih pada dongsaengku itu. Aku kagum akan sifat lembut Healing Unicorn itu. Dia selalu bisa mengatasi masalah tanpa emosi.

Panggung itu terlihat jelas. Bisakah aku menakhlukannya? Banyak orang yang berkata kami hanya mengandalkan tampang saja, tanpa bakat. Bisaka aku membuktikan itu salah?… atau penyataan itu semakin terbukti benar? Kini aku akan berdiri sendiri, membawa nama Exo dimata dunia.

“Kris Hyung, yakinlah kau bisa tampil dengan baik”. Tao dan member lain terus meyakiniku. “Apa yang kau takutkan? ada kami disini, kau tidak sendiri” Sehun dan Kai juga tidak henti-hentinya mendukungku. Sementara Chen dan Baekhyun terus merangkulku dan menggenggam tanganku yang dingin. “Jangan merasa kau sendiri, Hyung. Lakukan saja seperti yang sudah kau latih siang tadi. Lepaskan bebanmu, Hyung”.

Berkali-kali aku menghembuskan napas berat. Aku tersenyum ke semua dongsaengku. Benar, aku tidak sendiri. Aku mulai bisa melepaskan bebanku perlahan saat aku mendengar MC meneriakkan namaku.

<i>Yeah..Step back! So for first time I need y’all to roar! Now what the hell are you waitin for?</i>

Aku tidak tahu apa yang kurasakan 3 menit setelah itu. Yang ku sadari kini aku hanya bisa membungkuk dalam-dalam ke penonton di studio yang berdiri dari tempat duduknya bertepuk tangan sambil meneriakkan nama exo. Aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi saking lelahnya hari ini.

Huuft.

“What a day”

***

3 AM KST.

“Kris Hyung.. bangun Hyung.. kita sudah sampai dorm” Antara sadar dan tidak, aku mendengar suara Baekhyun membangunkanku. Aku membuka mataku perlahan. Di dorm? Apa aku pingsan? Seingatku tadi aku masih di panggung. Ah sudahlah, itu sudah lewat. Setelah masuk dorm, Aku langsung menuju kamar Chanyeol untuk melihat keadaannya. Aku melihat Lay yang tertidur disamping Chanyeol dan D.O yang sedang didepan laptopnya.

“Annyeong d.o-ya” Aku menyapa D.O.

“Annyeong,Hyung. Kris Hyung, Kau hebat sekali. Aku baru saja melihat penampilanmu di youtube. Dan Kau tau, Kau dan Chanyeol Hyung menjadi trending topic world wide karena aransemen yang hebat dan penampilanmu yang sangat keren tadi!”

“Terima kasih D.O-ya, aku tidak mungkin berhasil kalau tidak ada kalian. Bagaimana keadaan Chanyeol?”

“Suhu tubuhnya masih tinggi,Hyung. Dua jam lalu Lay Hyung mengukurnya.”

“Benarkah?” Aku mengambil infrared ear thermometer di meja nakas samping tempat tidur. Aku mendekatkan alat itu ke telinga Chanyeol untuk mengukur suhu tubuhnya. Setelah menunggu beberapa detik, alat itu berbunyi, dan angka 39,2 C tertulis dilayar. Aku menghela napas dan menaruh alat itu kembali.

“Kau tidurlah,aku tahu kalian berdua pasti lelah, biar aku yang menjaga Chanyeol sekarang. Jaga kesehatanmu sebaik-baiknya,ne?” Kataku sambil meluruskan posisi tidur Lay.

“Ne, Hyung, aku mengerti. Aku tidur dulu Hyung”.D.O berjalan keluar kamar Chanyeol.

“D.O-ya, tolong pastikan semua member sudah tidur!”

“Arasso,Hyung”.

Setelah D.O keluar kamar, aku mengganti kompres Chanyeol. Tiba-tiba dia membuka matanya perlahan.

”Euummhh”

“Chanyeol-ah, kau sudah bangun? Bagaimana keadaan mu? Tenggorokanmu masih sakit?”

“Aku merasa lebih baik, Hyung…. Kris Hyung… terima kasih..”

Chanyeol tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia tidak kuat lagi menahan air matanya.

“Kalau aku melihat balik kejadian kemarin, Aku, Kris Hyung dan member lain pasti mengalami waktu yang berat. Dan itu semua karena aku. Dan melihat keberhasilan Kris Hyung di acara itu,aku benar-benar mengakui Leader Exo-M ini sangat hebat. Maafkan aku sudah membuatmu khawatir, Hyung. Aku tau kau sangat menyayangiku.”

Mendengar perkataannya, aku merasa semua bebanku hari ini lepas.

“Aku harap kita berdua bisa lebih dewasa dan lebih baik lagi dalam menghadapi apapun.” Aku tersenyum sambil menghapus air mata di pipinya. Dia tersenyum dan berhenti menangis.

“Kris Hyung!”

“Ne?”

“Bagaimana kalau setelah ini kita coba meng-cover lagu akustik?” Chanyeol menatapku dengan puppy eyes nya. Huft, kapan dongsaengku ini bisa diam? Dia bahkan belum sembuh, sudah memikirkan pekerjaan lain! Sabaar,sabaar. Aku hanya tersenyum sambil mengusap kepalanya. Aku belajar banyak hari ini.

“Sudah jangan bicara lagi. Pejamkan matamu lagi,ne?” Kataku selembut mungkin.

“Kris hyung!!”

“Apa lagi?”

“AYYO WHADDUP KRIS!!!” Dongsaengku satu ini memang nakal! Berani-beraninya dia menggodaku disaat seperti ini.

“Yaaak! Aku bilang tidur! jangan bicara lagi!!”.

Aku terpaksa membentaknya. Aku makin kesal karena dia hanya tertawa.Sepertinya aku memang tidak bisa selembut Healing Unicorn itu.


[FREELANCE] Sorry, I Love You

$
0
0

Sorry,_i_love_you

Author : Little Maknae

Tittle : Sorry, I Love You

Cast : Xi Luhan, Yoon Eun Rim

Genre : Romance, Fluff, Sad

Length : Ficlet

Rate : T

Poster by hcvelxfo

Also published in Personal Blog

2014 © Little Maknae

***

Pertengahan bulan September, 2010

“Luhan! Aku punya teman baru, namanya Oh Sehun!”

Pertama kali menceritakannya, matamu sangat berbinar.

“Lain kali aku kenalkan padamu, ya!”

***

Awal bulan Desember, 2010

“Luhan, Sehun akan ku undang dalam perayaan natal kita. Boleh, kan?”

Aku mengiyakan. Meski sebenarnya aku kurang suka dengan hal itu.

“Luhan, kau yang terbaik!”

***

Awal musim semi, 2011

“Lihat! Aku hebat, bukan?”

Kau menunjukkan burung kertas buatanmu. Dalam hal origami, kau memang yang terbaik.

“Kau hebat, Yoon. Lain kali ajarkan aku, ya?”

“Siap!”

***

Penghujung musim panas, 2011

“Luhan.”

“Apa?”

“Aku menyukai Sehun, sepertinya.”

Ini berita buruk. Kau menyukai orang lain. Perasaan tak suka ini muncul tiba-tiba.

“Bantu aku berpacaran dengannya, ya?”

Dan rasa tak suka itu pun semakin menjadi.

***

Pertengahan musim dingin, tahun 2011

“Yoon, aku akan menunjukkan sesuatu padamu.”

Aku memasuki kamarmu yang bernuansa merah muda itu–warna kesukaanmu. Ku lihat kau meloncat-loncat gembira di atas ranjangmu.

“Yoon, kau sehat, ‘kan?”

“Tentu, Luhan! Aku sedang bahagia! Kau tahu, aku sudah berpacaran dengan Sehun!”

Bahuku merosot. Jantungku seakan ditarik paksa dari tempat yang seharusnya. Tanganku mengepal, merusak sesuatu yang kini sedang ku genggam.

“Oh, ya. Sesuatu apa yang akan kau tunjukkan padaku?”

“Tidak jadi. Bukan sesuatu yang penting.”

Aku keluar dari kamarmu. Membuang sesuatu yang ku rusak sendiri–yang tadinya ingin ku tunjukkan padamu– ke tempat sampah terdekat. Sebuah origami berbentuk hati yang sudah ku buat dengan susah payah.

***

Akhir musim semi, 2012

Kau memasuki kamarku tanpa berkata apa-apa. Bisa ku lihat wajah basah dan mata merahmu. Aku menebak, kau habis menangis.

“Luhan, Sehun marah padaku. Ia bilang aku terlalu banyak bermain dengan teman laki-lakiku. Memang salah, ya?”

Aku mendekapmu, memberi ketenangan untukmu. Ku pikir, Sehun cemburu padamu. Dan apa kau tidak berpikir bahwa aku sama–bahkan lebih cemburu darinya?

“Ku rasa ia hanya cemburu. Minta maaflah padanya.”

Minta maaflah padaku juga, Yoon.

“Baiklah. Luhan doakan aku, ya?”

***

Esok harinya

“Luhan! Sekarang aku berbaikan dengan Sehun! Terimakasih!”

Sepulang sekolah, kau langsung memelukku. Seharusnya aku memperkirakan ini sebelumnya. Agar aku tak mengalami olahraga jantung yang berlebihan.

“Baguslah.”

Aku melepas pelukanmu dan beranjak menuju kamarku.

“Eh?”

Mendengar kau berbaikan padanya, sama artinya dengan merusak istana pasir raksasa yang telah ku buat. Mengesalkan.

***

Pertengahan bulan Juni, 2013

“Yoon.”

Aku memasuki kamarmu.kesan pertamanya, sangat berantakan. Kedua, sangat kacau. Tisu dan kotaknya berserakan dimana-mana. Dilihat dari sudut manapun, tak akan didapati kerapiannya.

“Aku putus dengan Sehun.”

Kau masih tampak sesenggukkan. Jika harus jujur, aku senang mendengarnya. Memang terdengar egois. Tapi sekuat apapun mengelak, itu tetap kenyataan yang ada.

“Aku siap mendengar ceritamu.”

Aku mendekat dan mengusap kepalamu.

“Dia harus mengikuti orang tuanya pindah ke Perth.”

Beruntung penyebabnya adalah orang tua. Jika kalian putus karena ia menyakitimu, aku tak tahu apa yang tanganku lakukan pada wajah tampan bocah itu.

“Aku mencintainya, Luhan.”

Dan aku mencintaimu, Yoon

*****

Minggu pertama bulan Februari, 2014

Gadis itu terperangah. Ia terkejut mendengar penuturan lelaki dihadapannya. Yang ternyata lelaki itu telah lama menyukainya.

“Aku sudah tak tahan. Aku mencintaimu. Aku ingin kau menjadi kekasihku.”

Ucapan laki-laki itu lebih mirip seperti perintah daripada sebuah kejujuran ataupun pernyataan cinta.

“Tapi aku tak bisa, Luhan.”

“Kenapa?”

“Karena kita sepupu.”

Sial. Ini kesekian kalinya Luhan memaki kata itu. Kata pengikatnya dengan Yoon Eun Rim. Sepupu.

Seandainya saja bukan saudara, mungkin akan sangat mudah bagi mereka untuk membuat suatu hubungan. Seandainya Eun Rim tak mengingatkan status itu padanya, mungkin Luhan suadh menetapkan bahwagadis itu adalah miliknya. Seandainya, seandainya, dan seandainya.

“Kalau begitu, maafkan aku, Yoon.”

“Maafkan aku juga, Luhan.”

Dan mereka berpelukan layaknya teletubbies. Pelukan termesra sepanjang masa antarsepupu. Yang terasa hangat satu sama lain.

Maka mulai saat itu, Luhan bertekad untuk tetap mencintai Eun Rim. Tak sedikitpun mengurangi takaran cintanya–barangkali itu akan semakin bertambah. Cinta seorang kakak sepupu terhadap adik sepupunya.

FIN


Beauty & Beast [Chapter 14]

$
0
0

Beauty & Beast – Chapter 14

Beauty & Beast – Chapter 14

Author: Choi Seung Jin @kissthedeer

Genre: Fantasy, Historical, Supernatural, OOC, AU

Leght: Chaptered

Main Cast:

EXO in English Name

Other Cast:

Minho of SHINee as Minho

Sulli of f(x) as Sulli

Henry as Henry

Prolog | Chapter 1 | Chapter 2 | Chapter 3 | Chapter 4 | Chapter 5 | Chapter 6 | Chapter 7 | Chapter 8 | Chapter 9 | Chapter 10 | Chapter 11 | Black Pearl | Chapter 12 | Chapter 13

 

****

****

“Kau?” Ucap Leo saat menangkap sosok perempuan didepannya. Perempuan yang sama dengan yang ia temui di tempat pemakaman umum kemarin.

“Kau bodoh jika berpikir untuk berkeliaran di hutan disaat-saat begini!” Hardik perempuan itu tegas seakan dia paham tentang situasi yang kini sedang terjadi.

“Sebenarnya kau ini siapa?” Tanya Leo.

Perempuan hanya ternsenyum tipis saat kata-kata itu keluar dari mulut Leo. Sedangkan Leo masih bingung dan tak bisa paham dengan perempuan misterius itu.

“Aku terkejut karena kau tidak tahu aku,” kata perempuan itu. “Kau seharusnya sudah membaca pikiranku dari pertama kita bertemu.”

“Kau tahu aku bisa baca pikiran?” Tanya Leo kaget.

“Of course I know. I know you much better than yourself, especially Xander,” kata perempuan itu terdengar sangat santai. Dia berbalik memunggungi Leo dalam keadaan terdiam kebingungan.

Bagaimana perempuan ini tahu kalau dia bisa baca pikiran? Terlebih-lebih dia tahu soal Xander dan bahkan lebih tahu daripada Leo.

“Come on! Who are you, lady?” Tanya Leo yang sudah geram dengan semua omongan perempuan itu yang semakin membuatnya bingung.

Perempuan itu tetap diam, duduk membelakangi Leo tanpa mengucapkan sepatah katapun untuk menjawab pertanyaan Leo. Hal itu membuat Leo sendiri emosi dan rasanya ingin memaksa perempuan itu untuk bicara yang sebenarnya. Dia berdiri dari tempatnya, berjalan cepat ke arah perempuan itu. Tangannya sudah mengulur dan siap menggapai pundak milik perempuan itu, namun Leo melihat sesuatu dipikirannya.

Leo melihat sebuah gambaran masa lalu yang terputar begitu saja di dalam pikirannya. Seorang perempuan cantik berambut pirang, berasal dari sebuah ras langka dan selalu dipandang terhormat. Di siang hari, mungkin dia akan terlihat seperti seorang gadis muda berparas luar biasa cantik dengan jiwa yang tangguh dan bersih. Tapi di malam hari, perempuan cantik itu akan  berubah menjadi seekor manusia serigala ganas dan buas. Dia memiliki kekuatan yang besar warisan dari leluhurnya yang terdahulu sebagai keturunannya.

Selama bertahun-tahun, perempuan itu telah diselimuti oleh rasa duka dan benci, membuatnya terus dihantui rasa penyesalan dan frustasi. Dia telah kehilangan keluarganya dan kaumnya. Makhluk sejenisnya sudah hampir musnah seluruhnya. Hanya tinggal 12 orang termasuk perempuan itu. Selama bertahun-tahun pula, dia dan 11 orang lain hidup di alam liar yang sama buasnya dengan mereka. Hingga mereka menjadi lebih ganas dari sebelumnya. Hingga tidak ada lagi sianga ataupun malam bagi mereka. Selama itu mereka menjadi 12 ekor manusia serigala yang gemar berburu mangsa yang merupakan manusia. Masalah kembali datang pada perempuan itu saat sekelompok penyihir menangkapnya dan 11 manusia serigala yang lain. Dia dikurung di dalam penjara bawah tanah yang sudah dimantrai dengan berbagai macam sihir supaya dia tidak bisa kabur. Namun bagi penyihir-penyihir itu, penjara bawah tanah tidaklah cukup untuk mengurung perempuan itu. Prison Soul adalah jalan terakhir untuk mengurungnya dan 5 tahun kemudian perempuan itu sudah terpenjara di dalam tubuh seorang bayi laki-laki. Selama 17 tahun terakhir dia telah hidup dan tumbuh bersama bayi laki-laki itu, hingga akhir bayi laki-laki yang telah tubuh menjadi remaja SMA itu melepasnya demi keselamatannya sendiri, membiarkan perempuan serigala itu membawa kekuatan spesialnya dan meninggalkan wujud manusia serigala di dalam tubuh laki-laki itu.

Leo kembali ke tempat dimana dia berpijak sebelumnya. Di dalam pohon besar tempatnya bersembunyi sementara. Dia melihat didepannya perempuan berambut pirang itu masih duduk membelakanginya. Kini dia tahu siapa perempuan itu dan terkejut dengan kenyataan yang dimiliki perempuan itu.

“Kau… Kau Fleur, kan? Iya, kan?” Kata Leo mempertegas apa yang barusan ia lihat tentang perempuan itu.

Fleur hanya diam karena apa yang ditanya Leo memang benar. Mungkin Leo sudah melihat semua atau Xander sendiri yang telah menunjukkannya.

“Kau tidak seharusnya keluar dari tubuh Kevin–”

“Dia yang memaksakanku untuk keluar!” Potong Fleur tegas. Dengan nada yang setengah teriak, Fleur meluruskan apa yang dipikirkan Leo untuk menghindari kesalahpahaman. “Kevin memaksaku untuk keluar. Dia melakukannya untukku, untuk teman-temannya, termasuk untukkmu. Awalnya aku tidak setuju, tapi dia memaksa.”

“Lalu, dia sendiri bagaimana? Apa dia sudah tidak punya kekuatan lagi?” Tanya Leo.

“Dia masih mempunyai kemampuan untuk berubah. Tapi dia sudah tidak punya kekuatan flight lagi,” ujar Fleur. “Maka dari itu, Kevin tidak boleh berperang di malam gerhana bulan atau dia tidak akan punya kekuatan apapun untuk melawan vampire-vampire itu.”

“Kenapa kau sendiri ada disini?” Tanya Leo lagi.

“Kevin menyuruhku untuk bersembunyi sampai perang berakhir nanti. Ku pikir…” Kata Fleur, memandangi sekitarnya, di dalam sebuah pohon tua yang besar. “Tempat ini cukup aman.”

Fleur mengalihkan pandangannya pada pedang yang Leo pegang sedari tadi. Dia merasa familiar dengan pedang itu dan langsung menangkap bahwa pedang itu adalah milik salah satu leluhur Mortem.

“Pedang itu!” Serunya. “How did you get it?”

“Paman George yang memberikannya padaku. Pedang ini milik leluhur Xander–”

“Yeah yeah.. I know. Apa ada pedang yang lain bersama pedang ini?” Kata Fleur begitu antusias.

“Sepertinya tidak. Paman hanya punya satu. Memangnya kenapa?” Kata Leo.

“Seharusnya pedang milik leluhurku juga ada. Karena 12 pedang suci milik leluhur Mortem hilang saat para vampire sialan itu menghancurkan para Mortem,” ujar Fleur.

“Memangnya ada pengaruhnya?”

“Tentu saja ada. Aku bisa memiliki kekuatan besar dengan pedang itu. Pedang itu bisa menjadi senjataku untuk melawan vampire-vampire itu nanti,” jelas Fleur. “Argh! Jika saja aku punya pedang itu sekarang,” gerutunya kesal.

“Apa kau tidak bisa pakai pedang ini?” Tanya Leo sambil menyodorkan pedangnya.

“Jika aku pakai pedang itu, kekuatannya tidak akan berpengaruh padaku. Hanya keturunan dari pemilik asli yang bisa menggunakan kekuatan pedang itu. Ada 12 pedang yang artinya hanya ada 12 orang yang bisa menggunakan kekuatan pedang itu. Satu orang, satu pedang. Tidak bisa digantikan,” kata Fleur.

Leo mulai mengerti. Pedang yang ada ditangannya sekarang hanya bisa ia gunakan selama dia masih bersama Xander karena Xander adalah keturunan dari pemilik asli pedang ini.

“Kau harus berlindung disini sampai gerhana bulan selesai,” kata Fleur. “Kita akan bergabung ditengah-tengah perang nanti.”

 

***

Alex membawa dirinya dan kesepuluh temannya yang lain ke sebuah hutan di pinggir kota Berlin, Jerman. Hutan itu satu-satunya tempat yang bisa Alex pikirkan berberapa jam yang lalu saat dia berteleportasi.

Richard dan Francis sudah mendirikan sebuah tenda sihir ajaib pemberian Pak Jim. Dari luar memang terlihat kecil dan mustahil untuk ditempati oleh 11 orang. Tapi jika sudah masuk ke dalam, luas tenda itu seperti luas sebuah rumah sekitar 10 kali lipat dari luas tenda dari luar. Bahkan di dalam tenda sudah ada 6 ranjang tingkat yang sudah ada sejak tenda itu berdiri. Pak Jim memang sudah memantrai tenda itu supaya bisa ditinggali oleh 11 orang.

Menunggu gerhana bulan tanpa melakukan apa-apa memang membosankan. Tak ada yang bisa lakukan untuk saat ini. Semakin mendekati gerhana bulan, mereka semakin tegang, terutama Kevin. Dia terus memikirkan tentang kekuatannya yang sudah tidak ada. Dia memang masih bisa menggunakan kemampuannya untuk berubah, tapi dia terus merasa itu tidak cukup meski Pak Jim sudah memberinya pedang sekalipun.

Edison bisa melihat semua masalah bersarang di dalam pikiran Kevin, sahabatanya itu. Terlihat jelas dari raut wajah pria itu saat mereka berangkat dari London hingga sekarang berada di Berlin.

“Tell me!” Kata Edison langsung pada Kevin yang sedang duduk stres di bawah sebuah pohon. “Aku tahu kau sedang banyak masalah. Ceritakan padaku!”

Jujur saja, Kevin enggan menceritakan masalahnya pada Edison, apalagi tentang Fleur. Apa yang akan terjadi jika Edison sampai tahu? Mungkin Kevin tidak akan mau bicara jika Edison tidak mendesaknya terus-terusan seperti sekarang ini.

Kevin sambil berfikir sekarang, tetang bagaimana cara memberitahu kalau Fleur sudah tidak bersamanya lagi. Untuk sementara ini, dia berencana hanya akan memberitahu Edison dan membiarkan yang lainnya tidak tahu sampai perang nanti. Tapi justru saat perang nanti adalah masalah terbesarnya.

“Baiklah. Kumpulkan yang lain! Aku akan memberitahu kalian semua,” kata Kevin serayanya berdiri dan berjalan menuju tenda.

Di dalam tenda sudah ada berberapa orang seperti, Bernard, Richard, Donald, Mike, Will dan Thomas. Sisanya berada di luar tenda– yang entah sedang apa– sampai Edison menyuruh mereka berkumpul di dalam tenda.

Kevin berdiri ditengah-tengah 10 orang lain yang duduk mengitarinya di atas tanah. Perasaan gugup menyerangnya. Berkata jujur memanglah berat, apalagi jujur untuk mengakui sesuatu yang salah. Dia bisa melihat semuanya dari tempatnya berdiri sekarang, kecuali Leo yang dia sendiri tidak tahu keberadaannya sampai sekarang.

“Aku ingin jujur pada kalian,” kata Kevin memulai pengakuannya.

Dia menarik nafas panjang sebelum mengakui kesalahannya yang bisa saja berakibat fatal. Tapi jika dipikir-pikir lagi, justru perbuatannya itu bisa ia jadikan sebuah strategi saat perang melawan vampire nanti. Setidaknya jika yang lain bisa menerima dari sisi itu.

“Fleur sudah tidak bersamaku lagi.”

Suasana hening. Tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun saat 5 kata itu keluar dari mulut Kevin. Sampai Richard menggerakkan mulutnya.

“Siapa itu Fleur?” Tanya Richard dengan tampang polosnya.

Apa mereka tidak tahu Fleur–”

“Aku melepaskan Mortemku,” ucap Kevin memperjelas pengakuannya.

“WHAT??” Saat kata-kata itu masuk ke dalam 10 pasang telinga milik 10 orang itu, serentak mereka semua berteriak. Kaget dengan pengakuan yang baru saja dilakukan oleh Kevin.

“Are you isane? Kenapa kau melepasnya?” Ucap Francis. Dia begitu kecewa sampai wajahnya yang putih bersih berubah menjadi merah.

Tidak hanya Francis, semua ikut marah dan kecewa. Kevin seharusnya tidak pernah melepaskan Mortem yang ada di dalam tubuhnya yang sudah susah payah dikurung selama 17 tahun terakhir.

“Apa kau tidak berpikir dengan baik?”

“Kau sudah gila!”

“Kau tidak bisa melepaskannya seakan-akan dia itu hanya seekor anjing.”

“Kau ingin mati?”

Hujatan dan cacian terus menghujani Kevin. Sepuluh orang iu tidak bisa berhenti bicara, mengatakan apa yang ada dipikiran mereka saat tahu bodohnya Kevin yang melepas Mortem miliknya begitu saja.

“SHUT UP!” Teriak Kevin menghentikan semua kata yang terus keluar dari 10 orang di hadapannya. “I know it was dangerous. I know I should not let her go. Tapi itu yang terbaik untuknya. Jika seandainya Minho berhasil mengalahkan kita semua, setidaknya dia tidak bisa memiliki satu kekuatan.”

“Tapi seharusnya kau membicarakan hal ini dulu pada kita, pada Pak Jim dan Paman George. Sekarang kau tidak punya kekuatan apa-apa,” kata Francis mencoba mengontrol emosinya untuk menghadapi Kevin yang sudah berbuat seenaknya tanpa memikirkan resiko yang akan ia dapatkan.

“Tidak ada yang boleh tahu soal ini. Baik Pak Jim ataupun Paman George. Kalian juga seharusnya tidak boleh tahu,” ucap Kevin. “Lagipula aku masih bisa berubah menjadi serigala karena secara teori aku benar-benar seorang werewolf sekarang. Bukan lagi kurungan makhluk mengerikan yang bisa berubah menjadi serigala raksasa.”

“Lalu dimana Mortemmu sekarang?” Tanya Francis. Dia kali ini sudah mulai mengerti dan mencoba menerima apa yang telah dilakukan oleh Kevin. Setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini.

“She’s save. Aku sudah menyuruhnya bersembunyi sampai perang selesai,” kata Kevin.

“Are you sure?” Ucap Farncis seolah tak percaya dan ragu.

“Of course. I have a feeling about it,” jawab Kevin yakin 1000%.

“Bagaimana jika dia kabur?” Celetuk Richard.

Kevin diam. Memang terbelesit dipikirannya jika Fleur mungkin akan menipunya dan kabur. Namun semua kembali ke tujuan awal dia dan Fleur. Jika keyakinan itu kuat, Fleur pasti tidak akan kabur dan mengikuti ucapan Kevin untuk sembunyi.

“She won’t do that..” Kata Kevin. “I trust her.”

 

****

Fleur dan Leo duduk saling berhadapan. Membuang waktu mereka hanya dengan duduk dan menunggu sampai gerhana bulan yang akan terjadi malam ini. Tak sepatah katapun terucap dari mulut mereka berdua.

Suasana makin terasa tidak nyaman. Salah satu dari mereka harus ada yang mulai mencairkan suasana yang awkward ini.

“So…” Kata Fleur. “Gadis bernama Amelia itu vampire?”

“Setengah vampire,” kata Leo mempertegas.

“What’s so different? Vampire ataupun setengah vampire itu sama saja. Sama sama makhluk jahat–”

“Amy bukan makhluk jahat!” Bantah Leo.

“Oh yeah? Bukan kah kau juga pernah berpikir seperti itu? Kau sendiri yang bilang kalau kau membencinya sampai dia mati karena dia itu vampire, kan.”

Leo seketika diam. Matanya enggan menatap Fleur saat dia berpikir bahwa apa yang dikatakan Fleur memalah benar. Memang benar dia pernah menyangka Amy adalah makhluk jahat hingga kematian menjemput gadis itu. Lagi-lagi rasa menyesal menghantui Leo untuk kesekian kalinya.

“Sudahlah! Berhenti menyesali apa yang sudah terjadi. Tidak ada gunanya,” ucap Fleur memalingkan pandangannya cepat seraya berdiri dan melangkan kakinya pergi.

“Apa kau tidak pernah menyesal?” Tanya Leo.

“Sorry?” Kata Fleur bertingkah seolah dia tidak dengar perkataan Leo barusan.

“Pebuatan yang kau lakukan dulu hingga efeknya abadi hingga sekarang. Apa kau tidak pernah menyesal? Kau yang menyebabkan kita semua terlibat masalah seperti ini–” kata Leo.

“Aku sudah hidup dalam penyesalan selama berpuluh-puluh tahun!” ucap Fleur tegas.

“Penyesalan, kesedihan, kesengsaraan. Semua itu sudah pernah ku alami. Kau tidak tahu rasanya hidup berpuluh-puluh tahun dalam penderitaan tak berujung. Kau baru berumur 17 tahun dengan Mortem di dalam jiwamu yang baru merasakan dampaknya selama berberapa bulan terakhir dan 2 minggu penyesalan atas kematian pacar vampiremu. Kau…” Kedua mata Fleur yang berwarna hijau seketika berkaca-kaca, terbendung air mata yang siap mengalir dari kedua mata indah itu. “…belum mengerti rasanya jadi aku.”

Argumen ini membuat Fleur menangis. Ini pertama kalinya dia menangis sejak berpuluh-puluh tahun ia hidup. Dia sudah merasakan banyak penderitaan. Sekuat apapun dia, dia tetap saja mempunyai titik kelemahan yang membuatnya tidak sanggup menahan semua beban yang ia rasakan. Ia duduk dengan tangan yang menutupi wajahnya yang menangis.

“Kau… tidak tahu rasanya saat… keluargamu hancur akibat keegoisanmu sendiri. Kau juga… tidak tahu sebesar apa penyesalanku karena aku penyebab kaumku sendiri musnah.. Semua ini memang salahku! HUAAAAAH”

Leo terpaku diam melihat seorang perempuan menangis keras didepannya. Kelemahan setiap laki-laki adalah melihat seorang gadis menangis. Leo bahkan tidak tahu harus berbuat apa supata Fleur berhenti menangis dan bisa lebih tenang.

“Bukankah kau sendiri yang bilang, menyesali apa yang sudah terjadi itu tidak ada gunanya?”

Tangis Fleur seketika meredam. Dia menaikan kepalanya dan memandang wajah Leo yang baru saja berbicara padanya. Wajahnya terlihat memerah akibat menangis dan air matanya sudah membasahi hampir 75% bagian wajahnya.

“Ayolah! Kau sudah hebat karena bisa  bertahan selama berpuluh-puluh tahun. Jangan hancurkan rekormu itu.” Leo tersenyum supaya Fleur bisa lebih tenang. Dia mencoba mengerti perasaan Fleur selama ini. “Maaf soal perkataanku tadi.”

Fleur melompat, menyambar tubuh Leo dan memeluknya erat. Dia kembali menangis namun tidak sekencang tadi dan Leo sendiri membiarkan jelmaan lain seekor Mortem itu menangis di pundaknya. Fleur terus menangis, mengeluarkan semua kesedihan yang sudah lama dia pendam.

“Kau sangat mirip dengan Xander yang ku kenal,” kata Fleur disela tangisnya.

“Aku sudah hidup dengan Xander selama hidupku,” kata Leo. “Jadi wajar jika aku dan dia punya banyak kemiripan.”

 

****

Bulan menjadi gelap saat malam telah datang. Bayangan hitam menutupi bulatnya bulan yang bersinar terang. Kegelapan seolah telah menyelimuti malam yang semula indah. Ketakutan akan jahatnya kekuatan gelap telah menutupi hampir seluruh kawasan Frankswood, lokasi Sekolah Akademi XOXO berada.

Hal yang sama juga kental terasa di hutan Berlin, Jerman. Dimana kesebelas anak laki-laki duduk menatap bulan yang hilang penuh rasa takut dan tegang. Today is the day. Kurang dari 2 jam mereka akan menghadapi perang terbesar dalam hidup mereka. Perang yang tak pernah mereka pikirkan seumur hidup mereka akan terjadi.

Mereka sudah mengemasi barang mereka. Barang-barang yang dulu pernah diberikan Pak Jim sebagai hadiah natal telah mereka bawa atau kenakan. Barang-barang itu tidak lagi mereka simpan seperti benda tak terpakai lagi.

“So..” kata Alex. “This is it. Our biggest war.”

“Yeah, this is it. This is the time. Perjuangan kita yang sebenarnya akan segera dimulai,” kata Kevin dengan wajah lesu sekaligus tegang. Bukan hanya Kevin yang merasa tegang—tentu saja.

“Jujur saja. Aku takut,” ujar Richard dengan ekspresi super takut dan jantung yang berdebar kecang. “Jika aku sudah tua, aku bisa saja kena serangan jantung,” ucapnya lagi sambil meletakkan tangannya di tempat jatungnya berada.

“Akan sebanyak apa pasukan vampire itu nanti? Semoga tidak sebanyak yang ku pikirkan saat ini,” kata Donald dengan pandangan kosong karena pikirannya sekarang sedang kemana-mana—membuat imajinasinya sendiri.

“Berapa banyak vampire yang ada dipikiranmu?” tanya Stephan.

“Tiga ratus…” kata Donald dengan wajah yang datar saat yang lainnya langsung menatapnya serentak— memberi tatapan ‘tidak mungkin’.

“Aku tidak mau bertemu Minho,” Thomas bersuara.

“Aku lebih tidak mau bertemu Sulli,” kata Edison menambahkan.

“Aku lebih tidak mau lagi bertemu mereka semua,” kata Mike iku-ikutan.

“Aaah GOD!! I’m not ready for this.” Bernard berteriak tiba-tiba dengan kaki yang menendang-nendang seperti anak bayi. Bagaimana bisa dia bertingkah manja disaat ini.

“Ayolah! Kita sudah terlanjur terlibat. Kita tidak punya pilihan selain terus maju,” kata Francis memberi dorongan dan sedikit semangat. Tapi mau bagaimanapun mental mereka semua sudah terlanjur jatuh karena terus membayangkan yang tidak-tidak dan berpikir negatif.

“Kalau kita bisa lolos dari semua ini, aku akan move-on,” kata Will polos.

“Eaaaaaaaaa!!” Will berhasil memecah suasana tegang menjadi lebih relaks. Kesepuluh Wolf Boys lain berteriak meledek Will yang punya niat untuk move-on. Tawa kembali terdengar meski perang besar telah menunggu mereka.

“Kami pegang janjimu, Will.. hahahah.”

“Hey!” kata Kevin. “Aku punya rencana. Mau dengar?”

 

****

Setiap langkah Minho seperti membawa petaka besar semakin dia mendekati gedung sekolah yang sudah berdiri selama puluhan tahun itu. Kegelapan seolah ikut mengiringinya membawa bencan besar. Dan dengan diiringi sekitar 30 sampai 40 vampire yang jumlahnya ikut bertambah seiring dengan bertambahnya kekuatan Minho yang mengerikan.

Sesuatu yang aneh bagi Minho membuat pria itu menghentikan langkahnya di depan pagar setinggi 3 meter, saat dia merasa kalau sekolah ini terlalu sepi bahkan untuk malam menjelang subuh seperti ini. Tidak ada penjaga sekolah ataupun petugas sekolah yang selalu berjaga tiap malam. Terlalu sepi.

Minho menyipitkan matanya memandang pagar sekolah itu yang bahkan tidak dikunci atau mungkin malah sengaja tidak digembok. Hal itu semakin menimbulkan kecurigaan dan bahkan dia berpikir bahwa musuh-musuhnya berusaha menjebaknya atau semacamnya.

Tidak mau mengambil resiko, Minho menyuruh sebagian pasukannya masuk ke dalam sekolah itu untuk memberikan teror pertama sekaligus mengecek keadaan. Jika benar sekolah ini sudah diberi jebakan, setidaknya pasukannya dulu yang akan memakan jebakan itu mentah-mentah.

“Cek semua ruang di sekolah ini. Serang siapapun yang bisa ditemukan. Jika bertemu dengan 12 bocah serigala itu, bawakan mereka padaku!”

Sesuai dengan perintah, 10 orang dari pasukannya masuk dan mulai memeriksa ke setiap tempat di sekolah itu.

Kedua mata keemasan Minho menangkap sebuah bayangan yang berdiri jauh didepannya. Sosok pria tua bertubuh gemuk, berdiri tenang dengan kedua tanga dibalik tubuhnya. Kepala sekolah itu sendirian tanpa ada seorangpun di dekatnya.

Bibir Minho tertarik membentuk senyuman sinis kepada Pak Jim. Saat kakinya mulai melangkah, dia tahu kalau orang tua itu sudah membuat rencana dengan menyembunyikan keduabelas anak serigala darinya. Dan melihat kondisi sekolah yang memang sudah sangat sepi, Jim pasti sudah memulangkan semua murid dan seluruh warga sekolah sebelum hari ini datang.

Hingga saatnya jarak antara mereka—Minho dan Pak Jim—hanya sejauh berberapa meter saja. Mereka berdua saling melempar tatapan dingin satu sama lain dan hanya ada mereka berdua—pasukan Minho tidak mengiringi.

“Kau cukup berani, Penyihir,” ujar Minho.

“I never afraid of you, Demon!” ucap Pak Jim dingin.

Minho terkekeh pelan. “You should have to.”

Tatapan tajam dilontarkan Pak Jim seraya memberikan serangan pertamanya. Sebuah sihir andalannya yangv mengeluarkan bola api yang besar—hal yang paling ditakuti oleh vampire. Namun bola api seketika lenyap saat jaraknya dan Minho hanya tinggal 1 meter. Hal itu membuat Pak Jim terkejut.

Tanpa ingin berbasa-basi, Minho membalas serangan itu dengan sihirnya sendiri. Dia melemparkan sihir gelap langsung ke arah Pak Jim dan mengenai lengan kiri pria tua itu. Langsung saja—seperti terkena kutukan—tangan kiri Pak Jim seketika mati rasa, menghitam, dan mengering seperti mayat yang sudah membusuk. Pak Jim tidak bisa merasakan tangan kirinya lagi karena tangan kirinya sudah mati.

“Sihir bisa dipelajari dengan mudah, bahkan untuk makhluk sepertiku,” ujar Minho, menatap musuh yang ada dihadapannya sedang merasa kesakitan dan mulai melemah. “Cepat atau lambat, sihir itu akan menggerogoti tubuh tuamu. Pada akhirnya bukan hanya tangan kirimu saja yang akan mati.”

Rasa sakit mulai Pak Jim rasakan sejak tangan kirinya mulai mati rasa. Kakinya menjadi lemas akibat efek sihir yang sekarang sedang menggerogoti tubuhnya. Dia seakan tidak punya kemampuan lagi untuk membalas serangan Minho.

Disaat yang sama, bulan mulai terlihat lagi. Kegelapan yang semula menyelimutinya, perlahan lenyap seiring bersinar cahayanya yang terang. Gerhana bulan sudah berakhir hanya dalam kurang dari 2 jam dan Pak Jim berhasil mengulur waktu meski yang ia lakukan tidak banyak. Setidaknya Minho tidak bisa bertemu dengan para Wolf Boys saat gerhana bulan.

“Ah.. Bulanya sudah kembali. Kau benar-benar membuang-buang kesempatanku, Penyihir,” kata Minho melihat bulan yang bersinar terang dilangit malam. “Sudah sepantasnya kau pensiun dari hidup. Lama-lama bertahan hanya akan menyusahkan.”

Minho memberi isyarat pada Sulli untuk menyiapkan rencana cadangan yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari. Tak lama setelahnya—bersama dengan 2 vampire lain—Sulli lenyap, pergi ke suatu tempat yang dimaksudkan Minho.

Kini Minho sadar kalau Pak Jim sengaja mengulur waktunya supaya para Wolf Boys bisa terhindar dari perang disaat gerhana bulan dengan menyembunyikan mereka disuatu tempat sampai gerhana bulan selesai.

“So..” kata Minho. “Yang harus ku lakukan sekarang hanya menunggu sampai murid-muridmu datang. Iya, kan?”

 

To be continue

 

****

Annyeong! Annyeong! Annyeong! Annyeong! Jinnie pacarnya Luhan kembali ^o^)

Maaf ya baru bisa post sekarang :(( Abis dari kemarin Jinnie super duper sibuuuuuuk X( Order alias request poster yang Jinnie terima banyaaaak sekali T^T Trus minggu kemarin lagi pekan ulangan T^T Trus Jinnie juga lagi sibuk latihan basket, musik dan lain-lain. Trus ya, Jinnie lagi jadi panitia 2 acara sekolah sekaligus. Jadi Jinnie lagi super sibuk T^T FF Jinnie yang RCD (Ravens the Chinese Danger) chapter 3 aja belum Jinnie buat sama sekali T^T #curcol Tapi semoga chapter 14 ini bisa menjadi tanda maaf Jinnie buat readers tercintaaaah <3

Woohoo!! Kalau ini udah chapter 14 berarti…. CHAPTER SELANJUTNYA ADALAH FINAL CHAPTER >< Who is excited? ME!!!!!

Perang! Perang! Perang! Siapa yang suka perang? *loh ‘-‘) Pokoknya chapter 15 nanti bakal FULL OF WAR *jeeng jeeng* Jadi siap-siap untuk menyaksikan PERANG TERBESAR SEPANJANG SEJARAH (?) #gakjelas #abaikan

Sesuai janji Jinnie di chapter lalu, Jinnie bakal ngepost Epilog setelah chapter 15 <3<3 Jadi epilognya itu isinya bakal kayak cerita singkat after life nya para Wolf Boys ^^ Entar mereka jadi apa, trus mereka nikah sama siapa. Pokoknya bakal menarik deh ^0^)

Seperti biasa, kalau kalian punya kritik, saran, atau ide, bisa kasih tau Jinnie aja :)) Jinnie terima semua^^ Supaya Jinnie bisa lebih baik di FF yang lain^^

Terima kasih buat readers yang selalu setia sama FF Jinnie *terharu*, terlebih YANG SUKA COMMENT^^ Tanpa readers, Jinnie hampa #lebay <3<3 ILY <3 Saranghae <3 Wo ai ni <3<3 JINNIE SAYANG READERS!!! <3<3

Bye~~~ See you at the LAST chapter^^


[FREELANCE] Illa.. Illa.. (Chapter 4)

$
0
0

Illa Illa

Title : Illa.. Illa..

Author | Artwork | Twitter : @auliaylsnov

Genre : Alternatif Universal, Angst, Sad

Length : Chapter || Status : Chapter 4 || Rating : PG-17

Main Casts : Kim Hye Sun (OC) | Kevin Wu (Kris EXO-M) |

Zhang Yi Xing (EXO-M)

Support Casts : Kim Jongin (Kai EXO-K) | Jung Soojung (Krystal f(x))
| Kim Junmyeon (Suho EXO-K) | Oh Sehun (Sehun EXO-K) | etc

Ost :

Juniel – Illa Illa | Ailee – Evening Sky

Disclaimer :

Well, FF ini terinspirasi dari MV Juniel – Illa Illa, tapi ingat! Hanya 30% dari MV, karena secara keseluruhan sampai FF ini selesai, hasil pemikiran aku selama begadang tiap malam -_- #poorME jadi tidak termasuk SONGFIC. Hehehe^^

 

Warning :

The story pure mine. Dont be plagiator! Tolong hargai karya author >,<

TOLONG PERHATIKAN WAKTU yang tertera pada FF part ini karena berhubungan dengan part2 selanjutnya

Ok, enjoy it readers :)

 

Untuk yang belum baca :

Chapter 1

Chapter 2

Chapter 3

STORY’s BEGIN…

Jongin dan Sehun pun masuk ke dalam kamar inap lagi dan duduk di sofa panjang disamping ranjang Hye Sun, setelah Sehun merasa Jongin sudah-tidak-brutal-atau-mungkin-frontal-lebih-halusnya seperti yang ia lakukan tadi didepan Noona dan Hyungnya. Sehun juga menjadi cemas sendiri, bagaimana jika Jongin mengetahui kalau Kevin Hyung sudah berangkat ke Kanada sehari setelah kecelakaan itu terjadi. Pasti Jongin akan melakukan hal yang lebih dari tadi dan hal ini akan sangat melukai perasaan mereka bertiga (Jongin-Junmyeon-Hye Sun) terutama Hye Sun Noona yang merupakan kekasih Kevin Hyung. Sehun juga bingung harus memulai penjelasan dari bagian mana jika ia dimintai penjelasan mengenai hal ini. Karena secara tidak langsung Sehun juga terlibat tentang masalah ini. Karena ia adalah sepupu Kevin Hyung dan ia tahu pasti detail masalahnya. Selain itu juga Kevin Hyung belum memberitahu kepada Hye Sun Noona mengenai rencana pertunangan Kevin Hyung dan Soojung yang sudah disusun oleh Wu ahjusshi dan ayah Soojung. Terlebih lagi, Jongin adalah kekasih Soojung. Bukan, Jongin bukan benar-benar kekasih Soojung. Jongin hanya tempat pelarian Soojung atau tempat Soojung untuk melakukan strategi atau hal-hal yang dapat mempermudah dirinya menjauhkan Kevin Hyung dan Hye Sun Noona. Hanya saja, Jongin tidak tahu sebenarnya. Hanya ia, Soojung dan Tuhan yang mengetahuinya.

Sehun hanya memijit pelan pelipisnya. Ia merasa pusing. Sehun selalu bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mengapa ia harus terlibat ke dalam masalah yang dipikir-pikir bukan urusannya sama sekali dan tidak ada sangkut pautnya dengan pribadinya sendiri namun ia merasa bertanggung jawab. Karena Kevin Hyung adalah sepupunya dan Jongin adalah sahabat kecilnya. Ia tidak mau keluarga Kim salah paham atas kejadian ini karena sama saja memperburuk pandangan mereka tentang Kevin Hyung dan tidak mau Jongin sakit hati akibat ulah Soojung yang hanya mempermainkannya semata-mata untuk memanfaatkan Jongin secara tidak langsung. Dan jika Jongin tahu, ia akan semakin membenci Kevin Hyung dan mungkin ia akan melakukan tindakan hal-yang-diluar-dugaan-dan-tanpa-berfikir-panjang (kau tahu itu) mengingat emosi Jongin yang kadang susah dikendalikan kalau ia sedang marah. Sehun menggeleng-geleng pelan. Tidak membenarkan fikiran negatifnya yang kini tengah memenuhi semua ruang dalam otaknya.

Ruangan ini menjadi hening karena tidak ada satupun yang berbicara. Semuanya larut dalam fikirannya masing-masing. Mungkin saking heningnya, tetes-tetes air dalam infus dapat terdengar samar-samar. Kim Junmyeon, sebagai yang tertua di ruangan ini merasa ini adalah hal yang salah dan seharusnya ia mencairkan suasana daripada semuanya larut dalam keheningan yang sangat tidak enak seperti ini.

“Hye Sun-ah. Bagaimana jika aku mengupas buah jeruk yang dibawa Sehun? Kasihan, ia sudah repot-repot membawa buah-buahan tapi pada akhirnya hanya dipajang di nakas ini. Aku juga mendengar buah-buah ini sudah berteriak-teriak untuk segera dimakan olehmu…” ujar Junmyeon sembari memamerkan deretan gigi-gigi putihnya. Membuat Hye Sun terkekeh pelan.

Oppa.. kau ini ada-ada saja…”

“Selalu. Kau ini punya selera humor yang payah, Hyung!” timpal Jongin. Membuat Junmyeon mendengus kesal.

Mwo? Kau bilang apa barusan?” Junmyeon berpura-pura marah dan melempar buah jeruk yang ada didepannya kearah Jongin. Jongin langsung melindungi dirinya dengan kedua tangannya meskipun dirasa percuma. Ia menunggu lemparan buah itu mendarat ditubuhnya namun ia tidak merasakannya sama sekali.

“Terima kasih Hyung, ternyata buahnya segar! Ternyata aku tidak salah beli.” Ujar Sehun yang tengah mengunyah buah jeruk yang sudah dikupasnya. Jongin membuka perlindungan tangannya dan mendengus kesal. Membuat Hye Sun dan Junmyeon tertawa melihat tingkah laku adik laki-lakinya tersebut.

“Nah, kalau begini lebih enak, bukan? Daripada kita berempat beradu dalam diam seperti tadi. Sangat membosankan!” ujar Junmyeon. Sehun mengamini ucapan Junmyeon dalam hatinya.

“Jongin-ah~” panggil Hye Sun pelan. Junmyeon dan Sehun sepertinya sudah membaca situasi apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ne, Noona? Waeyo?” sepertinya Jongin juga sudah bisa menebak kemana ‘arah’ pembicaraan yang akan dituju oleh Noonanya.

Noona, kau tahu? Jongin sudah punya yeojachingu di kampusnya. Sepertinya ia akan mengenalkannya padamu tadi.” Sehun segera angkat bicara sebelum Hye Sun menjawab pertanyaan Jongin. Jongin kaget dengan apa yang baru dikatakan oleh Sehun. Ia hanya melongo, tidak percaya.

Ya! Oh Sehun! Apa yang kau katakan tadi barusan?” Jongin geram. Sehun hanya tersenyum simpul.

“Oh ya? Siapa dia? Aku baru mengetahuinya sekarang. Ah~ Kim Jongin sekarang sudah tumbuh besar! Kau sudah dewasa sekarang…” Junmyeon tersenyum mengejek.

Ya! Hyung! Jangan mengejekku seperti itu…” Jongin mendengus kesal.

“Kau belum menjawab pertanyaanku, siapa gadis yang sial mendapatkanmu itu?” Junmyeon semakin mengejek Jongin. Membuatnya melempar bantal kecil dari sofa tersebut kearah Hyungnya.

“Kau ini tega sekali Hyung…” Jongin pura-pura merajuk. Junmyeon dan Hye Sun tertawa dibuatnya.

‘Sebenarnya Jongin-lah yang sial karena mendapatkan Soojung, Hyung!’ batin Sehun dalam hati. Ia hanya tersenyum hambar.

“Namanya Jung Soojung. Dia satu departemen denganku di school of drama. Aku tidak tahu mengapa gadis itu bisa jatuh hati pada lelaki macam Jongin ini, Hyung…” jawaban Sehun membuat Jongin berdecak kesal. Junmyeon dan Hye Sun tertawa semakin keras mendengarnya.

“Oh, jadi kau sekarang ingin mengkhianatiku, begitu Oh Sehun?” tanya Jongin dengan nada marah yang dibuat-buat.

“Bagaimana orangnya Jung Soojung itu, Sehun-ah? Sampai ia bisa membuat Jongin jatuh cin–” kata-kata Junmyeon langsung dipotong oleh Hye Sun.

“Sudah-sudah… kalian jangan mengalihkan pembicaraan lagi. Jongin, Junmyeon Oppa, apa benar Kevin tidak pernah menjaga bahkan menjengukku sekalipun? Tolong jawab…” ujar Hye Sun lirih. Jongin dan Junmyeon hanya saling bertukar pandang satu sama lain. seolah-olah mereka dapat berbicara dengan tatapan tersebut.

“Kenapa diam saja? Apa ada yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Hye Sun, namun keduanya tetap bungkam.

“Sehun-ah… mereka tidak mau menjawab pertanyaanku. Kau sepupu Kevin, kan? Setidaknya kau pasti tahu kemana Hyungmu itu? Atau apa kesibukannya sekarang? Ia tidak mungkin tidak tahu ‘kan kalau aku mengalami kecelakaan kemarin?” Sehun-ah… jawab pertanyaanku…” pinta Hye Sun dengan nada memohon. Namun sama saja dengan keduanya, Sehun ikut bungkam.

“Kenapa kalian jadi diam seperti ini? Oppa! Jongin! Sehun! Kalian kenapa?” tanya Hye Sun sambil menggoyang lengan kiri Junmyeon dengan keras.

“A-aa-ani.. Hye Sun-ah… hanya saja…” kata-kata Junmyeon menggantung.

“HANYA SAJA APA OPPA? OPPA! Jangan membuatku cemas! Katakan se—Aaaarrgggttss…”  Tiba-tiba Hye Sun merintih kesakitan.

“Hye Sun!”

Noona!”

Noona!”

Teriak Junmyeon, Jongin dan Sehun secara bersamaan. Ketiganya langsung cemas melihat Hye Sun memegang kepalanya yang dibalut dengan perban yang terbal tersebut.

“Opppaaaa~ sakiiiitt….” rintih Hye Sun. Junmyon yang panik langsung memanggil dokter dengan menggunakan interkom yang ada di sebelah ranjang Hye Sun. Sementara Jongin memegang tangan Hye Sun dan menyuruhnya untuk bertahan.

Beberapa menit kemudian dokter datang dengan dua orang suster yang membawa peralatan dan obat-obatan.

“Kalian tunggu di luar, saya akan memeriksa pasien terlebih dahulu…” ujar dokter. Dengan perasaan berat hati mereka bertiga keluar dari kamar inap Hye Sun.

Di luar ruangan tidak ada satupun yang memulai pembicaraan. Mereka kembali berkutat dengan fikirannya masing-masing dan menunggu dokter selesai memeriksa Hye Sun. Mereka bertiga tanpa dikomandoi saling berdoa dalam hati supaya gadis tersebut tidak kenapa-kenapa.

Sepuluh menit berlalu, namun dokter dan dua suster yang bersamanya tidak kunjung keluar dari kamar inap. Membuat Junmyeon dan Jongin mulai gelisah.

“Ceklek” pintu terbuka dan sang dokter keluar dengan melepaskan kacamata yang ada terpasang di kedua daun telinganya.

“Bagaimana dengan uri Hye Sun, dokter? Dia baik-baik saja, ‘kan?” tanya Junmyeon dengan cemas. Dokter memegang pundak kiri pria tersebut.

“Kita harus segera melakukan screening setelah ia sadar nanti.”

“Nanti? Maksudnya? Apa sekarang Noona sedang tidak sadarkan diri lagi?” tanya Jongin.

“Setelah Kami mengecek keadannya, aku segera menyuntiknya dengan obat penenang agar ia bisa beristirahat. Sepertinya tadi kalian tidak sengaja membuat otaknya bekerja ‘keras’ sehingga sakit kepalanya kambuh kembali, ne?” tanya dokter tersebut dan ketiganya mengangguk pelan.

Sang dokter berdecak kesal. “Kalian ini, baru sekitar dua jam yang lalu aku mengingatkan kalian untuk tidak melakukan apa yang aku larang. Sekarang kalian melakukannya.” Dokter pun menggeleng pelan.

“Mianhamnida, dokter. Ini semua salahku…” Junmyeon membungkukkan badannya.

“Sudahlah… sekarang kalian lebih baik pulang saja. Biar suster yang menjaganya disini.” Akhirnya dokter tersebut memberikan sarannya.

“Ani.. aku kakaknya. Aku harus bertanggung jawab atas adik perempuanku, dokter. Apalagi dia perempuan satu-satunya di keluarga kami setelah kedua orang tuaku meninggal.” Tolak Junmyeon.

“Kalau begitu, satu orang saja yang menjaganya disini. Selebihnya pulang saja.” Mendengar hal itu Jongin langsung gusar. Ia ingin protes, namun Sehun mencegahnya.

“Sudah turuti saja apa saran dokter. Lebih baik kita pulang, ne? Atau kau bisa memanfaatkan waktumu sekarang untuk bertemu dengan Krystal.” Saran Sehun sebenarnya ia tidak mau mengatakan hal ini, terlalu malas.

“Ok, ok, ok… mari kita pulang, Sehun-ah!” akhirnya Jongin menyerah dan pergi pulang bersama Sehun tanpa berpamitan lagi dengan kakak laki-lakinya, Junmyeon. Sedangkan pria itu hanya menggeleng pelan melihat tingkah laku Jongin.

=====xXx=====

 

Saturday, June 23rd 2012

Sun Medical Centre

13:30 KST

 

Keesokan harinya Hye Sun melakukan screening seperti yang disarankan oleh dokter. Hari ini Junmyeon, Jongin, dan Yi Xing tidak bisa menunggu Hye Sun karena mereka mereka harus bekerja dan Jongin harus kuliah karena ada ujian. Perasaan Hye Sun sangat cemas karena ia mempunyai firasat buruk tentang kesehatannya saat ini. dokter meyakinkannya agar tidak gugup saat melakukan screening. Hye Sun mencoba untuk rileks namun ia gagal melakukannya.

-di waktu yang bersamaan-

(Perbedaan waktu antara Seoul dan Vancouver adalah 17 jam, dengan cacatan Seoul setengah hari lebih cepat dibandingkan Vancouver)

Friday, June 22nd 2012

Vancouver, Canada

08:30 PM

 

“Kevin, bagaimana kabar hubunganmu dengan Hye Sun? Kapan kalian akan bertunangan?” tanya ibu Kevin membuat Kevin hampir tersedak saat meminum susunya.

“Eeenggh.. itu.. itu..” Kevin bingung harus menjelaskan bagaimana tentang hubungannya dengan Hye Sun. Yang pasti sangat buruk.

“Kenapa? Ada masalah?” tanya ibu Kevin tanpa mengalihkan fokusnya ke majalah yang sedang dibacanya.

“Tidak ada. Hubungan kami lancar-lancar saja. Hanya kami sedang sama-sama sibuk jadi belum sempat untuk memikirkan hal itu, mama.” Kevin berbohong.

“Oh ya? Lalu bagaimana respon Hye Sun ketika kau memutuskan akan pindah ke Vancouver untuk sementara waktu? Ia tidak berfikir bahwa aku ingin memisahkan kalian berdua, ‘kan? Oh ya apa ia sudah tahu rencana dad untuk menjodohkanmu dengan Soojung?” pertanyaan Ibu Kevin yang terlalu banyak itu membuat Kevin memijat pelipisnya pelan. Tentu saja ia pusing akibat ibunya itu.

“Mama, Hye Sun bukan wanita seperti itu… ia menerima keputusanku untuk pindah ke Vancouver dan rela untuk menjalani Long Distance Relationship. Tapi untuk masalah perjodohan…” Jawaban Kevin menggantung. Ibunya menoleh kearahnya, menunggu jawaban versi lengkap.

“Aku belum memberitahunya. Lagipula itu tidak akan pernah terjadi. Mama, kau merestui hubunganku dengan Hye Sun, kan?” tanya Kevin. Ibunya nampak berfikir sejenak.

“Hm… jika diperhatikan dari keseluruhan, kurasa ia tampak lebih baik dibandingkan Soojung.” Membuat senyum Kevin mengembang, namun seketika itu juga senyumnya luntur.

“Mengapa wajahmu tiba-tiba berubah masam seperti itu?” tanya ibunya.

“Eumh.. no problem, mama.” Kevin ingat masalah kemarin lagi.

“Sebaiknya kau istirahat, sepertinya kau sangat lelah, Kevin.” Saran Ibuny dan Kevin mengiyakan.

“Aku ke kamar dulu, mama. Good night!” Kevin bangun dari duduknya dan mencium puncak kepala ibunya.

Good night too, dear.” Ibunya membalas ciuman Kevin dengan mencium pipi anaknya tersebut.

~~~~~

            ‘Apa aku salah? Sudah beberapa hari ini aku tidak menghubunginya. Begitu juga dia. Apa sebaiknya aku menghubungi Sehun saja? Mungkin ia tahu bagaimana kabar Hye Sun. Tapi di Seoul jam berapa sekarang?’ batinnya lalu merogoh kantong celananya dan mengambil i-phone miliknya.

‘Jam dua siang. Hm.. sebaiknya aku menghubungi Sehun saja…’ dengan cepat ia menyentuh layar dial di i-phonenya tersebut.

~~~~~

-di waktu yang bersamaan-

(Perbedaan waktu antara Seoul dan Vancouver adalah 17 jam, dengan cacatan Seoul setengah hari lebih cepat dibandingkan Vancouver)

Saturday, June 23rd 2012

Korea National University of Arts’s Cafetaria

14:00 KST

“Akhirnya ujian terakhir selesai juga!” Jongin menarik nafas lega lalu menghempaskan tubuhnya di sofa yang berada di cafetaria.

“Rasanya kepalaku hampir pecah tadi.” Sehun menambahkan.

“Kau tidak belajar?” tanya Jongin. Sehun menggeleng.

“Aku tidak belajar semalam. Mata kuliah sejarah drama sangat membosankan!” keluhnya.

“Ck!” decak Jongin kesal. “Kau mau pesan apa, Sehun?”

“Seperti biasa, Bubble tea..”

“Kau tidak lapar?”

“Aku tidak nafsu makan.”

“Baiklah…” Jongin berangkat dari duduknya dan menuju ke arah bar cafetaria untuk memesan makanan. Sementara itu, Sehun menunggu sembari memainkan smartphonenya. Tanpa ia sadari Soojung sudah duduk dengan membawa cappucino ice dan duduk di tempat yang sama Jongin.

Neo?!” bentak Sehun, ia geram.

Wae? Tidak suka? Silahkan pergi!” balas Soojung, membuat Sehun mengepalkan tangannya.

drrrrrrttt… dddrrrrtttt… EXO.. EXO..” lagu XOXO (Kisses & Hugs) – EXO mengalun pelan dari smartphone milik Sehun. Ia langsung melihat layarnya untuk melihat siapa yang meneleponnya. Seketika matanya membulat sempurna. ‘Kevin Hyung?’ batinnya. Sehun pun dilemma. Melihat tingkah Sehun yang tidak wajar, Soojung menjadi penasaran. Dengan cepat ia mengambil smartphone Sehun dan terkejut saat melihat siapa yang menelepon laki-laki tersebut.

“YAK! KAU! KEMBALIKAN PONSELKU!” bentak Sehun. Namun Soojung tidak mengindahkan permintaan Sehun.

“Ani! Aku tidak akan membiarkanmu menerima panggilan ini!” Soojung langsung me-reject panggilan tersebut. Sehun mencoba mengambil smartphone­nya namun sulit. Soojung dengan cepat membongkar paksa smartphone milik Sehun dan mematahkan sim cardnya dan memasukkan smartphone tersebut ke dalam gelas cappucino ice miliknya.

“SIALAN KAU, JUNG SOOJUNG!” teriak Sehun, membuat semua pengunjung cafetaria kampus melihat kearahnya. Jongin yang baru saja membeli makanan dan minuman pesanan Sehun langsung berjalan cepat kearah mereka.

“Ada apa ini? dan kau, mengapa membentak Soojung seperti itu?!” Jongin terlihat tidak terima.

“Dia telah merebut ponselku secara paksa, mematahkan sim cardnya dan mencelupkannya ke cappucino ice miliknya! Bukankah dia perempuan sinting?” Bentak Sehun, membuat Jongin terdiam.

“Soojung, kenapa kau melakukan itu? Apa salah Sehun?” tanya Jongin, ia berusaha untuk bersikap netral meskipun susah.

Chagi, aku melakukan itu karena ada alasannya! Enak saja kau mengataiku sinting! Chagi, kau tahu? Ia hampir menerima telepon dari Kevin! orang yang telah membuat Noona-mu kecelakaan! Makanya aku berusaha mencegahnya!” ujar Soojung dan mendengar hal itu membuat Jongin mengepalkan kedua tangannya dengan kuat.

“Apa benar itu Sehun?” Jongin menahan amarahnya.

Ne, Kevin Hyung meneleponku tapi aku belum mengangkatnya! Aku masih bingung! Kalaupun aku mengangkatnya, aku juga belum tentu akan memberitahukan semuanya kepada Kevin Hyung! Lagipula ini baru kali pertamanya ia meneleponku setelah ia berangkat ke Kanada!” Sehun membela dirinya. Namun ia sedikit keceplosan.

“APA?” Soojung dan Jongin kaget. Jelas saja, keduanya kaget karena baru mengetahui hal ini. Soojung, kalian tahu bukan kalau ia adalah perempuan yang akan dijodohkan dengan Kevin. Dan ia baru mengetahui hal ini, jelas ia kaget dengan kepergian Kevin yang mendadak tersebut.

Sedangkan Jongin, ia merasa kesal dengan pria tersebut. Karena Kevin adalah penyebab kecelakaan kakak perempuannya dan sekarang ia pergi begitu saja ke Kanada tanpa meminta maaf dan bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya. Dasar pria jahanam! Umpat Jongin dalam hati.

“K-kau! Kau pasti berbohong kan?! Dia pasti berbohong, chagi! Pasti ini bukan pertama kalinya Kevin meneleponnya!”

“Jongin! Itu tidak benar! Ada kesalahpahaman disini. Kevin Hyung pergi bukan karena ia melarikan diri! Dia tidak tahu kalau Hye Sun Noona kecelakaan! Itu adalah kemauan ayahnya! jangan percaya pada perempuan jalang itu!” Sehun menunjuk kearah Soojung.

SHUT UP! DAMN YOU ARE!”  bentak Jongin. Ia pun langsung pergi meninggalkan Sehun dan Soojung. Keduanya masih diam di tempatnya masing-masing. Terpaku atas ucapan Jongin tadi.

Se-cafetaria menjadi hening akibat teriakan Jongin. Kejadian ini jelas menjadi bahan tontonan oleh mahasiswa lain yang tidak tahu-menahu masalah mereka. Merasa diperhatikan, Sehun melihat kesegala penjuru. “Apa yang kalian lihat, hah!” bentaknya lalu ikut pergi dari cafetaria tersebut. Sebelum itu ia memandang Soojung dengan tatapan benci sekaligus jijik. ‘Sialan kau, Jung Soojung!’ batin Sehun.

~~~~~~~

-di waktu yang bersamaan-

 

“Hah? Dimatikan?” Kevin melihat layar i-phonenya. Terlihat sambungan telepon terputus. Ia mencoba menelepon Sehun kembali, namun yang menjawab teleponnya seorang operator.

Wae? Apa sebaiknya aku melepon Oh Ahjusshi?” Kevin pun langsung mencari kontak Oh ahjusshi (Ayah dari Sehun dan merupakan kaki tangan Ayah Kevin) dan meneleponnya.

“Hallo? Kevin? Ada apa?” teleponnya tersambung.

Ahjusshi, ada yang ingin aku tanyakan tenta—“ sambungan telepon terputus.

Ya! Ada apalagi ini?” bentak Kevin pada ponselnya sendiri. Ternyata baterai ponsel Kevin habis.

DAMN!” umpat Kevin dan hampir saja membanting ponselnya.

“Huh! Kenapa menghubungi kalian berdua sangat sulit sekali?” keluhnya. Ia pun masuk ke dalam kamarnya dan menghempaskan tubuhnya ke kasur king size yang sangat empuk tersebut. Ia memijit-mijit pelipisnya pelan.

“Sebaiknya memang aku beristirahat saja.” Ia pun membetulkan posisinya dan tidur. Tidak membutuhkan waktu yang lama karena Kevin adalah orang yang cepat sekali tertidur.

~~~~~~~~

Ujian telah berakhir dan memasuki liburan musim panas. Yang dilakukan Soojung hanya bermalas-malasan di kursi malasnya sembari menyedot green tea icenya. Ia masih mengingat dengan baik kejadian di cafetaria tadi. Ia sangat senang dan bangga kepada dirinya sendiri karena dapat menggagalkan panggilan telepon Kevin pada Sehun. Namun ia kesal mengetahui Kevin pergi begitu saja ke Vancouver tanpa ia ketahui.

“Bodoh! Kenapa kau harus kesal, Soojung? Bukankah itu akan membuat Kevin dan Hye Sun semakin jauh? Kau tidak perlu susah-susah lagi memisahkan mereka berdua! Hanya tinggal menambahkan ‘sedikit’ saja permainan. Maka semuanya akan selesai dan Kevin akan menjadi milikmu! Hahaha…!” Soojung tertawa licik lalu meraih i-phone miliknya yang ditaruh di nakas meja.

“Bibi Kim, tolong pesankan tiket keberangkatan ke Vancouver malam ini juga. Aku ingin liburan disana bersama calon tunanganku, Kevin Wu.” Ujar Soojung tengah berbicara dengan seseorang bermarga Kim di telepon.

“………..”

“Ne. Tenang saja. Appa dan Eomma pasti mengijinkan.”

“…………”

Thankyou!” Soojung segera memutuskan panggilan telepon tersebut dan beranjak dari kursi malasnya.

“Sampai jumpa di Vancouver, Kevin sayang…” ujarnya lalu tersenyum dengan sumringah.

~~~~~~~~

Saturday, June 23rd 2012

Sun Medical Centre

20:30 KST

“Dokter, bagaimana hasil screening yang sudah dilakukan?” tanya Junmyeon penasaran. Namun dokter hanya diam dan menatap Junmyeon dengan putus asa.

“Ahjusshi, ada masalah dengan hasil screeningnya?” Yixing megulangi pertanyaan Junmyeon.

“Sebaiknya kita berbicara di ruanganku saja, kajja…” Dokter merangkul Junmyeon dan Yixing bersamaan. Perasaan Junmyeon tidak enak namun ia mencoba untuk positive thinking atas hasil screening yang telah dilakukan oleh Hye Sun.

-di ruangan dokter-

            “Silahkan duduk..” dokter menyuruh keduanya untuk duduk.

Ne, gamsahamnida dokter…” ujar Junmyeon dan Yixing bersamaan.

“Dokter baga—“ belum selesai Junmyeon bertanya, dokter sudah menjawabnya duluan.

“Ia mengalami benturan yang mengakibatkan trauma di kepalanya, dan akibatnya adalah perlahan-lahan ia akan mengalami kebutaan secara total.” Terang dokter membuat kedua pasang mata pria yang ada didepannya membulat sempurna.

“Dokter, jwesonghamnida, kau tidak bercanda, ‘kan?” Junmyeon tidak percaya. Yixing mengangguk setuju.

“Apa dokter pernah bercanda disaat menangani pasiennya?” tanya dokter itu balik. Membuat keduanya bungkam.

“Namun, masih ada kesempatan untuk sembuh. Karena benturan akibat trauma tersebut hanya merusak retina matanya. Kecuali jika benturan itu mengenai syaraf mata yang mengakibatkan syaraf tersebut putus atau terjepit di gendang telinga sehingga tidak bisa berfungsi lagi dan tidak dapat diganti. Maka Hye Sun sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk sembuh.” Terang dokter tersebut membuat Junmyeon dan Yixing bernafas lega.

“Berarti kami harus mencari pendonor retina mata, bukan begitu dokter?” tanya Junmyeon. Dokter mengangguk pelan.

Ne, dan itu sangat tidak mudah. Karena mana mungkin ada orang yang mau mendonorkan retina matanya jika ia sedang dalam keadaan sehat.” Kini Junmyeon berputus asa.

Hyung, sabarlah! Kita pasti akan menemukannya walaupun itu sulit.” Yixing menepuk bahu Junmyeon dan berusaha meyakinkan pria tersebut.

“Jangan putus asa Hyung, kita belum mencobanya, kan?” Junmyeon menoleh kearah pria yang seumuran dengan adikknya tersebut lalu tersenyum lembut.

Ne, kau benar Yixing-ah! Ini demi Hye Sun. Kita harus melakukannya demi Hye Sun.” Junmyeon merasa semangat didalam dirinya dicharger oleh kata-kata Yixing.

“Aku juga akan membantu jika ada informasi yang ingin mendonorkan retina matanya untuk Hye Sun.” Dokter menambahkan.

Gamsahamnida, dokter. Aku mohon dengan sangat bantuannya.” Junmyeon memegang tangan dokter tersebut dengan erat dan penuh harap.

Ne, tentu saja. Karena Hye Sun adalah pasien dan tanggung jawabku.”

“Sekarang kami boleh menjenguk Hye Sun, dok?”

“Boleh. Namun hal ini jangan diberitahukan dahulu kepada Hye Sun karena akan mempengaruhi kesehatannya.”

“Baiklah. Kami akan menuruti kata-kata dokter. Kalau begitu kami keluar dulu. Sekali lagi, gamsahamnida dokter.” Junmyeon membungkukkan badannya diikuti dengan Yixing sebagai tanda hormat.

Ne, cheonmaneyo.”

Junmyeon dan Yixing pun keluar dari ruangan dokter dan berjalan bersama di sepanjang lorong rumah sakit.

Hyung, bagaimana jika perlahan-lahan ia menyadari kalau ia mengalami kebutaan dan kita belum memberitahunya?” tanya Yixing, membuat Junmeyon menghentikan langkahnya.

“Kita harus menemukan pendonor tersebut sebelum perlahan-lahan ia kehilangan penglihatannya.” Junmyeon melanjutkan kembali langkahnya.

“Bagaimana dengan Jongin, Hyung? Apa kita juga merahasiakannya?” Junmyeon membalikkan badannya kearah Yixing.

“Menurutmu bagaimana?”

“Aku juga bingung. Kalau kita memberitahunya aku takut ia akan memberitahukan hal ini pada Hye Sun. Mengingat ia sepertinya sangat membenci pria bernama Kevin tersebut. Ia pasti akan membuat Kevin sebagai penyebab kebutaan yang dialami oleh Hye Sun. Jongin, emosinya masih cenderung labil, Hyung. Tapi jika ia bisa memegang janjinya untuk tidak memberitahu hal ini pada Hye Sun, maka ia juga dapat membantu kita mencari pendonor untuk Hye Sun.” Terang Yixing.

“Kalau begitu, aku ambil option kedua.” Ujar Junmyeon mantap.

Jinchayo Hyung?” Yixing tidak percaya.

“Aku mengenal baik adikku tersebut. Meski, eumh.. yeah.. ia labil.”

“Baiklah kalau itu maumu Hyung. Semoga Jongin tidak meledak saat mendengar berita ini.” harap Yixing.

~~~~~~~~~~

            “Euuunghh…” Hye Sun menggeliat kecil diatas ranjang miliknya dan mencoba bangun dari tidurnya dan bersandar di badan ranjang.

“Auughhssttt… appoo!!” pekiknya, memegangi kepalanya yang sakit secara tiba-tiba.

Ne, Hyung. Aku berjanji, ini demi Noona.” Ujar Jongin pelan disudut pintu masuk.

“Jongin-ah! Junmyeon Oppa! Appooo...” rintih Hye Sun. Suaranya dapat didenagr oleh Jongin.

Noonaa…!!” teriak Jongin lalu menghampiri Hye Sun, begitu juga Junmyeon dan Yixing.

“Hye Sun, gwaenchana?” Junmyeon cemas.

Oppa… kenapa mataku kabur? Oppa.. kenapa gelap?” pertanyaan Hye Sun membuat ketiganya langsung terdiam dan memandang satu sama lain.

“Mungkin efek karena kepalamu sakit. Sebaiknya kau tidur saja, Hye Sun-ah..” jawab Junmyeon.

Ne, Noona.. kau baru saja bangun tidur dan langsung bergerak. Sekarang tidurlah…”

“Apa kepalamu masih sakit?” tanya Yixing, Hye Sun hanya menggeleng pelan.

“Sekarang sudah tidak lagi. Sakitnya datang tiba-tiba. Tapi kenapa mataku masih tetap kabur?” tanya Hye Sun.

“Tidurlah Noona… itu efek karena sakit kepalamu.. kajja.. aku akan menemanimu disini bersama Junmyeon Hyung dan Yixing Hyung.” Bujuk     Jongin.

“Ne, gomawo nae dongsaeng…” Hye Sun tersenyum kecil.

Jongin pun membantu Hye Sun membetulkan posisi tidurnya dan memasangkan selimut Hye Sun sampai dada. Ia membelai lembut puncak kepala kakak perempuannya tersebut hingga Hye Sun memejamkan kedua matanya.

Jaljayo Noona… saranghae..” Jongin mengecup kening Hye Sun singkat. Membuat Yixing merasa sedikit sakit melihat adegan tersebut.

‘Aiishh.. apa yang kau fikirkan Yixing babo!’ batinnya sambil menggelengkan kepalanya pelan.

“Sepertinya Noona sudah tertidur. Oh Hyung! Ada yang ingin aku beritahu padamu, ini tentang pria itu.”

“Pria? Maksudmu dia?” Junmyeon menekankan kata ‘dia’.

“Ne, sebaiknya disana saja. Supaya tidak kedengaran oleh Noona.” Ujar Jongin, nyatanya Hye Sun mendengarnya dengan sangat baik. Ia belum tidur sama sekali.

Kajja…” Junmyeon mengajak Jongin dan Yixing kearah pintu keluar.

“Ada ada sebenarnya, Jongin-ah?”

Hyung, Kevin sialan itu pergi ke Vancouver.”

“MWO?” pekik Junmyeon dan langsung menutup mulutnya.

“Jangan teriak! Nanti Noona bangun!” Jongin memukul punggung Hyungnya pelan.

“Ne, mianhae. Kau tahu darimana? Sehun?” tebak Junmyeon.

“Ne, kalau Sehun tidak keceplosan, aku bahkan kita semua tidak ada yang tahu bahwa ia sudah di Vancouver.” Terang Jongin.

“Keceplosan bagaimana?” tanya Yixing.

“Tadi Kevin menelepon Sehun, tapi Soojung berusaha menggagalkannya.” Jawab Jongin.

“Soojung? Kekasihmu?” tanya Junmyeon, Jongin mengangguk.

“Wae?”

“Aku tidak mau Kevin berhubungan lagi dengan Noona. Jelas-jelas kecelakaan ini akibat Kevin dan lihat sekarang? Ia malah pergi ke Vancouver tanpa berpamitan, jangankan itu sekalipun ia tidak pernah menjenguk atau merawat Noona. Kekasih macam apa itu?”

“Apa mungkin Kevin tidak tahu tentang kecelakaan ini? tapi mengapa ia tiba-tiba pergi ke Vancouver?” Yixing berpendapat.

“Tentu saja untuk melarikan diri! Atau karena ia tidak mau bertemu Hye Sun Noona lagi?” ujar Jongin.

“Sudahlah… lebih baik kita fokus pada kesembuhan Hye Sun karena ia lebih penting daripada mengurus pria menyebalkan itu!” ujar Junmyeon. Semuanya mengangguk.

“Sebaiknya kita mulai pencariannya sekarang, Hyung.” Usul Yixing.

“Tapi ini sudah malam, lebih baik kita beristirahat saja dan menyiapkannya esok hari. Lagipula besok minggu, bukan? Jadi kita punya waktu yang lebih banyak.” Sanggah Jongin. Junmyeon menoleh kearah adik bungsunya tersebut.

Nae dongsaeng sudah dewasa sekarang! Hyung setuju, kajja!” Junmyeon merangkul kedua dongsaengnya menjauh dari ruang inap dimana Hye Sun berada dan tanpa disadari oleh mereka bertiga, Hye Sun sudah menangis terisak dalam diam.

“Apa itu benar? Wae Kevin..? sebegitukah jahatnya aku padamu hingga kau meninggalkanku ke Vancouver begitu saja?” ia mengelap airmatanya yang sudah menggenang di pelupuk mata.

~~~~~~~~

Keesokan harinya

Vancouver, Canada

Sunday, 24th June 2012

08:00 AM

Seorang pria dengan paras tampan dan atletis tengah berenang di sebuah kolam renang pribadi yang berada di rumah yang dapat dikategorikan sebagai istana tersebut. Hal yang menjadi rutinitasnya di hari libur. Tanpa disadari, seorang gadis duduk dibawah payung besar dan duduk dengan pose menggoda, ditambah lagi ia memakai Swim suit yang terlihat sexy.

Pria tersebut tidak menyadari kehadiran seorang gadis tersebut, dengan santainya ia naik ke tangga kolam renang untuk mengeringkan diri karena hampir satu jam ia berenang. Dalam posisi membelakangi ia berbalik kearah dan terkejut melihat sosok gadis yang tidak ia inginkan berada disini.

“Soojung? Kenapa kau berada disini?” ternyata pria itu adalah Kevin.

Wae? Tidak boleh?” Soojung berjalan kearah Kevin dengan senyum seringainya. Kevin mendengus kesal.

“Siapa yang memberitahumu bahwa aku disini?” tanya Kevin tanpa menoleh kearah Soojung.

“Kenapa tidak menatapku saat kau berbicara, Oppa sayang?” Soojung meraih dagu Kevin untuk menoleh kearahnya namun Kevin segera menepis tangan Soojung dengan kasar.

“Jangan pernah sekalipun menyentuhku! Kau bukan kekasihku!” Kevin segera pergi meninggalkan Soojung sendirian di kolam renang. Soojung hanya tersenyum licik melihat tingkah Kevin.

Ne, aku memang bukan kekasihmu. Tapi sebentar lagi… tunggu saja.” Ucapnya pelan. Lalu mengikuti Kevin dari belakang.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Huehehehhe~ ottokhe? Ottokhe? Mianhae chingudeul~ aku ngga ada koneksi internet buat posting part ini jadi rada lamaan, gwaenchana, ne? Ditunggu yah komentarnya! Annyeong~ Ingat sekali lagi untuk RCL (Read, Comment and Like!) gomawoooo~


Viewing all 317 articles
Browse latest View live